Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Jerry

Quote from: Kainyn_Kutho on 09 December 2009, 09:24:38 AM
Susah untuk dijelaskan.
Begini saja, daripada kita beda definisi, saya ikut Bro Jerry saja. Menurut Bro Jerry, apa itu "Agama Buddha"?
Doktrinnya adalah 4KM dan disiplinnya adalah JMB8. Metode pengembangan disiplinnya dapat dikategorikan dalam 3 agregat: sila, samadhi, panna. Tujuannya adalah mengembangkan jalan tengah untuk hidup yg seimbang dan bebas dari pertentangan, melenyapkan LDM, menghancurkan 10 belenggu, memutuskan "kehausan" dan "ketidaktahuan" sebagai penyebab dari penderitaan, dan merealisasi nibbana dalam 4 tahapan jalan&buah mulai dari jalan&buah sotapanna, sakadagami, anagami hingga arahat.

Quote
Satu lagi, janganlah pernah meminta bukti pencapaian-pencapaian. Sekarang walaupun kita berdua bertemu Arahat, saya yakin saya tidak bisa membuktikan pencapaiannnya kepada anda, dan juga sebaliknya.
Saya tidak bermaksud menyerang Bro Kain dengan meminta bukti pencapaian, tetapi mungkin Bro Kain dapat berbagi satu atau beberapa bukti yang Bro Kain percayai atau yakini mengenai pencapaian magga&phala di luar Buddhism. Dengan Bro Kain men-share, maka kita dapat mengkaji lebih dalam. :)


Quote
Saya katakan hal tersebut karena awalnya Bro Jerry mengatakan pondasi yang sangat berbeda dari agama lain, misalnya perwahyuan. Apakah Taoisme memiliki perwahyuan? Mengenai diri dan objek "aku", silahkan research tentang Kabbala.
Taoisme jelas tidak memiliki pewahyuan, tetapi utk menyamakan keseluruhan ajaran Taoisme dengan Buddhisme tentu bagi saya hal yg mustahil.
Kabbalah? Bagaimana kalau dishare entah pengetahuan Bro Kain ataupun link dan referensi mengenai Kabbalah yg terpercaya pada saya? Bisa langsung atau via PM, sehingga saya dapat memandang sedikit melalui perspektif Bro Kain. ;)
Karena begitu mencari, saya langsung mendapatkan hal yg sangat berbeda antara Buddhism dan Kabbalah, dan ini dikatakan secara langsung oleh yg memiliki otoritas cukup besar dalam Kabbalah.
Silakan klik di sini:
http://www.kabbalah.info/engkab/kabbalah-video-clips/can-a-kabbalist-also-be-a-buddhist

Quote
Kemudian ada satu hal selalu terlupakan. Ketika saya bilang non-Buddhis, otomatis orang berpikir "agama lain". Mengapa tidak pernah terpikirkan tentang suatu kebijaksanaan yang tidak terikat agama?
Karena secara umumnya demikian artinya. Jika memiliki pengertian khusus, tentu lebih baik utk ditambahkan dan diingatkan secara eksplisit agar tidak ada kerancuan memahami maksud lawan bicara. :)

Quote
Nah, ini dulu sebetulnya ingin saya singgung tetapi tidak sempat. Saya setuju setelah Upatissa merealisasi Sotapatti-phala, ia sudah bukan penganut "pandangan berbelit-belit".
Masalahnya, pelepasan "berkutat pada pandangan lama" ini dilakukan kapan? Sebelum realisasi Sotapatti, atau hanya sesaat sebelum realisasi Sotapatti, atau kapan?
Dari kasus Upatissa jelas cukup lama sebelum realisasi Sotapatti, ketika ia mulai jenuh dan berdua dengan Koliya mencari 'amata'. Dan mereka telah dalam kondisi kegelisahan spiritual yg dikenal dg samvega. Bisa dibilang saat itu beliau sudah beragama "agnostik" secara ktp saja (kalau sudah ada ktp masa itu). :P
Jadi dalam pencariannya akan keadaan tanpa kematian, beliau dan koliya sudah siap melepaskan keyakinan terhadap ajaran 'ananavada' atau "agnostik"nya Sanjaya. Yang jelas tidak mungkin masih tetap berkutat pada pandangan lamanya, seseorang merealisasi Sotapatti magga&phala.

Quote
Saya menyimpulkan demikian karena Bro Jerry sebelumnya berkata tentang perbedaan basic yang sudah tidak bisa disatukan seperti perwahyuan, kekekalan, dan sebagainya. Jadi perbedaan kita di sini adalah, saya tidak menunjuk suatu ajaran/agama sebagai "basic" mutlak. Bagi saya, "basic" itu ada di mana pun selama orang menyadarinya, apakah dia Buddhis, Non-Buddhis, atau sekuler. Basic itu pula yang mengasah kesadaran dan kebijaksanaan seseorang, yang akan membuahkan suatu pencapaian jika kondisi mendukung (ia bertemu dengan ajaran yang mengakhiri Dukkha dan menjadi seorang Savaka Buddha, atau dia sendiri mengembangkan pandangan terang dan menjadi Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha).
Contohnya sudah disebutkan sebelumnya, Upatissa yang "basic"-nya pandangan berbelit-belit namun kesadaran dan kebijaksanaannya telah matang, bertemu dengan ajaran tentang Dukkha, menemukan akhir penderitaan.
Lha.. pewahyuan, kekekalan yg bersifat doktriniah memang tdk bisa disatukan. Tetapi lain halnya dengan kualitas2 batin spt kebajikan, keyakinan, usaha, kesadaran, samadhi dan kebijaksanaan. Karena yg pertama adalah mutlak sifatnya sbg wujud bentuk agama tsb. Sedangkan yg ke-2 bersifat relatif karena tergantung pada personal. Kalau tidak ada "basic" mutlak dr agama, itu bisa repot Bro.. Nanti gimana kalau ada yg mengklaim dan mengatakan bahwa buddhis sebenarnya hinduis juga?


QuoteUntuk yang ke dua, apakah berarti sewaktu Arahat, ia pun masih memiliki pandangan dan kemudian dilepas?
Tepatnya tidak melekati lagi, dan hanya memfungsikan saja. Makanya seorang Buddha, Sariputta, Moggallana, Maha-Kaccana yg telah arahat tetap bisa menjelaskan bagaimana pandangan yg benar thdp suatu fenomena. Dalam sutta 40 hal utama dikatakan oleh Sang Buddha 'demikianlah seorang sekha diberkati dengan 8 faktor, dan seorang arahat dengan 10.'

Quote
Untuk yang pertama, Bro Jerry mengatakan ada jalan-jalan "kosong" dan jalan petapa sejati, yaitu yang memiliki JMB 8. Apakah kemudian pengetahuan tentang hal tersebut yang mengantarkan orang pada pencapaian sejati (i.e. Magga-phala)?
Pada beberapa orang iya, pada beberapa lainnya tidak. Pengetahuan benar sendiri merupakan faktor ke-9 dari 2 poin tambahan thdp JMB8.

Quote
Untuk kemungkinan salah, saya memberikan disclaimer demikian:
Saya tidak belajar Buddhisme lewat guru atau institusi tertentu, hanya membaca sendiri Sutta-sutta yang ada dari berbagai sumber. Jadi apa pun yang saya katakan, jelas tidak bisa mewakili Ajaran Buddha, apalagi dikatakan sebagai "pasti benar".
Demikian pula dengan saya, hampir tidak jauh berbeda dengan Bro Kain. Di sini saya yakin kita berdiskusi bukan mencari "siapa" benar dan "siapa" yang salah. Tetapi diskusi hendaknya dilakukan sebagaimana yg tertuang di sini

Oya, mungkin Cula-sihanada Sutta dapat memberi gambaran mengenai perspektif saya.

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Jerry

Quote from: upasaka on 09 December 2009, 09:52:02 AM
Quote from: Jerry on 09 December 2009, 12:23:18 AM
Quote from: upasaka on 08 December 2009, 11:39:25 AM
[spoiler] Teman-teman... Maksud dari Bro Kainyn itu:

"Seseorang bisa saja penganut agama non-Buddha. Dia percaya pada ritual keselamatan, dia percaya bahwa ada Maha Brahma (Tuhan), dia percaya bahwa kelahiran hanya sekali; dan akan diadili di akhirat. Tetapi agama itu mengajarkan kebaikan juga. Agama itu mengajarkan supaya berderma, supaya banyak berbuat baik, supaya menguatkan iman dan menjaga hati. Seiring kedewasaan pemikirannya, orang ini mulai menyadari bahwa berbuat baik adalah bentuk cinta-kasih; tidak lagi karena paksaan agama. Lalu dia mulai menyadari bahwa hidup ini tidak kekal, tidak memuaskan dan mulai melihat tidak ada substansi inti. Dia mulai melihat bahwa sebenarnya tidak ada roh (jiwa) atau Maha Brahma (Tuhan Pencipta). Dia mulai mengembangkan iman, dan dia melihat bahwa yang lebih penting adalah menyelami gejolak pikiran; karena itulah titik terpenting dalam spiritual. Lalu dia mulai berangsur tidak melekat pada agamanya... Hingga suatu hari dia bertemu dengan Ajaran Sang Buddha. Dia melihat ada banyak kecocokan pola pandangnya (yang mulai dewasa) ini dengan Ajaran Sang Buddha. Dan suatu waktu ketika batinnya sudah matang, mungkin saja dia lebih mudah mencerap Ajaran Sang Buddha. Karena dia sendiri telah bergulat mencari Kebenaran, hingga akhirnya menemukan "peta kebenaran" yang sesungguhnya. Dan akhirnya dia bisa berkembang menjadi lebih bijaksana, atau bahkan menjadi orang Yang Tercerahkan meskipun tidak cocok untuk disebut sebagai umat Buddha".

Begitu yang saya tangkap dari pemikiran Bro Kainyn_Kutho. :)

Correct Me if I Wrong.
[/spoiler]
Apakah dia nantinya bertemu dengan ajaran Buddha atau tidak, berarti ini sama saja artinya dia melepaskan pandangan lamanya terhadap agama tsb. Masihkah relevan mengatakan dia mencapai pemahaman demikian melalui doktrin agama tsb? Bagi saya sih tidak lagi relevan. Di sini perbedaan saya dengan Bro Kain. :)

[spoiler]Maksudnya begini...

Saya pikir kita pernah bertemu (atau mengenal) umat Buddha yang percaya pada Tuhan, percaya bahwa Nibbana adalah alam kebahagiaan abadi (surga), berdoa di depan patung Sang Buddha agar Sang Buddha mengabulkan doa kita, memohon agar Sang Buddha melindungi kita dari marabahaya, rutin mengikuti puja bakti di vihara dan ikut visuddhi (baptis ala Agama Buddha) supaya bisa terhindar dari kamma buruk, dsb.

Kalau kita melihat orang itu, kita mungkin bisa menyatakan bahwa umat Buddha seperti itu sebagai umat Buddha yang berpandangan keliru alias "sesat". Karena kalau dilihat-lihat, pola pandangnya tidak mencerminkan sebagai umat dari Agama Buddha; justru pandangannya mirip dengan umat di agama lain. Tetapi bila kita katakan bahwa mereka berpandangan keliru, mereka pasti menolak. Mereka akan ngotot bahwa mereka adalah umat dari Agama Buddha. Dalam case ini, tentu kita paham bahwa adalah tidak cocok untuk menyebut umat Buddha seperti ini sebagai umat dari agama lain.

Demikian pula bila case ini terjadi di umat dari agama lain. Tidak menutup kemungkinan bahwa seorang umat dari agama lain mengalami transformasi pola pandang yang justru mengarah ke pandangan Agama Buddha. Mungkin saja sebelumnya dia tidak mengenal Agama Buddha. Tapi yang pasti, ada satu titik dalam hidupnya dimana dia melihat bahwa pemikirannya tidak sejalan 100% dengan agamanya. Dia hanya memegang keyakinan agamanya sebatas apa yang ia setujui sesuai perkembangan kebijaksanaannya.

Hal yang sama dapat kita lihat pula pada kisah Sariputta. Sariputta belajar pada gurunya dahulu, yang notabene berarti Sariputta bukanlah pemeluk Agama Buddha. Namun seiring perkembangan kebijaksanaan Sariputta, beliau tidak bisa selaras 100% dengan ajaran gurunya. Beliau punya pemahaman yang lebih condong ke Ajaran Sang Buddha; meskipun Sariputta belum pernah mendengar Ajaran Sang Buddha apalagi bertemu dengan-Nya. Hingga suatu hari, Sariputta bertemu dengan Assaji Thera yang memberi sedikit wejangan versi Agama Buddha. Dengan wejangan singkat itu, Sariputta langsung mencapai tingkat Sotapanna. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang yang belum mengenal Agama Buddha pun bisa merealisasi tingkat-tingkat kesucian.

Hanya perlu digarisbawahi, bahwa Sariputta mencapai buah Sotapatti setelah melihat Kebenaran; dan konteksnya dari wejangan Agama Buddha. Orang yang merealisasi tingkat kesucian ataupun Pembebasan, adalah orang yang merealisasi tujuan Agama Buddha.

Dari kesimpulan singkat ini, kita bisa menyatakan juga dengan tegas bahwa: "Orang yang merealisasi Pembebasan adalah orang yang merealisasi tujuan Agama Buddha, bukan agama lain. Dan karena orang itu merealisasi tujuan Agama Buddha, maka orang itu sebenarnya menjalankan ajaran dari Agama Buddha". [/spoiler]
Yup, saya ngerti maksud Opa. Sependapat koq.. Hanya saja maksud saya utk memperjelas perbedaan pemahaman saya dg Bro Kain. Misalnya saja: seorang nasrani yg telah melepaskan doktrin trinitas, keselamatan dlsb lalu merealisasi pemahaman yg sejalan dg Buddhisme, entah melalui pembelajaran dia thdp Buddhisme, atau pemahaman sendiri, maka tidak relevan lagi bila kita mengatakan si anu merealisasikan melalui kristianitas meskipun saat itu ktpnya masih beragama kr****n. Karena yg namanya kristianitas, sudah dilepaskan oleh dia terlebih dulu sblm melangkah maju ke depan.
Ini sudah saya tuliskan kemarin utk Bro Hendrako dan tadi saya perjelas pd Bro Kain bahwa doktrin agama adalah hal yg bersifat mutlak sedangkan kualitas spt yg Opa contohkan adalah relatif, bahkan seseorang yg tdk beragama pun dapat mengembangkan kualitas2 demikian. Kualitas2 demikian tidak eksklusif ada dlm Buddhism, tetapi berbeda dengan doktrin, disiplin dan tujuan serta pencapaian tujuan.

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

fabian c

Quote from: hendrako on 09 December 2009, 09:11:17 AM
Quote from: Jerry on 09 December 2009, 12:23:18 AM
Quote from: hendrako on 08 December 2009, 11:31:55 AM
[spoiler]Apa definisi dari "ber-agama Buddha"?

Kalau belum ada kesepakatan dengan definisi di atas, maka diskusi bisa jadi cukup membingungkan dan salah paham.

Dari pengalaman saya berbincang dengan seseorang yang belajar dari seorang guru yang bukan berlabel agama Buddha, guru beliau mengajarkan hal yang sangat mirip dengan vipassana bhavana dan bahkan (katanya) guru beliau mempunyai kesaktian (abhinna). Kenalan saya ini mulanya tertarik disebabkan rumor kesaktian, namun ternyata gurunya memperingatkan untuk menghindari keinginan akan kesaktian namun bermeditasi untuk mengetahui kebenaran dengan memperhatikan/mengamati batin. Menurut cerita, sang guru mendapat tekanan dari pihak yg menganggap labelnya terganggu dan sempat ada kejadian yg mirip dengan pengadilan Yesus. Sang guru di laporkan ke petugas untuk ditangkap, namun setelah petugas menemui beliau, para petugas mengatakan bahwa tidak ada kesalahan atau pelanggaran hukum yg beliau lakukan.

Sayang, sang guru telah meninggal beberapa tahun yang lalu............

[/spoiler]

Bro, sori nanya.. mirip atau dimirip2kan? ini harus diteliti lebih jauh sebelum disimpulkan. kalo abhinna ngga heran, ngga harus orang suci, seseorang dengan attaditthi pun bisa memiliki kesaktian. sekadar mengamati pikiran, dan meditasi tidak harus dalam posisi duduk, itu bukan barang eksklusif dlm Buddha-sasana. ajaran2 lain sebelum masa Sang Buddha pun telah mengenal misalnya posisi meditasi dlm jalan, atau bertindak dlm aktifitas sehari2, atau dlm posisi tidur. Agama Islam sendiri mengenal sholat dlm 3 posisi: berdiri, duduk dan berbaring.


Apakah orang yg menjalankan yg di bold biru di atas tidak mungkin mencapai sotapanna karena tidak berlabel "agama Buddha" dan atau tidak menjalankan salah satu teknik atau metoda yg berlabel Buddha Theravada misalnya?

Apakah dikatakan sama, berbeda, atau mirip, antara teknik, metoda, dan definisi vipassana misalnya dari tradisi Mahasi Sayadaw, Goenka, Pa Auk Sayadaw, Ajahn Mun, dsb.?

Apakah berbeda atau sama definisi dari suci, kudus, fitrah, moksha, yang menurut saya merupakan tujuan dari agama yang berbeda ( agama yg dianggap resmi di Indonesia).



Saudara Hendrako yang baik, Inilah sebabnya saya menanyakan bagaimana bentuk meditasinya?
Meditasi Vipassana bhavana maupun Samatha bhavana bisa dilakukan dalam posisi berdiri, duduk, berbaring maupun berjalan, sedang mandi, sedang makan maupun dalam kegiatan lain sehari-hari.

Demikian juga dengan objek perhatian keluar masuk napas, objek perhatian keluar masuk napas bisa dipakai untuk Samatha maupun Vipassana.

Karena perbedaan Samatha dan Vipassana terletak pada bagaimana cara kita melakukan perhatian terhadap batin dan jasmani.

Maka tercapai atau tidaknya kesucian tergantung pada bagaimana caranya memperhatikan batin dan jasmani.

Dan tercapai atau tidaknya Sotapanna tergantung sejauh mana meditator tersebut mampu menyelami tilakkhana.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Tekkss Katsuo


adi lim

Quote from: Indra on 29 November 2009, 11:03:02 AM
Quote from: Peacemind on 29 November 2009, 10:21:38 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 November 2009, 02:34:29 PM
Quote from: Indra on 28 November 2009, 11:41:23 AM
Quote from: fabian c on 28 November 2009, 11:29:29 AM
Iya nih,
Oom Indra sudah mengingatkan kita, jadi bila seorang sotapanna tak mungkin berpindah agama, apa penyebabnya dong?

_/\_

pindah agama sih boleh2 aja, tapi keyakinannya yang gak mungkin ganti, misalnya seorang sotapanna mau ikut pilpres, spy peluangnya lebih mudah, silahkan ganti di KTP jadi i***m, tapi tetap berkeyakinan dan berlindung pada Tiratana

Atau misalnya di suatu saat semua merk "Agama Buddha" sudah korup, maka tidaklah heran kalo seorang Ariya pindah agama. Mereka tidak akan berpaling dari pandangan benar, tetapi pindah agama sih sepertinya mungkin-mungkin saja.



Quote from: bond on 28 November 2009, 11:56:50 AM
Ganti keyakinan akh ke Lu Sheng Yen... :))
Ga IKT/MLDD aja? Lagi berkembang lho! :)


For Indra: Ketika seseorang pindah agama, di sana ada dampak psikologis tertentu.  Untuk benar2 dikatakan pindah agama, seseorang harus menerima kebenaran ajaran agama tersebut. Seorang Sotapanna telah memiliki keyakinan yang tak tergoncangkan terhadap BUddha, Dhamma dan Sangha. Mungkinkah seseorang yang memiliki kwaltas batin demikian akan pindah agama? Mungkin beberapa orang akan mengatakan ya dan pindahnya seorang sotapanna ke agama lain hanya karena mengikuti arus masyarakat, bukan karena ia yakin terhadap agama baru yang dianutnya.. Jika demikian halnya, apakah seorang sotapanna sedang tidak membohongi dirinya dan masyarakat? Ingat bahwa seorang sotapanna dikatakan memiliki unbroken morality. Ia tidak akan berbohong lagi.. Namun, dalam hal ini, jika seorang sotapanna pindah agama, tampaknya ia membohongi masyarakat.. :D

For Kainyin: Kalu seorang sotapanna pindah agama gara2 agama Buddhanya udah korup, bukannya ia sama halnya keluar dari mulut harimau dan masuk ke mulut buaya, kecuali kalau agama yang baru dianutnya memang benar2 seperfect keyakinan yng dianut sebelumnya... hehehe. :D

Be happy.



Bagaimana seandainya jika ada cerita sbb:

Seseorang sotapanna, karena berbagai kombinasi kamma, terlahir kembali dalam suatu komunitas yg tidak ada agama buddha, misalnya terlahir dalam keluarga raja arab, atau terlahir di vatikan. atau terlahir kembali pada masa gelap, di mana buddhism sudah tidak exist lagi. sejak lahir di didik dalam agama lain. apakah lantas dia tetap ngotot beragama buddha?

Seorang Sotapana harusnya tidak akan melanggar 5 sila lagi walaupun untuk kehidupan2 berikutnya, andaikan lahir jadi manusia di keluarga non Buddhis pun, harusnya keluarga itu pasti mempunyai Moral yang baik sekali (tidak melanggar 5 sila), sehingga tidak menyebabkan terlahir lagi di alam Apaya.

Jadi jangan ragu2 untuk mencapai Sotapana, MAJU TERUS !
_/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

adi lim

Quote from: gachapin on 29 November 2009, 09:53:57 PM
kalo di vinaya, mengakui pencapaian yang tidak benar itu parajika, otomatis keluar dari sangha, bagaikan manusia yang terpotong lehernya... :whistle:

parajika => neraka Avici menunggu !
_/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

K.K.

#351
Quote from: Jerry on 09 December 2009, 08:53:31 PM
Doktrinnya adalah 4KM dan disiplinnya adalah JMB8. Metode pengembangan disiplinnya dapat dikategorikan dalam 3 agregat: sila, samadhi, panna. Tujuannya adalah mengembangkan jalan tengah untuk hidup yg seimbang dan bebas dari pertentangan, melenyapkan LDM, menghancurkan 10 belenggu, memutuskan "kehausan" dan "ketidaktahuan" sebagai penyebab dari penderitaan, dan merealisasi nibbana dalam 4 tahapan jalan&buah mulai dari jalan&buah sotapanna, sakadagami, anagami hingga arahat.
OK, dari sini saya punya pertanyaan.
Sewaktu Buddha bilang umur dhamma akan habis setelah 500 tahun (karena berdirinya Sangha Bhikkhuni), menurut Bro, apa maksudnya?


QuoteSaya tidak bermaksud menyerang Bro Kain dengan meminta bukti pencapaian, tetapi mungkin Bro Kain dapat berbagi satu atau beberapa bukti yang Bro Kain percayai atau yakini mengenai pencapaian magga&phala di luar Buddhism. Dengan Bro Kain men-share, maka kita dapat mengkaji lebih dalam. :)
Ya, saya juga tidak merasa diserang kok. :) Maksud saya, baik dengan orang yang bekepercayaan sama atau pun berbeda, jangan meminta bukti yang tidak bisa dibuktikan dan jangan terseret pula untuk mencoba memberikan bukti yang tidak bisa dibuktikan seperti: "Tuhan (tidak) ada", "keselamatan lewat agama X", "kesucian seseorang".


QuoteTaoisme jelas tidak memiliki pewahyuan, tetapi utk menyamakan keseluruhan ajaran Taoisme dengan Buddhisme tentu bagi saya hal yg mustahil.
Kabbalah? Bagaimana kalau dishare entah pengetahuan Bro Kain ataupun link dan referensi mengenai Kabbalah yg terpercaya pada saya? Bisa langsung atau via PM, sehingga saya dapat memandang sedikit melalui perspektif Bro Kain. ;)
Karena begitu mencari, saya langsung mendapatkan hal yg sangat berbeda antara Buddhism dan Kabbalah, dan ini dikatakan secara langsung oleh yg memiliki otoritas cukup besar dalam Kabbalah.
Silakan klik di sini:
http://www.kabbalah.info/engkab/kabbalah-video-clips/can-a-kabbalist-also-be-a-buddhist
Saya menyinggung Taoisme dan Kabbalah bukan menyamakan mereka dengan Buddhisme secara total, namun saya menunjukkan bahwa ada pola pikir yang mirip seperti Taoisme pun bukan suatu ajaran monotheistik dan salah satu prinsipnya, "德", adalah untuk menurunkan ego/aku, dan prinsip lainnya adalah kewajaran yang menghindari semua ekstrem.
Kabbalah dalam beberapa tradisi, memiliki meditasi pengembangan kesadaran yang berbeda dengan konsentrasi, kalau tidak salah dieja Hizbonenut. Meditasi ini juga melihat diri dari aspek berbeda dari pandangan pada umumnya. 
Kalau dilihat, mereka di "luar sana" yang menjalankan ajaran-ajaran ini, tidak susah untuk menerima pola pikir Buddhisme, bukan?


QuoteKarena secara umumnya demikian artinya. Jika memiliki pengertian khusus, tentu lebih baik utk ditambahkan dan diingatkan secara eksplisit agar tidak ada kerancuan memahami maksud lawan bicara. :)
Di kalangan orang religius, demikianlah artinya secara umum; sedangkan saya berasal dari kalangan non-religius, jadi beda kebiasaan. Tapi terima kasih sarannya, akan saya ingat.


QuoteDari kasus Upatissa jelas cukup lama sebelum realisasi Sotapatti, ketika ia mulai jenuh dan berdua dengan Koliya mencari 'amata'. Dan mereka telah dalam kondisi kegelisahan spiritual yg dikenal dg samvega. Bisa dibilang saat itu beliau sudah beragama "agnostik" secara ktp saja (kalau sudah ada ktp masa itu). :P
Jadi dalam pencariannya akan keadaan tanpa kematian, beliau dan koliya sudah siap melepaskan keyakinan terhadap ajaran 'ananavada' atau "agnostik"nya Sanjaya. Yang jelas tidak mungkin masih tetap berkutat pada pandangan lamanya, seseorang merealisasi Sotapatti magga&phala.
Bagaimana dengan "agnostik"? Apakah itu merupakan kategori pandangan benar atau masih pandangan salah?


QuoteLha.. pewahyuan, kekekalan yg bersifat doktriniah memang tdk bisa disatukan. Tetapi lain halnya dengan kualitas2 batin spt kebajikan, keyakinan, usaha, kesadaran, samadhi dan kebijaksanaan. Karena yg pertama adalah mutlak sifatnya sbg wujud bentuk agama tsb. Sedangkan yg ke-2 bersifat relatif karena tergantung pada personal. Kalau tidak ada "basic" mutlak dr agama, itu bisa repot Bro.. Nanti gimana kalau ada yg mengklaim dan mengatakan bahwa buddhis sebenarnya hinduis juga?
OK, sekarang ada basic mutlak yang berbeda dari tiap agama. Saya setuju. Menurut Bro Jerry, mangapa, dua orang yang berbeda agama, anggap saja Is1am, dan orang lain beragama Krist3n, namun bisa memiliki sebuah kualitas bathin yang sama, misalnya, cinta kasih, pengampunan, kebajikan, dll?


QuoteTepatnya tidak melekati lagi, dan hanya memfungsikan saja. Makanya seorang Buddha, Sariputta, Moggallana, Maha-Kaccana yg telah arahat tetap bisa menjelaskan bagaimana pandangan yg benar thdp suatu fenomena. Dalam sutta 40 hal utama dikatakan oleh Sang Buddha 'demikianlah seorang sekha diberkati dengan 8 faktor, dan seorang arahat dengan 10.'
Sebelumnya Bro Jerry mengatakan hal ini:
QuoteDan oh ya, dalam sutta juga dikatakan bahkan seorang yg dikatakan sekha dalam artian hingga tingkatan anagami magga&phala pun masih berkeyakinan bahwa "Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati."
Apakah ini berarti para Arahat (selain Buddha), yang telah melalui, melepas, dan memfungsikan satu jalan, mengetahui dengan pasti jalan-jalan mana yang mengantarkan orang pada pencerahan dan mana yang tidak, baik yang telah diketahui, maupun yang belum pernah diketahui?


QuotePada beberapa orang iya, pada beberapa lainnya tidak. Pengetahuan benar sendiri merupakan faktor ke-9 dari 2 poin tambahan thdp JMB8.
Ini saya sepaham, jadi tidak dilanjutkan.


Jerry

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 December 2009, 09:44:26 AM
OK, dari sini saya punya pertanyaan.
Sewaktu Buddha bilang umur dhamma akan habis setelah 500 tahun (karena berdirinya Sangha Bhikkhuni), menurut Bro, apa maksudnya?
Wah.. Apa demikian kata Sang Buddha? Ada referensinya?
Oya, kemarin lupa nambahin soal definisi "agama Buddha", adanya sosok Buddha sbg founder, Dhamma sbg ajarannya dan Sangha sbg organisasi mereka yg serius dalam menjalani dhamma ajaran Sang Buddha. Tiga serangkai inilah yg dijadikan acuan dan panutan dalam "agama Buddha". Demikian definisi agama Buddha menurut saya. :)

QuoteYa, saya juga tidak merasa diserang kok. :) Maksud saya, baik dengan orang yang bekepercayaan sama atau pun berbeda, jangan meminta bukti yang tidak bisa dibuktikan dan jangan terseret pula untuk mencoba memberikan bukti yang tidak bisa dibuktikan seperti: "Tuhan (tidak) ada", "keselamatan lewat agama X", "kesucian seseorang".
Mengingat tulisan Bro terdahulu:
QuoteBagi saya, pencapaian magga-phala adalah kesesuaian kematangan spiritual seseorang, bukan karena agama atau landasan akidah.
Apakah tanpa bukti yang bisa dibuktikan, berarti mengindikasikan pandangan Bro Kain ttg kemungkinan adanya magga&phala di luar ajaran Buddha adalah berdasarkan keyakinan semata?

QuoteSaya menyinggung Taoisme dan Kabbalah bukan menyamakan mereka dengan Buddhisme secara total, namun saya menunjukkan bahwa ada pola pikir yang mirip seperti Taoisme pun bukan suatu ajaran monotheistik dan salah satu prinsipnya, "德", adalah untuk menurunkan ego/aku, dan prinsip lainnya adalah kewajaran yang menghindari semua ekstrem.
Kabbalah dalam beberapa tradisi, memiliki meditasi pengembangan kesadaran yang berbeda dengan konsentrasi, kalau tidak salah dieja Hizbonenut. Meditasi ini juga melihat diri dari aspek berbeda dari pandangan pada umumnya. 
Kalau dilihat, mereka di "luar sana" yang menjalankan ajaran-ajaran ini, tidak susah untuk menerima pola pikir Buddhisme, bukan?
Memang, adanya beberapa persamaan adl tak terelakkan. Sama halnya dengan vipassananya Kaum Jain, atau Jhana yg sudah ada sejak masa pre-buddhism. Tapi tidak berarti boleh dikatakan sama tujuannya. Spt di link yg saya berikan, Rav Laitman sendiri menolak kabbalist=buddhist. Kata2 boleh saja sama, tetapi tidak demikian dengan pengertiannya. Karena sementara kata2 timbul karena konsepsi pikiran, pengertian timbul berdasarkan persepsi. Dan yg namanya manusia, persepsinya adalah berbeda-beda. Dan kata Sang Buddha adl manusia merupakan makhluk yg beda dalam bentuk dan persepsinya. Jadi agama Buddha yg kita pelajari ini adl berdasarkan persepsi dari Sang Buddha dan siswa/i-nya yg telah merealisasi tujuan tertinggi itu. Bukan dari orang di luar agama Buddha yg belum jelas sama tidaknya persepsi yg mereka miliki.

Quote
Bagaimana dengan "agnostik"? Apakah itu merupakan kategori pandangan benar atau masih pandangan salah?
Agnostik kan pahamnya Sanjaya Belatthiputta. Dan karena Sanjaya dikategorikan petapa berpandangan salah, maka Agnostik = ?


Quote from: Kainyn_Kutho
QuoteLha.. pewahyuan, kekekalan yg bersifat doktriniah memang tdk bisa disatukan. Tetapi lain halnya dengan kualitas2 batin spt kebajikan, keyakinan, usaha, kesadaran, samadhi dan kebijaksanaan. Karena yg pertama adalah mutlak sifatnya sbg wujud bentuk agama tsb. Sedangkan yg ke-2 bersifat relatif karena tergantung pada personal. Kalau tidak ada "basic" mutlak dr agama, itu bisa repot Bro.. Nanti gimana kalau ada yg mengklaim dan mengatakan bahwa buddhis sebenarnya hinduis juga?
OK, sekarang ada basic mutlak yang berbeda dari tiap agama. Saya setuju. Menurut Bro Jerry, mangapa, dua orang yang berbeda agama, anggap saja Is1am, dan orang lain beragama Krist3n, namun bisa memiliki sebuah kualitas bathin yang sama, misalnya, cinta kasih, pengampunan, kebajikan, dll?
Kembali lagi ke yg di bold underline warna biru sebelumnya. Berbeda dalam bahasa, budaya, tempat tinggal dlsb pun manusia masih sama2 berbagi 1 kesamaan, pancakkhandha. Demikian dengan pancakkhandha ini manusia menjalani hidup dan menarik pengertian ttg beragam hal dlm hidup melalui 3: pandangan, persepsi dan konsepsi. Jadi tidak aneh jika ada bbrp yg sama dalam hal pandangan, persepsi dan konsepsinya. Tapi kalau diteliti lagi, cinta kasihnya 2 orang berbeda agama di atas pun belum tentu sama. Lain halnya jika dibilang memiliki bbrp kesamaan, dg implikasi adanya juga bbrp perbedaan.

Quote
Apakah ini berarti para Arahat (selain Buddha), yang telah melalui, melepas, dan memfungsikan satu jalan, mengetahui dengan pasti jalan-jalan mana yang mengantarkan orang pada pencerahan dan mana yang tidak, baik yang telah diketahui, maupun yang belum pernah diketahui?
Tidak selalu, sebagaimana dalam sutta susima yg pernah Bro Kain kutipkan di thread lain. Demikian pula dalam sutta mengenai pohon teka-teki. Beberapa mungkin mengetahui lebih banyak mengenai jalan, spt Agga-savaka Y.A Sariputta. Tetapi jelas yg mengetahui secara sempurna mengenai semua jalan adalah Sang Buddha. Makanya beliau diatributkan dengan "Yang sempurna menempuh jalan."

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 December 2009, 09:44:26 AM
Quote from: Jerry on 09 December 2009, 08:53:31 PM
Doktrinnya adalah 4KM dan disiplinnya adalah JMB8. Metode pengembangan disiplinnya dapat dikategorikan dalam 3 agregat: sila, samadhi, panna. Tujuannya adalah mengembangkan jalan tengah untuk hidup yg seimbang dan bebas dari pertentangan, melenyapkan LDM, menghancurkan 10 belenggu, memutuskan "kehausan" dan "ketidaktahuan" sebagai penyebab dari penderitaan, dan merealisasi nibbana dalam 4 tahapan jalan&buah mulai dari jalan&buah sotapanna, sakadagami, anagami hingga arahat.
OK, dari sini saya punya pertanyaan.
Sewaktu Buddha bilang umur dhamma akan habis setelah 500 tahun (karena berdirinya Sangha Bhikkhuni), menurut Bro, apa maksudnya?


QuoteSaya tidak bermaksud menyerang Bro Kain dengan meminta bukti pencapaian, tetapi mungkin Bro Kain dapat berbagi satu atau beberapa bukti yang Bro Kain percayai atau yakini mengenai pencapaian magga&phala di luar Buddhism. Dengan Bro Kain men-share, maka kita dapat mengkaji lebih dalam. :)
Ya, saya juga tidak merasa diserang kok. :) Maksud saya, baik dengan orang yang bekepercayaan sama atau pun berbeda, jangan meminta bukti yang tidak bisa dibuktikan dan jangan terseret pula untuk mencoba memberikan bukti yang tidak bisa dibuktikan seperti: "Tuhan (tidak) ada", "keselamatan lewat agama X", "kesucian seseorang".


QuoteTaoisme jelas tidak memiliki pewahyuan, tetapi utk menyamakan keseluruhan ajaran Taoisme dengan Buddhisme tentu bagi saya hal yg mustahil.
Kabbalah? Bagaimana kalau dishare entah pengetahuan Bro Kain ataupun link dan referensi mengenai Kabbalah yg terpercaya pada saya? Bisa langsung atau via PM, sehingga saya dapat memandang sedikit melalui perspektif Bro Kain. ;)
Karena begitu mencari, saya langsung mendapatkan hal yg sangat berbeda antara Buddhism dan Kabbalah, dan ini dikatakan secara langsung oleh yg memiliki otoritas cukup besar dalam Kabbalah.
Silakan klik di sini:
http://www.kabbalah.info/engkab/kabbalah-video-clips/can-a-kabbalist-also-be-a-buddhist
Saya menyinggung Taoisme dan Kabbalah bukan menyamakan mereka dengan Buddhisme secara total, namun saya menunjukkan bahwa ada pola pikir yang mirip seperti Taoisme pun bukan suatu ajaran monotheistik dan salah satu prinsipnya, "德", adalah untuk menurunkan ego/aku, dan prinsip lainnya adalah kewajaran yang menghindari semua ekstrem.
Kabbalah dalam beberapa tradisi, memiliki meditasi pengembangan kesadaran yang berbeda dengan konsentrasi, kalau tidak salah dieja Hizbonenut. Meditasi ini juga melihat diri dari aspek berbeda dari pandangan pada umumnya. 
Kalau dilihat, mereka di "luar sana" yang menjalankan ajaran-ajaran ini, tidak susah untuk menerima pola pikir Buddhisme, bukan?


QuoteKarena secara umumnya demikian artinya. Jika memiliki pengertian khusus, tentu lebih baik utk ditambahkan dan diingatkan secara eksplisit agar tidak ada kerancuan memahami maksud lawan bicara. :)
Di kalangan orang religius, demikianlah artinya secara umum; sedangkan saya berasal dari kalangan non-religius, jadi beda kebiasaan. Tapi terima kasih sarannya, akan saya ingat.


QuoteDari kasus Upatissa jelas cukup lama sebelum realisasi Sotapatti, ketika ia mulai jenuh dan berdua dengan Koliya mencari 'amata'. Dan mereka telah dalam kondisi kegelisahan spiritual yg dikenal dg samvega. Bisa dibilang saat itu beliau sudah beragama "agnostik" secara ktp saja (kalau sudah ada ktp masa itu). :P
Jadi dalam pencariannya akan keadaan tanpa kematian, beliau dan koliya sudah siap melepaskan keyakinan terhadap ajaran 'ananavada' atau "agnostik"nya Sanjaya. Yang jelas tidak mungkin masih tetap berkutat pada pandangan lamanya, seseorang merealisasi Sotapatti magga&phala.
Bagaimana dengan "agnostik"? Apakah itu merupakan kategori pandangan benar atau masih pandangan salah?


QuoteLha.. pewahyuan, kekekalan yg bersifat doktriniah memang tdk bisa disatukan. Tetapi lain halnya dengan kualitas2 batin spt kebajikan, keyakinan, usaha, kesadaran, samadhi dan kebijaksanaan. Karena yg pertama adalah mutlak sifatnya sbg wujud bentuk agama tsb. Sedangkan yg ke-2 bersifat relatif karena tergantung pada personal. Kalau tidak ada "basic" mutlak dr agama, itu bisa repot Bro.. Nanti gimana kalau ada yg mengklaim dan mengatakan bahwa buddhis sebenarnya hinduis juga?
OK, sekarang ada basic mutlak yang berbeda dari tiap agama. Saya setuju. Menurut Bro Jerry, mangapa, dua orang yang berbeda agama, anggap saja Is1am, dan orang lain beragama Krist3n, namun bisa memiliki sebuah kualitas bathin yang sama, misalnya, cinta kasih, pengampunan, kebajikan, dll?


QuoteTepatnya tidak melekati lagi, dan hanya memfungsikan saja. Makanya seorang Buddha, Sariputta, Moggallana, Maha-Kaccana yg telah arahat tetap bisa menjelaskan bagaimana pandangan yg benar thdp suatu fenomena. Dalam sutta 40 hal utama dikatakan oleh Sang Buddha 'demikianlah seorang sekha diberkati dengan 8 faktor, dan seorang arahat dengan 10.'
Sebelumnya Bro Jerry mengatakan hal ini:
QuoteDan oh ya, dalam sutta juga dikatakan bahkan seorang yg dikatakan sekha dalam artian hingga tingkatan anagami magga&phala pun masih berkeyakinan bahwa "Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati."
Apakah ini berarti para Arahat (selain Buddha), yang telah melalui, melepas, dan memfungsikan satu jalan, mengetahui dengan pasti jalan-jalan mana yang mengantarkan orang pada pencerahan dan mana yang tidak, baik yang telah diketahui, maupun yang belum pernah diketahui?


QuotePada beberapa orang iya, pada beberapa lainnya tidak. Pengetahuan benar sendiri merupakan faktor ke-9 dari 2 poin tambahan thdp JMB8.
Ini saya sepaham, jadi tidak dilanjutkan.


begini ajah, ga usah susah2 liat umatnya, menurut bro kainyn Om Yes ama M itu sudah mencapai kesucian sampai tingkat berapa menurut Buddhist?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

marcedes

tingkat kesucian ke-5.....sosakagamiata [ penggabungan 1,2,3,4 ] ;D
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

K.K.

Quote from: Jerry on 11 December 2009, 12:12:22 AM
Wah.. Apa demikian kata Sang Buddha? Ada referensinya?
Oya, kemarin lupa nambahin soal definisi "agama Buddha", adanya sosok Buddha sbg founder, Dhamma sbg ajarannya dan Sangha sbg organisasi mereka yg serius dalam menjalani dhamma ajaran Sang Buddha. Tiga serangkai inilah yg dijadikan acuan dan panutan dalam "agama Buddha". Demikian definisi agama Buddha menurut saya. :)
Ketika Buddha menerima penahbisan Sangha Bhikkhuni, Buddha berkata pada Ananda seandainya Sangha Bhikkhuni tidak ditahbiskan, maka umur ajaran murni akan bertahan 1000 tahun; namun karena Sangha Bhikkhuni ditahbiskan, maka umur ajaran murni hanya mencapai 500 tahun saja.

"Sace, ānanda, nālabhissa mātugāmo tathāgatappavedite dhammavinaye agārasmā anagāriyaṃ pabbajjaṃ, ciraṭṭhitikaṃ, ānanda, brahmacariyaṃ abhavissa, vassasahassameva saddhammo tiṭṭheyya. Yato ca kho, ānanda, mātugāmo tathāgatappavedite dhammavinaye agārasmā anagāriyaṃ pabbajito, na dāni, ānanda, brahmacariyaṃ ciraṭṭhitikaṃ bhavissati. Pañceva dāni, ānanda, vassasatāni saddhammo ṭhassati..."


QuoteMengingat tulisan Bro terdahulu:
QuoteBagi saya, pencapaian magga-phala adalah kesesuaian kematangan spiritual seseorang, bukan karena agama atau landasan akidah.
Apakah tanpa bukti yang bisa dibuktikan, berarti mengindikasikan pandangan Bro Kain ttg kemungkinan adanya magga&phala di luar ajaran Buddha adalah berdasarkan keyakinan semata?
Betul. Dan apa sebabnya saya meyakini hal tersebut adalah yang sedang kita bahas sekarang.


QuoteMemang, adanya beberapa persamaan adl tak terelakkan. Sama halnya dengan vipassananya Kaum Jain, atau Jhana yg sudah ada sejak masa pre-buddhism. Tapi tidak berarti boleh dikatakan sama tujuannya. Spt di link yg saya berikan, Rav Laitman sendiri menolak kabbalist=buddhist. Kata2 boleh saja sama, tetapi tidak demikian dengan pengertiannya. Karena sementara kata2 timbul karena konsepsi pikiran, pengertian timbul berdasarkan persepsi. Dan yg namanya manusia, persepsinya adalah berbeda-beda. Dan kata Sang Buddha adl manusia merupakan makhluk yg beda dalam bentuk dan persepsinya. Jadi agama Buddha yg kita pelajari ini adl berdasarkan persepsi dari Sang Buddha dan siswa/i-nya yg telah merealisasi tujuan tertinggi itu. Bukan dari orang di luar agama Buddha yg belum jelas sama tidaknya persepsi yg mereka miliki.
Sekali lagi, saya pun tidak menyamakan Buddhisme dengan ajaran lain, apa pun itu. Yang saya katakan adalah "penempaan" bathin ke arah lebih baik, yang mendukung pengertian akan Buddha-dhamma, bisa didapat pula dari ajaran lain.


QuoteAgnostik kan pahamnya Sanjaya Belatthiputta. Dan karena Sanjaya dikategorikan petapa berpandangan salah, maka Agnostik = ?
Sepertinya saya salah baca kemarin. Maksud saya adalah ketika Upatissa berpandangan "siap menerima pandangan baru" apakah pandangan tersebut menurut Buddhisme adalah sudah pandangan benar, atau masih pandangan salah?


QuoteKembali lagi ke yg di bold underline warna biru sebelumnya. Berbeda dalam bahasa, budaya, tempat tinggal dlsb pun manusia masih sama2 berbagi 1 kesamaan, pancakkhandha. Demikian dengan pancakkhandha ini manusia menjalani hidup dan menarik pengertian ttg beragam hal dlm hidup melalui 3: pandangan, persepsi dan konsepsi. Jadi tidak aneh jika ada bbrp yg sama dalam hal pandangan, persepsi dan konsepsinya. Tapi kalau diteliti lagi, cinta kasihnya 2 orang berbeda agama di atas pun belum tentu sama. Lain halnya jika dibilang memiliki bbrp kesamaan, dg implikasi adanya juga bbrp perbedaan.
OK, semakin mendekati. Saya lanjutkan.
Jika seseorang membahas sesuatu yang umum, misalnya kasih, lapar, rasa suka, dll, bisakah digolongkan sebagai agama? Mengapa bisa dan mengapa tidak bisa?


Quote
Quote
Apakah ini berarti para Arahat (selain Buddha), yang telah melalui, melepas, dan memfungsikan satu jalan, mengetahui dengan pasti jalan-jalan mana yang mengantarkan orang pada pencerahan dan mana yang tidak, baik yang telah diketahui, maupun yang belum pernah diketahui?
Tidak selalu, sebagaimana dalam sutta susima yg pernah Bro Kain kutipkan di thread lain. Demikian pula dalam sutta mengenai pohon teka-teki. Beberapa mungkin mengetahui lebih banyak mengenai jalan, spt Agga-savaka Y.A Sariputta. Tetapi jelas yg mengetahui secara sempurna mengenai semua jalan adalah Sang Buddha. Makanya beliau diatributkan dengan "Yang sempurna menempuh jalan."
Baik, ini kita sejalan. Sekarang hanya masalah opini saja.
Jika seorang Arahat Agga-savaka Sariputta saja tidak tahu dengan pasti apa yang "jalan dan bukan jalan" dan harus konfirmasi terlebih dahulu kepada Buddha, apakah bisa dibilang Arahat lain dapat mengetahui dan mengatakan "ini jalan, ini bukan jalan"?


K.K.

Quote from: ryu on 11 December 2009, 07:14:53 AM
begini ajah, ga usah susah2 liat umatnya, menurut bro kainyn Om Yes ama M itu sudah mencapai kesucian sampai tingkat berapa menurut Buddhist?
Kalau menurut saya pribadi, mereka adalah Puthujjana.

Indra


ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 11 December 2009, 09:01:23 AM
Quote from: ryu on 11 December 2009, 07:14:53 AM
begini ajah, ga usah susah2 liat umatnya, menurut bro kainyn Om Yes ama M itu sudah mencapai kesucian sampai tingkat berapa menurut Buddhist?
Kalau menurut saya pribadi, mereka adalah Puthujjana.

dan ajarannya itu bisa membawa umatnya ke tingkat kesucian mana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: ryu on 11 December 2009, 09:46:47 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 11 December 2009, 09:01:23 AM
Quote from: ryu on 11 December 2009, 07:14:53 AM
begini ajah, ga usah susah2 liat umatnya, menurut bro kainyn Om Yes ama M itu sudah mencapai kesucian sampai tingkat berapa menurut Buddhist?
Kalau menurut saya pribadi, mereka adalah Puthujjana.

dan ajarannya itu bisa membawa umatnya ke tingkat kesucian mana?
Entahlah, saya bukan orang yang berpengetahuan "jalan dan bukan jalan".