Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: upasaka on 04 December 2009, 05:35:33 PM
Gini Bro...

Menurut Anda, apakah seorang Pacceka Buddha adalah seorang Yang Tercerahkan karena "mengetahui inilah dukkha, inilah sebab dukkha, inilah terhentinya dukkha, inilah jalan untuk menghentikan dukkha"?

Menurut saya, ia mengetahuinya, tetapi mungkin dengan "prosedur" dan sistematika berbeda.


Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 05:39:25 PM
Quote from: upasaka on 04 December 2009, 05:35:33 PM
Gini Bro...

Menurut Anda, apakah seorang Pacceka Buddha adalah seorang Yang Tercerahkan karena "mengetahui inilah dukkha, inilah sebab dukkha, inilah terhentinya dukkha, inilah jalan untuk menghentikan dukkha"?

Menurut saya, ia mengetahuinya, tetapi mungkin dengan "prosedur" dan sistematika berbeda.

Tidak masalah dengan prosedur, sistematika atau istilah yang berbeda.
Menurut Anda sendiri, apakah hanya Ajaran Sang Buddha yang mengajarkan keempat hal ini?

K.K.

Quote from: upasaka on 04 December 2009, 05:45:48 PM
Tidak masalah dengan prosedur, sistematika atau istilah yang berbeda.
Menurut Anda sendiri, apakah hanya Ajaran Sang Buddha yang mengajarkan keempat hal ini?

Saya mengerti maksud Bro upasaka. Maksudnya karena (yang kita tahu sekarang) hanya Buddha yang mengajarkan Dukkha dan terhentinya Dukkha, maka itu diidentikkan dengan ajaran atau agama Buddha. Dengan demikian, karena semua ariya mengetahui dengan pasti kebenaran Dukkha dan terhentinya Dukkha, kita katakan "beragama Buddha".

Saya melihat dari sisi yang berbeda. Pertama, saya tidak melihat "Kebenaran tentang Dukkha" = "Ajaran/agama Buddha". Saya melihat hal tersebut sebagai kebenaran saja, yang dengan demikian, tidak tepat kita melabelkan suatu yang "universal" dengan label yang "khusus".
Dianalogikan seperti saya tidak mengasosiasikan "Gravitasi" = "Ajaran Newton", namun sebuah ajaran universal. Maka di lain tempat, di lain waktu, jika ada yang "menemukan" Gravitasi, tidak tepat dibilang "beragama Newton".

Ke dua, ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku". Jika seseorang yang menyadari kebenaran tentang Dukkha, yang telah menyeberang dan melepaskan rakit, kita katakan sebagai "pasti beragama Buddha", maka orang akan mengatakan itu seperti lepas dari satu rakit, melekat pada rakit yang lain. Jadi walaupun sebetulnya saya tahu maksud Bro upasaka, saya tetap tidak setuju penggunaan kalimat "para ariya pasti beragama Buddha".

johan3000

Apakah spt kasus bola pijar.........

Alva Edison bukan penemu utamanya,
tapi dia yg memperbaiki, sehingga layak utk dipakai...

sehingga ini hari orang mengenang Edison lah yg menciptakan lampu pijar...
(padahal bukan begitu....)

layak dipakai disini  = mencapai nibana...

apakah begitu ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

johan3000

Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 09:29:47 AM
Dear friend,
Kadang kita menemukan orang yang beragama Buddha, atau gampangnya mengaku beragama Buddha, kemudian pindah agama, atau masih tetap mengaku beragama Buddha tetapi juga meyakini dan mempraktikkan agama lain. Yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin seorang yang telah mencapai kesucian sotapanna berpindah agama? Mungkinkah orang yang telah melihat Nibbāna masih percaya dan mempraktikkan ajaran agama lain?
Thanks

Bagaimana kalau utk hidup didunia ini...dia harus ikut diperusahaan maupun lingkungan
yg MENGHARUSKAN dia berprilaku LAIN............Demi keluarganya... dia memakai "baju lain",
tapi hatinya bagaikan TERATAI....
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

bond

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 06:40:01 PM
Quote from: upasaka on 04 December 2009, 05:45:48 PM
Tidak masalah dengan prosedur, sistematika atau istilah yang berbeda.
Menurut Anda sendiri, apakah hanya Ajaran Sang Buddha yang mengajarkan keempat hal ini?

Saya mengerti maksud Bro upasaka. Maksudnya karena (yang kita tahu sekarang) hanya Buddha yang mengajarkan Dukkha dan terhentinya Dukkha, maka itu diidentikkan dengan ajaran atau agama Buddha. Dengan demikian, karena semua ariya mengetahui dengan pasti kebenaran Dukkha dan terhentinya Dukkha, kita katakan "beragama Buddha".

Saya melihat dari sisi yang berbeda. Pertama, saya tidak melihat "Kebenaran tentang Dukkha" = "Ajaran/agama Buddha". Saya melihat hal tersebut sebagai kebenaran saja, yang dengan demikian, tidak tepat kita melabelkan suatu yang "universal" dengan label yang "khusus".
Dianalogikan seperti saya tidak mengasosiasikan "Gravitasi" = "Ajaran Newton", namun sebuah ajaran universal. Maka di lain tempat, di lain waktu, jika ada yang "menemukan" Gravitasi, tidak tepat dibilang "beragama Newton".

Ke dua, ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku". Jika seseorang yang menyadari kebenaran tentang Dukkha, yang telah menyeberang dan melepaskan rakit, kita katakan sebagai "pasti beragama Buddha", maka orang akan mengatakan itu seperti lepas dari satu rakit, melekat pada rakit yang lain. Jadi walaupun sebetulnya saya tahu maksud Bro upasaka, saya tetap tidak setuju penggunaan kalimat "para ariya pasti beragama Buddha".

permisi ikutan nimbrung

Mungkin yang dimaksud bro upasaka adalah "agama Buddha" bukan dalam arti harafiah sebagai label atau institusi tetapi sebagai Dhamma. Buddha disini tidak diartikan personal tetapi Yang tercerahkan.universal. Pandangan bro kainyn juga sebenarnya juga memiliki makna yang sama hanya dari sudut pandang berbeda CMIIW. Jadi kalau kita lihat agama secara labeling maka pandangan bro Kainyn benar, tetapi dan saya rasa bukan itu yang dimaksudkan Mr. papasaka.CMIIW. Mungkin hanya masalah penggunaan kata yang lebih tepat agar tidak jauh dari makna. Itulah sulitnya konsep kata2. ;D

Tapi saya setuju dengan pernyataan Anda "ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku"." Ini point yang paling krusial dalam kehidupan beragama. Hanya saya lebih condong menggunakan kata "keakuan" ketimbang "aku". ^-^Trauma menggunakan kata "aku "  :))
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

char101

Quote from: bond on 04 December 2009, 07:16:37 PM
Tapi saya setuju dengan pernyataan Anda "ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku".

^ rada paradoks (atau ironis ya), rasa bangga kan berhubungan dengan milikku: rumahku, rasku, negaraku, nilaiku ;D

Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 06:40:01 PM
Saya mengerti maksud Bro upasaka. Maksudnya karena (yang kita tahu sekarang) hanya Buddha yang mengajarkan Dukkha dan terhentinya Dukkha, maka itu diidentikkan dengan ajaran atau agama Buddha. Dengan demikian, karena semua ariya mengetahui dengan pasti kebenaran Dukkha dan terhentinya Dukkha, kita katakan "beragama Buddha".

Saya melihat dari sisi yang berbeda. Pertama, saya tidak melihat "Kebenaran tentang Dukkha" = "Ajaran/agama Buddha". Saya melihat hal tersebut sebagai kebenaran saja, yang dengan demikian, tidak tepat kita melabelkan suatu yang "universal" dengan label yang "khusus".
Dianalogikan seperti saya tidak mengasosiasikan "Gravitasi" = "Ajaran Newton", namun sebuah ajaran universal. Maka di lain tempat, di lain waktu, jika ada yang "menemukan" Gravitasi, tidak tepat dibilang "beragama Newton".

Ke dua, ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku". Jika seseorang yang menyadari kebenaran tentang Dukkha, yang telah menyeberang dan melepaskan rakit, kita katakan sebagai "pasti beragama Buddha", maka orang akan mengatakan itu seperti lepas dari satu rakit, melekat pada rakit yang lain. Jadi walaupun sebetulnya saya tahu maksud Bro upasaka, saya tetap tidak setuju penggunaan kalimat "para ariya pasti beragama Buddha".

Saya realistik saja sejauh apa yang saya ketahui.

Menurut "dongeng" yang saya tahu, 4 Kebenaran Mulia hanya ditemukan kembali, ditembus dan mampu diajarkan oleh Sammasambuddha. 4 Kebenaran Mulia ini juga ditembus oleh Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. 4 Kebenaran Mulia ini merupakan inti ajaran dari Para Buddha. Inilah yang membedakannya dengan ajaran dari agama lain. Dikatakan bahwa ketika Buddha Gotama membabarkan Dhamma, ajaran-Nya ini belum pernah didengar dan dibabarkan sebelumnya di seluruh Jambudipa.

Dapat kita simpulkan bahwa Buddhadhamma adalah ajaran yang berbeda dengan ajaran dan atau agama lainnya. Saya pikir Anda setuju dengan konklusi ini; kecuali Anda juga meragukan isi "dongeng" seperti yang diragukan oleh beberapa orang universalis di luar sana.

Dapat saya gambarkan, bahwa 4 Kebenaran Mulia adalah Kebenaran yang wajib ditembus oleh seseorang untuk merealisasi Pencerahan. Kemampuan untuk menguraikan detil mengenai prosedur dan mekanismenya itu adalah wejangan Dhamma. Dan itu bukan salah satu kualitas dari Pacceka Buddha. Jadi kita tidak perlu memperpanjang risalah mengenai ini; karena yang perlu kita sepakati adalah "Pacceka Buddha pun Tercerahkan karena mengenal dan menembus 4 Kebenaran Mulia".

Agama Buddha hanyalah label atau merek. Makanya saya lebih condong untuk memakai istilah "Buddhadhamma". Karena itu, Pacceka Buddha tidak cocok untuk dikatakan sebagai seorang pemeluk Agama Buddha. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa tidak ada "agama Buddha" di zamannya. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama dari "dongeng", Pacceka Buddha hanya akan muncul di dunia ketika dunia ini kosong dari Sammasambuddha. Maka bisa kita sebut bahwa Pacceka Buddha adalah seorang "pemikir bebas" ataupun seorang "pendiri ajaran" yang baru di masa itu. Tapi apapun label yang bisa kita berikan pada Pacceka Buddha, tetap saja karakter ajaran yang dikandung oleh Pacceka Buddha adalah Buddhadhamma.

Atau singkatnya, saya bisa simpulkan bahwa Buddhadhamma = Kebenaran.
Orang yang merealisasi Kebenaran (menjadi Buddha; menjadi Pacceka Buddha) adalah orang yang merealisasi Buddhadhamma.

Atau gini deh... Kalau Anda bisa menunjukkan ajaran atau agama lain yang membawa amanat dan bimbingan mengenai 4 Kebenaran Mulia, saya baru akan meralat pernyataan saya bahwa: "seseorang juga bisa Tercerahkan dengan memeluk agama (ajaran/ kepercayaan) selain Buddhadhamma". :)

tesla

tolak belakang dg saya neh... but so be it :)
Quote from: fabian c on 04 December 2009, 04:54:15 PM
Yang dimaksud dengan menyelami tilakkhana disini bukan melihat tilakkkhana yang ada diluar diri kita, seperti umpamanya melihat piring pecah atau melihat kayu yang melapuk. 
Yang dimaksud menyelami tilakkhana disini adalah menyelami karakteristik batin dan jasmani kita, seperti yang tertulis di salah satu sutta "in this fathom long body can be seen the creation and the cessation of the world".
dari kisah Kisa Gotami (lagi), yg dilihat bukan karakteristik dirinya, menurut saya, seorang yg ingin berlatih bisa mulai dari dirinya ataupun dari yg bukan dirinya, tapi pada kesimpulannya, ia akan melihat "semua" yg muncul akan lenyap kembali, termasuk dalam dirinya maupun luar dirinya.

Quote
Terlebih diantara teman-teman disini yang umumnya dicekokin ajaran lain sewaktu di sekolah, dan ternyata memilih agama Buddha (Buddha Dhamma), tentu sebagian diantaranya telah membandingkan dan yakin bahwa agama Buddha adalah agama yang paling baik, paling hebat, paling dalam dan tertinggi diantara semua agama.
ada sisi di mana agama lain lebih baik, ada sisi di mana agama Buddha lebih baik.

Quote
Setelah mempelajari berbagai agama lainnya, saya bangga beragama Buddha karena inilah agama yang bukan sarat dengan cerita dongeng dan dogma, Satu-satunya agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan akal sehat, satu-satunya agama yang mengajarkan untuk membuktikan dan bukan sekedar percaya.
setelah saya pelajari, agama Buddha sarat akan donggeng dan doktrin juga, hanya saja memang benar diajarkan utk menyelidiki bukan sekedar percaya.

Quote
Semoga kita semua berbahagia
semoga :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

ryu

Quote from: upasaka on 04 December 2009, 10:24:58 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 06:40:01 PM
Saya mengerti maksud Bro upasaka. Maksudnya karena (yang kita tahu sekarang) hanya Buddha yang mengajarkan Dukkha dan terhentinya Dukkha, maka itu diidentikkan dengan ajaran atau agama Buddha. Dengan demikian, karena semua ariya mengetahui dengan pasti kebenaran Dukkha dan terhentinya Dukkha, kita katakan "beragama Buddha".

Saya melihat dari sisi yang berbeda. Pertama, saya tidak melihat "Kebenaran tentang Dukkha" = "Ajaran/agama Buddha". Saya melihat hal tersebut sebagai kebenaran saja, yang dengan demikian, tidak tepat kita melabelkan suatu yang "universal" dengan label yang "khusus".
Dianalogikan seperti saya tidak mengasosiasikan "Gravitasi" = "Ajaran Newton", namun sebuah ajaran universal. Maka di lain tempat, di lain waktu, jika ada yang "menemukan" Gravitasi, tidak tepat dibilang "beragama Newton".

Ke dua, ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku". Jika seseorang yang menyadari kebenaran tentang Dukkha, yang telah menyeberang dan melepaskan rakit, kita katakan sebagai "pasti beragama Buddha", maka orang akan mengatakan itu seperti lepas dari satu rakit, melekat pada rakit yang lain. Jadi walaupun sebetulnya saya tahu maksud Bro upasaka, saya tetap tidak setuju penggunaan kalimat "para ariya pasti beragama Buddha".

Saya realistik saja sejauh apa yang saya ketahui.

Menurut "dongeng" yang saya tahu, 4 Kebenaran Mulia hanya ditemukan kembali, ditembus dan mampu diajarkan oleh Sammasambuddha. 4 Kebenaran Mulia ini juga ditembus oleh Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. 4 Kebenaran Mulia ini merupakan inti ajaran dari Para Buddha. Inilah yang membedakannya dengan ajaran dari agama lain. Dikatakan bahwa ketika Buddha Gotama membabarkan Dhamma, ajaran-Nya ini belum pernah didengar dan dibabarkan sebelumnya di seluruh Jambudipa.

Dapat kita simpulkan bahwa Buddhadhamma adalah ajaran yang berbeda dengan ajaran dan atau agama lainnya. Saya pikir Anda setuju dengan konklusi ini; kecuali Anda juga meragukan isi "dongeng" seperti yang diragukan oleh beberapa orang universalis di luar sana.

Dapat saya gambarkan, bahwa 4 Kebenaran Mulia adalah Kebenaran yang wajib ditembus oleh seseorang untuk merealisasi Pencerahan. Kemampuan untuk menguraikan detil mengenai prosedur dan mekanismenya itu adalah wejangan Dhamma. Dan itu bukan salah satu kualitas dari Pacceka Buddha. Jadi kita tidak perlu memperpanjang risalah mengenai ini; karena yang perlu kita sepakati adalah "Pacceka Buddha pun Tercerahkan karena mengenal dan menembus 4 Kebenaran Mulia".

Agama Buddha hanyalah label atau merek. Makanya saya lebih condong untuk memakai istilah "Buddhadhamma". Karena itu, Pacceka Buddha tidak cocok untuk dikatakan sebagai seorang pemeluk Agama Buddha. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa tidak ada "agama Buddha" di zamannya. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama dari "dongeng", Pacceka Buddha hanya akan muncul di dunia ketika dunia ini kosong dari Sammasambuddha. Maka bisa kita sebut bahwa Pacceka Buddha adalah seorang "pemikir bebas" ataupun seorang "pendiri ajaran" yang baru di masa itu. Tapi apapun label yang bisa kita berikan pada Pacceka Buddha, tetap saja karakter ajaran yang dikandung oleh Pacceka Buddha adalah Buddhadhamma.

Atau singkatnya, saya bisa simpulkan bahwa Buddhadhamma = Kebenaran.
Orang yang merealisasi Kebenaran (menjadi Buddha; menjadi Pacceka Buddha) adalah orang yang merealisasi Buddhadhamma.

Atau gini deh... Kalau Anda bisa menunjukkan ajaran atau agama lain yang membawa amanat dan bimbingan mengenai 4 Kebenaran Mulia, saya baru akan meralat pernyataan saya bahwa: "seseorang juga bisa Tercerahkan dengan memeluk agama (ajaran/ kepercayaan) selain Buddhadhamma". :)
ada..... ajaran JK ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Peacemind

Quote from: ryu on 05 December 2009, 07:26:16 AM
Quote from: upasaka on 04 December 2009, 10:24:58 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 06:40:01 PM
Saya mengerti maksud Bro upasaka. Maksudnya karena (yang kita tahu sekarang) hanya Buddha yang mengajarkan Dukkha dan terhentinya Dukkha, maka itu diidentikkan dengan ajaran atau agama Buddha. Dengan demikian, karena semua ariya mengetahui dengan pasti kebenaran Dukkha dan terhentinya Dukkha, kita katakan "beragama Buddha".

Saya melihat dari sisi yang berbeda. Pertama, saya tidak melihat "Kebenaran tentang Dukkha" = "Ajaran/agama Buddha". Saya melihat hal tersebut sebagai kebenaran saja, yang dengan demikian, tidak tepat kita melabelkan suatu yang "universal" dengan label yang "khusus".
Dianalogikan seperti saya tidak mengasosiasikan "Gravitasi" = "Ajaran Newton", namun sebuah ajaran universal. Maka di lain tempat, di lain waktu, jika ada yang "menemukan" Gravitasi, tidak tepat dibilang "beragama Newton".

Ke dua, ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku". Jika seseorang yang menyadari kebenaran tentang Dukkha, yang telah menyeberang dan melepaskan rakit, kita katakan sebagai "pasti beragama Buddha", maka orang akan mengatakan itu seperti lepas dari satu rakit, melekat pada rakit yang lain. Jadi walaupun sebetulnya saya tahu maksud Bro upasaka, saya tetap tidak setuju penggunaan kalimat "para ariya pasti beragama Buddha".

Saya realistik saja sejauh apa yang saya ketahui.

Menurut "dongeng" yang saya tahu, 4 Kebenaran Mulia hanya ditemukan kembali, ditembus dan mampu diajarkan oleh Sammasambuddha. 4 Kebenaran Mulia ini juga ditembus oleh Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. 4 Kebenaran Mulia ini merupakan inti ajaran dari Para Buddha. Inilah yang membedakannya dengan ajaran dari agama lain. Dikatakan bahwa ketika Buddha Gotama membabarkan Dhamma, ajaran-Nya ini belum pernah didengar dan dibabarkan sebelumnya di seluruh Jambudipa.

Dapat kita simpulkan bahwa Buddhadhamma adalah ajaran yang berbeda dengan ajaran dan atau agama lainnya. Saya pikir Anda setuju dengan konklusi ini; kecuali Anda juga meragukan isi "dongeng" seperti yang diragukan oleh beberapa orang universalis di luar sana.

Dapat saya gambarkan, bahwa 4 Kebenaran Mulia adalah Kebenaran yang wajib ditembus oleh seseorang untuk merealisasi Pencerahan. Kemampuan untuk menguraikan detil mengenai prosedur dan mekanismenya itu adalah wejangan Dhamma. Dan itu bukan salah satu kualitas dari Pacceka Buddha. Jadi kita tidak perlu memperpanjang risalah mengenai ini; karena yang perlu kita sepakati adalah "Pacceka Buddha pun Tercerahkan karena mengenal dan menembus 4 Kebenaran Mulia".

Agama Buddha hanyalah label atau merek. Makanya saya lebih condong untuk memakai istilah "Buddhadhamma". Karena itu, Pacceka Buddha tidak cocok untuk dikatakan sebagai seorang pemeluk Agama Buddha. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa tidak ada "agama Buddha" di zamannya. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama dari "dongeng", Pacceka Buddha hanya akan muncul di dunia ketika dunia ini kosong dari Sammasambuddha. Maka bisa kita sebut bahwa Pacceka Buddha adalah seorang "pemikir bebas" ataupun seorang "pendiri ajaran" yang baru di masa itu. Tapi apapun label yang bisa kita berikan pada Pacceka Buddha, tetap saja karakter ajaran yang dikandung oleh Pacceka Buddha adalah Buddhadhamma.

Atau singkatnya, saya bisa simpulkan bahwa Buddhadhamma = Kebenaran.
Orang yang merealisasi Kebenaran (menjadi Buddha; menjadi Pacceka Buddha) adalah orang yang merealisasi Buddhadhamma.

Atau gini deh... Kalau Anda bisa menunjukkan ajaran atau agama lain yang membawa amanat dan bimbingan mengenai 4 Kebenaran Mulia, saya baru akan meralat pernyataan saya bahwa: "seseorang juga bisa Tercerahkan dengan memeluk agama (ajaran/ kepercayaan) selain Buddhadhamma". :)
ada..... ajaran JK ;D

Di beberapa sutta, juga ada beberapa referensi yang menjelaskan beberapa guru agama lain pada jaman Sang BUddha yang sering menyamakan ajarannya dengan ajaran Sang BUddha. Namun setelh diselidiki lebih lanjut, ternyata berbeda.

bond

Quote from: char101 on 04 December 2009, 08:40:20 PM
Quote from: bond on 04 December 2009, 07:16:37 PM
Tapi saya setuju dengan pernyataan Anda "ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku".

^ rada paradoks (atau ironis ya), rasa bangga kan berhubungan dengan milikku: rumahku, rasku, negaraku, nilaiku ;D

Masa sih  ;D

Just bangga lalu stop is ok(melihat kebenaran Sang Buddha), tapi kalo dilanjutkan terus baru bisa jadi "milikku"-->ego, muncul pembandingan ekstrem saya lebih tinggi dari dia, dia dan saya sama, saya lebih rendah dari dia.



Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

fabian c

Quotetolak belakang dg saya neh... but so be it :)
Ya Inilah salah satu manfaat forum yaitu saling tukar menukar pandangan.  :)

Quote
Quote from: fabian c on 04 December 2009, 04:54:15 PM
Yang dimaksud dengan menyelami tilakkhana disini bukan melihat tilakkkhana yang ada diluar diri kita, seperti umpamanya melihat piring pecah atau melihat kayu yang melapuk.  
Yang dimaksud menyelami tilakkhana disini adalah menyelami karakteristik batin dan jasmani kita, seperti yang tertulis di salah satu sutta "in this fathom long body can be seen the creation and the cessation of the world".
dari kisah Kisa Gotami (lagi), yg dilihat bukan karakteristik dirinya, menurut saya, seorang yg ingin berlatih bisa mulai dari dirinya ataupun dari yg bukan dirinya, tapi pada kesimpulannya, ia akan melihat "semua" yg muncul akan lenyap kembali, termasuk dalam dirinya maupun luar dirinya.
Memang ada beberapa kisah mengenai mereka yang mengawali dengan melihat tilakkhana di luar dirinya seperti Kisa Gotami, Patacara, Culapanthaka, ada juga kisah raja dalam Jataka yang menjadi Paccceka Buddha karena melihat daun layu dsbnya.
Tetapi menurut saya hal-hal yang diluar hanya merupakan pencetus awal, karena kalau ia tidak melihat ketiga karakteristik (tilakkkhana) dalam dirinya maka ia tak akan menyadari bahwa ia juga memiliki ketiga karakteristik. Bila ia tak dapat melihat ketiga karakteristik dalam dirinya maka ia tak akan maju lebih jauh dalam Vipassana.

Siapapun yang ingin mencapai Magga-Phala harus mencapainya dengan melewati salah satu dari ketiga karakteristik ini sebagai gerbangnya (triple gateway to liberation).

Quote
Quote
Terlebih diantara teman-teman disini yang umumnya dicekokin ajaran lain sewaktu di sekolah, dan ternyata memilih agama Buddha (Buddha Dhamma), tentu sebagian diantaranya telah membandingkan dan yakin bahwa agama Buddha adalah agama yang paling baik, paling hebat, paling dalam dan tertinggi diantara semua agama.
ada sisi di mana agama lain lebih baik, ada sisi di mana agama Buddha lebih baik.
Dalam membandingkan suatu ajaran saya selalu membandingkan kitab sucinya, saya tak perduli dengan organisasinya, individu-individunya, kemegahannya dsbnya karena bagi saya itu hanya aspek luar. Inti dan otoritas tertinggi suatu ajaran adalah kitab sucinya.

Quote
Quote
Setelah mempelajari berbagai agama lainnya, saya bangga beragama Buddha karena inilah agama yang bukan sarat dengan cerita dongeng dan dogma, Satu-satunya agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan akal sehat, satu-satunya agama yang mengajarkan untuk membuktikan dan bukan sekedar percaya.
setelah saya pelajari, agama Buddha sarat akan donggeng dan doktrin juga, hanya saja memang benar diajarkan utk menyelidiki bukan sekedar percaya.
Memang benar dalam agama Buddha ada dongeng juga, tetapi apakah dalam kitab suci tersebut dongeng sebagai inti atau hanya sebagai pelengkap?
Jhana dan Nana (yang merupakan inti) bagi saya sebelumnya hanya merupakan dongeng, ternyata setelah berlatih meditasi saya tahu bahwa itu bukan dongeng, banyak juga diantara sesama teman meditator yang saya kenal lama dan memiliki integritas yang cukup baik, mengakui bahwa mereka mencapai Jhana ataupun Nana, dan hal itu juga diakui oleh gurunya.
Sedangkan pencipta yang merupakan inti ajaran lain sampai sekarang masih merupakan dongeng kan?

Quote
QuoteSemoga kita semua berbahagia
semoga :)

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: bond on 04 December 2009, 07:16:37 PM
permisi ikutan nimbrung

Mungkin yang dimaksud bro upasaka adalah "agama Buddha" bukan dalam arti harafiah sebagai label atau institusi tetapi sebagai Dhamma. Buddha disini tidak diartikan personal tetapi Yang tercerahkan.universal. Pandangan bro kainyn juga sebenarnya juga memiliki makna yang sama hanya dari sudut pandang berbeda CMIIW. Jadi kalau kita lihat agama secara labeling maka pandangan bro Kainyn benar, tetapi dan saya rasa bukan itu yang dimaksudkan Mr. papasaka.CMIIW. Mungkin hanya masalah penggunaan kata yang lebih tepat agar tidak jauh dari makna. Itulah sulitnya konsep kata2. ;D

Tapi saya setuju dengan pernyataan Anda "ajaran Buddha yang bisa dibanggakan adalah agar kita tidak menganggap sesuatu sebagai "aku" atau "milikku"." Ini point yang paling krusial dalam kehidupan beragama. Hanya saya lebih condong menggunakan kata "keakuan" ketimbang "aku". ^-^Trauma menggunakan kata "aku "  :))
Ya, betul sekali, Bro bond. Maksud saya adalah begitu. Secara makna, dari saya dan Bro upasaka adalah sama saja. Tetapi hanya berbeda preference kata-kata saja. "Agama Buddha" yang dikenal secara umum adalah yang kita tahu sebagai agama berupa doktrin dan ajaran yang sistematis, maka secara umum, yang dipersepsi orang ketika mendengar "para ariya beragama Buddha" adalah mereka terikat pada satu doktrin tertentu.




Quote from: upasaka on 04 December 2009, 10:24:58 PM
Saya realistik saja sejauh apa yang saya ketahui.

Menurut "dongeng" yang saya tahu, 4 Kebenaran Mulia hanya ditemukan kembali, ditembus dan mampu diajarkan oleh Sammasambuddha. 4 Kebenaran Mulia ini juga ditembus oleh Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. 4 Kebenaran Mulia ini merupakan inti ajaran dari Para Buddha. Inilah yang membedakannya dengan ajaran dari agama lain. Dikatakan bahwa ketika Buddha Gotama membabarkan Dhamma, ajaran-Nya ini belum pernah didengar dan dibabarkan sebelumnya di seluruh Jambudipa.

Dapat kita simpulkan bahwa Buddhadhamma adalah ajaran yang berbeda dengan ajaran dan atau agama lainnya. Saya pikir Anda setuju dengan konklusi ini; kecuali Anda juga meragukan isi "dongeng" seperti yang diragukan oleh beberapa orang universalis di luar sana.

Dapat saya gambarkan, bahwa 4 Kebenaran Mulia adalah Kebenaran yang wajib ditembus oleh seseorang untuk merealisasi Pencerahan. Kemampuan untuk menguraikan detil mengenai prosedur dan mekanismenya itu adalah wejangan Dhamma. Dan itu bukan salah satu kualitas dari Pacceka Buddha. Jadi kita tidak perlu memperpanjang risalah mengenai ini; karena yang perlu kita sepakati adalah "Pacceka Buddha pun Tercerahkan karena mengenal dan menembus 4 Kebenaran Mulia".

Agama Buddha hanyalah label atau merek. Makanya saya lebih condong untuk memakai istilah "Buddhadhamma". Karena itu, Pacceka Buddha tidak cocok untuk dikatakan sebagai seorang pemeluk Agama Buddha. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa tidak ada "agama Buddha" di zamannya. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama dari "dongeng", Pacceka Buddha hanya akan muncul di dunia ketika dunia ini kosong dari Sammasambuddha. Maka bisa kita sebut bahwa Pacceka Buddha adalah seorang "pemikir bebas" ataupun seorang "pendiri ajaran" yang baru di masa itu. Tapi apapun label yang bisa kita berikan pada Pacceka Buddha, tetap saja karakter ajaran yang dikandung oleh Pacceka Buddha adalah Buddhadhamma.

Atau singkatnya, saya bisa simpulkan bahwa Buddhadhamma = Kebenaran.
Orang yang merealisasi Kebenaran (menjadi Buddha; menjadi Pacceka Buddha) adalah orang yang merealisasi Buddhadhamma.

Atau gini deh... Kalau Anda bisa menunjukkan ajaran atau agama lain yang membawa amanat dan bimbingan mengenai 4 Kebenaran Mulia, saya baru akan meralat pernyataan saya bahwa: "seseorang juga bisa Tercerahkan dengan memeluk agama (ajaran/ kepercayaan) selain Buddhadhamma". :)
Buddha-dhamma maupun 4 KM juga sebetulnya adalah pelabelan kita sendiri juga, bukan? Seperti saya bilang, saya tahu maksud Bro upasaka. Tapi kalau kita "stick to label", sekarang kita katakan, "semua yang tercerahkan adalah dengan 'beragama' Buddha-dhamma", lalu orang tanya, "Yang mana? Yang Pali, yang Sanskrit, atau yang pake Qiu Tao?", kira-kira apa jadinya? Buntut2-nya malah ruwet.




Quote from: Peacemind on 05 December 2009, 08:48:44 AM
Di beberapa sutta, juga ada beberapa referensi yang menjelaskan beberapa guru agama lain pada jaman Sang BUddha yang sering menyamakan ajarannya dengan ajaran Sang BUddha. Namun setelh diselidiki lebih lanjut, ternyata berbeda.

Jangankan "agama" lain, bahkan sama-sama penganut Buddhisme pun memiliki pandangan berbeda yang tentu saja ada yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha "asli" yang entah yang mana.




Quote from: char101 on 04 December 2009, 08:40:20 PM
^ rada paradoks (atau ironis ya), rasa bangga kan berhubungan dengan milikku: rumahku, rasku, negaraku, nilaiku ;D
Tidak paradoksikal karena saya belum menjadi seorang Ariya yang masih memiliki "aku".
Sama saja seperti dokter yang mengajarkan orang menjadi sehat agar tidak tergantung obat, namun bagi si pasien, tetap terlebih dahulu perlu minum obat.




Quote from: johan3000 on 04 December 2009, 06:52:59 PM
Apakah spt kasus bola pijar.........

Alva Edison bukan penemu utamanya,
tapi dia yg memperbaiki, sehingga layak utk dipakai...

sehingga ini hari orang mengenang Edison lah yg menciptakan lampu pijar...
(padahal bukan begitu....)

layak dipakai disini  = mencapai nibana...

apakah begitu ?
Ya, bisa dibilang begitu. Orang mengenal lampu pijar = "Edison". Yang lebih parah, kalau ditanya siapa penemu "listrik", jawabannya: Edison. Orang melabelkan listrik = temuan Edison, kalau tidak ada Edison, tidak ada listrik.

OOT.
Sebetulnya listrik sendiri ditemukan oleh orang lain. Edison terkenal karena mempromosikan DC (Direct Current, bukan DhammaCitta) dan membentuk GE (General Electric) yang sangat "menghasilkan uang", tidak seperti idenya Nicola Tesla dengan AC (Alternate Current, bukan Air Conditioner)-nya yang direncanakan untuk didistribusikan secara gratis atau sangat ekonomis, demi kepentingan orang banyak.
Hasilnya, Edison sang "penghasil uang" dikenang dengan nama besar yang luar biasa, sedangkan yang umum orang dengar tentang "Tesla" hanyalah sebatas satuan ukuran induksi magnet (dan seorang anggota DC).

Nevada

Quote from: Kainyn_KuthoBuddha-dhamma maupun 4 KM juga sebetulnya adalah pelabelan kita sendiri juga, bukan? Seperti saya bilang, saya tahu maksud Bro upasaka. Tapi kalau kita "stick to label", sekarang kita katakan, "semua yang tercerahkan adalah dengan 'beragama' Buddha-dhamma", lalu orang tanya, "Yang mana? Yang Pali, yang Sanskrit, atau yang pake Qiu Tao?", kira-kira apa jadinya? Buntut2-nya malah ruwet.

Kita sudah mengerti maksud satu sama lain... Sekarang saya akan menjelaskan lagi, tapi saya lebih tujukan penjelasan ini untuk orang lain; agar tidak terjadi kesalah-pahaman.

Orang Yang Tercerahkan adalah orang yang mengenal dan menembus "pemahaman tentang dukkha, pemahaman tentang sebab dukkha, pemahaman tentang terhentinya dukkha dan pemahaman tentang jalan untuk mengakhiri dukkha".

Banyak agama lain yang mungkin membawa pesan yang bernada serupa. Sebut saja agama mayoritas di dunia saat ini, yang kurang lebih mengajarkan bahwa: "hidup ini fana, fana karena dunia diciptakan untuk sementara, ada kehidupan kekal setelah kematian, untuk mendapat kebahagiaan kekal ikutilah jalan ini". Kalau kita mau berpikir universal, memang di semua agama juga mengajarkan keempat hal ini. Saya melihat bahwa semua agama mengajarkan bahwa: "hidup di dunia ini sementara, dan kalau mau memperoleh kebahagiaan maka ikutilah jalan ini".

Tetapi kita bisa melihat bahwa petunjuk di Buddhadhamma adalah universal. Dalam konteks Buddhadhamma, Pembebasan (Pencerahan) bisa didapatkan dengan menyelami Kebenaran Universal; bukan kebenaran eksklusif. Ini yang indah dari Dhamma. Untuk merealisasi tujuan tertinggi dalam Buddhadhamma; kita tidak harus percaya pada seseorang yang dikatakan sebagai juru-selamat, kita tidak wajib menuruti semua perintah dari seseorang yang dikatakan sebagai orang pilihan terakhir, kita tidak wajib melakukan berbagai ritual untuk dapat diselamatkan. Dalam Buddhadhamma, yang perlu kita lakukan adalah menembus Kebenaran Universal, dan semuanya disarikan dalam rumusan 4 Kebenaran Mulia oleh Buddha Gotama.

Karena keempat hal ini universal, tidak tunduk dalam satu otoritas eksklusif, maka semua orang tanpa membedakan gender, ras, agama, latar-belakang; bisa merealisasi Pembebasan ini.

Kenapa saya katakan bahwa agama lain tidak bisa mengantarkan kita pada Pembebasan ini? Karena kalau kita menyelidiki dengan benar, pesan dan tujuan di agama lain sebenarnya berbeda dengan pesan dan tujuan dari 4 Kebenaran Mulia. Anggaplah kita sepakat bahwa 4 Kebenaran Mulia adalah Kebenaran yang benar-benar benar.

Karena agama lain mengajarkan tujuan yang berbeda dari Buddhadhamma, maka tidak mungkin ada orang yang bisa mencapai Pembebasan dari agama lain. Tapi bila seorang umat dari agama lain mempraktikkan jalan untuk tujuan yang berbeda dari agamanya, dan justru tujuan itu sama dengan tujuan Buddhadhamma; maka menurut saya orang itu bisa mencapai Pembebasan. Tapi saya pikir ada istilah khusus dari populasi dari agama itu untuk orang ini, yaitu => "sesat".

Makanya di satu kesempatan yang lalu, Bro Kainyn pernah berkata bahwa dia pernah bertemu (atau mengenal) umat dari agama lain yang mempraktikkan cukup selaras dengan tujuan Buddhadhamma. Meskipun orang itu cukup dianggap sebagai "setengah sesat" oleh agamanya. Menanggapi hal ini, saya juga pernah berkata kepada Bro Kainyn bahwa saya juga percaya orang-orang seperti itu bisa saja meraih Pembebasan, asalkan ia melengkapi kesesatannya menjadi "100% sesat".

:)