Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Jerry

_/\_ Bro Chingik

Thanks ya.. +1 utk usahanya. :)

Kalau saya liat berbicara mengenai "agama", maka jika dikatakan tidak hanya didapatkan dari agama sini, maka implikasinya berarti bisa didapatkan dari agama sono. gituh.. Apalagi jika kita melihat kalimatnya Bro Kain secara utuh di atas, dengan mengaitkan pencerahan yg di dapat di agama lain melalui kasus Kisa Gotami, bkn melalui kasus para Pacceka Buddha. Berarti makna tersiratnya pencerahan dapat terealisasi melalui agama lain pada zmn adanya Buddha-sasana. Ini yg saya dpt dr tulisannya di atas, makanya agar tdk salah tafsir saya nanya ke Bro Kain. :)

Ya, utk para Pacceka Buddha sendiri, mereka dapat mencapai magga&phala di kala tdk ada seorang Samma Sambuddha. Tetapi apakah para Pacceka Buddha dapat mengajarkan dan menuntun pengikutnya hingga ke tataran magga&phala? Ini jadi pertanyaan berikutnya.. Krn yg saya tau biasanya dikatakan Pacceka Buddha adl mereka yg merealisasi kebuddhaan tetapi tdk dpt menuntun pengikutnya utk mencapai kebuddhaan sbg Savaka Buddha dan para pengikutnya pun tdk dpt menuntun orang lain utk mencapai kebuddhaan.

_/\_
appamadena sampadetha

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Indra

Quote from: ryu on 04 December 2009, 07:28:16 AM
Quote from: Jerry on 04 December 2009, 12:12:30 AM
Nampak nampaknya sih beliau emang udah sotapanna......tik :hammer:

:hammer: :hammer: :hammer: =))

saya harus meluruskan ini,
jika seseorang yang mengaku sotapanna, maka dapat dipastikan bahwa ia adalah bukan sotapanna. sebaliknya seseorang yang tidak mengaku sotapana, mungkin adalah sotapanna, ungkin juga bukan.

kesimpulannya, saya tidak pernah mengaku sotapanna.

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

bond

Bagaimana nanti sesuai ramalan Sang Buddha, ketika tidak ada lagi ajaran Sang Buddha dan tidak ada lagi Buddha sasana. Secara institusi sebagai agama Buddha tentu tidak ada. Lalu apakah Buddha Metteya harus cari agama Buddha terlebih dahulu.?
Atau memang Dhamma selalu ada.?

Adalah hal yang beruntung jika agama Buddha  masih ada. Hanya kita harus membedakan ajaran SB(yang tertuang pada Tipitaka) sebagai Dhamma(melihat makna isi tipitaka) dan bukan (teks mati Tipitaka ) sebagai doktrin/hukum duniawi.

Seorang Sotapanna sekalipun dia lahir sebagai manusia masuk ke agama lain, karena kekuatan Dhamma secara otomatis dia akan kembali ke sumbernya yaitu Dhamma yang pernah menuntunnya mencapai tingkat itu. Kalau masih ada agama Buddha maka dia akan pindah agama(dari agama lain) ke agama Buddha, kalo  sudah diagama Buddha rasanya tidak mungkin karena cinta mati. Dalam kasus Buddha berikutnya Buddha Metteya yang pasti dia tidak karena agama Buddha tetapi karena Dhamma yang senantiasa selalu ada melewati batas waktu dan ruang.

Pertanyaan lanjutan, apakah seorang sotapanna masih melekat pada label agama Buddha ?


Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Nevada

Kalau saya punya pandangan yang agak ekstrim...

Menurut saya, seorang Pacceka Buddha bukanlah seorang Tercerahkan di luar dari Agama Buddha. Seorang Pacceka Buddha dahulunya mungkin tidak memeluk Agama Buddha atapun tidak beragama sekalipun. Tapi ketika dia merealisasi Pencerahan, maka ia "memeluk" Agama Buddha.

Tidak hanya Agama Buddha yang mengajarkan kebaikan. Di agama lain juga ada kebaikan. Tapi hanya di Agama Buddha (Buddhadhamma) yang mengajarkan bagaimana menghentikan dukkha sepenuhnya. Jika ada orang yang tak memeluk Agama Buddha dan mampu mencapai Pencerahan, maka ia sebenarnya secara sadar atau tidak ia sudah mengikuti Buddhadhamma (Agama Buddha).

bond

^
^

Saya setuju dengan om papasaka. Jika kita melihat konteks agama Buddha sebagai Buddhadhamma dalam arti yang luas. Bagi saya tidak agak ekstrem tetapi demikianlah adanya. Itulah essensi sebenarnya. _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: fabian c on 04 December 2009, 12:15:20 AM
QuotePencapaian Magga-phala pun tidak selalu harus didapatkan dari "Agama Buddha". Kembali lagi misalnya Kisa Gotami yang mencari biji sesawi dan mencapai Sotapanna, memangnya dia agama apa? Hanya saja ketika orang telah mencapai Sotapanna, JIKA melihat Buddha dan ajarannya, keyakinannya akan kebenaran tersebut tidak tergoyahkan. Ini yang sering kali saya katakan bahwa umat Buddhis salah memahami dengan menganggap: "keyakinan tidak tergoyahkan adalah syarat untuk menjadi Sotapanna". Akhirnya jadi fanatik yang ga ada juntrungannya.

Bro Kainyn yang baik, menurut pendapat saya memang benar bahwa Kisa Gotami awalnya bukan Buddhis. Tetapi ia menjalankan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha sehingga mencapai tingkat kesucian.
Memang label agama tidak penting bagi pencapaian kesucian, tetapi menyelami tilakkhana adalah suatu keharusan untuk bisa mencapai kesucian, dan pengertian Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) nampaknya hanya ada di agama Buddha.
Mengenai keyakinan saya setuju, keyakinan tak tergoyahkan tak akan dimiliki oleh seorang non-ariya, kalau ada keyakinan kuat pada seorang non-ariya paling-paling keyakinan buta, karena belum melenyapkan keragu-raguan. Dan keragu-raguan akan lenyap jika "you have been there".
Betul, seseorang bisa mencapai kesucian bukan karena dia Buddhis, atau percaya "mati" kepada Buddha. Namun ketika telah mencapai kesucian ("been there" dalam istilah Bro Fabian), tentu saja ia tidak mungkin lagi tergoyahkan. Sama seperti orang yang pernah terkena api, tidak mungkin goyah dalam "keyakinan" api itu panas.


Quote
Quote
Betulkah Sotapanna tidak terlahir lagi di alam manusia? Pernah dipikirkan bedanya Sakadagami dan Anagami? Mereka sama-sama hanya terlahir sekali lagi. Mengapa satu dikatakan Sakadagami dan satu lagi dikatakan Anagami? Perbedaannya adalah Sakadagami (juga Sotapanna) bisa kembali lagi ke alam ini, Anagami tidak. Jadi apakah Sotapanna tidak terlahir ke alam manusia kembali, silahkan diinterpretasikan masing-masing.

Kalau yang pernah saya pelajari seorang Sotapanna (kolankola Sotapanna) akan terlahir paling banyak tujuh kali di alam dewa atau manusia.

_/\_
Ya, sependapat, mereka tidak akan terlahir di alam rendah, namun bisa terlahir di alam manusia.
_/\_


K.K.

Quote from: JerrySekalian nanya ke Bro Kainyin
Ini menarik.. Boleh disharing apa yg Bro Kain ketahui tentang pencapaian Magga-phala melalui agama lain dan guru yg lain? Yg setara dengan urutan jalan dan tingkatan dalam Buddhisme.


Quote from: chingiksaya coba tafsir maksud bro Kainyin., hehe
menurut saya maksud bro Kainyin mengatakan "tdk selalu harus didptkan di agama Buddha" , bukan berarti dia sedang menyatakan di agama X pasti juga ada. Tetapi lebih merujuk pd Dharma yg tidak slalu harus hanya ditemukan di lingkup Buddha Sasana, contohnya saat jaman tidak ada Buddha Sasana, orang dapat mencapai maggha dan phala . siapa lagi kalo bukan para Pacceka Buddha.
ya dak.
Jawaban yang baik dari Bro chingik.


QuoteMembaca kalimat pertama warna biru demikian agak membuat saya curious mengenai bagaimana cerita sebenarnya dari Kisa Gotami mencapai Sotapanna, adakah kebaikan hati Bro Kain utk membantu memposting cerita tsb? Karena saya sudah agak lupa dan sumber saya Dhammapada Atthakatha sedang sy pinjamkan kpd teman.
Singkat cerita Kisa Gotami menjadi kehilangan akal sehat karena tidak dapat menerima anaknya telah meninggal. Ia percaya anaknya hanya sakit, maka mencari obat untuk menyembuhkannya. Dia mencari obat di seluruh kota yang kemudian menertawakannya, namun ada orang baik yang menyarankannya pergi ke Buddha, dan ia menurutinya.

Ketika Kisa Gotami meminta Buddha "memberikan obat" untuk anaknya, Buddha meminta terlebih dahulu Kisa Gotami mencarikan biji sawi (dalam versi lain, biji lada) dari rumah (keluarga) yang anggotanya belum pernah mengalami kematian. Maka Kisa Gotami dengan semangat mencarinya ke seluruh kota. Kota tersebut biasa dihuni oleh keluarga besar, maka tentu saja tidak ada satu rumah pun yang seluruh anggotanya belum meninggal, maka Kisa Gotami tidak menemukan apa yang dicarinya. Semakin lama mencari, akhirnya ia sadar bahwa kematian dialami oleh siapa pun, bukan hanya anaknya. Menyadari hal demikian, ia mengembangkan kesadaran dan mencapai Sotapatti-Phala. Ia menguburkan anaknya di hutan dan kemudian kembali kepada Buddha untuk menjadi bhikkhuni.     
(Kisa Gotami adalah Maha-savika yang terunggul dalam mengenakan pakaian kasar.)


QuoteKetika belum mencapai Sotapanna, Kisa Gotami masih bukan buddhis tetapi penganut awam dr Brahmanisme. Tapi seketika menjadi sotapanna, pastilah dia seorang buddhis. Dalam artian seorang buddhis adalah seorang pengikut dan yg memiliki keyakinan thdp Buddha, Dhamma, Sangha tak tergoyahkan "yang didasari pandangan benar". Karena merealisasikan melalui ajaran Buddha, apakah tdk dpt dikatakan dia seorang buddhis? Coba "kalau" bisa ditanya pd Gotami, pasti dijawab dia memiliki keyakinan thdp Sang Buddha dan ajarannya.  Apalagi yg membuat Kisa Gotami merealisasi sotapanna adalah karena kata2 Sang Buddha bukannya kata2 dan ajaran para petapa atau brahmana di luar ajaran Buddha, dan disertai yoniso manasikara pada kata2 Beliau tsb, sehingga pandangan benar timbul pada diri Kisa Gotami mengenai anicca. Jadi, saya setuju kalau keyakinan tak tergoyahkan belum tentu sotapanna. Tetapi lain halnya dan kualitasnya dg keyakinan yg timbul melalui pandangan benar.
Ya, saya memang setuju demikian.
Sekarang saya kembalikan begini. Seandainya sewaktu Kisa Gotami mencapai Sotapanna dan menguburkan anaknya di hutan, ia bertemu dengan anda dan anda bertanya, "Apa yang Buddha ajarkan sehingga anda mencapai Sotapatti-phala?", kira-kira jawabannya apa? "Saya diajarkan dhamma Biji Sawi"? Atau "Saya diajarkan dhamma sensus keluarga yang belum pernah berkabung"?


QuoteBedanya yg jelas sih Sakadagami hanya mematahkan 3 belenggu pertama dan melemahkan 2 belenggu berikutnya. Sedang Anagami mematahkan ke-5 belenggu secara semprulna.
Sama-sama terlahir kembali sekali lagi, namun yang satu "kembali ke alam sini" dan yang lain "tidak kembali" melainkan ke Suddhavasa.

tesla

Quote from: fabian c on 04 December 2009, 12:15:20 AM
Memang label agama tidak penting bagi pencapaian kesucian, tetapi menyelami tilakkhana adalah suatu keharusan untuk bisa mencapai kesucian, dan pengertian Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) nampaknya hanya ada di agama Buddha.
walau hanya di agama Budda yg ada diajarkan tentang Tilakkhana, namun ajaran/pengertian Tilakkhana itu sendiri berbeda dg "menyelami". utk menyelami Tilakkhana yg merupakan karakteristik dari semua yg ada di dunia, seseorang tidak harus dibekali pengertian tsb, sebaliknya ia harus melihat sendiri. pengertian ini-itu dalam agama Buddha itu sendiri lebih byk menghasilkan ego bahwa agamanya adalah yg terbaik dalam jalan pencerahaan, namun tidak menghasilkan pencerahan itu sendiri.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

K.K.

Quote from: upasaka on 04 December 2009, 02:11:12 PM
Kalau saya punya pandangan yang agak ekstrim...

Menurut saya, seorang Pacceka Buddha bukanlah seorang Tercerahkan di luar dari Agama Buddha. Seorang Pacceka Buddha dahulunya mungkin tidak memeluk Agama Buddha atapun tidak beragama sekalipun. Tapi ketika dia merealisasi Pencerahan, maka ia "memeluk" Agama Buddha.

Tidak hanya Agama Buddha yang mengajarkan kebaikan. Di agama lain juga ada kebaikan. Tapi hanya di Agama Buddha (Buddhadhamma) yang mengajarkan bagaimana menghentikan dukkha sepenuhnya. Jika ada orang yang tak memeluk Agama Buddha dan mampu mencapai Pencerahan, maka ia sebenarnya secara sadar atau tidak ia sudah mengikuti Buddhadhamma (Agama Buddha).

Pandangan ini seperti umat lain yang mengatakan "semua orang yang berbuat baik adalah karena bisikan Tuhan lewat nurani".

Menurut saya, Buddha tidak pernah membuat sebuah "jalan" baru, tetapi mengajarkan agar orang melihat apa adanya. Sama halnya dengan para ilmuwan tidak membuat ilmu fisika, namun meneliti dan mengajarkan apa yang ada dalam alam ini. Apakah cocok jika kita katakan "semua yang bertindak bersesuaian dengan alam adalah pelajar fisika"? Dukkha adalah universal, bukan milik kalangan tertentu. Demikian juga berhentinya dukkha. Mengapa pula kita malah mengkotakkan ajaran tersebut ke dalam wadah ego eksklusif yang kita namakan "Agama Buddha"?


fabian c

Quote from: tesla on 04 December 2009, 03:26:14 PM
Quote from: fabian c on 04 December 2009, 12:15:20 AM
Memang label agama tidak penting bagi pencapaian kesucian, tetapi menyelami tilakkhana adalah suatu keharusan untuk bisa mencapai kesucian, dan pengertian Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) nampaknya hanya ada di agama Buddha.
walau hanya di agama Budda yg ada diajarkan tentang Tilakkhana, namun ajaran/pengertian Tilakkhana itu sendiri berbeda dg "menyelami". utk menyelami Tilakkhana yg merupakan karakteristik dari semua yg ada di dunia, seseorang tidak harus dibekali pengertian tsb, sebaliknya ia harus melihat sendiri. pengertian ini-itu dalam agama Buddha itu sendiri lebih byk menghasilkan ego bahwa agamanya adalah yg terbaik dalam jalan pencerahaan, namun tidak menghasilkan pencerahan itu sendiri.

Yang dimaksud dengan menyelami tilakkhana disini bukan melihat tilakkkhana yang ada diluar diri kita, seperti umpamanya melihat piring pecah atau melihat kayu yang melapuk.  
Yang dimaksud menyelami tilakkhana disini adalah menyelami karakteristik batin dan jasmani kita, seperti yang tertulis di salah satu sutta "in this fathom long body can be seen the creation and the cessation of the world".

Adalah hal yang baik kalau seseorang menganggap agamanya yang terbaik, karena jika bukan yang terbaik buat apa dia masuk dan mempelajari agama itu? Bila bukan kita yang menganggap agama kita sendiri paling benar, siapa lagi? tak mungkin mengharapkan umat agama lain yang menganggap agama kita paling benar kan? Jadi menurut saya merupakan hal yang baik untuk merasa bangga terhadap agama yang kita pilih, yaitu agama Buddha.

Terlebih diantara teman-teman disini yang umumnya dicekokin ajaran lain sewaktu di sekolah, dan ternyata memilih agama Buddha (Buddha Dhamma), tentu sebagian diantaranya telah membandingkan dan yakin bahwa agama Buddha adalah agama yang paling baik, paling hebat, paling dalam dan tertinggi diantara semua agama.

Setelah mempelajari berbagai agama lainnya, saya bangga beragama Buddha karena inilah agama yang bukan sarat dengan cerita dongeng dan dogma, Satu-satunya agama yang mengajarkan kita untuk menggunakan akal sehat, satu-satunya agama yang mengajarkan untuk membuktikan dan bukan sekedar percaya.

Semoga kita semua berbahagia
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

Jadi ingat cerita seorang Sotapanna yang menolak untuk tidak mengakui Buddha Dhamma walaupun diiming-imingi harta berlimpah.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: fabian c on 04 December 2009, 05:00:16 PM
Jadi ingat cerita seorang Sotapanna yang menolak untuk tidak mengakui Buddha Dhamma walaupun diiming-imingi harta berlimpah.
Suppabuddha penderita kusta?

Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 04 December 2009, 04:53:25 PM
Quote from: upasaka on 04 December 2009, 02:11:12 PM
Kalau saya punya pandangan yang agak ekstrim...

Menurut saya, seorang Pacceka Buddha bukanlah seorang Tercerahkan di luar dari Agama Buddha. Seorang Pacceka Buddha dahulunya mungkin tidak memeluk Agama Buddha atapun tidak beragama sekalipun. Tapi ketika dia merealisasi Pencerahan, maka ia "memeluk" Agama Buddha.

Tidak hanya Agama Buddha yang mengajarkan kebaikan. Di agama lain juga ada kebaikan. Tapi hanya di Agama Buddha (Buddhadhamma) yang mengajarkan bagaimana menghentikan dukkha sepenuhnya. Jika ada orang yang tak memeluk Agama Buddha dan mampu mencapai Pencerahan, maka ia sebenarnya secara sadar atau tidak ia sudah mengikuti Buddhadhamma (Agama Buddha).

Pandangan ini seperti umat lain yang mengatakan "semua orang yang berbuat baik adalah karena bisikan Tuhan lewat nurani".

Menurut saya, Buddha tidak pernah membuat sebuah "jalan" baru, tetapi mengajarkan agar orang melihat apa adanya. Sama halnya dengan para ilmuwan tidak membuat ilmu fisika, namun meneliti dan mengajarkan apa yang ada dalam alam ini. Apakah cocok jika kita katakan "semua yang bertindak bersesuaian dengan alam adalah pelajar fisika"? Dukkha adalah universal, bukan milik kalangan tertentu. Demikian juga berhentinya dukkha. Mengapa pula kita malah mengkotakkan ajaran tersebut ke dalam wadah ego eksklusif yang kita namakan "Agama Buddha"?

Gini Bro...

Menurut Anda, apakah seorang Pacceka Buddha adalah seorang Yang Tercerahkan karena "mengetahui inilah dukkha, inilah sebab dukkha, inilah terhentinya dukkha, inilah jalan untuk menghentikan dukkha"?