Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

hehehehe, untung gua glomod, kalo gak gw klik report to moderator kakakakakak
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Jerry

wakkakakaka.. gimana ceritanya tuh kalo ampe glomod nglapor ke moderator :))
appamadena sampadetha

Indra


chingik


Indra

Quote from: chingik on 14 December 2009, 08:53:19 PM
Quote from: Indra on 14 December 2009, 08:23:46 PM
kam masih ada gue, glomod maha thera

bisa buktikan dengan pengakuan anda sbg mahathera?

saya tidak berkepentingan untuk membuktikan pada anda. emangnya siapa anda?

chingik

Quote from: Indra on 14 December 2009, 09:02:04 PM
Quote from: chingik on 14 December 2009, 08:53:19 PM
Quote from: Indra on 14 December 2009, 08:23:46 PM
kam masih ada gue, glomod maha thera

bisa buktikan dengan pengakuan anda sbg mahathera?

saya tidak berkepentingan untuk membuktikan pada anda. emangnya siapa anda?

wkwkw....just kidding bro .  :))

Indra

Quote from: chingik on 14 December 2009, 09:07:53 PM
Quote from: Indra on 14 December 2009, 09:02:04 PM
Quote from: chingik on 14 December 2009, 08:53:19 PM
Quote from: Indra on 14 December 2009, 08:23:46 PM
kam masih ada gue, glomod maha thera

bisa buktikan dengan pengakuan anda sbg mahathera?

saya tidak berkepentingan untuk membuktikan pada anda. emangnya siapa anda?

wkwkw....just kidding bro .  :))

me too

Jerry

appamadena sampadetha

fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 12 December 2009, 11:09:02 PM
Bro Kainyn yang baik kita memang tidak hidup selama 2500 tahun untuk secara pasti menilai manakah ajaran Buddha yang asli, tetapi fakta bahwa praktek yang diajarkan dalam Tipitaka Pali telah dilatih selama 2500 tahun dan terbukti, saya kira lebih dari cukup.

Tapi inipun juga tak memuaskan semua orang. Entah kalau Sang Buddha sendiri yang masih hidup dan mengatakan "ini benar ajaran saya dan yang itu bukan" mungkin baru memuaskan.

Dalam sutta Sang Buddha kadang membenarkan kata-kata siswa Beliau dan mengatakan "Bila hal itu ditanyakan kepada saya, saya juga akan menjawab hal yang sama".

Ini bermakna bahwa kata-kata seorang Arahat nampaknya sejalan dengan ajaran Sang Buddha walau bukan dari Beliau sendiri yang mengatakan.
Saya bukan mempermasalahkan kebenaran dalam satu ajaran. Itu tidak ada habisnya. Bahkan kalau saya tanya ke orang beragama lain pun mereka akan mengatakan hal yang sama persis bahwa sudah membuktikan ajaran agamanya bermanfaat.

Yang saya singgung sebelumnya adalah "Ajaran Buddha dari segi Agama". Gampangnya, jika orang bilang Theravada = Agama Buddha, maka aliran lain bukan, karena "Agama Buddha" tidak mungkin memiliki dhamma-vinaya berbeda.

Bro Kainyn yang baik, bagaimanakah pengertian bro Kainyn dengan Dhamma-vinaya? Apa itu Dhamma-vinaya? Nampaknya kita melihat dari sisi yang berbeda.

Quote
QuoteSeorang Arahat mengetahui secara jelas antara jalan dan bukan jalan bagi dirinya sendiri. Jalan ini berlaku secara universal untuk setiap orang. Maksudnya setiap orang dapat melatih jalan itu untuk mencapai kesucian.

Namun kecepatan perjuangannya ada yang perlu waktu beberapa menit, beberapa hari, bulan, tahun atau tahun, tergantung berapa banyak pengalaman sebelumnya.

Bahkan ada orang-orang tertentu yang tak mungkin dapat mencapai kesucian dalam kehidupan ini sekeras apapun mereka berlatih, misalnya orang idiot atau terlahir kelamin ganda (hermaphrodite) ini disebabkan karma masa lampau.

Jadi kecepatan pencapaian seseorang tergantung berapa lama dia berlatih sebelumnya, dan bagaimanakah kecenderungan laten batin orang itu (hal ini tentu saja berbeda setiap orang). Hanya seorang Buddha yang mengetahui dengan jelas semua hal itu. Arahat tentu saja tak dapat dibandingkan dengan Sang Buddha, tetapi bukan berarti Arahat tak dapat membedakan dengan jelas antara jalan dan bukan jalan.

_/\_
Kalau begitu, di sini kita juga berbeda pandangan.
Sudah saya beri contoh bahwa Mahapanthaka tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya. Ia hanya mengetahui sejauh yang diajarkan oleh Sang Guru, maka ia berpikir adiknya adalah seorang yang pandir dan tidak akan memahami dhamma dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, ia mengusirnya.

Kebenaran itu universal, tapi saya tidak setuju kalau dibilang jalan menuju ke sana adalah sama bagi semua orang.

Setahu saya Mahapanthaka bukan mengetahui atau tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya, karena jalan kesucian hanya satu, yaitu Vipassana. Tak ada tawar menawar mengenai jalan kesucian,   Inilah pandangan Theravadin: tanpa Vipassana? kesucian... no way.

Y.A. Mahapanthaka harus ber-vipassana, para Buddha harus ber-vipassana, Arahat hingga Sotapanna, demikian juga Pacceka Buddha harus ber-vipassana, mengapa dikatakan Y.A. Mahapanthaka tak tahu jalan kesucian bagi Culapanthaka?

Sudah tentu beliau tahu karena jalan itu adalah Vipassana (semua Ariya puggala mencapai kesucian melalui vipassana) . Yang beliau tidak tahu adalah cara mengarahkan Culapanthaka sehingga ia mampu melihat, menyadari dan menyelami anicca, dukkha dan anatta (karena Culapanthaka dihalangi karma masa lalunya).

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: fabian c on 19 December 2009, 07:05:56 PM
Quote
Saya bukan mempermasalahkan kebenaran dalam satu ajaran. Itu tidak ada habisnya. Bahkan kalau saya tanya ke orang beragama lain pun mereka akan mengatakan hal yang sama persis bahwa sudah membuktikan ajaran agamanya bermanfaat.

Yang saya singgung sebelumnya adalah "Ajaran Buddha dari segi Agama". Gampangnya, jika orang bilang Theravada = Agama Buddha, maka aliran lain bukan, karena "Agama Buddha" tidak mungkin memiliki dhamma-vinaya berbeda.

Bro Kainyn yang baik, bagaimanakah pengertian bro Kainyn dengan Dhamma-vinaya? Apa itu Dhamma-vinaya? Nampaknya kita melihat dari sisi yang berbeda.
Dalam hal ini, pengertian saya adalah dhamma-vinaya (agama) yang memang diatur oleh Buddha Gotama. Seperti kita tahu sikap berbagai aliran Buddhisme terhadap dhamma-vinaya ada bedanya, sementara Buddha Gotama (setahu saya) hanya satu. Jadi sebetulnya yang mana dhamma-vinaya-nya Buddha Gotama?



Quote
Quote
Kalau begitu, di sini kita juga berbeda pandangan.
Sudah saya beri contoh bahwa Mahapanthaka tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya. Ia hanya mengetahui sejauh yang diajarkan oleh Sang Guru, maka ia berpikir adiknya adalah seorang yang pandir dan tidak akan memahami dhamma dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, ia mengusirnya.

Kebenaran itu universal, tapi saya tidak setuju kalau dibilang jalan menuju ke sana adalah sama bagi semua orang.

Setahu saya Mahapanthaka bukan mengetahui atau tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya, karena jalan kesucian hanya satu, yaitu Vipassana. Tak ada tawar menawar mengenai jalan kesucian,   Inilah pandangan Theravadin: tanpa Vipassana? kesucian... no way.

Y.A. Mahapanthaka harus ber-vipassana, para Buddha harus ber-vipassana, Arahat hingga Sotapanna, demikian juga Pacceka Buddha harus ber-vipassana, mengapa dikatakan Y.A. Mahapanthaka tak tahu jalan kesucian bagi Culapanthaka?

Sudah tentu beliau tahu karena jalan itu adalah Vipassana (semua Ariya puggala mencapai kesucian melalui vipassana) . Yang beliau tidak tahu adalah cara mengarahkan Culapanthaka sehingga ia mampu melihat, menyadari dan menyelami anicca, dukkha dan anatta (karena Culapanthaka dihalangi karma masa lalunya).

_/\_

Bukankah tulisan yang dibold itu sendiri sudah menjelaskan bahwa Mahapanthaka memang tidak tahu jalannya?
Pencapaian kesucian lewat pandangan terang adalah seperti masuk ke kota yang hanya memiliki satu pintu. Saya setuju Mahapanthaka mengetahui "pintu" tersebut. Tetapi jika seseorang tidak bisa memberikan arah pada orang lain yang tersesat di hutan agar menemukan "pintu" tersebut, saya rasa tidak tepat orang itu dibilang mengetahui "jalan dan bukan jalan" untuk orang lain.



fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 19 December 2009, 07:05:56 PM
Quote
Saya bukan mempermasalahkan kebenaran dalam satu ajaran. Itu tidak ada habisnya. Bahkan kalau saya tanya ke orang beragama lain pun mereka akan mengatakan hal yang sama persis bahwa sudah membuktikan ajaran agamanya bermanfaat.

Yang saya singgung sebelumnya adalah "Ajaran Buddha dari segi Agama". Gampangnya, jika orang bilang Theravada = Agama Buddha, maka aliran lain bukan, karena "Agama Buddha" tidak mungkin memiliki dhamma-vinaya berbeda.

Bro Kainyn yang baik, bagaimanakah pengertian bro Kainyn dengan Dhamma-vinaya? Apa itu Dhamma-vinaya? Nampaknya kita melihat dari sisi yang berbeda.
Dalam hal ini, pengertian saya adalah dhamma-vinaya (agama) yang memang diatur oleh Buddha Gotama. Seperti kita tahu sikap berbagai aliran Buddhisme terhadap dhamma-vinaya ada bedanya, sementara Buddha Gotama (setahu saya) hanya satu. Jadi sebetulnya yang mana dhamma-vinaya-nya Buddha Gotama?

Mungkin bro Kainyn perlu juga mempelajari Dhamma-vinaya aliran lain, Tantra umpamanya. Cara meditasinya sudah jelas berbeda, Tantra diajarkan mengatur hawa murni dsbnya. Mirip seperti meditasi chikung-neikung Taoism.

Sedangkan meditasi menurut Tipitaka tak ada ajaran mengenai mengarahkan dan mengatur hawa murni dsbnya. Saya kira saya tak berhak melarang orang lain mengaku beragama Buddha walaupun pandangannya 100% non-buddhis.

Masyarakat yang akan menilai hal itu.

Quote
Quote
Quote
Kalau begitu, di sini kita juga berbeda pandangan.
Sudah saya beri contoh bahwa Mahapanthaka tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya. Ia hanya mengetahui sejauh yang diajarkan oleh Sang Guru, maka ia berpikir adiknya adalah seorang yang pandir dan tidak akan memahami dhamma dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, ia mengusirnya.

Kebenaran itu universal, tapi saya tidak setuju kalau dibilang jalan menuju ke sana adalah sama bagi semua orang.

Setahu saya Mahapanthaka bukan mengetahui atau tidak mengetahui jalan dan bukan jalan bagi adiknya, karena jalan kesucian hanya satu, yaitu Vipassana. Tak ada tawar menawar mengenai jalan kesucian,   Inilah pandangan Theravadin: tanpa Vipassana? kesucian... no way.

Y.A. Mahapanthaka harus ber-vipassana, para Buddha harus ber-vipassana, Arahat hingga Sotapanna, demikian juga Pacceka Buddha harus ber-vipassana, mengapa dikatakan Y.A. Mahapanthaka tak tahu jalan kesucian bagi Culapanthaka?

Sudah tentu beliau tahu karena jalan itu adalah Vipassana (semua Ariya puggala mencapai kesucian melalui vipassana) . Yang beliau tidak tahu adalah cara mengarahkan Culapanthaka sehingga ia mampu melihat, menyadari dan menyelami anicca, dukkha dan anatta (karena Culapanthaka dihalangi karma masa lalunya).

_/\_

Bukankah tulisan yang dibold itu sendiri sudah menjelaskan bahwa Mahapanthaka memang tidak tahu jalannya?
Pencapaian kesucian lewat pandangan terang adalah seperti masuk ke kota yang hanya memiliki satu pintu. Saya setuju Mahapanthaka mengetahui "pintu" tersebut. Tetapi jika seseorang tidak bisa memberikan arah pada orang lain yang tersesat di hutan agar menemukan "pintu" tersebut, saya rasa tidak tepat orang itu dibilang mengetahui "jalan dan bukan jalan" untuk orang lain.

Kan sudah saya katakan bahwa setiap Ariya Puggala mengetahui jalan kearah kesucian karena mereka telah melewati jalan itu. Semua Ariya Puggala melalui jalan yang sama. Jalan yang harus dilalui Culapanthaka untuk mencapai kesucian juga sama.

Sang Buddha memberikan kain untuk digosok-gosok bukan sebagai jalan, tetapi itu sebagai pemicu (trigger) sehingga batinnya tenang dan perhatiannya mulai memusat (terkonsentrasi).

Ini diumpamakan seperti memberi anak kecil mainan yang membuat perhatiannya tak terlepas dari mainan tersebut, Perhatian yang terus-menerus terhadap mainan itulah yang disebut konsentrasi.

Dengan terbentuknya konsentrasi maka ia mulai mampu melihat anicca, dukkha dan anatta dstnya.
Dengan melihat anicca, dukkha dan anatta semakin jelas maka ia berada pada jalan.

Kematangan batin dalam melihat anicca, dukkha dan anatta itulah yang dimaksudkan dengan jalan yang membawa pada kesucian, bukan melihat kainnya.

Pemicu ada banyak, tetapi jalan kesucian hanya satu.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: fabian c on 21 December 2009, 01:28:28 PM
Mungkin bro Kainyn perlu juga mempelajari Dhamma-vinaya aliran lain, Tantra umpamanya. Cara meditasinya sudah jelas berbeda, Tantra diajarkan mengatur hawa murni dsbnya. Mirip seperti meditasi chikung-neikung Taoism.

Sedangkan meditasi menurut Tipitaka tak ada ajaran mengenai mengarahkan dan mengatur hawa murni dsbnya. Saya kira saya tak berhak melarang orang lain mengaku beragama Buddha walaupun pandangannya 100% non-buddhis.

Masyarakat yang akan menilai hal itu.
Nah, pandangan orang 100% Buddhis/non-Buddhis itu, menurut siapa? Menurut standard aliran apa atau guru yang mana?
Kalau mau bicara fakta, sesungguhnya tidak ada tolok ukur yang valid secara universal. Yang bisa adalah "menurut aliran tertentu".
Oleh karena itu juga saya lebih memilih bahas dari sesuatu yang kelihatan secara umum saja, yaitu "agamanya". Dan kalau kita lihat, sejalan dengan waktu, "Agama Buddha" bisa dan akan menjadi korup, dan pada saat itu, adalah mungkin bagi para Ariya Sotapanna (jika ada) untuk berpaling dari "Agama Buddha" tersebut.



QuoteKan sudah saya katakan bahwa setiap Ariya Puggala mengetahui jalan kearah kesucian karena mereka telah melewati jalan itu. Semua Ariya Puggala melalui jalan yang sama. Jalan yang harus dilalui Culapanthaka untuk mencapai kesucian juga sama.

Sang Buddha memberikan kain untuk digosok-gosok bukan sebagai jalan, tetapi itu sebagai pemicu (trigger) sehingga batinnya tenang dan perhatiannya mulai memusat (terkonsentrasi).

Ini diumpamakan seperti memberi anak kecil mainan yang membuat perhatiannya tak terlepas dari mainan tersebut, Perhatian yang terus-menerus terhadap mainan itulah yang disebut konsentrasi.

Dengan terbentuknya konsentrasi maka ia mulai mampu melihat anicca, dukkha dan anatta dstnya.
Dengan melihat anicca, dukkha dan anatta semakin jelas maka ia berada pada jalan.

Kematangan batin dalam melihat anicca, dukkha dan anatta itulah yang dimaksudkan dengan jalan yang membawa pada kesucian, bukan melihat kainnya.

Pemicu ada banyak, tetapi jalan kesucian hanya satu.

_/\_
Sepertinya ini hanya masalah definisi saja. Bro fabian bilang "jalan" dan "trigger", saya katakan "pintu" dan "jalan".

Buddha pernah memberikan perumpamaan di mana Buddha diibaratkan seorang pemuda yang lahir dan besar di satu kota. Ia mengetahui jalan keluar masuk dari batas-batas kota tersebut. Jika ada seorang yang tersesat, maka ia tanpa kesulitan akan menunjukkan jalan ke kota tersebut. Namun ada kalanya orang tidak mengikuti petunjuknya dan tetap tersesat.
Di sini kita lihat point berikut:
1. Ada jalan diberikan
2. Mencapai tujuan jika mengikuti petunjuk
3. Tetap tersesat jika tidak mengikuti petunjuk

Sekarang coba kita lihat ke kasus Sariputta yang mengajar muridnya (yang di masa lalu seorang pandai emas). Sariputta memberi jalan, lalu murid itu menjalaninya dengan baik, tetapi tidak mencapai hasil yang dituju. Dalam hal ini, apakah petunjuk diberikan dengan sempurna atau tidak sempurna?


bond

Quote
Nah, pandangan orang 100% Buddhis/non-Buddhis itu, menurut siapa? Menurut standard aliran apa atau guru yang mana?
Kalau mau bicara fakta, sesungguhnya tidak ada tolok ukur yang valid secara universal. Yang bisa adalah "menurut aliran tertentu".
Oleh karena itu juga saya lebih memilih bahas dari sesuatu yang kelihatan secara umum saja, yaitu "agamanya". Dan kalau kita lihat, sejalan dengan waktu, "Agama Buddha" bisa dan akan menjadi korup, dan pada saat itu, adalah mungkin bagi para Ariya Sotapanna (jika ada) untuk berpaling dari "Agama Buddha" tersebut.

Bisa saja agama Buddha menjadi korup dan sotapanna berpaling dari "agama Buddha" dan berpalingnya dengan tetap mengikuti ajaran para sesepuh yang paling awal -kesepakatan konsili pertama . _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: bond on 21 December 2009, 03:04:33 PM
Quote
Nah, pandangan orang 100% Buddhis/non-Buddhis itu, menurut siapa? Menurut standard aliran apa atau guru yang mana?
Kalau mau bicara fakta, sesungguhnya tidak ada tolok ukur yang valid secara universal. Yang bisa adalah "menurut aliran tertentu".
Oleh karena itu juga saya lebih memilih bahas dari sesuatu yang kelihatan secara umum saja, yaitu "agamanya". Dan kalau kita lihat, sejalan dengan waktu, "Agama Buddha" bisa dan akan menjadi korup, dan pada saat itu, adalah mungkin bagi para Ariya Sotapanna (jika ada) untuk berpaling dari "Agama Buddha" tersebut.

Bisa saja agama Buddha menjadi korup dan sotapanna berpaling dari "agama Buddha" dan berpalingnya dengan tetap mengikuti ajaran para sesepuh yang paling awal -kesepakatan konsili pertama . _/\_

Kurang lebih menurut saya begitu karena di konsili pertama belum dikenal aliran-aliran, hanya satu "agama" di bawah Buddha Gotama. Seorang Ariya, mungkin tidak tahu apa isi konsili pertama, tidak tahu isi "Tipitaka" asli, tetapi yang pasti dengan kebijaksanaannya, mereka tidak akan menyimpang dari ajaran para Buddha.


fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 21 December 2009, 01:28:28 PM
Mungkin bro Kainyn perlu juga mempelajari Dhamma-vinaya aliran lain, Tantra umpamanya. Cara meditasinya sudah jelas berbeda, Tantra diajarkan mengatur hawa murni dsbnya. Mirip seperti meditasi chikung-neikung Taoism.

Sedangkan meditasi menurut Tipitaka tak ada ajaran mengenai mengarahkan dan mengatur hawa murni dsbnya. Saya kira saya tak berhak melarang orang lain mengaku beragama Buddha walaupun pandangannya 100% non-buddhis.

Masyarakat yang akan menilai hal itu.
Nah, pandangan orang 100% Buddhis/non-Buddhis itu, menurut siapa? Menurut standard aliran apa atau guru yang mana?
Kalau mau bicara fakta, sesungguhnya tidak ada tolok ukur yang valid secara universal. Yang bisa adalah "menurut aliran tertentu".
Oleh karena itu juga saya lebih memilih bahas dari sesuatu yang kelihatan secara umum saja, yaitu "agamanya". Dan kalau kita lihat, sejalan dengan waktu, "Agama Buddha" bisa dan akan menjadi korup, dan pada saat itu, adalah mungkin bagi para Ariya Sotapanna (jika ada) untuk berpaling dari "Agama Buddha" tersebut.

100% non-buddhis bila ktp beragama Buddha tetapi ia berpikir secara K atau I dan ia menganggap K atau I itulah yang benar.

Benar... mungkin saja agama Buddha pecah menjadi agama Theravada dan agama Mahayana (seperti Kris dan Kato), entah pecah dan berubah namanya menjadi apapun, menurut saya seorang  Sotapanna akan tetap meyakini bahwa jalan Ariya berunsur delapan merupakan jalan untuk mengakhiri dukkha dan mencapai penghentiannya, karena Mereka telah melalui jalan tersebut.

Quote
QuoteKan sudah saya katakan bahwa setiap Ariya Puggala mengetahui jalan kearah kesucian karena mereka telah melewati jalan itu. Semua Ariya Puggala melalui jalan yang sama. Jalan yang harus dilalui Culapanthaka untuk mencapai kesucian juga sama.

Sang Buddha memberikan kain untuk digosok-gosok bukan sebagai jalan, tetapi itu sebagai pemicu (trigger) sehingga batinnya tenang dan perhatiannya mulai memusat (terkonsentrasi).

Ini diumpamakan seperti memberi anak kecil mainan yang membuat perhatiannya tak terlepas dari mainan tersebut, Perhatian yang terus-menerus terhadap mainan itulah yang disebut konsentrasi.

Dengan terbentuknya konsentrasi maka ia mulai mampu melihat anicca, dukkha dan anatta dstnya.
Dengan melihat anicca, dukkha dan anatta semakin jelas maka ia berada pada jalan.

Kematangan batin dalam melihat anicca, dukkha dan anatta itulah yang dimaksudkan dengan jalan yang membawa pada kesucian, bukan melihat kainnya.

Pemicu ada banyak, tetapi jalan kesucian hanya satu.

_/\_
Sepertinya ini hanya masalah definisi saja. Bro fabian bilang "jalan" dan "trigger", saya katakan "pintu" dan "jalan".

Buddha pernah memberikan perumpamaan di mana Buddha diibaratkan seorang pemuda yang lahir dan besar di satu kota. Ia mengetahui jalan keluar masuk dari batas-batas kota tersebut. Jika ada seorang yang tersesat, maka ia tanpa kesulitan akan menunjukkan jalan ke kota tersebut. Namun ada kalanya orang tidak mengikuti petunjuknya dan tetap tersesat.
Di sini kita lihat point berikut:
1. Ada jalan diberikan
2. Mencapai tujuan jika mengikuti petunjuk
3. Tetap tersesat jika tidak mengikuti petunjuk

Sekarang coba kita lihat ke kasus Sariputta yang mengajar muridnya (yang di masa lalu seorang pandai emas). Sariputta memberi jalan, lalu murid itu menjalaninya dengan baik, tetapi tidak mencapai hasil yang dituju. Dalam hal ini, apakah petunjuk diberikan dengan sempurna atau tidak sempurna?



Kan sudah saya katakan ada banyak trigger, contohnya bunga (kasus Y.A. Sariputta) dan kain (kasus Y.A. Mahapanthaka).
Apakah menurut saudara Kainyn, Sang Buddha mengajarkan jalan kesucian dengan melihat bunga? bukan dengan Vipassana? Apakah menurut saudara Kainyn Vipassana/Satipatthana bukan satu-satunya jalan kesucian?

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata