Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hendrako

Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:44:11 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 02:41:11 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:23:07 PM
Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?

Orientasinya berbeda di mana dalam pertanyaan umum tersebut (siapakah orang/Buddha pertama) kita mencari orang tertentu yang tentu saja kita tidak akan temukan, sedangkan dalam pertanyaan saya, tujuannya adalah untuk melihat konsistensi ajaran tentang perbedaan 3 pencapaian tersebut.

Kalau kita berorientasi pada masa-masa lalu (yang tak hingga), maka ga ada yang namanya Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha. Semua hanyalah Savaka Buddha yang muncul pada beda waktu.

Kok savaka Buddha ?  Terminologi savaka buddha saja adalah buddha yang mengikuti ajaran seorang sammasambuddha.
Justru karena ada-nya KAVLING Sammasambuddha dan Pacceka Buddha, itu menjadi argumentasi yang logis tentang apa yang dapat disebut sebagai BUDDHA pertama.

Dalam hal ini saya setuju dengan Bro Kaynin,

Apabila ada Buddha pertama dan Buddha2 berikutnya mencapai pencerahan karena mengikuti ajaran Buddha pertama, maka yg pantas disebut sebagai Sammasambuddha hanyalah Buddha pertama, yg lain hanyalah Savaka Buddha.
yaa... gitu deh

fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 26 December 2009, 01:41:36 PM
Ada buku yang belum pasti murni atau tidak, dan ada buku yang pasti tercampur aduk, fokus perhatian saya pada buku yang pasti tercampur aduk.
Tidak masalah. Seseorang mengerti ajaran juga bukan semata-mata karena "kitab". Sekarang anggaplah Tipitaka adalah asli tak tercampur. Lalu apakah setiap orang yang membaca, yang merasa memiliki dan mengikuti isi kitab tersebut pasti menjadi orang yang lebih baik? Tidak demikian, bukan?! Sebaliknya orang lain yang membaca, merasa memiliki dan mengikuti isi kitab "campur aduk", apakah melulu menjadi orang bodoh yang tidak bijaksana? Tidak juga, bukan?!

Kebijaksanaan berkembang dengan menyadari kenyataan, bukan dengan mengikuti agama tertentu. Itulah yang saya percaya.
Bro Kainyn, lagi-lagi mencampurkan penilaian individu. Perbandingan agama adalah kitab sucinya. Orang yang tak beragama juga banyak yang baik, tidak menjadi teroris. Yang beragama malah ada yang  jadi teroris.

Quote
QuoteAjaran Buddha juga saya tidak mengenal dengan baik dan benar, mungkin kalau saya sudah Arahat baru mengenal dengan baik dan benar.
Mengenai mengapa saya memilih Buddhisme karena salah mahluk "Adi Kuasa"nya, kenapa membiarkan saya memeluk ajaran Buddha? Saya memilih ajaran Buddha mungkin dengan "restu"nya.  :)
Bukan dengan "restu"-Nya, namun karena Ia memberikan kehendak bebas. Bro fabian adalah orang yang "tidak tahan uji" karena belum memahami "rencana" sesungguhnya ;D
Bagaimana? Tidak ada habisnya bukan?
Salah sendiri kenapa memberi kehendak bebas?

Quote
QuoteApakah bro Kainyn pernah membaca kisahnya? Pertama kali memainkan piano langsung bisa memainkan musik klasik, padahal ayahnya tak mampu menyelesaikan lagu tersebut, dan Mozart kecil (pada waktu itu ia berumur 5 tahun) sebelumnya tak pernah belajar main piano.
Thanx buat ceritanya, saya belum membaca kisah tersebut sebelumnya. Kalau begitu, saya ralat. Menurut saya pencerahan Bodhisatta TIDAK seperti W.A. Mozart. Ia pun merumuskan ajaran karena pengertian yang dimiliki, bukan "mencontoh" dari Buddha-Buddha lampau.
:)

Quote
Quote
Quote
QuoteDikatakan dalam Jataka seringkali Bodhisatta terlahir jadi manusia, lalu jadi petapa dan berlatih meditasi insight. Tetapi itu merupakan keahlian beliau dari kehidupan sebelumnya, dan nampak seolah-olah ditemukan saat itu. Pertanyaannya, adakah keahlian yang muncul begitu saja tanpa dilatih?
Kalau mau berorientasi pada masa lampau, kira-kira Buddha pertama yang ada, belajar insight dari siapa, bertekad menjadi Samma Sambuddha di depan siapa?
Coba baca Culamalunkya sutta, (MN 63)
Pernahkah terpikir kalau seandainya insight tersebut "harus diajarkan", maka siapa yang pertama mengajarkan itu tidak akan terjawab. Kecuali mungkin kalau mau keluar dari konsistensi dan merujuk ke sesuatu yang di luar logika seperti "Tuhan".

Saya berpendapat "tidak harus diajarkan", maka itu memang bukan tidak mungkin dicapai oleh "si Buddha pertama". Soal siapakah "Buddha pertama" itu (lagi-lagi) adalah pertanyaan retoris.
:)

Quote
Quote
Quote
Masalahnya di agama yang diajarkan pun para pengikutnya belum mencapai kesucian. Bagaimana mungkin cocok mengatakan ajaran lain begini-begitu. No offense.
Agama mana selain agama Buddha diajarkan Vipassana/Satipatthana? Darimana bro Kainyn tahu mereka yang belajar Vipassana/Satipatthana belum mencapai kesucian? Apakah menurut bro Kainyn ajaran agama Buddha mengenai pandangan terang hanya dongeng?
Pertanyaan yang sama bisa saya tanyakan: tahu dari mana umat lain ga ada yang mencapai kesucian?
Ini semua hanyalah pertanyaan2 spekulatif sampai kita sendiri membuktikannya. Dan seandainya pun sudah kita buktikan sendiri, kita tidak bisa membuktikannya kepada orang lain pencapaian kita. Berdasarkan hal ini, apakah cocok kita mengklaim satu ajaran benar dan ajaran lain tidak? Bagi saya tidak.
Coba dong jelaskan cara mencapai kesucian di agama lain...
Quote
Satu hal lagi, saya pernah mengatakan bahwa saya telah melakukan Satipatthana secara otodidak sebelum mengenal Buddhisme, walaupun tentu saja dengan sistematika dan metode yang "berantakan". Jadi saya pribadi menganggap, kalau itu mungkin terjadi pada saya yang bodoh ini, mengapa tidak mungkin terjadi pada orang lain yang lebih bijak?
Darimana tahu itu Satipatthana?
Quote
QuoteBicara lebih sempit kita bicara agama (religion) bila bicara lebih luas kita sebut ideologi. Komunis/marxis juga masuk ideologi (pandangan). Kita bicara mana bro?
Yang saya bicarakan adalah ketika seseorang tidak beragama, tidak terikat pada ideologi, tetap bisa mengembangkan kebijaksanaan. Jadi non-Buddhis tidak selalu harus dari religion/ideology tertentu.
Ada kebijaksanaan duniawi yang umum  dan kebijaksanaan diatas duniawi. Maksudnya yang mana?

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: fabian c on 26 December 2009, 05:09:52 PM
Bro Kainyn, lagi-lagi mencampurkan penilaian individu. Perbandingan agama adalah kitab sucinya. Orang yang tak beragama juga banyak yang baik, tidak menjadi teroris. Yang beragama malah ada yang  jadi teroris.
Perbandingan agama adalah dari kitab suci semata? Dari A1kitab yang sama persis, muncul istilah "kharismatik" & "injili" yang boleh dibilang sudah cukup banyak perbedaan. Kalau individu tidak memainkan peranan di situ, mungkin "Tuhan" yang berperan di sana?


QuoteDarimana tahu itu Satipatthana?
Istilahnya? Yah dari Sutta.


QuoteAda kebijaksanaan duniawi yang umum  dan kebijaksanaan diatas duniawi. Maksudnya yang mana?
Kebijaksanaan duniawi umum dan kebijaksanaan "di atas duniawi" menurut saya seperti pelajaran sekolah dan pelajaran universitas. Karena itu, saya tidak membedakan "jenis"-nya.


QuoteCoba dong jelaskan cara mencapai kesucian di agama lain...
Melihat sikap Bro fabian, saya jadi ingat satu frasa yang sangat terkenal, namun sedikit beda isi:
"Buddhalah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang mencapai Nibbana kalau tidak melalui Ajaran Buddha."
Berdasarkan hal tersebut, saya tidak ingin dan tidak mampu melanjutkan diskusi.


fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 26 December 2009, 05:09:52 PM
Bro Kainyn, lagi-lagi mencampurkan penilaian individu. Perbandingan agama adalah kitab sucinya. Orang yang tak beragama juga banyak yang baik, tidak menjadi teroris. Yang beragama malah ada yang  jadi teroris.
Perbandingan agama adalah dari kitab suci semata? Dari A1kitab yang sama persis, muncul istilah "kharismatik" & "injili" yang boleh dibilang sudah cukup banyak perbedaan. Kalau individu tidak memainkan peranan di situ, mungkin "Tuhan" yang berperan di sana?
Entah saya tidak peduli pendapat individu, bagi saya otoritas tertinggi dan paling otentik dari suatu agama adalah kitab sucinya.

Quote
QuoteDarimana tahu itu Satipatthana?
Istilahnya? Yah dari Sutta.
The one you've practiced.

Quote
QuoteAda kebijaksanaan duniawi yang umum  dan kebijaksanaan diatas duniawi. Maksudnya yang mana?
Kebijaksanaan duniawi umum dan kebijaksanaan "di atas duniawi" menurut saya seperti pelajaran sekolah dan pelajaran universitas. Karena itu, saya tidak membedakan "jenis"-nya.
Kebijaksanaan duniawi menurut saya berdasarkan logika dan akal sehat, kebijaksanaan diatas duniawi didapatkan dari pengalaman meditatif.

Quote
QuoteCoba dong jelaskan cara mencapai kesucian di agama lain...
Melihat sikap Bro fabian, saya jadi ingat satu frasa yang sangat terkenal, namun sedikit beda isi:
"Buddhalah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang mencapai Nibbana kalau tidak melalui Ajaran Buddha."
Berdasarkan hal tersebut, saya tidak ingin dan tidak mampu melanjutkan diskusi.
Boleh tanya bro Kainyn, di bagian manakah ajaran agama yang akarnya dari timur tengah diajarkan Nibbana?

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

#469
Quote from: fabian c on 28 December 2009, 12:18:20 PM
Quote
QuoteDarimana tahu itu Satipatthana?
Istilahnya? Yah dari Sutta.
The one you've practiced.
Semua kembali lagi ke opini. Ada yang bilang "vipassana" tertentu bukan ajaran Buddha, ada lagi yang bilang "vipassana" tertentu lebih otentik, dst, dst. Daripada akhirnya ke mana-mana, lebih baik tidak usah dibahas.


QuoteKebijaksanaan duniawi menurut saya berdasarkan logika dan akal sehat, kebijaksanaan diatas duniawi didapatkan dari pengalaman meditatif.
Dan dari sudut pandang Bro fabian, maka tentu saja tidak ada orang bijaksana yang tidak pernah belajar meditasi Buddhis.


QuoteBoleh tanya bro Kainyn, di bagian manakah ajaran agama yang akarnya dari timur tengah diajarkan Nibbana?
Entahlah. Coba ditanyakan pada yang mengatakan ada agama lain yang mengajarkan nibbana.

Saya review pernyataan saya: Pencapaian kesucian selalu bergantung pada kematangan bathin seseorang, namun tidak selalu tergantung pada ajaran. Oleh karena itu, seseorang yang tidak memiliki kematangan bathin tidak akan mencapai kesucian walaupun bertemu dengan ajaran yang benar. Di lain pihak, seseorang yang memiliki kematangan bathin, pada waktu dan kondisi yang sesuai bisa mencapai kesucian walaupun tidak mendapatkan pengajaran.
Contoh gampang: Samma Sambuddha & Pacceka Buddha tidak "beragama Buddha" untuk mencapai nibbana.



fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 28 December 2009, 12:18:20 PM
Quote
QuoteDarimana tahu itu Satipatthana?
Istilahnya? Yah dari Sutta.
The one you've practiced.
Semua kembali lagi ke opini. Ada yang bilang "vipassana" tertentu bukan ajaran Buddha, ada lagi yang bilang "vipassana" tertentu lebih otentik, dst, dst. Daripada akhirnya ke mana-mana, lebih baik tidak usah dibahas.
Tapi bro Kainyn sendiri yang mengatakan sudah berlatih satipatthana sebelum mengenal ajaran Buddha kan? Tahu darimana bahwa yang dilatih itu adalah Satipatthana?

Quote
QuoteKebijaksanaan duniawi menurut saya berdasarkan logika dan akal sehat, kebijaksanaan diatas duniawi didapatkan dari pengalaman meditatif.
Dan dari sudut pandang Bro fabian, maka tentu saja tidak ada orang bijaksana yang tidak pernah belajar meditasi Buddhis.
Kan sudah saya katakan kebijaksanaan duniawi hanya berdasarkan logika dan akal sehat, tak perlu berlatih meditasi.

Quote
QuoteBoleh tanya bro Kainyn, di bagian manakah ajaran agama yang akarnya dari timur tengah diajarkan Nibbana?
Entahlah. Coba ditanyakan pada yang mengatakan ada agama lain yang mengajarkan nibbana.
Bukankah sebelumnya bro Kainyn mengatakan:
QuoteMelihat sikap Bro fabian, saya jadi ingat satu frasa yang sangat terkenal, namun sedikit beda isi:
"Buddhalah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang mencapai Nibbana kalau tidak melalui Ajaran Buddha."
Berdasarkan hal tersebut, saya tidak ingin dan tidak mampu melanjutkan diskusi.
Jadi saya beranggapan mas kainyn menganggap ada ajaran lain yang mengajarkan Nibbana, karena bro Kainyn mengatakan bahwa bukan hanya agama Buddha yang mengajarkan jalan kesucian.
Quote
Saya review pernyataan saya: Pencapaian kesucian selalu bergantung pada kematangan bathin seseorang, namun tidak selalu tergantung pada ajaran.
Bila dibahas kematangan seperti apa akan meluas, pernyataan ini menurut saya kadang-kadang benar.
QuoteOleh karena itu, seseorang yang tidak memiliki kematangan bathin tidak akan mencapai kesucian walaupun bertemu dengan ajaran yang benar.
Saya rasa saya kurang setuju yang ini, kematangan batin bisa diasah dengan belajar/latihan.
QuoteDi lain pihak, seseorang yang memiliki kematangan bathin, pada waktu dan kondisi yang sesuai bisa mencapai kesucian walaupun tidak mendapatkan pengajaran.
Contoh gampang: Samma Sambuddha & Pacceka Buddha tidak "beragama Buddha" untuk mencapai nibbana.
Oleh sebab itu saya katakan kadang-kadang benar.

_/\_



Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: fabian c on 28 December 2009, 04:50:39 PM
Tapi bro Kainyn sendiri yang mengatakan sudah berlatih satipatthana sebelum mengenal ajaran Buddha kan? Tahu darimana bahwa yang dilatih itu adalah Satipatthana?
Sebelum mengenal Ajaran Buddha, tentu saja saya tidak tahu itu namanya apa, tidak tahu dibagi menjadi empat, tidak tahu "efeknya" apa, dll. Hanya melakukan secara spontan saja.


QuoteBukankah sebelumnya bro Kainyn mengatakan:
QuoteMelihat sikap Bro fabian, saya jadi ingat satu frasa yang sangat terkenal, namun sedikit beda isi:
"Buddhalah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang mencapai Nibbana kalau tidak melalui Ajaran Buddha."
Berdasarkan hal tersebut, saya tidak ingin dan tidak mampu melanjutkan diskusi.
Jadi saya beranggapan mas kainyn menganggap ada ajaran lain yang mengajarkan Nibbana, karena bro Kainyn mengatakan bahwa bukan hanya agama Buddha yang mengajarkan jalan kesucian.
Seandainya ada sebuah Kota B di selatan yang ingin dituju banyak orang. Ada 3 jalan ke tempat tersebut, dari arah utara, barat & timur. Di Kota A, ada banyak peta ke kota-kota lain, namun hanya ada sebuah peta yang menunjukkan cara pergi ke Kota B, dan itu pun hanya lewat jalan utara saja karena jalan itu yang paling dekat. Sekarang telah banyak yang telah pergi dengan menggunakan peta tersebut dan sampai di tempat tujuan, maka terbuktilah kemanjuran peta tersebut. 

Pertanyaannya: apakah jika saya mengatakan "mencapai Kota B tidak harus dengan peta tersebut" berarti sama dengan "ada peta lain di Kota A yang memandu kita ke Kota B"?


Quote
Quote
Saya review pernyataan saya: Pencapaian kesucian selalu bergantung pada kematangan bathin seseorang, namun tidak selalu tergantung pada ajaran.
Bila dibahas kematangan seperti apa akan meluas, pernyataan ini menurut saya kadang-kadang benar.
Kematangan bathin dalam Ajaran Buddha, menurut pendapat saya adalah bukan berhubungan pada sesuatu di luar diri. Oleh karena itulah seseorang bisa terasah tanpa perlu "input" dari luar. Ini perbedaan yang paling mendasar dengan agama lain. Saya ambil contoh dalam Agama Nasrani mengenalkan "Pengorbanan Kristus" sebagai dasar ajaran. Kalau orang tidak pernah tahu siapa itu Kristus, sampai kapan pun ia tidak akan "mengerti" Agama Nasrani.

Perbedaan pandangan saya dan Bro fabian adalah dalam hal ini Bro fabian menganggap perlu "input" dari luar tersebut yang tentu saja eksklusif dan tergantung dari "input yang benar", i.e. Agama Buddha. Saya tidak menganggap demikian karena menganggap seorang Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha tidak menerima "input dari luar", namun melihat kenyataan "dunia" lewat dirinya sendiri.
Karena itulah saya katakan kita tidak bisa melanjutkan diskusi walaupun tentu saja saya tidak tahu siapa yang benar, atau bisa jadi kita berdua juga salah.


Quote
QuoteOleh karena itu, seseorang yang tidak memiliki kematangan bathin tidak akan mencapai kesucian walaupun bertemu dengan ajaran yang benar.
Saya rasa saya kurang setuju yang ini, kematangan batin bisa diasah dengan belajar/latihan.
Kalau tidak bisa diasah, tentu tidak ada gunanya seseorang belajar Ajaran Buddha. Yang saya maksudkan adalah sebelum bathin orang matang, ia tidak akan mencapai kesucian, walaupun bertemu ajaran yang benar. Soal berapa lama "mengasahnya", tentu kembali lagi pada masing-masing orang, dan kita tidak bisa tahu hal tersebut.


ryu

di sutta ada dikatakan :
             "Bila, dengan pengertian penuh Gotama Yang Baik telah mengajarkan Dhamma pada siswa-Nya untuk pemurnian makhluk hidup, untuk mengatasi penyesalan dan keputus-asaan, untuk mengakhiri kesedihan dan kemurungan, untuk mencapai tatacara-nya, untuk mencapai nibbana; lalu apakah seluruh dunia akan mencapainya, atau seperduanya, atau sepertiganya?"
             Sampai disitu, Sang Buddha berdiam diri. Lalu Ananda berpikir: "Orang ini hendaknya jangan sampai berpikir bahwa Sang Buddha tidak dapat menjawab pertanyaan yang penting ini." Jadi Ananda berkata: "Saya akan memberi suatu perumpamaan." Bayangkan ada suatu kota dikelilingi oleh tembok dengan dasar pondasi yang sangat kuat, bermenara dan berpintu gerbang hanya satu, pintu gerbang dijaga ketat, hanya orang yang dikenal diperbolehkan melewatinya, dan orang asing tak diperbolehkan melewatinya. Lalu, ketika seseorang berjaga di sekeliling tembok, dia tidak menemukan satupun lobang yang dapat dilewati walau oleh seekor kucing pun. Dengan demikian dia tahu, bahwa semua makhluk, besar ataupun kecil, hanya dapat masuk ke kota atau keluar dari kota dengan melewati gerbang tersebut. Sama halnya dengan pertanyaanmu, tidaklah penting bagi Sang Buddha. Apa yang disabdakan Beliau adalah, bahwa "Siapapun yang telah terbebas, sedang terbebas ataupun akan terbebas dari dunia ini, dia akan terbebas dengan cara melepaskan ke-lima rintangan, melepaskan kesesatan-batin yang melemahkan kebijaksanaan, dia akan terbebas dengan cara mengembangkan batin dalam empat dasar kesadaran, dan dengan mengembangkan tujuh unsur pencerahan."

juga ini :
              Dari semua jalan, Yang Berunsur Delapan yang terbaik
              Dari semua kebenaran, Yang Empat yang terbaik
              Dari semua keadaan, bebas dari murka yang terbaik
              Dari semua manusia, yang sadar yang terbaik
              Inilah Jalan satu-satunya;
              Tak ada lain yang bisa menjadikan murni dan sadar.
              Jalani Jalan itu,
              Dan engkau akan mengatasi Mara.

              Jalani Jalan ini,
              Dan engkau akan mengakhiri penderitaan.
              Saya memaklumatkan Jalan ini,
              Ditemukan oleh Saya sendiri.


juga ini :
Sama halnya, andaikata ada seorang mengembara didalam hutan, lalu menemukan suatu jalan tua, jalan-setapak tua, dilewati oleh orang-orang di masa-masa sebelumnya, yang bila diikuti terus, akan sampai ke suatu kota kuno, suatu benteng agung kuno yang dihuni oleh orang masa lampau, dengan taman-taman dan hutan-hutannya, dengan penampungan air dan tembok-temboknya suatu tempat yang sangat indah. Lalu, seandainya pengembara itu menyampaikan penemuannya pada raja atau menteri, dengan berkata: "Tuan, ketahuilah, saya telah menemukan suatu kota kuno. Pugarlah tempat itu." Lalu, seandainya kota kuno itu dipugar, menjadi cerah, berkembang, dihuni, terisi oleh wangsa-wangsa, dan bertumbuh serta bertambah luas. Demikian pula, saya telah melihat Jalan tua itu, Jalan yang telah dilewati para Buddha Tercerahi di masa-masa sebelumnya. Dan Jalan yang manakah itu? Itulah Jalan Berunsur Delapan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

fabian c

Seseorang bisa menemukan Jalan itu (Paccekabuddha dan Sammasambuddha), tetapi hanya di Buddha Dhamma jalan itu secara jelas dan gamblang diuraikan. Selain itu hanya Hindu yang masih agak menyerempet jalan itu, agama yang bersumber akar budaya timur tengah jelas tidak mengajarkan hal itu.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

K.K.

Quote from: ryu on 28 December 2009, 06:45:52 PM
di sutta ada dikatakan :
             "Bila, dengan pengertian penuh Gotama Yang Baik telah mengajarkan Dhamma pada siswa-Nya untuk pemurnian makhluk hidup, untuk mengatasi penyesalan dan keputus-asaan, untuk mengakhiri kesedihan dan kemurungan, untuk mencapai tatacara-nya, untuk mencapai nibbana; lalu apakah seluruh dunia akan mencapainya, atau seperduanya, atau sepertiganya?"
             Sampai disitu, Sang Buddha berdiam diri. Lalu Ananda berpikir: "Orang ini hendaknya jangan sampai berpikir bahwa Sang Buddha tidak dapat menjawab pertanyaan yang penting ini." Jadi Ananda berkata: "Saya akan memberi suatu perumpamaan." Bayangkan ada suatu kota dikelilingi oleh tembok dengan dasar pondasi yang sangat kuat, bermenara dan berpintu gerbang hanya satu, pintu gerbang dijaga ketat, hanya orang yang dikenal diperbolehkan melewatinya, dan orang asing tak diperbolehkan melewatinya. Lalu, ketika seseorang berjaga di sekeliling tembok, dia tidak menemukan satupun lobang yang dapat dilewati walau oleh seekor kucing pun. Dengan demikian dia tahu, bahwa semua makhluk, besar ataupun kecil, hanya dapat masuk ke kota atau keluar dari kota dengan melewati gerbang tersebut. Sama halnya dengan pertanyaanmu, tidaklah penting bagi Sang Buddha. Apa yang disabdakan Beliau adalah, bahwa "Siapapun yang telah terbebas, sedang terbebas ataupun akan terbebas dari dunia ini, dia akan terbebas dengan cara melepaskan ke-lima rintangan, melepaskan kesesatan-batin yang melemahkan kebijaksanaan, dia akan terbebas dengan cara mengembangkan batin dalam empat dasar kesadaran, dan dengan mengembangkan tujuh unsur pencerahan."

juga ini :
              Dari semua jalan, Yang Berunsur Delapan yang terbaik
              Dari semua kebenaran, Yang Empat yang terbaik
              Dari semua keadaan, bebas dari murka yang terbaik
              Dari semua manusia, yang sadar yang terbaik
              Inilah Jalan satu-satunya;
              Tak ada lain yang bisa menjadikan murni dan sadar.
              Jalani Jalan itu,
              Dan engkau akan mengatasi Mara.

              Jalani Jalan ini,
              Dan engkau akan mengakhiri penderitaan.
              Saya memaklumatkan Jalan ini,
              Ditemukan oleh Saya sendiri.


juga ini :
Sama halnya, andaikata ada seorang mengembara didalam hutan, lalu menemukan suatu jalan tua, jalan-setapak tua, dilewati oleh orang-orang di masa-masa sebelumnya, yang bila diikuti terus, akan sampai ke suatu kota kuno, suatu benteng agung kuno yang dihuni oleh orang masa lampau, dengan taman-taman dan hutan-hutannya, dengan penampungan air dan tembok-temboknya suatu tempat yang sangat indah. Lalu, seandainya pengembara itu menyampaikan penemuannya pada raja atau menteri, dengan berkata: "Tuan, ketahuilah, saya telah menemukan suatu kota kuno. Pugarlah tempat itu." Lalu, seandainya kota kuno itu dipugar, menjadi cerah, berkembang, dihuni, terisi oleh wangsa-wangsa, dan bertumbuh serta bertambah luas. Demikian pula, saya telah melihat Jalan tua itu, Jalan yang telah dilewati para Buddha Tercerahi di masa-masa sebelumnya. Dan Jalan yang manakah itu? Itulah Jalan Berunsur Delapan.

Sutta Nipata 1.3 memuat syair tentang Pacceka Buddha. Salah satunya adalah demikian:

"Diṭṭhīvisūkāni upātivatto, patto niyāmaṃ paṭiladdhamaggo;
Uppannañāṇomhi anaññaneyyo, eko care khaggavisāṇakappo."

"Terbebas dari kekeruhan pandangan, merealisasi kebenaran, mencapai jalan;
Pengetahuan timbul tanpa bimbingan orang lain, mengembara sendirian seperti cula badak*"


*Badak di India memiliki cula tunggal

dhammadinna

Quote from: ryu on 28 December 2009, 06:45:52 PM

              Jalani Jalan ini,
              Dan engkau akan mengakhiri penderitaan.
              Saya memaklumatkan Jalan ini,
              Ditemukan oleh Saya sendiri.


"Ditemukan", bukan berarti "Diciptakan"...

K.K.

Quote from: fabian c on 29 December 2009, 06:22:17 AM
Seseorang bisa menemukan Jalan itu (Paccekabuddha dan Sammasambuddha), tetapi hanya di Buddha Dhamma jalan itu secara jelas dan gamblang diuraikan. Selain itu hanya Hindu yang masih agak menyerempet jalan itu, agama yang bersumber akar budaya timur tengah jelas tidak mengajarkan hal itu.

_/\_

"Agamanya" mungkin saya setuju demikian.
Orangnya? Belum tentu. Entah dari Timur Tengah atau dari ujung bumi, saya rasa bisa saja mereka mengembangkan kebijaksanaan dan merealisasi "jalan".

K.K.

Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:44:11 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 02:41:11 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:23:07 PM
Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?

Orientasinya berbeda di mana dalam pertanyaan umum tersebut (siapakah orang/Buddha pertama) kita mencari orang tertentu yang tentu saja kita tidak akan temukan, sedangkan dalam pertanyaan saya, tujuannya adalah untuk melihat konsistensi ajaran tentang perbedaan 3 pencapaian tersebut.

Kalau kita berorientasi pada masa-masa lalu (yang tak hingga), maka ga ada yang namanya Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha. Semua hanyalah Savaka Buddha yang muncul pada beda waktu.

Kok savaka Buddha ?  Terminologi savaka buddha saja adalah buddha yang mengikuti ajaran seorang sammasambuddha.
Justru karena ada-nya KAVLING Sammasambuddha dan Pacceka Buddha, itu menjadi argumentasi yang logis tentang apa yang dapat disebut sebagai BUDDHA pertama.

Ya, bukankah kalau Samma Sambuddha pun belajar dari Buddha2 masa lampau sebelum pencerahan sempurna, bukan merealisasikannya sendiri, berarti dengan kata lain dia pun Savaka Buddha yang realisasinya tergantung pada ajaran masa lampau.


dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 29 December 2009, 02:54:15 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:44:11 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 02:41:11 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:23:07 PM
Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?

Orientasinya berbeda di mana dalam pertanyaan umum tersebut (siapakah orang/Buddha pertama) kita mencari orang tertentu yang tentu saja kita tidak akan temukan, sedangkan dalam pertanyaan saya, tujuannya adalah untuk melihat konsistensi ajaran tentang perbedaan 3 pencapaian tersebut.

Kalau kita berorientasi pada masa-masa lalu (yang tak hingga), maka ga ada yang namanya Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha. Semua hanyalah Savaka Buddha yang muncul pada beda waktu.

Kok savaka Buddha ?  Terminologi savaka buddha saja adalah buddha yang mengikuti ajaran seorang sammasambuddha.
Justru karena ada-nya KAVLING Sammasambuddha dan Pacceka Buddha, itu menjadi argumentasi yang logis tentang apa yang dapat disebut sebagai BUDDHA pertama.

Ya, bukankah kalau Samma Sambuddha pun belajar dari Buddha2 masa lampau sebelum pencerahan sempurna, bukan merealisasikannya sendiri, berarti dengan kata lain dia pun Savaka Buddha yang realisasinya tergantung pada ajaran masa lampau.

Berapa lama kehidupan lampau yang bisa di-ingat oleh seorang bodhisatta sekelas Siddharta ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 29 December 2009, 04:25:46 PM
Berapa lama kehidupan lampau yang bisa di-ingat oleh seorang bodhisatta sekelas Siddharta ?

Kalau dari kisah-kisah dhamma, Siddhatta dapat melihat kehidupan lampau dalam jumlah tak hingga.