Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

fabian c

Quote from: upasaka on 24 December 2009, 04:39:46 PM
Intermezzo...

Tetapi dalam satu masa, bisa muncul banyak Pacceka Buddha; dan mereka semua bisa saja bertemu dan bertatap-muka. :)

Ya dalam jataka ada diceritakan Pacceka Buddha yang hidup berkelompok hingga ratusan orang.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

gajeboh angek

memang sudah tradisi, pada datang dan saling berbagi pencerahan masing-masing.
bulan purnama dan bulan gelap pada dateng dan masuk nirodha samapatti, mereka duduk berdasarkan senioritas (urutan pencerahan). bila ada yang baru dateng, yang paling senior akan bertanya bagaimana pengetahuan pencerahan mereka timbul (pacekka nana), dan yang ditanya akan mengucapkan kata-kata pencerahannya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

bond

Dijaman yang masih ada agama Buddha, adakah yg mencapai Pacceka Buddha di luar Buddha Sasana?

Misalnya ia bertapa sendirian di Pegunungan Himalaya.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

gajeboh angek

ada sasana = tidak ada pacekka buddha
kappa tidak ada sasana = tidak ada pacekka buddha
kappa ada sasana tapi lagi tidak ada sasana = bisa ada pacekka buddha
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

bond

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: dilbert on 24 December 2009, 04:04:48 PM
Maksudnya... saat saat mencapai penerangan sempurna (kalau tidak salah saya, ada pembagian waktu-nya...  waktu jaga malam 1 - kejadiannya apa, waktu jaga malam ke-2 - kejadiannya apa dstnya)... pada waktu itu, ada momen ketika Bodhisatta bisa mengingat kembali banyak kehidupan lampaunya, termasuk juga kehidupan lampau-nya terlahir dan menjadi bhikkhu 9x kehidupan pada waktu periode sammasambuddha yang berlainan.

Apakah bodhisatta juga bisa flash back apa yang dipelajari oleh sang "bhikkhu" di kehidupan lampau-nya tersebut ? Jika IYA, apakah ini termasuk belajar ?
Menurut saya, bisa flashback ke sana, namun bukan itu yang jadi "pembelajaran". Ia semata-mata mengerti dan menyadari demikianlah segala fenomena terjadi. Jadi bagi saya, Bodhisatta tidak belajar Buddhadhamma dari Buddha masa lampau untuk menembus penerangan sempurna atau merumuskan 4 Kebenaran Mulia tersebut.


K.K.

Quote from: fabian c on 24 December 2009, 04:22:46 PM
Bagaimana dengan kitab yang memang sudah tercampur aduk?
Apakah ada Kitab yang murni tidak tercampur aduk?


QuoteMaksudnya mungkin saya bahkan lebih mengenal jelas agama lain daripada agama sendiri.
Betulkah demikian? Kalau Bro fabian "mengenal" ajaran lain dengan baik dan benar, maka tidak mungkin beralih ke Buddhisme bukan? Sama seperti kalau orang "mengenal" Buddhisme dengan baik dan benar, maka tidak mungkin beralih ke ajaran lain.
Masing-masing pun ada klaim kalau "sudah mengenal ajaran lain dengan baik". Namun siapa yang tahu kebenaran tersebut?


QuoteSaya sering membandingkan pencapaian Jhana pangeran Sidhatta dibawah pohon jambu mirip dengan pencapaian musik Amadeus Mozart, dalam kelahiran tersebut mereka tak pernah belajar sebelumnya. Tetapi menurut hukum kamma mereka telah memiliki keahlian dari kehidupan sebelumnya.
Kalau kita ke W.A. Mozart, adalah kemungkinan besar ia pernah "berlatih sebelumnya", maka ia punya bakat. Tetapi apakah kemudian komposisinya adalah "hasil nyontek" dari masa lalu? Sepenuhnya tidak. Perumpamaan lain lagi adalah orang yang pandai menghitung. Kemungkinan ia memang mengembangkan kemampuan menghitung sehingga bisa menghitung dengan cepat, namun bukan karena ia sudah pernah mengerjakan sebelumnya di masa lampau dan ingat jawabannya.


QuoteHanya ada dua mahluk yang mencapai Ke-Buddha-an tanpa belajar dari orang lain dalam kehidupan tersebut, yaitu Sammasambuddha dan Pacceka Buddha. Kedua mahluk ini tak pernah bertatap muka. jadi kalau ada Sammasambuddha tak ada Pacceka Buddha, dan demikian sebaliknya.
Ya, demikian yang saya percaya juga. Tetapi bukan berarti tidak ada Pacceka-bodhisatta yang bertemu muka dengan Samma Sambuddha, bukan?


QuoteDikatakan dalam Jataka seringkali Bodhisatta terlahir jadi manusia, lalu jadi petapa dan berlatih meditasi insight. Tetapi itu merupakan keahlian beliau dari kehidupan sebelumnya, dan nampak seolah-olah ditemukan saat itu. Pertanyaannya, adakah keahlian yang muncul begitu saja tanpa dilatih?
Kalau mau berorientasi pada masa lampau, kira-kira Buddha pertama yang ada, belajar insight dari siapa, bertekad menjadi Samma Sambuddha di depan siapa?



QuoteBila dikatakan apakah penembusan harus melalui agama Buddha? Saya kira memang tidak demikian, penembusan adalah melalui praktek Jalan Ariya berunsur delapan/Vipassana/Satipatthana.
Apakah di agama lain diajarkan? bila diajarkan tentu para pengikutnya juga akan mencapai kesucian.
Bila tidak, maka kesucian tak akan pernah tercapai.
Masalahnya di agama yang diajarkan pun para pengikutnya belum mencapai kesucian. Bagaimana mungkin cocok mengatakan ajaran lain begini-begitu. No offense.
Kembali lagi sepertinya kalau saya bilang "non-Buddhisme", Bro fabian selalu mengacu pada "agama lain". Yang saya katakan sebagai "non-Buddhisme" tidak terbatas pada agama dan kepercayaan.



dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 11:00:08 AM
Quote from: dilbert on 24 December 2009, 04:04:48 PM
Maksudnya... saat saat mencapai penerangan sempurna (kalau tidak salah saya, ada pembagian waktu-nya...  waktu jaga malam 1 - kejadiannya apa, waktu jaga malam ke-2 - kejadiannya apa dstnya)... pada waktu itu, ada momen ketika Bodhisatta bisa mengingat kembali banyak kehidupan lampaunya, termasuk juga kehidupan lampau-nya terlahir dan menjadi bhikkhu 9x kehidupan pada waktu periode sammasambuddha yang berlainan.

Apakah bodhisatta juga bisa flash back apa yang dipelajari oleh sang "bhikkhu" di kehidupan lampau-nya tersebut ? Jika IYA, apakah ini termasuk belajar ?
Menurut saya, bisa flashback ke sana, namun bukan itu yang jadi "pembelajaran". Ia semata-mata mengerti dan menyadari demikianlah segala fenomena terjadi. Jadi bagi saya, Bodhisatta tidak belajar Buddhadhamma dari Buddha masa lampau untuk menembus penerangan sempurna atau merumuskan 4 Kebenaran Mulia tersebut.

Salah satu "sebab logis" mengapa bisa ada pacceka buddha di jaman tidak ada-nya ajaran, adalah di dalam ajaran BUDDHA di kenal konsep punnabhava (kelahiran kembali), konsep parami, dan yang berhubungan dengan hal hal tersebut. Sehingga tidak-lah heran kadang kita temukan individu-individu muda (masih belia usianya) memiliki pengetahuan di luar lazim usia-nya.

Jadi tidak-lah heran ketika seorang individu memiliki kemampuan spiritual yang terus maju menuju pencerahan dalam kehidupan kehidupan berikut-nya, walaupun di "tempat" kelahirannya itu tidak ada buddha sasana.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 26 December 2009, 12:16:19 PM
Salah satu "sebab logis" mengapa bisa ada pacceka buddha di jaman tidak ada-nya ajaran, adalah di dalam ajaran BUDDHA di kenal konsep punnabhava (kelahiran kembali), konsep parami, dan yang berhubungan dengan hal hal tersebut. Sehingga tidak-lah heran kadang kita temukan individu-individu muda (masih belia usianya) memiliki pengetahuan di luar lazim usia-nya.

Jadi tidak-lah heran ketika seorang individu memiliki kemampuan spiritual yang terus maju menuju pencerahan dalam kehidupan kehidupan berikut-nya, walaupun di "tempat" kelahirannya itu tidak ada buddha sasana.

Saya pun memang percaya punnbhava dan ada kualitas-kualitas yang "terbawa" dari masa lalu. Tetapi kembali lagi kalau kita memasukkan hal tersebut ke dalam pembahasan ini, akan terjadi spekulasi yang ke mana-mana. Salah satunya adalah yang saya sebutkan sebelumnya: Buddha pertama belajar dari siapa di masa lalunya?

Contoh lain lagi adalah dalam putaran lahir-mati, tidak ada yang menentu. Orang kadang jahat, kadang baik. Lalu ke mana kualitas-kualitas itu pergi? Bodhisatta menyempurnakan parami dana, tetapi di masa lalu juga membunuh demi harta. Lalu dari mana kualitas itu berasal dan ke mana kualitas itu hilang? Kok yang ada pada kehidupan terakhir tinggal yang baik-baik saja?

Karena rentannya pembicaraan tersebut ke arah spekulasi, maka saya selalu berorientasi pada kehidupan yang dimaksud saja, walaupun tentu saja tanpa mengabaikan kemungkinan-kemungkinan pada kehidupan lampaunya.


fabian c

Quote
Quote from: fabian c on 24 December 2009, 04:22:46 PM
Bagaimana dengan kitab yang memang sudah tercampur aduk?
Apakah ada Kitab yang murni tidak tercampur aduk?
Ada buku yang belum pasti murni atau tidak, dan ada buku yang pasti tercampur aduk, fokus perhatian saya pada buku yang pasti tercampur aduk.

Quote
QuoteMaksudnya mungkin saya bahkan lebih mengenal jelas agama lain daripada agama sendiri.
Betulkah demikian? Kalau Bro fabian "mengenal" ajaran lain dengan baik dan benar, maka tidak mungkin beralih ke Buddhisme bukan? Sama seperti kalau orang "mengenal" Buddhisme dengan baik dan benar, maka tidak mungkin beralih ke ajaran lain.
Masing-masing pun ada klaim kalau "sudah mengenal ajaran lain dengan baik". Namun siapa yang tahu kebenaran tersebut?
Ajaran Buddha juga saya tidak mengenal dengan baik dan benar, mungkin kalau saya sudah Arahat baru mengenal dengan baik dan benar.
Mengenai mengapa saya memilih Buddhisme karena salah mahluk "Adi Kuasa"nya, kenapa membiarkan saya memeluk ajaran Buddha? Saya memilih ajaran Buddha mungkin dengan "restu"nya.  :)

Quote
QuoteSaya sering membandingkan pencapaian Jhana pangeran Sidhatta dibawah pohon jambu mirip dengan pencapaian musik Amadeus Mozart, dalam kelahiran tersebut mereka tak pernah belajar sebelumnya. Tetapi menurut hukum kamma mereka telah memiliki keahlian dari kehidupan sebelumnya.
Kalau kita ke W.A. Mozart, adalah kemungkinan besar ia pernah "berlatih sebelumnya", maka ia punya bakat. Tetapi apakah kemudian komposisinya adalah "hasil nyontek" dari masa lalu? Sepenuhnya tidak. Perumpamaan lain lagi adalah orang yang pandai menghitung. Kemungkinan ia memang mengembangkan kemampuan menghitung sehingga bisa menghitung dengan cepat, namun bukan karena ia sudah pernah mengerjakan sebelumnya di masa lampau dan ingat jawabannya.

Apakah bro Kainyn pernah membaca kisahnya? Pertama kali memainkan piano langsung bisa memainkan musik klasik, padahal ayahnya tak mampu menyelesaikan lagu tersebut, dan Mozart kecil (pada waktu itu ia berumur 5 tahun) sebelumnya tak pernah belajar main piano.

Quote
QuoteHanya ada dua mahluk yang mencapai Ke-Buddha-an tanpa belajar dari orang lain dalam kehidupan tersebut, yaitu Sammasambuddha dan Pacceka Buddha. Kedua mahluk ini tak pernah bertatap muka. jadi kalau ada Sammasambuddha tak ada Pacceka Buddha, dan demikian sebaliknya.
Ya, demikian yang saya percaya juga. Tetapi bukan berarti tidak ada Pacceka-bodhisatta yang bertemu muka dengan Samma Sambuddha, bukan?
Bukan hanya Pacceka Bodhisatta, Arahatta Bodhisatta juga.

Quote
QuoteDikatakan dalam Jataka seringkali Bodhisatta terlahir jadi manusia, lalu jadi petapa dan berlatih meditasi insight. Tetapi itu merupakan keahlian beliau dari kehidupan sebelumnya, dan nampak seolah-olah ditemukan saat itu. Pertanyaannya, adakah keahlian yang muncul begitu saja tanpa dilatih?
Kalau mau berorientasi pada masa lampau, kira-kira Buddha pertama yang ada, belajar insight dari siapa, bertekad menjadi Samma Sambuddha di depan siapa?
Coba baca Culamalunkya sutta, (MN 63)

Quote
QuoteBila dikatakan apakah penembusan harus melalui agama Buddha? Saya kira memang tidak demikian, penembusan adalah melalui praktek Jalan Ariya berunsur delapan/Vipassana/Satipatthana.
Apakah di agama lain diajarkan? bila diajarkan tentu para pengikutnya juga akan mencapai kesucian.
Bila tidak, maka kesucian tak akan pernah tercapai.
Masalahnya di agama yang diajarkan pun para pengikutnya belum mencapai kesucian. Bagaimana mungkin cocok mengatakan ajaran lain begini-begitu. No offense.
Agama mana selain agama Buddha diajarkan Vipassana/Satipatthana? Darimana bro Kainyn tahu mereka yang belajar Vipassana/Satipatthana belum mencapai kesucian? Apakah menurut bro Kainyn ajaran agama Buddha mengenai pandangan terang hanya dongeng?

QuoteKembali lagi sepertinya kalau saya bilang "non-Buddhisme", Bro fabian selalu mengacu pada "agama lain". Yang saya katakan sebagai "non-Buddhisme" tidak terbatas pada agama dan kepercayaan.
Bicara lebih sempit kita bicara agama (religion) bila bicara lebih luas kita sebut ideologi. Komunis/marxis juga masuk ideologi (pandangan). Kita bicara mana bro?

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 01:31:40 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 12:16:19 PM
Salah satu "sebab logis" mengapa bisa ada pacceka buddha di jaman tidak ada-nya ajaran, adalah di dalam ajaran BUDDHA di kenal konsep punnabhava (kelahiran kembali), konsep parami, dan yang berhubungan dengan hal hal tersebut. Sehingga tidak-lah heran kadang kita temukan individu-individu muda (masih belia usianya) memiliki pengetahuan di luar lazim usia-nya.

Jadi tidak-lah heran ketika seorang individu memiliki kemampuan spiritual yang terus maju menuju pencerahan dalam kehidupan kehidupan berikut-nya, walaupun di "tempat" kelahirannya itu tidak ada buddha sasana.

Saya pun memang percaya punnbhava dan ada kualitas-kualitas yang "terbawa" dari masa lalu. Tetapi kembali lagi kalau kita memasukkan hal tersebut ke dalam pembahasan ini, akan terjadi spekulasi yang ke mana-mana. Salah satunya adalah yang saya sebutkan sebelumnya: Buddha pertama belajar dari siapa di masa lalunya?

Contoh lain lagi adalah dalam putaran lahir-mati, tidak ada yang menentu. Orang kadang jahat, kadang baik. Lalu ke mana kualitas-kualitas itu pergi? Bodhisatta menyempurnakan parami dana, tetapi di masa lalu juga membunuh demi harta. Lalu dari mana kualitas itu berasal dan ke mana kualitas itu hilang? Kok yang ada pada kehidupan terakhir tinggal yang baik-baik saja?

Karena rentannya pembicaraan tersebut ke arah spekulasi, maka saya selalu berorientasi pada kehidupan yang dimaksud saja, walaupun tentu saja tanpa mengabaikan kemungkinan-kemungkinan pada kehidupan lampaunya.

Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: fabian c on 26 December 2009, 01:41:36 PM
Ada buku yang belum pasti murni atau tidak, dan ada buku yang pasti tercampur aduk, fokus perhatian saya pada buku yang pasti tercampur aduk.
Tidak masalah. Seseorang mengerti ajaran juga bukan semata-mata karena "kitab". Sekarang anggaplah Tipitaka adalah asli tak tercampur. Lalu apakah setiap orang yang membaca, yang merasa memiliki dan mengikuti isi kitab tersebut pasti menjadi orang yang lebih baik? Tidak demikian, bukan?! Sebaliknya orang lain yang membaca, merasa memiliki dan mengikuti isi kitab "campur aduk", apakah melulu menjadi orang bodoh yang tidak bijaksana? Tidak juga, bukan?!

Kebijaksanaan berkembang dengan menyadari kenyataan, bukan dengan mengikuti agama tertentu. Itulah yang saya percaya.


QuoteAjaran Buddha juga saya tidak mengenal dengan baik dan benar, mungkin kalau saya sudah Arahat baru mengenal dengan baik dan benar.
Mengenai mengapa saya memilih Buddhisme karena salah mahluk "Adi Kuasa"nya, kenapa membiarkan saya memeluk ajaran Buddha? Saya memilih ajaran Buddha mungkin dengan "restu"nya.  :)
Bukan dengan "restu"-Nya, namun karena Ia memberikan kehendak bebas. Bro fabian adalah orang yang "tidak tahan uji" karena belum memahami "rencana" sesungguhnya ;D
Bagaimana? Tidak ada habisnya bukan?


QuoteApakah bro Kainyn pernah membaca kisahnya? Pertama kali memainkan piano langsung bisa memainkan musik klasik, padahal ayahnya tak mampu menyelesaikan lagu tersebut, dan Mozart kecil (pada waktu itu ia berumur 5 tahun) sebelumnya tak pernah belajar main piano.
Thanx buat ceritanya, saya belum membaca kisah tersebut sebelumnya. Kalau begitu, saya ralat. Menurut saya pencerahan Bodhisatta TIDAK seperti W.A. Mozart. Ia pun merumuskan ajaran karena pengertian yang dimiliki, bukan "mencontoh" dari Buddha-Buddha lampau.


Quote
QuoteDikatakan dalam Jataka seringkali Bodhisatta terlahir jadi manusia, lalu jadi petapa dan berlatih meditasi insight. Tetapi itu merupakan keahlian beliau dari kehidupan sebelumnya, dan nampak seolah-olah ditemukan saat itu. Pertanyaannya, adakah keahlian yang muncul begitu saja tanpa dilatih?
Kalau mau berorientasi pada masa lampau, kira-kira Buddha pertama yang ada, belajar insight dari siapa, bertekad menjadi Samma Sambuddha di depan siapa?
Coba baca Culamalunkya sutta, (MN 63)
[/quote]
Pernahkah terpikir kalau seandainya insight tersebut "harus diajarkan", maka siapa yang pertama mengajarkan itu tidak akan terjawab. Kecuali mungkin kalau mau keluar dari konsistensi dan merujuk ke sesuatu yang di luar logika seperti "Tuhan".

Saya berpendapat "tidak harus diajarkan", maka itu memang bukan tidak mungkin dicapai oleh "si Buddha pertama". Soal siapakah "Buddha pertama" itu (lagi-lagi) adalah pertanyaan retoris.


Quote
Quote
Masalahnya di agama yang diajarkan pun para pengikutnya belum mencapai kesucian. Bagaimana mungkin cocok mengatakan ajaran lain begini-begitu. No offense.
Agama mana selain agama Buddha diajarkan Vipassana/Satipatthana? Darimana bro Kainyn tahu mereka yang belajar Vipassana/Satipatthana belum mencapai kesucian? Apakah menurut bro Kainyn ajaran agama Buddha mengenai pandangan terang hanya dongeng?
Pertanyaan yang sama bisa saya tanyakan: tahu dari mana umat lain ga ada yang mencapai kesucian?
Ini semua hanyalah pertanyaan2 spekulatif sampai kita sendiri membuktikannya. Dan seandainya pun sudah kita buktikan sendiri, kita tidak bisa membuktikannya kepada orang lain pencapaian kita. Berdasarkan hal ini, apakah cocok kita mengklaim satu ajaran benar dan ajaran lain tidak? Bagi saya tidak.

Satu hal lagi, saya pernah mengatakan bahwa saya telah melakukan Satipatthana secara otodidak sebelum mengenal Buddhisme, walaupun tentu saja dengan sistematika dan metode yang "berantakan". Jadi saya pribadi menganggap, kalau itu mungkin terjadi pada saya yang bodoh ini, mengapa tidak mungkin terjadi pada orang lain yang lebih bijak?


QuoteBicara lebih sempit kita bicara agama (religion) bila bicara lebih luas kita sebut ideologi. Komunis/marxis juga masuk ideologi (pandangan). Kita bicara mana bro?
Yang saya bicarakan adalah ketika seseorang tidak beragama, tidak terikat pada ideologi, tetap bisa mengembangkan kebijaksanaan. Jadi non-Buddhis tidak selalu harus dari religion/ideology tertentu.

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 02:33:42 PM
Quote from: fabian c on 26 December 2009, 01:41:36 PM
Ada buku yang belum pasti murni atau tidak, dan ada buku yang pasti tercampur aduk, fokus perhatian saya pada buku yang pasti tercampur aduk.
Tidak masalah. Seseorang mengerti ajaran juga bukan semata-mata karena "kitab". Sekarang anggaplah Tipitaka adalah asli tak tercampur. Lalu apakah setiap orang yang membaca, yang merasa memiliki dan mengikuti isi kitab tersebut pasti menjadi orang yang lebih baik? Tidak demikian, bukan?! Sebaliknya orang lain yang membaca, merasa memiliki dan mengikuti isi kitab "campur aduk", apakah melulu menjadi orang bodoh yang tidak bijaksana? Tidak juga, bukan?!

Kebijaksanaan berkembang dengan menyadari kenyataan, bukan dengan mengikuti agama tertentu. Itulah yang saya percaya.


Agama/kitab/bimbingan/ajaran itu ibarat JARI menunjuk REMBULAN...
Ada yang perlu melihat ke JARI untuk menuntun pada REMBULAN...
Ada yang tidak perlu JARI (ataupun memang tidak tersedia JARI) untuk melihat pada REMBULAN...
Nah...
Ada JARI yang sembarang NUNJUK...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:23:07 PM
Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?

Orientasinya berbeda di mana dalam pertanyaan umum tersebut (siapakah orang/Buddha pertama) kita mencari orang tertentu yang tentu saja kita tidak akan temukan, sedangkan dalam pertanyaan saya, tujuannya adalah untuk melihat konsistensi ajaran tentang perbedaan 3 pencapaian tersebut.

Kalau kita berorientasi pada masa-masa lalu (yang tak hingga), maka ga ada yang namanya Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha. Semua hanyalah Savaka Buddha yang muncul pada beda waktu.

dilbert

Quote from: Kainyn_Kutho on 26 December 2009, 02:41:11 PM
Quote from: dilbert on 26 December 2009, 02:23:07 PM
Apakah pertanyaannya menjadi sama, jika ditanyakan, siapakah makhluk pertama di lingkaran samsara 31 alam kehidupan ?

Orientasinya berbeda di mana dalam pertanyaan umum tersebut (siapakah orang/Buddha pertama) kita mencari orang tertentu yang tentu saja kita tidak akan temukan, sedangkan dalam pertanyaan saya, tujuannya adalah untuk melihat konsistensi ajaran tentang perbedaan 3 pencapaian tersebut.

Kalau kita berorientasi pada masa-masa lalu (yang tak hingga), maka ga ada yang namanya Samma Sambuddha atau Pacceka Buddha. Semua hanyalah Savaka Buddha yang muncul pada beda waktu.

Kok savaka Buddha ?  Terminologi savaka buddha saja adalah buddha yang mengikuti ajaran seorang sammasambuddha.
Justru karena ada-nya KAVLING Sammasambuddha dan Pacceka Buddha, itu menjadi argumentasi yang logis tentang apa yang dapat disebut sebagai BUDDHA pertama.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan