Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Lily W

Quote from: Peacemind on 22 November 2009, 08:09:50 PM
For Lily:

Kayaknya sulit untuk memberikan persentase terhadap pelenyapan kilesa pada seorang sotapanna, sakadagami, anagami dan arahat, karena kilesa tidak bisa diukur dengan timbangan atau meteran :D Namun jika seumpamanya setiap belenggu dari 10 belenggu yang harus dihancurkan, masing2 memiliki persentase yang sama, seharusnya seorang anagami dikatakan baru melenyapkan 50 persen dari keseluruhan belenggu karena ia baru melenyapkan 5 belenggu, right?

Be happy.

Menurut Sukong...perhitungan itu kira2 aja... ;D

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

hendrako

Masalahnya.......Apakah seorang Sotapana dapat mengetahui bahwa dirinya adalah Sotapana (atau Sakadagami dan Anagami)?
yaa... gitu deh

dhammasiri

Quote from: hendrako on 22 November 2009, 11:29:54 PM
Masalahnya.......Apakah seorang Sotapana dapat mengetahui bahwa dirinya adalah Sotapana (atau Sakadagami dan Anagami)?

Kalau seorang sotapanna tidak mengetahu bahwa dia adalah sotapanna, atau seorang sakadagami tidak mengerti bahwa dia telah mencapai kesucian sakadagami, tidak ada gunanya pencapaian semacam itu. Logikanya gampang, kalau setelah makan dan kita kenyang, tetapi kita tidak tahu apakah kita sudah kenyang, tidak ada gunanya untuk makan. Kita akan terus makan dan akhirnya kita mati kekenyangan. Jelas orang yang telah mencapai kesucian dia tahu bahwa dia telah mencapai kesucian. Karena itu, dia mengatakan "yaṃ kiñci samudayadhammaṃ, sabbaṃ taṃ nirodhadhammaṃ"
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

hendrako

Quote from: dhammasiri on 22 November 2009, 11:38:51 PM
Quote from: hendrako on 22 November 2009, 11:29:54 PM
Masalahnya.......Apakah seorang Sotapana dapat mengetahui bahwa dirinya adalah Sotapana (atau Sakadagami dan Anagami)?

Kalau seorang sotapanna tidak mengetahu bahwa dia adalah sotapanna, atau seorang sakadagami tidak mengerti bahwa dia telah mencapai kesucian sakadagami, tidak ada gunanya pencapaian semacam itu. Logikanya gampang, kalau setelah makan dan kita kenyang, tetapi kita tidak tahu apakah kita sudah kenyang, tidak ada gunanya untuk makan. Kita akan terus makan dan akhirnya kita mati kekenyangan. Jelas orang yang telah mencapai kesucian dia tahu bahwa dia telah mencapai kesucian. Karena itu, dia mengatakan "yaṃ kiñci samudayadhammaṃ, sabbaṃ taṃ nirodhadhammaṃ"

Merujuk pada Sutta, saya tidak (ato belum?) mendapatkan bahwa ada yg mengetahui dan mengaku dirinya telah mencapai Sotapanna, Sakadagami, dan Anagami. Yang ada hanyalah bahwa Sang Buddha mengetahui dan menyatakan pencapaian seseorang. Berbeda dengan pencapaian Arahat, bahwa yang telah merealisasikannya mengetahui dan mengakui pencapaian ke-arahat-an.
yaa... gitu deh

gajeboh angek

Coba telusuri lagi, anak perempuannya Anathapindika yang bernama Sumana berani manggil bapaknya sendiri adik, karena tahu pencapaiannya lebih tinggi daripada bapaknya yang Sotapanna.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

hendrako

Quote from: gachapin on 23 November 2009, 12:15:43 AM
Coba telusuri lagi, anak perempuannya Anathapindika yang bernama Sumana berani manggil bapaknya sendiri adik, karena tahu pencapaiannya lebih tinggi daripada bapaknya yang Sotapanna.

Thanks Bro, saya coba telusuri lagi.

_/\_
yaa... gitu deh

g.citra

^
^ Karena tau pencapaiannya lebih tinggi ato tau hubungan dengan bapaknya dikehidupan lampau ?

Bisa minta sumbernya ?

Peacemind

Dalam Veḷudvāreyyasutta dari Saṃyuttanikāya, setelah menjelaskan 7 kwalitas yang dimiliki seorang sotapanna, Sang BUddha mengatakan:

"Yato kho, gahapatayo, ariyasāvako imehi sattahi saddhammehi samannāgato hoti imehi catūhi ākaṅkhiyehi ṭhānehi, so ākaṅkhamāno attanāva attānaṃ byākareyya – 'khīṇanirayomhi khīṇatiracchānayoni khīṇatiracchānayoniko khīṇapettivisayo khīṇāpāyaduggativinipāto, sotāpannohamasmi avinipātadhammo niyato sambodhiparāyaṇo'''ti.

"O, perumah tangga, seorang murid mulia yang memiliki 7 hal dan 4 hal yang menyenangkan, jika ia mau, ia bisa menyatakan pada dirinya, 'Saya telah menghancurkan kelahiran di alam neraka bagi diriku, saya telah menghancurkan kelahiran di alam binatang, saya telah menghancurkan kelahiran di alam peta, saya telah menghancurkan kelahiran di alam rendah. Saya adalah seorang pemasuk arus (sotapanna), tidak akan pergi ke alam rendah lagi, telah yakin dan mengarah kepada penerangan".

Sementara itu, dalam Nandamātāsutta dari Anguttaranikāya, di depan Bhikkhu Sāriputta, seorang upasīkā bernama Nandamātā menyatakan dirinya telah mencapai anagami ketika ia mengatakan bahwa ia telah menghancurkan 5 belenggu batin rendah.

Be happy.

Jerry

Dalam pencapaian, mereka yg mencapai biasanya tau. Tapi mereka tidak tau pencapaian orang lain, utk itu butuh verifikasi seorang Buddha.
appamadena sampadetha

g.citra

Quote from: Jerry on 23 November 2009, 12:39:20 AM
Dalam pencapaian, mereka yg mencapai biasanya tau. Tapi mereka tidak tau pencapaian orang lain, utk itu butuh verifikasi seorang Buddha.

Waduh ... yang bener nih ? :D

Ato jangan-jangan ... ?  :-? ...  :))

Peacemind

Quote from: Jerry on 23 November 2009, 12:39:20 AM
Dalam pencapaian, mereka yg mencapai biasanya tau. Tapi mereka tidak tau pencapaian orang lain, utk itu butuh verifikasi seorang Buddha.

Tampaknya memang demikian. Buktinya, dalam Rathavinitasutta, meskipun Bhikkhu Puṇṇamantaniputta yang saat itu adalah seorang arahat bercakap-cakap dengan Bhikkhu Sāriputta, pada awalnya, beliau tidak tahu bahwa orang yang bercakap dengannya adalh Bhikkhu Sāriputta dan dari percakapan di sana, tampaknya beliau juga tidak tahu bahwa orang yang sedang diajak bicara adalah seorang arahat.

Jerry

appamadena sampadetha

tesla

Quote from: Peacemind on 23 November 2009, 12:54:36 AM
Quote from: Jerry on 23 November 2009, 12:39:20 AM
Dalam pencapaian, mereka yg mencapai biasanya tau. Tapi mereka tidak tau pencapaian orang lain, utk itu butuh verifikasi seorang Buddha.

Tampaknya memang demikian. Buktinya, dalam Rathavinitasutta, meskipun Bhikkhu Puṇṇamantaniputta yang saat itu adalah seorang arahat bercakap-cakap dengan Bhikkhu Sāriputta, pada awalnya, beliau tidak tahu bahwa orang yang bercakap dengannya adalh Bhikkhu Sāriputta dan dari percakapan di sana, tampaknya beliau juga tidak tahu bahwa orang yang sedang diajak bicara adalah seorang arahat.

tambahan lagi, ketika bhikkhu Sariputta berusaha mencegah bhikkhu Channa bunuh diri, tampaknya bhikkhu Sariputta juga tidak tau sahabatnya adalah arahat.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Sumedho

walah, dah kelewatan 1 halaman kgk cek 1/2 hari aja....

Quote from: fabian c on 22 November 2009, 03:46:19 PM
Memang kita tidak bisa mengharapkan orang lain selalu sependapat dengan kita, tetapi bila kita mau jujur tanpa buku-buku seperti Visuddhi Magga yang mengulas mengenai meditasi secara lebih detail akan sulit bagi kita memahami Tipitaka. Permasalahannya sistematika sutta tidak hanya dikelompokkan berdasarkan topik, tetapi juga berdasarkan panjangnya sutta dan topik meditasi dalam sutta tidak dikelompokkan secara sistematis.

Mungkin perlu diketahui bahwa Visuddhi Magga ditulis berdasarkan Tipitaka, sehingga sebagian orang mengatakan bahwa Visuddhi Magga adalah ringkasan Tipitaka. Saya memang bukan ahli Tipitaka jadi sulit bagi saya untuk menjawab suatu pertanyaan bila ditanya dimana referensinya di Tipitaka? mungkin kita harus mengajukan pertanyaan seperti ini kepada seorang Tipitaka Dhara. Bagi saya Visuddhi Magga cukup representative sebagai referensi, karena diterima secara luas dikalangan umat Buddha Theravada selama 1500 tahun bahkan dikalangan ahli meditasi yang hebat sekalipun mereka menerima Visuddhi Magga, dan menjadikannya sebagai referensi.

Memang VM bisa membantu kita memahami  Tipitaka akan tetapi saya menemukan ada hal2x yg tidak selalu sejalan. Dalam hal ini seperti kata bro Gachapin, Nikaya mendapatkan prioritas diatas kitab komentar.

Quote
Pertanyaan saya sebelumnya suhu... kalau menurut suhu bagaimana proses lenyapnya tanha?

kalau saya sendiri belum bisa menceritakan menurut pengalaman sendiri, tetapi saya bisa mengutip dari Adittapariyaya Sutta

Quote
"Bhikkhus, when a noble follower who has heard (the truth) sees thus, he finds estrangement in the eye, finds estrangement in forms, finds estrangement in eye-consciousness, finds estrangement in eye-contact, and whatever is felt as pleasant or painful or neither-painful- nor-pleasant that arises with eye-contact for its indispensable condition, in that too he finds estrangement.

"He finds estrangement in the ear... in sounds...

"He finds estrangement in the nose... in odors...

"He finds estrangement in the tongue... in flavors...

"He finds estrangement in the body... in tangibles...

"He finds estrangement in the mind, finds estrangement in ideas, finds estrangement in mind-consciousness, finds estrangement in mind-contact, and whatever is felt as pleasant or painful or neither-painful-nor-pleasant that arises with mind-contact for its indispensable condition, in that too he finds estrangement.



Quote
Ada pertanyaan sedikit nih suhu,
Dimanakah kita melihat anicca, dukkha dan anatta?  umpamanya seseorang sudah belajar mengenai konsep anicca dukkha dan anatta di sekolah dan ia tahu dan sadar bahwa itu semua tak layak dilekati, apakah orang tersebut terlepas dari pandangan salah? Apakah dengan demikian ia sudah memiliki wisdom?
kita melihat anicca, dukkha dan anatta pada khanda kita. Utk contohnya kita bisa merujuk pada SN 25.3: Vinnana Sutta berikut

Quote
Di Savatthi, "Para Bhikkhu, kesadaran-mata adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah. Kesadaran-telinga... Kesadaran hidung... Kesadaran-lidah... Kesadaran-tubuh... Kesadaran intelek adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah.

"Seseorang yang memiliki kepercayaan & keyakinan bahwa fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-berkeyakinan: seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa (puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang, telah merenung dengan sedikit pemahaman, telah menerima fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-Dhamma: Seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa(puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang mengetahui dan melihat fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pemasuk-arus, mantap, tidak akan pernah lagi terlahir dikondisi yang menyedihkan, mengarah pada pembebasan.

Quote
Quotemasa pake nibbana on off/temporary (merasakan nibbana)
Nibbana adalah keadaan batin yang bisa dialami oleh Ariya puggala, mungkin ada baiknya bila suhu berusaha fact finding  bertanya kepada meditator yang cukup terkenal, mungkin Pa Auk Sayadaw atau Sayadaw-Sayadaw pembimbing Vipassana, don't take my word, just look for the truth..

IMO Nibbana itu tidak bisa dialamai oleh Ariya Puggala karena by definition saja tidak kena. Ada kemungkinan penggunaan istilah Nibbana ini yg digunakan lebih meluas dan melenceng dari maknanya. Jika hanya kondisi2x keadaan meditatif, apakah itu Nibbana? Tentu itu bukan. Kita hanya bisa menggunakan logika saja seperti yg dijelaskan dalam  AN 9.34: Nibbana Sutta: Unbinding

QuoteI have heard that on one occasion Ven. Sariputta was staying near Rajagaha in the Bamboo Grove, the Squirrels' Feeding Sanctuary. There he said to the monks, "This Unbinding is pleasant, friends. This Unbinding is pleasant."

When this was said, Ven. Udayin said to Ven. Sariputta, "But what is the pleasure here, my friend, where there is nothing felt?"

"Just that is the pleasure here, my friend: where there is nothing felt. There are these five strings of sensuality. Which five? Forms cognizable via the eye — agreeable, pleasing, charming, endearing, fostering desire, enticing; sounds cognizable via the ear... smells cognizable via the nose... tastes cognizable via the tongue... tactile sensations cognizable via the body — agreeable, pleasing, charming, endearing, fostering desire, enticing. Whatever pleasure or joy arises in dependence on these five strings of sensuality, that is sensual pleasure.

"Now there is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with sensuality, that is an affliction for him. Just as pain arises as an affliction in a healthy person for his affliction, even so the attention to perceptions dealing with sensuality that beset the monk is an affliction for him. Now, the Blessed One has said that whatever is an affliction is stress. So by this line of reasoning it may be known how Unbinding is pleasant.

"Furthermore, there is the case where a monk, with the stilling of directed thoughts & evaluations, enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of composure, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with directed thought, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the fading of rapture, he remains equanimous, mindful, & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasant abiding.' If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with rapture, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the abandoning of pleasure & stress — as with the earlier disappearance of elation & distress — enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither-pleasure-nor-pain. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with equanimity, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the complete transcending of perceptions of [physical] form, with the disappearance of perceptions of resistance, and not heeding perceptions of diversity, [perceiving,] 'Infinite space,' enters & remains in the dimension of the infinitude of space. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with form, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the complete transcending of the dimension of the infinitude of space, [perceiving,] 'Infinite consciousness,' enters & remains in the dimension of the infinitude of consciousness. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with the dimension of the infinitude of space, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the complete transcending of the dimension of the infinitude of consciousness, [perceiving,] 'There is nothing,' enters & remains in the dimension of nothingness. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with the dimension of the infinitude of consciousness, that is an affliction for him...

"Furthermore, there is the case where a monk, with the complete transcending of the dimension of nothingness, enters & remains in the dimension of neither perception nor non-perception. If, as he remains there, he is beset with attention to perceptions dealing with the dimension of nothingness, that is an affliction for him. Now, the Blessed One has said that whatever is an affliction is stress. So by this line of reasoning it may be known how pleasant Unbinding is.

"Furthermore, there is the case where a monk, with the complete transcending of the dimension of neither perception nor non-perception, enters & remains in the cessation of perception & feeling. And, having seen [that] with discernment, his mental fermentations are completely ended. So by this line of reasoning it may be known how Unbinding is pleasant."


Quote
Quote(tanha on off) (LDM on off) (kilesa on off)
Wah untuk ini tak usah Nibbana suhu... Pada Jhana: lobha, dosa, tanha dan beberapa kilesa juga off sementara... dan on lagi sesudah keluar dari Jhana...

saya belum pernah dengar kalo jhana itu LDM dan tanha itu off *bahkan sementara*. Adanya juga sensualitas, tidak ada tanha yg dihilangkan. Yah contohnya tanha yg jadi belenggu/sanyojanna, becoming, not becoming.

Quote
Quote
(arahant on of) dst
Wah? kayaknya saya nggak pernah bilang Arahat on-of  suhu...
Karena Arahat pasti mencapai/mengalami Nibbana, tetapi mencapai/mengalami Nibbana belum tentu Arahat.
nah kalo ini kembali lagi ke definisi nibbana itu. Mencapai Nibbana belum tentu arahant dan mengalami nibbana belum tentu arahant... hmmm....  :-? didalam jhana itu mencapai/mengalami nibbana ?  ::) pada Adittapariyaya Sutta saja cuma bilang dengan contoh demikian bisa dimengerti bahwa nibbana itu pleasant.
There is no place like 127.0.0.1

bond

 Bisakah dijelaskan lebih terperinci apa yg dimaksud menggunakan objek nibbana dalam meditasi (Saat dari sotapana untuk mencapai sakadagami keatas)?

Apakah ada perbedaan mengalami nibbana dan menggunakan objek nibbana?

Kalau dua pertanyaan ini bisa terjawab, maka hal lainnya akan semakin jelas tentang apakah sotapanna telah mengalami nibbana(saupadisesa nibanna) atau hanya melihat/mencicipi nibanna.

salam Dhamma. _/\_

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada