Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Jerry

Quote from: Peacemind on 12 November 2009, 12:27:15 AM
For Dhamma friend, Jerry:

Saya setuju sekali dengan penjelasan anda. Namun ada satu yang masih saya ragukan yaitu tentang Bahiya yang diperkirakan mempunyai abhiññā. Adakah sumber yang mengatakn demikian? Thanks.
_/\_ Sdr Peacemind,

Nah.. ketemu.. Ternyata mencari jerami di dalam tumpukan jarum memang tidak sulit. hehehe.. :D
Tentang jarak dari Supparaka ke Savatthi yg konon jauh itu dapat Anda baca di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?;topic=5337.0

Mettacittena,
_/\_
appamadena sampadetha

Peacemind

Quote from: Jerry on 12 November 2009, 12:47:53 AM
Quote from: Peacemind on 12 November 2009, 12:27:15 AM
For Dhamma friend, Jerry:

Saya setuju sekali dengan penjelasan anda. Namun ada satu yang masih saya ragukan yaitu tentang Bahiya yang diperkirakan mempunyai abhiññā. Adakah sumber yang mengatakn demikian? Thanks.
_/\_ Sdr Peacemind,

Nah.. ketemu.. Ternyata mencari jerami di dalam tumpukan jarum memang tidak sulit. hehehe.. :D
Tentang jarak dari Supparaka ke Savatthi yg konon jauh itu dapat Anda baca di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?;topic=5337.0

Mettacittena,
_/\_

Yap, dah dibaca. Thanks.  Sebenarnya istilah "Sabbattha ekarattiparivāsena" yang diterjemahkn ke Indo sebagai " hanya dalam waktu semalaman" jika diartikan kata demi kata akan menjadi "staying / stopping only for one night everywhere". Dalam hal ini, jika kita menerjemahkan secara literal, selama perjalanan ia beristirahat hanya satu malam. Ini sesuai dengan terjemahan John D. Ireland dalam bukunya "The Udana and Itivuttaka".

Memang menurut Bāhiyasutta dan Kitab Komentar ia berangkat ke Savatthi dari Suppāraka yang berjarak 120 yojana (720 miles) dari Savatthi. Dan Kitab komentar mengatakan bahwa ia memang melakukan perjalanan hanya semalaman. Akan tetapi, kitab komentar tidak mengatakan bahwa Bahiya memiliki kekuatan gaib / abhiññā. Dikatakan bahwa ia bisa melakukan perjalanan hanya semalam karena kekuatan gaib dewa yang mengingatkannya. Smentara itu, kitab komentar yang sama mengatakn bahwa menurut beberapa orang, ia bisa menyelesaikan perjalanannya hanya dalam waktu yang singkat itu melalui kekuatan Sang Buddha.

Be happy.

Jerry

120yojana? 720 mil?? :o Sekitar hampir 1400km kalau saya tidak salah? :o

Karena tidak tahu, asumsi selama ini hanya bahwa dengan kekuatan dewa beliau mampu menempuh jarak demikian. Dan ada pula kemungkinan bahwa beliau memiliki abhinna bukan? Yg jelas bukan dengan kemampuan biasa seseorang dpt melakukan perjalanan demikian dalam waktu semalam. Jelas bagi saya lebih nyambung 'abhinna' dengan kemampuan beliau merealisasi 'kesucian'. Pun andai tidak memiliki abhinna, masih tetap dapat dipahami bagaimana realisasi beliau saat mendengar khotbah singkat Sang Buddha melalui rangkuman berbagai khotbah Sang Buddha dalam sutta2 lain. :)

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

K.K.

Quote from: Jerry on 11 November 2009, 11:22:15 PM
Maaf nyela Bro Kain..
Bagaimana pendapat Anda? Apakah yg dikategorikan berbicara kasar itu diawali dengan niat utk berbicara kasar, menyakiti lawan bicara atau tanpa niat?

Jika penilaian berbicara kasar berdasarkan dari perasaan orang yg mendengar kata2 lawan bicara, maka hal itu subjektif sekali.. Tidak dapat dijadikan patokan. Bagaimana perkataan Sang Buddha ttg penilaiannya thdp putri seorang brahmana memberi pengertian yg berbeda pd kedua orang tua brahmana tsb, yaitu pencapaian kesucian dan bagaimana kalimat yg sama membuat putri tsb menjadi membenci Sang Buddha.
Bahkan jika Anda berbicara tanpa niat utk tidak sopan apalagi kasar, tetapi dengan cara yg sama seperti Anda berbicara pd seorang biasa, padahal Anda berbicara dengan seorang nigrat atau raja, Anda akan dinilai berbicara kasar. Sedangkan arahat Pilindavaccha itu berbicara tanpa niat utk mengasari atau menyakiti lawan bicara, bukankah hal tsb telah diklarifikasi Sang Buddha sendiri pd akhir cerita? :D
Intinya dikatakan semua harus melewati JMB 8 untuk mencapai magga-phala. JMB 8 memuat tidak bicara kasar, bukan "tidak bermaksud bicara kasar" yang seharusnya dimuat dalam Samma Sankhappa, bukan Samma Vaca. Dengan demikian, fakta ada Arahat bicara kasar membuat kontradiksi. Buddha memang membenarkan Pilinda Vaca yang tidak memiliki niat buruk, tetapi adalah fakta bahwa tindakan Pilinda Vaca tidak bersesuaian dengan JMB 8. Lebih jauh lagi, pada akhir cerita, Buddha memberikan syair berikut:
"Dia kusebut brahmana, yang berbicara lembut, membangun, dan berkata benar, dan tidak menyinggung siapa pun dengan ucapannya." Apakah tidak ada yang tersinggung dengan ucapan Pilinda Vaca, atau Pilinda Vaca bukan seorang Brahmana?

Pendapat saya sederhana, JMB 8 bisa saja merupakan jalan menuju magga-phala, namun bukan satu-satunya jalan di mana semua ariya mesti melewati jalan tersebut. Kita tahu bahwa dari pikiran, ucapan, perbuatan badani, yang menentukan adalah pikiran. Kalau mau konsisten demikian, seharusnya Samma Vaca dan Samma Kammanta tidak perlu ada, karena sudah termuat dalam Samma Sankappa.


bond

 [at]  kainyn

JMB 8 itu satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi berkaitan sama vacca ada hubungannya dengan pikiran benar yg mengandung niat. Benar kata mas jerry, kalau melihatnya melulu dari pendengar menjadi subjektif dan relatif. Bagaimana mungkin sesuatu yg relatif dipersamakan pada realita yg hakiki.

Yg Anda bold 'tidak menyinggung siapapun dengan ucapannya', kembali kepada kedewasaan pendengarnya. Kalau pendengarnya sensi maka justifikasi terhadap sama vacca menjadi kabur. Contoh telah diberikan jelas oleh mas Jerry ttg ucapan Sang Buddha terhadap seorang putri brahmana. Dalam hal ini apakah Buddha lebih rendah dari brahmana atau Buddha sempurna dalam ucapannya?, dan karena terdengar kasar dan menyinggung lalu dapatkah Buddha juga dikatakan tidak Samma vacca?


Melihat Samma vacca haruslah tidak juga dilihat melulu dari respon pendengar tetapi lebih kepada proses pikiran yg muncul sebelum kata2 itu terucap dalam hal ini sebagai pencetus adalah niat dan kebijaksanaan dan kondisi batin seseorang.

Menurut bro kainyn pribadi, apa definisi sama vacca? dan apa definisi tidak bicara kasar?

_/\_

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: bond on 12 November 2009, 09:23:21 AM
[at]  kainyn

JMB 8 itu satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi berkaitan sama vacca ada hubungannya dengan pikiran benar yg mengandung niat. Benar kata mas jerry, kalau melihatnya melulu dari pendengar menjadi subjektif dan relatif. Bagaimana mungkin sesuatu yg relatif dipersamakan pada realita yg hakiki.

Yg Anda bold 'tidak menyinggung siapapun dengan ucapannya', kembali kepada kedewasaan pendengarnya. Kalau pendengarnya sensi maka justifikasi terhadap sama vacca menjadi kabur. Contoh telah diberikan jelas oleh mas Jerry ttg ucapan Sang Buddha terhadap seorang putri brahmana. Dalam hal ini apakah Buddha lebih rendah dari brahmana atau Buddha sempurna dalam ucapannya?, dan karena terdengar kasar dan menyinggung lalu dapatkah Buddha juga dikatakan tidak Samma vacca?
Dalam kasus Magandhiya, Buddha tidak berkata kasar apa pun, hanya mengungkapkan kebenaran saja bahwa tubuh sebetulnya kotoran yang dibungkus kulit. Berbeda dengan kasus Pilinda Vaca, ia terbiasa memanggil orang dengan "vasala" walaupun orang tersebut berasal dari kasta tinggi.


QuoteMelihat Samma vacca haruslah tidak juga dilihat melulu dari respon pendengar tetapi lebih kepada proses pikiran yg muncul sebelum kata2 itu terucap dalam hal ini sebagai pencetus adalah niat dan kebijaksanaan dan kondisi batin seseorang.

Menurut bro kainyn pribadi, apa definisi sama vacca? dan apa definisi tidak bicara kasar?

_/\_
Saya setuju bahwa semua dikembalikan pada diri sendiri, kembali kepada pikiran. Oleh karena itu, samma vaca (ucapan benar) dan samma kammanta (perbuatan benar) sifatnya relatif terhadap samma sankappa (pikiran benar) karena semua kembali lagi pada "niat"-nya. Karena berkenaan dengan pikiran, dhamma tidak mungkin disistematisasi secara kasar. Secara umum, mungkin bisa, seperti halnya JMB 8 saya lihat sebagai "panduan umum" yang bermanfaat. Tetapi kalau "dipatok" sebagai harga mati, saya rasa itu keliru.

Samma Vaca definisi saya secara sederhana adalah ucapan yang keluar dari pikiran benar.


dhammasiri

QuotePendapat saya sederhana, JMB 8 bisa saja merupakan jalan menuju magga-phala, namun bukan satu-satunya jalan di mana semua ariya mesti melewati jalan tersebut. Kita tahu bahwa dari pikiran, ucapan, perbuatan badani, yang menentukan adalah pikiran. Kalau mau konsisten demikian, seharusnya Samma Vaca dan Samma Kammanta tidak perlu ada, karena sudah termuat dalam Samma Sankappa.
Apakah benar Anda ingin konsisten? Kalau memang mau konsisten, mestinya faktor-faktor yang lain dari JMB 8 selain sammā-sankappa dibuang saja. Bukankah sammā-diṭṭhi, sammā-vayama, sammā-sati dan sammā-samādhi sumbernya adalah pikiran? Kalau memang begitu, tidak perlu ada JMB 8 karena sammā-saṅkappa sudah cukup untuk mewakili semua unsur JMB 8. Bagaimana pendapat anda?
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

bond

Quote from: Kainyn_Kutho on 12 November 2009, 10:26:18 AM
Quote from: bond on 12 November 2009, 09:23:21 AM
[at]  kainyn

JMB 8 itu satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi berkaitan sama vacca ada hubungannya dengan pikiran benar yg mengandung niat. Benar kata mas jerry, kalau melihatnya melulu dari pendengar menjadi subjektif dan relatif. Bagaimana mungkin sesuatu yg relatif dipersamakan pada realita yg hakiki.

Yg Anda bold 'tidak menyinggung siapapun dengan ucapannya', kembali kepada kedewasaan pendengarnya. Kalau pendengarnya sensi maka justifikasi terhadap sama vacca menjadi kabur. Contoh telah diberikan jelas oleh mas Jerry ttg ucapan Sang Buddha terhadap seorang putri brahmana. Dalam hal ini apakah Buddha lebih rendah dari brahmana atau Buddha sempurna dalam ucapannya?, dan karena terdengar kasar dan menyinggung lalu dapatkah Buddha juga dikatakan tidak Samma vacca?
Dalam kasus Magandhiya, Buddha tidak berkata kasar apa pun, hanya mengungkapkan kebenaran saja bahwa tubuh sebetulnya kotoran yang dibungkus kulit. Berbeda dengan kasus Pilinda Vaca, ia terbiasa memanggil orang dengan "vasala" walaupun orang tersebut berasal dari kasta tinggi.

Jika demikian yg terjadi adalah subjektifitas dari pendengar bukan? Jika Sang Buddha tidak berbicara kasar saja melainkan kebenaran juga dianggap kasar/penghinaan bagi si putri brahmana tsb .  Demikian pula dengan Pilinda Vaca. Yg tentunya telah dijelaskan oleh Sang Buddha mengapa hal itu terjadi, dan saya yakin apa yg sering dikatakan Pilinda Vaca tidak semua orang merasa tersinggung. Dan mungkin dengan keberadaan Sang Buddha, mereka yg menganggap kasar(subjektif) memerlukan konfirmasi tentang apa yg terjadi agar terhindar dari penilaian yg spekulatif.


QuoteMelihat Samma vacca haruslah tidak juga dilihat melulu dari respon pendengar tetapi lebih kepada proses pikiran yg muncul sebelum kata2 itu terucap dalam hal ini sebagai pencetus adalah niat dan kebijaksanaan dan kondisi batin seseorang.[/color][/size]

Menurut bro kainyn pribadi, apa definisi sama vacca? dan apa definisi tidak bicara kasar?

_/\_
Saya setuju bahwa semua dikembalikan pada diri sendiri, kembali kepada pikiran. Oleh karena itu, samma vaca (ucapan benar) dan samma kammanta (perbuatan benar) sifatnya relatif terhadap samma sankappa (pikiran benar) karena semua kembali lagi pada "niat"-nya. Karena berkenaan dengan pikiran, dhamma tidak mungkin disistematisasi secara kasar. Secara umum, mungkin bisa, seperti halnya JMB 8 saya lihat sebagai "panduan umum" yang bermanfaat. Tetapi kalau "dipatok" sebagai harga mati, saya rasa itu keliru.

Secara format tentu tidak perlu harga mati seperti yg bro pernah uraikan bukan? tetapi secara nilai itu harga mati yg harus dilalui untuk menjadi seorang ariya.

Samma Vaca definisi saya secara sederhana adalah ucapan yang keluar dari pikiran benar. --->great


Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: dhammasiri on 12 November 2009, 10:43:56 AM
QuotePendapat saya sederhana, JMB 8 bisa saja merupakan jalan menuju magga-phala, namun bukan satu-satunya jalan di mana semua ariya mesti melewati jalan tersebut. Kita tahu bahwa dari pikiran, ucapan, perbuatan badani, yang menentukan adalah pikiran. Kalau mau konsisten demikian, seharusnya Samma Vaca dan Samma Kammanta tidak perlu ada, karena sudah termuat dalam Samma Sankappa.
Apakah benar Anda ingin konsisten? Kalau memang mau konsisten, mestinya faktor-faktor yang lain dari JMB 8 selain sammā-sankappa dibuang saja. Bukankah sammā-diṭṭhi, sammā-vayama, sammā-sati dan sammā-samādhi sumbernya adalah pikiran? Kalau memang begitu, tidak perlu ada JMB 8 karena sammā-saṅkappa sudah cukup untuk mewakili semua unsur JMB 8. Bagaimana pendapat anda?

Saya beri contoh. Saya setuju sebaiknya kita bicara tidak kasar. Tetapi apakah bicara baik-baik yang bukan bohong, bukan gossip selalu merupakan ucapan benar? Misalnya ada orang menguraikan dhamma dengan kata-kata sopan, namun ia ingin menyinggung orang lain, didasari kekesalan dan kebencian, bagi saya itu bukan Samma Vaca, walaupun secara umum saya setuju Samma Vaca adalah perkataan tidak kasar.

Apakah perlu point-point dalam Samma Vaca kemudian dibuang demi konsistensi? Buat saya tidak, karena saya memang tidak mengatakan jalan magga-phala HANYA JMB 8, di mana semua pasti lewat sana (sehingga terjadi inkonsistensi dengan kasus Pilinda Vaca). Berbeda dengan anda yang mengatakan "semua harus lewat JMB 8", maka mungkin sudah saatnya anda merevisi konsistensi JMB 8 menjadi JMB 1 atau 2 saja.


Peacemind

For all Dhamma friends:

Berbicara mengenai 'bicara yang tampaknya kasar', Sang Buddha terkadang juga mengeluarkan kata2 demikian. Satu contoh, dalam Vinayapiṭaka, ketika beliau mengecam bhikkhu Sudhinna yang melakukan hubungan seks dengan mantan istrinya, beliau mengatakan:

"Varaṃ te, moghapurisa,   kaṇhasappassa   mukhe   aṅgajātaṃ   pakkhittaṃ,   na   tveva  mātugāmassa  aṅgajāte  aṅgajātaṃ pakkhittaṃ - O, manusia kosong, akan lebih baik bagimu untuk memasukkan organ seksmu ke mulut ular hitam, daripada memasukkan organ seksmu ke organ seks wanita".

Meskipun Sang BUddha mengatakan kata2 yang kedengarannya kasar, ini tidak bisa dikatakn sebagai micchavācā karena beliau mengatakan kebenaran. Beliau tidak memiliki niat yang jahat atau kebencian ketika mengatakn demikian. Di samping itu, di Vinaya sendiri, ada satu peraturan bahwa ketika seorang bhikkhu melakukan pelanggaran berat dan musti direhabilitasi, pertama yang harus dilakukan sangha adalah mengecam (rebuke / codana) bhikkhu tersebut. Alasannya, jika ia tidak dikecam terlebih dahulu, ia akan menganggap enteng pelanggaran yang dilakukan tersbt dan memungkinnnya untuk melakukan pelanggaran yang sama di kemudian hari. Sebaliknya, jika ia dikecam terlebih dahulu, ia akn memiliki pengendalian diri di masa datang. Kecaman yang tampak kasar ini tidak bisa dikatakn sebagai micchavācā, bahkan ini bisa dikatakan sebagai sammāvācā (ucapan benar) karena memang diperlukan saat itu.

Be happy.

K.K.

Quote from: Peacemind on 12 November 2009, 11:12:04 AM
For all Dhamma friends:

Berbicara mengenai 'bicara yang tampaknya kasar', Sang Buddha terkadang juga mengeluarkan kata2 demikian. Satu contoh, dalam Vinayapiṭaka, ketika beliau mengecam bhikkhu Sudhinna yang melakukan hubungan seks dengan mantan istrinya, beliau mengatakan:

"Varaṃ te, moghapurisa,   kaṇhasappassa   mukhe   aṅgajātaṃ   pakkhittaṃ,   na   tveva  mātugāmassa  aṅgajāte  aṅgajātaṃ pakkhittaṃ - O, manusia kosong, akan lebih baik bagimu untuk memasukkan organ seksmu ke mulut ular hitam, daripada memasukkan organ seksmu ke organ seks wanita".

Meskipun Sang BUddha mengatakan kata2 yang kedengarannya kasar, ini tidak bisa dikatakn sebagai micchavācā karena beliau mengatakan kebenaran.
Dikatakan kebenaran karena menurut Buddha, memasukkan organ seks ke mulut ular berbisa bisa menyebabkan kematian atau penderitaan tubuh, tetapi tidak menyebabkan turun ke alam celaka; sedangkan memasukkan organ seksnya ke organ seks wanita (karena ia seorang Brahmacariya) akan menyebabkannya turun ke alam celaka setelah kematian. Itulah kebenarannya.

Dalam kasus Pilinda Vaca, seseorang yang bukan dari kasta vasala disebut vasala, adakah kebenaran di sana?


QuoteBeliau tidak memiliki niat yang jahat atau kebencian ketika mengatakn demikian. Di samping itu, di Vinaya sendiri, ada satu peraturan bahwa ketika seorang bhikkhu melakukan pelanggaran berat dan musti direhabilitasi, pertama yang harus dilakukan sangha adalah mengecam (rebuke / codana) bhikkhu tersebut. Alasannya, jika ia tidak dikecam terlebih dahulu, ia akan menganggap enteng pelanggaran yang dilakukan tersbt dan memungkinnnya untuk melakukan pelanggaran yang sama di kemudian hari. Sebaliknya, jika ia dikecam terlebih dahulu, ia akn memiliki pengendalian diri di masa datang. Kecaman yang tampak kasar ini tidak bisa dikatakn sebagai micchavācā, bahkan ini bisa dikatakan sebagai sammāvācā (ucapan benar) karena memang diperlukan saat itu.

Be happy.

Pertanyaan saya sederhana. Samma Vaca mencakup "tidak berkata kasar" ataukah "tidak memiliki niat jahat dalam bicara" ?


Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 12 November 2009, 11:28:59 AM
QuoteBeliau tidak memiliki niat yang jahat atau kebencian ketika mengatakn demikian. Di samping itu, di Vinaya sendiri, ada satu peraturan bahwa ketika seorang bhikkhu melakukan pelanggaran berat dan musti direhabilitasi, pertama yang harus dilakukan sangha adalah mengecam (rebuke / codana) bhikkhu tersebut. Alasannya, jika ia tidak dikecam terlebih dahulu, ia akan menganggap enteng pelanggaran yang dilakukan tersbt dan memungkinnnya untuk melakukan pelanggaran yang sama di kemudian hari. Sebaliknya, jika ia dikecam terlebih dahulu, ia akn memiliki pengendalian diri di masa datang. Kecaman yang tampak kasar ini tidak bisa dikatakn sebagai micchavācā, bahkan ini bisa dikatakan sebagai sammāvācā (ucapan benar) karena memang diperlukan saat itu.

Be happy.

Pertanyaan saya sederhana. Samma Vaca mencakup "tidak berkata kasar" ataukah "tidak memiliki niat jahat dalam bicara" ?

Menurut saya, Samma Vaca mencakup "tidak berkata kasar" dan "tidak memiliki niat jahat dalam berbicara".

Bro Kainyn, boleh disharing pada kami semua: "Apa pendapat Sang Buddha tentang ucapan yang dilontarkan oleh Pilindavaccha itu?"

K.K.

Quote from: upasaka on 12 November 2009, 11:59:06 AM
Menurut saya, Samma Vaca mencakup "tidak berkata kasar" dan "tidak memiliki niat jahat dalam berbicara".

Bro Kainyn, boleh disharing pada kami semua: "Apa pendapat Sang Buddha tentang ucapan yang dilontarkan oleh Pilindavaccha itu?"

Menurut Buddha, Thera Vaccha berkata demikian karena kebiasaan lampau, bukan karena niat jahat, sebab Arahat tidak mungkin menyakiti orang lain.

Nevada

Quote from: Kainyn_Kutho on 12 November 2009, 01:01:53 PM
Quote from: upasaka on 12 November 2009, 11:59:06 AM
Menurut saya, Samma Vaca mencakup "tidak berkata kasar" dan "tidak memiliki niat jahat dalam berbicara".

Bro Kainyn, boleh disharing pada kami semua: "Apa pendapat Sang Buddha tentang ucapan yang dilontarkan oleh Pilindavaccha itu?"

Menurut Buddha, Thera Vaccha berkata demikian karena kebiasaan lampau, bukan karena niat jahat, sebab Arahat tidak mungkin menyakiti orang lain.


Apakah Anda setuju dengan pendapat Sang Buddha?

K.K.