Mungkinkah orang yang telah mencapai Sotapanna pindah agama?

Started by dhammasiri, 11 November 2009, 09:29:47 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

DragonHung

Saya pernah dengar dari guru saya, seorang buddhis yg sudah melaksanakan wisudi tri sarana, kemudian berpindah agama lain, terus misalnya suatu saat akan kembali ke agama buddha, katanya sih tidak akan bisa mencapai sotapanna lagi, karena 3 perlindungannya telah pecah.

Masih mendingan bagi yg beragama lain kemudian masuk agama buddha. Orang yg demikian masih lebih besar kemungkinannya mencapai tingkat sotapanna.

Mohon koreksi jika salah.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

gajeboh angek

Pertama-tama itu dua ayat dicompress jadi satu,
bait-bait terakhir juga berbeda artinya.

Dan 75% terjemahan yang saya lihat di internet selalu menghilangkan dipuji/dicela para bijaksana.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Peacemind

Quote from: Johsun on 11 November 2009, 12:02:17 PM
Tlg sbutin bgaimana kita bs tahu si x sdah jd sotapanna? Ciri2nya bgaimana tuh? Menurutmu, si Peacemind mrupakan seorang sotapanna gak?

Hi...Peacemind yang mana? saya? Kalau saya sotapanna, gak mungkin saya ikut berdebat di sini lah...  ;D

I am just a normal person!

char101

Quote from: gachapin on 11 November 2009, 12:47:34 PM
Pertama-tama itu dua ayat dicompress jadi satu,
bait-bait terakhir juga berbeda artinya.

Dan 75% terjemahan yang saya lihat di internet selalu menghilangkan dipuji/dicela para bijaksana.

Bener juga, terjemahan bebas sepertinya ;D

Anyway, menurut saya kalama sutta dan ehipassiko itu overrated. Kalau orang saddha-nya kurang, bisa jadi skeptis, semua hal dipertanyakan, padahal pengertian benar hanya bisa datang lewat praktek.

Peacemind

Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 09:29:47 AM
Dear friend,
Kadang kita menemukan orang yang beragama Buddha, atau gampangnya mengaku beragama Buddha, kemudian pindah agama, atau masih tetap mengaku beragama Buddha tetapi juga meyakini dan mempraktikkan agama lain. Yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin seorang yang telah mencapai kesucian sotapanna berpindah agama? Mungkinkah orang yang telah melihat Nibbāna masih percaya dan mempraktikkan ajaran agama lain?
Thanks

Anda juga bisa bertanya, "Apakah seseorang yang sedang duduk di atas gunung yakin bahwa dirinya sedang duduk di atas meja"? hehehe....  :)

Johsun

 [at] pismen, jadi kalau orang yg dah capai sotapanna gak main internet lagi yo? Jdi ngapain aja dia ya?Apakah satu harian pull meditasi? Apakah sotapanna itu haruz bhikkhu?
CMIIW.FMIIW.

K.K.

Quote from: DragonHung on 11 November 2009, 12:45:13 PM
Saya pernah dengar dari guru saya, seorang buddhis yg sudah melaksanakan wisudi tri sarana, kemudian berpindah agama lain, terus misalnya suatu saat akan kembali ke agama buddha, katanya sih tidak akan bisa mencapai sotapanna lagi, karena 3 perlindungannya telah pecah.

Masih mendingan bagi yg beragama lain kemudian masuk agama buddha. Orang yg demikian masih lebih besar kemungkinannya mencapai tingkat sotapanna.

Mohon koreksi jika salah.

Meragukan sekali. Apakah karena "wisudi tri-sarana" itu ada kekuatan tertentu?

Johsun

 [at] gachapin, mana sutta yg tuliz kalau mau tau siapa yg cpai sotapanna harus trlbh dulu cpai sakadagami?
[at] char101,
tlg dnk brikan kalama sutta yg trjemahan sbnarnya, thank you.
CMIIW.FMIIW.

bond

Quote from: DragonHung on 11 November 2009, 12:45:13 PM
Saya pernah dengar dari guru saya, seorang buddhis yg sudah melaksanakan wisudi tri sarana, kemudian berpindah agama lain, terus misalnya suatu saat akan kembali ke agama buddha, katanya sih tidak akan bisa mencapai sotapanna lagi, karena 3 perlindungannya telah pecah.

Masih mendingan bagi yg beragama lain kemudian masuk agama buddha. Orang yg demikian masih lebih besar kemungkinannya mencapai tingkat sotapanna.

Mohon koreksi jika salah.


Apa bedanya dengan orang yg sudah di wisudi tri sarana, tetapi tidak menjalankan sila dengan baik tetapi tetap beragama Buddha, apakah perlindungan itu tidak pecah juga? dibandingkan setelah orang pindah keagama lain dan sadar akan kekurangannya dan memperbaiki segala sisi sila samadhi panna dan kembali ke agama Buddha?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

dhammasiri

Quote from: Peacemind on 11 November 2009, 11:05:36 AM
Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 10:54:00 AM
Quote from: Peacemind on 11 November 2009, 10:31:14 AM
Saya memiliki pertanyaan lain. Apakah seseorang yang telah mencapai sotapanna tidak mempercayai Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai Jalan untuk mencapai kesucian?

Thanks.
Kalau memang tidak percaya, apakah ada jalan lain? Kalau memang tidak percaya, berarti dia telah menggunakan jalan lain. Lalu jalan apakah itu? Seperti Bahiya Darucciriya, yang paling cepat merealisasi Nibbāna sekalipun, saya yakin tetap menggunakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dia tetap membutuhkan Sīla, Samādhi, dan Paññā untuk merealisasi Nibbāna. Kalau kita melihat definisi-definisi Nibbāna dalam sutta, Nibbāna mengacu pada kematangan atau kedewasaan dalam pengalaman batin (maturity of mental experience). Kedewasaan batin tidak mungkin dicapai tanpa sīla, samādhi dan paññā.

Seperti yang diketahui bahwa pertapa Bahiya mencapai kesucian arahat setelah mendengar khotbah singkat Sang Buddha. Dalam khotbah tersebut, tampak Sang BUddha tidak menjelaskan mengenai Sīla. Bisakah anda menjelaskan secara lebih jelas bagaimana pertapa Bahiya memperoleh kesempurnaan dalam Sīla untuk mencapai kesucian arahat pada saat itu?

Thanks.
Saat Sang Buddha menjelaskan ajaranNya kepada Bahiya, memang beliau tidak menyinggung soal sīla. Akan tetapi, Bahiya adalah seorang praktisi yang tekun. Dalam Aṭṭhakathā diceritakan bahwa dia dihormati oleh orang-orang yang menjadi pendukungnya. Karena itu, ia pun berkesimpulan bahwa dirinya adalah orang yang telah tercerahkan. Saya pikir kalau Bahiya tidak memiliki moralitas sulit baginya mendapatkan penghormatan dari pendukungnya kalau dia tidak memiliki moral yang baik.
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

Peacemind

Quote from: Johsun on 11 November 2009, 01:07:23 PM
[at] pismen, jadi kalau orang yg dah capai sotapanna gak main internet lagi yo? Jdi ngapain aja dia ya?Apakah satu harian pull meditasi? Apakah sotapanna itu haruz bhikkhu?

Tanya aja sama yang sudah sotapanna lah..supaya lebih jelas.  Sotapanna harus bhikkhu? I don't think so. :D

Peacemind

Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 01:27:42 PM
Quote from: Peacemind on 11 November 2009, 11:05:36 AM
Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 10:54:00 AM
Quote from: Peacemind on 11 November 2009, 10:31:14 AM
Saya memiliki pertanyaan lain. Apakah seseorang yang telah mencapai sotapanna tidak mempercayai Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai Jalan untuk mencapai kesucian?

Thanks.
Kalau memang tidak percaya, apakah ada jalan lain? Kalau memang tidak percaya, berarti dia telah menggunakan jalan lain. Lalu jalan apakah itu? Seperti Bahiya Darucciriya, yang paling cepat merealisasi Nibbāna sekalipun, saya yakin tetap menggunakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dia tetap membutuhkan Sīla, Samādhi, dan Paññā untuk merealisasi Nibbāna. Kalau kita melihat definisi-definisi Nibbāna dalam sutta, Nibbāna mengacu pada kematangan atau kedewasaan dalam pengalaman batin (maturity of mental experience). Kedewasaan batin tidak mungkin dicapai tanpa sīla, samādhi dan paññā.

Seperti yang diketahui bahwa pertapa Bahiya mencapai kesucian arahat setelah mendengar khotbah singkat Sang Buddha. Dalam khotbah tersebut, tampak Sang BUddha tidak menjelaskan mengenai Sīla. Bisakah anda menjelaskan secara lebih jelas bagaimana pertapa Bahiya memperoleh kesempurnaan dalam Sīla untuk mencapai kesucian arahat pada saat itu?

Thanks.
Saat Sang Buddha menjelaskan ajaranNya kepada Bahiya, memang beliau tidak menyinggung soal sīla. Akan tetapi, Bahiya adalah seorang praktisi yang tekun. Dalam Aṭṭhakathā diceritakan bahwa dia dihormati oleh orang-orang yang menjadi pendukungnya. Karena itu, ia pun berkesimpulan bahwa dirinya adalah orang yang telah tercerahkan. Saya pikir kalau Bahiya tidak memiliki moralitas sulit baginya mendapatkan penghormatan dari pendukungnya kalau dia tidak memiliki moral yang baik.

Dan dalam Aṭṭhakathā pun, tampak sekali bahwa sejak awal beliau sudah membohongi banyak orang karena ketika orang2 menganggap dia pertapa, ia hanya menerima anggapan2 mereka padahal ia tahu bahwa pada awalnya ia bukan seorang pertapa.

Sumedho

soal sila sepertinya ada dibahasan di thread lain bawa moralitas yg mendukung konsentrasi, bukan total super moralitas. right?

soal sotapanna, kan cuma belenggu yg berhubungan dengan pandangannya yg dipatahkan, maen internet mah jalan terrruusss
There is no place like 127.0.0.1

dhammasiri

Quote from: Kainyn_Kutho on 11 November 2009, 11:09:27 AM
Quote from: Peacemind on 11 November 2009, 10:31:14 AM
Saya memiliki pertanyaan lain. Apakah seseorang yang telah mencapai sotapanna tidak mempercayai Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai Jalan untuk mencapai kesucian?

Thanks.
Menurut saya, seorang Sotapanna mengetahui hanya sebatas yang diajarkan. Jika dia diajarkan Jalan Mulia Berunsur Delapan dan mencapai kesucian lewat cara tersebut, maka dia mengetahuinya. Jika dia diajarkan cara yang berbeda, maka pengetahuan dan keyakinannya pun berbeda. Tapi saya rasa tidak perlu menjadi Sotapanna untuk melihat bahwaJalan Mulia Berunsur Delapan adalah sesuatu yang bermanfaat.



Quote from: dhammasiri on 11 November 2009, 10:54:00 AM
Kalau memang tidak percaya, apakah ada jalan lain? Kalau memang tidak percaya, berarti dia telah menggunakan jalan lain. Lalu jalan apakah itu? Seperti Bahiya Darucciriya, yang paling cepat merealisasi Nibbāna sekalipun, saya yakin tetap menggunakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dia tetap membutuhkan Sīla, Samādhi, dan Paññā untuk merealisasi Nibbāna. Kalau kita melihat definisi-definisi Nibbāna dalam sutta, Nibbāna mengacu pada kematangan atau kedewasaan dalam pengalaman batin (maturity of mental experience). Kedewasaan batin tidak mungkin dicapai tanpa sīla, samādhi dan paññā.
Kalau dari pandangan anda, Pilinda Vacca yang tidak memiliki "samma vacca", bagaimana caranya bisa jadi Arahat?


Pilindavaccha memang tergolong orang yang cepla-ceplos dalam bicara. Menurut Aṭṭhakathā, itu telah menjadi kebiasaannya sejak dalam kelahiran yang lampau.
Dalam Abhayarājakumārasutta, dijelaskan bahwa ada delapan bentuk ucapan. Dua di antaranya adalah:
1.   Benar      Bermanfaat         Menyenangkan dan disetujui
2.   Benar     Bermanfaat         Tidak menyenangkan dan tidak disetujui
Saya pikir Pilindavaccha menggunakan theory yang kedua. Ucapannya terasa kasar, namun itu tidak dilandasi oleh niat untuk menghina atau merendahkan orang lain. Kalau memang sammāvāca bisa dikesampingkan, lalu apa gunanya Sang Buddha meletakkan sammāvāca menjadi salah satu elemen dari Jalan Mulia Berunsur Delapan? Sang Buddha menempatkan sammāvāca sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan tentu mempunyai alasan yang jelas.
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai

dhammasiri

Quote from: Johsun on 11 November 2009, 01:07:23 PM
[at] pismen, jadi kalau orang yg dah capai sotapanna gak main internet lagi yo? Jdi ngapain aja dia ya?Apakah satu harian pull meditasi? Apakah sotapanna itu haruz bhikkhu?
Apa yang dimaksud Peacemind adalah bahwa orang-orang yang telah mencapai kesucian sotapanna, akan bekerja dengan serius demi terealisasinya kesucian yang sempurna (arahant). Dia tidak akan menyia-nyiakan waktunya sekedar untuk debat kusir karena hal itu tidak akan membawa manfaat baginya. Yang menjadi tujuan orang yang telah mencapai kesucian sotapanna adalah menyelesaikan tugasnya dalam kehidupan sekarang ini juga.
Seorang sotapanna akan melakukan tugas-tugasnya, sesuai dengan profesinya. Kalau dia adalah seorang pengacara, dia tetap akan bekerja seabgai pengacara. Hanya saja mereka akan tampak lebih natural; mereka tidak perlu menyembunyikan sesuatu.
Orang yang telah mencapai kesucian sotapanna tidak mesti akan meditasi seharian dalam arti duduk atau pun berjalan. Dia bisa saja bekerja namun tetap memiliki sati.
Pertanyaan apakah seorang sotapanna mesti bhikkhu adalah pertanyaan yang terlalu klassik. Kalau memang yang mencapai sotapanna mesti bhikkhu, Anatapindika dan Visakhā mestinya bhikkhu dan bhikkhuni dong. Buktinya mereka adalah umat awam yang tetap aktif dalam kehidupa mereka sehari-hari.
Kedamaian dunia tidak akan tercapai bila batin kita tidak damai