Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Started by Edward, 21 February 2009, 03:52:27 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

ryu

Quote from: chingik on 12 July 2011, 01:22:24 PM
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.   

Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.

yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: ryu on 12 July 2011, 02:23:34 PM
yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
Bisa iya, bisa tidak. Tapi seandainya pun tidak disebut sebagai 'menyimpang', tetap jalan Sravaka & Pratyeka adalah bukan jalan yang ideal, bukan pula sebagai fondasi, namun sebuah jalan yang berbeda dari Mahayana.


chingik

Quote from: ryu on 12 July 2011, 11:39:34 AM
mungkin ceritanya mahayana mau menampung semua sehingga sutra2 palsu pun di anggap berharga dan berguna, sehingga ya gado2 lah jadinya. mau tujuan ke ancol, ke nibana, ke surga mana, semua di tampung, akhirnya umat pada bingung :))
Jika bilang ada yg palsu, berarti anda mengakui ada sutra Mahayana yg asli bukan?
Memang benar mahayana sbg sbuah aliran,  tidak luput dari penyusupan sutra palsu yg dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.  Tidak berarti Mahayana dianggap sama palsunya dgn sutra palsu itu.
Sutra2 palsu pernah diklasifikasikan dalam kanon Taisho, tapi orang yang mau belajar pasti sdh mengerti bahwa apa yg asli dan palsu jika telah diklasifikasikan, maka tidak akan terjerumus.  Mereka diarsipkan utk kajian sejarah. 

ryu

Quote from: chingik on 12 July 2011, 02:21:15 PM

Karena anda melihat dari kacamata sektarian, makanya berpikir demikian. 2 klaim kebenaran itu kan dari sudut pandang anda karena terlanjur memposisikan mindset  : "pandangan yg saya pegang ini sdh benar dan yg lain pasti salah".     
seperti telah sy jelaskan ke bro Kainyn, membangun fondasi bukanlah kekeliruan (dlm hal ini mempelajari jalan sravaka), tetapi membangun fondasi tanpa melanjutkan tahapan berikut, apakah bisa dianggap benar? (ini bicara dalam konteks bagi seorang siswa mahayana)

kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

Quote from: ryu on 12 July 2011, 02:23:34 PM
yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
bukan, itu ditujukan ke semua penganut ajaran sesat . Bukan ke sravaka.

chingik

Quote from: ryu on 12 July 2011, 02:37:01 PM
kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?
mungkin mirip seperti ada arahat yg harus melalui jhana ada yg tidak.
tapi menurut saya tidak ada, meskipun terlihat ada, itu pasti karena pd masa kehidupan lalu telah pernah belajar fondasi itu

djoe

Quote from: chingik on 12 July 2011, 12:38:34 PM
Dalam doktrin Mahayana, hinayana tidak dipandang sbg sebuah aliran. 
Jadi hinayana menurut Sutra Mahayana itu ditujukan pada siapa? Ada beberapa bhikkhu sebagai siswa sravaka yang hanya merasa pencapaiannya sudah final dan tidak mau melanjutkan nasihat Buddha. Merekalah yang disebut hinayana. Tidaklah aneh bila Buddha mengkritisi mereka, sama seperti ketika Buddha mengkritisi para pertapa yg berbeda pandangan dengan Buddha.
Sariputta , Mahakasyapa, Moggallana sbg siswa sravaka utama tidak dipandang sebagai hinayana, karena akhirnya mereka juga diramalkan akan menjadi Buddha.
Jadi menjadi hinayana atau tidak, itu tergantung pd aspirasi batin. Bukan berarti seseorang melatih ajaran sravaka lalu disebut hinayana.

Sebagai contoh, Master Yinshun adalah bhiksu Mahayana yang sangat menjunjung tinggi kitab Agama Sutra.
Master Zhiyi (pendiri tradisi Tientai di China) juga mengajar teknik samatha vipasyana kepada kakaknya.
Jadi tidak benar bila semua hal yg berhubungan dengan jalan sravaka dianggap sebagai hinayana.
   

Pandangan seseorang yang menentukan seseorang masuk ke mana, hinayana atau mahayana, Bukan karena sesuatu  yang dipelajarinya, bukan dari hal ekternal. Karena hinayana maupun mahayana bukan aliran.
Seperti seseorang yang berpandang kebenaran hanya ditemukan dalam ajaran dan kitab suci agama saya dan bukan dari yang lain. Jika seseorang berpandangan seperti ini maka cara pandangnya yang menentukan dia masuk kemana, seperti contoh disini orang tersebut masuk ke dalam orang yang berpandangan sempit.
Buddha sendiri menganjurkan untuk mencari kebenaran dalam ajarannya dan bukan mempercayai tanpa menyelidiki. Tidak seperti agama lain pada saat zaman Buddha yang mengatakan ajaran mereka yang paling benar. Buddha tidak seperti itu ketika dalam membabarkan ajaran  kepada umat dari agama lain.

Maka cara pandang seseorang yang menentukan dia berpandangan sempit atau berwawasan luas.

ryu

akhirnya ada orang yang berpandangan luas hadir di sini, mari master beri penjelasan :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: chingik on 12 July 2011, 02:57:10 PM
bukan, itu ditujukan ke semua penganut ajaran sesat . Bukan ke sravaka.

jadi kalau sravaka dibimbing ke jalan mahayana untuk apa?

Quote from: chingik on 12 July 2011, 03:11:45 PM
mungkin mirip seperti ada arahat yg harus melalui jhana ada yg tidak.
tapi menurut saya tidak ada, meskipun terlihat ada, itu pasti karena pd masa kehidupan lalu telah pernah belajar fondasi itu
sekarang kalau arahat disebutnya dasar atau final?

pondasi atau tidak?

harus jadi arahat dulu atau tidak untuk menapaki mahayana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

Quote from: Indra on 12 July 2011, 07:54:42 AM
jadi apakah anda membantah bahwa ikrar demikian itu memang ada dalam sutra mahayana? saya hanya memiliki sumber dalam versi cetakan jadi susah untuk copas. mungkin member lain ada yg bisa membantu?

Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

chingik

Quote from: ryu on 12 July 2011, 05:08:35 PM
jadi kalau sravaka dibimbing ke jalan mahayana untuk apa?
sekarang kalau arahat disebutnya dasar atau final?

pondasi atau tidak?

harus jadi arahat dulu atau tidak untuk menapaki mahayana?

Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Memasuki jalan mahayana  (jalan bodhisatva) tidak ditentukan dari mana status pencapaian seseorang. Sejauh anda membangkitkan aspirasi utk mencapai sama seperti seorang Samyaksambuddha, anda disebut memasuki jalan mahayana walaupun masih awam. Bisa juga anda membangkitkan belas kasih kepada seluruh makhluk, anda menumbuhkan benih mahayanis dalam diri anda. 

dilbert

Quote from: chingik on 12 July 2011, 05:22:34 PM
Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

spekulasi saya... kitab kitab mahayana itu di"tulis" oleh beberapa orang yang tidak memiliki kontinuitas dan kesinambungan doktrin... makanya kadang memuji, kadang merendahkan...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Quote from: chingik on 12 July 2011, 05:45:54 PM
Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Mungkin pengertian samsara berbeda antara Theravada dan Mahayana... Karena menurut Theravada, seseorang yang masih terkondisi dan terlahir di 31 alam itu masih mengalami samsara, Bagaimana menurut Mahayana ? karena para sravaka masih bisa "lanjut"... tentu-nya harus terlahir untuk "lanjut"
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

chingik

Quote from: dilbert on 12 July 2011, 06:04:25 PM
spekulasi saya... kitab kitab mahayana itu di"tulis" oleh beberapa orang yang tidak memiliki kontinuitas dan kesinambungan doktrin... makanya kadang memuji, kadang merendahkan...

lalu kitab nikaya2  yg juga kadang memuji dan kadang merendahkan dianggap terkecuali ?

K.K.

Quote from: chingik on 12 July 2011, 06:12:38 PM
lalu kitab nikaya2  yg juga kadang memuji dan kadang merendahkan dianggap terkecuali ?

Sebetulnya ini topik tetangga (Pertanyaan kritis mengenai Theravada), tapi saya mau minta bocoran dikit, maksudnya bro chingik, dalam nikaya2, apakah yang kadang direndahkan dan kadang dipuji?