Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Started by Edward, 21 February 2009, 03:52:27 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

chingik

Quote from: Kainyn_Kutho on 12 July 2011, 06:31:14 PM
Sebetulnya ini topik tetangga (Pertanyaan kritis mengenai Theravada), tapi saya mau minta bocoran dikit, maksudnya bro chingik, dalam nikaya2, apakah yang kadang direndahkan dan kadang dipuji?

Sebenarnya ungkapan "kadang merendahkan kadang memuji" itu pesepsi pribadi dari bro dilbert. Saya sendiri tidak memandang demikian, atau lebih tepatnya ketika apa yg terlihat memuji siswa sravaka itu hanya utk menyatakan keadaan apa adanya pada diri seorang sravaka. Dan ketika apa yg terlihat seperti merendahkan itu mesti dilihat sbg konteks mengkritisi dari seorang guru Buddha kepada siswanya. Dalam rangkaian Sutra mahayana, bila kita lihat seutuhnya, tidak semestinya melihat sebagai merendahkan, karena semua itu merupakan murid Buddha dan Buddha sebagai guru tentu adalah wajar mengkritisi siswa yang hanya berdiam dalam tahapan sravaka, apalagi terlihat para siswa yang bahkan enggan mendengar wejangan Buddha (lihat Saddharmpundarika , ada 5000 siswa sravaka meninggalkan pesamuan. Tetapi para sravaka agung tidak).

Namun bila konteks ini tetap dipaksakan sebagai memuji dan merendahkan, maka kasus demikian seharusnya memiliki kesamaan dalam kitab2 nikaya, manakala Buddha memuji potensi wanita (wanita bisa menjadi arahat)  sekaligus merendahkan wanita (wanita yg memasuki Sangha dapat membuat umur sasana berkurang).   




chingik

Quote from: dilbert on 12 July 2011, 06:06:45 PM
Mungkin pengertian samsara berbeda antara Theravada dan Mahayana... Karena menurut Theravada, seseorang yang masih terkondisi dan terlahir di 31 alam itu masih mengalami samsara, Bagaimana menurut Mahayana ? karena para sravaka masih bisa "lanjut"... tentu-nya harus terlahir untuk "lanjut"
Iya, mahayana memandang secara berbeda lagi.
Dalam mahayana , siklus kematian dan kelahiran (samsara) bagi seorang arahat,paccekabuddha dan bodhisatva 8 bhumi ke atas telah berakhir. Mereka tidak dilahirkan lagi di triloka. Tetapi mereka masih memliki satu jenis siklus lain , saya hanya bisa terjemahkan bebas dari istilah mandarin "Bian Yi Sheng Si"  yg artinya kira2 sbg siklus perubahan.  Makhluk suci ini seperti inilah yg dikatakan dapat menjelma di triloka dan melakukan aktifitas menyelamatkan makhluk lain. Batin mereka telah bebas dari belenggu dan merealisasi pemahaman anatta, dengan inilah mereka baru dapat benar2 bekerja secara altruis dlm arti yg sesungguhnya. Dengan inilah mereka baru dapat mewujudkan apa yg menjadi cita2 agung, bekerja tanpa jeda demi kebahagiaan makhluk hidup di semesta.
Dalam Mahayana, mencapai kesucian bagi seseorang merupakan akhir dari belenggu siklus samsara (mengakhiri penderitaan sendiri) , pd saat yg sama juga merupakan langkah awal utk bekerja secara penuh  demi menyelamatkan makhluk lain yg tidak dibatasi oleh siklus samsara.     

Indra

Quote from: chingik on 12 July 2011, 01:22:24 PM
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.


Kalau begitu, apakah para praktisi mahayana sudah menamatkan tahapan sravaka-nya hingga melanjutkan kepada tahapan mahayana? ataukah tahapan sravaka ini bersifat optional?

Indra

Quote from: ryu on 12 July 2011, 02:37:01 PM
kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?

saat ini sepertinya bisa, karena banyak praktisi mahayana yg tidak paham hinayana

Indra

Quote from: chingik on 12 July 2011, 05:22:34 PM
Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

itulah maka dikatakan bahwa sutra2 mahayana itu saling kontradiktif satu sama lain, inconsistent

Indra


ryu

Quote from: chingik on 12 July 2011, 05:45:54 PM
Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Memasuki jalan mahayana  (jalan bodhisatva) tidak ditentukan dari mana status pencapaian seseorang. Sejauh anda membangkitkan aspirasi utk mencapai sama seperti seorang Samyaksambuddha, anda disebut memasuki jalan mahayana walaupun masih awam. Bisa juga anda membangkitkan belas kasih kepada seluruh makhluk, anda menumbuhkan benih mahayanis dalam diri anda. 
jadi kalau seorang arahat memberikan pengetahuannya setengah atau seperempat belum lulus ya?, kalau keburu mati bijimana? harus terlahir lagi ya untuk memberikan "semua" ajaannya?

semua ajarannya itu seperti bijimana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

Quote from: Indra on 12 July 2011, 11:30:47 PM
itulah maka dikatakan bahwa sutra2 mahayana itu saling kontradiktif satu sama lain, inconsistent

Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 

dilbert

Quote from: chingik on 13 July 2011, 10:11:23 AM
Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 

mengkritisi murid atas ajaran sravaka yang sudah diajarkan-nya sendiri ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

rooney

Quote from: dilbert on 13 July 2011, 10:38:38 AM
mengkritisi murid atas ajaran sravaka yang sudah diajarkan-nya sendiri ?

Mungkin karena dianggap sudah berpuas diri terhadap pencapaian sravaka  :-?

dilbert

Quote from: rooney on 13 July 2011, 10:44:48 AM
Mungkin karena dianggap sudah berpuas diri terhadap pencapaian sravaka  :-?

murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

ryu

Quote from: dilbert on 13 July 2011, 10:50:36 AM
murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...
ketika belum jadi guru maka percuma jadi murid, percuma jadi arahat juga, bahkan kalau ngajar ga ada yang nerima juga percuma, ga mendapatkan hasil, btw yang nilai si arahat udah total memberi ajaran itu siapa ya?  kalau belom lulus mengajar berarti khan harus terlahir kembali, khan buda juga belom lulus jadi guru juga buktinya masih banyak yang belom menerima buda sebagai guru selamat :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

Quote from: dilbert on 13 July 2011, 10:50:36 AM
murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...

dalam konteks 1 kehidupan mungkin dianggap sudahlah. Tapi Buddhisme mengenal siklus kehidupan sekrang dan akan datang, maka potensi murid utk menjadi guru itu terbuka luas pd masa yg akan datang.

chingik

Quote from: Indra on 12 July 2011, 11:27:03 PM
Kalau begitu, apakah para praktisi mahayana sudah menamatkan tahapan sravaka-nya hingga melanjutkan kepada tahapan mahayana? ataukah tahapan sravaka ini bersifat optional?

Ada yg sudah (contohnya para sravaka agung seperti sariputra, mahakasyapa, dst, ya karena kita bicara dlm ranah mahayana maka tentu para sravaka agung ini jg dipanang sbg praktisi mahayana) dan ada yg belum.
Namun tidak ada ketentuan saat seseorang mengaspirasikan jalan bodhisatva harus menamatkan tahapan sravaka.  Menjalani mana dulu boleh, yg terpenting adalah aspirasi nya. Ketika seseorang tidak mengambil jalan sravaka, sebenarnya tahapan2 bodhisatva yg dia jalani terdapat praktik2 yg yg sama dgn jalan sravaka (seperti 37 bodhipaksa dharma). Atau ketika seseorang menjalani jalan sravaka dengan memiliki cita-cita Sammasambuddha, ya berarti dia mengambil jalur mahayana. 

chingik

Quote from: ryu on 12 July 2011, 11:51:52 PM
jadi kalau seorang arahat memberikan pengetahuannya setengah atau seperempat belum lulus ya?, kalau keburu mati bijimana? harus terlahir lagi ya untuk memberikan "semua" ajaannya?

semua ajarannya itu seperti bijimana?
ga ngerti maksud dan relevansi pertanyaan ini.