Mengapa Aku Memilih Agama Budha

Started by Deva19, 29 November 2009, 03:24:22 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Deva19

#285
Quote
Demikian juga Buddha tidak mengajarkan melihat kebenaran melalui Logic -logic ilusi. Tapi Buddha mengajarkan dari kemurnian dan ketulusan hati yg murni sehingga kebenaran dapat dilihat dengan nyata.

itulah yang saya maksud dari sejak tahun lalu....

yakni sang budha tidak mengajarkan seseorang melalui kesimpulan-kesimpulan.

tetapi mengapa umat budhist yang berdiskusi dengan saya di sini membuat kesimpulan begini dan begitu dengan cara penyimpulan yang tidak syah menurut hukum ilmu logika yang sudah diakui kebenarannya di seluruh dunia serta menyimpulkan dengan suatu cara menyimpulkan yang sang  Budha tidak pernah mengajarkannya sama sekali?

Jerry

Quote from: Deva19 on 14 December 2009, 09:06:46 PM
Quote
Demikian juga Buddha tidak mengajarkan melihat kebenaran melalui Logic -logic ilusi. Tapi Buddha mengajarkan dari kemurnian dan ketulusan hati yg murni sehingga kebenaran dapat dilihat dengan nyata.

itulah yang saya maksud dari sejak tahun lalu....

yakni sang budha tidak mengajarkan seseorang melalui kesimpulan-kesimpulan.

tetapi mengapa umat budhist yang berdiskusi dengan saya di sini membuat kesimpulan begini dan begitu dengan cara penyimpulan yang tidak syah menurut hukum ilmu logika yang sudah diakui kebenaran di seluruh dunia?
Yakin Sang Buddha tidak mengajarkan seseorang melalui kesimpulan? Anda harus baca berkali-kali Sutta Kalama dan mengerti keseluruhan Sutta tsb, dan atas dasar apa Sang Buddha mengajarkan demikian dan kepada siapa Sang Buddha mengatakan demikian. Sang Buddha memang meminta kita utk tidak langsung menerima begitu saja hanya karena kesimpulan, dengan kata lain Sang Buddha meminta kita utk tidak terburu2 menyetujui sebuah kesimpulan. Bukannya meminta kita utk tidak boleh menyetujui kesimpulan.

Tentu saja saya nimbrung ini bukan utk menyerang Anda, melainkan memberitahukan pada Anda. Semoga dimengerti. Kalau Anda baca di Kathavatthu Sutta di forum ini. Di situ tertulis:
Quote "Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, tidak sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, tidak sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya, tidak sesuai dengan prosedur standar, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya, sesuai dengan prosedur standar, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.

appamadena sampadetha

Deva19

Quote from: jerry
Yakin Sang Buddha tidak mengajarkan seseorang melalui kesimpulan?

yakin 100 %

Quote from: jerry
Sang Buddha memang meminta kita utk tidak langsung menerima begitu saja hanya karena kesimpulan, dengan kata lain Sang Buddha meminta kita utk tidak terburu2 menyetujui sebuah kesimpulan. Bukannya meminta kita utk tidak boleh menyetujui kesimpulan.

apakah anda berpikir bahwa saya menyatakan "sang Budha melarang kita untuk menyetujui suatu kesimpulan?"

jika ya, maka kapan dan dimana saya menyatakan begitu?

dan perkataan sang Budha yang anda kutip tersebut bukanlah ajaran sang Budha tentang "bagaimana cara menyimpulkan", tetapi untuk mengidentifikasi, mana orang yang cocok untuk berdiskusi dan mana yang tidak.

Nevada

Quote from: Deva19 on 14 December 2009, 02:18:32 PM
[at]  Upasaka

dalam seni ad hominem, saya hafal betul 55 macam bentuk ad hominem. dengan bentuk-bentuk ad hominem yang telah saya hafal tersebut, maka saya dapat mengidentifikasi pernyataan mana saja yang termasuk ad hominem, dan mana yang bukan. tetapi bila bro upasaka mempunyai kriteria lain tentang mana yang dimaksud dengan ad hominem dan mana yang bukan, ya terserah bro saja. kalau memang anda lebih tahu tentang apa itu ad hominem, maka saya harus belajar dari anda secara bersungguh-sungguh.


kalau boleh saya tanya kepada anda tentang ad hominem,

1. berapa banyak bentuk ad hominem yang anda tahu?
2. apakah anda tahu 7 faktor mental yang melemahkan akal seseorang?
3. apakah ad hominem itu bersifat baik, buruk ataukah netral?
4. apakah anda tahu, bagaimana cara menggunakan ad hominem untuk hal positif?
5. di forum ini, apakah setiap ad hominem tidak boleh digunakan atau hanya sebagainnya saja?
6. apakah definisi argumentun ad hominem menurut anda?

sementara itu saja dulu, pertanyaan lainnya menyusul.

1) Saya tahu ada tiga jenis argumentasi ad hominem.
2) Bentukan-bentukan batin yang melemahkan akal seseorang adalah nafsu-keinginan dan kemelekatan, itikad-itikad jahat, kemalasan, kegelisahan dan kekhawatiran, serta keragu-raguan.
3) Kesepakatan dalam diskusi dewasa ini menilai bahwa ad hominem adalah argumentasi yang bersifat buruk; karena menyerang lawan diskusi secara personal. Menurut saya, ad hominem tidak bisa dipukul rata sebagai argumentasi baik, buruk atau netral. Karena muatannya bergantung pada niat dari pelontar argumen tersebut.
4) Saya tahu bagaimana melontarkan argumentasi ad hominem untuk hal positif.
5) Di Forum DhammaCitta, kami para Moderator cenderung melarang penggunaan abusive ad hominem dalam berdiskusi.
6) Menurut saya, argumentasi ad hominem adalah argumentasi yang dilontarkan oleh seseorang maupun sekelompok kepada orang lain atau kelompok lain dalam diskusi, dimana kandungan argumen itu bersifat menyentil sisi personalitas lawan diskusi.

bond

Quote from: Deva19 on 14 December 2009, 09:06:46 PM
Quote
Demikian juga Buddha tidak mengajarkan melihat kebenaran melalui Logic -logic ilusi. Tapi Buddha mengajarkan dari kemurnian dan ketulusan hati yg murni sehingga kebenaran dapat dilihat dengan nyata.

itulah yang saya maksud dari sejak tahun lalu....

yakni sang budha tidak mengajarkan seseorang melalui kesimpulan-kesimpulan.

tetapi mengapa umat budhist yang berdiskusi dengan saya di sini membuat kesimpulan begini dan begitu dengan cara penyimpulan yang tidak syah menurut hukum ilmu logika yang sudah diakui kebenarannya di seluruh dunia serta menyimpulkan dengan suatu cara menyimpulkan yang sang  Budha tidak pernah mengajarkannya sama sekali?

Syah atau tidak syah itu bersifat relatif bila kita menggunakan takaran batin orang yg masih diliputi kilesa/kotoran batin (dalam hal ini ego). Bila kita mau melihat dengan jernih, biarkan mereka mengalir dengan pendapatnya dan anda memfilternya apakah hal itu bermanfaat bagi perkembangan batin anda. Dan melihat hal itu sebagaimana adanya. Karena hal ini terjadi dimana saja tidak hanya pada umat buddhist yg kebetulan berdiskusi dengan anda. Diluaran sana juga pasti bisa terjadi hal yang sama bila kita bersikeras dengan pola pikir kita sendiri. Anda harus meluweskan batin anda untuk melihat kebenaran dari sesuatu yg mungkin anda tidak dapat terima atau di sukai. Disinilah kecerdasan batin dan kebijaksanaan diperlukan. Dengan demikian anda bisa belajar dari banyak hal bukan saja hal2 yg anda sukai. Itulah Dhamma.

Hukum ilmu logika sekalipun diakui dunia tetapi tidak bisa diterapkan dalam keseluruhan aspek kebenaran/Dhamma yang halus pada khususnya. Logika 1+1 = 2 tetapi dalam hal kebenaran tidak demikian bisa 5, 4, 10. Ini diakibatkan proses sebab akibat yg begitu kompleks. Jadi terapkan bidang keilmuan sesuai konteks dan topik bahasan sehingga menjadi relevan. Banyak hal2 khususnya masalah spritual diluar jangkauan logika. Sebenarnya bukan tidak terjangkau juga tetapi kita membuat batasan logika sebatas kepala kita, tetapi bila anda menjadi sebuah samudra dan memfilternya menjadi air tawar dan bermanfaat maka kemajuan dapat dicapai.

Saya memahami bahwa anda tidak mengharapkan umat buddhis berdiskusi langsung dengan kesimpulan-kesimpulan tetapi melihat dari proses-prosesnya sehingga kebenaran terkuak tetapi ini menjadi hambatan juga karena anda membatasi diri dengan ilmu logika tanpa mencoba melepasnya sejenak dan direnungkan dengan baik. Dalam kesalahan ada pelajaran berharga. 1000 orang ada 1000 pikiran. Kalau saya pinjam teori tetangga mengenai Tai chi maka anda dapat mengerti bagaimana anda harus luwes, terbuka dan berjiwa besar. Dan ini tidak berlaku pada anda saja.

Smoga bermanfaat _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

marcedes

selama saya belajar buddhisme dan belajar banyak sekali dhamma.....saya rasa semakin rumit dan kompleks, membuat saya bingung....

SangBuddha berkata ada 8 jalan mulia...bahkan beberapa aliran memperspesikan macam-macam...
1 jalan saja misalkan Samma-samadhi....ada yg mengatakan butuh pencapaian jhana, ada yg mengatakan tidak butuh...
benar mana? rumit kan..


ketika kita menjadi bingung, itu juga merupakan penderitaan...apakah kita belajar buddha dhamma untuk menderita?.....
semakin kita belajar buddha dhamma, inti pada ajaran tersebut "bahagia"

ada yg bilang intinya "melepas" terserahlah persepsi masing-masing orang..

sudahkah kita mulai melepas sedikit-sedikit semua yang menyebabkan menderita?...saya rasa hal ini yg perlu di renungkan...
tidak ada gunanya melabeli diri adalah "agama Buddha" kalau besok-besok menangis, sedih ,dsb-nya....
apa tidak bosan?

bahkan saya yg sekarang lebih tidak ingat apa-apa saja yg saya pelajari, sutta-sutta , kitab komentar,ataupun wacana buku.....
yg saya tahu "ingin bahagia" dan bebas dari "penderitaan"

selama ada sesuatu yang menyebabkan saya menderita "cobalah lepas pelan-pelan"

pernah bikkhuni Ayya mengatakan "tangan kita jika terekat dengan kuat, lantas di lepas seketika,pastilah kulit kita sakit dan luka akan tetapi jika kita pelan-pelan, menggunakan air/pelumas....hasil nya sempurna"

tidak ada yg instant, semua butuh waktu.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

CHANGE

#291
 [at]  deva19

Saya yakin apapun yang kita pelajari tentu menpunyai tujuan yang sama yakni Kebahagiaan, Pengenalan saya lebih jauh mengenai Buddha Dhamma adalah dimulai dengan sesuatu yang berbeda dengan pola pikir atau konsep saya pribadi, dimana pada awalnya saya TIDAK SETUJU dengan perkataan " Ubah diri sendiri, sebelum merubah orang lain." Karena saya selalu berkonsep Ubahlah orang lain sesuai dengan pola pikir "AKU", maka "AKU" akan berbahagia.

Tetapi kenyataan menunjukkan semakin "AKU" berniat merubah seseorang, yang saya dapatkan adalah Dukkha ( penderitaan ) yakni "kenyataan tidak selalu sama dengan keinginan". Akhirnya sampai hari ini saya mulai sedikit ( tidak banyak ) mengerti  dan memahami perkataan " Ubah diri sendiri, sebelum merubah orang lain." Karena dengan pola pikir ini berarti kita dapat memberikan keteladanan melalui perilaku yang baik. Untuk lebih jelas saya sajikan artikel inspiratif ini.

3 Pintu Kebijaksanaan

Seorang Raja, mempunyai anak tunggal yg pemberani, trampil dan pintar. Untuk menyempurnakan pengetahuannya, ia mengirimnya kepada seorang pertapa bijaksana.

"Berikanlah pencerahan padaku tentang Jalan Hidupku" Sang Pangeran meminta.

"Kata-kataku akan memudar laksana jejak kakimu di atas pasir", ujar Pertapa.

"Saya akan berikan petunjuk padamu, di Jalan Hidupmu engkau akan menemui 3 pintu.

Bacalah kata-kata yang tertulis di setiap pintu dan ikuti kata hatimu.

Sekarang pergilah sang Pertapa menghilang dan Pangeran melanjutkan perjalanannya. Segera ia menemukan sebuah pintu besar yang di atasnya tertulis kata "UBAHLAH DUNIA"

"Ini memang yang kuinginkan" pikir sang Pangeran. "Karena di dunia ini ada hal-hal yang aku sukai dan ada pula hal-hal yang tak kusukai. Aku akan mengubahnya agar sesuai keinginanku"

Maka mulailah ia memulai pertarungannya yang pertama, yaitu mengubah dunia. Ambisi, cita-cita dan kekuatannya membantunya dalam usaha menaklukkan dunia agar sesuai hasratnya. Ia mendapatkan banyak kesenangan dalam usahanya tetapi hatinya tidak merasa damai. Walau sebagian berhasil diubahnya tetapi sebagian lainnya menentangnya.

Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari, ia bertemu sang Pertapa kembali.

"Apa yang engkau pelajari dari Jalanmu ?" Tanya sang Pertapa

"Aku belajar bagaimana membedakan apa yang dapat dilakukan dengan kekuatanku dan apa yang di luar kemampuanku, apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak tergantung padaku" jawab Pangeran

"Bagus! Gunakan kekuatanmu sesuai kemampuanmu. Lupakan apa yang diluar kekuatanmu, apa yang engkau tak sanggup mengubahnya" dan sang Pertapa menghilang.


Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di Pintu kedua yang bertuliskan "UBAHLAH SESAMAMU"

"Ini memang keinginanku" pikirnya. "Orang-orang di sekitarku adalah sumber kesenangan, kebahagiaan, tetapi mereka
juga yang mendatangkan derita, kepahitan dan frustrasi"

Dan kemudian ia mencoba mengubah semua orang yang tak disukainya. Ia mencoba mengubah karakter mereka dan menghilangkan kelemahan mereka. Ini menjadi pertarungannya yang kedua.

Tahun-tahun berlalu, kembali ia bertemu sang Pertapa.

"Apa yang engkau pelajari kali ini?"

"Saya belajar, bahwa mereka bukanlah sumber dari kegembiraan atau kedukaanku, keberhasilan atau kegagalanku. Mereka hanya memberikan kesempatan agar hal-hal tersebut dapat muncul. Sebenarnya di dalam dirikulah segala hal tersebut berakar"

"Engkau benar" Kata sang Pertapa. "Apa yang mereka bangkitkan dari dirimu, sebenarnya mereka mengenalkan engkau pada dirimu sendiri.

Bersyukurlah pada mereka yang telah membuatmu senang & bahagia dan bersyukur pula pada mereka yang menyebabkan derita dan frustrasi.

Karena melalui mereka lah, Kehidupan mengajarkanmu apa yang perlu engkau kuasai dan jalan apa yang harus kau tempuh"


Kembali sang Pertapa menghilang.

Kini Pangeran sampai ke pintu ketiga "UBAHLAH DIRIMU"

"Jika memang diriku sendiri lah sumber dari segala problemku, memang disanalah aku harus mengubahnya". Ia berkata pada dirinya sendiri.

Dan ia memulai pertarungannya yang ketiga. Ia mencoba mengubah karakternya sendiri, melawan ketidak sempurnaannya, menghilangkan kelemahannya, mengubah segala hal yg tak ia sukai dari dirinya, yang tak sesuai dengan gambaran ideal.

Setelah beberapa tahun berusaha, dimana sebagian ia berhasil dan sebagian lagi gagal dan ada hambatan, Pangeran bertemu sang Pertapa kembali.

"Kini apa yang engkau pelajari ?"

"Aku belajar bahwa ada hal-hal di dalam diriku yang bisa ditingkatkan dan ada yang tidak bisa saya ubah"

"Itu bagus" ujar sang pertapa. "Ya" lanjut Pangeran, "tapi saya mulai lelah untuk bertarung melawan dunia, melawan
setiap orang dan melawan diri sendiri. Tidakkah ada akhir dari semuai ini ? Kapan saya bisa tenang ? Saya ingin berhenti bertarung, ingin menyerah, ingin meninggalkan semua ini !"


"Itu adalah pelajaranmu berikutnya" ujar Pertapa. Tapi sebelum itu, balikkan punggungmu dan lihatlah Jalan yang telah engkau tempuh". Dan ia pun menghilang.

Ketika melihat ke belakang, ia memandang Pintu Ketiga dari kejauhan dan melihat adanya tulisan di bagian belakangnya yang berbunyi "TERIMALAH DIRIMU".

Pangeran terkejut karena tidak melihat tulisan ini ketika melalui pintu tsb.

"Ketika seorang mulai bertarung, maka ia mulai menjadi buta" katanya pada dirinya sendiri.

Ia juga melihat, bertebaran di atas tanah, semua yang ia campakkan, kekurangannya, bayangannya, ketakutannya. Ia mulai menyadari bagaimana mengenali mereka, menerimanya dan mencintainya apa adanya.

Ia belajar mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi membandingkan dirinya dengan orang lain, tanpa mengadili, tanpa mencerca dirinya sendiri.

Ia bertemu sang Pertapa, dan berkata "Aku belajar, bahwa membenci dan menolak sebagian dari diriku sendiri sama saja dengan mengutuk untuk tidak pernah berdamai dengan diri sendiri. Aku belajar untuk menerima diriku seutuhnya, secara total dan tanpa syarat."

"Bagus, itu adalah Pintu Pertama Kebijaksanaan" , ujar Pertapa. "Sekarang engkau boleh kembali ke Pintu Kedua"

Segera ia mencapai Pintu Kedua, yang tertulis di sisi belakangnya "TERIMALAH SESAMAMU"

Ia bisa melihat orang-orang di sekitarnya, mereka yang ia suka dan cintai, serta mereka yang ia benci. Mereka yang mendukungnya, juga mereka yang melawannya.

Tetapi yang mengherankannya, ia tidak lagi bisa melihat ketidaksempurnaan mereka, kekurangan mereka. Apa yang sebelumnya membuat ia malu dan berusaha mengubahnya.

Ia bertemu sang Pertapa kembali, "Aku belajar" ujarnya "Bahwa dengan berdamai dengan diriku, aku tak punya sesuatupun untuk dipersalahkan pada orang lain, tak sesuatupun yg perlu ditakutkan dari merela. Aku belajar untuk menerima dan mencintai mereka, apa adanya.

"Itu adalah Pintu Kedua Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa,

"Sekarang pergilah ke Pintu Pertama"

Dan di belakang Pintu Pertama, ia melihat tulisan "TERIMALAH DUNIA"

"Sungguh aneh" ujarnya pada dirinya sendiri "Mengapa saya tidak melihatnya sebelumnya". Ia melihat sekitarnya dan mengenali dunia yang sebelumnya berusaha ia taklukan dan ia ubah.

Sekarang ia terpesona dengan betapa cerah dan indahnya dunia. Dengan kesempurnaannya.

Tetapi, ini adalah dunia yang sama, apakah memang dunia yang berubah atau cara pandangnya?

Kembali ia bertemu dengan sang Pertapa : "Apa yang engkau pelajari sekarang ?"

"Aku belajar bahwa dunia sebenarnya adalah cermin dari jiwaku. Bahwa Jiwaku tidak melihat dunia melainkan melihat dirinya sendiri di dalam dunia. Ketika jiwaku senang, maka dunia pun menjadi tempat yang menyenangkan. Ketika jiwaku muram, maka dunia pun kelihatannya muram.

Dunia sendiri tidaklah menyenangkan atau muram. Ia ADA, itu saja.

Bukanlah dunia yang membuatku terganggu, melainkan ide/konsep yang aku lihat mengenainya. Aku belajar untuk menerimanya tanpa menghakimi, menerima seutuhnya, tanpa syarat.

"Itu Pintu Ketiga Kebijaksanaan" ujar sang Pertapa. "Sekarang engkau berdamai dengan dirimu, sesamamu dan dunia"

Sang pertapa pun menghilang.

Sang pangeran merasakan aliran yang menyejukkan dari kedamaian, ketentraman, yang berlimpah merasuki dirinya. Ia merasa hening dan damai.

Kesimpulan sederhana KEBAHAGIAAN RELATIF dan KEBAHAGIAAN SEJATI adalah DIMULAI dengan "UBAH DIRI SENDIRI, SEBELUM MERUBAH ORANG LAIN". Dan menurut saya inilah cara yang tepat untuk belajar Buddha Dhamma

Semoga bermanfaat.

Catatan :

Tulisan ini tidak bertujuan untuk menggurui anda ( jika anda tidak berkenan boleh diabaikan ), karena anda pintar dan bahkan sangat cerdas untuk memahami dan mengerti dengan cepat dan tepat arti dari artikel ini.

Deva19

 [at]  all

terima kasih atas semua masukannya.

saya tidak akan bersikukuh agar seseorang dapat menjelaskan konsep dhamma sesuai dengan kriteria ilmu logika yang saya fahami.

tidak ada keinginan di dalam diri saya untuk mengubah orang lain menjadi seperti yang aku harapkan. tetapi, jujur saya mengatakan bahwa saya mengharapkan ada seseorang cendikiawan budhist yang dapat menjelaskan segala sesuatunya sesuai dengan norma-norma ilmu logika Yunani. harapan ini, tidak berarti keinginan untuk mengubah orang lain menjadi seperti yang saya inginkan.

pada dasarnya, saya sangat menghormati perbedaan pandangan, persepsi, dan cara berpikir setiap orang. saya tidak akan mencampuri jalannya sesuatu yang bersifat alami. saya membiarkan diri saya dan anda sebagai adanya, tanpa harus dipaksakan menjadi sesuatu yang berbeda dari biasanya. semua makhluk sedang berproses dan mengalami perkembangan.

di sini, saya hanya mencoba menjelaskan bahwa konsep dhamma dapat lebih difahami secara jernih melalui ilmu logika. bila belum ada umat budist yang menyelami ilmu logika, maka saya menawarkan atau mengajak, mari kita mencoba menyelami dhamma dengan ilmu logika, untuk melepaskan kebingungan.

ada aliran Mahayana dan ada Aliran Theravada. mana mazhab yang lebih tepat untuk kita ikuti? tentu kita dapat memilih mazhab berdasarkan selera atau rasa kecocokan masing-masing. ada cara lain memilih mazhab, yakni memilih mazhab yang konsepsinya lebih sesuai dengan norma-norma logika. tetapi, ini tidak berarti seseorang harus memilih mazhab berdasarkan kesesuaian tersebut. dan tidak berarti bahwa fungsi ilmu logika adalah untuk memilih sesuatu.

bila anda memperoleh suatu kebahagiaan dan pencerahan meditatif, tentu secara alami anda terdorong untuk berbagi kebahagiaan tersebut kepada orang lain, dengan mendorong orang lain untuk bermeditasi sebagaimana yang anda lakukan. dorongan tersebut berasal dari metta dan karuna yang ada di dalam diri anda.

demikian pula saya yang memperoleh pencerahan dan manfaat dari ilmu logika, terdorong untuk berbagi manfaat kepada sesama, sebagai perwujudan dari metta dan karuna, berharap umat terbebas dari kebingungan konseptual dan agar umat melepaskan apa yang sang budha mengharapkan umat melepaskannya, yakni "lumpur konsep".

tapi bila ada orang yang menilai bahwa usaha saya menyebarkan ilmu logika sebagai bentu egoisme dan kecongkakan, maka itu adalah wewenang masing-masing orang untuk menilai. saya hanya dapat mengembalikan diri kepada tujuan utama saya masuk ke forum ini, yakni belajar. adapun cara saya belajar adalah dengan menyalami segenap konsepsi melalui ilmu logika. tentu hal tersebut menjadi kewengangan saya sendiri, dengan cara apa saya hendak belajar tentu saya bebas memilih. sebagaimana anda semua juga bebas memilih, hendak dengan cara apa anda belajar.

johan3000

#293
Quotedi sini, saya hanya mencoba menjelaskan bahwa konsep dhamma dapat lebih difahami secara jernih melalui ilmu logika. bila belum ada umat budist yang menyelami ilmu logika, maka saya menawarkan atau mengajak, mari kita mencoba menyelami dhamma dengan ilmu logika, untuk melepaskan kebingungan.

buat aja judul....

1. Mempermudah memahamin ajaran Buddha melalui ilmu logika sederhana.
2. Mempermudah mempraktekan ajaran Buddha melalui ilmu logika dlm kehidupan sehari-hari.

dan gw juga pingin tau seberapa banyak member di forum ini yg merasa belum mengerti ajaran Buddha ? dan berapa member yg ingin mencoba mempelajarin ajaran Buddha dgn methode lain?

gw tunggu deh... ;D ;D
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Jerry

Wah saran dr Bro 3rebu emang mantap :jempol:

[at] Deva19
Boleh juga ide Bro 3rebu dipertimbangin. Jadi mencari harmonisasi pemahaman antara ajaran Buddha dengan logika. ;)
appamadena sampadetha

ryu

"Karena itu, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, 'Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu; atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi; atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang dikatakan di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya merupakan hasil dari suatu penelitian; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang terlihat cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.'
Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, 'Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan,' maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut."
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

chingik

#296
Quote from: Jerry on 18 December 2009, 01:49:16 AM
Wah saran dr Bro 3rebu emang mantap :jempol:

[at] Deva19
Boleh juga ide Bro 3rebu dipertimbangin. Jadi mencari harmonisasi pemahaman antara ajaran Buddha dengan logika. ;)

Saya tidak mengerti ilmu logika, dan mungkin slama ini logika yg saya pakai adalah logika dengkul (ikut2an bro Indra..hehe).
Tapi sbg informasi, dalam tradisi Mahayana aliran Yogachara/Vijnanavada cukup menekankan ilmu logika yg sudah dikenal sejak dulu di India yg disebut Hetuvidya. Ketika Master Xuanzhuang belajar agama Buddha di Universitas Nalanda, salah satu kurikulum yg harus dikuasai adalah  ilmu logika (Hetuvidya).  Yogacharabhumi sastra menyebutkan seorang Bodhisatva yg ingin mencapai pencerahan dan meraih kebijaksanaan harus menguasai 5 jenis ilmu yg salah satunya adalah ilmu Logika.
Sayang , Hetudya yang dibawakan Xuanzhuang ini termasuk bacaan yg berat buat saya. Ternyata saya masih pake logika dengkul. hehe...

Jerry

Wah.. Berarti Bro Deva19 tinggal menyempurnakan parami 4 jenis ilmu lain utk menjadi seorang Bodhisattva ya. ;D

Thanks utk info Yogacara dan hetuvidya-nya. Saya pernah mendengar sedikit dr teman Mahayanist juga bahwa yogacara aliran yg menitikberatkan pada perdebatan dan logika. Tidak tahu benar tidak, belum cross-check.

Saya pikir bukannya pemahaman Buddha-dhamma yg benar selaras dg logika, melainkan logika-lah yg selaras dg pemahaman Buddha-dhamma yg benar. Jika kita melihat ke dlm Sutta dan penjelasan2 Sang Buddha, selalu logic dan rational. Meski tidak mentok di situ saja. Jadi kembali ke pokok bahasan, belajar ilmu logika tampaknya tidak akan bertentangan dg pembelajaran Buddha-dhamma yg benar sepanjang acuannya adalah Buddha-dhamma, bukannya mengacu pd ilmu logika yg merupakan produk pikiran dan bervariasi antar berbagai aliran ilmu logika. Sementara Buddha-dhamma bukanlah produk pikiran melainkan produk pengetahuan langsung Sang Buddha dan para siswanya. :)

Mettacittena
appamadena sampadetha

johan3000

#298
Logikanya kalau mau,... mau.... mau...

nyari guru yg pintar, sesuai bidangnya (guru jago meditasi)..

dan jadi muridnya... trus latihan......... PRAKTEK LAHHH  8) 8)

kalau berdebat, posting sampai banyak2... menurut gw kurang efektip dehhh.... soalnya gw gak pernah lihat orang belajar karate dari posting ehhh, begitu juga belajar renang... gak bisa dari posting ehhh
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

chingik

Quote from: johan3000 on 18 December 2009, 07:55:14 PM
Logikanya kalau mau,... mau.... mau...

nyari guru yg pintar, sesuai bidangnya (guru jago meditasi)..

dan jadi muridnya... trus latihan......... PRAKTEK LAHHH  8) 8)

kalau berdebat, posting sampai banyak2... menurut gw kurang efektip dehhh.... soalnya gw gak pernah lihat orang belajar karate dari posting ehhh, begitu juga belajar renang... gak bisa dari posting ehhh

haha...., betul , betul !
cuma kalo ga posting2 lagi, DC bakal jadi museum. hehe