Mengapa Aku Memilih Agama Budha

Started by Deva19, 29 November 2009, 03:24:22 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

fabian c

Quote from: Deva19 on 06 January 2010, 12:11:13 AM
Quote from: ryu on 18 December 2009, 07:11:52 AM
"Karena itu, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, 'Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu; atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi; atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang dikatakan di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya merupakan hasil dari suatu penelitian; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang terlihat cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.'
Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, 'Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan,' maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut."

Quote
jangan percaya begitu saja dengan apa yang katanya sesuai dengan Taka (logika/konklusi/kesimpulan)

mari kita bahas makna pernyataan tersebut.

pertama, perhatikan perbedaan 2 kalimat ini :

1. jangan percaya begitu saja dengan apa yang katanya sesuai dengan logika
2. jangan percaya dengan apa yang katanya sesuai dengan logika

coba renungkan, cermati dan fahami perbedaan makna kedua kalimat tersebut!

saya ingin tanya, sebenarnya bagaimana pernyataan sang budha tersebut,"jangan percaya begitu saja" atau "tidak harus percaya" ?



Menurut terjemahannya yang bahasa Inggris ada kata "mere" jadi maksudnya jangan percaya begitu saja. bila di bandingkan dengan keseluruhan isi sutta artinya klop, yaitu "jangan percaya begitu saja tanpa menyelidiki kebenarannya".

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

Quote from: Deva19 on 06 January 2010, 12:17:59 AM
Quote from: chingik on 18 December 2009, 05:58:04 PM
Quote from: Jerry on 18 December 2009, 01:49:16 AM
Wah saran dr Bro 3rebu emang mantap :jempol:

[at] Deva19
Boleh juga ide Bro 3rebu dipertimbangin. Jadi mencari harmonisasi pemahaman antara ajaran Buddha dengan logika. ;)

Saya tidak mengerti ilmu logika, dan mungkin slama ini logika yg saya pakai adalah logika dengkul (ikut2an bro Indra..hehe).
Tapi sbg informasi, dalam tradisi Mahayana aliran Yogachara/Vijnanavada cukup menekankan ilmu logika yg sudah dikenal sejak dulu di India yg disebut Hetuvidya. Ketika Master Xuanzhuang belajar agama Buddha di Universitas Nalanda, salah satu kurikulum yg harus dikuasai adalah  ilmu logika (Hetuvidya).  Yogacharabhumi sastra menyebutkan seorang Bodhisatva yg ingin mencapai pencerahan dan meraih kebijaksanaan harus menguasai 5 jenis ilmu yg salah satunya adalah ilmu Logika.
Sayang , Hetudya yang dibawakan Xuanzhuang ini termasuk bacaan yg berat buat saya. Ternyata saya masih pake logika dengkul. hehe...

Quote
meraih kebijaksanaan harus melalui 5 jenis ilmu yg salah satunya adalah ilmu Logika

jika "harus", maka apakah seseorang tidak akan dapat mencapai kebijaksanaan bila tidak menguasai ilmu logika?

Saya memiliki pendapat yang  berbeda dalam hal ini, seseorang juga dapat menjadi bijaksana berkat pengalaman yang telah dilaluinya.

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

#362
Quote
Quote from: johan3000 on 18 December 2009, 07:55:14 PM
Logikanya kalau mau,... mau.... mau...

nyari guru yg pintar, sesuai bidangnya (guru jago meditasi)..

dan jadi muridnya... trus latihan......... PRAKTEK LAHHH  8) 8)

kalau berdebat, posting sampai banyak2... menurut gw kurang efektip dehhh.... soalnya gw gak pernah lihat orang belajar karate dari posting ehhh, begitu juga belajar renang... gak bisa dari posting ehhh

bukankah segala sesuatu diawali dengan pikiran?

debat dan diskusi seringkali tidak berujung. semoga kita menemukan suatu cara, bagaimana agar suatu diskusi berakhir dengan titik temu yang menyenangkan dan bermanfaat. apakah anda belum pernah memikirkan suatu metoda, bagaimana agar suatu diskusi lebih efektif, bermanfaat dan mencapai suatu titik temu?

Menurut pendapat saya diskusi yang baik adalah diskusi yang tidak bias, tidak hanya berdasarkan satu pandangan dan juga tertib. Kadang-kadang dalam diskusi kita harus berhadapan dengan fakta bahwa apa yang selama ini kita anggap benar ternyata tidak benar, disini diharapkan keterbukaan hati untuk mengakui kebenaran .

Jadi jawabannya tidak bersifat menyerang pribadi, selalu bersikap objektif dan berpihak pada kebenaran walau kebenaran itu menyakitkan.

Sebagai tambahan, mungkin referensi juga patut dipertimbangkan.


_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Deva19

Quote from: febian
Saya memiliki pendapat yang  berbeda dalam hal ini, seseorang juga dapat menjadi bijaksana berkat pengalaman yang telah dilaluinya.

sependapat

Deva19

Quote from: febian
Kadang seseorang langsung membantah karena melihat suatu pernyataan yang tak masuk akal atau bertentangan dengan keyakinannya, saya kira hal ini manusiawi, kecuali orang tersebut memiliki pandangan yang sama maka ia tak akan membantah.

mana yang lebih baik untuk dilakukan oleh seseorang, langsung membantah pernyataan-pernyataan yang dianggap salah atau menyelidiki terlebih dahulu, alasan-alasan seseorang menyatakan suatu pernyataan?

Deva19

Quote from: febian
Boleh tahu mengapa?

segala sesuatu memiliki persamaan dan perbedaan. demikian pula antara nibbana dengan Allah.

saya dengan anda adalah sesuatu yang sama, bila kita melihat titik persamaannya. jika saya menyatakan bahwa saya itu sama dengan anda, maka sebelum membantah seharusnya anda menyelidiki dulu, dari sudut pandang mana saya menyebut sama. karena jika anda mengerti apa yang saya maksud, tentu tidak akan melahirkan suatu perdebatan yang tidak berguna. karena saya menyebut diri saya sama dengan anda sebagai manusia. saya adalah manusia. dan anda adalah manusia, sedangkan manusia itu sama dengan manusia. manusia itulah titik persamaan antara saya dengan anda. tetapi saya tahu dan mengerti, banyak hal perbedaan antara saya dengan anda.

setelah melalui suatu  penyelidikan yang mendalam, saya melihat titik persamaan antara Allah dengan nibbana. melihat titik persamaan ini, tidak membutakan saya dari melihat perbedaannya. dan 3 perbedaan yang saya temukan adalah dari namanya, cara menyebut dan menjelaskannya. bisa jadi, anda melihat lebih banyak perbedaan antara keduanya, bergantung sejauh mana anda memahami nibbana, dan juga Allah. jika seseorang memahami dengan baik apa itu nibbana, tapi tidak memahami dengan baik, apa itu Allah, apalagi bila salah dalam memahaminya, maka tentu ia akan melihat lebih banyak lagi perbedaannya. tetapi, sebaliknya. bila seseorang memahami keduanya dengan sebaik-baiknya, maka tidak akan meihat perbedaannya kecuali dalam nama, cara menyebut dan cara menjelaskannya.

untuk membuktikan bahwa hanya terdapat pada tiga hal itu saja perbedaan antara nibbana dengan Allah, tentu membutuhkan suatu bukti. tetapi sebagaimana dhamma yang harus dibuktikan oleh setiap pribadi, oleh diri sendiri dan bukan oleh orang lain, maka demikian pula kesamaan antara Allah dan nibbana, harus diselami malui praktik dan pengalaman, bukan melalui konsepsi. walaupun demikian, secara konsepsi pun dapat difahami. semisal :

1. nibbana adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia
2. Allah adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia

maka, "tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia" merupakan titik persamaan yang dapat difahami.

1. Allah berkata-kata kepada seorang nabi
2. nibbana tidak berkata-kata

di sini, berkata-kata membedakan Allah dengan tidak berkata-kata. sehingga orang tidak dapat melihat persamaan antara Allah dengan nibbana. tetapi hal tersebut akibat dari kesalahan dalam memahami sifat Allah. sesungguhnya Allah, sebagaimana nibbana adalah bukan sesuatu yang berkata-kata. jika hal ini dapat difahami, maka anda dapat menemukan titik persamaan yang kedua, yaitu sama "tidak berkata-kata".


dst.

No Pain No Gain

Quote from: Deva19 on 07 January 2010, 10:27:14 AM
Quote from: febian
Boleh tahu mengapa?

segala sesuatu memiliki persamaan dan perbedaan. demikian pula antara nibbana dengan Allah.

saya dengan anda adalah sesuatu yang sama, bila kita melihat titik persamaannya. jika saya menyatakan bahwa saya itu sama dengan anda, maka sebelum membantah seharusnya anda menyelidiki dulu, dari sudut pandang mana saya menyebut sama. karena jika anda mengerti apa yang saya maksud, tentu tidak akan melahirkan suatu perdebatan yang tidak berguna. karena saya menyebut diri saya sama dengan anda sebagai manusia. saya adalah manusia. dan anda adalah manusia, sedangkan manusia itu sama dengan manusia. manusia itulah titik persamaan antara saya dengan anda. tetapi saya tahu dan mengerti, banyak hal perbedaan antara saya dengan anda.

setelah melalui suatu  penyelidikan yang mendalam, saya melihat titik persamaan antara Allah dengan nibbana. melihat titik persamaan ini, tidak membutakan saya dari melihat perbedaannya. dan 3 perbedaan yang saya temukan adalah dari namanya, cara menyebut dan menjelaskannya. bisa jadi, anda melihat lebih banyak perbedaan antara keduanya, bergantung sejauh mana anda memahami nibbana, dan juga Allah. jika seseorang memahami dengan baik apa itu nibbana, tapi tidak memahami dengan baik, apa itu Allah, apalagi bila salah dalam memahaminya, maka tentu ia akan melihat lebih banyak lagi perbedaannya. tetapi, sebaliknya. bila seseorang memahami keduanya dengan sebaik-baiknya, maka tidak akan meihat perbedaannya kecuali dalam nama, cara menyebut dan cara menjelaskannya.

untuk membuktikan bahwa hanya terdapat pada tiga hal itu saja perbedaan antara nibbana dengan Allah, tentu membutuhkan suatu bukti. tetapi sebagaimana dhamma yang harus dibuktikan oleh setiap pribadi, oleh diri sendiri dan bukan oleh orang lain, maka demikian pula kesamaan antara Allah dan nibbana, harus diselami malui praktik dan pengalaman, bukan melalui konsepsi. walaupun demikian, secara konsepsi pun dapat difahami. semisal :

1. nibbana adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia
2. Allah adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia

maka, "tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia" merupakan titik persamaan yang dapat difahami.

1. Allah berkata-kata kepada seorang nabi
2. nibbana tidak berkata-kata

di sini, berkata-kata membedakan Allah dengan tidak berkata-kata. sehingga orang tidak dapat melihat persamaan antara Allah dengan nibbana. tetapi hal tersebut akibat dari kesalahan dalam memahami sifat Allah. sesungguhnya Allah, sebagaimana nibbana adalah bukan sesuatu yang berkata-kata. jika hal ini dapat difahami, maka anda dapat menemukan titik persamaan yang kedua, yaitu sama "tidak berkata-kata".


dst.


boleh tau gak definisi "allah" dan "nibbana" yang anda maksudkan apa ya?
No matter how dirty my past is,my future is still spotless

Deva19

Quote from: doggie
boleh tau gak definisi "allah" dan "nibbana" yang anda maksudkan apa ya?

sebagaimana telah saya jelaskan baik Allah maupun nibbana adalah "kebahagiaan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia" atau "tujuan tertinggi" atau "realitas tertinggi" atau "yang tidak bergantung/ tidak terkondisi" atau "yang tiada duanya" atau "yang tanpa awal dan akhir".

fabian c

Quote from: Deva19 on 07 January 2010, 10:11:55 AM
Quote from: febian
Kadang seseorang langsung membantah karena melihat suatu pernyataan yang tak masuk akal atau bertentangan dengan keyakinannya, saya kira hal ini manusiawi, kecuali orang tersebut memiliki pandangan yang sama maka ia tak akan membantah.

mana yang lebih baik untuk dilakukan oleh seseorang, langsung membantah pernyataan-pernyataan yang dianggap salah atau menyelidiki terlebih dahulu, alasan-alasan seseorang menyatakan suatu pernyataan?

Secara umum sebaiknya memang bertanya lebih dahulu alasan-alasannya, tetapi dalam situasi tertentu memang ada kecenderungan kita untuk langsung membantah (terlepas dari benar atau salahnya pernyataan tersebut), umpamanya ada seseorang mengatakan presiden kita sekarang adalah Sukarno, atau ia mengatakan ibukota negara RI adalah Jogjakarta.

_/\_

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

Quote
Quote from: febian
Boleh tahu mengapa?

segala sesuatu memiliki persamaan dan perbedaan. demikian pula antara nibbana dengan Allah.

saya dengan anda adalah sesuatu yang sama, bila kita melihat titik persamaannya. jika saya menyatakan bahwa saya itu sama dengan anda, maka sebelum membantah seharusnya anda menyelidiki dulu, dari sudut pandang mana saya menyebut sama. karena jika anda mengerti apa yang saya maksud, tentu tidak akan melahirkan suatu perdebatan yang tidak berguna. karena saya menyebut diri saya sama dengan anda sebagai manusia. saya adalah manusia. dan anda adalah manusia, sedangkan manusia itu sama dengan manusia. manusia itulah titik persamaan antara saya dengan anda. tetapi saya tahu dan mengerti, banyak hal perbedaan antara saya dengan anda.

Saya kira memang kita ada persamaan dan juga perbedaan

Quotesetelah melalui suatu  penyelidikan yang mendalam, saya melihat titik persamaan antara Allah dengan nibbana. melihat titik persamaan ini, tidak membutakan saya dari melihat perbedaannya. dan 3 perbedaan yang saya temukan adalah dari namanya, cara menyebut dan menjelaskannya. bisa jadi, anda melihat lebih banyak perbedaan antara keduanya, bergantung sejauh mana anda memahami nibbana, dan juga Allah. jika seseorang memahami dengan baik apa itu nibbana, tapi tidak memahami dengan baik, apa itu Allah, apalagi bila salah dalam memahaminya, maka tentu ia akan melihat lebih banyak lagi perbedaannya. tetapi, sebaliknya. bila seseorang memahami keduanya dengan sebaik-baiknya, maka tidak akan meihat perbedaannya kecuali dalam nama, cara menyebut dan cara menjelaskannya.

Karena bro Dewa menganggap sama antara Allah dan Nibbana maka bukankah lebih baik kita selidiki lebih jauh persamaan diantara keduanya? Bila ada yang kurang jelas mengenai Allah saya tanyakan kepada bro Dewa, bila ada pertanyaan mengenai Nibbana bisa ditanyakan di forum. Bagaimana?

Quoteuntuk membuktikan bahwa hanya terdapat pada tiga hal itu saja perbedaan antara nibbana dengan Allah, tentu membutuhkan suatu bukti. tetapi sebagaimana dhamma yang harus dibuktikan oleh setiap pribadi, oleh diri sendiri dan bukan oleh orang lain, maka demikian pula kesamaan antara Allah dan nibbana, harus diselami malui praktik dan pengalaman, bukan melalui konsepsi. walaupun demikian, secara konsepsi pun dapat difahami. semisal :

1. nibbana adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia
2. Allah adalah tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia

maka, "tujuan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia" merupakan titik persamaan yang dapat difahami.

1. Allah berkata-kata kepada seorang nabi
2. nibbana tidak berkata-kata

di sini, berkata-kata membedakan Allah dengan tidak berkata-kata. sehingga orang tidak dapat melihat persamaan antara Allah dengan nibbana. tetapi hal tersebut akibat dari kesalahan dalam memahami sifat Allah. sesungguhnya Allah, sebagaimana nibbana adalah bukan sesuatu yang berkata-kata. jika hal ini dapat difahami, maka anda dapat menemukan titik persamaan yang kedua, yaitu sama "tidak berkata-kata".

dst.

Bolehkah saya bertanya, apakah menurut bro Dewa, Allah dan Nibbana merupakan tujuan kita dan kita akan menyatu kembali dengannya?

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Deva19

Quote from: febian
Bolehkah saya bertanya, apakah menurut bro Dewa, Allah dan Nibbana merupakan tujuan kita dan kita akan menyatu kembali dengannya?

ya, Allah atau nibbana merupakan tujuan kita.

tetapi....

tidak ada "kita" yang menyatu dengan "nibbana"
tidak ada "kita" yang menyatu dengan "Allah".

nibbana sebagai tujuan kita, tidak berarti "kita" akan masuk ke dalam nibbana atau nibbana akan masuk ke dalam kita.

sebagaimana kita dengan kebijaksaan. dengan meditasi vippasana kita bertujuan mengembangkan kebijaksanaan. tetapi tidak ada kita yang menyatu dengan kebijaksanaan. dan tidak ada kebijaksaan yang menyatu dengan kita. tapi karena antara kita dan kebijaksanaan tidak seperti kopi dan susu yang bisa dicampur. tapi kita dapat meralisasi kebijaksanaan setelah lenyapnya kekotoran batin di dalam diri kita. demikian pula dengan nibbana.

dalam istilah budhisme adalah merealisasi nibbana.

dalam istilah islam disebut tajalli Allah.

Deva19

Quote from: fabian c on 07 January 2010, 04:10:04 PM
Quote from: Deva19 on 07 January 2010, 10:11:55 AM
Quote from: febian
Kadang seseorang langsung membantah karena melihat suatu pernyataan yang tak masuk akal atau bertentangan dengan keyakinannya, saya kira hal ini manusiawi, kecuali orang tersebut memiliki pandangan yang sama maka ia tak akan membantah.

mana yang lebih baik untuk dilakukan oleh seseorang, langsung membantah pernyataan-pernyataan yang dianggap salah atau menyelidiki terlebih dahulu, alasan-alasan seseorang menyatakan suatu pernyataan?

Secara umum sebaiknya memang bertanya lebih dahulu alasan-alasannya, tetapi dalam situasi tertentu memang ada kecenderungan kita untuk langsung membantah (terlepas dari benar atau salahnya pernyataan tersebut), umpamanya ada seseorang mengatakan presiden kita sekarang adalah Sukarno, atau ia mengatakan ibukota negara RI adalah Jogjakarta.

_/\_



semoga tradisi lekas bantah membantah di negeri ini dapat dikurangi sebanyak-banyaknya, agar bangsa ini lebih cepat berkembang kecerdasannya dan mngurangi konflik yang muncul akibat kesalah fahaman.

fabian c

Quote
Quote from: febian
Bolehkah saya bertanya, apakah menurut bro Dewa, Allah dan Nibbana merupakan tujuan kita dan kita akan menyatu kembali dengannya?

ya, Allah atau nibbana merupakan tujuan kita.

tetapi....

tidak ada "kita" yang menyatu dengan "nibbana"
tidak ada "kita" yang menyatu dengan "Allah".

nibbana sebagai tujuan kita, tidak berarti "kita" akan masuk ke dalam nibbana atau nibbana akan masuk ke dalam kita.

Bro Dewa, Bisakah lebih diperjelas maksudnya?

Quotesebagaimana kita dengan kebijaksaan. dengan meditasi vippasana kita bertujuan mengembangkan kebijaksanaan. tetapi tidak ada kita yang menyatu dengan kebijaksanaan. dan tidak ada kebijaksaan yang menyatu dengan kita. tapi karena antara kita dan kebijaksanaan tidak seperti kopi dan susu yang bisa dicampur. tapi kita dapat meralisasi kebijaksanaan setelah lenyapnya kekotoran batin di dalam diri kita. demikian pula dengan nibbana.

dalam istilah budhisme adalah merealisasi nibbana.
Kalau menurut pandangan Buddhis, Justru akar dari kekotoran batin yang merupakan belenggu yang mengikat kita menjadi lenyap, setelah munculnya kebijaksanaan.

Quotedalam istilah islam disebut tajalli Allah.
Wah saya kurang mengerti istilah ini bisakah bro Dewa menjelaskan kepada saya arti tajalli?terima kasih.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

fabian c

Quote from: Deva19 on 08 January 2010, 11:23:33 AM
Quote from: fabian c on 07 January 2010, 04:10:04 PM
Quote from: Deva19 on 07 January 2010, 10:11:55 AM
Quote from: febian
Kadang seseorang langsung membantah karena melihat suatu pernyataan yang tak masuk akal atau bertentangan dengan keyakinannya, saya kira hal ini manusiawi, kecuali orang tersebut memiliki pandangan yang sama maka ia tak akan membantah.

mana yang lebih baik untuk dilakukan oleh seseorang, langsung membantah pernyataan-pernyataan yang dianggap salah atau menyelidiki terlebih dahulu, alasan-alasan seseorang menyatakan suatu pernyataan?

Secara umum sebaiknya memang bertanya lebih dahulu alasan-alasannya, tetapi dalam situasi tertentu memang ada kecenderungan kita untuk langsung membantah (terlepas dari benar atau salahnya pernyataan tersebut), umpamanya ada seseorang mengatakan presiden kita sekarang adalah Sukarno, atau ia mengatakan ibukota negara RI adalah Jogjakarta.

_/\_



semoga tradisi lekas bantah membantah di negeri ini dapat dikurangi sebanyak-banyaknya, agar bangsa ini lebih cepat berkembang kecerdasannya dan mengurangi konflik yang muncul akibat kesalah fahaman.

Ya semoga saja, Tapi kadang-kadang bila seseorang langsung membantah, kita tetap bisa menerangkan alasan-alasan kita kan? Ya jangan sampai jadi konflik dong, kita harus lebih memasyarakatkan "freedom of speech" kebebasan berbicara.

Bila kita mulai bisa menerima perbedaan (bukan menyamakan perbedaan) dan menghargai kebebasan berbicara (yang bermartabat: maksudnya tidak mencaci pribadi atau mengucapkan kata-kata kotor) maka mudah-mudahan konflik di negara kita akan berkurang.

_/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Nevada

Quote from: fabian c on 08 January 2010, 04:18:42 PM
Quotedalam istilah islam disebut tajalli Allah.
Wah saya kurang mengerti istilah ini bisakah bro Dewa menjelaskan kepada saya arti tajalli?terima kasih.

_/\_


Tajalli itu salah satu dari 3 tahap pengembangan diri menuju mushin dalam Agama Islam. 3 tahapan ini secara berurutan, yaitu:

1) Takhalli => yaitu melepaskan diri dari semua sifat buruk, semua perbuatan yang dilarang Allah, melepaskan semua perilaku maksiat. Tahap pertama ini adalah tahap permulaan yang diterapkan dalam kehendak (pikiran).

2) Tahalli => yaitu setelah melepaskan diri dari semua sifat buruk, semua perbuatan yang dilarang Allah, melepaskan semua perilaku maksiat; kemudian masuk ke tahap berikutnya untuk mengisi hidup dengan perbuatan-perbuatan baik yang dihalalkan Allah. Tahap kedua ini adalah tahap menengah, yang diterapkan dengan bentuk praktik (perbuatan).

3) Tajalli => yaitu setelah melepaskan diri dari semua hal buruk dan mengisinya dengan hal baik, masuklah ke tahap selanjutnya; yakni merasakan kerinduan dan kedekatan dengan Allah. Tahap ketiga ini adalah tahap terakhir, yang bersifat sebagai titik kulminasi. Di mana pada titik ini, seseorang akan menampakkan sifat-sifat Allah di dalam diri manusia. 


Tajalli Allah sering disebut hidup di dalam Allah. Tapi tentu saja sifat-sifat Allah yang dimaksud adalah sifat-sifat Allah versi Islam. Karena itu, menurut saya... mencapai Tajalli Allah memang tidak bisa disamakan dengan merealisasi Nibbana.