Manusia atau Tuhan?

Started by g.citra, 11 December 2008, 12:49:53 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Reenzia

 [at] wahyu

yaah...
begitulah......
hanya saja dalam pandangan buddhist, sosok Tuhan secara personal itu tidak ada
karma terjadi bukanlah karena kehendak dari Tuhan, tapi itu memang adalah suatu hukum mutlak, yaitu hukum karma


Jerry

#181
Quote from: wahyu hidayah on 18 December 2008, 02:05:21 AM
Quote from: Reenzia on 18 December 2008, 12:10:59 AM
Quotedalam islam juga mengenal hukum sebab akibat,kami percaya perbuatan apapun, kami akan menerima balasannya[baik/jahat].klu dgn bahasa karma=balasan sepertinya sama,tapi klu umat islam lebih suka menyebutnya balasan drpada karma,kayaknya gak beda2 amat,hanya sbg info.

[at] wahyu

[qoute]nah jadi hasil dari perbuatan adalah dari hukum karma atau diberi balasan oleh Tuhan?
Hasil dari perbuatan itu adalah karma/balasan/tabur-tuai[ditambahi bro hendrako],tapi dikeyakinan kami,karma seseorang Allah yg akan membalasnya dgn adil,menentukan kapan menerimanya,melalui siapa/apa?,& dimana? itu rahasia Tuhan.dan dalam beramal kami diharuskan ikhlas/tulus,baru ada karma yg baik,tapi bila kami beramal,tidak dgn niat yg ikhlas/terpaksa/ada maksud tertentu udang dibalik batu,itu tidak akan mendapat karma yg baik,malah akan sebaliknya karena Tuhan Maha mengetahui setiap pikiran seseorang[dalam persepsi kami].
Karena terus menerus mencari sosok dibalik yg memberi (bagi yg merasa diberi) itulah makanya mereka (yg merasa diberi dan mencari2) semakin jauh dr realitas. Dan tidak pernah sampai ke tujuan.

Kalau dlm Buddhism, mengenai kapan, melalui siapa/apa, di mana, de-el-el itu adlh proses dr Hukum Kamma yg sangat ruwet. Jd kita tidak berusaha mencari tahu. Dlm poin ini, hasil positif yg dirasakan adalah sama yaitu ketabahan dan sikap pasrah dan berusaha menanamkan kebajikan.
Hanya saja ketabahan, kepasrahan dan kebajikan yg dilakukan pihak 1 berasal dr rasa yg berkembang dlm diri, berlandaskan pd diri (bukan riya, melainkan sikap apa adanya).
Sedangkan ketabahan, kepasrahan dan kebajikan yg dilakukan yg 1 lagi berasal dr ketergantungan pd makhluk lain di luar diri.

cmiiw..

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Reenzia

kalo ditanya dari siapa mah, nda bs ketemu...
tak ada ujung, tak ada pangkalnyaaa....

dunia ini bagai roda....
tak ada sudutnyaaa dan akan selalu berputar
saling berhubungan dan mempengaruhi

[at] xuvie

bobo dlu ah, ngantuk :))

Jerry

appamadena sampadetha

ryu

Quote from: Reenzia on 18 December 2008, 02:11:04 AM
[at] wahyu

yaah...
begitulah......
hanya saja dalam pandangan buddhist, sosok Tuhan secara personal itu tidak ada
karma terjadi bukanlah karena kehendak dari Tuhan, tapi itu memang adalah suatu hukum mutlak, yaitu hukum karma


Bagaimana kalau samakan saja arti karma dengan Tuhan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Nevada

Quote from: sukma on 17 December 2008, 09:23:48 PM

Thanks ya Upasaka, entar saya meditasikan Nibbana sebelum tidur sesuai diagram dari Upasaka.

Nibbana itu keadaan, bukannya objek meditasi...

Dan... diagram itu adalah struktur kitab Tipitaka. Bukannya skema mencapai Nibbana...

Nevada

Quote from: sukma on 17 December 2008, 09:12:00 PM
g-Citra, bisa kah di jelaskan sesuatu yang tak kelihatan harus kita yakini atau percaya, pakai instrumen apa di tubuh manusia untuk bisa benar-benar Yakin = Percaya akan Nibbana.? Bagaimana caranya.? Sedang setiap benda-benda / manusia yang kita lihat kita cintai, ini pun tidak bisa dipercaya. So.. bagaimana saya mau meyakini Nibbana.? :(

Untuk yakin dengan Nibbana kita dapat melakukan melalui 2 pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah kesimpulan analitis dari konsep2 dan fenomena kehidupan yang terlihat. Sejauh ini semua konsep Buddhisme saling bertautan dan sejalan, semua doktrinnya konsisten dan logis. Dari dasar inilah kita dapat mempercayai Nibbana...

Pendekatan ke dua adalah melalui jalan meditasi, alias kita harus mengalaminya sendiri. Meditator yang telah mengembangkan batinnya, mampu merasakan Nibbuta (padam / tenang). Nibbuta ini masih bersifat temporary. Jika terus diasah, maka meditator ini akan mencapai Nibbana (tenang, sifatnya tetap).

Nevada

Quote from: wahyu hidayah on 17 December 2008, 09:43:09 PM
Quote from: hatRed on 16 December 2008, 02:07:51 PM
[at] wahyu

sepengetahuan saya tidak ada yang dipercaya dan disembah dalam Buddhism
eeh sbgai contoh,umat muslim sholat 5 waktu kemasjid,musholah/dirumah karena perintahNYA agar kami bisa memanjatkan do'a,mohon ampun atas dosa2,tuk mengingatkan diri sendiri bhwa ada Tuhan yang serba Maha atas semua alam semesta&isinya, & Umat kr****n sembahyang kegereja menyembah Tuhan Yesus.Kami sholat/sembahyang,berbuat amal baik,kami yakin akan diberi balasan kebaikkan yang lebih pada kami baik masih hidup/sesudah mati,begitupun sebaliknya[Tuhan membalas perbuatan kami melalui perantara orang lain,hewan,alam dll].NAH kalau kalian[umat Buddha] berbuat baik/jahat,siapa yang menilai&memberi balasannya?.Para Bhiksu/Bhikkuni yang di kuil bermeditasi tuk apa/mencari siapa?,sang Buddha itu sendiri siapa yang slalu disebut2 umat Buddha? 

[at] wahyu hidayah

Kami Umat Buddhis melihat dunia dan kehidupan berjalan sesuai dengan hukumnya. Tidak ada hadiah atau hukuman di hukum alam, yang ada hanyalah berbagai konsekuensi. Kami tahu kebaikan adalah datang dari perbuatan baik, dan kemalangan datang dari perbuatan buruk. Karenanya kami bisa menerima semua keadaan yang kami alami. Kami tidak meminta belas kasih makhluk adikuasa / Tuhan untuk melenyapkan penderitaan kami. Karena kami tahu hanya kami sendiri yang bisa mengakhiri penderitaan masing2.

Tanpa ditakut-takuti oleh hukuman Tuhan, dan atau dirayu-rayu dengan anugerah Tuhan, kami bisa berbuat baik dan menghindari perbuatan tidak baik. Kami tidak lagi dikungkung oleh sesuatu yang harus kami tunduk pada-Nya. Kami melihat bahwa semua orang berhak merasakan kebenaran. Kebenaran di Buddhisme itu bersifat universal. Maksudnya kami percaya bahwa kebaikan yang Anda lakukan di jalan Agama Anda juga bisa memberikan dampak positif bagi Anda, dan juga sebaliknya...

sukma

Quote from: Reenzia on 17 December 2008, 11:21:45 PM
[at] wahyu

untuk point no 2, yg menyebut Buddha, apalagi dengan harapan ia bakal diselamatkan, itu artinya org tersebut belum mengerti dhamma[ajaran Sang Buddha], SB adalah manusia yg telah mencapai pencerahan, bukannya Tuhan yg secara gaib bisa menyelamatkan, SB hanya mengajarkan kepada umat Buddhist[org yg menggunakan dhamma dari SB sebagai pedoman] cara untuk mencapai nibbana

simpelnya gini deh, umat Buddhist punya seorang yg dianggap sebagai guru yaitu SB.
sebagai guru, dia mengajarkan bagaimana caranya mencapai penerangan sempurna
jadi SB tak bisa secara gaib menyelamatkan umat Buddhist

sebagai murid, kita mau ikuti ajarannya ataupun tidak itu adalah kehendak masing-masing
tak ada konsekuensi bila tak mau mempercayainya, justru umat buddhist ditekankan untuk tidak langsung percaya
anda harus paham terlebih dahulu

sampai sekarang pun saia sendiri belum bisa membuktikan apakah yg dikatakan SB adalah benar semua
untuk itu makanya kita melakukan ehipassiko/pembuktian, jadi buddha tidak tepat disebut dengan kepercayaan [blind faith]

Kalau Agama di mengerti sebagai "kepercayaan kepada Tuhan dengan Ajaran Kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu", Maka Buddhisme terang bukan Agama. Memang ada devosi-devosi untuk Menghormati Sang Buddha dan ada banyak Kuil (Stupa) untuk menghormati patungnya. Namun, dengan semua ini Buddhisme belum menjadi Agama, karena "Kepercayaan kepada Tuhan", dalam arti dan bentuk apapun tidak ada.

Tetapi ini bukan soal Buddhisme, melainkan Masalah DEFENISI....saja.

Perbedaan pokok Ajaran Buddhis dengan Agama Ketuhanan yang Esa ialah ;

Agama Ketuhanan (Agama WAHYU) yang datang dari LUAR diri si penganut

Ajaran Buddhis seluruhnya ditentukan oleh Pengalaman Batin.


Agama WAHYU berpangkal dari panggilan "dari luar"
, sedangkan titik tolak untuk Ajaran Buddhis adalah Pengalaman Batin. Agama Wahyu menggabungkan diri pada pengalaman Wahyu seorang "Nabi".

Ekspresi Iman adalah bagi Agama WAHYU, seorang Buddhis tidak membutuhkan Ekspresi semacam itu, malah menganggapnya hanya Lahiriah saja, tanpa menyangkut yang Benar. Ekspresi tidak menambahkan apa-apa pada Pengalaman Batin, hanya mengaburkannya.

Minta dikoreksi ya tulisan diatas.

Noted, pagi ini saya akan ke Bandung, jadi diskusi terhalang buat sementara.




ryu

Mbak, wahyu tuh anggota DC yang baru gabung, bukannya nabi juga bukan agama :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Nevada

#190
Quote from: wahyu hidayah on 18 December 2008, 02:05:21 AM
Quote from: Reenzia on 18 December 2008, 12:10:59 AM
Quotedalam islam juga mengenal hukum sebab akibat,kami percaya perbuatan apapun, kami akan menerima balasannya[baik/jahat].klu dgn bahasa karma=balasan sepertinya sama,tapi klu umat islam lebih suka menyebutnya balasan drpada karma,kayaknya gak beda2 amat,hanya sbg info.

[at] wahyu

[qoute]nah jadi hasil dari perbuatan adalah dari hukum karma atau diberi balasan oleh Tuhan?
Hasil dari perbuatan itu adalah karma/balasan/tabur-tuai[ditambahi bro hendrako],tapi dikeyakinan kami,karma seseorang Allah yg akan membalasnya dgn adil,menentukan kapan menerimanya,melalui siapa/apa?,& dimana? itu rahasia Tuhan.dan dalam beramal kami diharuskan ikhlas/tulus,baru ada karma yg baik,tapi bila kami beramal,tidak dgn niat yg ikhlas/terpaksa/ada maksud tertentu udang dibalik batu,itu tidak akan mendapat karma yg baik,malah akan sebaliknya karena Tuhan Maha mengetahui setiap pikiran seseorang[dalam persepsi kami].

Kalau dalam Agama Islam, buah perbuatan buruk mungkin dikenal dengan istilah azab, sedangkan buah perbuatan baik mungkin dikenal dengan istilah rizki. CMIIW...

Dalam Buddhisme, buah perbuatan (baik maupun buruk) dikenal dengan istilah vipaka. Vipaka adalah buah / akibat, sedangkan kamma (karma) adalah perbuatan / aksi. Kami melihat vipaka ini adalah objek yang netral, bukannya baik juga bukannya buruk. Hanya persepsi kita yang memilahnya menjadi satu hukuman atau satu anugerah. Namun berdasarkan efek yang ditimbulkannya, maka kami memberi penjelasan berupa vipaka baik ataupun vipaka buruk agar terlihat jelas kontekstualnya.

Perbedaan di antara Hukum Kamma dengan Kuasa Tuhan terletak di posisi mayor-nya. Hukum Kamma tidak diatur oleh pribadi yang kuasa, hukum ini berjalan sendiri karena itu sifat alamiah kehidupan. Sama seperti Hukum Gravitasi dan rotasi Planet Bumi, itu semua berjalan dengan sendirinya. Bukan Tuhan atau Dewa yang mengatur atau menjalankannya. Dalam konsep Kuasa Tuhan, hukuman atau hadiah diberikan atas kehendak Tuhan. Selama ini justru konsep Kuasa Tuhan ini agak diskriminasi. Karena jika konsep ini memang benar ada, maka Tuhan benar menunjukkan hukuman untuk orang2 yang tidak disukai-Nya, dan hadiah untuk orang yang disukai-Nya. Hal ini tidak terjadi di Hukum Kamma. Hukum Kamma itu adil dan universal, tidak hanya bagi manusia namun bagi semua makhluk. Apakah Anda mengenal konsep Tuhan menghukum seekor lalat atau memberi anugerah pada seekor semut di Agama Anda?  :)

sukma

Quote from: ryu on 18 December 2008, 08:45:14 AM
Mbak, wahyu tuh anggota DC yang baru gabung, bukannya nabi juga bukan agama :))

Ryu, ada salah pengertian tentang kata "Wahyu" yang ditangkap anda dan yang di maksud saya.

Nevada

#192
Quote from: sukma on 18 December 2008, 08:40:48 AM
Quote from: Reenzia on 17 December 2008, 11:21:45 PM
[at] wahyu

untuk point no 2, yg menyebut Buddha, apalagi dengan harapan ia bakal diselamatkan, itu artinya org tersebut belum mengerti dhamma[ajaran Sang Buddha], SB adalah manusia yg telah mencapai pencerahan, bukannya Tuhan yg secara gaib bisa menyelamatkan, SB hanya mengajarkan kepada umat Buddhist[org yg menggunakan dhamma dari SB sebagai pedoman] cara untuk mencapai nibbana

simpelnya gini deh, umat Buddhist punya seorang yg dianggap sebagai guru yaitu SB.
sebagai guru, dia mengajarkan bagaimana caranya mencapai penerangan sempurna
jadi SB tak bisa secara gaib menyelamatkan umat Buddhist

sebagai murid, kita mau ikuti ajarannya ataupun tidak itu adalah kehendak masing-masing
tak ada konsekuensi bila tak mau mempercayainya, justru umat buddhist ditekankan untuk tidak langsung percaya
anda harus paham terlebih dahulu

sampai sekarang pun saia sendiri belum bisa membuktikan apakah yg dikatakan SB adalah benar semua
untuk itu makanya kita melakukan ehipassiko/pembuktian, jadi buddha tidak tepat disebut dengan kepercayaan [blind faith]

Kalau Agama di mengerti sebagai "kepercayaan kepada Tuhan dengan Ajaran Kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu", Maka Buddhisme terang bukan Agama. Memang ada devosi-devosi untuk Menghormati Sang Buddha dan ada banyak Kuil (Stupa) untuk menghormati patungnya. Namun, dengan semua ini Buddhisme belum menjadi Agama, karena "Kepercayaan kepada Tuhan", dalam arti dan bentuk apapun tidak ada.

Tetapi ini bukan soal Buddhisme, melainkan Masalah DEFENISI....saja.

Perbedaan pokok Ajaran Buddhis dengan Agama Ketuhanan yang Esa ialah ;

Agama Ketuhanan (Agama WAHYU) yang datang dari LUAR diri si penganut

Ajaran Buddhis seluruhnya ditentukan oleh Pengalaman Batin.


Agama WAHYU berpangkal dari panggilan "dari luar"
, sedangkan titik tolak untuk Ajaran Buddhis adalah Pengalaman Batin. Agama Wahyu menggabungkan diri pada pengalaman Wahyu seorang "Nabi".

Ekspresi Iman adalah bagi Agama WAHYU, seorang Buddhis tidak membutuhkan Ekspresi semacam itu, malah menganggapnya hanya Lahiriah saja, tanpa menyangkut yang Benar. Ekspresi tidak menambahkan apa-apa pada Pengalaman Batin, hanya mengaburkannya.

Minta dikoreksi ya tulisan diatas.

Noted, pagi ini saya akan ke Bandung, jadi diskusi terhalang buat sementara.


[at] sukma

Memang Buddhisme itu berdiri terpisah dari iman2 agama. Makanya banyak yang berpendapat Buddhisme adalah filsafat. Namun saya lebih melihat Buddhisme sebagai Pandangan dan Jalan Hidup.

Selamat bekerja...  _/\_

sukma

Quote from: upasaka on 18 December 2008, 09:01:32 AM
Quote from: sukma on 18 December 2008, 08:40:48 AM
Quote from: Reenzia on 17 December 2008, 11:21:45 PM
[at] wahyu

untuk point no 2, yg menyebut Buddha, apalagi dengan harapan ia bakal diselamatkan, itu artinya org tersebut belum mengerti dhamma[ajaran Sang Buddha], SB adalah manusia yg telah mencapai pencerahan, bukannya Tuhan yg secara gaib bisa menyelamatkan, SB hanya mengajarkan kepada umat Buddhist[org yg menggunakan dhamma dari SB sebagai pedoman] cara untuk mencapai nibbana

simpelnya gini deh, umat Buddhist punya seorang yg dianggap sebagai guru yaitu SB.
sebagai guru, dia mengajarkan bagaimana caranya mencapai penerangan sempurna
jadi SB tak bisa secara gaib menyelamatkan umat Buddhist

sebagai murid, kita mau ikuti ajarannya ataupun tidak itu adalah kehendak masing-masing
tak ada konsekuensi bila tak mau mempercayainya, justru umat buddhist ditekankan untuk tidak langsung percaya
anda harus paham terlebih dahulu

sampai sekarang pun saia sendiri belum bisa membuktikan apakah yg dikatakan SB adalah benar semua
untuk itu makanya kita melakukan ehipassiko/pembuktian, jadi buddha tidak tepat disebut dengan kepercayaan [blind faith]

Kalau Agama di mengerti sebagai "kepercayaan kepada Tuhan dengan Ajaran Kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu", Maka Buddhisme terang bukan Agama. Memang ada devosi-devosi untuk Menghormati Sang Buddha dan ada banyak Kuil (Stupa) untuk menghormati patungnya. Namun, dengan semua ini Buddhisme belum menjadi Agama, karena "Kepercayaan kepada Tuhan", dalam arti dan bentuk apapun tidak ada.

Tetapi ini bukan soal Buddhisme, melainkan Masalah DEFENISI....saja.

Perbedaan pokok Ajaran Buddhis dengan Agama Ketuhanan yang Esa ialah ;

Agama Ketuhanan (Agama WAHYU) yang datang dari LUAR diri si penganut

Ajaran Buddhis seluruhnya ditentukan oleh Pengalaman Batin.


Agama WAHYU berpangkal dari panggilan "dari luar"
, sedangkan titik tolak untuk Ajaran Buddhis adalah Pengalaman Batin. Agama Wahyu menggabungkan diri pada pengalaman Wahyu seorang "Nabi".

Ekspresi Iman adalah bagi Agama WAHYU, seorang Buddhis tidak membutuhkan Ekspresi semacam itu, malah menganggapnya hanya Lahiriah saja, tanpa menyangkut yang Benar. Ekspresi tidak menambahkan apa-apa pada Pengalaman Batin, hanya mengaburkannya.

Minta dikoreksi ya tulisan diatas.

Noted, pagi ini saya akan ke Bandung, jadi diskusi terhalang buat sementara.


[at] sukma

Memang Buddhisme itu berdiri terpisah dari iman2 agama. Makanya banyak yang berpendapat Buddhisme adalah filasat. Namun saya lebih melihat Buddhisme sebagai Pandangan dan Jalan Hidup.

Selamat bekerja...  _/\_

Upasaka, ulasan anda bisa saya terima, kita akan lanjutkan lagi dialog ini sesudah saya kembali dari Bandung.

Bye...untuk semuanya.

g.citra

#194
Oke...
1. Jiwa = Atta...
2. 'keberadaan' Tuhan dikenal dengan konsep Nibbana, yaitu "sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak terkondisikan, tidak muncul, yang mutlak"....
3. Menurut rujukan buddhism Tuhan tidak disinggung sama sekali apalagi dianggap sebagai pencipta karena statusnya tidak dapat ditelusuri. Jadi hal tersebut hanya spekulasi.
4. Makanya banyak yang berpendapat Buddhisme adalah filasat. Namun saya lebih melihat Buddhisme sebagai Pandangan dan Jalan Hidup.

and then...