Bhavaviveka "vs" Hinayana

Started by GandalfTheElder, 01 November 2008, 03:18:41 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

truth lover

Quote from: dilbert on 06 November 2008, 06:36:25 PM
Quote from: truth lover on 06 November 2008, 06:24:53 PM
Mas Dilbert,

Quotenah... yang saya bold merah itulah menjadi sesuatu yang dipertanyakan (oleh saya)... anda katakan bahwa dalam Mahayana seorang Arahat masih memiliki kesempatan meraih Kebuddhaan seandainya mereka membangkitkan aspirasi itu. Salah satu contoh adalah ramalan Buddha kepada para siswa Arahat dalam Saddharmapundarika Sutra

Arahat masih memiliki kesempatan meraih ke-BUDDHA-an ?? ... yang anda maksud itu ke-BUDDHA-an yang mana ?? Arahat kan sudah BUDDHA (SAVAKA BUDDHA/SRAVAKA BUDDHA). apakah yang anda maksud adalah SAMMASAMBUDDHA ?? Jika memang yang ada maksud adalah SAMMASAMBUDDHA, berarti seorang ARAHAT tidak PARINIBBANA, karena kalau sudah PARINIBBANNA sudah TIDAK bisa mencapai apa apa lagi.

Note : Semua individu yang mencapai ke-BUDDHA-an (baik SAMMASAMBUDDHA, PACCEKA BUDDHA dan SAVAKA BUDDHA) juga sudah disebut dengan ARAHAT. Karena untuk membedakan pengertian, biasanya ARAHAT yang disebut itu mengacu pada SAVAKA BUDDHA.

Dalam tradisi Theravada, ARAHAT (SAVAKA BUDDHA) sendiri setelah parinibbana tidak akan mencapai apa apa lagi. Karena sudah tidak ada kelahiran lagi bagi seorang SAVAKA BUDDHA yang parinibbana. Inilah pembebasan, inilah tujuan akhir.

Sedangkan dalam MAHAYANA yang anda katakan, bahwa BUDDHA (sammasambuddha) bahkan meramalkan para ARAHAT akan mencapai sammasambuddha suatu saat (dalam Saddharmapundarika)... itulah yang saya katakan bahwa dari konsep saja, MAHAYANA yang anda maksud itu sudah berbeda 180 derajat dari konsep THERAVADA. Jika demikian, mencapai ARAHAT itu tidak berarti dalam MAHAYANA. Karena seorang ARAHAT itu akan terlahir kembali lagi untuk mencapai SAMMASAMBUDDHA.

Dalam hal ini kedua pandangan di atas sangat bertentangan (kontra)

Apakah maksud mas Dilbert, Sammasambuddha, Pacceka Buddha dan Arahat, semuanya adalah Buddha dan semuanya juga adalah Arahat?

mohon penjelasannya.    _/\_

Dalam konsep Theravada yang saya mengerti, Sammasambuddha, Pacceka Buddha dan Savaka Buddha itu yah semuanya ARAHAT... ARAHAT kan orang yang sudah BEBAS, telah melenyapkan semua KILESA. Hanya saja konsekuensi masing masing berbeda.

Saya kutip dari BUDDHAVAMSA...
(1) Sammà-Sambodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan yang disertai kemahatahuan. Empat pengetahuan mengenai Jalan adalah pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri tanpa bantuan guru, dan memiliki kekuatan untuk melenyapkan kotoran batin, juga kebiasaan-kebiasaan (vàsanà) dari kehidupan-kehidupan sebelumnya; Kemahatahuan adalah pemahaman atas semua prinsip yang perlu diketahui. Manusia mulia yang memiliki keinginan baik yang kuat untuk mencapai Sammà-Sambodhi disebut Sammà-Sambodhisatta, "Bakal Buddha Sempurna."
(2) Pacceka-Bodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan, yaitu pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri tanpa bantuan guru. Manusia mulia yang memiliki keinginan baik yang kuat untuk mencapai Pacceka-Bodhi disebut Pacceka-Bodhisatta, "Bakal Pacceka Buddha."
(3) Sàvaka-Bodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan, yaitu pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri dengan bantuan guru. Manusia mulia yang memiliki keinginan baik yang kuat untuk mencapai Sàvaka-Bodhi disebut Sàvaka-Bodhisatta, "Bakal Siswa Buddha."

Jadi benar ya? Sammasambuddha, Pacceka Buddha dan Arahat, semuanya adalah Buddha dan semuanya juga adalah Arahat? terima kasih

_/\_
The truth, and nothing but the truth...

El Sol

#91
Quote from: dilbert on 06 November 2008, 06:12:31 PM
Quote from: chingik on 06 November 2008, 05:04:34 PM
Quote
anda benar sekali untuk argumen di atas. dan saya tidak katakan bahwa semua makhluk harus mencapai kebuddhaan dalam satu kurun waktu bersamaan. Analogi bahwa semua murid kan belum tentu bisa menjadi guru.
Saya juga tidak menyatakan semua makhluk Harus mencapai Kebuddhaan. Bukan Harus lho. Yang saya tekankan adalah semua makhluk memiliki kesempatan mencapai kebuddhaan jika mereka memiliki aspirasi itu dan berusaha. 

QuoteKemudian ada 10 orang yang menempuh "Jalan"/Magga, ternyata dalam 1 kehidupan hanya 1 orang yang mencapai ke-buddha-an... lantas yang 9 gimana... yah terpaksa harus menempuh kehidupan lagi untuk bisa mencapai ke-buddha-an pada kehidupan berikutnya. Tetapi kan tidak dalam konteks harus menjadi seorang sammasambuddha (menurunkan ajaran), karena ajaran kan sudah ada.
9 orang itu jika membangkitkan aspirasi menjadi Buddha, maka mereka akan mencapainya suatu saat.  Tentu mereka akan mencapai Kebuddhaan pada masa-masa di mana ajaran sudah tidak ada, lalu menjadi 'tugas' mereka utk menurunkan ajaran lagi.
Kuncinya terletak pada pilihan aspirasi mereka.
1.Jika mereka hanya ingin terbebas dari siklus samsara, mereka hanya mencapai kesucian Arahat.
2.Jika mereka disamping ingin terbebas dari siklus samsara mereka juga bertekad meraih pengetahuan sempurna, maka mereka disebut menempuh jalan bodhisatva. Dalam Mahayana, seorang Arahat masih memiliki kesempatan meraih Kebuddhaan seandainya mereka membangkitkan aspirasi itu. Salah satu contoh adalah ramalan Buddha kepada para siswa Arahat dalam Saddharmapundarika Sutra.


Dalam Mahayana, orang yang mengambil pilihan 1 pun masih dianggap memiliki kesempatan. Mengapa? Karena kesempatan tidak akan pernuh tertutup. Semua tergantung pada sikap batin sang makhluk itu sendiri. Jadi tidaklah mungkin ada makhluk yang tidak bisa menjadi Buddha. Semuanya bisa (berpotensi), dengan catatan mendengar ajaran Buddha dan membangkitkan aspirasi utk menjadi Buddha.

Ini tercermin dari ucapan Buddha di Avatamsaka Sutra, di mana ketika Buddha mencapai Pencerahan, Beliau berkata, "sungguh aneh, ternyata semua makhluk memiliki hakikat kebijaksanaan Tathagata. Karena delusi dan kemelekatan sehingga tidak dapat mencapainya"

Karena semua makhluk memiliki hakikat itu, maka tentu semua memiliki potensi, kesempatan, harapan. Jadi tidaklah mungkin ada makhluk yang tidak bisa menjadi Buddha.


nah... yang saya bold merah itulah menjadi sesuatu yang dipertanyakan (oleh saya)... anda katakan bahwa dalam Mahayana seorang Arahat masih memiliki kesempatan meraih Kebuddhaan seandainya mereka membangkitkan aspirasi itu. Salah satu contoh adalah ramalan Buddha kepada para siswa Arahat dalam Saddharmapundarika Sutra

Arahat masih memiliki kesempatan meraih ke-BUDDHA-an ?? ... yang anda maksud itu ke-BUDDHA-an yang mana ?? Arahat kan sudah BUDDHA (SAVAKA BUDDHA/SRAVAKA BUDDHA). apakah yang anda maksud adalah SAMMASAMBUDDHA ?? Jika memang yang ada maksud adalah SAMMASAMBUDDHA, berarti seorang ARAHAT tidak PARINIBBANA, karena kalau sudah PARINIBBANNA sudah TIDAK bisa mencapai apa apa lagi.

Note : Semua individu yang mencapai ke-BUDDHA-an (baik SAMMASAMBUDDHA, PACCEKA BUDDHA dan SAVAKA BUDDHA) juga sudah disebut dengan ARAHAT. Karena untuk membedakan pengertian, biasanya ARAHAT yang disebut itu mengacu pada SAVAKA BUDDHA.

Dalam tradisi Theravada, ARAHAT (SAVAKA BUDDHA) sendiri setelah parinibbana tidak akan mencapai apa apa lagi. Karena sudah tidak ada kelahiran lagi bagi seorang SAVAKA BUDDHA yang parinibbana. Inilah pembebasan, inilah tujuan akhir.

Sedangkan dalam MAHAYANA yang anda katakan, bahwa BUDDHA (sammasambuddha) bahkan meramalkan para ARAHAT akan mencapai sammasambuddha suatu saat (dalam Saddharmapundarika)... itulah yang saya katakan bahwa dari konsep saja, MAHAYANA yang anda maksud itu sudah berbeda 180 derajat dari konsep THERAVADA. Jika demikian, mencapai ARAHAT itu tidak berarti dalam MAHAYANA. Karena seorang ARAHAT itu akan terlahir kembali lagi untuk mencapai SAMMASAMBUDDHA.

Dalam hal ini kedua pandangan di atas sangat bertentangan (kontra)


NB : Salah satu kisah ARAHAT (SAVAKA) yang tidak parinibbana yaitu Y.A.MahaKassapa. Tidak ada cerita tentang pencapaian parinibbana MahaKassapa, Di dalam Buddhavamsa (Riwayat Agung Para Buddha) juga tidak diceritakan bagaimana Kassapa Parinibbana. Legenda mengatakan bahwa MahaKassapa belum parinibbana dan sedang dalam meditasi dalam (deep meditation) di dalam gunung kaki ayam dan akan muncul di dunia ini lagi ketika Maitreya mencapai ke-BUDDHA-an (sammasambuddha). DAlam hal ini juga tidak diceritakan bahwa MahaKAssapa (yang tidak parinibbana) akan mencapai sammasambuddha suatu saat.

BRAVO!

Totally agree...

makane gw gk bisa terima teori Mahayana yg mengatakan bahwa Boddhisatva level tinggi adalah Buddha!...

dalam Mahayana boddhisatva2 seperti Avalokhitesvara, Manjusri, etc semuanya dianggap sebagai Buddha dan perfect...perfect dalam metta, panna dan sila...

tapi kalo dilihat dari riwayat hidup sang Buddha Gotama, ktia bisa liat kalo Boddhisatva Gotama(lvl tinggi sekale!) masih bisa bertapa dengan cara yg salah, yg hampir menyebabkan dia meninggal dunia(liat avatar gw)...bukti bahwa Boddhisatva tingkat terakhir masih belum sempurna dalam segi Panna, dll..

di Mahayana, Panna + Karuna = sumpreme Nirvana, no?..

so, I think it's totally stupid to say that seorang Boddhisatva lvl tinggi = Sammasambuddha....

-_-" duh~...

Kelana

#92
Halo semua...numpang lewat sebentar.

Pertama. Mengenai topik Bhavaviveka "vs" Hinayana ,
1.   Hinayana bukanlah Theravada. Polemik Hinayana & Mahayana di India muncul setelah leluhur Theravada (mungkin Vibhajjavāda ) hijrah ke Sri Lanka.
2.   Bhavaviveka tidak menjawab mengenai argumen dari aliran lain seperti argumen no.2, 3, 4, 7, 9

Tanpa menjawab no.2 maka Bhavaviveka mengakui bahwa Mahayana mengajarkan bahwa Tathagata itu abadi.
Tanpa menjawab no.3 maka Bhavaviveka mengakui bahwa Mahayana mengajarkan Mahayana tidak menanggalkan konsep atman...dst sampai no.9

Kedua. Saya masih sangat meragukan Saddharmapundarika Sutra sebagai teks rujukan yang tepat untuk membahas masalah dalam topik ini. Kenapa? Karena ada istilah Hinayana dalam teks Saddharmapundarika Sutra, sebuah istilah yang muncul belakangan yang jelas dan tegas merujuk pada aliran tertentu. Jadi jika ada yang mengajukannya sebagai rujukan, maaf terpaksa saya mengesampingkannya.

Ketiga. Ini adalah jawaban yang seharusnya Bhavaviveka terangkan untuk menanggapi argumen no.3. Saya tidak tahu apakah Bhavaviveka memang tidak menjelaskannya atau Sdr. Gandalf yang tidak mencantumkannya.
Dalam Mahayana, Nirvana = Sunyata = Adi Buddha = Tathagatagarbha = Dharmakaya. Nirvana, Sunyata merupakan "penggambaran" secara negatif dari Yang Absolut. Sedangkan, Adi Buddha, Tathagatagarbha, Dharmakaya merupakan "penggambaran" secara positif dari Yang Absolut.
Mengenai penjelasan versi sutranya silahkan membacanya di The Lankavatara Sutra Chapter VI, Transcendental Intelligence (tapi saya masih sedikit meragukan satu hal akan sutra ini). Dan seharusnya sebagai emanasi Amitabha Buddha, Bhavaviveka mengetahui sutra ini dan menjelaskannya.


Keempat. Bhavaviveka menyimpulkan (atau ini kesimpulan Sdr. Gandalf sendiri, maaf soalnya tidak ada tanda-tanda pemisah):
"Jadi berdasarkan kutipan di atas bahwa ada sesuatu yang tidak diajarkan Sang Buddha dalam sutra-sutra Hinayana, karena para Sravaka dan Pratyekabuddha tidak dapat memahami kebijaksanaan tingkat superior."

Bukankah kita juga bisa mengatakan bahwa ada penambahan atau penempaan sutra yang dilakukan Mahayanis sehingga akhirnya tidak terdapat dalam literatur non-Mahayana?

Jadi, bagi saya ada atau tidak ada sebuah sutra dalam sebuah koleksi bukan menjadi masalah yang penting, karena satu pihak ada yang memang tidak memiliki karena memang tidak pernah ada dan ada pihak lain yang menambahkan koleksi pribadi nya sendiri. Tapi yang penting adalah bertentangan (kontradiksi) atau tidak suatu sutra dengan sutra yang lain.


Kelima. Bhavaviveka dalam Tarkajvala mengatakan bahwa Sutra-Sutra Mahayana memang bukan diperuntukkan untuk kaum Hinayana [Sravaka]. Perhatikan kata-kata yang saya tebalkan. Jika saya menyimpulan maka Bhavaviveka mengatakan bahwa para Sravaka adalah kaum yang hina, papa, tidak bermoral. Dalam bahasa Sanskerta maupun Pali, kata "hina" berarti hina, papa, tidak bermoral, dan bukan berarti "kecil" seperti yang digembar-gemborkan. Istilah "hina" jelas-jelas mengacu pada istilah yang negatif. Coba kita bandingkan dengan pembahasan kita di topik The Vajracchedika Prajna Paramita Sutra dengan keberadaan istilah "hīnādhimuktiakaiḥ" yang berarti kecenderungan diri pada hal-hal yang tidak bermoral. http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=735.15

Kata "hina" jelas berarti tidak bermoral. Dan perlu dicatat bahwa salah satu peninggalan dari bahasa Sanskerta yang masih digunakan oleh bahasa Indonesia yaitu kata "hina" itu sendiri yang berarti jelek, buruk. Jika yang dimaksud adalah lawan dari kata "maha" sebagai lawan dari "mahayana", maka seharusnya kata yang digunakan adalah kata "cuula" yang berarti kecil. Jadi "Cuulayana" bukan "hinayana". Inilah alasan mengapa saya katakan bahwa kata "hinayana" bersifat negatif.

Dan kembali lagi, jika dikatakan bahwa Sravaka adalah jalan yang hina, buruk, a-moral, maka pertanyaannya mengapa Sang Buddha yang mulia itu dan piawai dalam mengajar justru mengajarkan jalan yang a-moral itu? Kemudian, Sravaka. Kita tahu arti dari Sravaka, yaitu pendengar atau juga siswa. Apakah Bodhisattva mendengarkan ajaran para Buddha? Apakah Bodhisattva siswa Sang Buddha? Jika Ya, maka Bodhisattva juga adalah seorang Sravaka. Jika dikatakan "Kaum Hinayana (Sravaka)" seperti kata Bhavaviveka dalam Tarkajvala, itu berarti Bodhisattva adalah bagian dari Hinayana (ajaran a-moral) itu sendiri. Jika demikian untuk apa jalan Bodhisattva?  ;D
Semoga rekan-rekan bisa memahami jalan logikanya yang cukup rumit ini :D
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

dilbert

Kalau memang ajaran comot sana comot sini atau ajaran yang ditambah tambahan berdasarkan persepsi sendiri, maka hasilnya adalah puyeng alias pusing kalau dianalisa dari depan ke belakang, dan dari belakang ke depan... hehehehehe
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

El Sol

KELANA!!..ur the BEST!...

^^

GRP ah~~

sobat-dharma

Quote from: Kelana on 07 November 2008, 01:40:35 AM

Bukankah kita juga bisa mengatakan bahwa ada penambahan atau penempaan sutra yang dilakukan Mahayanis sehingga akhirnya tidak terdapat dalam literatur non-Mahayana?


Kemungkinan sebaliknya juga harus diperhitungkan, literature yang ada di luar Mahayana menhapus rujukan yang mengacu pada ajaran Mahayana.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Johsun

Kalo ga salah, hinayana itu artinya kendaraan yg hina
CMIIW.FMIIW.

chingik

Quotenah... yang saya bold merah itulah menjadi sesuatu yang dipertanyakan (oleh saya)... anda katakan bahwa dalam Mahayana seorang Arahat masih memiliki kesempatan meraih Kebuddhaan seandainya mereka membangkitkan aspirasi itu. Salah satu contoh adalah ramalan Buddha kepada para siswa Arahat dalam Saddharmapundarika Sutra

Arahat masih memiliki kesempatan meraih ke-BUDDHA-an ?? ... yang anda maksud itu ke-BUDDHA-an yang mana ?? Arahat kan sudah BUDDHA (SAVAKA BUDDHA/SRAVAKA BUDDHA). apakah yang anda maksud adalah SAMMASAMBUDDHA ?? Jika memang yang ada maksud adalah SAMMASAMBUDDHA, berarti seorang ARAHAT tidak PARINIBBANA, karena kalau sudah PARINIBBANNA sudah TIDAK bisa mencapai apa apa lagi.
Ya, yang saya maksud adalah Sammsambuddha. Namun tidak berarti Arahat(Savaka Buddha) tidak Parinibbana. Dalam hal siklus simsara, Savaka Buddha itu memang telah mengakhiri sang jalan dan mencapai nibbana. Tapi jika mengatakan bahwa SUDAH PARINIBBANA SUDAH TIDAK BISA MENCAPAI APA-APA LAGI, ini tidak jauh berbeda dengan pandangan nihilis. Nibbana adalah keadaan sehubungan dengan padamnya api nafsu dosa, lobha dan moha. Mencapai parinibbana adalah keadaan dimana telah mencapai An-upadisesa nibbana. SEmua kilesa terkikis dan padamnya pancaskandha.   Ini berkenaan dengan pengikisan noda batin, 10 belenggu telah dikikis. Ini tidak mengindikasikan bahwa Setelah mencapai Parinibbanana, Seorang Savaka Buddha tidak dapat mencapai apa-apa lagi- Berkenaan dengan pengikisan 10 belenggu, memang dikatakan tidak ada lagi yang perlu dicapai- akan tetapi berkenaan dengan Pengetahuan Sempurna, sangat jelas sekali bahwa Savaka Buddha masih belum seSEMPURNA seorang Sammsambbudha.  Karena belum seSEMPURNA seorang Sammasambuddha, maka sudah pasti masih ada ruang bagi seorang SavakaBuddha utk menggapai sisa-sisa pengetahuan yg belum digapai. Secara logika ini tentu lebih memungkinkan dibandingkan dengan konsep anda yg mengatakan Savaka Buddha tidak bisa mencapai apa-apa lagi.

Jika tidak bisa mencapai apa-apa lagi sementara Pengetahuan Sempurna belum diraih, maka tidaklah ideal jika memilih jalan itu.  Mahayana tidak menampik jalan Arahat(Savaka Buddha), namun Mahayana percaya Arahat masih memiliki Ruang utk menggapai Sammasabuddha. Karena Sammsambuddha adalah tujuan tertinggi. Meskipun SravakaBuddha dan Paccekkabuddha dimuliakan , namun tetap Sammasambbudha adalah manusia sempurna yang tiada bandingannya yang memungkinkan bagi siapapun utk meraihnya tak terkecuali seorang Arahat maupun Paccekabuddha. 
Ingin mengatakan Arahat tidak sempurna atau sempurna itu kan tergantung sudut pandang. JIka dipandang dari seorang Sammasambuddha, jelas sekali Arahat tidak seSempurna Sammasambuddha dari segala aspek.  Siapa yang bisa membantah ini?



Quote
Dalam tradisi Theravada, ARAHAT (SAVAKA BUDDHA) sendiri setelah parinibbana tidak akan mencapai apa apa lagi. Karena sudah tidak ada kelahiran lagi bagi seorang SAVAKA BUDDHA yang parinibbana. Inilah pembebasan, inilah tujuan akhir.

Sedangkan dalam MAHAYANA yang anda katakan, bahwa BUDDHA (sammasambuddha) bahkan meramalkan para ARAHAT akan mencapai sammasambuddha suatu saat (dalam Saddharmapundarika)... itulah yang saya katakan bahwa dari konsep saja, MAHAYANA yang anda maksud itu sudah berbeda 180 derajat dari konsep THERAVADA.
Memang berbeda.
Tapi dalam Mahayana, pembebasan yang diraih Savaka Buddha itu juga adalah salah satu tujuan (berkenaan dengan pengikisan 10 belenggu).  Namun bagi Mahayana, itu tidak disebut TUJUAN AKHIR. Apa yang disebut tujuan akhir? Tujuan akhir adalah baik belengggu batin telah dikikis dan meraih kebahagiaan nibbana, sekaligus juga meraih pengetahuan sempurna, menguasai pengetahuan secara sempurna seperti yang telah diraih oleh sang guru. Ini baru disebut Tujuan Akhir yang sesungguhnya.


Quote
Jika demikian, mencapai ARAHAT itu tidak berarti dalam MAHAYANA. Karena seorang ARAHAT itu akan terlahir kembali lagi untuk mencapai SAMMASAMBUDDHA.
Dalam hal ini kedua pandangan di atas sangat bertentangan (kontra)
Mencapai Arahat, apakah Arahat itu? Arahat adalah makhluk yang telah berhasil mengikis belenggu batin. Ini tentu penting juga dalam Mahayana. Tanpa mengikis belenggu batin bagaimana mungkin bisa meraih pengetahuan sempurna ? (Pertapa Sumedha menolak mencapai Kearahatan utk memilih jalan bodhisatta, namun pada tingkat bodhisatva tertentu, 10 belenggu juga dikikis dan sejajar dengan Kearahatan. Yang ditolalk Sumedha adalah Jenis Kearahatan yang tidak diiringi dengan mengembangkan tekad Sammsambuddha).
Arahat yang kemudian memilih jalan Bodhisatva itu tidak berarti dia terjatuh ke siklus samsara. Sepertinya halnya dewa Sakka yang bisa bebas datang ke sini dan bebas kembali ke alamnya. Ini berkenaan dengan iddhibala yang dia pergunakan. Bukan karena dia harus balik menjadi makhluk awam yang mengalami penderitaan batin dan menjadi terbelenggu lagi. Seorang Arahat yang memilih jalan Bodhisatva maka dia langsung 'masuk' ke clan bodhisatva yang sejajar dengan bodhisatva tingkat tinggi.

Quote
NB : Salah satu kisah ARAHAT (SAVAKA) yang tidak parinibbana yaitu Y.A.MahaKassapa. Tidak ada cerita tentang pencapaian parinibbana MahaKassapa, Di dalam Buddhavamsa (Riwayat Agung Para Buddha) juga tidak diceritakan bagaimana Kassapa Parinibbana. Legenda mengatakan bahwa MahaKassapa belum parinibbana dan sedang dalam meditasi dalam (deep meditation) di dalam gunung kaki ayam dan akan muncul di dunia ini lagi ketika Maitreya mencapai ke-BUDDHA-an (sammasambuddha). DAlam hal ini juga tidak diceritakan bahwa MahaKAssapa (yang tidak parinibbana) akan mencapai sammasambuddha suatu saat.
Ya, tapi 'kan akhirnya diceritakan dalam Saddharmapundarika Sutra.
Di kitab lain tidak ada kisah itu, tidak berarti kitab lain adalah Pasti Benar.
Di Saddharmapundarika ada kisah itu, lantas dianggap salah, tentu ini cara analisa yang aneh.


sobat-dharma

Quote from: Kelana on 07 November 2008, 01:40:35 AM

Kelima. Bhavaviveka dalam Tarkajvala mengatakan bahwa Sutra-Sutra Mahayana memang bukan diperuntukkan untuk kaum Hinayana [Sravaka]. Perhatikan kata-kata yang saya tebalkan. Jika saya menyimpulan maka Bhavaviveka mengatakan bahwa para Sravaka adalah kaum yang hina, papa, tidak bermoral. Dalam bahasa Sanskerta maupun Pali, kata "hina" berarti hina, papa, tidak bermoral, dan bukan berarti "kecil" seperti yang digembar-gemborkan. Istilah "hina" jelas-jelas mengacu pada istilah yang negatif. Coba kita bandingkan dengan pembahasan kita di topik The Vajracchedika Prajna Paramita Sutra dengan keberadaan istilah "hīnādhimuktiakaiḥ" yang berarti kecenderungan diri pada hal-hal yang tidak bermoral. http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=735.15

Kata "hina" jelas berarti tidak bermoral. Dan perlu dicatat bahwa salah satu peninggalan dari bahasa Sanskerta yang masih digunakan oleh bahasa Indonesia yaitu kata "hina" itu sendiri yang berarti jelek, buruk. Jika yang dimaksud adalah lawan dari kata "maha" sebagai lawan dari "mahayana", maka seharusnya kata yang digunakan adalah kata "cuula" yang berarti kecil. Jadi "Cuulayana" bukan "hinayana". Inilah alasan mengapa saya katakan bahwa kata "hinayana" bersifat negatif.

Dan kembali lagi, jika dikatakan bahwa Sravaka adalah jalan yang hina, buruk, a-moral, maka pertanyaannya mengapa Sang Buddha yang mulia itu dan piawai dalam mengajar justru mengajarkan jalan yang a-moral itu? Kemudian, Sravaka. Kita tahu arti dari Sravaka, yaitu pendengar atau juga siswa. Apakah Bodhisattva mendengarkan ajaran para Buddha? Apakah Bodhisattva siswa Sang Buddha? Jika Ya, maka Bodhisattva juga adalah seorang Sravaka. Jika dikatakan "Kaum Hinayana (Sravaka)" seperti kata Bhavaviveka dalam Tarkajvala, itu berarti Bodhisattva adalah bagian dari Hinayana (ajaran a-moral) itu sendiri. Jika demikian untuk apa jalan Bodhisattva?  ;D
Semoga rekan-rekan bisa memahami jalan logikanya yang cukup rumit ini :D


Kata "hina" memang dapat berkonotasi negatif. Tapi pengertiannya, harus diartikan dengan melihat pada oposisinya yaitu "maha", yaitu berarti besar atau luas. Jadi lawan dari besar adalah kecil. Karena itu kata hina di di sini dapat diartikan sebagai kecil, meski memiliki konotasi buruk.

Dalam bahasa Indonesia, kata "bisa" misalnya, dapat diartikan sebagai "racun" sekaligus "mampu". Namun pengertiannya sangat tergantung pada konteks kalimatnya. Jika seseorang menggunakan kata "Kratingdaeng. Bisa!"  Bukan berarti ia sedang mengatakan Kratingdaeng itu berbisa (atau beracun), tapi Kratindaeng mampu menambah tenaga. Begitu juga sebaliknya. Kedua pengertian ini tidak bisa dipertukarkan seenaknya walaupun bunyi katanya sama.

Meskipun demikian, umat Mahayana sekarang sudah sepakat untuk tidak lagi menggunakan kata "hinayana" dengan pertimbangan kata ini memang dapat diartikan secara sebaliknya. Sdr. Gandalf tampaknya menggunakan istilah ini sekadar untuk mengutip Bavaviveka, kalau saya tak salah menfasirkan. Saya lebih suka menggunakan istilah Sravakayana atau Nikaya untuk merujuk pada "yana" (kendaraan) di mana ajaran Theravada berada di dalamnya.  

Sekadar tambahan, saya lebih suka menafsirkan kata "Maha" dan "Hina" sebagai "Universal/Luas" dan "Partikular/Sempit", yang artinya walaupun Sravakayana nampaknya berbeda dengan Mahayana dalam penampakan luarnya (rupa), namun secara esensinya adalah bagian darinya. Bagaimanapun, seperti yang diajarkan dalam Sutra Hati, rupa (wujud sebagai hasil dari keberadaan persepsi fisik) adalah sunyata belaka, dan sunyata adalah rupa. Maka, beda antara "maha" dan "hina" pada dasarnya adalah kata-kata belaka. Pada dasarnya, seorang Bodhisattva pun harus menempuh jalan sravaka sebelum ia akhirnya mencapai kesempurnaan sebagai samyaksambuddha. Sravaka dan Arahant bukanlah kelompok yang berada di luar Mahayana, melainkan berada di dalamnya sebagai bagian darinya (Ini perspektif Mahayana loh :) ).

Tentu saja, perpecahan dengan pandang "sekte" lebih kental, sehingga masing-masing merasa  kelompok yang lain adalah berbeda dan saling melecehkan satu sama lain. Mereka juga lupa, bahwa banyak hal yang dapat dipelajari dari ajaran masing-masing.  

Sebelum seorang Mahayanis menyebut ajaran para Sravaka itu lebih rendah, sebaiknya ia menyadari dahulu bahwa "besar" dan "kecil" pada hakikatnya adalah relatif. Jika ada seorang Mahayanis yang belum memahami bahwa ukuran besar dan kecil, universal dan partikular, luas dan sempit, hanya timbul dari pandangan yang salah (kilesa), serta bersikukuh bahwa hal tersebut adalah kebenaran, maka ia tidak akan mampu merealisasikan bodhicitta.  Sebab semua ukuran seperti itu muncul karena perbandingan atau pikiran yang mendiskriminasi, pikiran seperti itu adalah hasil dari bahasa yang bertentangan dengan sifat asali dari bodhicitta.

Bagaimana dengan pengikut Theravada? Saya rasa terlalu meyakini bahwa ajarannya adalah paling otentik justru dapat membahayakan. Ia menjadi terikat akan bentuk (rupa) dan mudah marah jika keotentikan ajarannya dipertanyakan. Tentu saja ini adalah sumber dari moha dan dosa.  
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Quote小品般若波羅蜜經》卷1〈2 釋提桓因品〉:
    「爾時釋提桓因語須菩提言:「是諸無數天眾,皆共集會,欲聽須菩提說般若波羅蜜義。菩薩云何住般若波羅蜜?」須菩提語釋提桓因及諸天眾:「憍尸迦!我今當承佛神力,說般若波羅蜜。若諸天子未發阿耨多羅三藐三菩提心者,今應當發。若人已入正位,則不堪任發阿耨多羅三藐三菩提心。何以故?已於生死作障隔故。是人若發阿耨多羅三藐三菩提心,我亦隨喜,終不斷其功德。所以者何?上人應求上法。」」
    (CBETA, T08, no. 227, p. 540, a12-21)

    Subhūti said to Śakra Devānām Indra and all [those] assembled devas: "O Kauśika! I shall now, empowered by the Buddha's spiritual might, teach the prajñāpāramitā. All those sons of the devas who have yet to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, they should now arise [that aspiration]. If a person has already penetratively [realized] the fixed status [of dharmas], they are therefore unable to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi. For what reason? Because they have already constructed an obstructing barrier [between themselves and the cycle of] birth and death. If these people were to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, I would also have appreciative joy [towards that], and never prevent their merit. For what reason? Superior people should aspire for superior dharmas."

QuoteDaoxing Jing
須菩提語釋提桓因言:「拘翼!是若干千萬天子樂者,聽我當說。」
須菩提持佛威神、持佛力,廣為諸天子說般若波羅蜜:「何所天子未行菩薩道,其未行者今皆當行。以得須陀洹道,不可復得菩薩道。何以故?閉塞生死道故。正使是輩行菩薩道者,我代其喜,我終不斷功德法,我使欲取中正尊法,正欲使上佛。」
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the Bodhisattva path ...

Damingdu Jing
善業曰:「諸天子!樂聞者,聽我說。因持佛力,廣說智度。何天子未求闓士道者,今皆當求。以得溝港道者,不可復得闓士道士。何以故?閉生死道已。正使是輩求者,我代其喜,不斷功德也。悉欲使取經中極尊法,使上至佛。」
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the bodhisattva path ...

Banruo Chao Jing
須菩提語釋提桓因。拘翼。是若干萬千天人樂聞者。皆聽我當持佛威神力廣為諸天人說般若波羅蜜。何所天人未發菩薩心者。今皆當行。以得須陀洹者不可復得菩薩道。何以故。閉塞生死故。正使是輩人索菩薩道。我亦勸助之不斷其功德。悉使取法中極尊欲使極上。
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the bodhisattva path ...

Xiaopin Jing
須菩提語釋提桓因,及諸天眾:「憍尸迦!我今當承佛神力,說般若波羅蜜。若諸天子未發阿耨多羅三藐三菩提心者,今應當發。若人已入正位,則不堪任發阿耨多羅三藐三菩提心。何以故?已於生死作障隔故。是人若發阿耨多羅三藐三菩提心,我亦隨喜,終不斷其功德。所以者何?上人應求上法。」
~ ... one who has entered certainty (samyaktva), is then unable to arise the mind of anuttarā samyak saṃbodhi ...

In Sanskrit: "ye tvavakrāntāḥ samyaktvaniyāmam, na te bhavyā anuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau cittam utpādayitum| tatkasya hetoḥ? baddhasīmāno hi te saṁsārasrotasaḥ|"
"Those who have realized certainty, they cannot arise the mind of anuttarā samyak saṃbodhi."
Terjemahan Ven. Huifeng
http://www.lioncity.net/buddhism/index.php?showtopic=77605&st=30
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

El Sol

 [at] Chingik
yg beda antara Savaka Buddha dan Sammasam Buddha khan pengetahuan, kekuatan batin dan skill(kayak nerangin Dhamma), dll...tapi yg palink penting itu..

Kesucian Savaka Buddha = kesucian Sammasambuddha

Savaka Buddha telah mengikis 3 akar, begitu juga Sammasambuddha...

Nibbana itu cuma 1...


El Sol

Quote from: karuna_murti on 07 November 2008, 12:05:33 PM
Quote小品般若波羅蜜經》卷1〈2 釋提桓因品〉:
    「爾時釋提桓因語須菩提言:「是諸無數天眾,皆共集會,欲聽須菩提說般若波羅蜜義。菩薩云何住般若波羅蜜?」須菩提語釋提桓因及諸天眾:「憍尸迦!我今當承佛神力,說般若波羅蜜。若諸天子未發阿耨多羅三藐三菩提心者,今應當發。若人已入正位,則不堪任發阿耨多羅三藐三菩提心。何以故?已於生死作障隔故。是人若發阿耨多羅三藐三菩提心,我亦隨喜,終不斷其功德。所以者何?上人應求上法。」」
    (CBETA, T08, no. 227, p. 540, a12-21)

    Subhūti said to Śakra Devānām Indra and all [those] assembled devas: "O Kauśika! I shall now, empowered by the Buddha's spiritual might, teach the prajñāpāramitā. All those sons of the devas who have yet to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, they should now arise [that aspiration]. If a person has already penetratively [realized] the fixed status [of dharmas], they are therefore unable to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi. For what reason? Because they have already constructed an obstructing barrier [between themselves and the cycle of] birth and death. If these people were to arise the mind [of aspiration towards] anuttarā samyak saṃbodhi, I would also have appreciative joy [towards that], and never prevent their merit. For what reason? Superior people should aspire for superior dharmas."

QuoteDaoxing Jing
須菩提語釋提桓因言:「拘翼!是若干千萬天子樂者,聽我當說。」
須菩提持佛威神、持佛力,廣為諸天子說般若波羅蜜:「何所天子未行菩薩道,其未行者今皆當行。以得須陀洹道,不可復得菩薩道。何以故?閉塞生死道故。正使是輩行菩薩道者,我代其喜,我終不斷功德法,我使欲取中正尊法,正欲使上佛。」
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the Bodhisattva path ...

Damingdu Jing
善業曰:「諸天子!樂聞者,聽我說。因持佛力,廣說智度。何天子未求闓士道者,今皆當求。以得溝港道者,不可復得闓士道士。何以故?閉生死道已。正使是輩求者,我代其喜,不斷功德也。悉欲使取經中極尊法,使上至佛。」
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the bodhisattva path ...

Banruo Chao Jing
須菩提語釋提桓因。拘翼。是若干萬千天人樂聞者。皆聽我當持佛威神力廣為諸天人說般若波羅蜜。何所天人未發菩薩心者。今皆當行。以得須陀洹者不可復得菩薩道。何以故。閉塞生死故。正使是輩人索菩薩道。我亦勸助之不斷其功德。悉使取法中極尊欲使極上。
~ ... one who attains the streamwinner path, is not able to further attain the bodhisattva path ...

Xiaopin Jing
須菩提語釋提桓因,及諸天眾:「憍尸迦!我今當承佛神力,說般若波羅蜜。若諸天子未發阿耨多羅三藐三菩提心者,今應當發。若人已入正位,則不堪任發阿耨多羅三藐三菩提心。何以故?已於生死作障隔故。是人若發阿耨多羅三藐三菩提心,我亦隨喜,終不斷其功德。所以者何?上人應求上法。」
~ ... one who has entered certainty (samyaktva), is then unable to arise the mind of anuttarā samyak saṃbodhi ...

In Sanskrit: "ye tvavakrāntāḥ samyaktvaniyāmam, na te bhavyā anuttarāyāṁ samyaksaṁbodhau cittam utpādayitum| tatkasya hetoḥ? baddhasīmāno hi te saṁsārasrotasaḥ|"
"Those who have realized certainty, they cannot arise the mind of anuttarā samyak saṃbodhi."
Terjemahan Ven. Huifeng
http://www.lioncity.net/buddhism/index.php?showtopic=77605&st=30
nice man..

kontradiksi neh sama teori Chingik..-_-"..

dilbert

#102
Quote from: chingik on 07 November 2008, 11:25:15 AM
Ya, yang saya maksud adalah Sammsambuddha. Namun tidak berarti Arahat(Savaka Buddha) tidak Parinibbana. Dalam hal siklus simsara, Savaka Buddha itu memang telah mengakhiri sang jalan dan mencapai nibbana. Tapi jika mengatakan bahwa SUDAH PARINIBBANA SUDAH TIDAK BISA MENCAPAI APA-APA LAGI, ini tidak jauh berbeda dengan pandangan nihilis. Nibbana adalah keadaan sehubungan dengan padamnya api nafsu dosa, lobha dan moha. Mencapai parinibbana adalah keadaan dimana telah mencapai An-upadisesa nibbana. SEmua kilesa terkikis dan padamnya pancaskandha.   Ini berkenaan dengan pengikisan noda batin, 10 belenggu telah dikikis. Ini tidak mengindikasikan bahwa Setelah mencapai Parinibbanana, Seorang Savaka Buddha tidak dapat mencapai apa-apa lagi- Berkenaan dengan pengikisan 10 belenggu, memang dikatakan tidak ada lagi yang perlu dicapai- akan tetapi berkenaan dengan Pengetahuan Sempurna, sangat jelas sekali bahwa Savaka Buddha masih belum seSEMPURNA seorang Sammsambbudha.  Karena belum seSEMPURNA seorang Sammasambuddha, maka sudah pasti masih ada ruang bagi seorang SavakaBuddha utk menggapai sisa-sisa pengetahuan yg belum digapai. Secara logika ini tentu lebih memungkinkan dibandingkan dengan konsep anda yg mengatakan Savaka Buddha tidak bisa mencapai apa-apa lagi.

Jika tidak bisa mencapai apa-apa lagi sementara Pengetahuan Sempurna belum diraih, maka tidaklah ideal jika memilih jalan itu.  Mahayana tidak menampik jalan Arahat(Savaka Buddha), namun Mahayana percaya Arahat masih memiliki Ruang utk menggapai Sammasabuddha. Karena Sammsambuddha adalah tujuan tertinggi. Meskipun SravakaBuddha dan Paccekkabuddha dimuliakan , namun tetap Sammasambbudha adalah manusia sempurna yang tiada bandingannya yang memungkinkan bagi siapapun utk meraihnya tak terkecuali seorang Arahat maupun Paccekabuddha. 
Ingin mengatakan Arahat tidak sempurna atau sempurna itu kan tergantung sudut pandang. JIka dipandang dari seorang Sammasambuddha, jelas sekali Arahat tidak seSempurna Sammasambuddha dari segala aspek.  Siapa yang bisa membantah ini?

Tapi jika mengatakan bahwa SUDAH PARINIBBANA SUDAH TIDAK BISA MENCAPAI APA-APA LAGI, ini tidak jauh berbeda dengan pandangan nihilis. ... Bedakan konsep nihil dengan an-atta...

An-atta  menyatakan bahwa tiada inti yang kekal (berarti semua fenomena di dunia tidak berdiri sendiri karena terkondisi oleh banyak faktor). Ini tidak sama dengan konsep nihil... mungkin anda bahas lagi NIHIL yang anda katakan itu dengan konsep KEKOSONGAN (WU) MAHAYANA yang mungkin lebih dekat secara terminologi...

Sekali anda betul sekali bahwa kualitas SAVAKA BUDDHA berbeda dengan SAMMASAMBUDDHA, Seorang SAMMASAMBUDDHA, SAVAKA maupun PACCEKA memperoleh Empat Pengetahuan tentang Jalan... hanya bedanya seorang sammasambuddha memperoleh pengetahuan tentang Jalan diikuti dengan KEMAHATAHUAN... KEMAHATAHUAN inilah yang memungkinkan seorang SAMMASAMBUDDHA untuk menurunkan ajaran.

Darimana KEMAHATAHUAN ini diperoleh, tentunya secara "LOGIS" adalah dari penyempurnaan "PARAMI" dari serangkaian tambahan kehidupan yang harus dilewati oleh seolah BODHISATVA (calon sammsambuddha).

Dalam Theravada, tidak dipungkiri individu Bodhisatva.... Bodhisatva dalam Theravada adalah seorang calon sammasambuddha. Tidak ada jalur khusus (Ajaran) Bodhisatva. semuanya murni dari aspirasi masing-masing individu. Ketika seorang individu beraspirasi untuk mencapai sammasambuddha dan mendapat ramalan pasti dari seorang sammasambuddha, maka masuklah individu tersebut kedalam apa yang anda sebutkan JALUR BODHISATVA.

Pencapaian kesucian Arahat kembali lagi tidak tergantung kepada KEMAHATAHUAN... seperti contoh. ANANDA yang diberkahi dengan daya pikir dan daya ingat yang kuat tidak berhasil mencapai kesucian ARAHAT ketika BUDDHA masih hidup, tetapi bandingkan dengan bhikkhu Culapanthaka yang terkenal "BODOH" karena tidak bisa mengingat bahkan 1 bait pun dharma berhasil mencapai kesucian ARAHAT ketika BUDDHA menugaskan Culapanthaka untuk mencuci kain dengan mengucapkan kata-kata "KOTOR". Akhirnya Culapanthaka merealisasikan pembebasan, melepaskan kemelekatan, mencapai penembusan anicca, an-atta dan dukkha.

Inti pembahasan ini kalau saya simpulkan adalah :
1. Mahayana (tafsiran sdr.Chingik) menyatakan bahwa ARAHAT masih memiliki ruang untuk mencapai sammasambuddha karena di dalam Saddharmapundarika sutra, BUDDHA meramalkan pencapaian sammasambuddha dari para ARAHAT.
2. Theravada (tafsiran dilbert) menyatakan bahwa ARAHAT itu sudah mencapai nibbana (tujuan akhir kalau boleh dikatakan demikian). Ketika seorang ARAHAT parinibbana maka sudah "TIDAK BEREDAR" lagi, karena tiada kelahiran lagi bagi ARAHAT. Seorang individu yang sudah dalam Jalan ARAHAT (ARAHATTA MAGGA) bahkan sudah MATANG untuk mencapai tingkat ARAHAT (seperti contoh petapa sumedha), tetapi karena adanya aspirasi (keinginan baik/mulia yang sangat halus) ini tidak akan bisa merealisasi ARAHATTA PHALA.

Kedua argumentasi di atas "berseberangan"... Apakah ada pandangan yang lain.

Sekali lagi... Saya tidak menyatakan bahwa argumen saya pasti "BENAR", tetapi itulah yang bisa disampaikan.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Indra

Rekan2,

sepertinya ini sudah menjadi perdebatan Mahayana vs Theravada, tidak akan ada titik temunya. Dalam banyak hal Mahayana memang berbeda dengan Theravada. saya rasa akan lebih bijaksana jika kita menghormati masing2 pandangan tanpa berusaha untuk mengubah pandangan tsb.

_/\_

sobat-dharma

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek