News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Bhavaviveka "vs" Hinayana

Started by GandalfTheElder, 01 November 2008, 03:18:41 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

andrew

Quote from: Kemenyan on 04 November 2008, 10:32:55 AM
.Peta ?
Ini disimpulkan dari mana?

Maaf, saya pribadi tidak menganggap "Fenomena Hantu" sebagai "Mahluk dari Alam Peta",
Gua menganggap sosok yang sering kita sebut sebagai "Hantu" adalah Mahluk yang posisinya diatas manussa
Peta adalah mahluk yang penuh kesengsaraan dan tidak mampu bersinggungan dengan alam manussa,
Sedangkan Dewa Kecil memiliki kemampuan untuk menampakkan wujud dialam manussa, yang mungkin dalam hal ini memiliki pandangan salah

alam yang mempunyai kekuatan lebih dari manusia? mungkin asura

peta masih bersinggungan dengan alam manusia, upacara pelimpahan jasa di theravada ini lebih diperuntukan untuk menolong keluarga yang terlahir di alam peta

_/\_

Sukma Kemenyan

Entah lah kalau Asura
Namun, Saya berbicara jikalau "Hantu" bukan Mahluk Alam Peta

GandalfTheElder

Quote from: andrew on 04 November 2008, 10:50:51 AM
peta masih bersinggungan dengan alam manusia, upacara pelimpahan jasa di theravada ini lebih diperuntukan untuk menolong keluarga yang terlahir di alam peta

_/\_

Yap. Benar sekali. Makhluk preta bersinggungan dengan alam manusia. Coba baca Petavatthu.......

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

GandalfTheElder

#48
Quote from: karuna_murti on 04 November 2008, 10:38:49 AM
Saya kenal seorang Bhiksu dari Taiwan. Beliau scholar yang sangat terpelajar, mengajar meditasi dan sering memberi kuliah. Beliau pernah bilang, kalau tidak semua Mahayana beranggapan demikian. Bila ada suatu Sutra Mahayana yang mengatakan demikian (asumsi saya dari Sadharma Pundarika Sutra), Beliau bisa menemukan Sutra lain yang mengatakan tidak begitu. Beliau pernah mengatakan ada Sutra Mahayana yang lebih tua umurnya dari Sadharma Pundarika Sutra yang mengatakan bila pencapaian Arahat sudah Final.

Nanti akan saya postkan Sutra Mahayana tersebut, tapi untuk search kembali saya butuh waktu.

Maksud anda Ajitasena-vyakarana-nirdesa Sutra ??

Sutra tersebut memang tidak sepenuhnya Mahayana... alias separuh Hinayana separuh Mahayana.

Makanya orang tidak mengatakan kalau Ajitasena-vyakarana-nirdesa Sutra itu adalah Sutra Mahayana, tetapi proto-Mahayana Sutra.

Sutra tersebut mengisahkan tentang Raja Ajitasena dan seorang Arhat bernama Mahasravaka Nandimitra.

Bisa dibilang Ajitasena Sutra ini merupakan satu-satunya Sutra Mahayana yang tidak "mengesampingkan" pencapaian Arhat.

Disebutkan di Sutra tersebut bahwa ketika seseorang menjadi Arhat maka ia akan dapat melihat seluruh Buddha-ksetra [misalnya Saha, Sukhavati, Abhirati, Vaiduryaprabhasa dll).

Namun di Sutra tersebut juga dikatakan bahwa Mahasravaka Arahat Nandimitra diprediksikan akan menjadi Samyaksambuddha. Arahat Nandimitra juga sadar bahwa sebenarnya ia adalah Bodhisattva.

Arhat = Bodhisattva? Ya! Karena Ke-Arahat-an adalah salah satu tingkat pencapaian Bodhisattva dalam 10 tingkatan Bodhisattva. Satu versi menyebutkan tingkat ke-enam dan versi lainnya tingkat ke-tujuh.

Maka dari itu meskipun Sutra ini tidak "mengesampingkan" pencapaian Arhat, tetapi tetap memprediksikan seorang Arhat akan menjadi seorang Samyaksambuddha.

Ada 3 Sutra Mahayana awal di mana diteliti penulisannya sudah sejak abad 1 -2 SM, alias pada abad yang sama ketika kitab Tipitaka Pali ditulis di Srilanka (abad 1 SM):
1. Ajitasena Sutra [proto]
2. Astasahasrika Prajnaparamita Sutra (abad 1 SM - 1 M)
3. Saddharmapundarika Sutra (abad 2 SM - 3 M)

Menurut Taranatha, Sutra Mahayana yang muncul sebelum Mahayana sendiri pertama kali muncul adalah Astasahasrika Prajnaparamita Sutra. Maka dari itu sesuai dengan penelitian sejarawan masa kini bahwa Astasahasrika Prajnaparamita Sutra merupakan sutra Mahayana yang sangat awal, bahkan tidak kalah awal dengan penulisan Sutta-sutta Pali.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Saya pernah posting koq. Tapi lagi sibuk nih ;D
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

naviscope

[at] atas & atasnya lg

bro gandalf, posting kamyu emang paling cyip dech...

;D
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

GandalfTheElder

#51
Quoteoh iyah gw mao tanya, Avalokhitesvara dan Majusri itu makhluk apa? deva? asuhra? peta?...soale kononnya khan mereka bisa ngabulin permintaan orang2 yg meminta...berarti berbadan halus donk...kayak versi ROH taoism...no?

Surga Akanistha

Alam Akanistha adalah yang tertinggi dalam kelompok alam Suddhavasa, Rupadhyana [Rupajhana] keempat.

"Tempat Sambhogakaya adalah alam surga Akanishta-Ghanavyuha"
(Vimalamitra)

Dalam Tattvasamgraha disebutkan:
"Di surga Akanishta yang sempurna, yang berada di atas Surga Suddhavasa, para Bodhisattva mencapai Pengetahuan Sempurna dan di bawah pengaruhnya, seorang Buddha muncul di dunia ini."

Lankavatara Sutra berkata bahwa para Nisyanda Buddha [Sambhogakaya] berdiam di Akanishta.

Disebutkan dalam Mahayana, para Bodhisattva tingkat ke-10 ini seperti Avalokitesvara dan Manjusri menghuni alam Deva Akanishta.

Alam Akanishta ini adalah alam kelahiran kembali para Anagamin. Namun tentu pencapaian Bodhisattva dengan para Anagamin adalah jauh berbeda.

Di alam Akanishta ini ada istana Tanah Suci Vairocana Buddha, di mana para Bodhisattva tingkat 10 (Dharmamegha) berdiam.

Hali ini sama keadaanya seperti Tanah Suci Bodhisattva Maitreya di Surga Tusita. Surga Tusita dibagi dua:
1. Surga Tusita bagian dalam adalah Tanah Suci Bodhisattva Maitreya.
2. Surga Tusita bagian luar adalah alam dewa yang masih terikat nafsu.

Kalau diperbandingkan dengan Alam Akanistha maka:
1. Surga Akanistha bagian dalam adalah Tanah Suci Vairocana Buddha tempat para Bodhisattva tingkat Dharmamegha berdiam.
2. Surga Akanistha bagian luar merupakan kediaman para Dewa Anagamin.

Maha-Mahesvara

Bahkan untuk membedakan antara Akanishta Anagamin dengan Akanishta Bodhisattva, maka Surga Akanishta Bodhisattva tingkat 10 berdiam diberi nama Surga Maha Mahesvara.

Kamalasila yang mengkomentari kalimat di atas mengatakan bahwa di atas Akanistha, terdapat alam Mahamahesvara, tempat para Bodhisattva Tingkat 10 berdiam.

Konon Surga Mahamahesvara ini dikuasai oleh Dewa Mahesvara (Siva). Namun kedudukannya berada di bawah para Bodhisattva tingkat 10.

Seperti Dewa Santusita, penguasa surga Tusita, yang tentu tidak dapat diperbandingkan dengan keagungan, kebajikan dan kebijaksanaan Bodhisattva Maitreya yang juga berada di Surga Tusita.

Namun, Dasabhumika Sutra mengatakan bahwa Bodhisattva tingkat 10 adalah Mahesvara. Bagaimana ini? Lo kalau begitu Dewa Siva itu Bodhisattva tingkat 10 dong?

Ada pandangan yang menyebutkan bahwa Mahesvara yang berada di Akanistha bukanlah Siva. Siva adalah Pisaca-Mahesvara yaitu Isana yang berada di Surga Parinirmitavassavartin, bukan Maha-Mahesvara. Jadi Siva dan Mahamesvara adalah berbeda.

Umur Dewa Akanistha

Diketahui bahwa umur Maitreya Bodhisattva di surga Tusita sama dengan umur para deva penghuni Tusita yang lainnya.

Demikian juga umur Bodhisattva tingkat Dharmamegha di alam Akanistha adalah 16.000 Maha Kalpa sebelum mencapai tingkat Anuttara Samyaksambodhi. [mungkin ini merujuk pada Bodhisattva tingkat 10 yang menunda Ke-Buddhaannya, seperti Avalokitesvara, jadi tidak semua Bodhisattva tingkat 10]

Umur para Deva Anagamin di Akanishta juga 16.000 Maha Kalpa sebelum mencapai tingkat Arahat.

Manomayakaya [Sambhogakaya]

Buddhagupta dalam komentarnya tentang Mahavairocana Sutra berkata:
"Sambhogakaya dari Bhagavat tidak berada di suatu waktu ataupun tempat yang pasti dalam sutra-sutra dan tantra-tantra lainnya, di beberapa sutra dan tantra, Mahavairocana [dikatakan] berada di Surga Akanishta dan mengajarkan Dharma, yang lainnya [berkata] Mahavairocana berada di atas Gunung Sumeru mengajarkan Dharma, atau seperti Nirmanakaya yang berada di Rajagrha, atau tempat lainnya seperti Sravasti dan mengajarkan Dharma."

Para Bodhisattva tingkat 10 yang berada di istana dalam Akanishta adalah para Bodhisattva dalam wujud manomayakaya [tubuh ciptaan pikiran].

Maka dari itu tidak mengherankan bahwa ada 2 Maitreya Bodhisattva. Di sini bukan berarti ada 2 pribadi Maitreya Bodhisattva.

Tetapi Maitreya Bodhisattva di Surga Tusita adalah makhluk alam deva (tapi tentu bukan dewa yang biasa-biasa saja). Beliau memiliki manomayakaya (Sambhogakaya) di alam Akanistha, istana Vairocana Buddha.

Jadi Manomayakaya/Sambhogakaya di Surga Akanishta bermanifestasi menjadi para Nirmanakaya Buddha dan para Bodhisattva di Surga Tusita. Bisa juga dikatakan bahwa Sambhogakaya itu adalah para Dhyani Bodhisattva. Maitreya Bodhisattva di Surga Tusita adalah Nirmanakaya dari [Sambhogakaya] Dhyani Bodhisattva Maitreya di Surga Akanishta.

Dalam tradisi Theravada, Manomayakaya dapat dibandingkan dengan Nimitta Buddha yaitu tubuh yang diciptakan oleh kekuatan pikiran Sang Buddha, yang berdiam di alam Surga. Hanya para deva tingkat tinggi saja yang dapat melihat para Nimitta Buddha mengajarkan Dhamma.

Nimitta Buddha ini dapat diperbandingkan dengan Manomayakaya / Sambhogakaya.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa Vairocana di alam Akanistha adalah manomayakaya / Sambogakaya dari Sakyamuni Buddha di alam manusia.

Mungkinkah Vairocana Buddha adalah Nimitta Buddha? Bisa saja. Apalagi Vairocana dalam Mahayana memang Nirmita [nimitta/emanasi] dari Dharmakaya.

Menurut keterangan Buddhaguhya, Anandagarbha dan Saktyamitra, setelah lahir dari akndungan Mahamaya, Bodhisattva Siddharta sudah memiliki karakteristik dari Bodhisattva tingkat ke-10. Dan memang ketika di Surga Tusita-pun, Bodhisattva Svetaketu adalah Bodhisattva tingkat 10. Konon setelah Pangeran Siddharta melakukan pertapaan keras selama 6 tahun di tepi sungai Nairanjara, ia mencapai Samadhi "aninjyo-nama-samadhi" dan "aspharanaka-samadhi".

Pada waktu itu, para Buddha dari sepuluh penjuru datang berkumpul dan berkata pada Petapa Siddharta: "Engkau tidak dapat menjadi Samyaksambuddha dengan hanya menggunakan Samadhi ini.". "Maka dari itu bagaimana aku melakukannya", Ia memohon. Para Buddha kemudian menuntunnya ke Surga Akanishta.

Tubuh manusia Siddharta [vipaka-kaya] tetap berada di tepi Sungai Nairanjara, namun Manomayakaya Pangeran Siddharta yaitu Bodhisattva Sarvarthasiddha pergi menuju Surga Akanishta. Di sana Pangeran Siddharta mendapat lima Abhiseka Abhisambodhi.

Setelah mendapatkan kelima abhiseka tersebut, Bodhisattva Siddharta menjadi Samyaksambuddha Sejati dan Manomakaya Petapa Siddharta yaitu Bodhisattva Sarvarthasiddha menjadi Samyaksambuddha Maha Vairocana.

[Maka dari itu bersesuaian dengan catatan Theravada, bahwa ketika menjelang Parinibbana, pikiran Sang Buddha memasuki meditasi dan setelah memasuki Jhana keempat, Beliau mencapai Nibbana."]

Sambhogakaya seorang Bodhisattva disebut sebagai Parasambhogakaya dan Sambhogakaya seorang Buddha adalah Svasmbhogakaya.

Para Nimitta Buddha itu ada setiap saat, ini bisa diketahui dari pengalaman meditasi Acariya Mun sendiri yang seorang bhikkhu Theravada, ketika ia melakukan Samadhi-Nimitta para Buddha.
Lihat: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5087.0

Bahkan dalam Prajnaparamita, pada mulanya memang Sambhogakaya adalah Nirmita [Nimitta]. Dan dalam Mahayana akhirnya diyakini bahwa Nirmanakaya dan Sambhogakaya keduanya adalah Nirmita [created, emanated] dari Dharmakaya. Oleh karena itu dikatakan bahwa Sakyamuni Buddha merupakan Nirmita dari Sambhogakaya Amitabha dan Mahavairocana serta Dharmakaya Vajradhara.

Dapatkah Sambhogakaya Terlihat Oleh Orang Biasa?

Acariya Mun yang diyakini telah mencapai tingkatan kesucian dapat melihat nimitta para Buddha dan para Arahant.

Demikian juga menurut Je Tsongkhapa:
"Sambhogakaya ini muncul pada mereka yang telah mencapai tingkatan Dharmamegha yang telah memiliki pikiran bodhicitta bebas dari imajinasi yang berkembang [prapanca] dan mencapai cermin parjna yang tidak ternoda yang berasal dari pengumpulan kebajikan dan pengetahuan; dan Sambhogakaya tidak muncul secara konkret di hadapan manusia biasa [prthagjana] yang masih memiliki imajinasi yang berkembang."

Jadi Sambhogakaya hanya dapat dilihat oleh mereka yang mencapai tingkatan kesucian. Kalau ada orang biasa yang mengaku telah melihat Sambhogakaya, maka itu adalah omong kosong besar, mungkin cuma imajinasinya dia aja.

Nah, lantas bagaimana yang katanya Avalokitesvara dapat terlihat oleh orang biasa menolong manusia dari bencana dsb?

Untuk menjawab ini, marilah kita lihat Sakra, raja para dewa. Beberapa kali Sakra berwujud sebagai seorang manusia dan binatang. Nah kalau Sakra bisa, kenapa Avalokitesvara yang merupakan penghuni alam Akanishta tidak bisa??

Tentu, Avalokitesvara yang merupakan Bodhisattva tingkat 10 dapat mewujudkan dirinya dalam berbagai macam bentuk bukan? Di antaranya sebagai devata yang bisa dilihat oleh mereka yang memiliki abhijna biasa-biasa saja.

Maka dari itu mereka yang memiliki abhijna hanya dapat melihat Avalokitesvara yang berwujud sebagai devata. Mereka tidak dapat melihat Sambhogakaya Avalokitesvara Yang Sejati.

Jadi kalau ada orang pinter atau suhu yang ngaku-ngaku bisa liat Sambhogakaya Avalokitesvara, tapi sikap hidupnya klenik dan nggak sesuai Dharma, sudah dijamin pasti omong kosong besar. Apalagi sampai ada yang  katanya lok-thung [kerasukan] Avalokitesvara... ini sudah sangat keterlaluan karena merendahkan Bodhisattva Avalokitesvara.

Sambhogakaya = Atman?

Sambhogakaya adalah perwujudan Dharmakaya dalam ruang lingkup konvensional. Sama dengan para Nimitta Buddha yang merupakan perwujudan konvensional dari Dhammakaya.

Sambhogakaya adalah suatu tubuh Buddha yang merupakan simbol non-dualisme antara konvensional dan absolut. Tubuh tersebut muncul dari lautan Dharmakaya agar dapat diterima oleh kita yang konvensional ini.

Lantas apakah Sambhogakaya ini Atman? Bukan! Bahkan ketika para Vajrayanis bermeditasi pada Bodhisattva yang menjadi Ishtadevata mereka, para Bodhisattva tersebut janganlah dilihat sebagai mempunyai tubuh kasar. Tetapi pandanglah Bodhisattva tersebut bagaikan pantulan bulan di atas air.

Di Theravada pun sudah jelas bahwa para Nimitta Buddha pukan Atta.

Sambhogakaya ini juga bukan "roh" tetapi merupakan Nirmita [emanasi] / Manomayakaya [tubuh pikiran] dari para Buddha dan Bodhisattva.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

sobat-dharma

Quote from: GandalfTheElder on 04 November 2008, 02:43:18 PM

Dapatkah Sambhogakaya Terlihat Oleh Orang Biasa?

Acariya Mun yang diyakini telah mencapai tingkatan kesucian dapat melihat nimitta para Buddha dan para Arahant.

Demikian juga menurut Je Tsongkhapa:
"Sambhogakaya ini muncul pada mereka yang telah mencapai tingkatan Dharmamegha yang telah memiliki pikiran bodhicitta bebas dari imajinasi yang berkembang [prapanca] dan mencapai cermin parjna yang tidak ternoda yang berasal dari pengumpulan kebajikan dan pengetahuan; dan Sambhogakaya tidak muncul secara konkret di hadapan manusia biasa [prthagjana] yang masih memiliki imajinasi yang berkembang."


Mungkin ini jawaban menagapa para arahat dapat mengenal arahat yang lain? Sedangkan manusia biasa mungkin tidak dapat memebdakan antara arahat dengan bukan-arahat?

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

chingik

bro gandalf memang memiliki kemampuan berbicara tak terintangi alias bianchai wu'ai..haha

Ini saya tambahin sedikit deh (balik ke topik awal) ttg rangkuman Bhavaviveka yg konon dituduhkan oleh para bhikkhu Theravada pada saat itu:
1. Sutra-sutra Mahayana tidak termasuk dalam penulisan Tripitaka mula-mula

Sebenarnya kaum Mahayana sudah mengatakan dengan jelas bahwa ada konsili lain yg diperuntukkan kendaraan bodhisatva.    
Namun karena ada keinginan kaum Theravada mengklaim bahwa sesuatu yg diluar konsili I adalah tidak sah, sehingga Mahayana dianggap bukan ajaran asli Buddha.   Jelas Bhavaviveke tidak mau berpanjang lebar dengan orang yang cara berpikirnya sedemikian dogmatisnya. Karena sia-sia saja.  
Jadi bukan tidak ada bukti bahwa Mahayana itu ajaran asli Buddha, bahkan bukti sudah disodorkan (ttg konsili lain yg dilakukan para bodhisatva) tapi tetap saja ditolak, jadi mau bilang apa lagi?

(Mengenai Purana, kalo ga salah beliau bukan tidak mau ikut, tetapi kebetulan belum kembali dari tempat tugas mengajar dharma di wilayah yg sangat jauh.  Setelah kedatangan Beliau, baru memutuskan utk tidak menolak atau menerima hasil konsili I , nah lho... ini  satu point yg penting mengapa hasil konsili I sampai ditolak Purana. Tapi ini pembahasan lain yg tdk perlu dipanjang lebarkan disini)

2. Karena Mahayana mengajarkan bahwa Tathagata itu abadi, maka bertentang dengan doktrin anitya [ketidakkekalan]

Apakah yg tidak kekal itu? Apakah segala  sesuatu itu tidak kekal?
Dalam hal apakah sesuatu dikatakan kekal dan dalam hal apa sesuatu dikatakan tidak kekal? Buddhisme sepertinya tidak mengajarkan Sabbe dhamma anicca. Yang ada adalah 'Sabbe Sankhara Anicca'.
Sifat kekekalan menurut Mahayana adalah kekekalan yang terbebas dari dualitas, bukan kekekalan yang menyangkal ketidakkekalan. Sama halnya dengan Nibbana adalah kekekalan yang tak terkondisi yang bebas dari dualitas.  Berikut mari lihat perbincangan Buddha dengan Bodhisatva Kasyapa (cat: bukan Y.A Maha-Kasyapa) dalam Maha Parinirvana Sutra. (Tiru sedikit gaya bro Gandalf yg selalu mengutip langsung dari Sutra):
Pada saat itu, Bhagava berkata kepada Bodhisatva Kasyapa, "Putra bajik, tubuh Tathataga adalah tubuh yang kekal, tubuh yang tidak dapat mengalami kehancuran, tubuh berlian, bukan tubuh yang [terdiri dari kumpulan] aneka ragam makanan, itulah yang disebut dengan dharmakaya (tubuh dhamma).  
Bodhisatva Kasyapa lalu berkata kepada Buddha, "Oh Bhagava, seperti yang sudah dikatakan Tathagata, namun saya tidak melihat tubuh yang demikian. Saya hanya melihat tubuh [Tathagata] yang tidak kekal, yang dapat mengalami kehancuran, yang berdebu dan terdiri dari kumpulan aneka makanan. Mengapa? Karena Tathagata pun akan memasuki Parinirvana.
Buddha berkata, "Wahai Kasyapa, janganlah engkau berkata bahwa tubuh Tathagata itu tidak kokoh dan dapat mengalami kehancuran seperti tubuh makhluk awam. Putra bajik, ketahuilah, bahwa tubuh Tathagata itu kokoh, tidak mudah hancur sampai jutaan bahkan tak terhitung kalpa sekalipun. [Itu] bukan tubuh seperti halnya manusia atau dewa, bukan tubuh yang mengerikan [karena akan terurai] bukan tubuh yang terdiri dari kumpulan makanan. Tubuh Tathagata adalah tubuh yang bukan tubuh. Ia tidak lahir, tidak lenyap, tidak dilatih, tidak dikultivasi., tiada batas tiada jejak, tidak diketahui tidak berwujud, murni secara ultimat, tiada goyah, tiada perasaan tiada sankhara. Tidak berdiam, tidak bergerak, tiada rasa tiada ragam, bukan tubuh yang memiliki aktivitas, bukan perbuatan, bukan buah [dari perbuatan], bukan yang bergerak pun bukan yang lenyap, bukan batin, bukan yang [bisa dijangkau dengan] parameter. Tidak terbayangkan, tidak terbayangkan selamanya. Tiada batin yang kesadarannya terpisah pun tidak terpisah. Batinnya egaliter, bukan eksis sekaligus eksis, tiada datang dan pergi sekaligus juga datang dan pergi. Tidak hancur, tidak terpisah dan tidak habis. Tidak muncul, tidak lenyap. Bukan tuan sekaligus adalah tuan, bukan ada maupun tiada. Bukan tercerahkan ,bukan pandangan terang. Bukan [yang dapat di] pun bukan non-aksara. Bukan samadhi, pun bukan non-samadhi. Tidak dapat dipahami sekaligus dipahami secara tuntas. Tanpa lokasi sekaligus berlokasi. Tanpa rumah sekaligus berumah. Tiada  kegelapan tiada penerangan. Tiada keheningan sekaligus hening. Tiada sesuatu yang tidak diterima dan diberikan. Murni tanpa noda, tiada pertentangan, terbebas dari pertentangan. Berdiam dalam area tanpa kediaman. Tidak mencapai pun tidak merosot, bukan dharma, pun bukan bukan-dharma. Bukan ladang kebajikan, pun bukan bukan ladang kebajikan. Tiada akhir, tidak berakhir, terbebas dari segala akhir. Adalah kekosongan sekaligus terbebas dari kekosongan.    ...........

Kasyapa, hanya Tathagata yang mengetahui kondisi ini. Para sravaka dan pratyeka tidak dapat mengetahuinya.

Demikianlah sifat kekekalan di sini seharusnya dipahami dalam konteks yang tak terkondisi dan terbebas dari dualitas. Singkatnya, sifat kekekalan di sini merujuk pada aspek prinsipil, bukan aspek fenomena.  


3. Karena Mahayana mengajarkan Tathagatagarbha itu mencakup semuanya, maka Mahayana tidak menanggalkan konsep atman

Tathagatagarbha di sini merujuk pada potensi yang ada pada seluruh makhluk hidup. Tidak ada hubungannya dengan konsep atman, apalagi konsep atman telah disanggah juga dalam Mahayana.  Perumpamaan Tathagatagarbha dapat disimak dalam Mahavaipulya Tathagatagarbha Sutra: "Selanjutnya oh putra bajik, ibarat emas murni yang terjatuh ke dalam kotoran terpendam selama bertahun-tahun, emas murni tidak akan rusak namun tidak ada yang mengetahuinya. [Kemudian] seorang yang memiliki mata dewa berkata kepada semua orang, 'Di tempat kotoran ini terdapat permata emas murni. Kalian dapat mengeluarkannya dan menggunakannya sesuai kehendak. Demikian juga oh putra bajik, tempat kotor berarti noda batin. Permata emas berarti Tathagatagarbha. Orang yang memiliki mata dewa adalah Sang Tathagata. Oleh karena itu Sang Tathagata mewejangkan dharma kepada para makhluk hidup agar mereka dapat mengikis noda batin, mencapai pencerahan sempurna dan menjalankan aktivitas Buddha.


4. Karena Mahayana mengajarkan bahwa sang Buddha tidak mencapai Nirvana, maka ini menunjukkan bahwa Nirvana itu tidaklah damai

Tetap mencapai Nirvana kok. Yang Tidak mencapai Nirvana adalah pernyataan dalam konteks prinsipil utk mengikis pandangan dualitas tentang pengertian mencapai dan tidak mencapai. Seorang Buddha bebas dari dualitas, sehingga tidak melekat pada apa yang ada dan tidak ada, tercapai atau tidak tercapai, nirvana atau samsara.    

5. Sutra-sutra Mahayana mencakup ramalan di mana para Sravaka akan menjadi Buddha

Karena dalam Theravada tidak berfokus mengajarkan jalan bodhisatva, maka konsili I tentu tidak akan mengangkat wejangan Buddha tentang ramalan ini.

6. Mahayana merendahkan Arhat

Kalau Mahayana merendahkan Arahat, maka Mahayana tidak akan menghormati YA Sariputra, YA Moggallana , dll. Tapi buktinya Pembukaan Sutra selalu memuji para siswa Arahat.  

7. Mahayana memuja para Bodhisattva di atas Buddha

Tergantung konteks apa yang sedang dibicarakan. Ada saatnya juga sebaliknya. Dan pada dasarnya pencapaian tertinggi adalah Buddha. Ini sudah cukup jelas.

8. Mahayana menyimpangkan ajaran dengan mengatakan bahwa Sakyamuni adalah emanasi

Silakan lihat postingan bro Gandalf di atas.

9. Mahayana mengajarkan bahwa tindakan tidak membawa akibat

Ini Relatif. Tindakan apa dan berdasarkan bentuk-bentukan batin seperti apa. Theravada juga percaya bahwa tindakan tidak membawa akibat apabila tindakan itu tanpa diiringi dengan cetasika. (kalo salah tolong dikoreksi bro Gandalf)


Ok silakan lanjut lagi...asal jgn oot nih..:)


Edward

Nice info Bro Gandalf.... :jempol:
Banyak pertanyaan yang selama ini gw kaga tau jawabannya, sekarang jadi bisa lebih dimengerti...
Thx a lot.....
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

dilbert

Banyak murid yang lulus sekolah/kuliah, tetapi tidak semua yang bisa menjadi GURU/DOSEN...

Semua makhluk dikatakan memiliki benih ke-buddha-an, tetapi tidak semua yang bisa menjadi seorang sammasambuddha (membabarkan ajaran).
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

#56
Quote from: chingik on 04 November 2008, 04:29:18 PM
bro gandalf memang memiliki kemampuan berbicara tak terintangi alias bianchai wu'ai..haha

Ini saya tambahin sedikit deh (balik ke topik awal) ttg rangkuman Bhavaviveka yg konon dituduhkan oleh para bhikkhu Theravada pada saat itu:
1. Sutra-sutra Mahayana tidak termasuk dalam penulisan Tripitaka mula-mula

Sebenarnya kaum Mahayana sudah mengatakan dengan jelas bahwa ada konsili lain yg diperuntukkan kendaraan bodhisatva.    
Namun karena ada keinginan kaum Theravada mengklaim bahwa sesuatu yg diluar konsili I adalah tidak sah, sehingga Mahayana dianggap bukan ajaran asli Buddha.   Jelas Bhavaviveke tidak mau berpanjang lebar dengan orang yang cara berpikirnya sedemikian dogmatisnya. Karena sia-sia saja.  
Jadi bukan tidak ada bukti bahwa Mahayana itu ajaran asli Buddha, bahkan bukti sudah disodorkan (ttg konsili lain yg dilakukan para bodhisatva) tapi tetap saja ditolak, jadi mau bilang apa lagi?

(Mengenai Purana, kalo ga salah beliau bukan tidak mau ikut, tetapi kebetulan belum kembali dari tempat tugas mengajar dharma di wilayah yg sangat jauh.  Setelah kedatangan Beliau, baru memutuskan utk tidak menolak atau menerima hasil konsili I , nah lho... ini  satu point yg penting mengapa hasil konsili I sampai ditolak Purana. Tapi ini pembahasan lain yg tdk perlu dipanjang lebarkan disini)


Sebenarnya kalau saya pribadi tidak "mempermasalahkan" kitab mana satu yang lebih tua atau lebih orisinil. Tetapi lebih mengedepankan "isi" kitab-nya dan kecenderungan penafsirannya. Kitab Kitab yang "KONSISTEN" konsep-nya dari awal sampai akhir itulah yang dikatakan sebagai satu kesatuan yang logis.


Quote from: chingik on 04 November 2008, 04:29:18 PM

2. Karena Mahayana mengajarkan bahwa Tathagata itu abadi, maka bertentang dengan doktrin anitya [ketidakkekalan]

Apakah yg tidak kekal itu? Apakah segala  sesuatu itu tidak kekal?
Dalam hal apakah sesuatu dikatakan kekal dan dalam hal apa sesuatu dikatakan tidak kekal? Buddhisme sepertinya tidak mengajarkan Sabbe dhamma anicca. Yang ada adalah 'Sabbe Sankhara Anicca'.
Sifat kekekalan menurut Mahayana adalah kekekalan yang terbebas dari dualitas, bukan kekekalan yang menyangkal ketidakkekalan. Sama halnya dengan Nibbana adalah kekekalan yang tak terkondisi yang bebas dari dualitas.  Berikut mari lihat perbincangan Buddha dengan Bodhisatva Kasyapa (cat: bukan Y.A Maha-Kasyapa) dalam Maha Parinirvana Sutra. (Tiru sedikit gaya bro Gandalf yg selalu mengutip langsung dari Sutra):
Pada saat itu, Bhagava berkata kepada Bodhisatva Kasyapa, "Putra bajik, tubuh Tathataga adalah tubuh yang kekal, tubuh yang tidak dapat mengalami kehancuran, tubuh berlian, bukan tubuh yang [terdiri dari kumpulan] aneka ragam makanan, itulah yang disebut dengan dharmakaya (tubuh dhamma). 
Bodhisatva Kasyapa lalu berkata kepada Buddha, "Oh Bhagava, seperti yang sudah dikatakan Tathagata, namun saya tidak melihat tubuh yang demikian. Saya hanya melihat tubuh [Tathagata] yang tidak kekal, yang dapat mengalami kehancuran, yang berdebu dan terdiri dari kumpulan aneka makanan. Mengapa? Karena Tathagata pun akan memasuki Parinirvana.
Buddha berkata, "Wahai Kasyapa, janganlah engkau berkata bahwa tubuh Tathagata itu tidak kokoh dan dapat mengalami kehancuran seperti tubuh makhluk awam. Putra bajik, ketahuilah, bahwa tubuh Tathagata itu kokoh, tidak mudah hancur sampai jutaan bahkan tak terhitung kalpa sekalipun. [Itu] bukan tubuh seperti halnya manusia atau dewa, bukan tubuh yang mengerikan [karena akan terurai] bukan tubuh yang terdiri dari kumpulan makanan. Tubuh Tathagata adalah tubuh yang bukan tubuh. Ia tidak lahir, tidak lenyap, tidak dilatih, tidak dikultivasi., tiada batas tiada jejak, tidak diketahui tidak berwujud, murni secara ultimat, tiada goyah, tiada perasaan tiada sankhara. Tidak berdiam, tidak bergerak, tiada rasa tiada ragam, bukan tubuh yang memiliki aktivitas, bukan perbuatan, bukan buah [dari perbuatan], bukan yang bergerak pun bukan yang lenyap, bukan batin, bukan yang [bisa dijangkau dengan] parameter. Tidak terbayangkan, tidak terbayangkan selamanya. Tiada batin yang kesadarannya terpisah pun tidak terpisah. Batinnya egaliter, bukan eksis sekaligus eksis, tiada datang dan pergi sekaligus juga datang dan pergi. Tidak hancur, tidak terpisah dan tidak habis. Tidak muncul, tidak lenyap. Bukan tuan sekaligus adalah tuan, bukan ada maupun tiada. Bukan tercerahkan ,bukan pandangan terang. Bukan [yang dapat di] pun bukan non-aksara. Bukan samadhi, pun bukan non-samadhi. Tidak dapat dipahami sekaligus dipahami secara tuntas. Tanpa lokasi sekaligus berlokasi. Tanpa rumah sekaligus berumah. Tiada  kegelapan tiada penerangan. Tiada keheningan sekaligus hening. Tiada sesuatu yang tidak diterima dan diberikan. Murni tanpa noda, tiada pertentangan, terbebas dari pertentangan. Berdiam dalam area tanpa kediaman. Tidak mencapai pun tidak merosot, bukan dharma, pun bukan bukan-dharma. Bukan ladang kebajikan, pun bukan bukan ladang kebajikan. Tiada akhir, tidak berakhir, terbebas dari segala akhir. Adalah kekosongan sekaligus terbebas dari kekosongan.    ...........

Kasyapa, hanya Tathagata yang mengetahui kondisi ini. Para sravaka dan pratyeka tidak dapat mengetahuinya.

Demikianlah sifat kekekalan di sini seharusnya dipahami dalam konteks yang tak terkondisi dan terbebas dari dualitas. Singkatnya, sifat kekekalan di sini merujuk pada aspek prinsipil, bukan aspek fenomena. 


apakah dharmakaya di kutipan di atas dikatakan bahwa Tathagatha (BUDDHA) masih beredar ?? Karena dalam teks Pali, BUDDHA sendiri menghindari pertanyaan tentang apakah Tathagatha itu eksis ataupun tidak eksis setelah parinibbana. Tetapi ketika nibbana dicapai, dan dikatakan bahwa itulah kelahiran terakhir dan berakhirlah kelahiran dan kematian, LOGIS-nya yah tidak "BEREDAR" lagi.
Jadi mengapa "DHARMAKAYA" harus beredar lagi ?? Apakah untuk menolong "menyeberangkan" makhluk hidup ?? Jelas sekali bahkan di dalam sutra utama mahayana (Vajracheddika Sutra / Sutra Intan) dikatakan bahwa BAHKAN TATHAGATHA SENDIRI TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP MANAPUN. Ini sesuai dengan semboyan dan semangat bahwa KITA SEMUA YANG MENENTUKAN JALAN HIDUP MASING MASING, MEWARISI KARMA MASING-MASING, BLA BLA BLA...

Inilah yang saya katakan adanya in-konsistensi konsep jika melihat sebagian tafsiran para MAHAYANIS. (saya tidak katakan bahwa ajaran MAHAYANA semua salah, bahkan saya sangat mengagumi ajaran ZEN (salah satu aliran MAHAYANA)...)


Quote from: chingik on 04 November 2008, 04:29:18 PM


3. Karena Mahayana mengajarkan Tathagatagarbha itu mencakup semuanya, maka Mahayana tidak menanggalkan konsep atman

Tathagatagarbha di sini merujuk pada potensi yang ada pada seluruh makhluk hidup. Tidak ada hubungannya dengan konsep atman, apalagi konsep atman telah disanggah juga dalam Mahayana.  Perumpamaan Tathagatagarbha dapat disimak dalam Mahavaipulya Tathagatagarbha Sutra: "Selanjutnya oh putra bajik, ibarat emas murni yang terjatuh ke dalam kotoran terpendam selama bertahun-tahun, emas murni tidak akan rusak namun tidak ada yang mengetahuinya. [Kemudian] seorang yang memiliki mata dewa berkata kepada semua orang, 'Di tempat kotoran ini terdapat permata emas murni. Kalian dapat mengeluarkannya dan menggunakannya sesuai kehendak. Demikian juga oh putra bajik, tempat kotor berarti noda batin. Permata emas berarti Tathagatagarbha. Orang yang memiliki mata dewa adalah Sang Tathagata. Oleh karena itu Sang Tathagata mewejangkan dharma kepada para makhluk hidup agar mereka dapat mengikis noda batin, mencapai pencerahan sempurna dan menjalankan aktivitas Buddha.


Jika dikatakan bahwa Tathagatagarbha merujuk pada potensi kebuddhaan atau bodhicitta, seharusnya seperti itulah yang harus di"pahami" bahwa hanya ada potensi pada semua makhluk bukan pada konsep Tathagatha yang dikatakan sebagai dharmakaya yang terus menerus "BEREDAR".


Quote from: chingik on 04 November 2008, 04:29:18 PM

4. Karena Mahayana mengajarkan bahwa sang Buddha tidak mencapai Nirvana, maka ini menunjukkan bahwa Nirvana itu tidaklah damai

Tetap mencapai Nirvana kok. Yang Tidak mencapai Nirvana adalah pernyataan dalam konteks prinsipil utk mengikis pandangan dualitas tentang pengertian mencapai dan tidak mencapai. Seorang Buddha bebas dari dualitas, sehingga tidak melekat pada apa yang ada dan tidak ada, tercapai atau tidak tercapai, nirvana atau samsara.   


Jika mencapai parinibbana, berarti Tathagatha tidak identik dengan dharmakaya. Atau Dharmakaya tidak identik dengan sosok seorang sammasambuddha. Ketika seorang sammasambuddha sudah parinibbana (sebagaimana dengan para arahat / savaka buddha ataupun pacceka buddha), maka sudah tidak ada lagi sosok buddha secara fisik/historis. Dengan ada atau tidaknya seorang sammasambuddha, Dharma (dengan huruf D besar, diartikan sebagai semua fenomena/hukum kesunyataan) tetap ada. Dengan adanya Dharma kita ibaratkan dharmakaya itu tetap ada, tetapi bukan dalam sosok seorang BUDDHA. Sehingga ini yang sering disalahartikan.


Quote from: chingik on 04 November 2008, 04:29:18 PM

5. Sutra-sutra Mahayana mencakup ramalan di mana para Sravaka akan menjadi Buddha

Karena dalam Theravada tidak berfokus mengajarkan jalan bodhisatva, maka konsili I tentu tidak akan mengangkat wejangan Buddha tentang ramalan ini.


Untuk lebih men-"JELAS"-kan masalah ini, tentunya harus disepakati dahulu terminologi bodhisatva. Apakah bodhisatva itu ?? Apakah seorang calon BUDDHA ?? atau lebih tepatnya adlaah seorang calon Sammasambuddha ??

Kalau dikatakan bahwa seorang BODHISATVA adalah seorang calon BUDDHA, maka saya, anda, bahkan seekor anjing pun adalah calon buddha. MENGAPA ??? Karena dikatakan bahwa semua makhluk memiliki benih kebuddhaan. berarti "SUATU SAAT" semua makhluk akan mencapai ke-BUDDHA-an, apakah ini bukan dikatakan bahwa saya dan anda juga adalah seorang calon BUDDHA. bahkan di dalam Vajrayana (yang juga dimasukkan sebagai MAHAYANA) dikatakan bahwa bahkan dalam SATU KEHIDUPAN INI, PARA VAJRAYANIS DIASPIRASIKAN MENCAPAI KEBUDDHAAN.

Jika terminologi seorang BODHISATVA adalah calon sammasambuddha (sesuai dengan buddhavamsa) tentang  seseorang yang di-"ramal"-kan seorang sammasambuddha akan mencapai sammasambuddha dimasa mendatang, harus menjalani tambahan beberapa assankheya kappa untuk merealisasikan PARAMI-nya, maka TIDAK ADA DIAJARKAN JALAN BODHISATVA, karena untuk mencapai tingkat SAMMASAMBUDDHA adalah berdasarkan aspirasi MASING-MASING MAKHLUK.

Note : Petapa Sumedha beraspirasi mencapai sammasambuddha dihadapan BUDDHA DIPANKARA, dan alhasil Petapa Sumedha harus menjalani 4 assankheya kappa dan 100.000 kappa untuk melengkapi parami-nya. padahal pada saat itu, petapa sumedha sudah memiliki bibit untuk mencapai tingkat savaka buddha (arahat) dibawah BUDDHA DIPANKARA. Demikian juga cerita SARIPUTRA yang beraspirasi menjadi seorang AGGASAVAKA (siswa UTAMA) seorang sammasambuddha, "terpaksa" harus menjalani tambahan 100.000 kappa untuk melengkapi paraminya.

...

bersambung....
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

El Sol

panjang banget..

aku besok baru reply yak...soale mao aye baca2 dulu..

ada test besok..

-_-"


El Sol

#58
QuoteHahaha... bro.elsol..bro. elsol...

Anda yakin udah baca tuh Petavatthu lengkap? Saya ragu kok anda belum ya..... Masa kagak bisa nemuin, padahal udah saya kasih bagian mana dari Petavatthu yang anda bisa baca............

Ngaku udah baca Petavatthu tapi nggak tahu apa itu vimanapeta.... ini adalah suatu hal yang sangat lucu.....     la wong di Petavatthu saya baca sendiri disebutin dan dijelaskan kisah tentang Vimanapeta kok!!

Ini tanda anda belom baca....

Cari di om Google tuh kalau anda nggak punya buku Petavatthu... Nanti kalo anda benar-benar nggak nemuin, terus nyerah, baru saya kasih tuh sumbernya (krn saya punya buku Petavatthu)..... 

Outside the walls they stand,
   & at crossroads.
At door posts they stand,
   returning to their old homes.
But when a meal with plentiful food & drink is served,
   no one remembers them:
Such is the kamma of living beings.

Thus those who feel sympathy for their dead relatives
give timely donations of proper food & drink
   — exquisite, clean —
[thinking:] "May this be for our relatives.
      May our relatives be happy!"

And those who have gathered there,
   the assembled shades of the relatives,
with appreciation give their blessing
for the plentiful food & drink:
   "May our relatives live long
   because of whom we have gained [this gift].
   We have been honored,
   and the donors are not without reward!"

For there [in their realm] there's
   no farming,
   no herding of cattle,
   no commerce,
   no trading with money.
They live on what is given here,
   hungry shades
   whose time here is done.

As water raining on a hill
flows down to the valley,
   even so does what is given here
   benefit the dead.
As rivers full of water
fill the ocean full,
   even so does what is given here
   benefit the dead.

"He gave to me, she acted on my behalf,
   they were my relatives, companions, friends":
Offerings should be given for the dead
when one reflects thus
on things done in the past.
For no weeping,
   no sorrowing
   no other lamentation
      benefits the dead
      whose relatives persist in that way.
But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
it works for their long-term benefit
and they profit immediately.

In this way    the proper duty to relatives has been shown,
      great honor has been done to the dead,
      and monks have been given strength:

   The merit you've acquired
      isn't small.


taken from hxxp://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/pv/pv.1.05.than.html

coba cari kata Vimapeta disini..-_-"...jelas2 gk ada gitu...

QuoteYa memang Bodhisattva tidak sesuci Buddha, semua sekte pun mengakui demikian.....

buktinya dalam Mahayana para Boddhisatva level tinggi dah dianggap sebagai Buddha, karena level(baca: tingkat kesucian) mereka dah setaraf dengan Buddha!...nah loh?!...yg bener yg mana neh?...gw liat banyak umat2 Vajra(Vajra= maha) manggil Avalokhitesvara, tara, dll sebagai BUDDHA...bukan Boddhisatva, dan mereka jelasinnya ke gw karena Boddhisatva2 itu kesuciannya dah selevel sama Buddha...

QuoteEmang Angulimala kagak?

Angulimala jadi Arahat waktu dia mati???...masalahnya khan dia jadi Arahat waktu dia masih idup..dan di boost sama kamma baek lampau dia sehingga bisa jadi Arahat...kayak diteken ajah pake batu..

tapi kalo Angulimala dah meninggal dunia..dan jadi lets say Dhammapala or Arahat...itu khan gk mungkin!...karena kondisi batin dan fisik sangat2 menderita...

bahkan sang Buddha pernah suruh Bhikkhu kasih makan orang laper yg pengen denger Dhamma, karena kalo laper denger Dhamma susah masuk..apalage Peta yg menderita terus menerus nonstop 24 jam...

IMPOSSIBLE!...

QuoteYa udah.....kalau gitu saya milih Mahasanghika saja deh... karena lumayan selaras dengan ajaran Mahayana tentang Bodhisattva yang saya yakini dan secara logika masuk...

oh..haha..minta2 ama Boddhisatva buatan itu logika yak?...huahuahua
iyah deh..yg logikanya tinggi..huahuahua


El Sol

Quote from: GandalfTheElder on 04 November 2008, 02:43:18 PM
Quoteoh iyah gw mao tanya, Avalokhitesvara dan Majusri itu makhluk apa? deva? asuhra? peta?...soale kononnya khan mereka bisa ngabulin permintaan orang2 yg meminta...berarti berbadan halus donk...kayak versi ROH taoism...no?

Surga Akanistha

Alam Akanistha adalah yang tertinggi dalam kelompok alam Suddhavasa, Rupadhyana [Rupajhana] keempat.

"Tempat Sambhogakaya adalah alam surga Akanishta-Ghanavyuha"
(Vimalamitra)

Dalam Tattvasamgraha disebutkan:
"Di surga Akanishta yang sempurna, yang berada di atas Surga Suddhavasa, para Bodhisattva mencapai Pengetahuan Sempurna dan di bawah pengaruhnya, seorang Buddha muncul di dunia ini."

Lankavatara Sutra berkata bahwa para Nisyanda Buddha [Sambhogakaya] berdiam di Akanishta.

Disebutkan dalam Mahayana, para Bodhisattva tingkat ke-10 ini seperti Avalokitesvara dan Manjusri menghuni alam Deva Akanishta.

Alam Akanishta ini adalah alam kelahiran kembali para Anagamin. Namun tentu pencapaian Bodhisattva dengan para Anagamin adalah jauh berbeda.

Di alam Akanishta ini ada istana Tanah Suci Vairocana Buddha, di mana para Bodhisattva tingkat 10 (Dharmamegha) berdiam.

Hali ini sama keadaanya seperti Tanah Suci Bodhisattva Maitreya di Surga Tusita. Surga Tusita dibagi dua:
1. Surga Tusita bagian dalam adalah Tanah Suci Bodhisattva Maitreya.
2. Surga Tusita bagian luar adalah alam dewa yang masih terikat nafsu.

Kalau diperbandingkan dengan Alam Akanistha maka:
1. Surga Akanistha bagian dalam adalah Tanah Suci Vairocana Buddha tempat para Bodhisattva tingkat Dharmamegha berdiam.
2. Surga Akanistha bagian luar merupakan kediaman para Dewa Anagamin.

Maha-Mahesvara

Bahkan untuk membedakan antara Akanishta Anagamin dengan Akanishta Bodhisattva, maka Surga Akanishta Bodhisattva tingkat 10 berdiam diberi nama Surga Maha Mahesvara.

Kamalasila yang mengkomentari kalimat di atas mengatakan bahwa di atas Akanistha, terdapat alam Mahamahesvara, tempat para Bodhisattva Tingkat 10 berdiam.

Konon Surga Mahamahesvara ini dikuasai oleh Dewa Mahesvara (Siva). Namun kedudukannya berada di bawah para Bodhisattva tingkat 10.

Seperti Dewa Santusita, penguasa surga Tusita, yang tentu tidak dapat diperbandingkan dengan keagungan, kebajikan dan kebijaksanaan Bodhisattva Maitreya yang juga berada di Surga Tusita.

Namun, Dasabhumika Sutra mengatakan bahwa Bodhisattva tingkat 10 adalah Mahesvara. Bagaimana ini? Lo kalau begitu Dewa Siva itu Bodhisattva tingkat 10 dong?

Ada pandangan yang menyebutkan bahwa Mahesvara yang berada di Akanistha bukanlah Siva. Siva adalah Pisaca-Mahesvara yaitu Isana yang berada di Surga Parinirmitavassavartin, bukan Maha-Mahesvara. Jadi Siva dan Mahamesvara adalah berbeda.

Umur Dewa Akanistha

Diketahui bahwa umur Maitreya Bodhisattva di surga Tusita sama dengan umur para deva penghuni Tusita yang lainnya.

Demikian juga umur Bodhisattva tingkat Dharmamegha di alam Akanistha adalah 16.000 Maha Kalpa sebelum mencapai tingkat Anuttara Samyaksambodhi. [mungkin ini merujuk pada Bodhisattva tingkat 10 yang menunda Ke-Buddhaannya, seperti Avalokitesvara, jadi tidak semua Bodhisattva tingkat 10]

Umur para Deva Anagamin di Akanishta juga 16.000 Maha Kalpa sebelum mencapai tingkat Arahat.

Manomayakaya [Sambhogakaya]

Buddhagupta dalam komentarnya tentang Mahavairocana Sutra berkata:
"Sambhogakaya dari Bhagavat tidak berada di suatu waktu ataupun tempat yang pasti dalam sutra-sutra dan tantra-tantra lainnya, di beberapa sutra dan tantra, Mahavairocana [dikatakan] berada di Surga Akanishta dan mengajarkan Dharma, yang lainnya [berkata] Mahavairocana berada di atas Gunung Sumeru mengajarkan Dharma, atau seperti Nirmanakaya yang berada di Rajagrha, atau tempat lainnya seperti Sravasti dan mengajarkan Dharma."

Para Bodhisattva tingkat 10 yang berada di istana dalam Akanishta adalah para Bodhisattva dalam wujud manomayakaya [tubuh ciptaan pikiran].

Maka dari itu tidak mengherankan bahwa ada 2 Maitreya Bodhisattva. Di sini bukan berarti ada 2 pribadi Maitreya Bodhisattva.

Tetapi Maitreya Bodhisattva di Surga Tusita adalah makhluk alam deva (tapi tentu bukan dewa yang biasa-biasa saja). Beliau memiliki manomayakaya (Sambhogakaya) di alam Akanistha, istana Vairocana Buddha.

Jadi Manomayakaya/Sambhogakaya di Surga Akanishta bermanifestasi menjadi para Nirmanakaya Buddha dan para Bodhisattva di Surga Tusita. Bisa juga dikatakan bahwa Sambhogakaya itu adalah para Dhyani Bodhisattva. Maitreya Bodhisattva di Surga Tusita adalah Nirmanakaya dari [Sambhogakaya] Dhyani Bodhisattva Maitreya di Surga Akanishta.

Dalam tradisi Theravada, Manomayakaya dapat dibandingkan dengan Nimitta Buddha yaitu tubuh yang diciptakan oleh kekuatan pikiran Sang Buddha, yang berdiam di alam Surga. Hanya para deva tingkat tinggi saja yang dapat melihat para Nimitta Buddha mengajarkan Dhamma.

Nimitta Buddha ini dapat diperbandingkan dengan Manomayakaya / Sambhogakaya.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa Vairocana di alam Akanistha adalah manomayakaya / Sambogakaya dari Sakyamuni Buddha di alam manusia.

Mungkinkah Vairocana Buddha adalah Nimitta Buddha? Bisa saja. Apalagi Vairocana dalam Mahayana memang Nirmita [nimitta/emanasi] dari Dharmakaya.

Menurut keterangan Buddhaguhya, Anandagarbha dan Saktyamitra, setelah lahir dari akndungan Mahamaya, Bodhisattva Siddharta sudah memiliki karakteristik dari Bodhisattva tingkat ke-10. Dan memang ketika di Surga Tusita-pun, Bodhisattva Svetaketu adalah Bodhisattva tingkat 10. Konon setelah Pangeran Siddharta melakukan pertapaan keras selama 6 tahun di tepi sungai Nairanjara, ia mencapai Samadhi "aninjyo-nama-samadhi" dan "aspharanaka-samadhi".

Pada waktu itu, para Buddha dari sepuluh penjuru datang berkumpul dan berkata pada Petapa Siddharta: "Engkau tidak dapat menjadi Samyaksambuddha dengan hanya menggunakan Samadhi ini.". "Maka dari itu bagaimana aku melakukannya", Ia memohon. Para Buddha kemudian menuntunnya ke Surga Akanishta.

Tubuh manusia Siddharta [vipaka-kaya] tetap berada di tepi Sungai Nairanjara, namun Manomayakaya Pangeran Siddharta yaitu Bodhisattva Sarvarthasiddha pergi menuju Surga Akanishta. Di sana Pangeran Siddharta mendapat lima Abhiseka Abhisambodhi.

Setelah mendapatkan kelima abhiseka tersebut, Bodhisattva Siddharta menjadi Samyaksambuddha Sejati dan Manomakaya Petapa Siddharta yaitu Bodhisattva Sarvarthasiddha menjadi Samyaksambuddha Maha Vairocana.

[Maka dari itu bersesuaian dengan catatan Theravada, bahwa ketika menjelang Parinibbana, pikiran Sang Buddha memasuki meditasi dan setelah memasuki Jhana keempat, Beliau mencapai Nibbana."]

Sambhogakaya seorang Bodhisattva disebut sebagai Parasambhogakaya dan Sambhogakaya seorang Buddha adalah Svasmbhogakaya.

Para Nimitta Buddha itu ada setiap saat, ini bisa diketahui dari pengalaman meditasi Acariya Mun sendiri yang seorang bhikkhu Theravada, ketika ia melakukan Samadhi-Nimitta para Buddha.
Lihat: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5087.0

Bahkan dalam Prajnaparamita, pada mulanya memang Sambhogakaya adalah Nirmita [Nimitta]. Dan dalam Mahayana akhirnya diyakini bahwa Nirmanakaya dan Sambhogakaya keduanya adalah Nirmita [created, emanated] dari Dharmakaya. Oleh karena itu dikatakan bahwa Sakyamuni Buddha merupakan Nirmita dari Sambhogakaya Amitabha dan Mahavairocana serta Dharmakaya Vajradhara.

Dapatkah Sambhogakaya Terlihat Oleh Orang Biasa?

Acariya Mun yang diyakini telah mencapai tingkatan kesucian dapat melihat nimitta para Buddha dan para Arahant.

Demikian juga menurut Je Tsongkhapa:
"Sambhogakaya ini muncul pada mereka yang telah mencapai tingkatan Dharmamegha yang telah memiliki pikiran bodhicitta bebas dari imajinasi yang berkembang [prapanca] dan mencapai cermin parjna yang tidak ternoda yang berasal dari pengumpulan kebajikan dan pengetahuan; dan Sambhogakaya tidak muncul secara konkret di hadapan manusia biasa [prthagjana] yang masih memiliki imajinasi yang berkembang."

Jadi Sambhogakaya hanya dapat dilihat oleh mereka yang mencapai tingkatan kesucian. Kalau ada orang biasa yang mengaku telah melihat Sambhogakaya, maka itu adalah omong kosong besar, mungkin cuma imajinasinya dia aja.

Nah, lantas bagaimana yang katanya Avalokitesvara dapat terlihat oleh orang biasa menolong manusia dari bencana dsb?

Untuk menjawab ini, marilah kita lihat Sakra, raja para dewa. Beberapa kali Sakra berwujud sebagai seorang manusia dan binatang. Nah kalau Sakra bisa, kenapa Avalokitesvara yang merupakan penghuni alam Akanishta tidak bisa??

Tentu, Avalokitesvara yang merupakan Bodhisattva tingkat 10 dapat mewujudkan dirinya dalam berbagai macam bentuk bukan? Di antaranya sebagai devata yang bisa dilihat oleh mereka yang memiliki abhijna biasa-biasa saja.

Maka dari itu mereka yang memiliki abhijna hanya dapat melihat Avalokitesvara yang berwujud sebagai devata. Mereka tidak dapat melihat Sambhogakaya Avalokitesvara Yang Sejati.

Jadi kalau ada orang pinter atau suhu yang ngaku-ngaku bisa liat Sambhogakaya Avalokitesvara, tapi sikap hidupnya klenik dan nggak sesuai Dharma, sudah dijamin pasti omong kosong besar. Apalagi sampai ada yang  katanya lok-thung [kerasukan] Avalokitesvara... ini sudah sangat keterlaluan karena merendahkan Bodhisattva Avalokitesvara.

Sambhogakaya = Atman?

Sambhogakaya adalah perwujudan Dharmakaya dalam ruang lingkup konvensional. Sama dengan para Nimitta Buddha yang merupakan perwujudan konvensional dari Dhammakaya.

Sambhogakaya adalah suatu tubuh Buddha yang merupakan simbol non-dualisme antara konvensional dan absolut. Tubuh tersebut muncul dari lautan Dharmakaya agar dapat diterima oleh kita yang konvensional ini.

Lantas apakah Sambhogakaya ini Atman? Bukan! Bahkan ketika para Vajrayanis bermeditasi pada Bodhisattva yang menjadi Ishtadevata mereka, para Bodhisattva tersebut janganlah dilihat sebagai mempunyai tubuh kasar. Tetapi pandanglah Bodhisattva tersebut bagaikan pantulan bulan di atas air.

Di Theravada pun sudah jelas bahwa para Nimitta Buddha pukan Atta.

Sambhogakaya ini juga bukan "roh" tetapi merupakan Nirmita [emanasi] / Manomayakaya [tubuh pikiran] dari para Buddha dan Bodhisattva.

_/\_
The Siddha Wanderer

kalo bisa pake kata2 yg simple, instant dan gampang dimengerti...

aku bukan tipe nerd kuper yg kerjaannya duduk depan komputer 24/7..jadi gk biasa banget baca tulisan panjang2 dimonitor..

masih sayang gw sama mata gw...kasian....;D