News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Bhavaviveka "vs" Hinayana

Started by GandalfTheElder, 01 November 2008, 03:18:41 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dilbert

Quote from: Nilakantha on 17 November 2008, 10:39:07 PM
Sebelumnya Mohon maaf teman-teman  _/\_

Saya rasa  Dhamma itu bukanlah suatu hal yang pantas untuk diuji  , namun hendaknya Dhamma itu lebih baik dipraktekkan .

Menambah perbuatan kebaikan , jaga ucapan , hati , pikiran , dan perbuatan => segala hal yang dapat menambah karma baik kita.
Kurangi segala perbuatan jahat ( yang merugikan makhluk lain ataupun diri sendiri )

Terima kasih

Best Regards  :>-

Semoga Semua Makhluk Berbahagia  :lotus:



justru karena praktek DHARMA (mempelajari DHARMA) versi saya (theravada) maka timbul perbedaan pandangan dengan saudara kita yang mempelajari versi Mahayana.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Nilakantha

#196
 [at]  Nyanadhana & Dilbert  _/\_

Maaf , saya yang OOT.  :hammer:
Namun, menurut saya secara sederhananya ajaran Buddha : menghindari menyakiti makhluk lain dan menolong mereka sebisa mungkin serta mengendalikan batin kita pribadi.

Teman-teman silahkan dilanjutkan lagi diskusinya ...

Terima kasih
" Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Tathagata hanya menunjukkan 'Jalan' ."
                         ( Dhammapada 276 )

dilbert

#197
Quote from: Nilakantha on 18 November 2008, 07:50:23 PM
[at]  Nyanadhana & Dilbert  _/\_

Maaf , saya yang OOT.  :hammer:
Namun, menurut saya secara sederhananya ajaran Buddha : menghindari menyakiti makhluk lain dan menolong mereka sebisa mungkin serta mengendalikan batin kita pribadi.

Teman-teman silahkan dilanjutkan lagi diskusinya ...

Terima kasih


maksudnya opo dengan quote saudara ??

Maaf, bukan bermaksud "menghakimi" tetapi quote di atas OUT OF TOPIC dan merupakan pernyataan RETORIKA yang tidak menyinggung pokok pembicaraan.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Nilakantha

" Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Tathagata hanya menunjukkan 'Jalan' ."
                         ( Dhammapada 276 )

chingik

Mengenai apakah Arahat merosot atau tidak sudah diperdebatkan sejak dulu. Tapi kita tarik intinya aja deh. Mahayana percaya Arahat yang bisa merosot tapi ada juga yang tidak akan merosot. Jadi Arahat itu ada bebarapa jenis. Oya. justru pandangan ini diadopsi Mahayana dari Abhidharma kosa. Bukan murni pandangan Mahayana.
Namun, bagaimanapun, Arahat yang bisa merosot tentu tidak direkomendasikan utk mengikuti jalannya. Tentu kita tetap lebih prefer ke Arahat yang tidak akan merosot. So, saya rasa tidak masalah, walaupun ada anggapan Arahat merosot, tapi kan tidak merekomendasikan utk mengikuti jalan Arahat yang seperti itu. Dan MAhayana pun tetap menghargai Arahat yg tidak merosot, ini bisa dilihat dari postingan bro Gandalf.   _/\_

GandalfTheElder

Quote from: truth lover on 17 November 2008, 10:58:21 AM
Mas Gandalf mau numpang nanya nih... kalau Arahat nggak mau menjadi Buddha gimana jadinya ya? terus nasibnya gimana ya...?

Menurut Mahayana, ya nggak ada Arahat yang nggak pengen jadi Samyaksambuddha...

Kalau sudah menjadi Arahat ya terus progress jadi Bodhisattva tingkat tujuh terusss sampai jadi Samyaksambuddha.

Sama seperti seorang Anagamin ujung-ujungnya ya jadi Arahat dan dia pasti mau jadi Arahat...

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

truth lover

#201
Quote from: GandalfTheElder on 19 November 2008, 07:29:15 PM
Quote from: truth lover on 17 November 2008, 10:58:21 AM
Mas Gandalf mau numpang nanya nih... kalau Arahat nggak mau menjadi Buddha gimana jadinya ya? terus nasibnya gimana ya...?

Menurut Mahayana, ya nggak ada Arahat yang nggak pengen jadi Samyaksambuddha...

Kalau sudah menjadi Arahat ya terus progress jadi Bodhisattva tingkat tujuh terusss sampai jadi Samyaksambuddha.

Sama seperti seorang Anagamin ujung-ujungnya ya jadi Arahat dan dia pasti mau jadi Arahat...

_/\_
The Siddha Wanderer

Mas Gandalf terima kasih atas jawabannya, saya bersukur mas Gandalf sudah sempat lagi membagi pengetahuan dhamma. Mas Gandalf beberapa hari ini berhalangan ya? Mas Gandalf mengatakan semua Arahat ingin menjadi buddha, boleh tahu mas Gandalf kutip darimana ?

Yang saya tahu seorang Anagamin tak akan mencapai Arahat apabila ia ingin mencapai tingkat Arahat. hanya setelah melepas semua harapan atau keinginan maka ia mencapai tingkat kesucian Arahat.

Bila telah melepas semua keinginan, kok mau menjadi Buddha? bukankah berarti belum terlepas dari semua keinginan? bolehkah mas Gandalf beritahu apa motif seorang Arahat untuk menjadi Buddha ?

Terima kasih atas sharingnya.    _/\_
The truth, and nothing but the truth...

GandalfTheElder

#202
Quote from: truth lover on 20 November 2008, 12:43:15 AM

Mas Gandalf terima kasih atas jawabannya, saya bersukur mas Gandalf sudah sempat lagi membagi pengetahuan dhamma. Mas Gandalf beberapa hari ini berhalangan ya? Mas Gandalf mengatakan semua Arahat ingin menjadi buddha, boleh tahu mas Gandalf kutip darimana ?

Yang saya tahu seorang Anagamin tak akan mencapai Arahat apabila ia ingin mencapai tingkat Arahat. hanya setelah melepas semua harapan atau keinginan maka ia mencapai tingkat kesucian Arahat.

Bila telah melepas semua keinginan, kok mau menjadi Buddha? bukankah berarti belum terlepas dari semua keinginan? bolehkah mas Gandalf beritahu apa motif seorang Arahat untuk menjadi Buddha ?

Terima kasih atas sharingnya.    _/\_

Tentu keinginan / kemauan di sini bukan "Tanha" (keinginan yang disertai kemelekatan) tetapi "Chanda" (keinginan luhur).

Saya kutip Saddharmapundarika Sutra:

Pada waktu itu Ananda dan Rahula membayangkan demikian : "Kami telah berpikir dalam diri kami sendiri, seandainya hari depan kami dijelaskan, betapa akan gembiranya hati kami !" Kemudian mereka bangkit dari tempat duduknya dan berjalan kearah Sang Buddha, kemudian bersujud pada kakinya dan bersama-sama berkata kepada Sang Buddha:" Yang Maha Agung ! biarlah kami didalam hal ini juga mempunyai sebuah kedudukan. Kami hanya percaya kepada Sang Tathagata. Kami diperkenalkan serta dikenal oleh semua dunia termasuk para dewanya, manusia-manusianya, dan asuranya. Ananda selalu sebagai pembantu yang melindungi dan memelihara Hukum Kesunyataan ini, dan Rahula adalah putra Sang Buddha. Seandainya Sang Buddha menganggap layak untuk menetapkan kami mencapai Penerangan Agung, maka keinginan-keinginan kami akan terkabul dan harapan orang-orang akan terpenuhi."

Kemudian kedua ribu Sravaka yang masih dibawah asuhan maupun yang sudah tidak dibawah asuhan, semua bangkit dari tempat duduknya serta menutup bahu kanannya kemudian berjalan kearah Sang Buddha sambil mengatupkan tangannya dan memandang kearah Sang Buddha, mengucapkan keinginannya seperti yang diucapkan oleh Ananda dan Rahula dalam barisan. Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Ananda: "Didalam dunia yang akan datang, engkau akan menjadi seorang Buddha dengan gelar Sagara Varadara Buddhi Virridhi Tabigna, Tathagata, Maha Terhormat, Maha Bijaksana, Pemimpin Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Bebas dari Ikatan-ikatan, Maha Tahu Dunia, Maha Pengatur, Pemimpin yang tak ada bandingannya, Guru dari para Dewa dan Manusia, Sang Buddha, Yang Dihormati Dunia.


Dan:

Kemudian Sang Buddha menyapa Sang Gautami, "Mengapa engkau memandang Sang Tathagata dengan wajah yang muram ? Bukankah engkau sedang berpikir bahwa Aku belum menyebutkan namamu dan rnenetapkanmu untuk mencapai Penerangan Agung ? Wahai Gautami ! Aku telah mengatakan keseluruhannya bahwa masa depan dan para sravaka akan ditetapkan. Sekarang engkau yang ingin mengetahui nasibmu yang akan datang, masa engkau di dunia yang mendatang nanti akan menjadi seorang guru besar Hukum Kesunyataan didalam peraturan-peraturan dari 68 ribu koti para Buddha, dan keenam ribu para bhiksuni yang masih terasuh dan yang tidak ini, seluruhnya akan menjadi guru-guru Hukum Kesunyataan. Sehingga akhirnya engkau akan menjadi sempurna didalam jalan kebodhisatvaan dan menjadi seorang Buddha dengan gelar Tathagata Sarvasattvapriyadharsana, Yang Maha Mulia, Bijaksana, Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Mencapai Kebebasan Sernpurna, Maha Tahu Tentang Dunia, Pemimpin Yang Tiada Tara, Maha Pengatur, Guru Dari Para Dewa dan manusia, Sang Buddha, Yang Maha Agung.

Bisa dilihat dalam sutra di atas bahwa para Arhat berkeinginan untuk mencapai tingkat Samyaksambodhi.

Yap. Saya bbrp hari ini cukup sibuk.... tapi saya coba luangkan waktu.....

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

nyanadhana

Quote from: dilbert on 18 November 2008, 09:14:34 PM
Quote from: Nilakantha on 18 November 2008, 07:50:23 PM
[at]  Nyanadhana & Dilbert  _/\_

Maaf , saya yang OOT.  :hammer:
Namun, menurut saya secara sederhananya ajaran Buddha : menghindari menyakiti makhluk lain dan menolong mereka sebisa mungkin serta mengendalikan batin kita pribadi.

Teman-teman silahkan dilanjutkan lagi diskusinya ...

Terima kasih


sama ,maksudne opo juga,kan lagi berdiskusi soal Arahat yang udah total habis masuk Nibbana atau Arahat masih harus menuju gelar Sammasambuddha.kok quotenya menghindari menyakiti makhluk lain...agak kurang sambung nih....kalo quote seperti itu maka forum ini hanya akan diam tidak perlu banyak bertanya karena kalo mau bertanya yang mengundang keingintahuan mendapat jawaban seperti itu maka udah malas bertanya donk....

To gandalf:
Oke,saya akhirnya mengerti prinsip seorang Arahanta di mata Bodhisatva yana.karena Arahat dalam 10 tingkat Bodhisatva masih berada di tingkat 7,ia perlu menyelesaikan 3 tahap lagi untuk menuju Samyaksambodhi namun aku masih sedikit bingung,jadi Nibbana yang dirasakan oleh Arahat itu apakah belum total? Buddha ketika masih hidup merasakan Nibbana yang hidup dan ketika Parinibbana menuju Nibbana total.jadi apakah Arahat belum total Nibbananya sehingga citta nya masih bisa kembali lagi?

maksudnya opo dengan quote saudara ??

Maaf, bukan bermaksud "menghakimi" tetapi quote di atas OUT OF TOPIC dan merupakan pernyataan RETORIKA yang tidak menyinggung pokok pembicaraan.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

GandalfTheElder

#204
Quote from: nyanadhana on 20 November 2008, 07:53:36 AM
To gandalf:
Oke,saya akhirnya mengerti prinsip seorang Arahanta di mata Bodhisatva yana.karena Arahat dalam 10 tingkat Bodhisatva masih berada di tingkat 7,ia perlu menyelesaikan 3 tahap lagi untuk menuju Samyaksambodhi namun aku masih sedikit bingung,jadi Nibbana yang dirasakan oleh Arahat itu apakah belum total? Buddha ketika masih hidup merasakan Nibbana yang hidup dan ketika Parinibbana menuju Nibbana total.jadi apakah Arahat belum total Nibbananya sehingga citta nya masih bisa kembali lagi?

Di dalam Mahayana dikenal 3 macam Nirvana:

1. Sopadhisesa Nirvana
2. Nirupadhisesa Nirvana
Kedua Nirvana di atas adalah Nirvana yang dicapai oleh para Arhat dan Pratyeka Buddha.

Tipe Nirvana ketiga adalah Apratisthita Nirvana (Non Abiding Nirvana), yaitu Nirvana yang dicapai oleh Samyaksambuddha.

Para Arhat dan Pratyekabuddha masih terikat dengan pencapaian Nirvana, oleh karena itu pencapaian mereka adalah Nirvana satu sisi, yaitu Nirvana dengan dualisme, yang dibagi menjadi Sopadhisesa Nirvana dan Nirupadhisesa Nirvana. Mereka masih memisahkan antara Samsara dengan Nirvana.

Ada para Bodhisattva yang telah mencapai Samyaksambodhi, terlepas dari konsepsi dualisme antara Nirvana dan Samsara. Para Bodhisattva tersebut tidak terikat oleh pencapaian Nirvana mereka, oleh karena itu Nirvana mereka disebut sebagai "Non Abiding" – "Tidak terikat" (Apratisthita Nirvana).

Nirvana para Bodhisattva yang tidak lagi "berada" dalam Samsara ataupun Nirvana disebut sebagai Apratisthita Nirvana, sebuah pencapaian Nirvana yang harus dicapai oleh para Arhat dan Pratyekabuddha.

Nirvana dan Samsara benar-benar bagaikan satu koin dengan dua sisi yang berbeda.

Acarya Vasubandhu dalam Mahayanasutralamkara juga berkata:
"Karena Ia memiliki welas asih, seorang Bodhisattva tidak menjadi terganggu oleh samsara atau tidak merasa bosan terhadap samsara, maka dari itu, Ia tidak 'berdiam' di Nirvana; Lagi, karena ia memiliki kebijaksanaan tertinggi, ia tidak terbelenggu oleh kesalahan samsara, maka dari itu, Ia tidak 'berdiam' di Samsara."

Dalam Trimsika karya Vasubandhu, disebutkan ada 2 tubuh:
1. Vimuktikaya dicapai oleh para Arhat yang telah melenyapkan klesa-avarana
2. Dharmakaya dicapai oleh para Bodhisattva yang telah melenyapkan jneya-avarana

Dalam Trisaranasaptati karya Chandrakirti disebutkan:
"Setelah mencapai dua aspek pencerahan, mereka [para Arhat Hinayana] yang pikirannya masih takut akan keberadaan, menikmati hidup mereka dengan berpikir bahwa mereka telah mencapai Nirvana. [Tetapi] mereka sebenarnya tidak secara nyata mencapai Nirvana. Meskipun kelahiran kembali di tiga alam samsara tidak eksis bagi mereka, walaupun demikian mereka berada dalma alam yang tidak dapat dipengaruhi (anasravadhatu). Kemudian, mereka akan dibangunkan oleh para Buddha dengan tujuan untuk melenyapkan ketidaktahuan yang kotor (akilishta nana). Mengumpulkan semua faktor pencerahan, mereka akan menjadi Guru Dunia (Samyaksambuddha)."

Demikian juga Abhisamayalankara disebutkan:

"Murid yang agung (Sravaka), setelah mencapai 2 jenis Penerangan dengan atau tanpa sisa, batinnya ketakutan, karena mereka tidak memiliki kasih saying agung dan kebijaksanaan tertinggi (uru karuna prajna vaikelyana). Karena berhentinya kekuatan kehidupan, yang dihasilkan oleh kekuatan hayati pada masa lalu, terbuka kemungkinan mencapai Nirvana. Tetapi pada kenyataannya (Arhat Hinayana) hanya mencapai seperti Nirvana yang disebut Nirvana yang mirip padamnya cahaya (pradipanirvanaprtakhya nirvana). Kelahiran di Tiga Alam Samsara (traidhatuka) telah berakhir, tetapi setelah kematiannya, para Arhat terlahir di alam Buddhis yang santa suci, di alam yang tak dapat dipengaruhi (anasravadhatu), dalam keadaan terus menerus bermeditasi dan berada di dalam kelopak bunga teratai (padmaphutesu jayante). Selanjutnya Buddha Amitabha dan Buddha yang lain seperti matahari membangun mereka (dari samadhi) untuk melenyapkan ketidaktahuan kotor (akilishta nana). Setelah itu para Arhat berusaha mencapai Penerangan Sempurna (Samyaksambodhi), dan walaupun mereka dalam keadaan bebas, mereka bertindak (dalam perwujudan dunia) bagaikan turun ke neraka. Akhirnya setelah menghimpun semua faktor untuk mencapai penerangan, mereka menjadi Guru semua makhluk (Buddha)."

Para Arhat berada dalam Anasravadhatu dengan "Tubuh pikiran" mereka yaitu Nimitta atau Sambhogakaya. Anasravadhatu ini bersifat inti (suksma), tidak terpikirkan (acintya), sejajar (sama), tidak terpisah (nirvisesa), mencapai semuanya (sarvarthasiddhi), pelenyapan semua penderitaan dan klesha, tanpa dualisme (dalam hal ini dualisme dalam Samsara, bukan dualisme Nirvana – Samsara), tidak dapat dijelaskan (anabhilapya).

Para Arhat telah melenyapkan avidya yang berkiatan dengan klesha (kilesa), tetapi belum melenyapkan avidya yang berkaitan dengan jnana.

Para Arhat setelah dibangunkan oleh para Buddha, dapat terlahir kembali di tiga alam samsara sekehendak mereka untuk melanjutkan karirnya sebagai Bodhisattva.

Menurut Lankavatara Sutra, Arhat dan Pratyekabuddha setara dengan Bodhisattva bhumi ke-enam. Menurut Pancavimsatisahasrika Sutra adalah setara dengan bhumi ketujuh.

Di tingkat bhumi keenam ini, Bodhisattva kemudian memiliki kemampuan samcintya-bhavopapatti, yaitu dapat dengan sekehendak mereka terlahir di alam samsara, dan dapat memilih kelahirannya, dngan tujuan untuk kebahagiaan semua makhluk. Dalam Abhisamayalamkara, dikatakan Bodhisattva tingkat tujuh mewujudkan dirinya di tiga alam samsara.

Maka dari itu Arhat dan Pratyekabuddha yang setara dengan Bodhisattva tingkat enam/tujuh, mengambil kelahiran kembali di alam samsara secara sukarela, tanpa dikotori oleh klesha lagi dan tidak terkotori lagi oleh lobha, dvesa, dan moha. Maka dari itu, kelahiran kembali para Arhat sangat berbeda dengan kelahiran kembali para makhluk samsara yang masih belum mencapai tingkat kesucian. Para Arhat tidak lagi dikotori oleh klesha, namun mereka dapat bertumimbal lahir lagi secara sukarela karena mereka memiliki kemampuan samcintya-bhavopapatti. Mereka melakukannya disebabkan oleh pemahaman mereka akan Shunyata dan welas asihnya pada semua makhluk, sampai akhirnya mereka mencapai Anuttara Samyaksambodhi.

Acarya Sthiramati berkata:
"Seorang Bodhisattva terlahir kembali, sepenuhnya sadar di manapun tempat yang ia pilih untuk terlahir kembali. Karena ia tidak terkotori oleh klesha, karena sebenarnya Ia telah memegang pandangan pratityasamutpada untuk waktu yang lama, maka ada 'perlindungan terhadap klesha' (samklesasyanuraksana)."

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

Quote from: GandalfTheElder on 22 November 2008, 09:16:00 PM
Quote from: nyanadhana on 20 November 2008, 07:53:36 AM
To gandalf:
Oke,saya akhirnya mengerti prinsip seorang Arahanta di mata Bodhisatva yana.karena Arahat dalam 10 tingkat Bodhisatva masih berada di tingkat 7,ia perlu menyelesaikan 3 tahap lagi untuk menuju Samyaksambodhi namun aku masih sedikit bingung,jadi Nibbana yang dirasakan oleh Arahat itu apakah belum total? Buddha ketika masih hidup merasakan Nibbana yang hidup dan ketika Parinibbana menuju Nibbana total.jadi apakah Arahat belum total Nibbananya sehingga citta nya masih bisa kembali lagi?

Di dalam Mahayana dikenal 3 macam Nirvana:

1. Sopadhisesa Nirvana
2. Nirupadhisesa Nirvana
Kedua Nirvana di atas adalah Nirvana yang dicapai oleh para Arhat dan Pratyeka Buddha.

Tipe Nirvana ketiga adalah Apratisthita Nirvana (Non Abiding Nirvana), yaitu Nirvana yang dicapai oleh Samyaksambuddha.

Para Arhat dan Pratyekabuddha masih terikat dengan pencapaian Nirvana, oleh karena itu pencapaian mereka adalah Nirvana satu sisi, yaitu Nirvana dengan dualisme, yang dibagi menjadi Sopadhisesa Nirvana dan Nirupadhisesa Nirvana. Mereka masih memisahkan antara Samsara dengan Nirvana.

Ada para Bodhisattva yang telah mencapai Samyaksambodhi, terlepas dari konsepsi dualisme antara Nirvana dan Samsara. Para Bodhisattva tersebut tidak terikat oleh pencapaian Nirvana mereka, oleh karena itu Nirvana mereka disebut sebagai "Non Abiding" – "Tidak terikat" (Apratisthita Nirvana).

Nirvana para Bodhisattva yang tidak lagi "berada" dalam Samsara ataupun Nirvana disebut sebagai Apratisthita Nirvana, sebuah pencapaian Nirvana yang harus dicapai oleh para Arhat dan Pratyekabuddha.

Nirvana dan Samsara benar-benar bagaikan satu koin dengan dua sisi yang berbeda.

Acarya Vasubandhu dalam Mahayanasutralamkara juga berkata:
"Karena Ia memiliki welas asih, seorang Bodhisattva tidak menjadi terganggu oleh samsara atau tidak merasa bosan terhadap samsara, maka dari itu, Ia tidak 'berdiam' di Nirvana; Lagi, karena ia memiliki kebijaksanaan tertinggi, ia tidak terbelenggu oleh kesalahan samsara, maka dari itu, Ia tidak 'berdiam' di Samsara."

Dalam Trimsika karya Vasubandhu, disebutkan ada 2 tubuh:
1. Vimuktikaya dicapai oleh para Arhat yang telah melenyapkan klesa-avarana
2. Dharmakaya dicapai oleh para Bodhisattva yang telah melenyapkan jneya-avarana

Dalam Trisaranasaptati karya Chandrakirti disebutkan:
"Setelah mencapai dua aspek pencerahan, mereka [para Arhat Hinayana] yang pikirannya masih takut akan keberadaan, menikmati hidup mereka dengan berpikir bahwa mereka telah mencapai Nirvana. [Tetapi] mereka sebenarnya tidak secara nyata mencapai Nirvana. Meskipun kelahiran kembali di tiga alam samsara tidak eksis bagi mereka, walaupun demikian mereka berada dalma alam yang tidak dapat dipengaruhi (anasravadhatu). Kemudian, mereka akan dibangunkan oleh para Buddha dengan tujuan untuk melenyapkan ketidaktahuan yang kotor (akilishta nana). Mengumpulkan semua faktor pencerahan, mereka akan menjadi Guru Dunia (Samyaksambuddha)."

Demikian juga Abhisamayalankara disebutkan:

"Murid yang agung (Sravaka), setelah mencapai 2 jenis Penerangan dengan atau tanpa sisa, batinnya ketakutan, karena mereka tidak memiliki kasih saying agung dan kebijaksanaan tertinggi (uru karuna prajna vaikelyana). Karena berhentinya kekuatan kehidupan, yang dihasilkan oleh kekuatan hayati pada masa lalu, terbuka kemungkinan mencapai Nirvana. Tetapi pada kenyataannya (Arhat Hinayana) hanya mencapai seperti Nirvana yang disebut Nirvana yang mirip padamnya cahaya (pradipanirvanaprtakhya nirvana). Kelahiran di Tiga Alam Samsara (traidhatuka) telah berakhir, tetapi setelah kematiannya, para Arhat terlahir di alam Buddhis yang santa suci, di alam yang tak dapat dipengaruhi (anasravadhatu), dalam keadaan terus menerus bermeditasi dan berada di dalam kelopak bunga teratai (padmaphutesu jayante). Selanjutnya Buddha Amitabha dan Buddha yang lain seperti matahari membangun mereka (dari samadhi) untuk melenyapkan ketidaktahuan kotor (akilishta nana). Setelah itu para Arhat berusaha mencapai Penerangan Sempurna (Samyaksambodhi), dan walaupun mereka dalam keadaan bebas, mereka bertindak (dalam perwujudan dunia) bagaikan turun ke neraka. Akhirnya setelah menghimpun semua faktor untuk mencapai penerangan, mereka menjadi Guru semua makhluk (Buddha)."

Para Arhat berada dalam Anasravadhatu dengan "Tubuh pikiran" mereka yaitu Nimitta atau Sambhogakaya. Anasravadhatu ini bersifat inti (suksma), tidak terpikirkan (acintya), sejajar (sama), tidak terpisah (nirvisesa), mencapai semuanya (sarvarthasiddhi), pelenyapan semua penderitaan dan klesha, tanpa dualisme (dalam hal ini dualisme dalam Samsara, bukan dualisme Nirvana – Samsara), tidak dapat dijelaskan (anabhilapya).

Para Arhat telah melenyapkan avidya yang berkiatan dengan klesha (kilesa), tetapi belum melenyapkan avidya yang berkaitan dengan jnana.

Para Arhat setelah dibangunkan oleh para Buddha, dapat terlahir kembali di tiga alam samsara sekehendak mereka untuk melanjutkan karirnya sebagai Bodhisattva.

Menurut Lankavatara Sutra, Arhat dan Pratyekabuddha setara dengan Bodhisattva bhumi ke-enam. Menurut Pancavimsatisahasrika Sutra adalah setara dengan bhumi ketujuh.

Di tingkat bhumi keenam ini, Bodhisattva kemudian memiliki kemampuan samcintya-bhavopapatti, yaitu dapat dengan sekehendak mereka terlahir di alam samsara, dan dapat memilih kelahirannya, dngan tujuan untuk kebahagiaan semua makhluk. Dalam Abhisamayalamkara, dikatakan Bodhisattva tingkat tujuh mewujudkan dirinya di tiga alam samsara.

Maka dari itu Arhat dan Pratyekabuddha yang setara dengan Bodhisattva tingkat enam/tujuh, mengambil kelahiran kembali di alam samsara secara sukarela, tanpa dikotori oleh klesha lagi dan tidak terkotori lagi oleh lobha, dvesa, dan moha. Maka dari itu, kelahiran kembali para Arhat sangat berbeda dengan kelahiran kembali para makhluk samsara yang masih belum mencapai tingkat kesucian. Para Arhat tidak lagi dikotori oleh klesha, namun mereka dapat bertumimbal lahir lagi secara sukarela karena mereka memiliki kemampuan samcintya-bhavopapatti. Mereka melakukannya disebabkan oleh pemahaman mereka akan Shunyata dan welas asihnya pada semua makhluk, sampai akhirnya mereka mencapai Anuttara Samyaksambodhi.

Acarya Sthiramati berkata:
"Seorang Bodhisattva terlahir kembali, sepenuhnya sadar di manapun tempat yang ia pilih untuk terlahir kembali. Karena ia tidak terkotori oleh klesha, karena sebenarnya Ia telah memegang pandangan pratityasamutpada untuk waktu yang lama, maka ada 'perlindungan terhadap klesha' (samklesasyanuraksana)."

_/\_
The Siddha Wanderer

mohon maaf sebelumnya, bahwa apa yang diutarakan oleh sdr.Gandalf itu TIDAK MASUK SAMA SEKALI di dalam NALAR SAYA... Walaupun Nibbana itu belum saya cicipi, tetapi kondisi kondisi dimana NIBBANA itu tercapai (dengan hilangnya kilesa, musnahnya belenggu belenggu, terbebas dari Lobha, Dosa dan Moha) itu masih bisa di-"PIKIRKAN" dengan NALAR SAYA. Terus terang saja, ceritera ceritera tentang BUDDHA ini itu di dunia lain yang sedang menurunkan ajaran dsbnya, masih belum dapat saya terima.

Misalnya : Tanah Suci Sukhawati di daerah BARAT. Saya meragukan bahwa BUDDHA menyatakan bahwa dari sini ke sebelah BARAT melewati berjuta juta tanah BUDDHA ada tanah Suci Sukhawati dimana BUDDHA AMITABHA berdiam. Dengan kemampuan BUDDHA GOTAMA yang bisa menerawang sampai ke ujung alam semesta, mustahil BUDDHA GOTAMA menyatakan sesuatu yang AMBIGU (tidak jelas), tentang ARAH. Karena di alam semesta itu, arah ditentukan oleh konstelasi bintang, bukan ARAH seperti di bumi (timur, barat, utara dan selatan).
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

GandalfTheElder

#206
Quote from: dilbert on 22 November 2008, 09:45:11 PM

mohon maaf sebelumnya, bahwa apa yang diutarakan oleh sdr.Gandalf itu TIDAK MASUK SAMA SEKALI di dalam NALAR SAYA... Walaupun Nibbana itu belum saya cicipi, tetapi kondisi kondisi dimana NIBBANA itu tercapai (dengan hilangnya kilesa, musnahnya belenggu belenggu, terbebas dari Lobha, Dosa dan Moha) itu masih bisa di-"PIKIRKAN" dengan NALAR SAYA. Terus terang saja, ceritera ceritera tentang BUDDHA ini itu di dunia lain yang sedang menurunkan ajaran dsbnya, masih belum dapat saya terima.

Misalnya : Tanah Suci Sukhawati di daerah BARAT. Saya meragukan bahwa BUDDHA menyatakan bahwa dari sini ke sebelah BARAT melewati berjuta juta tanah BUDDHA ada tanah Suci Sukhawati dimana BUDDHA AMITABHA berdiam. Dengan kemampuan BUDDHA GOTAMA yang bisa menerawang sampai ke ujung alam semesta, mustahil BUDDHA GOTAMA menyatakan sesuatu yang AMBIGU (tidak jelas), tentang ARAH. Karena di alam semesta itu, arah ditentukan oleh konstelasi bintang, bukan ARAH seperti di bumi (timur, barat, utara dan selatan).

Loh.... kok malah mbahas Buddha ini itu di Tanah ini itu?? Kan saya lagi mbahas Nirvana nih..... ;D

Sebenarnya pertanyaan anda ini udah terjawab oleh postingan bro. chingik yang lalu-lalu (masalah arah, konstelasi dsb). Saya kutip postingan bro. chingik:

Ada beberapa penjelasan mengenai posisi barat. Dalam tolak ukur Buddhisme Mahayana, arah mata angin tidak melulu bersandar pada poros bumi. Dalam Buddhisme Mahayana khususnya Tantra, arah mata angin jika dikaitkan ke dimensi yang lebih luas, maka rujukannya sudah bukan pada sistem kompas konvensional. Melainkan bersandar pada rasi bintang. Tantra mengenal 28 rasi bintang. Karena dengan bersandar pada rasi bintang, maka orbital bumi tidak mempengaruh arah mata angin. Karena jika kita menunjuk ke arah barat, dengan bersandar pada posisi rasi bintang, maka arah barat tersebut tidak akan mengalami pergeseran. Dengan demikian, maka perjalanan ke luar angkasa tidak akan bingung di mana yang namanya arah barat, timur, utara atau selatan, karena para ilmuwan juga sudah mulai menggunakan rasi bintang utk memetakan mata angin universe. Sejauh titik sentralnya adalah bumi, tidak peduli perputaran poros, maka arah tersebut menjadi fix. Setidaknya, gambaran arah barat yg merujuk pada Sukhavati lebih kurang adalah seperti itu.
Penjelasan kedua, dalam Amitabha Sutra, ketika Buddha Sakyamuni memperkenalkan Tanah Murni Sukhavati, Beliau menunjuk ke arah Barat, kita tidak tahu hari apa dan jam berapa Beliau menunjuknya, namun intinya adalah ada satu kemungkinan bahwa pada detik-detik itu, Sukhavati pas bertepatan di arah barat dari posisi bumi, maka Sakyamuni menggunakan kesempatan ini untuk menceritakan tentang Buddha Amitabha yang sedang berada di sana.


Dan perlu ditekankan juga:

Amitabha Buddha itu Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi Amitabha Buddha = Sakyamuni Buddha Gotama.

Bila batin bersih, di situlah Tanah Suci berada.  Ini disebutkan dalam Vimalakirti Sutra, dan kayanya anda juga sudah tahu tentunya. Antara Sukhavati dan Saha tiada bedanya.

"Jika kita mengerti kebenaran ini, Tanah Suci Barat adalah Hanya-Pikiran, masing-masing Tanah Buddha, masing-masing debu juga adalah Hanya-Pikiran, Sang Buddha Amitabha adalah Diri Sejati dan masing-masing Buddha, [serta] masing-masing makhluk hidup juga adalah Diri Sejati."
(Zen Master Tien Ju)

"Tanah Suci Barat dideskripsikan sebagai sejauh 10 miliar tanah Buddha dari sini hanya oleh konsep yang terbatas dari manusia biasa dengan mata dari daging dan darah, berada dalam kelahiran dan kematian."
"Bagi mereka yang telah mencapai karma suci untuk terlahir di Tanah Suci, Pikiran dalam samadhi pada saat meninggal adalah Pikiran yang terlahir di Tanah Suci. Segera setelah pikiran kelahiran kembali muncul, maka terjadilah kelahiran kembali. Maka dari itu, Sutra Meditasi (Amitayus) berkata, "Tanah Amitabha Buddha tidak jauh dari sini!" Lagi, kekuatan karma tidak dapat terbayangkan. Dalam satu momen pikiran, kelahiran di Tanah Suci tercapai. Janganlah cemas tentang jarak."

(Master Tiantai, Zhiyi)

Bagi saya, "Barat" ini juga bisa cuma simbolisasi. Arah barat kan tempat terbenamnya matahari, jadi ini merupakan simbolisasi dari terbenamnya klesha.

Yah.... kalau cuma mengandalkan nalar ya.... kan belum ehipassiko sepenuhnya.... Lagipula patokan "nalar" ini seringkali dihubungkan dengan paham Theravada yang sudah memasyarakat dan sudah menjadi semacam mindset.....

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

#207
Quote from: GandalfTheElder on 22 November 2008, 10:36:28 PM
Quote from: dilbert on 22 November 2008, 09:45:11 PM

mohon maaf sebelumnya, bahwa apa yang diutarakan oleh sdr.Gandalf itu TIDAK MASUK SAMA SEKALI di dalam NALAR SAYA... Walaupun Nibbana itu belum saya cicipi, tetapi kondisi kondisi dimana NIBBANA itu tercapai (dengan hilangnya kilesa, musnahnya belenggu belenggu, terbebas dari Lobha, Dosa dan Moha) itu masih bisa di-"PIKIRKAN" dengan NALAR SAYA. Terus terang saja, ceritera ceritera tentang BUDDHA ini itu di dunia lain yang sedang menurunkan ajaran dsbnya, masih belum dapat saya terima.

Misalnya : Tanah Suci Sukhawati di daerah BARAT. Saya meragukan bahwa BUDDHA menyatakan bahwa dari sini ke sebelah BARAT melewati berjuta juta tanah BUDDHA ada tanah Suci Sukhawati dimana BUDDHA AMITABHA berdiam. Dengan kemampuan BUDDHA GOTAMA yang bisa menerawang sampai ke ujung alam semesta, mustahil BUDDHA GOTAMA menyatakan sesuatu yang AMBIGU (tidak jelas), tentang ARAH. Karena di alam semesta itu, arah ditentukan oleh konstelasi bintang, bukan ARAH seperti di bumi (timur, barat, utara dan selatan).

Loh.... kok malah mbahas Buddha ini itu di Tanah ini itu?? Kan saya lagi mbahas Nirvana nih..... ;D

Sebenarnya pertanyaan anda ini udah terjawab oleh postingan bro. chingik yang lalu-lalu (masalah arah, konstelasi dsb). Saya kutip postingan bro. chingik:

Ada beberapa penjelasan mengenai posisi barat. Dalam tolak ukur Buddhisme Mahayana, arah mata angin tidak melulu bersandar pada poros bumi. Dalam Buddhisme Mahayana khususnya Tantra, arah mata angin jika dikaitkan ke dimensi yang lebih luas, maka rujukannya sudah bukan pada sistem kompas konvensional. Melainkan bersandar pada rasi bintang. Tantra mengenal 28 rasi bintang. Karena dengan bersandar pada rasi bintang, maka orbital bumi tidak mempengaruh arah mata angin. Karena jika kita menunjuk ke arah barat, dengan bersandar pada posisi rasi bintang, maka arah barat tersebut tidak akan mengalami pergeseran. Dengan demikian, maka perjalanan ke luar angkasa tidak akan bingung di mana yang namanya arah barat, timur, utara atau selatan, karena para ilmuwan juga sudah mulai menggunakan rasi bintang utk memetakan mata angin universe. Sejauh titik sentralnya adalah bumi, tidak peduli perputaran poros, maka arah tersebut menjadi fix. Setidaknya, gambaran arah barat yg merujuk pada Sukhavati lebih kurang adalah seperti itu.
Penjelasan kedua, dalam Amitabha Sutra, ketika Buddha Sakyamuni memperkenalkan Tanah Murni Sukhavati, Beliau menunjuk ke arah Barat, kita tidak tahu hari apa dan jam berapa Beliau menunjuknya, namun intinya adalah ada satu kemungkinan bahwa pada detik-detik itu, Sukhavati pas bertepatan di arah barat dari posisi bumi, maka Sakyamuni menggunakan kesempatan ini untuk menceritakan tentang Buddha Amitabha yang sedang berada di sana.


Dan perlu ditekankan juga:

Amitabha Buddha itu Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi Amitabha Buddha = Sakyamuni Buddha Gotama.

Bila batin bersih, di situlah Tanah Suci berada.  Ini disebutkan dalam Vimalakirti Sutra, dan kayanya anda juga sudah tahu tentunya. Antara Sukhavati dan Saha tiada bedanya.
"Jika kita mengerti kebenaran ini, Tanah Suci Barat adalah Hanya-Pikiran, masing-masing Tanah Buddha, masing-masing debu juga adalah Hanya-Pikiran, Sang Buddha Amitabha adalah Diri Sejati dan masing-masing Buddha, [serta] masing-masing makhluk hidup juga adalah Diri Sejati."
(Zen Master Tien Ju)

"Tanah Suci Barat dideskripsikan sebagai sejauh 10 miliar tanah Buddha dari sini hanya oleh konsep yang terbatas dari manusia biasa dengan mata dari daging dan darah, berada dalam kelahiran dan kematian."
"Bagi mereka yang telah mencapai karma suci untuk terlahir di Tanah Suci, Pikiran dalam samadhi pada saat meninggal adalah Pikiran yang terlahir di Tanah Suci. Segera setelah pikiran kelahiran kembali muncul, maka terjadilah kelahiran kembali. Maka dari itu, Sutra Meditasi (Amitayus) berkata, "Tanah Amitabha Buddha tidak jauh dari sini!" Lagi, kekuatan karma tidak dapat terbayangkan. Dalam satu momen pikiran, kelahiran di Tanah Suci tercapai. Janganlah cemas tentang jarak."

(Master Tiantai, Zhiyi)

Bagi saya, "Barat" ini juga bisa cuma simbolisasi. Arah barat kan tempat terbenamnya matahari, jadi ini merupakan simbolisasi dari terbenamnya klesha.

Yah.... kalau cuma mengandalkan nalar ya.... kan belum ehipassiko sepenuhnya.... Lagipula patokan "nalar" ini seringkali dihubungkan dengan paham Theravada yang sudah memasyarakat dan sudah menjadi semacam mindset.....

_/\_
The Siddha Wanderer


Pernyataan bahwa Sukhawati dan Saha tiada beda-nya artinya apa ?? Apakah Sukhawati itu Eksis ?? Jika Sukhawati itu Eksis, maka Sukhawati itu berbeda dengan Dunia Saha ?? Jika Tiada beda, apakah Sukhawati itu bersamaan dengan Dunia SAha sekarang ini ?? Lantas apa guna ikrar kaum MAhayanis Tanah Suci yang berikrar untuk terlahir di dunia Sukhawati ??

Kembali lagi NO MAKE SENSE bagi NALAR saya.

Jika katakanlah lagi Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni, buat apa capek capek harus terlahir lagi di dunia AMITABHA... Lha kalau di "TANAH SUCI" Sakyamuni saja kesempatan di sia-siakan ???

Lihat Quote Master Zen Tien Ju yang sdr.Gandalf lampirkan... Tanah Suci Sukhawati hanya pikiran... Pikiran para Mahayanis Tanah Suci yang "MENCIPTAKAN" seolah olah ada TANAH SUCI SUKHAWATI.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

GandalfTheElder

#208
Bro. dilbert, kenapa bingung? Saya ragu kalau anda benar-benar sudah belajar Zen...

Kita hidup di dunia Saha. Ketika pikiran murni, ia berada dalam Tanah Suci Sukhavati. Dengan pikiran murni tersebut, kita akan melihat bahwa sebenarnya Saha itu juga Tanah Suci yaitu Tanah Suci dari Buddha Sakyamuni.

Seorang berpraktek dan bertekad lahir di alam Sukhavati, karena Saha yang kita tempati ini, yang kita tangkap dengan panca Indra, adalah suatu hal yang tidak murni, karena lobha, dvesa dan moha merajalela di mana-mana.

Namun setelah pikiran kita murni, dengan kata lain berada di Tanah suci Buddha Amitabha, kita akan dapat melihat dengan jelas bahwa dunia Saha ini adalah murni, yang sebenarnya adalah Tanah Suci dari Buddha Sakyamuni.

Maka dari itu, dalam pikiran murni, Sukhavati dan Saha tiada bedanya. Bila seseorang tercerahkan, maka ia sekaligus berada dalam tanah Suci Amitabha (Sukhavati) dan Sakyamuni (Saha).

Tidak heran apabila dalam kosmologi Mahayana, dikatakan bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya Sakyamuni dan Sakyamuni adalah emanasi Amitabha. Toh keduanya memang tidak ada bedanya, begitu juga dengan Tanah Suci-Nya.

Satu Tanah Suci tercermin Tanah Suci Lainnya. Saha mencerminkan Sukhavati, bagaikan jala permata Indra (Indra-jala).

Tanah Suci Amitabha sebenarnya tidaklah berbeda dengan Nirvana. Terlahir di Tanah Suci berarti mencapai Nirvana. Maka dari itu apabila argumen anda yaitu "Tanah Suci" itu diciptakan, bukankah kalau begitu kita manusia yang menciptakan Nirvana? Emangnya Nirvana bisa terlepas dari apa yang namanya pikiran??  ^-^  ^-^

"Tanah Suci [Amitabha] dan dunia Saha tidaklah terpisahkan"
(Kyogyoshinsho oleh Shinran, diterjemahkan oleh DT Suzuki)

Dan tahukah anda, bahwa Tanah Suci Buddha Sakyamuni juga adalah Tanah Suci sebelah barat, sama dengan Sukhavati?

Dalam Pancavimsatisahasrika Prajnaparamita disebutkan:
"Dalam batas ter-barat terdapat sebuah dunia bernama Saha, di mana Buddha-nya bernama Sakyamuni."

Di sebelah barat Saha, juga terdapat Tanah Suci bernama "Tidak Terkalahkan" yang merupakan Tanah Suci Sakyamuni Buddha.

Jadi kita disini bisa melihat bahwa Sukhavati, Vaiduryaprabhasa, Abhirati semuanya tidaklah terpisahkan dari Saha ataupun Buddha Sakyamuni.

Ketika membabarkan Empat tantra, Sang Buddha mewujudkan diri-Nya sebagai Bhaisajyaguru Buddha dan mengubah tempat Beliau membabarkan Dharma (yang merupakan bagian dari dunia Saha) menjadi Tanah Suci Vaiduryaprabhasa.

Ini juga menandakan bahwa Buddha Bhaisajyaguru itu Sakyamuni Buddha, tanah suci Vaiduryaprabhasa tidaklah berbeda dengan dunia Saha.

Dalam Padmagarbha Lokadhatu (Tanah suci Buddha Vairocana) tercakup dunia Saha. Saha berada di tingkat ketigabelas dari Padmagarbha Lokadhatu.

Patriark Huayen (Avatamsaka) kedua yaitu Chih-yen (602 - 668 M), mengatakan bahwa Tanah Suci Sukhavati dengan Padmagarbha Lokadhatu adalah IDENTIK.

Maka dari itu dapat juga dikatakan bahwa dalan Tanah Suci Sukhavati terdapat dunia Saha.

Kakuban, seorang bhiksu Shingon pernah berkata bahwa Amitabha adalah manifestasi kebijaksanaan Mahavairocana dan Mahavairocana adalah hakekat dari Amitabha.

Siapakah Mahavairocana / Vairocana Buddha?

"Sekarang, Aku, Vairocana Buddha.
Duduk di atas bunga teratai,
Di atas 1000 bunga yang mengelilingi-Ku
Adalah 1000 Buddha Sakyamuni."

(Brahmajala Sutra)

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

Quote from: GandalfTheElder on 23 November 2008, 01:24:01 PM
Bro. dilbert, kenapa bingung? Saya ragu kalau anda benar-benar sudah belajar Zen...

Kita hidup di dunia Saha. Ketika pikiran murni, ia berada dalam Tanah Suci Sukhavati. Dengan pikiran murni tersebut, kita akan melihat bahwa sebenarnya Saha itu juga Tanah Suci yaitu Tanah Suci dari Buddha Sakyamuni.

Seorang berpraktek dan bertekad lahir di alam Sukhavati, karena Saha yang kita tempati ini, yang kita tangkap dengan panca Indra, adalah suatu hal yang tidak murni, karena lobha, dvesa dan moha merajalela di mana-mana.

Namun setelah pikiran kita murni, dengan kata lain berada di Tanah suci Buddha Amitabha, kita akan dapat melihat dengan jelas bahwa dunia Saha ini adalah murni, yang sebenarnya adalah Tanah Suci dari Buddha Sakyamuni.

Maka dari itu, dalam pikiran murni, Sukhavati dan Saha tiada bedanya. Bila seseorang tercerahkan, maka ia sekaligus berada dalam tanah Suci Amitabha (Sukhavati) dan Sakyamuni (Saha).

Tidak heran apabila dalam kosmologi Mahayana, dikatakan bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya Sakyamuni dan Sakyamuni adalah emanasi Amitabha. Toh keduanya memang tidak ada bedanya, begitu juga dengan Tanah Suci-Nya.

Satu Tanah Suci tercermin Tanah Suci Lainnya. Saha mencerminkan Sukhavati, bagaikan jala permata Indra (Indra-jala).

Tanah Suci Amitabha sebenarnya tidaklah berbeda dengan Nirvana. Terlahir di Tanah Suci berarti mencapai Nirvana. Maka dari itu apabila argumen anda yaitu "Tanah Suci" itu diciptakan, bukankah kalau begitu kita manusia yang menciptakan Nirvana? Emangnya Nirvana bisa terlepas dari apa yang namanya pikiran??  ^-^  ^-^

"Tanah Suci [Amitabha] dan dunia Saha tidaklah terpisahkan"
(Kyogyoshinsho oleh Shinran, diterjemahkan oleh DT Suzuki)

Dan tahukah anda, bahwa Tanah Suci Buddha Sakyamuni juga adalah Tanah Suci sebelah barat, sama dengan Sukhavati?

Dalam Pancavimsatisahasrika Prajnaparamita disebutkan:
"Dalam batas ter-barat terdapat sebuah dunia bernama Saha, di mana Buddha-nya bernama Sakyamuni."

Di sebelah barat Saha, juga terdapat Tanah Suci bernama "Tidak Terkalahkan" yang merupakan Tanah Suci Sakyamuni Buddha.

Jadi kita disini bisa melihat bahwa Sukhavati, Vaiduryaprabhasa, Abhirati semuanya tidaklah terpisahkan dari Saha ataupun Buddha Sakyamuni.

Ketika membabarkan Empat tantra, Sang Buddha mewujudkan diri-Nya sebagai Bhaisajyaguru Buddha dan mengubah tempat Beliau membabarkan Dharma (yang merupakan bagian dari dunia Saha) menjadi Tanah Suci Vaiduryaprabhasa.

Ini juga menandakan bahwa Buddha Bhaisajyaguru itu Sakyamuni Buddha, tanah suci Vaiduryaprabhasa tidaklah berbeda dengan dunia Saha.

_/\_
The Siddha Wanderer


Nah, ketika itu "SAMA" apakah perlu diciptakan banyak TANAH SUCI lainnya... Ingat bahwa hal inilah yang menimbulkan tafsir yang berbeda beda antara pembaca Kitab Mahayana... seolah olah bahwa TANAH SUCI SUKHAWATI itu EKSIS... Karena memang dari awal dalam "NALAR" saya itu TANAH SUCI itu hanya di pikiran... TIDAK ADA ITU...

Para Master ZEN berbicara TANAH SUCI dalam konteks RETORIKA, sedangkan umat awam (bagi yang salah menafsirkan) berbicara TANAH SUCI dalam konteks HARFIAH (dalam pengertian bahwa TANAH SUCI itu ADA dan EKSIS)... Inilah yang bakal menyesatkan...

Dari berbagai aliran Mahayana, maka ZEN-BUDDHISME lah yang saya dalami (diluar mahzab utama THERAVADA) karena memang pengertian di dalam ZEN-BUDDHISME inilah yang menurut saya masih MURNI.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan