Membuktikan kebenaran Hukum Karma?

Started by inJulia, 16 October 2009, 07:48:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

coecoe

karma oh karma...
akh saya menonton saja....
eh tapi ada satu pertanyaan nih diluar perdebatan atau diskusi karma,
seperti ada pertanyaan bisakah menjumpai Tuhan,
dapatkan berinteraksi (berjumpa) dengan para Buddha (misalnya Sakyamuni, Amitabha, dll)?
Who am i?

bond

#106
Quote from: Hendra Susanto on 16 October 2009, 03:56:58 PM
klo tidak dapat dibuktikan, mungkin tidak akan ada para bijaksana

Dan bahkan dan mungkin Buddha dan para bijaksana hanya bicara omong kosong mengenai pembuktiannya? sampai dikatakan tidak terbukti

Ternyata banyak ya yg lebih hebat dari para bijaksana dan Buddha ^-^
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

coecoe

btw, karma burukku sudah berbuah 5 kali tuh...
Who am i?

K.K.

Quote from: Hendra Susanto on 16 October 2009, 03:56:58 PM
klo tidak dapat dibuktikan, mungkin tidak akan ada para bijaksana

Menurut saya, para bijaksana juga belum tentu bisa buktikan hukum kamma baik pada dirinya ataupun orang lain. Mereka bijaksana karena mengetahui apa yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Mungkin contohnya adalah ketika seorang bijaksana memutuskan untuk tidak memukul orang lain, ia belum tentu tahu mekanisme hukum kamma yang barangkali akan menyebabkannya dipukul pakai pentungan sebanyak 100x, tetapi karena ia tahu memukul orang lain itu menyebabkan orang lain menderita dan tidak memberikan manfaat apa-apa.  


purnama

Quote from: coecoe on 16 October 2009, 04:07:14 PM
karma oh karma...
akh saya menonton saja....
eh tapi ada satu pertanyaan nih diluar perdebatan atau diskusi karma,
seperti ada pertanyaan bisakah menjumpai Tuhan,
dapatkan berinteraksi (berjumpa) dengan para Buddha (misalnya Sakyamuni, Amitabha, dll)?

- Emang seperti apa wajah Tuhan anda tau ngak ?
- Kalo mau berinteraksi macam Sakyamuni Buddha, Amitabha, cuman kalo anda sudah bisa mencapi pencerahan sempurna. Ngak segampang anda kira ?

Nevada

#110
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 October 2009, 03:48:59 PM
Quote from: upasaka on 16 October 2009, 03:33:07 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 October 2009, 03:25:45 PM
Ya, boleh saja dari pandangan Theravada.

Saya tanya yang lain lagi. Ada yang tahu kamma apa yang menyebabkan dirinya terlahir di sini?

Nah kalau pertanyaan yang ini sudah tidak sederhana lagi...

Secara garis besar, perbuatan di kehidupan lampau adalah penyebab dominan yang mengondisikan perjalanan hidup di awal kelahiran kita. Misalkan saya...

Mungkin saja saya dulu seseorang yang tertarik pada Buddhisme Theravada, saya melekat pada ras Chinese, saya menyukai musik dan bernyanyi, saya tidak pernah berdana dengan baik sekali, saya menyukai karekteristik yang sistematis dan diplomatis; makanya saya terlahir di Indonesia sebagai seorang laki-laki warga keturunan Chinese, punya hobi bernyanyi, terlahir dalam keluarga dengan kondisi ekonomi yang biasa saja, dan juga punya kesempatan dan tertarik pada Buddhisme Theravada.

Ya, sedikit lebih rumit, karena kalau saya tanya yang sederhana, pasti hanya dijawab berdasarkan ilmu sosial yang umum saja. Kalau begitu kembali lagi ke yang sederhana, namun diperumit.

Sekarang kita batasi saja seandainya memarahi orang pasti berakibat dimarahi orang lagi.
Misalkan saya pernah marah sama beberapa orang, beberapa kali. Suatu hari, saya "diganjar" hal yang sama, yaitu dimarahi orang, tetapi jauh lebih heboh dari yang saya lakukan.

Bagaimana mengetahui bahwa kamma mana yang berbuah?
Apakah salah satunya, ataukah beberapa kamma itu berbuah bersamaan?
Apakah bisa diketahui kamma pendukung/penghambat apa yang menyebabkan buahnya seperti itu? 

Selama Anda bukan Sammasambuddha atau Savaka Buddha dengan kemampuan batin yang tinggi, Anda tidak bisa melihat jelas kesinambungan kamma dan vipaka.

Perbuatan memarahi seseorang tidak dapat dipastikan akan berbuah menjadi balasan yang setimpal. Konsep hutang marah dibalas marah; hutang nyawa dibalas nyawa ini tidak mutlak. Beberapa orang yang berpandangan keliru saja yang menangkap bahwa konsep hukum kamma itu pasti akan mengakibatkan vipaka yang sama.

Saya tidak bisa menguraikan bahwa Anda dimarahi orang karena Anda pernah memarahi orang waktu dahulu. Bisa saja penyebab Anda dimarahi karena dahulu Anda pernah memukul seekor anjing yang nakal.

Kamma itu ibarat meletakkan bom waktu di lapangan terbuka. Selama Anda menimbun kamma, ibarat Anda sedang mengaktifkan banyak bom waktu. Setiap bom waktu memiliki daya ledak yang berbeda, waktu ledak yang berbeda, dan efek ledakan yang berbeda. Bila suatu bom meledak dan memicu bom lain yang belum waktunya meledak, bisa saja bom yang prematur itu pun ikut meledak. Bayangkan jutaan bom waktu Anda aktifkan di lapangan terbuka. Dan setiap detiknya Anda terus menanam bom waktu yang baru. Dan setiap detik itu pula beberapa bom waktu meledak dan menyebabkan efek ledakan dan efek lainnya. Dalam kondisi saat itu, saya yakin Anda sendiri juga pasti kewalahan untuk melihat matriks kesinambungan sistematis sebab-akibat yang terjadi. Apalagi hukum kamma.

sobat-dharma

Ya... singkatnya sederhana aja kita harus mengakui hukum karma hanyalah keyakinan, selama kita masih belum mencapai Sammasambuddha. Tidak perlu terlalu alergi dengan kata "keyakinan"
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

coecoe

Quote from: purnama on 16 October 2009, 04:10:53 PM
Quote from: coecoe on 16 October 2009, 04:07:14 PM
karma oh karma...
akh saya menonton saja....
eh tapi ada satu pertanyaan nih diluar perdebatan atau diskusi karma,
seperti ada pertanyaan bisakah menjumpai Tuhan,
dapatkan berinteraksi (berjumpa) dengan para Buddha (misalnya Sakyamuni, Amitabha, dll)?

- Emang seperti apa wajah Tuhan anda tau ngak ?
- Kalo mau berinteraksi macam Sakyamuni Buddha, Amitabha, cuman kalo anda sudah bisa mencapi pencerahan sempurna. Ngak segampang anda kira ?


saya pakai tulisan kitab saja. klo gak salah (saya sudah lupa), di sutra apa yah yang menjelaskan tentang dasa bhumika (10 tingkatan kesucian) ada dijelaskan loh bahwa Buddha berinteraksi menuntun calon Buddha. percayakah bahwa para murid memiliki masing-masing mentor guru Buddha menurut kesesuaian karakteristik masing-masing, dan mereka membantu menginisisasi para muridnya juga?
Who am i?

K.K.

Quote from: upasaka on 16 October 2009, 04:12:11 PM
Selama Anda bukan Sammasambuddha atau Savaka Buddha dengan kemampuan batin yang tinggi, Anda tidak bisa melihat jelas kesinambungan kamma dan vipaka.

Perbuatan memarahi seseorang tidak dapat dipastikan akan berbuah menjadi balasan yang setimpal. Konsep hutang marah dibalas marah; hutang nyawa dibalas nyawa ini tidak mutlak. Beberapa orang yang berpandangan keliru saja yang menangkap bahwa konsep hukum kamma itu pasti akan mengakibatkan vipaka yang sama.

Saya tidak bisa menguraikan bahwa Anda dimarahi orang karena Anda pernah memarahi orang waktu dahulu. Bisa saja penyebab Anda dimarahi karena dahulu Anda pernah memukul seekor anjing yang nakal.

Kamma itu ibarat meletakkan bom waktu di lapangan terbuka. Selama Anda menimbun kamma, ibarat Anda sedang mengaktifkan banyak bom waktu. Setiap bom waktu memiliki daya ledak yang berbeda, waktu ledak yang berbeda, dan efek ledakan yang berbeda. Bila suatu bom meledak dan memicu bom lain yang belum waktunya meledak, bisa saja bom yang prematur itu pun ikut meledak. Bayangkan jutaan bom waktu Anda aktifkan di lapangan terbuka. Dan setiap detiknya Anda terus menanam bom waktu yang baru. Dan setiap detik itu pula beberapa bom waktu meledak dan menyebabkan efek ledakan dan efek lainnya. Dalam kondisi saat itu, saya yakin Anda sendiri juga pasti kewalahan untuk melihat matriks kesinambungan sistematis sebab-akibat yang terjadi. Apalagi hukum kamma.
Itulah yang saya maksud. Ketika kita bilang BISA membuktikan hukum kamma, kita harus punya kemampuan yang akurat mengenai sebab spesifik, proses kamma, menghasilkan akibat yang spesifik.

Misalnya Buddha Gotama jika ditanya mengenai sebab dari satu akibat, Ia dapat menjelaskannya dengan baik perbuatan yang mana, di kehidupan mana, seberapa parah, bagaimana objeknya, dan hasilnya apa.

(Contoh: ketika para bhikkhu begitu heran seorang Maha-Moggallana yang mulia mati dengan cara mengenaskan, Buddha memberitahukan perbuatan spesifik apa yang menyebabkan hal tersebut.)


bond

#114
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 October 2009, 04:37:35 PM
Quote from: upasaka on 16 October 2009, 04:12:11 PM
Selama Anda bukan Sammasambuddha atau Savaka Buddha dengan kemampuan batin yang tinggi, Anda tidak bisa melihat jelas kesinambungan kamma dan vipaka.

Perbuatan memarahi seseorang tidak dapat dipastikan akan berbuah menjadi balasan yang setimpal. Konsep hutang marah dibalas marah; hutang nyawa dibalas nyawa ini tidak mutlak. Beberapa orang yang berpandangan keliru saja yang menangkap bahwa konsep hukum kamma itu pasti akan mengakibatkan vipaka yang sama.

Saya tidak bisa menguraikan bahwa Anda dimarahi orang karena Anda pernah memarahi orang waktu dahulu. Bisa saja penyebab Anda dimarahi karena dahulu Anda pernah memukul seekor anjing yang nakal.

Kamma itu ibarat meletakkan bom waktu di lapangan terbuka. Selama Anda menimbun kamma, ibarat Anda sedang mengaktifkan banyak bom waktu. Setiap bom waktu memiliki daya ledak yang berbeda, waktu ledak yang berbeda, dan efek ledakan yang berbeda. Bila suatu bom meledak dan memicu bom lain yang belum waktunya meledak, bisa saja bom yang prematur itu pun ikut meledak. Bayangkan jutaan bom waktu Anda aktifkan di lapangan terbuka. Dan setiap detiknya Anda terus menanam bom waktu yang baru. Dan setiap detik itu pula beberapa bom waktu meledak dan menyebabkan efek ledakan dan efek lainnya. Dalam kondisi saat itu, saya yakin Anda sendiri juga pasti kewalahan untuk melihat matriks kesinambungan sistematis sebab-akibat yang terjadi. Apalagi hukum kamma.
Itulah yang saya maksud. Ketika kita bilang BISA membuktikan hukum kamma, kita harus punya kemampuan yang akurat mengenai sebab spesifik, proses kamma, menghasilkan akibat yang spesifik.

Misalnya Buddha Gotama jika ditanya mengenai sebab dari satu akibat, Ia dapat menjelaskannya dengan baik perbuatan yang mana, di kehidupan mana, seberapa parah, bagaimana objeknya, dan hasilnya apa.

(Contoh: ketika para bhikkhu begitu heran seorang Maha-Moggallana yang mulia mati dengan cara mengenaskan, Buddha memberitahukan perbuatan spesifik apa yang menyebabkan hal tersebut.)



Kalau sudah begini artinya bukan berarti hukum kamma tidak dapat dibuktikan bukan? tetapi karena kita tidak mampu membuktikan. Berbeda dengan pernyataan hukum kamma tidak terbukti  ^-^

Sebenarnya sih pembuktian kecil2an sih banyak juga, tidak perlu jadi arahat atau Buddha juga bisa. Masalahnya apa kita mau mengakui secara jujur bukti kecil2an itu sebagai bukti . :whistle: _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

Quote from: bond on 16 October 2009, 04:49:14 PM
Kalau sudah begini artinya bukan berarti hukum kamma tidak dapat dibuktikan bukan? tetapi karena kita tidak mampu membuktikan. Berbeda dengan pernayataan hukum kamma tidak terbukti  ^-^

Sebenarnya sih pembuktian kecil2an sih banyak juga, tidak perlu jadi arahat atau Buddha juga bisa. Masalahnya apa kita mau mengakui secara jujur bukti kecil2an itu sebagai bukti . :whistle: _/\_

Seperti saya bilang bahwa dalam skala kecil & terbatas, bisa dibuktikan untuk diri sendiri saja. Apakah walaupun Samma Sambuddha muncul, bisa membuktikan keseluruhan hukum kamma ke orang lain? Saya bilang juga tidak. Misalnya dalam kasus Buddha menceritakan sebab dari pembunuhan Maha-Moggallana, yang mendengarkan hanya mendengar saja apa yang dikisahkan. Mereka sendiri bahkan mungkin tidak mengetahui kebenaran kehidupan masa lampau tersebut, tidak juga mengerti mekanismenya. 




Hendra Susanto

pembuktian kamma tersebut akan lebih bermanfaat pada diri sendiri... dan ajaran sang buddha itu kan lebih ke melatih diri agar dapat mengikis kekotoran batin, bukan nya mengikis kekotorang batin orang lain.

inJulia

Quote from: hatRed on 16 October 2009, 12:07:40 PM
maksud si InJulia gini...

misal kita lagi jalan2 terus tau tau ada orang yg dicopet.

nah hal apakah yg membuat si korban itu menderita demikian?

apakah ada yg bisa menjabarkannya? kan kalo sang Buddha bisa tuh menjelaskan.. kek gini

"oh.. dulunya tuh orang begitu"
"Oh.. dulunya tuh orang begini"

gitu loh ;D cmiiw
Yup Tepat sekali!!!
Ketika seseorang mencuri. besoknya ketabrak sepeda. Kita hanya bisa MENDUGA: Nah, itulah buah karma mencurinya!

Sekali lagi: kita hanya MENDUGA-DUGA. Pastinya, siapa tahu karma mana yang SEDANG berbuah?
Apa yang baru DUGAAN, MUNGKIN, BELUM BISA DISEBUT SEBAGAI BUKTI!

Nevada

Quote from: bond on 16 October 2009, 04:49:14 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 October 2009, 04:37:35 PM
Quote from: upasaka on 16 October 2009, 04:12:11 PM
Selama Anda bukan Sammasambuddha atau Savaka Buddha dengan kemampuan batin yang tinggi, Anda tidak bisa melihat jelas kesinambungan kamma dan vipaka.

Perbuatan memarahi seseorang tidak dapat dipastikan akan berbuah menjadi balasan yang setimpal. Konsep hutang marah dibalas marah; hutang nyawa dibalas nyawa ini tidak mutlak. Beberapa orang yang berpandangan keliru saja yang menangkap bahwa konsep hukum kamma itu pasti akan mengakibatkan vipaka yang sama.

Saya tidak bisa menguraikan bahwa Anda dimarahi orang karena Anda pernah memarahi orang waktu dahulu. Bisa saja penyebab Anda dimarahi karena dahulu Anda pernah memukul seekor anjing yang nakal.

Kamma itu ibarat meletakkan bom waktu di lapangan terbuka. Selama Anda menimbun kamma, ibarat Anda sedang mengaktifkan banyak bom waktu. Setiap bom waktu memiliki daya ledak yang berbeda, waktu ledak yang berbeda, dan efek ledakan yang berbeda. Bila suatu bom meledak dan memicu bom lain yang belum waktunya meledak, bisa saja bom yang prematur itu pun ikut meledak. Bayangkan jutaan bom waktu Anda aktifkan di lapangan terbuka. Dan setiap detiknya Anda terus menanam bom waktu yang baru. Dan setiap detik itu pula beberapa bom waktu meledak dan menyebabkan efek ledakan dan efek lainnya. Dalam kondisi saat itu, saya yakin Anda sendiri juga pasti kewalahan untuk melihat matriks kesinambungan sistematis sebab-akibat yang terjadi. Apalagi hukum kamma.
Itulah yang saya maksud. Ketika kita bilang BISA membuktikan hukum kamma, kita harus punya kemampuan yang akurat mengenai sebab spesifik, proses kamma, menghasilkan akibat yang spesifik.

Misalnya Buddha Gotama jika ditanya mengenai sebab dari satu akibat, Ia dapat menjelaskannya dengan baik perbuatan yang mana, di kehidupan mana, seberapa parah, bagaimana objeknya, dan hasilnya apa.

(Contoh: ketika para bhikkhu begitu heran seorang Maha-Moggallana yang mulia mati dengan cara mengenaskan, Buddha memberitahukan perbuatan spesifik apa yang menyebabkan hal tersebut.)



Kalau sudah begini artinya bukan berarti hukum kamma tidak dapat dibuktikan bukan? tetapi karena kita tidak mampu membuktikan. Berbeda dengan pernyataan hukum kamma tidak terbukti  ^-^

Sebenarnya sih pembuktian kecil2an sih banyak juga, tidak perlu jadi arahat atau Buddha juga bisa. Masalahnya apa kita mau mengakui secara jujur bukti kecil2an itu sebagai bukti . :whistle: _/\_

- Saat ini kita bisa membuktikan mekanisme hukum kamma, tapi terbatas hanya untuk yang sederhana.
- Pertanyaannya adalah "bisakah membuktikan hukum kamma?". Jawabannya "BISA", lihat poin di atas.
- Hanya Sammasambuddha yang bisa melihat jelas mekanisme hukum kamma.
- Meski Sammasambuddha bisa melihat jelas mekanismenya, Beliau tidak bisa membuat semua orang untuk dapat melihat jelas mekanisme hukum kamma.
- Sammasambuddha hanya bisa menguraikan sejelas-jelasnya mekanisme hukum kamma.
- Kemampuan untuk melihat mekanisme hukum kamma ini merupakan kemampuan personal.
- Jika ingin membuktikan mekanisme hukum kamma, kita sendiri yang harus mencoba membuktikannya; menjadi Sammasambuddha.

inJulia

To All,
Hukum Karma TIDAK berbunyi: Mencuri akibatnya tertangkap. Ini hanya penyederhanaan. bahwa mencuri belum tentu pasti tertangkap.

Tapi Hk. Karma berbunyi: Perbuatan kusala membuahkan kebahagiaan.
Perbuatan Akusala membuahkan penderitaan.

Tambahan: karma butuh proses, cepat atau lambat tergantung situasi dan kondisi.

Dan kita menjadi Umat Buddha bukan untuk membuktikan kebenaran Hukum Karma, kan? Kalau mau membuktikan (SENDIRI), maka dg referensi Tipitaka, menjadi Samma Sambuddha adalah satu-satunya jalan.

Sepemahaman saya, kita menjadi Buddhist untuk menembus Nibbana.
Konsep2 Hk karma, Sila, baik buruk, gunanya untuk mendorong agar kita mau mencoba jalanNya.

Konsep BAIK-BURUK, BENAR-SALAH, SUCI-RENDAH, BAHAGIA-MENDERITA konon, itu bukan tergantung keadaan kita, tapi CARA KITA MEMANDANGNYA.

Mohon diluruskan bila keliru.

Thanks
_/\_