Salam kenal buat semua pencinta Forum DhammaCitta .! =D> , membaca topic
Debat Perbedaan Theravada dan Mahayana (termasuk Tantra).. ditengah diskusi muncul suatu kata : "Kehendak Bebas" yang di turunkan oleh Petrus ;
Petrus
Perjalanan panjang dari pencarian Siddharta akhirnya dapat dipecahkan dari para filsuf Christian, bahwa kehendak bebas lah yang menyebabkan kejahatan.
Sama seperti pencerahan manusia ketika Galileo menemukan bahwa bumi mengelilingi matahari.
Seandainya Siddharta mengetahui hal ini, maka beliau pasti akan mempercayai konsep akan adanya Supreme Being/The Creator/God
dan ditanggapi oleh Dilbert
sdr.petrus benar sekali menyatakan bahwa Kehendak bebaslah yang menyebabkan kejahatan... Tetapi jangan memandang dari satu sisi saja... kehendak bebaslah juga bisa menyebabkan kebajikan...
Jika setiap individu memiliki KEBEBASAN BERKEHENDAK... Lha apa peran dari yang anda katakan SUPREME BEING/THE CREATOR/GOD itu ?? Tidak perlu dibahas bukan... karena setiap individu memiliki KEBEBASAN BERKEHENDAK... seperti yang diucapkan oleh BUDDHA...
Setiap makhluk mewarisi karma-nya masing-masing seperti roda pedati yang mengikuti pedati kemanapun... Karena setiap makhluk BEBAS BERKEHENDAK, bebas BERBUAT, maka semua PERBUATAN itu memiliki KONSEKUENSI sendiri sendiri yang harus diterima oleh PEMBUAT-nya. TIDAK ADA yang namanya UJIAN dan HADIAH dari TUHAN... Semuanya adalah HASIL dari PERBUATAN MASING-MASING AKIBAT KEBEBASAN BERKEHENDAK
dan satu lagi ditanggapi oleh
Upasaka
Kehendak bebas itu bisa dijadikan kejahatan kalau ia merusak. harap dibedakan artinya antara 'bebas' dan 'merusak'. Sang Buddha memberikan kehendak bebas pada semua orang namun dengan mengundang penyadaran akan konsekuensinya. Di satu aspek lain, Sang Buddha juga kadang memberi peraturan yg memberi batasan bagi orang2. Antara lain contoh vinaya (peraturan kebhikkhuan). Sang Buddha memberi batasan kehendak pada orang lain untuk menuntun orang lain agar tidak menyerempet dari jalan yg Beliau tentukan
Membaca ungkapan diatas mengenai "KEHENDAK BEBAS" telah membuat saya lebih ingin bertanya ; tentu ada tahapan dari Awal sampai ke suatu Tindakkan bagi manusia dalam memakai "Kehendak bebas" nya
, adakah yang bisa memberi ulasan yang rasional.?
Salam.
Kehendak Bebas,
dari namanya aja dah bebas,
aye kalo dah bebas ngapain aja, mo bunuh orang gek, mo rampok orang gek, mo nganggur gek
gak masalah, toh namanya bebas (gak ada konsekuensi lahir batin) , emang sih bener juga aye bebas nologn orang, bebas hormati orang tua, bebas berdana juga.
tapi kan namanya juga manusia mo nya nyang enak enak aja.
Makanya ada nyang namanya "Kebebasan yang Bertanggung Jawab" (nyang ini aneh neh, kalo disuruh tanggung jawab mah namanya gak bebas lagi =)) )
Quote from: hatRed on 24 November 2008, 03:57:52 PM
Kehendak Bebas,
dari namanya aja dah bebas,
aye kalo dah bebas ngapain aja, mo bunuh orang gek, mo rampok orang gek, mo nganggur gek
gak masalah, toh namanya bebas (gak ada konsekuensi lahir batin) , emang sih bener juga aye bebas nologn orang, bebas hormati orang tua, bebas berdana juga.
tapi kan namanya juga manusia mo nya nyang enak enak aja.
Makanya ada nyang namanya "Kebebasan yang Bertanggung Jawab" (nyang ini aneh neh, kalo disuruh tanggung jawab mah namanya gak bebas lagi =)) )
Tolong dilihat "KEHENDAK BEBAS" yang ada pada setiap mahluk manusia sebagai HUKUM ALAM / KARMA.
ooo...
kalau gitu,
emm............... ya setiap orang yang melakukan dengan
kehendak (aka. Cetana) pasti akan berujung dengan terciptanya Karma.
walau kehendak/cetana nya dia itu bebas apa enggak.
jadi mo
KEHENDAK BEBAS kek
KEHENDAK DIPAKSAKAN kek
KEHENDAK BAIK kek
KEHENDAK JAHAT kek
ujung ujungya ya tumimbal lahir. (kalo dia blon nibbana)
Quote from: hatRed on 24 November 2008, 04:22:59 PM
ooo...
kalau gitu,
emm............... ya setiap orang yang melakukan dengan
kehendak (aka. Cetana) pasti akan berujung dengan terciptanya Karma.
walau kehendak/cetana nya dia itu bebas apa enggak.
jadi mo
KEHENDAK BEBAS kek
KEHENDAK DIPAKSAKAN kek
KEHENDAK BAIK kek
KEHENDAK JAHAT kek
ujung ujungya ya tumimbal lahir. (kalo dia blon nibbana)
Saya balikkan cara hatRed memahami "KEHENDAK BEBAS" yang ujungnya tumimbal lahir. Bgm bila orang mencapai Nibbana dengan Kehendak Bebas.?
Kehendak bebas yg gw mengerti dlm Buddhism mnrt gw yaitu suatu kebebasan untuk melakukan sesuatu, karena sebenarnya tidak ada yg namanya SI HAKIM yang MAHA XXX yg akan memberikan hadiah atau hukuman jika melakukan perbuatan buruk/baik. Yang ada hanyalah, perbuatan yang baik, akan mendorong terjadinya perbuatan baik juga, tetapi perbuatan baik tersebut dapat terjadi jika terdapat berbagai faktor2 pendukung untuk terjadinya perbuatan baik tersebut.
Quote from: Edward on 24 November 2008, 05:34:41 PM
Kehendak bebas yg gw mengerti dlm Buddhism mnrt gw yaitu suatu kebebasan untuk melakukan sesuatu, karena sebenarnya tidak ada yg namanya SI HAKIM yang MAHA XXX yg akan memberikan hadiah atau hukuman jika melakukan perbuatan buruk/baik. Yang ada hanyalah, perbuatan yang baik, akan mendorong terjadinya perbuatan baik juga, tetapi perbuatan baik tersebut dapat terjadi jika terdapat berbagai faktor2 pendukung untuk terjadinya perbuatan baik tersebut.
Ada kesalahan dalam memahami "Kehendak Bebas" buat topic ini karena penyampaian saya mungkin kurang mendetail. Kehendak Bebas pada habitat manusia, baik manusia itu adalah Sidharta Gautama, Mohammed. Yesus....etc. Jadi, baik manusia itu beriman ; Buddhis, Islam, kr****n,Hindu,bahkan Atheis, intinya semuanya habitat manusia mempunyai Kehendak Bebas, mungkin saya akan memulai dengan Suara Hati sebelum masuk ke tingkat Kehendak Bebas.
Kehendak bebas murni adalah hal yang absurd, sama juga dengan determinisme.
Sang Buddha mengajarkan jalan tengah, dengan pemikiran bahwa kehendak tergantung oleh sebab sebelumnya. Sebagai contoh, orang lumpuh berkehendak berjalan, ini adalah hal yang mustahil.
Demikian juga, bukan berarti tidak ada pilihan akan segala sesuatu.
Bukan kehendak bebas, bukan pula determinisme, melainkan jalan tengah.
_/\_
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 09:41:38 AM
Kehendak bebas murni adalah hal yang absurd, sama juga dengan determinisme.
Sang Buddha mengajarkan jalan tengah, dengan pemikiran bahwa kehendak tergantung oleh sebab sebelumnya. Sebagai contoh, orang lumpuh berkehendak berjalan, ini adalah hal yang mustahil.
1 .Boleh ya saya tampil beda dengan mengungkapkan "Kehendak Bebas" Tidak Absurd.
2 .Contoh Sang Buddha diatas bisa saya terima khususnya "....dengan pemikiran bahwa kehendak bebas tergantung oleh sebab sebelumnya"
Sang Buddha mengajarkan sebab musabab yang saling bergantung, kehendak pun tergantung keadaan sebelumnya. Jadi, apakah hal ini bisa dinamakan kehendak bebas? ;D
Akan tetapi bukan pula determinisme, karena ada pilihan. ;D
Jadi gak bebas-bebas amat, juga gak ditentukan amat. ;D
Sang Buddha mengajarkan sebab musabab yang saling bergantung, kehendak pun tergantung keadaan sebelumnya. Jadi, apakah hal ini bisa dinamakan kehendak bebas? ;D
:), sangat bisa di namakan "Kehendak Bebas" itulah sebabnya kita terlahir dengan Karma menjadi manusia...
Akan tetapi bukan pula determinisme, karena ada pilihan. ;D
:) yup, "karena ada pilihan" maka disebut kehendak bebas, coba kita mulai dari "Suara Hati- Hati Nurani" sebelum ke level "Kehendak Bebas" :)
Jadi gak bebas-bebas amat, juga gak ditentukan amat. ;D
Justru sangat-sangat bebas sebagai kelahiran menjadi manusia memiliki Kehendak Bebas yang sangat diperlukan untuk mencapai Nirwana :)
12 tahap proses terjadinya "Tindakkan" pada diri setiap manusia ;
1. Ada suatu kebutuhan .
2, Lantas kebutuhan itu disadari.
3.Sesuatu yang bisa memuaskan kebutuhan itu ditangkap indera ; kesan.
4. Muncul keinginan hendak memiliki / memperoleh hal itu.
5. Dipertimbangkan entah keinginan itu MUNGKIN dipenuhi.
6. Dipertimbangkan entah keinginan itu BOLEH dipenuhi . Inilah "Suara Hati"
7. Kehendak memutuskan untuk atau tidak menuruti keputusan suara hati.
8. Menyusul pelaksanaan lahiriah dari keputusan "Kehendak"
9. Orang lain/atasan mulai mengetahui perbuatan itu.
10.Ditambah berita acara resmi pada perbuatan lahiriah itu.
11.Keputusan kehendak (7) dan perbuatan lahiriah (8) dinilai kembali.
12. Kehendak meg-iya-kan atau menyesali perbuatannya.
12 Tahapan ini lah proses "Kehendak Bebas" yang terjadi pada semua manusia. :o
Hi Sukma, boleh tahu dari mana referensi suara hati / hati nurani?
baru tau ada Suara Hati........ :o
kalo saat ini sih, saya taunya Suara Perut (soalnya udh mau makan siang :P )
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 11:27:20 AM
Hi Sukma, boleh tahu dari mana referensi suara hati / hati nurani?
Sebelum menjawab pertanyaan k_murti, izinkan saya membut satu pertanyaan ini ;
Apa ada perbedaan antara "suara hati yang jujur" dan "suara hati yang benar".?
Quote from: sukma on 25 November 2008, 10:15:15 AM
Sang Buddha mengajarkan sebab musabab yang saling bergantung, kehendak pun tergantung keadaan sebelumnya. Jadi, apakah hal ini bisa dinamakan kehendak bebas? ;D
:), sangat bisa di namakan "Kehendak Bebas" itulah sebabnya kita terlahir dengan Karma menjadi manusia...
Akan tetapi bukan pula determinisme, karena ada pilihan. ;D
:) yup, "karena ada pilihan" maka disebut kehendak bebas, coba kita mulai dari "Suara Hati- Hati Nurani" sebelum ke level "Kehendak Bebas" :)
Jadi gak bebas-bebas amat, juga gak ditentukan amat. ;D
Justru sangat-sangat bebas sebagai kelahiran menjadi manusia memiliki Kehendak Bebas yang sangat diperlukan untuk mencapai Nirwana :)
anda dari aliran maitreya? :o
Quote from: Reenzia on 25 November 2008, 11:51:04 AM
Quote from: sukma on 25 November 2008, 10:15:15 AM
Sang Buddha mengajarkan sebab musabab yang saling bergantung, kehendak pun tergantung keadaan sebelumnya. Jadi, apakah hal ini bisa dinamakan kehendak bebas? ;D
:), sangat bisa di namakan "Kehendak Bebas" itulah sebabnya kita terlahir dengan Karma menjadi manusia...
Akan tetapi bukan pula determinisme, karena ada pilihan. ;D
:) yup, "karena ada pilihan" maka disebut kehendak bebas, coba kita mulai dari "Suara Hati- Hati Nurani" sebelum ke level "Kehendak Bebas" :)
Jadi gak bebas-bebas amat, juga gak ditentukan amat. ;D
Justru sangat-sangat bebas sebagai kelahiran menjadi manusia memiliki Kehendak Bebas yang sangat diperlukan untuk mencapai Nirwana :)
anda dari aliran maitreya? :o
Hi Reenzia, yang kita bicarakan "Kehendak Bebas, Suara Hati" kedua point basic ini ada di setiap manusia baik dia itu Sang Buddha, Kristus, Mohammed, maupun aliran Maitreya, Hinayana,etc...jadi sementara ini jangan dikotakkan terlalu dini saya dari aliran mana demi tidak menyempitkan tujuan diskusi kita.
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 11:27:20 AM
Hi Sukma, boleh tahu dari mana referensi suara hati / hati nurani?
Suara Hati adalah buah pemikiran kita
Mendefinisikan "suara hati" cukup sulit. Lebih gampang adalah untuk mengetahui langsung apa itu suara hati. Singkatnya suara hati adalah pertimbangan-pertimbangan (suara-suara) yang muncul ketika kita memutuskan apakah tindakan-tindakan tertentu pantas atau tidak, benar atau salah, patut dilakukan atau tidak etc.
Suara hati tentunya bukan suatu lamunan. Lamunan yang muncul saat mendengarkan profesor yang ngomongnya gak jelas di ruang kuliah bukanlah suara hati (tapi mungkin suara hati muncul ketika terbersit dalam pikiran bahwa tindakan melamun saat kuliah adalah tindakan baik atau tidak).
Suara hati juga bukan pemikiran saat kita mengerjakan soal 4X^2 + 6X + 4 = 0 atau memutuskan apakah sebaiknya nanti masak indomie kare atau indomie ayam bawang.
Kalau begitu, suara hati saya bilang bhw ini ternyata sesuatu yg ga jelas, en ga perlu untuk diteruskan........ :P
saran saya : cobalah untuk membahas sesuatu itu dengan dasar yg jelas sumbernya.
Kalo cm mo kasih tau buah pikirnya, itu sih ga akan jadi diskusi :P
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 01:15:22 PM
saran saya : cobalah untuk membahas sesuatu itu dengan dasar yg jelas sumbernya.
Kalo cm mo kasih tau buah pikirnya, itu sih ga akan jadi diskusi :P
Bisa diperjelas maksud : "...membahas sesuatu itu dengan dasar yang jelas sumbernya" , maksud sumber di sini apa ; Agama, Aliran.? Yang jelas sumbernya ya si manusia yang memakai Kehendak Bebas, semua manusia toh.?
[at] markos
tul apa kata sukma, lagian dia posting di diskusi umum, jadi belon tentu harus sesuai aliran, atau dasar atau daftar pustaka.
lagian kan dari judulnya aja "Kehendak bebas". jadi ya sebebas2nya si sukma deh.
[at] sukma
tapi yg toleransi ya bebasnya
Quote from: dumper on 25 November 2008, 02:18:47 PM
[at] markos
tul apa kata sukma, lagian dia posting di diskusi umum, jadi belon tentu harus sesuai aliran, atau dasar atau daftar pustaka.
lagian kan dari judulnya aja "Kehendak bebas". jadi ya sebebas2nya si sukma deh.
[at] sukma
tapi yg toleransi ya bebasnya
dumper, Benar.! sengaja saya pakai forum dikusi umum ini, yes tentu dengan toleransi bebasnya menuju jalan Damai...Nirwana.
menurut saia kehendak bebas itu bukan berarti bebas dari karma
ibarat anda menyiramkan air ke handuk, tapi anda berharap handuk itu tidak basah oleh air
itu hal yang tidak mungkin
karma bukanlah hukuman atau sanksi
karma adalah akibat dari perbuatan
QuoteSuara Hati adalah buah pemikiran kita
Mendefinisikan "suara hati" cukup sulit. Lebih gampang adalah untuk mengetahui langsung apa itu suara hati. Singkatnya suara hati adalah pertimbangan-pertimbangan (suara-suara) yang muncul ketika kita memutuskan apakah tindakan-tindakan tertentu pantas atau tidak, benar atau salah, patut dilakukan atau tidak etc.
dari mana kita bs menentukan suatu tindakan itu benar atau salah? benar bagi anda belum tentu bagi orang lain
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.0
Quote1. Peraturan umum tentang diskusi Buddhis semua berdasarkan dua mahzab besar yang ada (Theravada & Mahayana (termasuk vajrayana)) yang meyakini Tiratana, Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulai Berunsur 8. Diluar itu akan dianggap agama/aliran/kepercayaan/keyakinan/filsafat lain. [karena belum ada tempat yang pas]
Saya sangat curiga kalau postingan saudari sukma bukan ajaran Sang Buddha. Makanya, saya menanyakan dari mana sumber referensinya?
Quote from: sukma on 25 November 2008, 12:11:00 PM
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 11:27:20 AM
Hi Sukma, boleh tahu dari mana referensi suara hati / hati nurani?
Suara Hati adalah buah pemikiran kita
Mendefinisikan "suara hati" cukup sulit. Lebih gampang adalah untuk mengetahui langsung apa itu suara hati. Singkatnya suara hati adalah pertimbangan-pertimbangan (suara-suara) yang muncul ketika kita memutuskan apakah tindakan-tindakan tertentu pantas atau tidak, benar atau salah, patut dilakukan atau tidak etc.
Suara hati tentunya bukan suatu lamunan. Lamunan yang muncul saat mendengarkan profesor yang ngomongnya gak jelas di ruang kuliah bukanlah suara hati (tapi mungkin suara hati muncul ketika terbersit dalam pikiran bahwa tindakan melamun saat kuliah adalah tindakan baik atau tidak).
Suara hati juga bukan pemikiran saat kita mengerjakan soal 4X^2 + 6X + 4 = 0 atau memutuskan apakah sebaiknya nanti masak indomie kare atau indomie ayam bawang.
Gimana cara taunya ini suara hati atau suara burung? Suara hati adalah buah pemikiran kita tetapi dalam penjelasan Anda koq kontradiktif ya?
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 02:32:40 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.0
Quote1. Peraturan umum tentang diskusi Buddhis semua berdasarkan dua mahzab besar yang ada (Theravada & Mahayana (termasuk vajrayana)) yang meyakini Tiratana, Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulai Berunsur 8. Diluar itu akan dianggap agama/aliran/kepercayaan/keyakinan/filsafat lain. [karena belum ada tempat yang pas]
Saya sangat curiga kalau postingan saudari sukma bukan ajaran Sang Buddha. Makanya, saya menanyakan dari mana sumber referensinya?
Sdr k_murti, masih di-izinkan saya menjawab pertanyaan Reenzia dan Bond.? Mengingat forum yang saya pakai adalah forum Diskusi Umum .....Intinya, saya tidak akan menjadi batu sandungan buat orang lain, mari kita sama-sama menjaga Dhamma
Saudari sukma, yang dimaksud dengan diskusi umum adalah diskusi yang sesuai dengan Theravada atau Mahayana dan Tantrayana. Apabila diskusi yang ada menyangkut Dhamma Maitreya atau Dhamma aliran lain, akan dipindahkan ke topik perbandingan.
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 02:49:59 PM
Saudari sukma, yang dimaksud dengan diskusi umum adalah diskusi yang sesuai dengan Theravada atau Mahayana dan Tantrayana. Apabila diskusi yang ada menyangkut Dhamma Maitreya atau Dhamma aliran lain, akan dipindahkan ke topik perbandingan.
Sdr Murti,lakukan apa yang Benar antara Thread dan Forum nya sesuai Kehendak yang telah disetujui oleh para pembina Web Dhammacitta ini, saya netter baru dan salah mengerti tujuan Forum Diskusi Umum adalah diskusi yang sesuai dengan Theravada atau Mahayana dan Tantrayana.
Adapun mengenai referensi Thread "Kehendak Bebas" sama sekali tidak mewakili suatu Agama dan Aliran lainnya, dan tujuan saya membuat thread ini justru muncul dari thread Mahayana dan ...di mana diangkat kata "Kehendak Bebas" ini, jadi sangat sederhana saja tanpa motif mau mempromosikan Agama/ Aliran lain atau memojokkan Agama /Aliran lain, sederhana nya saya hanya membicarakan hakikat pribadi manusia. Kesimpulan : Thread Kehendak Bebas bukan lah topik Perbandingan.
Selanjutnya terserah Kehendak Benar para Moderator terhadap Thread ini....
Saya memberi kesempatan koq ;D
Makanya, saya menanyakan referensi suara hati atau hati nurani dari mana?
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 02:32:40 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.0
Quote1. Peraturan umum tentang diskusi Buddhis semua berdasarkan dua mahzab besar yang ada (Theravada & Mahayana (termasuk vajrayana)) yang meyakini Tiratana, Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulai Berunsur 8. Diluar itu akan dianggap agama/aliran/kepercayaan/keyakinan/filsafat lain. [karena belum ada tempat yang pas]
Saya sangat curiga kalau postingan saudari sukma bukan ajaran Sang Buddha. Makanya, saya menanyakan dari mana sumber referensinya?
Quote from: sukma on 25 November 2008, 03:41:07 PM
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 02:49:59 PM
Saudari sukma, yang dimaksud dengan diskusi umum adalah diskusi yang sesuai dengan Theravada atau Mahayana dan Tantrayana. Apabila diskusi yang ada menyangkut Dhamma Maitreya atau Dhamma aliran lain, akan dipindahkan ke topik perbandingan.
Sdr Murti,lakukan apa yang Benar antara Thread dan Forum nya sesuai Kehendak yang telah disetujui oleh para pembina Web Dhammacitta ini, saya netter baru dan salah mengerti tujuan Forum Diskusi Umum adalah diskusi yang sesuai dengan Theravada atau Mahayana dan Tantrayana.
Adapun mengenai referensi Thread "Kehendak Bebas" sama sekali tidak mewakili suatu Agama dan Aliran lainnya, dan tujuan saya membuat thread ini justru muncul dari thread Mahayana dan ...di mana diangkat kata "Kehendak Bebas" ini, jadi sangat sederhana saja tanpa motif mau mempromosikan Agama/ Aliran lain atau memojokkan Agama /Aliran lain, sederhana nya saya hanya membicarakan hakikat pribadi manusia. Kesimpulan : Thread Kehendak Bebas bukan lah topik Perbandingan.
Selanjutnya terserah Kehendak Benar para Moderator terhadap Thread ini....
dear sukma,
Peraturannya sudah jelas yah, bhw yg dimaksud adalah diskusi dengan berdasar pada mazhab theravada dan mahayana (termasuk vajrayana), bukan terserah kehendak dari moderator
Spt yg dikatakan oleh rekan Reenzia bhw apa yg benar menurut anda, belum tentu benar menurut org lain.
Hal berbeda jika anda memang bisa mencantumkan sutta atau sutra tertentu sebagai landasan anda utk berdiskusi.
Jika hanya atas pemikiran perorangan, itu sudah jelas bukan berdiskusi karena setiap orang tentunya akan punya pemikiran yg berbeda2.........
Jadi tolong jgn dibuat seolah2 moderator sentimen terhadap anda, sebagaimana dituduhkan oleh beberapa member lainnya.
semoga bisa dimengerti.........
aye gak pinter buat kata-kata kayak om markos,
maksudnya itu tuh. ;D
Kalo gitu...Om Kar harus bayar asisten... ;D
_/\_ :lotus:
Sdr Murti dan Markos, maaf bila saya telah membuat 'kesan seperti" Moderator sentimen dengan saya tanpa saya sadari emosional ini telah terjadi. ^:)^ Selanjutnya saya bisa menjawab pertanyaan 2 Netter diatas.
[at] sukma : selama selaras dengan mazhab sebagaimana tercantum dalam aturan main, DC selalu menerima diskusi apapun kok.
Semoga diskusi ini bisa membawa manfaat bagi kita semua _/\_
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 03:51:12 PM
aye gak pinter buat kata-kata kayak om markos,
maksudnya itu tuh. ;D
cukup bayar per huruf Rp 1.000 aja :whistle:
[at] ci lily : kalo karuna bayar, nti gw traktir es campur :D
end of OOT
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 04:15:10 PM
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 03:51:12 PM
aye gak pinter buat kata-kata kayak om markos,
maksudnya itu tuh. ;D
cukup bayar per huruf Rp 1.000 aja :whistle:
[at] ci lily : kalo karuna bayar, nti gw traktir es campur :D
end of OOT
:)) :)) :))
Paling Om Kar bayar pake GRP... ilang dech es campur nye.. :))
_/\_ :lotus:
Bisa di nego ngak tuh bayarannya :))
Lagi resesi nih :))
Bond...
Itu termasuk kehendak bebas ga? ;D
_/\_ :lotus:
Itu namanya kehendak om money come to my home :))
Jadi OOT nih :))
:outoftopic: :backtotopic:
Pertanyaan Reenzia
dari mana kita bs menentukan suatu tindakan itu benar atau salah? benar bagi anda belum tentu bagi orang lain
[/quote]
Untuk menjawab "..suatu Tindakkan itu Benar atau Salah" marilah kita melihat tentang "Hati Nurani yang Keliru"
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Seringkali manusia yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena ia "tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berbuat jahat, hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta" dalam hal ini ia bertanggungjawab atas yang jahat, yang ia lakukan.
Reenzia ; benar bagi anda belum tentu bagi orang lain
Ilustrasi untuk memudahkan penjelasan ;
Tarzan hidup di hutan dan tidak pernah hidup dengan manusia yang beradab. Perilakunya, meskipun tidak sama dengan binatang, tapi juga tidak terlalu sama dengan manusia. Di hutan Tarzan belajar bahwa mencuri makanan dari yang lain itu sah-sah saja. seperti binatang yang kadang-kadang juga mencuri hasil buruan binatang lain. :)
Menambah topic diatas ;
berbuat jahat kah Tarzan kalau dia mencuri? Tidak. Kenapa? Karena dia tidak tahu bahwa mencuri itu berbuat jahat. Kehidupan di hutan mengajarkan dia bahwa hal tersebut adalah sah-sah saja. =P~
Quote from: sukma on 25 November 2008, 04:55:40 PM
Menambah topic diatas ;
berbuat jahat kah Tarzan kalau dia mencuri? Tidak. Kenapa? Karena dia tidak tahu bahwa mencuri itu berbuat jahat. Kehidupan di hutan mengajarkan dia bahwa hal tersebut adalah sah-sah saja. =P~
memang ngga, tapi itu kan termasuk moha
I. Lobha-mula-citta, yaitu kesadaran yang berakar pada kesera¬kahan (lobha).
2. Dosa-mula-citta, yaitu kesadaran yang berakar pada kebenci¬an (dosa).
3. Moha-mula-citta. yaitu kesadaran yang berakar pada kebo¬dohan (moha).
copas dari :http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=630.0 (http://:http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=630.0)
[at] sukma : di dunia sehari2, bnyk org yg merasa sah aja mengambil barang org lain kok...
pejabat mengambil uang rakyat
anggota dpr menggunakan fasilitas umrah yg seharusnya utk pengawas
tentara/polisi gratis kalo naek angkutan umum
Disini anda bisa melihat bhw ilustrasi tidak bisa digunakan karena hanya bersumber dari asumsi pribadi saja.
jadi penasaran mengenai HATI :
- boleh tau benda apakah itu dan ada dimana?
- bisa anda tunjukkan secara fisik dan nyata?
- HATI yang kalau pake asumsi anda bnyk digunakan, kemanakah akan pergi kalau meninggal?
- mana yg lebih baik, HATI-HATI jika menyeberang, ataukan HATI jika menyeberang?
mohon penjelasannya walau jadi OOT.........
Marko, setuju dengan ulasan Anda, tetapi seperti Ilustrasi Tarzan dia atas, Tentu saja ini tidak berarti bahwa kita bisa seenak perutnya menghalalkan segala sesuatu dengan alasan bahwa suara hati kita tidak bertentangan dengan moral ini atau dengan kejahatan itu . ^-^
::) jadi yang dari tadi dibahas apa sih?
Quote from: Reenzia on 25 November 2008, 05:07:08 PM
::) jadi yang dari tadi dibahas apa sih?
Weeleeh.. apa sudah baca reply 40 & 41 untuk menjawab pertanyaan Reenzia.? Bila sudah, tanggapan apa yang muncul.?
Quote from: sukma on 25 November 2008, 04:55:40 PM
Menambah topic diatas ;
berbuat jahat kah Tarzan kalau dia mencuri? Tidak. Kenapa? Karena dia tidak tahu bahwa mencuri itu berbuat jahat. Kehidupan di hutan mengajarkan dia bahwa hal tersebut adalah sah-sah saja. =P~
lah inimah dah dijawab ma bro upasaka,
dulu juga saya nanya gitu, dan betul pa kate reenzia, walau bukan kejahatan, tetapi merupakan moha
QuoteManusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Seringkali manusia yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena ia "tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berbuat jahat, hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta" dalam hal ini ia bertanggungjawab atas yang jahat, yang ia lakukan.
QuoteTentu saja ini tidak berarti bahwa kita bisa seenak perutnya menghalalkan segala sesuatu dengan alasan bahwa suara hati kita tidak bertentangan dengan moral ini atau dengan kejahatan itu
kalo menurut si tarzan dengan melakukan pencurian adalah tidak bertentangan dengan isi dari hati nuraninya [dengan kapasitas dia sendiri sebenarnya tidak nyadar kalo dia sendiri tidak tahu/bodoh/masih bnyk moha-nya] apa itu berarti dia telah benar? gak juga kan?
kedua pendapat anda ini kelihatannya bertentangan, saia jadi binun ~.~
Quote from: Reenzia on 25 November 2008, 05:17:55 PM
QuoteManusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Seringkali manusia yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena ia "tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berbuat jahat, hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta" dalam hal ini ia bertanggungjawab atas yang jahat, yang ia lakukan.
QuoteTentu saja ini tidak berarti bahwa kita bisa seenak perutnya menghalalkan segala sesuatu dengan alasan bahwa suara hati kita tidak bertentangan dengan moral ini atau dengan kejahatan itu
kedua pendapat anda ini kelihatannya bertentangan, saia jadi binun ~.~
Ya tentu uraian saya menjadi tidak beraturan sehingga anda menjadi binun...ini salah saya...
Khusus buat Quote ; ".....bisa seenak perutnya menghalalkan..." di ulasan ini saya khusus memberi suatu kejadian dari kehidupan Tarzan di hutan di mana mengikuti pola binatang bahwa setiap buah yang ada di hutan adalah alami tumbuh buat habitat binatang, sedangkan pribadi Tarzan adalah seorang manusia yang tentunya mempunyai moral....
Quote from: sukma on 24 November 2008, 04:38:41 PM
Quote from: hatRed on 24 November 2008, 04:22:59 PM
ooo...
kalau gitu,
emm............... ya setiap orang yang melakukan dengan
kehendak (aka. Cetana) pasti akan berujung dengan terciptanya Karma.
walau kehendak/cetana nya dia itu bebas apa enggak.
jadi mo
KEHENDAK BEBAS kek
KEHENDAK DIPAKSAKAN kek
KEHENDAK BAIK kek
KEHENDAK JAHAT kek
ujung ujungya ya tumimbal lahir. (kalo dia blon nibbana)
Saya balikkan cara hatRed memahami "KEHENDAK BEBAS" yang ujungnya tumimbal lahir. Bgm bila orang mencapai Nibbana dengan Kehendak Bebas.?
berarti kehendak bebasnya tidak lagi berbuah kamma,
mungkin sukma pernah dengan dengan Ahosi Kamma.
artinya karma seseorang yang belum berbuah akan basi/hilang karena dia mencapai Nibbana.
Quote from: sukma on 25 November 2008, 05:28:32 PM
Ya tentu uraian saya menjadi tidak beraturan sehingga anda menjadi binun...ini salah saya...
Khusus buat Quote ; ".....bisa seenak perutnya menghalalkan..." di ulasan ini saya khusus memberi suatu kejadian dari kehidupan Tarzan di hutan di mana mengikuti pola binatang bahwa setiap buah yang ada di hutan adalah alami tumbuh buat habitat binatang, sedangkan pribadi Tarzan adalah seorang manusia yang tentunya mempunyai moral....
tarzan memang punya moral, saia punya moral, anda pun punya moral, tapi "intensitas" moral dan intelegensi, kebijaksanaan, pemahaman mengenai dhamma tentunya akan berbeda bukan?
nah ini lah yang membuat kita tetap akan tertutup debu walaupun telah mengikuti kata hati, karena KITA BELUM TERLEPAS DARI MOHA....
Sidharta mencapai nibbana tidak hanya mengikuti kata hati, tapi juga menghilangkan lobha dosa dan moha
tentunya saia gak akan se-pede itu dengan mengatakan saia bisa mencapai nibbana tanpa belajar dari orang lain, membuktikan dan mengetahui sendiri
yg kesimpulannya kemungkinan anda bisa mencapai nibbana tanpa guru, buku dan pembuktian adalah sangat kecil
apa lagi anda berpikir hanya dengan mengikuti kata hati maka bisa mencapai nibbana, fiuuuuuuuh
Quote from: hatRed on 25 November 2008, 05:34:39 PM
Quote from: sukma on 24 November 2008, 04:38:41 PM
Quote from: hatRed on 24 November 2008, 04:22:59 PM
ooo...
kalau gitu,
emm............... ya setiap orang yang melakukan dengan
kehendak (aka. Cetana) pasti akan berujung dengan terciptanya Karma.
walau kehendak/cetana nya dia itu bebas apa enggak.
jadi mo
KEHENDAK BEBAS kek
KEHENDAK DIPAKSAKAN kek
KEHENDAK BAIK kek
KEHENDAK JAHAT kek
ujung ujungya ya tumimbal lahir. (kalo dia blon nibbana)
Saya balikkan cara hatRed memahami "KEHENDAK BEBAS" yang ujungnya tumimbal lahir. Bgm bila orang mencapai Nibbana dengan Kehendak Bebas.?
berarti kehendak bebasnya tidak lagi berbuah kamma,
mungkin sukma pernah dengan dengan Ahosi Kamma.
artinya karma seseorang yang belum berbuah akan basi/hilang karena dia mencapai Nibbana.
He,,,he...thanks untuk mengingatkan saya dengan Ahosi Kamma,,,,,mencapai Nibbana
Sukma dari tadi menyimpang terus dari Buddhisme... ingat, lagi di topik buddhisme lho... ;D
[at] Reenzia.... :jempol: Mengarahkan postingan Sukma ke Buddhisme...;D
_/\_ :lotus:
Reenzia ;
yg kesimpulannya kemungkinan anda bisa mencapai nibbana tanpa guru, buku dan pembuktian adalah sangat kecil
apa lagi anda berpikir hanya dengan mengikuti kata hati maka bisa mencapai nibbana, fiuuuuuuuh
::) , Usahakanlah untuk tak menilai segala sesuatu hanya dengan otak, karena otak hanyalah salah satu dari organ tubuh kita, ada juga perasaan, suara hati. ^:)^
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 05:01:16 PM
[at] sukma : di dunia sehari2, bnyk org yg merasa sah aja mengambil barang org lain kok...
pejabat mengambil uang rakyat
anggota dpr menggunakan fasilitas umrah yg seharusnya utk pengawas
tentara/polisi gratis kalo naek angkutan umum
Disini anda bisa melihat bhw ilustrasi tidak bisa digunakan karena hanya bersumber dari asumsi pribadi saja.
jadi penasaran mengenai HATI :
- boleh tau benda apakah itu dan ada dimana?
- bisa anda tunjukkan secara fisik dan nyata?
- HATI yang kalau pake asumsi anda bnyk digunakan, kemanakah akan pergi kalau meninggal?
- mana yg lebih baik, HATI-HATI jika menyeberang, ataukan HATI jika menyeberang?
mohon penjelasannya walau jadi OOT.........
Sukma yang baik....
Bisa tolong dijawab pertanyaan Bro Markos itu (yang di quote/di bold itam)?
Anumodana...._/\_
:lotus:
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 03:54:22 PM
Kalo gitu...Om Kar harus bayar asisten... ;D
_/\_ :lotus:
siap bu!
aku siap jadi asisten asal imbalan memuaskan hehehehe
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 04:15:10 PM
Quote from: karuna_murti on 25 November 2008, 03:51:12 PM
aye gak pinter buat kata-kata kayak om markos,
maksudnya itu tuh. ;D
cukup bayar per huruf Rp 1.000 aja :whistle:
[at] ci lily : kalo karuna bayar, nti gw traktir es campur :D
end of OOT
asik murah amat, 1000$ aja gmn?
[at] Pujianto....
Apakah tu termasuk kehendak bebas?
[at] Om Karuna... banyak yang mau jadi asistenmu... :))
_/\_ :lotus:
Quote from: bond on 25 November 2008, 04:26:56 PM
Itu namanya kehendak om money come to my home :))
Jadi OOT nih :))
mestinya Oom money mana Oom
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 05:58:51 PM
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 05:01:16 PM
[at] sukma : di dunia sehari2, bnyk org yg merasa sah aja mengambil barang org lain kok...
pejabat mengambil uang rakyat
anggota dpr menggunakan fasilitas umrah yg seharusnya utk pengawas
tentara/polisi gratis kalo naek angkutan umum
Disini anda bisa melihat bhw ilustrasi tidak bisa digunakan karena hanya bersumber dari asumsi pribadi saja.
jadi penasaran mengenai HATI :
- boleh tau benda apakah itu dan ada dimana?
- bisa anda tunjukkan secara fisik dan nyata?
- HATI yang kalau pake asumsi anda bnyk digunakan, kemanakah akan pergi kalau meninggal?
- mana yg lebih baik, HATI-HATI jika menyeberang, ataukan HATI jika menyeberang?
mohon penjelasannya walau jadi OOT.........
Sukma yang baik....
Bisa tolong dijawab pertanyaan Bro Markos itu (yang di quote/di bold itam)?
Anumodana...._/\_
:lotus:
yang aye tahu seh di tukang sate ada sate daging ada hati
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 06:09:54 PM
[at] Pujianto....
Apakah tu termasuk kehendak bebas?
[at] Om Karuna... banyak yang mau jadi asistenmu... :))
_/\_ :lotus:
dijamin kehendak bebas karena tanpa paksaan, cuma tergiur aja hehehehehe
AN 11.2
Cetana Sutta
An Act of Will
Translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
"For a person endowed with virtue, consummate in virtue, there is no need for an act of will, 'May freedom from remorse arise in me.' It is in the nature of things that freedom from remorse arises in a person endowed with virtue, consummate in virtue.
"For a person free from remorse, there is no need for an act of will, 'May joy arise in me.' It is in the nature of things that joy arises in a person free from remorse.
"For a joyful person, there is no need for an act of will, 'May rapture arise in me.' It is in the nature of things that rapture arises in a joyful person.
"For a rapturous person, there is no need for an act of will, 'May my body be serene.' It is in the nature of things that a rapturous person grows serene in body.
"For a person serene in body, there is no need for an act of will, 'May I experience pleasure.' It is in the nature of things that a person serene in body experiences pleasure.
"For a person experiencing pleasure, there is no need for an act of will, 'May my mind grow concentrated.' It is in the nature of things that the mind of a person experiencing pleasure grows concentrated.
"For a person whose mind is concentrated, there is no need for an act of will, 'May I know & see things as they actually are.' It is in the nature of things that a person whose mind is concentrated knows & sees things as they actually are.
"For a person who knows & sees things as they actually are, there is no need for an act of will, 'May I feel disenchantment.' It is in the nature of things that a person who knows & sees things as they actually are feels disenchantment.
"For a person who feels disenchantment, there is no need for an act of will, 'May I grow dispassionate.' It is in the nature of things that a person who feels disenchantment grows dispassionate.
"For a dispassionate person, there is no need for an act of will, 'May I realize the knowledge & vision of release.' It is in the nature of things that a dispassionate person realizes the knowledge & vision of release.
"In this way, dispassion has knowledge & vision of release as its purpose, knowledge & vision of release as its reward. Disenchantment has dispassion as its purpose, dispassion as its reward. Knowledge & vision of things as they actually are has disenchantment as its purpose, disenchantment as its reward. Concentration has knowledge & vision of things as they actually are as its purpose, knowledge & vision of things as they actually are as its reward. Pleasure has concentration as its purpose, concentration as its reward. Serenity has pleasure as its purpose, pleasure as its reward. Rapture has serenity as its purpose, serenity as its reward. Joy has rapture as its purpose, rapture as its reward. Freedom from remorse has joy as its purpose, joy as its reward. Skillful virtues have freedom from remorse as their purpose, freedom from remorse as their reward.
"In this way, mental qualities lead on to mental qualities, mental qualities bring mental qualities to their consummation, for the sake of going from the near to the Further Shore."
Diskusi coal cetana, lihat di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2951.15
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 05:58:51 PM
Quote from: markosprawira on 25 November 2008, 05:01:16 PM
[at] sukma : di dunia sehari2, bnyk org yg merasa sah aja mengambil barang org lain kok...
pejabat mengambil uang rakyat
anggota dpr menggunakan fasilitas umrah yg seharusnya utk pengawas
tentara/polisi gratis kalo naek angkutan umum
Disini anda bisa melihat bhw ilustrasi tidak bisa digunakan karena hanya bersumber dari asumsi pribadi saja.
jadi penasaran mengenai HATI :
- boleh tau benda apakah itu dan ada dimana?
- bisa anda tunjukkan secara fisik dan nyata?
- HATI yang kalau pake asumsi anda bnyk digunakan, kemanakah akan pergi kalau meninggal?
- mana yg lebih baik, HATI-HATI jika menyeberang, ataukan HATI jika menyeberang?
mohon penjelasannya walau jadi OOT.........
Sukma yang baik....
Bisa tolong dijawab pertanyaan Bro Markos itu (yang di quote/di bold itam)?
Anumodana...._/\_
:lotus:
"Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Semua (koreksi : suara) hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu.
Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya...
Hati nurani itu selalu aktif. Ketika kita melihat seseorang yang kejam dan berdarah dingin, itu tidak berarti hati nuraninya tidak aktif, tapi: 1) dia melawan hati nuraninya, 2) hati nuraninya telah tumpul (tidak mati, tapi tumpul. Yang jahat dianggap tidak jahat).
Hati nurani tidak sama dengan kebenaran. Kenyataan bahwa hati nurani harus memilah apakah sesuatu itu benar atau salah menunjukkan bahwa hati nurani tidak identik dengan kebenaran (ataupun bahwa hati nurani akan tahu pasti yang benar itu apa [karena kalau hati nurani tahu pasti yang benar itu apa tentunya tidak perlu ada proses discernment atau menimbang apakah perbuatan tertentu itu baik atau jelek])
Sampai jumpa dan dilanjutkan besok....
Quote from: sukma on 25 November 2008, 09:03:38 PM
Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya...
Sampai jumpa dan dilanjutkan besok....
sukma boleh tau referensi pemikiran ini dari mana ?
sukma sebelum berdiskusi kalo boleh , saya ingin tau latar belakang sukma, pemikiran keagamaannya dari mana ? buddhis? di luar buddhis? theravada? mahayana? vajrayana ? atau apa?
saya bertanya bukan maksud mengkotak-kotakan...
tapi alangkah baiknya sebelum memulai berdiskusi , sukma memperkenalkan diri dulu, seperti sdr petrus ( ka****k ) , sdr chandra dan sdri dewi ( muslim ) ...
atau sukma sengaja memisteruskan diri... dan membuat seakan-akan sebagai seorang buddhis... padahal yang disampaikan sangat asing buat kami yang buddhis disini
_/\_
Quote from: sukma on 25 November 2008, 11:58:43 AM
Quote from: Reenzia on 25 November 2008, 11:51:04 AM
anda dari aliran maitreya? :o
Hi Reenzia, yang kita bicarakan "Kehendak Bebas, Suara Hati" kedua point basic ini ada di setiap manusia baik dia itu Sang Buddha, Kristus, Mohammed, maupun aliran Maitreya, Hinayana,etc...jadi sementara ini jangan dikotakkan terlalu dini saya dari aliran mana demi tidak menyempitkan tujuan diskusi kita.
saya lihat Reenzia tidak bertujuan mengkotak -kotakan...
tapi bertanya , tentang kemisterusan anda, yang sepertinya anda dengan sengaja berusaha menyembunyikan dari mana pemikiran anda berasal...
karena walaupun anda mengatakan suara hati adalah point basic yang ada dalam diri sang buddha, kenyataannya kami disini yang belajar ajaran buddha tau, dibuddhis tidak ada istilah suara hati...
jadi wajar bila reenzia bertanya, ( bukan mengkotakkan )
j
adi silahkan menjawab ...kecuali memang anda sengaja menyembunyikan latar belakang anda? sehingga berdiplomasi bila ditanya latar belakang anda, ...
apa tidak lebih mengherankan? apa tujuan anda sampai harus menyembunyikan latar belakang pemikiran anda?
_/\_
Quote from: sukma on 25 November 2008, 09:03:38 PM
"Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Semua (koreksi : suara) hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu.
Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya...
Hati nurani itu selalu aktif. Ketika kita melihat seseorang yang kejam dan berdarah dingin, itu tidak berarti hati nuraninya tidak aktif, tapi: 1) dia melawan hati nuraninya, 2) hati nuraninya telah tumpul (tidak mati, tapi tumpul. Yang jahat dianggap tidak jahat).
Hati nurani tidak sama dengan kebenaran. Kenyataan bahwa hati nurani harus memilah apakah sesuatu itu benar atau salah menunjukkan bahwa hati nurani tidak identik dengan kebenaran (ataupun bahwa hati nurani akan tahu pasti yang benar itu apa [karena kalau hati nurani tahu pasti yang benar itu apa tentunya tidak perlu ada proses discernment atau menimbang apakah perbuatan tertentu itu baik atau jelek])
Sampai jumpa dan dilanjutkan besok....
kedua kalinya anda membuat saia binun :hammer:
berdasarkan kalimat anda yang saya bold itu....
anda menyatakan bahwa suara hati selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat?
padahal dibawahnya anda menyatakan hati nurani harus memilah apakah sesuatu itu benar atau salah, yang itu berarti hati nurani tidak selalu benar
gini aja deh biar jelas, to de point aja.... menurut anda apakah suara hati itu selalu benar?
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 05:50:22 PM
Sukma dari tadi menyimpang terus dari Buddhisme... ingat, lagi di topik buddhisme lho... ;D
[at] Reenzia.... :jempol: Mengarahkan postingan Sukma ke Buddhisme...;D
_/\_ :lotus:
terima kasih kembali... _/\_
Quote from: sukma on 25 November 2008, 05:53:40 PM
Reenzia ;
yg kesimpulannya kemungkinan anda bisa mencapai nibbana tanpa guru, buku dan pembuktian adalah sangat kecil
apa lagi anda berpikir hanya dengan mengikuti kata hati maka bisa mencapai nibbana, fiuuuuuuuh
::) , Usahakanlah untuk tak menilai segala sesuatu hanya dengan otak, karena otak hanyalah salah satu dari organ tubuh kita, ada juga perasaan, suara hati. ^:)^
"suara hati" yang anda maksudkan disini sebenarnya apa sih? apakah itu adalah "pendapat pribadi"?
Quote from: sobat-dharma on 25 November 2008, 07:49:48 PM
Diskusi coal cetana, lihat di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2951.15
Soal Cetana
Quote from: sobat-dharma on 25 November 2008, 07:49:48 PM
Diskusi coal cetana, lihat di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2951.15
Sobat-dharma, topic Cetana itu adalah jalan menuju Enlightment....Thanks buat menunjukkan topic tersebut
Sdr Andrew, kedua reply 66 & 67 on yesterday sdh sy baca dan sangat paham permintaan anda, k_murti,
Pertama-tama, saya sama sekali tidak ada maksud menyembunyikan diri dan membuat diri misterius seperti yang anda tulis diatas.dan sejak awal tulisan saya di topic ini sama sekali tidak berbicara dalam hal Mempromosikan & Memojokkan Agama Islam, Hindu, Buddhis, kr****n,atau Aliran Kpercayaan lain.
Andrew, pertanyaan anda ini ; apa tujuan anda sampai harus menyembunyikan latar belakang pemikiran anda?
Latar belakang pemikiran aku sederhana saja, yaitu ,Melihat Proses Pikiran, Perasaan, Suara Hati sampai si manusia tersebut Memutuskan atau Tidak Menyetujui Tindakan 12 tahap di bawah ini ;
Ada 12 tahap perbuatan manusia yang seutuhnya /lengkap yang nanti akan kita uraikan satu persatu ;
1. Ada suatu kebutuhan .
2, Lantas kebutuhan itu disadari.
3.Sesuatu yang bisa memuaskan kebutuhan itu ditangkap indera ; kesan.
4. Muncul keinginan hendak memiliki / memperoleh hal itu.
5. Dipertimbangkan entah keinginan itu MUNGKIN dipenuhi.
6. Dipertimbangkan entah keinginan itu BOLEH dipenuhi . Inilah "Suara Hati"
7. Kehendak memutuskan untuk (tidak) menuruti keputusan suara hati.
8. Menyusul pelaksanaan lahiriah dari keputusan "Kehendak"
9. Orang lain/atasan mulai mengetahui perbuatan itu.
10.Ditambah berita acara resmi pada perbuatan lahiriah itu.
11.Keputusan kehendak (7) dan perbuatan lahiriah (8) dinilai kembali.
12. Kehendak meg-Iya-kan atau menyesali perbuatannya.
kedua belas point diatas, sesudah aku diberi oleh sdr sobat-Dharma tentang topic Cetayana sangat membuka dan membantu saya dalam cara mengamati diri.
Quote from: pujianto on 25 November 2008, 06:19:06 PM
Quote from: Lily W on 25 November 2008, 06:09:54 PM
[at] Pujianto....
Apakah tu termasuk kehendak bebas?
[at] Om Karuna... banyak yang mau jadi asistenmu... :))
_/\_ :lotus:
dijamin kehendak bebas karena tanpa paksaan, cuma tergiur aja hehehehehe
Nah... itu LOBHA... ;D
_/\_ :lotus:
Pertanyaan Reenzia ;
1 .gini aja deh biar jelas, to de point aja.... menurut anda apakah suara hati itu selalu benar?
2 ."suara hati" yang anda maksudkan disini sebenarnya apa sih? apakah itu adalah "pendapat pribadi"?
Reenzia, kenapa kita tidak melihat Objek PENILAIAN SUARA HATI.?, tidak kah 12 tahal proses yang saya tulis diatas bisa dibahas satu persatu.? Sehingga menjawab pertanyaan anda nomor 1 diatas.
"Suara Hati" yang di bahas di sini BUKAN PENDAPAT PRIBADI saya, tetapi unsur ini ada di setiap pribadi manusia.
Apa dasar dari 12 tahapan perbuatan manusia?tolong sebutkan sutta, sutra atau apapun yang berhubungan dengan Theravada dan/atau Mahayana (termasuk Vajrayana)
Jika Sukma memang tidak bisa menjawab dengan jelas dan hanya berputar2 saja maka topik akan dipindahkan karena sudah tidak sesuai aturan....
mohon dimengerti........
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:51:52 AM
Ada 12 tahap perbuatan manusia yang seutuhnya /lengkap yang nanti akan kita uraikan satu persatu ;
1. Ada suatu kebutuhan .
anda mengatakan akan menguraikan seutuhnya satu persatu...
nah tentunya anda dalam menguraikan ini sudah memiliki referensi yang anda bawa dari sananya...
referensinya apakah itu? ajaran agama apa?
kenapa anda tidak mau menjawab langsung ke intinya? cuma berputar-putar...
jadi anda memang sedang menyembunyikan identitas kepercayaan anda, baik itu agama atau aliran tertentu...
kalo anda tidak menyembunyikan...
silahkan jawab pertanyaan saya...
apa agama anda? dan aliran anda?
_/\_
Apakah "Suara Hati" sama dgn "Suara Tuhan" ?
Quote from: sukma on 26 November 2008, 09:01:24 AM
Pertanyaan Reenzia ;
1 .gini aja deh biar jelas, to de point aja.... menurut anda apakah suara hati itu selalu benar?
2 ."suara hati" yang anda maksudkan disini sebenarnya apa sih? apakah itu adalah "pendapat pribadi"?
Reenzia, kenapa kita tidak melihat Objek PENILAIAN SUARA HATI.?, tidak kah 12 tahal proses yang saya tulis diatas bisa dibahas satu persatu.? Sehingga menjawab pertanyaan anda nomor 1 diatas.
"Suara Hati" yang di bahas di sini BUKAN PENDAPAT PRIBADI saya, tetapi unsur ini ada di setiap pribadi manusia.
walaupun anda mengatakan
bukan pendapat pribadi, tapi anda mengatakan suara hati adalah unsur yang ada di setiap pribadi manusia
ini sama aja anda sedang memaksakan pendapat pribadi anda terhadap orang, yang mengatakan tidak ada suara hati...
bukannya terbalik... jika anda menanyakan ke reenzia apakah suara hati itu
seharusnya anda yang mesti menerangkan suara hati , yang anda tulis berkali-kali di sini...
_/\_
Peringatan terakhir. Dimohon menyebutkan referensi suara hati, misalnya sutra anu dikarang oleh anu.
Jika tidak dapat menyebutkan referensi suara hati, maka akan dipindahkan ke sub-forum perbandingan.
Quote from: andrew on 26 November 2008, 09:39:22 AM
walaupun anda mengatakan bukan pendapat pribadi, tapi anda mengatakan suara hati adalah unsur yang ada di setiap pribadi manusia
ini sama aja anda sedang memaksakan pendapat pribadi anda terhadap orang, yang mengatakan tidak ada suara hati...
bukannya terbalik... jika anda menanyakan ke reenzia apakah suara hati itu
seharusnya anda yang mesti menerangkan suara hati , yang anda tulis berkali-kali di sini...
_/\_
saia kira anda mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak bisa anda jelaskan :hammer:
Quote from: sukma on 26 November 2008, 09:01:24 AM
Pertanyaan Reenzia ;
1 .gini aja deh biar jelas, to de point aja.... menurut anda apakah suara hati itu selalu benar?
2 ."suara hati" yang anda maksudkan disini sebenarnya apa sih? apakah itu adalah "pendapat pribadi"?
Reenzia, kenapa kita tidak melihat Objek PENILAIAN SUARA HATI.?, tidak kah 12 tahal proses yang saya tulis diatas bisa dibahas satu persatu.? Sehingga menjawab pertanyaan anda nomor 1 diatas.
"Suara Hati" yang di bahas di sini BUKAN PENDAPAT PRIBADI saya, tetapi unsur ini ada di setiap pribadi manusia.
nah saya rasa dari proses 1-5 telah saia mengerti, kita coba dengan proses ke 6
Quote6. Dipertimbangkan entah keinginan itu BOLEH dipenuhi . Inilah "Suara Hati"
7. Kehendak memutuskan untuk atau tidak menuruti keputusan suara hati.
nah pertimbangan proses ke 6 itu akhirnya menghasilkan keputusan oleh suara hati, nah dari manakah keputusan tersebut?
tiba-tiba "tingggg" muncul keputusan dalam otak?
ato anda memikirkannya, anda yang menimbang-nimbang efektivitas, untung ruginya, kelayakannya?
ato ada suara-suara misterius yang membisikkannya?
Quote12. Kehendak meg-iya-kan atau menyesali perbuatannya.
12 Tahapan ini lah proses "Kehendak Bebas" yang terjadi pada semua manusia. Shocked
pada tahap 12 ini, anda menuliskan bahwa WALAUPUN SUDAH MELEWATI PROSES PERTIMBANGAN SUARA HATI namun masih bisa berujung dengan penyesalan
apakah penyesalan itu timbul akibat menolak keputusan dari suara hati?
atau anda bisa menolaknya dengan mengatakan bahwa suara hati bisa salah?
jawabnya to de point aja sis, ya ato tidak, kalo relatif ya katakan alasannya, simple kan? _/\_
suara hati itu maksudnya mungkin intuisi...
satu cara pemilahan pikiran untuk kemudian dijadikan perbuatan, cara yg umum dipakai oleh wanita... :-?
apa benar begitu Sukma?
Quote from: upasaka on 26 November 2008, 10:36:17 AM
suara hati itu maksudnya mungkin intuisi...
satu cara pemilahan pikiran untuk kemudian dijadikan perbuatan, cara yg umum dipakai oleh wanita... :-?
apa benar begitu Sukma?
intuisi pun tergantung pada individu kan? tergantung pada pengalaman, intelektual, cara pandang masing-masing org, dan intuisi pun sering salah...setuju?
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:51:52 AM
;
Ada 12 tahap perbuatan manusia yang seutuhnya /lengkap yang nanti akan kita uraikan satu persatu ;
1. Ada suatu kebutuhan .
kebutuhan ini apa ya?
orang punya mobil 1 untuk transportasi, itu mungkin kebutuhan...
kalo orang punya mobil 5 cuma nongkrong digarasi... apa itu kebutuhan?
orang makan sehari 3 kali mungkin ini kebutuhan...
orang makan sehari 5 kali apa ini kebutuhan ?
orang punya rumah 1 itu mungkin karena kebutuhan untuk berlindung...
orang punya rumah 5 apa ini juga kebutuhan ?
acuan sesuatu di anggap kebutuhan itu apa?
jadi apa betul orang berbuat karena adanya kebutuhan ?
_/\_
Sobat-sobat, semuanya minta referensi, baik bagaimana kita pakai topik yang di beri sobat_Dharma ;
Cetana dan Pikiean :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2951.15
terserah thread ini mau dipindahkan silahkan...
MOD.... Silakan pindahkan thread ini... ;D
Anumodana... _/\_
:lotus:
Quote from: andrew on 26 November 2008, 10:45:46 AM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:51:52 AM
;
Ada 12 tahap perbuatan manusia yang seutuhnya /lengkap yang nanti akan kita uraikan satu persatu ;
1. Ada suatu kebutuhan .
kebutuhan ini apa ya?
orang punya mobil 1 untuk transportasi, itu mungkin kebutuhan...
kalo orang punya mobil 5 cuma nongkrong digarasi... apa itu kebutuhan?
orang makan sehari 3 kali mungkin ini kebutuhan...
orang makan sehari 5 kali apa ini kebutuhan ?
orang punya rumah 1 itu mungkin karena kebutuhan untuk berlindung...
orang punya rumah 5 apa ini juga kebutuhan ?
acuan sesuatu di anggap kebutuhan itu apa?
jadi apa betul orang berbuat karena adanya kebutuhan ?
_/\_
saya mem paste tulisan
Willibordus di topic Cetana dan Pikiran
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2951.15
Emang susah kalo diterjemahin ke bhs indonesia, jadi banyak rancu dan membingungkan.
Kita pake bahasa tarsan aja yah:
Jadi:
~ Perbedaan Pikiran dan Cetana: cetana adalah salah satu komponen pembentuk pikiran. Jadi, setiap munculnya pikiran, pasti ada kandungan cetana di pikiran tsb.
~ kata2 Sang Buddha, 'Pikiran Adalah Pelopor' (logikanya 'cetana adalah pelopor', gitu kan?).
'Pikiran' yg dikatakan Sang Buddha kan sudah termasuk 'cetana' didalamnya.
Kalau dibilang 'Cetana adalah pelopor', akan banyak yg akan bingung.
Jadi untuk lebih mudah di mengerti: Pikiran adalah pelopor.Noted ; Tulisan yang digaris bawah adalah copy paste Willibordus. Pertanyaan saya, 12 tahap, yang ditanya Andrew tentang "KEBUTUHAN" relevansi kah bila saya memahami KEBUTUHAN ini seperti yang di tulis Willibordus di relpy 3 on 30 May 2008.?
Mohon petunjuk
Kekna Sukma harus sewa Asisten nih.... ;D
Sukma... kalo bisa di tulis yang jelas... Apa mau pake Cetana sebagai Kehendak Bebasmu? ;D
_/\_ :lotus:
Quote from: Lily W on 26 November 2008, 01:08:12 PM
Kekna Sukma harus sewa Asisten nih.... ;D
Sukma... kalo bisa di tulis yang jelas... Apa mau pake Cetana sebagai Kehendak Bebasmu? ;D
_/\_ :lotus:
Lily, thanks to Assits ya. Silahkan dan setuju pake Cetana masuk ke judul Kehendak Bebas.
Quote from: sukma on 26 November 2008, 01:28:30 PM
Quote from: Lily W on 26 November 2008, 01:08:12 PM
Kekna Sukma harus sewa Asisten nih.... ;D
Sukma... kalo bisa di tulis yang jelas... Apa mau pake Cetana sebagai Kehendak Bebasmu? ;D
_/\_ :lotus:
Lily, thanks to Assits ya. Silahkan dan setuju pake Cetana masuk ke judul Kehendak Bebas.
Sukma... silakan di posting yang selanjutnya...
Anumodana... _/\_
:lotus:
Quote from: fran on 26 November 2008, 09:37:37 AM
Apakah "Suara Hati" sama dgn "Suara Tuhan" ?
Tergantung si penaya , apakah dia mau bertanya dengan dasar Teologi atau Ajaran Sang Buddha.?
Menggunakan kesempatan atas pertanyaan Fran diatas, bisa kita lihat betapa banyaknya orang-orang yang bukan mengikuti Ajaran Sang Buddha telah salah memahami atau terlalu dini berbicara Suara Hati manusia tersebut adalah Suara Tuhan.
Seharusnya Suara Hati bukan perintah langsung dari Tuhan mereka yang seolah-olah memberitahukan apa yang harus diperbuat sekarang ini. Manusia harus selalu mencari jalannya sendiri, ia harus mempertimbangkan banyak kepentingan dan mengambil sendiri keputusan yang Adil. Damai, mengenai Tindakkannya....
Kalau suara hati adalah cetana, mengapa cetana dengan akar buruk bisa menghasilkan buah yang buruk?
Cetana pun dipengaruhi kondisi sebelumnya. Berarti tidak begitu bebas...
Quote from: sukma on 26 November 2008, 04:18:49 PM
Quote from: fran on 26 November 2008, 09:37:37 AM
Apakah "Suara Hati" sama dgn "Suara Tuhan" ?
Tergantung si penaya , apakah dia mau bertanya dengan dasar Teologi atau Ajaran Sang Buddha.?
Menggunakan kesempatan atas pertanyaan Fran diatas, bisa kita lihat betapa banyaknya orang-orang yang bukan mengikuti Ajaran Sang Buddha telah salah memahami atau terlalu dini berbicara Suara Hati manusia tersebut adalah Suara Tuhan.
Seharusnya Suara Hati bukan perintah langsung dari Tuhan mereka yang seolah-olah memberitahukan apa yang harus diperbuat sekarang ini. Manusia harus selalu mencari jalannya sendiri, ia harus mempertimbangkan banyak kepentingan dan mengambil sendiri keputusan yang Adil. Damai, mengenai Tindakkannya....
berarti pengambilan keputusan atas pertimbangan-pertimbangan bisa tetap salah donk? secara gw, sis sukma, dan teman-teman lain belum terlepas dari lobha dosa dan moha kan?
Quote from: karuna_murti on 26 November 2008, 04:23:24 PM
Kalau suara hati adalah cetana, mengapa cetana dengan akar buruk bisa menghasilkan buah yang buruk?
Cetana pun dipengaruhi kondisi sebelumnya. Berarti tidak begitu bebas...
Suara Hati yang di maksud belum masuk ke level Kehendak, lihat 12 Tahap yang sdh saya Quote sebelumnya ;
6 . Dipertimbngkn entah keinginan itu BOLEH dipenuhi. (Inilah suara hati)
7 . KEHENDAK memutuskan untuk / tidak menuruti keputusan suara hati
Lama saya tidak me reply Thread ini karena sedang mengamati pada Thread Cetana dan Pikiran, tulisan sdr Hudoyo pada reply ke 34 dibawah ini ;
'cetana' = kehendak. ... 'cetana' itu sendiri tidak terlepas dari 'tanha' = kehausan, 'upadana' = kelekatan dan 'bhava' (proses menjadi).....
K_Murti, semakin lama ku amati .....
[at] sukma
saya males baca replies sebelumnya,
kalau tidak salah saya sudah memberikan pandangan saya tentang kehendak.
tetapi saya tidak tau, dengan suara hati ini.
mungkin sukma bisa menjelaskan apa suara hati ini, kalau bisa dicontohkan agar saya mudah mengerti.
karena saya menangkap sebagai hati nurani. karena saya juga pernah belajar Maitreya. dimana disebutkan tentang hati nurani.
Quote from: Reenzia on 26 November 2008, 04:29:09 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 04:18:49 PM
Quote from: fran on 26 November 2008, 09:37:37 AM
Apakah "Suara Hati" sama dgn "Suara Tuhan" ?
Tergantung si penaya , apakah dia mau bertanya dengan dasar Teologi atau Ajaran Sang Buddha.?
Menggunakan kesempatan atas pertanyaan Fran diatas, bisa kita lihat betapa banyaknya orang-orang yang bukan mengikuti Ajaran Sang Buddha telah salah memahami atau terlalu dini berbicara Suara Hati manusia tersebut adalah Suara Tuhan.
Seharusnya Suara Hati bukan perintah langsung dari Tuhan mereka yang seolah-olah memberitahukan apa yang harus diperbuat sekarang ini. Manusia harus selalu mencari jalannya sendiri, ia harus mempertimbangkan banyak kepentingan dan mengambil sendiri keputusan yang Adil. Damai, mengenai Tindakkannya....
berarti pengambilan keputusan atas pertimbangan-pertimbangan bisa tetap salah donk? secara gw, sis sukma, dan teman-teman lain belum terlepas dari lobha dosa dan moha kan?
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
^:)^ maaf ya sis sukma, sejujurnya dari kmrn saia tidak mengerti apa itu "suara hati"
apa bisa dijelaskan dengan lebih simpel lagi, mengingat saia ini masih penuh dengan moha _/\_
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:25:35 PM
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
berarti suara hati
masih bisa salah [bukan berarti selalu salah atau selalu benar]. benar kah?
[at] all
mungkin saya akan memberikan (seingat saya) tentang hati nurani itu,
hati nurani, merupakan sifat "Lao MU" yang paling absolut, dan paling murni.
dimana sifat ini kalau dilihat dari kacamata awam adalah sifat yang penuh kebaikan
dan setiap orang/bahkan makhluk memiliki hati nurani ini,
hati nurani bersifat universal,
hati nurani bisa dikembangkan oleh mereka yang mempunyai kasih
hati nurani bisa dipendam oleh mereka yang mempunyai benci
karena sifatnya yg absolut dan universal ini, banyak yang mengatakan bahwa "Lao Mu" berada di tiap2 hati nurani.
itulah mengapa Buddha Maitreya di aliran Maitreya menjanjikan surga/nibbana/kasih lao mu terlebih dahulu melalui qiu dao.
karena kasih Buddha Maitreya/Lao Mu yg universal, maka beliau membebaskan semua makhluk dari pintu neraka, tanpa harus bersusah payah.
apa saia bisa menganggap bahwa hati nurani adalah praktek dhamma?
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:25:35 PM
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
kelalaian kecil apa ya? tolong dikasih tau...
_/\_
Apakah "Suara Hati" itu.?
Suara hati adalah suatu keinsyafan batin yang mempengaruhi hati kita masing-masing serta menyatakan kepada kita entah suatu keinginan yang telah muncul itu BAIK atau TIDAK BAIK bagi manusia sebagai manusia. Suara hati adalah kompas menuju pemanusiaan sejati, memperlihatkan serta mendorong manusia menuju permanusiaannya yang tulen.
Apakah masih ada nama lain dari "suara hati"?
Suara hati juga di namakan HATI NURANI, yang lain lagi berbicara tentang ANGAN-ANGAN HATI atau HATI SANUBARI.
[at] sukma
hmmm.... kalau begitu sama sperti definisi hati nurani saya,
karena sukma beranggapan suara hati adalah sebagai kompas, begitupula hari nurani, yang memang ada didalam diri semua makhluk, entah ia baik atau orang yang sangat jahat sekalipun ia memiliki hati nurani.
lalu sukma, dari thread ini apa yang ingin dicapai, atau ingin membahas suara hati ini.
kalau bisa, tolong masukkan dalam bentuk kalimat tanya, kalau ingin bertanya.
dan masukkan sebagai statement kalau ingin membahas.
Quote from: andrew on 26 November 2008, 06:41:57 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:25:35 PM
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
kelalaian kecil apa ya? tolong dikasih tau...
_/\_
Pernahkan Beliau mengalami luka di kuku jari di kaki? Pernahkan diakhir hayat Beliau memakan gabah.? Aku tidak mau menulis Sang Buddha berbuar salah, tapi "kelalaian kecil" semoga di pahami
Quote from: Reenzia on 26 November 2008, 06:41:36 PM
apa saia bisa menganggap bahwa hati nurani adalah praktek dhamma?
Koreksi saya bila salah, praktek Dhamma harus melalui proses hati nurani/ suara hati setiap pribadi apakah mereka siap mengikuti suara hati mereka yang merindukan Nibbata.? Jadi, hati nurani bukanlah praktek Dhamma
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:50:34 PM
Quote from: andrew on 26 November 2008, 06:41:57 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:25:35 PM
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
kelalaian kecil apa ya? tolong dikasih tau...
_/\_
Pernahkan Beliau mengalami luka di kuku jari di kaki? Pernahkan diakhir hayat Beliau memakan gabah.? Aku tidak mau menulis Sang Buddha berbuar salah, tapi "kelalaian kecil" semoga di pahami
memangnya kalo luka di kuku kaki disebut kelalaian?
makan gabah yang mana ya?
arti kelalaian menurut sukma apa sih? kok luka di kuku kaki dibilang kelalaian?
_/\_
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:54:30 PM
Quote from: Reenzia on 26 November 2008, 06:41:36 PM
apa saia bisa menganggap bahwa hati nurani adalah praktek dhamma?
Koreksi saya bila salah, praktek Dhamma harus melalui proses hati nurani/ suara hati setiap pribadi apakah mereka siap mengikuti suara hati mereka yang merindukan Nibbata.? Jadi, hati nurani bukanlah praktek Dhamma
nibanna itu apa sih menurut sukma, tolong dijelas kan dong... soalnya baru dengar kali ini...
nibanna berhubungan dengan hati nurani
_/\_
Quote from: andrew on 26 November 2008, 06:57:29 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:50:34 PM
Quote from: andrew on 26 November 2008, 06:41:57 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 06:25:35 PM
Noted ; di Masa hidupnya Sang Buddha Sidaharta saja masih berbuat kelalaian kecil, he..he..apa lagi kita.? tentu keputusan atas pertimbangan-pertimbangan manusia masih punya resiko tetap salah...
kelalaian kecil apa ya? tolong dikasih tau...
_/\_
Pernahkan Beliau mengalami luka di kuku jari di kaki? Pernahkan diakhir hayat Beliau memakan gabah.? Aku tidak mau menulis Sang Buddha berbuar salah, tapi "kelalaian kecil" semoga di pahami
memangnya kalo luka di kuku kaki disebut kelalaian?
makan gabah yang mana ya?
arti kelalaian menurut sukma apa sih? kok luka di kuku kaki dibilang kelalaian?
_/\_
Please searching di Forum ini, rasanya saya pernah baca, tapi bila tidak ketemu saya janji akan mencarinya,
but not now, karena aku sedang concern ke thread ini.
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:02:46 PM
Please searching di Forum ini, rasanya saya pernah baca, tapi bila tidak ketemu saya janji akan mencarinya, but not now, karena aku sedang concern ke thread ini.
gabahnya akan saya seacrh kalo memang ada di forum ini...
ada yang menulis sang buddha terluka di kkuku kaki, tapi apa ada yang menyebutkan itu suatu kelalaian?
yang saya tanyakan adalah kelalaian yang anda sebutkan
maksudnya kelalaian itu apa?
_/\_
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 06:47:23 PM
[at] sukma
hmmm.... kalau begitu sama sperti definisi hati nurani saya,
karena sukma beranggapan suara hati adalah sebagai kompas, begitupula hari nurani, yang memang ada didalam diri semua makhluk, entah ia baik atau orang yang sangat jahat sekalipun ia memiliki hati nurani.
lalu sukma, dari thread ini apa yang ingin dicapai, atau ingin membahas suara hati ini.
kalau bisa, tolong masukkan dalam bentuk kalimat tanya, kalau ingin bertanya.
dan masukkan sebagai statement kalau ingin membahas.
hatRed, meminjam bahasa umum ; "saya seperti orang demam panggung", begitu pertama kali ikut turunkan tulisan di Web Dhammacitta dan ini yang pertama buat saya inter aktif di Web terbuka, saya mengalami kegugupan karena semua orang mengarahkan pertanyaan-pertanyaan berat. Sehingga jadi tidak Focus seperti saran Anda yang saya Quote di atas. Selanjutnya, sesudah saya diam mengamati, reply selanjutnya semoga saya bisa focus seperti yang di maksud Anda.
Pertanyaan :
"Ada orang yang menyamakan "suara hati" dengan endapan pendidikan orang tua, katanya ; yang bersuara bukan si pemilik suara melainkan suara orang tuanya dan para pendidiknya yang bergema dalam manusia itu. Apakah pendapat ini bisa diterima.?
Arahnya kemana nih? Maksudnya kehendak bebas itu diatur sama hati nurani yak? hati nurani itu masuk ke aku an atau tidak?
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:25:50 PM
Pertanyaan :
"Ada orang yang menyamakan "suara hati" dengan endapan pendidikan orang tua, katanya ; yang bersuara bukan si pemilik suara melainkan suara orang tuanya dan para pendidiknya yang bergema dalam manusia itu. Apakah pendapat ini bisa diterima.?
mengerti, bagaimana dengan orang yang tidak punya orang tua, tidak punya pendidik, tidak pernah mendengarkan pendapat dan mendengarkan ceramah dhamma
apakah org tersebut memiliki suara hati?
dalam konteks sosial, bisa diterima.
tetapi sebelum saya menjelaskan mohon klarifikasi tanggapan saya atas pertannyaan anda
"maksud dari suara itu adalah sikap, perilaku, kebiasaan, sifat yang diajarkan oleh orang tua dan lingkungan si anak sehingga, apa yang disuarakan oleh si anak merupakan cerminan perilaku,sifat, serta kebiasaan si orang tua"
penjelasan saya: memang, seorang anak dididik, dan mudah mengikuti siapa saja. apalagi oleh orang tua mereka. tetapi menurut Maitreya yang dinamakan suara hati/hati nurani ini bukanlah hanya sekedar sifat,kehendak,kebiasaan, maupun perilaku. karena ia ada dan tumbuh sejak ia lahir.
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:29:02 PM
Arahnya kemana nih? Maksudnya kehendak bebas itu diatur sama hati nurani yak? hati nurani itu masuk ke aku an atau tidak?
Tolong, diskusi ya, bila saya salah please dikoreksi, Kehendak Bebas justru terkadang sering melawan hati nurani (liong sim) yang terjadi malah kehendak bebas yang memutuskan apakah keputusannya itu Jahat atau Baik., kehendak bebas justru mengandung AKU. Apa benar.?
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
Quote from: Reenzia on 26 November 2008, 07:32:57 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:25:50 PM
Pertanyaan :
"Ada orang yang menyamakan "suara hati" dengan endapan pendidikan orang tua, katanya ; yang bersuara bukan si pemilik suara melainkan suara orang tuanya dan para pendidiknya yang bergema dalam manusia itu. Apakah pendapat ini bisa diterima.?
mengerti, bagaimana dengan orang yang tidak punya orang tua, tidak punya pendidik, tidak pernah mendengarkan pendapat dan mendengarkan ceramah dhamma
apakah org tersebut memiliki suara hati?
suara hati itu ada pada setiap manusia.
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:39:15 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:29:02 PM
Arahnya kemana nih? Maksudnya kehendak bebas itu diatur sama hati nurani yak? hati nurani itu masuk ke aku an atau tidak?
Tolong, diskusi ya, bila saya salah please dikoreksi, Kehendak Bebas justru terkadang sering melawan hati nurani (liong sim) yang terjadi malah kehendak bebas yang memutuskan apakah keputusannya itu Jahat atau Baik., kehendak bebas justru mengandung AKU. Apa benar.?
sepertinya iya mengandung AKU. Jadi?
Kebaikan dan keburukan kalau disebutkan tidak ada gimana?
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:39:36 PM
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
aku kurang sepaham dengan Agama lain yang begitu Instant mengatakan suara hati mereka adalah suara Tuhan......
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:43:58 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:39:36 PM
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
aku kurang sepaham dengan Agama lain yang begitu Instant mengatakan suara hati mereka adalah suara Tuhan......
kalo bukan dalam agama lain terus dalam agama apa? karena di dalam agama buddha sendiri tidak ada istilah suara hati...
_/\_
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:43:37 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:39:15 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:29:02 PM
Arahnya kemana nih? Maksudnya kehendak bebas itu diatur sama hati nurani yak? hati nurani itu masuk ke aku an atau tidak?
Tolong, diskusi ya, bila saya salah please dikoreksi, Kehendak Bebas justru terkadang sering melawan hati nurani (liong sim) yang terjadi malah kehendak bebas yang memutuskan apakah keputusannya itu Jahat atau Baik., kehendak bebas justru mengandung AKU. Apa benar.?
sepertinya iya mengandung AKU. Jadi?
Kebaikan dan keburukan kalau disebutkan tidak ada gimana?
Kebaikan dan Keburukan disebut tidak ada.?
Bisa.! Tetapi, sayangnya anda dan saya masuk di dalam kehidupan WAKTU/ MASA. He..he..
Quote from: andrew on 26 November 2008, 07:45:44 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:43:58 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:39:36 PM
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
aku kurang sepaham dengan Agama lain yang begitu Instant mengatakan suara hati mereka adalah suara Tuhan......
kalo bukan dalam agama lain terus dalam agama apa? karena di dalam agama buddha sendiri tidak ada istilah suara hati...
_/\_
Akh..! mengapa Anda harus terpaku istilah nama "suara hati" tidak ada di dalam Ajaran Buddhis.?
Kenapa anda tidak berusaha mencari nama yang synonim di Ajaran Buddhis tentang kata "Suara Hati'? Dengan cara mengamati begitu, tidakkah Buddha ini yang menjadi Universal Sejati.? Please Koreksi ya..?
[at] All
apakah sang Buddha Gautama, pernah mengatakan sesuatu tentang suara hati/hati nurani ini.
saya rasa, saya dan sukma memiliki pemikiran yg sama tentang hati nurani ini.
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:51:59 PM
Quote from: andrew on 26 November 2008, 07:45:44 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:43:58 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:39:36 PM
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
aku kurang sepaham dengan Agama lain yang begitu Instant mengatakan suara hati mereka adalah suara Tuhan......
kalo bukan dalam agama lain terus dalam agama apa? karena di dalam agama buddha sendiri tidak ada istilah suara hati...
_/\_
Akh..! mengapa Anda harus terpaku istilah nama "suara hati" tidak ada di dalam Ajaran Buddhis.?
Kenapa anda tidak berusaha mencari nama yang synonim di Ajaran Buddhis tentang kata "Suara Hati'? Dengan cara mengamati begitu, tidakkah Buddha ini yang menjadi Universal Sejati.? Please Koreksi ya..?
silahkan sebutkan sinonimnya apa?
anda dari tadi belum menjawab pertanyaan saya apa agama anda? aliran apa?
memangnya susah untuk menjawab ini , buat anda? cuma butuh ketulusan saja... itu pun kalo anda punya ... :)
_/\_
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:51:59 PM
Akh..! mengapa Anda harus terpaku istilah nama "suara hati" tidak ada di dalam Ajaran Buddhis.?
Kenapa anda tidak berusaha mencari nama yang synonim di Ajaran Buddhis tentang kata "Suara Hati'? Dengan cara mengamati begitu, tidakkah Buddha ini yang menjadi Universal Sejati.? Please Koreksi ya..?
anda kan yg lebih mengerti tentang "suara hati" tersebut, bagaimana bila anda menggunakan istilah yang lebih "buddhist" sehingga kami bisa mengerti?
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 07:54:01 PM
[at] All
apakah sang Buddha Gautama, pernah mengatakan sesuatu tentang suara hati/hati nurani ini.
saya rasa, saya dan sukma memiliki pemikiran yg sama tentang hati nurani ini.
Sudah saya jawab di reply 119 pada sdr Andrew
kalau saya boleh menyimpulkan keluh kesah sukma ini,
Kita mengetahui dan mendengan apa suara hati/hati nurani ini,
nah dalam pandangan Buddhism sendiri bagaimanakah pendapatnya/tanggapan tentang suara hati ini?
mungkin begitu yang sukma ingin sampaikan.
apakah ini OOT? moddddddddd dimana dikaw? ;D
[at] reenzia
iya neh OOT, tapi mungkin sukma ada alasan lain untuk mempertahankan topiknya.
[at] sukma
harap definisikan dahulu suara hati itu.
karena layaknya kita menanyakan kepada suku pedalaman
"Bagaimana tanggapan anda tentang komputer"
maka mereka tidak akan mengerti bagaimana menanggapinya, cobalah definisikan dahulu, agar mereka nyambung.
trus mending bikin topik baru, tentang suara hati ini, definisikan lalu minta tanggapan.
karena biasanya orang melihat header topik dahulu. jadi biar bisa nyambung.
Quote from: andrew on 26 November 2008, 07:55:36 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:51:59 PM
Quote from: andrew on 26 November 2008, 07:45:44 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 07:43:58 PM
Quote from: ryu on 26 November 2008, 07:39:36 PM
Kalo di agama lain di sebut bisikan setan atau bisikan tuhan :))
aku kurang sepaham dengan Agama lain yang begitu Instant mengatakan suara hati mereka adalah suara Tuhan......
kalo bukan dalam agama lain terus dalam agama apa? karena di dalam agama buddha sendiri tidak ada istilah suara hati...
_/\_
Akh..! mengapa Anda harus terpaku istilah nama "suara hati" tidak ada di dalam Ajaran Buddhis.?
Kenapa anda tidak berusaha mencari nama yang synonim di Ajaran Buddhis tentang kata "Suara Hati'? Dengan cara mengamati begitu, tidakkah Buddha ini yang menjadi Universal Sejati.? Please Koreksi ya..?
silahkan sebutkan sinonimnya apa?
anda dari tadi belum menjawab pertanyaan saya apa agama anda? aliran apa?
memangnya susah untuk menjawab ini , buat anda? cuma butuh ketulusan saja... itu pun kalo anda punya ... :)
_/\_
Ada waktunya Andrew untuk saya membuka apakah Aliran saya.? Apa ada salah yang bisa menyesatkan dari tulisan saya sehingga Anda begitu tidak tahan untuk mengetahui Aliran saya.?
Please, buatlah saya merasa Damai di rumah Anda....
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:03:33 PM
Please, buatlah saya merasa Damai di rumah Anda....
anda menyebut ini rumah saya...
maaf saya bukan tuan rumah...
dan saran saya kalo anda ingin merasa damai...
jadi lah orang yang punya tata krama...
kalo bertamu... silahkan memperkenalkan diri dulu... jangan langsung masuk bla bla bla...
ditanya tentang identitasnya... tapi menghindar...
lah anda ini tamu atau pencuri...
kalo orang mempunyai ketulusan...
tidak perlu ditanya berkali -kali...
apa agama atau aliran anda tidak mengajarkan sopan santun? cara bertamu ?
apa anda sendiri malu dengan aliran anda? sehingga menyembunyikan aliran anda?
_/\_
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:03:33 PM
Ada waktunya Andrew untuk saya membuka apakah Aliran saya.? Apa ada salah yang bisa menyesatkan dari tulisan saya sehingga Anda begitu tidak tahan untuk mengetahui Aliran saya.?
Please, buatlah saya merasa Damai di rumah Anda....
teman-teman disini tidak ingin membuat anda merasa tidak nyaman, sis sukma
sebelumnya saia juga meminta maaf apabila ada perkataan saia yang mungkin membuat sis sukma tidak nyaman
kami hanya ingin mengetahui lebih jauh tentang apa yang dimaksudkan oleh sis sukma
anggap saja seperti yang dikatakan hatRed, kami belum mengenal komputer, mungkin sis sukma bisa memberi penjelasan dengan bahasa yang kami mengerti _/\_
kami mungkin menghujani anda dengan pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan
itu karena kami tidak mengerti apa yang anda maksudkan, wajar bukan?
apa lagi sampai berbeda pendapat, maklum lah beda "alam"...
soalnya kami merasa kalo dalam buddist blm pernah mendengar yang namanya suara hati atau hati nurani
terima kasih _/\_
[at] andrew
sabar-sabar....
mungkin sis sukma ingin mengetahui pendapat kita tanpa melihat dari manakah pernyataan yang ia tuliskan berasal....
[at] andrew
tidaklah penting bagi kita, menanyakan asal usul seseorang saat ingin menolong.
buddha mengajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, nah dalam kehendak bebas itu tidak ada ancaman ataupun apapun yang mengikat seseorang itu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. buddha hanya menunjukan kita suatu jalan lama yang sudah ada dari dulu dan ditemukan kembali oleh Guru kita yaitu jalan pembebasan NIBBANA, tinggal kitanya yang mau berjalan mengikuti jejaknya atau tidak disitu ada kehendak bebas, so dimana itu hati nurani? ;D
[at] ryu
kalau menurut ryu, seperti apakah hati nurani itu?
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 08:20:55 PM
[at] ryu
kalau menurut ryu, seperti apakah hati nurani itu?
kalo gak salah sih katanya hati Nurani itu perasaan di dalam diri atau perasaan bawah sadar yak ;D
lalu menurut hemat ryu dalam Dhamma sang Buddha, pernah menjelaskan tentang perasaan diri yang dibawah sadar ini gak.
tapi ngomong2 perasaan bawah sadar ini maksudnya kayak perasaan saat kita tiba2 bisa bangun tepat sekali bila kita berniat mo bangun jam berapa. atau seperti feeling kayak kita mendapatkan feeling baik atau buruk?
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 08:35:39 PM
lalu menurut hemat ryu dalam Dhamma sang Buddha, pernah menjelaskan tentang perasaan diri yang dibawah sadar ini gak.
tapi ngomong2 perasaan bawah sadar ini maksudnya kayak perasaan saat kita tiba2 bisa bangun tepat sekali bila kita berniat mo bangun jam berapa. atau seperti feeling kayak kita mendapatkan feeling baik atau buruk?
Kalau menurut yang paham Atta atau ada Roh sih gitu pemahamannya.
Baik atas permintaan hatRed maka saya mencoba buat sebuah Ilustrasi ;
Dewi, mahasiswi anak dari sebuah keluarga terpandang di satu kota harus menerima kenyataan bahwa dirinya positif hamil. Ini terjadi akibat pergaulan terlalu bebas bersama Ationg (mahasiswa) yang berasal dari keluarga sederhana di kampung.
Orang tua Dewi merasa sangat dipermalukan, Ationg dan Dewi diizinkan kawin, tetapi sesudah itu harus berpisah dan malahan dibuat surat cerai. Dewi melahirkan tanpa suami disampingnya, sementara Ationg dijebloskan kedalam penjara oleh orang tua Dewi dan hanya bisa keluar kalau menandatangani sebuah kertas kosong yang tanpa diketahui Ationg ternyata kemudian dibuat menjadi surat gugat cerai kepada Dewi.
Selanjutnya dikisahkan bagaimana Ationg dan Dewi berjuang keras untuk bisa bersatu kembali, melewati hari-hari penuh dengan tangis dan sejuta harapan, sementara orang tua Dewi senatiasa berusaha memisahkan mereka, demi kehormatan keluarga dan maratbatnya dan senantiasa merendahkan keluarga Ationg yang sederhana itu.
Komentar ;
Dalam diri si Dewi ada pergumulan batin yang hebat tentang apa yang harus ia buat ; menuruti suara orang tuanya atau kah tetap setia pada teman hidupnya yang sudah menjadi suaminya yang sah. Ia binggung harus memilih apa.?
Ketaatan terhadap orang tuanya adalah sesuatu yang baik (secara ilmiah ; merupakan suatu nilai moral). Tetapi dari lain pihak, Kesetiaan kepada teman hidup yang sah juga merupakan sesuatu yang baik. Jelas pula bahwa dalam keadaan gawat ini kedua nilai tidak mungkin serentak dikejar, harus memilih dalam dilema, (ambil satu dari dua). Akhirnya, ia sadar bahwa kesetiaan akan Ationg merupakan suatu nilai yang lebih tinggi dalam situasi ini dari pada Ketaatan terhadap orang tuanya.
Suara Hatinya berbunyi : "Kesetiaan pada suami harus diutamakan, harus diprioritaskan..."
Hal ini muncul dalam KEINSYAFAN di Dewi yang mendorongnya, namun tidak memaksa si Dewi untuk tetap setia kepada Ationg. Ia masih mampu MEMILIH Ketaatan terhadap orang tuanya, ia juga mampu MEMILIH Kesetiaan kepada suaminya.
Suara Hati nya dalam Keinsyafan si Dewi bagaikan sebuah KOMPAS.!, Dan ternyata si Juru Mudi mampu untuk MEMILIH menuruti petunjuk KOMPAS nya, pada hal ia juga dapat MEMILIH untuk Tidak Memperdulikan KOMPAS nya serta MEMILIH ARAH YANG SALAH.!
Mudah-mudahan si Dewi juga mendapa kekuatan untuk memilih dengan KEMAUANNYA yang ia SADARI dalam suara hatinya sebagai yang terbaik, ialah Kesetiaan kepada Ationg
Semoga membantu Ilustrasi salah satu contoh dari Suara Hati
Sukma, kalau boleh saya menanggapi
saya sebagai orang yang baru belajar dhamma ini hanya bisa mengatakan, bahwa tindakan Dewi atas pemilihan yang didasarkan "suara hati" tersebut, merupakan hasil dari perasaan dan sejauh mana perasaan tersebut menentukan tindakan.
mungkin akan saya koreksi lagi.
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 08:47:17 PM
Sukma, kalau boleh saya menanggapi
saya sebagai orang yang baru belajar dhamma ini hanya bisa mengatakan, bahwa tindakan Dewi atas pemilihan yang didasarkan "suara hati" tersebut, merupakan hasil dari perasaan dan sejauh mana perasaan tersebut menentukan tindakan.
mungkin akan saya koreksi lagi.
hatRed, kini saatnya saya Off Line ya, sampai temu besok lagi yuk.?
1) Avijja Paccaya Sankhara
Dikondisikan oleh ketidaktahuan (avijja), maka terjadilah bentuk-bentuk kamma (sankhara)
2) Sankhara Paccaya Vinnanam
Dikondisikan oleh bentuk-bentuk kamma, maka timbullah kesadaran (vinnana)
3) Vinnanam Paccaya Namarupam
Dengan adanya kesadaran, maka timbullah batin (nama) dan badan jasmani (rupa)
4) Namarupam Paccaya Salayatanam
Dikondisikan oleh batin dan badan jasmani, maka timbullah enam landasan indera (salayatana)
5) Salayatana Paccaya Phassa
Dikondisikan oleh enam landasan indera, maka timbullah kontak (phassa)
6) Phassa Paccaya Vedana
Dikondisikan oleh kontak, maka timbullah perasaan (vedana)
7) Vedana Paccaya Tanha
Dikondisikan oleh perasaan, maka timbullah nafsu keinginan (tanha)
`8) Tanha Paccaya Upadanam
Dikondisikan oleh nafsu keinginan, maka timbullah kemelekatan (upadana)
9) Upadana Paccaya Bhava
Dikondisikan oleh kemelekatan, maka timbullah proses penerusan (bhava)
10) Bhava Paccaya Jati
Dikondisikan oleh proses penerusan, maka terjadilah kelahiran kembali (jati)
11) Jati Paccaya Jaramaranam
Dikondisikan oleh kelahiran, maka terjadilah keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll.
12) Jara-Marana
Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll. adalah takdir yang tidak dipat diingkari
ref:goes to markosprawira
[at] Sukma
berikut saya berikan salah satu contoh, kata2 Sang Buddha tentang Paticca Samupada.
sampai sekarang pun saya kurang mengerti artinya.
kalau boleh saya menafsirkan maka suara hati dari Sukma tersebut adalah perasaan, tetapi yang timbul karena ada sebab2 yang sebelumnya (lihat no 6 dan 7) maka sebelum adanya vedana juga dikuatkan dengan hal2 sebelumnya.
dari cerita diatas, dari sisi si orang tua si Dewi, hati nurani si Dewi telah membuat ia menjadi anak durhaka, karena lebih mengutamakan kesetiaan kepada Ationg dari pada orang tuanya sendiri.
bagaimana menurut anda?
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:39:01 PM
Baik atas permintaan hatRed maka saya mencoba buat sebuah Ilustrasi ;
Dewi, mahasiswi anak dari sebuah keluarga terpandang di satu kota harus menerima kenyataan bahwa dirinya positif hamil. Ini terjadi akibat pergaulan terlalu bebas bersama Ationg (mahasiswa) yang berasal dari keluarga sederhana di kampung.
Orang tua Dewi merasa sangat dipermalukan, Ationg dan Dewi diizinkan kawin, tetapi sesudah itu harus berpisah dan malahan dibuat surat cerai. Dewi melahirkan tanpa suami disampingnya, sementara Ationg dijebloskan kedalam penjara oleh orang tua Dewi dan hanya bisa keluar kalau menandatangani sebuah kertas kosong yang tanpa diketahui Ationg ternyata kemudian dibuat menjadi surat gugat cerai kepada Dewi.
Selanjutnya dikisahkan bagaimana Ationg dan Dewi berjuang keras untuk bisa bersatu kembali, melewati hari-hari penuh dengan tangis dan sejuta harapan, sementara orang tua Dewi senatiasa berusaha memisahkan mereka, demi kehormatan keluarga dan maratbatnya dan senantiasa merendahkan keluarga Ationg yang sederhana itu.
Komentar ;
Dalam diri si Dewi ada pergumulan batin yang hebat tentang apa yang harus ia buat ; menuruti suara orang tuanya atau kah tetap setia pada teman hidupnya yang sudah menjadi suaminya yang sah. Ia binggung harus memilih apa.?
Ketaatan terhadap orang tuanya adalah sesuatu yang baik (secara ilmiah ; merupakan suatu nilai moral). Tetapi dari lain pihak, Kesetiaan kepada teman hidup yang sah juga merupakan sesuatu yang baik. Jelas pula bahwa dalam keadaan gawat ini kedua nilai tidak mungkin serentak dikejar, harus memilih dalam dilema, (ambil satu dari dua). Akhirnya, ia sadar bahwa kesetiaan akan Ationg merupakan suatu nilai yang lebih tinggi dalam situasi ini dari pada Ketaatan terhadap orang tuanya.
Suara Hatinya berbunyi : "Kesetiaan pada suami harus diutamakan, harus diprioritaskan..."
Hal ini muncul dalam KEINSYAFAN di Dewi yang mendorongnya, namun tidak memaksa si Dewi untuk tetap setia kepada Ationg. Ia masih mampu MEMILIH Ketaatan terhadap orang tuanya, ia juga mampu MEMILIH Kesetiaan kepada suaminya.
Suara Hati nya dalam Keinsyafan si Dewi bagaikan sebuah KOMPAS.!, Dan ternyata si Juru Mudi mampu untuk MEMILIH menuruti petunjuk KOMPAS nya, pada hal ia juga dapat MEMILIH untuk Tidak Memperdulikan KOMPAS nya serta MEMILIH ARAH YANG SALAH.!
Mudah-mudahan si Dewi juga mendapa kekuatan untuk memilih dengan KEMAUANNYA yang ia SADARI dalam suara hatinya sebagai yang terbaik, ialah Kesetiaan kepada Ationg
Semoga membantu Ilustrasi salah satu contoh dari Suara Hati
Sis Sukma yg budiman...
Saya sekarang mengerti apa maksud dari 'hati nurani' yg sudah puluhan kali Anda ketik di thread ini...
Anda mungkin memakai istilah itu karena Anda memiliki cara pandang yg indenpenden, dan tidak terikat oleh doktrin agama / religion. Seumpamanya istilah ini adalah umum, mungkin Anda ikut menerapkannya dari paham / ajaran lain (di luar Buddhis tentunya) atau dari kebudayaan masyarakat...
Sekarang saya akan menanggapinya...
Hati nurani yg Anda maksud itu merujuk pada sesuatu yg positif (setidaknya itu yg diharapkan), benar tidak?
Kalau benar begitu, berarti frase itu secara harfiah sejalan dengan proses munculnya gagasan, persepsi atau konsepsi di dalam Buddhisme. Saya tahu ini, kalau dalam istilah Krist*n "hati nurani" ini dikenal sebagai wujud kerja Roh.
Perlu Anda ketahui, 'hati nurani' adalah proses menimbang suatu hal dalam konsep pemikiran yg baik (Anda menyebutnya dengan istilah
liong sim --> kebaikan hati). Artinya 'hati nurani' bukanlah satu unsur yg berdiri tunggal. Benar kata Reenzia, 'hati nurani' ini dipengaruhi oleh tingkat intelegensial, pengalaman, emosi, perasaan dan karakter pribadi yg bersangkutan. Selama masih memakai 'hati nurani' ini, keputusan yg diambil tidak bisa dinilai baik sepenuhnya, karena semuanya hanyalah keputusan spekulatif. Maksudnya, keputusan yg baik bagi Si Dewi, belum tentu dinilai baik oleh orang lain...
Kira2 begitu dulu yah...
Untuk hatRed dan Reenzia,
"Bukan apa yang sebenarnya aku kehendaki, yaitu yang baik yang aku perbuat, melainkan apa yang sebenarnya tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat yang aku perbuat"
Pertanyaan sulit yang muncul dalam konteks ini ialah ;
"Bagaimanakah mungkin suatu keinginan yang kini disadari sebagai baik bagi kita, toh tidak dituruti dan belum terjamin pelaksanaannya? Dan bagaimanakah mungkin suatu keinginan yang kini disadari KEBURUKKAN moralnya, toh dituruti dan tidak secara otomatis ditolak.?
Ingatlah si Dewi, ia MAMPU MEMILIH menaati orangtuanya dan menceraikan Ationg, seandainya si Dewi takut nanti dipukuli bapanya atau nanti tidak mendapat bagian warisan orang tuanya, pertimbangan semacam ini bisa mendorong si Dewi untuk MEMILIH Nilai yang ia sadari sebenarnya kurang tinggi serta mengorbankan nilai yang lebih Mulia.
Inilah Mysteri kebebasan manusia, bahwa ia MAMPU MEMILIH yang secara obyektif kurang luhur, kurang utuh dari pada kebaikkannya sebagai manusia. Dengan menuruti suatu keinginan tertentu, manusia bisa menjadi sehat,pandai,cantik,kaya,berkuasa,kenyang,dstnya.. tetapi dengan mengikuti suara hati, manusia dapat menjadi "baik" sebagai manusia, berarti ia berkembang ke arah pemanusiaan yang sejati
QuoteIngatlah si Dewi, ia MAMPU MEMILIH menaati orangtuanya dan menceraikan Ationg, seandainya si Dewi takut nanti dipukuli bapanya atau nanti tidak mendapat bagian warisan orang tuanya, pertimbangan semacam ini bisa mendorong si Dewi untuk MEMILIH Nilai yang ia sadari sebenarnya kurang tinggi serta mengorbankan nilai yang lebih Mulia.
loh dari mana anda bisa menyimpulkan bahwa memilih Ationg adalah MEMILIH NILAI YANG LEBIH TINGGI?
saia berpendapat bahwa memilih orang tua memiliki nilai yg lebih tinggi, apa itu berarti suara hati saya salah?
Kalau cara pandang saya, contoh yang di atas itu sih pembenaran cara pandang diri sendiri yang mengarah ke Ego an ;D
Contoh Seorang pencuri, dia tahu misalnya mencuri itu salah toh (hati nuraninya) membuat pembenaran bahwa (misalnya) terpaksa demi anak2/istri. intinya tidak ada kebenaran yang pasti dari "hati nurani" yang anda sebut.
Quote from: upasaka on 26 November 2008, 10:51:38 PM
Quote from: sukma on 26 November 2008, 08:39:01 PM
Baik atas permintaan hatRed maka saya mencoba buat sebuah Ilustrasi ;
Dewi, mahasiswi anak dari sebuah keluarga terpandang di satu kota harus menerima kenyataan bahwa dirinya positif hamil. Ini terjadi akibat pergaulan terlalu bebas bersama Ationg (mahasiswa) yang berasal dari keluarga sederhana di kampung.
Orang tua Dewi merasa sangat dipermalukan, Ationg dan Dewi diizinkan kawin, tetapi sesudah itu harus berpisah dan malahan dibuat surat cerai. Dewi melahirkan tanpa suami disampingnya, sementara Ationg dijebloskan kedalam penjara oleh orang tua Dewi dan hanya bisa keluar kalau menandatangani sebuah kertas kosong yang tanpa diketahui Ationg ternyata kemudian dibuat menjadi surat gugat cerai kepada Dewi.
Selanjutnya dikisahkan bagaimana Ationg dan Dewi berjuang keras untuk bisa bersatu kembali, melewati hari-hari penuh dengan tangis dan sejuta harapan, sementara orang tua Dewi senatiasa berusaha memisahkan mereka, demi kehormatan keluarga dan maratbatnya dan senantiasa merendahkan keluarga Ationg yang sederhana itu.
Komentar ;
Dalam diri si Dewi ada pergumulan batin yang hebat tentang apa yang harus ia buat ; menuruti suara orang tuanya atau kah tetap setia pada teman hidupnya yang sudah menjadi suaminya yang sah. Ia binggung harus memilih apa.?
Ketaatan terhadap orang tuanya adalah sesuatu yang baik (secara ilmiah ; merupakan suatu nilai moral). Tetapi dari lain pihak, Kesetiaan kepada teman hidup yang sah juga merupakan sesuatu yang baik. Jelas pula bahwa dalam keadaan gawat ini kedua nilai tidak mungkin serentak dikejar, harus memilih dalam dilema, (ambil satu dari dua). Akhirnya, ia sadar bahwa kesetiaan akan Ationg merupakan suatu nilai yang lebih tinggi dalam situasi ini dari pada Ketaatan terhadap orang tuanya.
Suara Hatinya berbunyi : "Kesetiaan pada suami harus diutamakan, harus diprioritaskan..."
Hal ini muncul dalam KEINSYAFAN di Dewi yang mendorongnya, namun tidak memaksa si Dewi untuk tetap setia kepada Ationg. Ia masih mampu MEMILIH Ketaatan terhadap orang tuanya, ia juga mampu MEMILIH Kesetiaan kepada suaminya.
Suara Hati nya dalam Keinsyafan si Dewi bagaikan sebuah KOMPAS.!, Dan ternyata si Juru Mudi mampu untuk MEMILIH menuruti petunjuk KOMPAS nya, pada hal ia juga dapat MEMILIH untuk Tidak Memperdulikan KOMPAS nya serta MEMILIH ARAH YANG SALAH.!
Mudah-mudahan si Dewi juga mendapa kekuatan untuk memilih dengan KEMAUANNYA yang ia SADARI dalam suara hatinya sebagai yang terbaik, ialah Kesetiaan kepada Ationg
Semoga membantu Ilustrasi salah satu contoh dari Suara Hati
Sis Sukma yg budiman...
Saya sekarang mengerti apa maksud dari 'hati nurani' yg sudah puluhan kali Anda ketik di thread ini...
Anda mungkin memakai istilah itu karena Anda memiliki cara pandang yg indenpenden, dan tidak terikat oleh doktrin agama / religion. Seumpamanya istilah ini adalah umum, mungkin Anda ikut menerapkannya dari paham / ajaran lain (di luar Buddhis tentunya) atau dari kebudayaan masyarakat...
Sekarang saya akan menanggapinya...
Hati nurani yg Anda maksud itu merujuk pada sesuatu yg positif (setidaknya itu yg diharapkan), benar tidak?
Kalau benar begitu, berarti frase itu secara harfiah sejalan dengan proses munculnya gagasan, persepsi atau konsepsi di dalam Buddhisme. Saya tahu ini, kalau dalam istilah Krist*n "hati nurani" ini dikenal sebagai wujud kerja Roh.
Perlu Anda ketahui, 'hati nurani' adalah proses menimbang suatu hal dalam konsep pemikiran yg baik (Anda menyebutnya dengan istilah liong sim --> kebaikan hati). Artinya 'hati nurani' bukanlah satu unsur yg berdiri tunggal. Benar kata Reenzia, 'hati nurani' ini dipengaruhi oleh tingkat intelegensial, pengalaman, emosi, perasaan dan karakter pribadi yg bersangkutan. Selama masih memakai 'hati nurani' ini, keputusan yg diambil tidak bisa dinilai baik sepenuhnya, karena semuanya hanyalah keputusan spekulatif. Maksudnya, keputusan yg baik bagi Si Dewi, belum tentu dinilai baik oleh orang lain...
Kira2 begitu dulu yah...
Betul sekali bro upasaka,
Kalau saya lihat, pemikiran Sukma ini bersumber dari tradisi chinese....
Jika "HATI" spt yg dimaksud dalam tradisi chinese liong sim, itu betul setara dengan ROH, atau ATTA, atau sering kita sebut dgn HATI NURANI....
Ini merupakan salah satu manifestasi dari ketidak sanggupan pikiran manusia biasa utk melihat apa yg ada di dalam dirinya tapi tidak terlihat seperti :
- Darimana muncul perasaan?
- Kenapa bisa mimpi?
- Apa yg menggerakkan fisik?
Dan berbagai pertanyaan, yg sebenarnya sudah dijawab dengan jelas dan terinci oleh Buddha 2552 tahun yg lalu, tapi masih banyak diabaikan oleh kita semua karena batin kita yg "gelap" sehingga tidak bisa/tidak mau melihat kenyataan yg sesungguhnya.....
Manusia hanyalah nama/batin dan rupa/fisik yg terus berproses selama kita masih mempunyai keinginan/tanha
Batin itu sendiri terdiri dari citta/pikiran dan cetasika/faktor2 batin, yg muncul dan bekerja bersamaan seperti 2 sisi mata uang koin
Ini juga perlu diperhatikan oleh meditator yg bnyk tersesat, dgn menganggap bhw pikiran terpisah dari batin.
Nah disini bisa terlihat apakah yg ada di forum buddhis benar2 bersumber dari ajaran buddha,
ataukah tahu tapi tidak mau menjalankan
ataukah benar-benar tidak tahu
Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua utk kembali melihat ajaran guru Buddha
Quote from: hatRed on 26 November 2008, 08:54:34 PM
1) Avijja Paccaya Sankhara
Dikondisikan oleh ketidaktahuan (avijja), maka terjadilah bentuk-bentuk kamma (sankhara)
2) Sankhara Paccaya Vinnanam
Dikondisikan oleh bentuk-bentuk kamma, maka timbullah kesadaran (vinnana)
3) Vinnanam Paccaya Namarupam
Dengan adanya kesadaran, maka timbullah batin (nama) dan badan jasmani (rupa)
4) Namarupam Paccaya Salayatanam
Dikondisikan oleh batin dan badan jasmani, maka timbullah enam landasan indera (salayatana)
5) Salayatana Paccaya Phassa
Dikondisikan oleh enam landasan indera, maka timbullah kontak (phassa)
6) Phassa Paccaya Vedana
Dikondisikan oleh kontak, maka timbullah perasaan (vedana)
7) Vedana Paccaya Tanha
Dikondisikan oleh perasaan, maka timbullah nafsu keinginan (tanha)
`8) Tanha Paccaya Upadanam
Dikondisikan oleh nafsu keinginan, maka timbullah kemelekatan (upadana)
9) Upadana Paccaya Bhava
Dikondisikan oleh kemelekatan, maka timbullah proses penerusan (bhava)
10) Bhava Paccaya Jati
Dikondisikan oleh proses penerusan, maka terjadilah kelahiran kembali (jati)
11) Jati Paccaya Jaramaranam
Dikondisikan oleh kelahiran, maka terjadilah keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll.
12) Jara-Marana
Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll. adalah takdir yang tidak dipat diingkari
ref:goes to markosprawira
[at] Sukma
berikut saya berikan salah satu contoh, kata2 Sang Buddha tentang Paticca Samupada.
sampai sekarang pun saya kurang mengerti artinya.
kalau boleh saya menafsirkan maka suara hati dari Sukma tersebut adalah perasaan, tetapi yang timbul karena ada sebab2 yang sebelumnya (lihat no 6 dan 7) maka sebelum adanya vedana juga dikuatkan dengan hal2 sebelumnya.
Perasaan semata-mata hanya ada 3 : netral, senang dan tidak senang. Vedana disebabkan oleh kontak, kontak disebabkan oleh enam landasan indera.
Sang Buddha mengajarkan segala bentuk mental, terkondisi dan tidak kekal. Segala bentuk mental ada penyebabnya, (bahkan bukan cuma 1 penyebabnya), sehingga bukan merupakan sesuatu yang benar-benar bebas, tetapi bukan juga benar-benar tidak ada pilihan.
Istilah kehendak bebas saya definisikan kehendak yang benar-benar tidak terikat pada penyebab apapun, yang tidak mungkin terjadi. Tetapi bila kehendak adalah bentuk mental yang tergantung penyebabnya, adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Posted by Upasaka ;
Perlu Anda ketahui, 'hati nurani' adalah proses menimbang suatu hal dalam konsep pemikiran yg baik (Anda menyebutnya dengan istilah liong sim --> kebaikan hati). Artinya 'hati nurani' bukanlah satu unsur yg berdiri tunggal. Benar kata Reenzia, 'hati nurani' ini dipengaruhi oleh tingkat intelegensial, pengalaman, emosi, perasaan dan karakter pribadi yg bersangkutan. Selama masih memakai 'hati nurani' ini, keputusan yg diambil tidak bisa dinilai baik sepenuhnya, karena semuanya hanyalah keputusan spekulatif. Maksudnya, keputusan yg baik bagi Si Dewi, belum tentu dinilai baik oleh orang lain...
Kira2 begitu dulu yah...
Sobat Ups,& Reenzia, yup...setuju atas pengamatan diatas =D>,
Hati Nurani yang Keliru
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Quote from: sukma on 27 November 2008, 01:30:33 PM
Posted by Upasaka ;
Perlu Anda ketahui, 'hati nurani' adalah proses menimbang suatu hal dalam konsep pemikiran yg baik (Anda menyebutnya dengan istilah liong sim --> kebaikan hati). Artinya 'hati nurani' bukanlah satu unsur yg berdiri tunggal. Benar kata Reenzia, 'hati nurani' ini dipengaruhi oleh tingkat intelegensial, pengalaman, emosi, perasaan dan karakter pribadi yg bersangkutan. Selama masih memakai 'hati nurani' ini, keputusan yg diambil tidak bisa dinilai baik sepenuhnya, karena semuanya hanyalah keputusan spekulatif. Maksudnya, keputusan yg baik bagi Si Dewi, belum tentu dinilai baik oleh orang lain...
Kira2 begitu dulu yah...
Sobat Ups,& Reenzia, yup...setuju atas pengamatan diatas =D>,
Hati Nurani yang Keliru
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
seperti 2 sisi mata uang, bila anda melihat dari satu sisi saja tentu anda bisa mengatakan bahwa mata uang itu bergambar muka atau belakang, tapi apabila anda bisa melihat secara lebih luas, anda akan menyadari bahwa keduanya adalah benar
bertindak melawan hati nurani berarti ia menghukum dirinya sendiri, itu kan karena ia tidak melihat dari sisi objektif, hanya subjektif dirinya sendiri, coba dilihat secara netral, tentu org akan mengerti mengapa ini baik ato buruk
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?
Quote
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Kalau saja hati nurani bisa terjadi kekeliruan, lalu untuk apa didengarkan, bukankah kebijaksanaan yg membawa kita pada pencerahan?
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:44:19 PM
Quote
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Kalau saja hati nurani bisa terjadi kekeliruan, lalu untuk apa didengarkan, bukankah kebijaksanaan yg membawa kita pada pencerahan?
papa.........dlu saia pernah bilang begitu tapi malah dikatain emank bener kebijaksanaan membawa kita pada pencerahan tapi itu uda ketinggalan jaman, sekarang jamannya hati nurani :'( :'( :'( :'( :'(
Quote from: Reenzia on 27 November 2008, 01:47:06 PM
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:44:19 PM
Quote
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Kalau saja hati nurani bisa terjadi kekeliruan, lalu untuk apa didengarkan, bukankah kebijaksanaan yg membawa kita pada pencerahan?
papa.........dlu saia pernah bilang begitu tapi malah dikatain emank bener kebijaksanaan membawa kita pada pencerahan tapi itu uda ketinggalan jaman, sekarang jamannya hati nurani :'( :'( :'( :'( :'(
:)) :))
Makanya sekarang jamannya makin edan karena mengesampingkan kebijaksanaan. ^-^
Quote from: sukma on 27 November 2008, 01:30:33 PM
Posted by Upasaka ;
Perlu Anda ketahui, 'hati nurani' adalah proses menimbang suatu hal dalam konsep pemikiran yg baik (Anda menyebutnya dengan istilah liong sim --> kebaikan hati). Artinya 'hati nurani' bukanlah satu unsur yg berdiri tunggal. Benar kata Reenzia, 'hati nurani' ini dipengaruhi oleh tingkat intelegensial, pengalaman, emosi, perasaan dan karakter pribadi yg bersangkutan. Selama masih memakai 'hati nurani' ini, keputusan yg diambil tidak bisa dinilai baik sepenuhnya, karena semuanya hanyalah keputusan spekulatif. Maksudnya, keputusan yg baik bagi Si Dewi, belum tentu dinilai baik oleh orang lain...
Kira2 begitu dulu yah...
Sobat Ups,& Reenzia, yup...setuju atas pengamatan diatas =D>,
Hati Nurani yang Keliru
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Sis Sukma, pada umunya 'hati nurani' atau 'suara hati' menjadi dominan saat kita menghadapi dilema. Keputusan yg diambil berdasarkan hati nurani ini bisa saja keliru, karena tidak ada pertimbangan dari pemahaman benar terhadap dilema itu. Bila Anda memakai hati nurani, itu ibarat Anda sedang berjudi, berspekulasi, atau saya rasa lebih tepat dengan istilah menipu diri sendiri.
Kenapa menipu diri sendiri? Tolong diingat, bahwa 'diri' ini menginginkan satu keadaan yg damai. Dan keputusan dari hati nurani tidak bisa memberikannya.
Saya punya satu kasus yg dekat dalam kehidupan saya :
Saya memiliki teman wanita yg sedang
relationship dengan seorang pria yg cukup baik. Namun pria itu memiliki banyak kebiasaan buruk yg sebenarnya kurang bisa diterima oleh teman wanita saya. pria ini pun sering kali ketahuan berselingkuh. Namun karena pria ini cukup baik dan tulus, teman wanita saya ini selalu memberikan kesempatan. Jelas sekali teman wanita saya ini menderita. Dan hati nuraninya berkata, "semoga kekasihku ini berubah menjadi lebih baik, namun bila tidak aku pun akan tetap menyayanginya"
Hati nurani yg pekat mampu membutakan logika... _/\_
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:54:07 PM
n
:)) :))
Makanya sekarang jamannya makin edan karena mengesampingkan kebijaksanaan. ^-^
emanknya kebijaksanaan bisa ketinggalan jaman ya? :(
emank dhamma bisa kadaluarsa? :(
emank selalu berpedoman pada dhamma, kebijaksanaan dan logika itu berarti tidak fleksibel? :(
Quote from: Reenzia on 27 November 2008, 02:33:50 PM
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:54:07 PM
n
:)) :))
Makanya sekarang jamannya makin edan karena mengesampingkan kebijaksanaan. ^-^
emanknya kebijaksanaan bisa ketinggalan jaman ya? :(
emank dhamma bisa kadaluarsa? :(
emank selalu berpedoman pada dhamma, kebijaksanaan dan logika itu berarti tidak fleksibel? :(
Kebijaksanaan hanya ketinggalan jaman bagi mereka yg memiliki pandangan salah terhadap kebijaksanaan itu sendiri
lari2nya harus ke baik atau buruk nih ;D
PROBLEMA ISTILAH BAIK DAN BURUK/TIDAK BAIK
(Renungan tentang kusala dan akusala ...)
PENDAHULUANKata
'baik' dan
'buruk' di dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang luas. Seorang yang bermoral dikatakan
baik, makanan enak disebut makanan yang
'baik'; sebatang kayu yang berguna dan kuat dikatakan kayu yang
baik. Sesuatu yang baik bagi seseorang mungkin buruk bagi orang lainnya. Ketika seorang anak mendengarkan nasehat orang tuanya, dikatakan anak tersebut sangat
baik. Namun, ketika anak tersebut tidak mau memberikan 'contekan' jawaban ujian kepada temannya, maka temannya yang diberi 'contekan' menyebutnya sebagai anak yang baik, sementara gurunya berkata bahwa ia anak yang
buruk/tidak baik. Dalam sebuah jamuan makan para eksekutif, tindakan yang
baik bagi Amir adalah tidak meminum minuman keras, namun Merry menyebutnya sebagai 'performance yang
buruk' bila tidak ikut serta. Ketika seorang perempuan hampir hanyut terbawa arus air, seorang bhikkhu mengambil keputusan yang menurutnya
baik, yaitu menolong wanita tersebut; di pihak lain, seorang bhikkhu temannya mengatakan bahwa ia bertindak
buruk karena melanggar '
vinaya' (tata tertib) tentang persentuhan dengan jasmani seorang wanita. Bila ingin hidup di dunia ini, tindakan
baik bagi seseorang adalah harus terjun di dalam korupsi dan kolusi, namun itu
buruk/tidak baik bagi perkembangan mental bangsa. Membuat orang yang sedang sekarat menjadi meninggal adalah tindakan yang
baik, agar dia tidak menderita lebih jauh. Buah pisang yang kehitaman disebut buruk karena tidak menarik. Terlalu
baik adalah hal yang
buruk, menurut sebagian orang. Beberapa tahun lalu, bahkan ada sekelompok orang pernah menyatakan bahwa berdana kepada sekelompok bhikkhu Theravada adalah hal yang
buruk / tidak baik, buktinya terjadi kecelakaan di Ancol, sehingga menyebabkan kematian beberapa bhikkhu dan umat yang berdana tersebut. "Betapa membingungkannya dunia ini,"
kata seorang anak kecil yang lugu (lucu dan dungu), ketika merenungkan hal itu.
Demikianlah beberapa contoh tentang
baik dan buruk/tidak baik menurut konsep yang umum kita dengar dan bicarakan. Apakah benar sesuatu yang baik di atas benar-benar
baik dalam artian kusala ? Apakah baik yang kita selalu sebutkan selalu sama dengan
kusala ? Apakah benar sesuatu yang disebut
tidak baik/burukdi atas sebagai
akusala? Apakah tidak baik/buruk selalu sama dengan
Akusala ? Baik yang mana yang disebut kusala dan tidak baik/buruk yang mana yang disebut
akusala? Yang manakah yang seyogyanya kita kembangkan di dalam pikiran, ucapan dan tindakan jasmani kita di dalam kehidupan sehari-hari?
Saudara pembaca, nampaknya perlu satu standar untuk membakukan pengertian
kusala dan
akusala guna membedakan dengan
baik dan
buruk. Apakah 'baik' itu dan mengapa demikian? Apakah yang kita sebut 'buruk/tidak baik' itu dan mengapa demikian? Tanpa mengerti dengan jelas perbedaannya, maka kita akan terombang-ambing di dalam keraguan skeptis
(vicikiccha) terhadap proses sebabakibat moral perbuatan
(kamma).Dari contoh di atas, istilah baik dan buruk/tidak baik, memiliki arti yang banyak
sebarannya, tergantung dari sudut pandangnya, apakah dari sudut pandang arti
ekonomi, arti hedonistik, arti artistik dan sebagainya. Di dalam sistem bahasa
Indonesia, kata-kata baik dan buruk/tidak baik memiliki arti yang luas dan tidak
jelas.
Di dalam renungan
'baik' dan 'buruk/tidak baik' ini, beberapa hal yang harus
diperhatikan di dalam batin, sebagai berikut:
1. Penyelidikan tentang baik dan buruk/tidak baik di sini ditinjau dari perspektif
keselarasan
Kamma, dengan demikian kita menggunakan istilah khusus
'
kusala' dan
'akusala'. Dua kata ini memiliki arti yang unik.
2.
Kusala dan
akusala, di dalam istilah etika Buddha Dhamma, adalah aspek keselarasan
Kamma, dengan demikian perenungan kita akan kusala dan akusala ini harus berdasarkan konteks ini, tidak berdasarkan sekumpulan nilai sosial seperti yang termaktub di dalam istilah kata 'baik' dan 'buruk/tidak baik.'
3. Operasi keselarasan
Kamma berkaitan erat dengan kaidah keselarasan lainnya. Khususnya, dalam hubungan kehidupan
internal seseorang, k
ammaniyama berinteraksi dengan
cittaniyama (keselarasan pikiran), sementara secara
eksternal berkaitan erat dengan
konvensi sosial.
PENGERTIAN KUSALA DAN AKUSALAWalaupun
Kusala dan
Akusala kadang-kadang diterjemahkan sebagai
"baik" dan "buruk/tidak baik", namun hal ini mungkin
menyesatkan. Sesuatu yang disebut Kusala tidaklah selalu dianggap baik, sementara itu beberapa yang mungkin akusala juga belum secara umum dianggap buruk / tidak baik. Depresi, melankoli, lamban dan gelisah, misalnya, walaupun akusala, tidaklah biasa dianggap 'buruk/tidak baik' seperti yang kita ketahui di dalam istilah Bahasa Indonesia. Dengan cara yang sama, beberapa tipe kusala, seperti ketenangan pikiran dan bentuk-bentuk pikiran, mungkin tidaklah siap diterima di dalam pengertian kata 'baik' di dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kusala dan akusala dan 'baik' dan 'buruk/tidak baik'
tidaklah harus hal yang sama/identik.Kusala dan akusala adalah kondisi yang muncul di dalam batin, menghasilkan sesuatu yang berawal di dalam batin, dan dari sini mengarah ke aksi luar dan penampilan fisik/jasmani. Makna
kusala dan
akusala, oleh karena itu,
menekankan keadaan, isi dan kejadian batin sebagai dasarnya.
Kusala dapat dikatakan secara harfiah sebagai
'mahir', 'cekatan', 'puas hati', 'bermanfaat',' baik', atau
'kondisi yang menggeser/terbebas dari penderitaan /kesusahan/kemalangan'. Akusala didefinisikan di dalam cara yang berlawanan, sebagai
'tidak mahir', '
tidak cekatan' dan seterusnya.
Berikut ini adalah
empat konotasi kusala yang didasarkan atas buku komentar Buddha Dhamma:
1.
AROGYA: bebas dari kesakitan; yaitu, batin bebas dari kesakitan, kebanyakan, secara umum dikenal sebagai
"batin yang sehat", sebagai kondisi atau faktorfaktor yang mendukung kesehatan mental, menghasilkan batin yang sehat, tidak bermasalah dan stabil.
2.
ANAVAJJA: tidak bernoda; batin yang tidak bernoda atau suram, tetapi bersih, cerah dan terang.
3.
KOSALASAMBHUTA: berdasarkan kebijaksanaan atau kemahiran; kualitas
batin yang mengandung kebijaksanaan, atau berbagai kualitas yang muncul dari
pengetahuan dan pengertian akan kebenaran sejati. Hal ini sesuai dengan
ajaran yang menekankan bahwa kondisi kusala memiliki
yoniso-manasikara,pengamatan mendalam dan jelas, sebagai pendahulunya.
4.
SUKHAVIPAKA: diliputi kesejahteraan. Kusala adalah sebuah kondisi yang
memproduksi ketenangan. Ketika kondisi kusala muncul di dalam batin, maka
terdapatlah kesejahteraan alamiah, tanpa perlu lagi pengaruh luar.
Seperti ketika seseorang yang sangat kuat dan sehat
(aroga), telah mandi dengan
segar
(anavajja), dan di sebuah tempat yang aman dan menyenangkan
(kosalasambhuta), kesejahteraan mengikutinya secara alamiah.
Arti dari akusala seyogyanya dimengerti dalam cara yang berlawanan dengan di
atas, yaitu sebagai kondisi batin yang tidak sehat, berbahaya, didasari kebodohan
batin, dan menghasilkan penderitaan. Hal ini dapat didefinisikan secara singkat
sebagai 'kondisi-kondisi yang menyebabkan batin merosot baik dalam kualitas
maupun efisiensi, tidak seperti kusala, yang meningkatkan kualitas dan efisiensi
batin.
Untuk kemudahan referensi, kita dapat meringkaskan berbagai sifat ke dalam
kelompok, seperti:
· Stabil
(Samahita) : stabil, konsisten, tidak berubah, tidak bergoyang.
· Murni
(Parisuddha) dan bersih
(pariyodata): tidak bernoda, tidak kotor, terang, bercahaya.
· Jelas
(Pabhassara) dan bebas
(seri): tidak berhambatan, bebas, tidak terikat, luhur.
· Siap bekerja
(kammaniya): lentur, ramah, ringan, jujur, sabar, tidak bias.
· Tenang (santa) dan gembira
(sukha): rileks, tenang, tidak bermasalah, tidak banyak keinginan, puas hati.
Setelah melihat kualitas batin yang sehat, kita sekarang dapat memahami kualitas
yang diketahui sebagai kusala dan akusala, apakah mereka secara nyata
berpengaruh terhadap kualitas batin dan bagaimana mereka berpengaruh.
Beberapa contoh
kusala, adalah:
Sati, perhatian murni, kemampuan memelihara
perhatian terhadap objek apapun atau tugas pikiran yang diemban;
metta, cinta kasih universal;
alobha, tidak serakah, tidak hadirnya kemelekatan (termasuk kemelekatan terhadap pandangan);
panna, pengertian jelas terhadap hakekat sesungguhnya segala sesuatu;
passaddhi, ketenangan, kedamaian batin;
kusalachanda, puas terhadap kebaikan, keinginan untuk mengetahui dan bertindak sesuai kebenaran;
mudita, simpati terhadap kebahagiaan pihak lain.
Beberapa contoh
akusala, adalah:
kamachanda, keinginan untuk memuaskan nafsu;
byapada, keinginan buruk;
thina middha, malas dan lamban batin;
uddhaccakukkucca, gelisah dan khawatir;
vicikiccha, keraguan skeptis;
kodha, kemarahan;
issa, cemburu / iri hati;
macchariya, kikir.
Ketika terdapat cinta kasih universal
(metta), batin secara alami gembira, senang
dan terang. Ini adalah kondisi yang bermanfaat bagi batin, mendukung kualitas
dan efisiensi pikiran. Oleh karena itu, metta adalah
kusala. Sati, kemampuan batin memperhatikan segala sesuatu, terhadap tindakan yang tepat, membantu mencegah munculnya kondisi akusala dan membuat pikiran bekerja lebih efektif. Oleh karena itu sati adalah
kusala.
KUSALA DAN AKUSALA SEBAGAI KATALIS SATU SAMA LAINSatu tindakan keyakinan atau murah hati, kemurnian moral, atau bahkan
pengalaman kebijaksanaan selama meditasi, yang semuanya merupakan
kondisi
kusala, dapat menyebabkan munculnya kesombongan, kebanggaan dan
keangkuhan. Kesombongan dan kebanggaan adalah
kondisi akusala. Situasi ini
dikenal sebagai
"kusala sebagai perantara bagi akusala." Meditasi, yang
dikembangkan hingga tingkat
Jhana (kusala), dapat membawa ke kemelekatan
(akusala). Latihan pengembangan cinta kasih / metta, pikiran yang berkeinginan baik dan ramah kepada orang lain, dengan adanya objek yang diharapkan, dapat menyebabkan munculnya nafsu
(akusala). Hal-hal ini merupakan contoh bagaimana
kusala menjadi perantara bagi akusala.Kadang-kadang mempraktikkan latihan Dhamma
(kusala) dapat didasari oleh satu
hasrat untuk tumimbal lahir di surga
(raga, akusala). Satu tingkah laku baik dan
disiplin dari seorang anak (kusala) dapat didasari oleh sebuah keinginan untuk
memamerkan sesuatu kepada orang tuanya
(akusala); seorang pelajar rajin dalam belajar
(kusala) mungkin berakar dari ambisi
(akusala); kemarahan
(akusala), bila dilihat dalam cahaya efeknya yang berbahaya, dapat membawa ke perenungan bijaksana dan memaafkan
(kusala); takut akan kematian
(akusala) dapat mendorong perenungan diri
(kusala). Hal-hal ini merupakan contoh bagaimana
akusala menjadi perantara bagi kusala.Seorang pemuda, diperingati oleh orang tuanya untuk tidak bergaul tanpa pandang bulu dengan orang lain, tidak memperhatikannya dan terjerat ke dalam perbuatan meminum minuman yang melemahkan kewaspadaan (minuman keras) oleh temantemannya. Dalam menyadari situasi ini, ia menjadi marah dan depresi. Mengingat peringatan orang tuanya, ia tergerak akan kebaikan hati kedua orang tuanya
(akusala sebagai perantara bagi kusala), namun sebaliknya hal ini mungkin saja menimbulkan kejengkelan sehingga membenci kepribadiannya.
PERUBAHAN DARI KUSALA KE AKUSALA, ATAU AKUSALA KE KUSALA, MUNCUL
DEMIKIAN CEPAT SEHINGGA BATIN YANG TIDAK TERLATIH BIASANYA TIDAK
MAMPU MELIHAT PERUBAHAN TERSEBUT.MENGATASI KEBINGUNGAN AKAN KAMMA DAN KESEPAKATAN SOSIAL
(Dua hal terpisah, tapi kadang sangat erat kaitannya)Isu yang menimbulkan kebingungan adalah hubungan antara kamma dengan
konvensi sosial. Dualisme muncul dalam memandang sifat alamiah "baik" dan
"buruk", menimbulkan pertanyaan seperti, "Apakah baik itu?", "Apakah tidak baik /
buruk itu?" Apakah standar untuk memutuskan antara baik dan buruk ?
Kita sering mendengar orang-orang mengatakan bahwa baik dan buruk adalah
konvensi sosial atau manusia. Seseorang bertindak di dalam satu kelompok sosial,
waktu atau tempat, mungkin dikatakan baik. Suatu jenis aktivitas mungkin
diterima oleh sekelompok masyarakat tertentu, namun tidak diterima di masyarakat lainnya. Beberapa paham mengajarkan bahwa membunuh binatang untuk makanan tidaklah buruk, namun paham lainnya mengajarkan bahwa menya kiti mahluk jenis apapun bukan hal yang baik. Beberapa masyarakat berpegangan
bahwa seorang anak seharusnya memperlihatkan sikap hormat terhadap para orang tua dan berargumentasi dengan mereka merupakan sikap yang buruk, namun kelompok masyarakat lain beranggapan bahwa menghormati seseorang jangan tergantung pada umurnya, dan bahwa orang-orang seyogyanya menghormati opini / pandangan orang lainnya.
Untuk mengatakan bahwa baik dan buruk merupakan masalah preferensi /
kesukaan manusia atau kesepakatan sosial adalah benar hanya untuk konteks
tertentu.
Baik dan buruk dari konvensi sosial tidak mempengaruhi atau
membosankan pekerjaan keselarasan kamma, dan tidak seharusnya dikacaukan
dengan bekerjanya kamma. "Baik" dan "buruk / tidak baik"
menurut konvensi sosial harus dimengerti sebagai konvensi sosial. Sedangkan "baik" dan buruk / tidak baik", yang diistilahkan dalam naskah Pali sebagai
"kusala" dan "akusala",sangat berkaitan erat dengan kualitas keselarasan kamma, hal ini
harus dimengerti dan diterima sebagai atribut dari keselarasan kamma. Walaupun keduanya (konvensi dan kamma) kadang-kadang langsung berhubungan, namun mereka di dalam kenyataannya merupakan hal yang terpisah, dan memiliki perbedaan yang jelas.
Sekarang, tibalah saatnya kita siap untuk meringkaskan standar kita akan baik dan
buruk, atau kamma baik dan kamma buruk, keduanya secara nyata sesuai dengan
keselarasan kamma dan juga dalam hubungannya dengan konvensi sosial,
keduanya secara intrinsik di tingkat kemoralan dan pada sesuatu yang disebutkan
secara sosial:
1. Di dalam konteks manfaat langsung atau bahanya, dengan menanyakan: apakah perbuatan ini bermanfaat bagi kehidupan dan batin ? Apakah mereka mewarnai kualitas kehidupan ? apakah mereka menyebabkan kondisi
kusala atau akusala yang meningkat atau makin pudar ?
2. Di dalam konteks akibat yang bermanfaat atau membahayakan: Apakah mereka
berbahaya atau mendukung manfaat bagi seseorang ?
3. Di dalam konteks manfaat atau bahaya bagi kehidupan sosial: Apakah mereka
membahayakan yang lain atau bermanfaat bagi yang lain?
4. Di dalam konteks kehati-hatian, kapasitas perenungan manusia alamiah:
Akankah kamma itu membuka kecaman terhadap diri sendiri ataukah tidak?
5. Di dalam konteks standar sosial: Apakah posisi aktivitas dalam kaitannya
kepada konvensi religius, tradisi dan adat, termasuk institusi sosial sebagai
hukum dan seterusnya, yang didasarkan perenungan bijaksana (seperti
siasumsikan bagi mereka yang semata-mata penyembah berhala atau
berpandangan salah)?
Dari uraian di atas, para pembaca akan cukup memperoleh gambaran dan inspirasi
untuk perenungan kusala dan akusala yang sering dikacaukan dengan istilah 'baik'
dan 'buruk' buatan manusia (kesepakatan sosial), sehingga diharapkan dapat lebih
menempatkan proporsi penggunaan istilah itu secara tepat. Di dalam kesempatan
lain, bila kondisi kita sesuai, uraian yang lebih rinci akan kita renungkan bersama.
Semoga berbahagia !!!
Buku bacaan acuan:
Payutto, P.A. 1992. Good, Evil and Beyond, Kamma in the Buddha's Teaching.
BuddhaDhamma Foundation Publications, Thailand. 116p.
Untuk: Mutiara Dhamma
Dari : Selamat Rodjali
_/\_ :lotus:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1260.msg20354#msg20354
arghhh....Kaga percaya gw sama yg namanya "hati nurani" semua hanya permainan pikiran...
Semua penjelasan muter2 tentang adanya nilai baik atau buruk dalam diri, si penghakim jika kita berbuat baik atau buruk oleh diri...
kehendak bebas dalam definisi gw pribadi, semua manusia memiliki kehendak yg sangat bebas...Hukum vipaka bukanlah hakim yg menghukum, tetapi hanya sebatas realitas...Semua bermain antara karena ada sebab, maka ada akibat.....Kaga ada yg namanya si hakim yng akan menilai perbuatan buruk atau baik kita sendiri kecuali si pikiran dan masyarakat sekitar...
Quote from: bond on 27 November 2008, 09:14:59 PM
Quote from: Reenzia on 27 November 2008, 02:33:50 PM
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:54:07 PM
n
:)) :))
Makanya sekarang jamannya makin edan karena mengesampingkan kebijaksanaan. ^-^
emanknya kebijaksanaan bisa ketinggalan jaman ya? :(
emank dhamma bisa kadaluarsa? :(
emank selalu berpedoman pada dhamma, kebijaksanaan dan logika itu berarti tidak fleksibel? :(
Kebijaksanaan hanya ketinggalan jaman bagi mereka yg memiliki pandangan salah terhadap kebijaksanaan itu sendiri
wahahhaah terima kasih papa :))
Pertanyaan Reenzia
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?
Katakanlah kamu harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kamu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kamu wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kamu melakukan Y maka kamu telah melakukan apa yang kamu pandang buruk.
Disinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk.
Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik).
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.
Quote from: bond on 27 November 2008, 01:44:19 PM
Quote
Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari hati nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum dirinya sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan
Kalau saja hati nurani bisa terjadi kekeliruan, lalu untuk apa didengarkan, bukankah kebijaksanaan yg membawa kita pada pencerahan?
Lantas dari mana pula "Kebijaksanaan" bisa muncul dalam diri manusia ?
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
saat seseorang bertindak menurut "hati nurani" yang baik (secara subjektif), lalu menurut pandangan oran yg suci, bahwa dia memilih yang salah (kebenaran objektif).
itu tidaklah lain daripada Moha atau bisa pula Avijja.
Quote from: sukma on 28 November 2008, 01:58:41 PM
Pertanyaan Reenzia
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?
Katakanlah kamu harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kamu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kamu wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kamu melakukan Y maka kamu telah melakukan apa yang kamu pandang buruk.
Disinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk.
Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik).
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru[/b]. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.
Wah itu bahaya, Sukma...
Untung kasusnya hanya seputar ujian open note atau tidak open note.
Bagaimana bila kasusnya adalah meminum racun seperti yg dinarasikan oleh Sdr. Kainyn_Kutho dan Sdri. Reenzia...
A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink). Akhirnya apa? Apakah karena A meminum dengan hati nuraninya, maka softdrink itu jadi tidak beracun? Ataukah karena B memberi dengan hati nurani sehingga racun di softdrink itu ternetralisir?
Hmmm.... :-?
contoh: seorang siswa yang baik hati, telah diminta seorang teman akrabnya yang sedang kesulitan dalam ujian, temanya adalah orang yang baik, dan siswa tersebut sangat mengenal temannya sebagai orang yang baik, melihat kegelisahan temannya siswa tersebut membantu temannya untuk menyelesaikan ujian, hal ini adalah niat murni dan tulus, serta dari hati nurani dari seorang sahabat yang ingin membantu temannya. tetapi bagaimanpun juga secara tidak langsung dia membiarkan temannya melanggar peraturan, dan malah menjebloskan temannya kepada kemauan tidak belajar. siswa ini tidaklah tahu, apa karma bila melakukan seperti itu.
itulah ketidakbijaksanaan.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Quote from: upasaka on 28 November 2008, 04:15:44 PM
Quote from: sukma on 28 November 2008, 01:58:41 PM
Pertanyaan Reenzia
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?
Katakanlah kamu harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kamu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kamu wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kamu melakukan Y maka kamu telah melakukan apa yang kamu pandang buruk.
Disinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk.
Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik).
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru[/b]. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.
Wah itu bahaya, Sukma...
Untung kasusnya hanya seputar ujian open note atau tidak open note.
Bagaimana bila kasusnya adalah meminum racun seperti yg dinarasikan oleh Sdr. Kainyn_Kutho dan Sdri. Reenzia...
A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink). Akhirnya apa? Apakah karena A meminum dengan hati nuraninya, maka softdrink itu jadi tidak beracun? Ataukah karena B memberi dengan hati nurani sehingga racun di softdrink itu ternetralisir?
Hmmm.... :-?
soft drink tersebut kan bukan di tawari oleh Dedy Carbozier pesulap kita toch?
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
========================================================
dilihat dari hukum Kamma,
Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.
__________________________________________________________________________
sama seperti cerita Upasaka
A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).
==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
demikianlah cerita diatas,
harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 04:11:13 PM
saat seseorang bertindak menurut "hati nurani" yang baik (secara subjektif), lalu menurut pandangan oran yg suci, bahwa dia memilih yang salah (kebenaran objektif).
itu tidaklah lain daripada Moha atau bisa pula Avijja.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Baik, kini aku bertanya, jadi apa kah "ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?
ketidaktahuan (ignorance) menjadi beberapa kategori. Salah satu pengkategorian yang penting untuk kita ketahui karena selalu muncul dalam diskusi-diskusi adalah pengkategorian ketidaktahuan menjadi ketidaktahuan yang bisa diatasi (vincible ignorance) dan yang kedua adalah ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi (invincible ignorance).
Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi maka dia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas ketidaktahuannya (karena dia tidak bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut)
Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang bisa diatasi, maka dia bertanggungjawab atas ketidaktahuannya (karena dia semestinya bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut).
Nah, ketidaktahuan menjadi tidak bisa diatasi bila setelah melakukan ketekunan yang cukup (reasonable diligence) seseorang masih tidak dapat mengatasi ketidaktahuannya (masih tetap tidak tahu)
atau disebut k_Murti "kebodohan batin" itu.?
Seberapa cukupnya ketekunan tersebut ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya, pentingnya, mendesaknya masalah yang dihadapi.Semakin besar, penting dan mendesak suatu masalah maka ketekunan yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuannya harus semakin besar pula. Begitu pula sebaliknya.
2. Kemampuan si individu untuk mendapat informasi dan mengerti informasi tersebut. Semakin mudah si individu mendapatkan informasi mengenai masalah yang dihadapinya dan semakin mudah si individu memahami informasi yang didapatkannya maka ketekunan yang harus dilakukan untuk menghilangkan ketidaktahuannya harus lebih besar juga. Begitu pula sebaliknya.
Salam,
[at] Sukma
pernyataan diatas saya setuju,
dan saya tidak melihat ada pertanyaan disitu.
lalu masalahnya apa?
"ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?
yang ini malah sudah anda jawab sendiri.
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:26:23 PM
[at] Sukma
pernyataan diatas saya setuju,
dan saya tidak melihat ada pertanyaan disitu.
lalu masalahnya apa?
"ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?
yang ini malah sudah anda jawab sendiri.
Justru saya bertanya apa yang dimaksud k_Murti kebodohan batin seperti apa yang ku pahami ketidaktahuan-ignorsnce diatas.? Lihat reply ke k_Murti tulisan bold hitam dengan tanda ?
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:14:27 PM
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
========================================================
dilihat dari hukum Kamma,
Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.
__________________________________________________________________________
sama seperti cerita Upasaka
A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).
==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
demikianlah cerita diatas,
harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar
nah, ini penjelasan yang bagus untuk menjelaskan bahwa demikian pula dalam soal perang dan pembunuhan. tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk. :|
Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;
Pertanyaan :
bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?
Quote from: sukma on 28 November 2008, 05:37:56 PM
Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;
Pertanyaan :
bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?
ya bener itu. perlu dipikirkan.
dalam Islam faktor niat itulah yang sangat menentukan.
eh maaf ya. saya bawa-bawa Islam, gpp kan. krn kebenaran itu ada banyak jalan. tul gak?
Dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab r.a. (berpidato 8/59) di atas mimbar, `Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, `(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu riwayat: amal itu dengan niat 6/118) dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya 1/20) kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya (dalam riwayat lain: mengawininya 3/119), maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah."
[at] sukma
"bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?"
lingkungan, serta pola pikir, secara teknis dalam dhammanya urutannya jelas dengan 12 nidana yang pernah saya copast dulu, (ref, harap lihat replies saya sebelumnya).
dan ingat keputusan seseorang yang menentukan hal yg baik/buruk itu adalah keputusan yang parsial, tidak mutlak, subjektif. Bila orang tersebut belum mencapai Pandangan benar.
dan jelas seperti reenzia katakan, sebagai manusia biasa kita melihat barometernya dengan Lobha, Dosa, Moha. Apakah kita menyadari ikutnya hal2 demikian dengan keputusan kita.
[at] candra_mukti
"tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk."
agar tidak terjadi generalisasi pemahaman, harap dijelaskan perang dan pembunuhan seperti apa yang om candra maksudkan.
Quote from: candra_mukti19 on 28 November 2008, 05:36:29 PM
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:14:27 PM
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
========================================================
dilihat dari hukum Kamma,
Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.
__________________________________________________________________________
sama seperti cerita Upasaka
A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).
==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
demikianlah cerita diatas,
harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar
nah, ini penjelasan yang bagus untuk menjelaskan bahwa demikian pula dalam soal perang dan pembunuhan. tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk. :|
Pembunuhan tetap kamma buruk.!
Quote from: sukma on 28 November 2008, 01:58:41 PM
Pertanyaan Reenzia
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?
Katakanlah kamu harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kamu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kamu wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kamu melakukan Y maka kamu telah melakukan apa yang kamu pandang buruk.
Disinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk.
Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik).
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.
Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.
Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.
pandangan yg objektif itu bukan berarti lawan dari subjektif
pandangan objektif itu bukan berarti kita harus melawan hati nurani
hati nurani tidak bs tidak salah, maka harus selalu diasah, ini lah yg saia maksud menghilangkan moha
masalahnyaaaaaaaaaaa..
1. kita masih banyak moha
2. itu berarti kita tidak bisa selalu mengandalkan hati nurani donk???
3. nah untuk itu makanya ada pedoman.....
nah pedoman itu saia rasa teman-teman DC pun tau semua, oleh karena ituuuuuuuuu makanyaaaaaaaaaa
"baca dan praktekkanlah" pedoman anda, jangan hanya mengira-ngira, karena kita semua masih banyak mohanyaaaa okeiiiiiiii? ;D ;D ;D
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:46:38 PM
[at] candra_mukti
"tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk."
agar tidak terjadi generalisasi pemahaman, harap dijelaskan perang dan pembunuhan seperti apa yang om candra maksudkan.
saya jelaskan di sini saja :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6526.new#new
eh maaf, salah posting. yang tadi bukan buat di thread ini. ^:)^
tukisan candra_mukti di topic Re-Islam ;
salah satu bentuk kehendak bebas adalah adalah keputusan seseorang untuk dibunuh.
dalam Islam, hukuman bunuh atau qishosh bukan atas kehendak penegak hukum, melainkan atas kehendak pelaku kejahatan itu sendiri. sedangkan algojo (pemberi hukuman mati), hanya membantu memenuhi keputusan pelaku kejahatan tersebut
Saya hanya bisa memberi masukkan : Satu kesalahan tidak bisa ditambah kesalahan lainnya untuk kemudian menjadikan satu kebenaran.
Semangat dari prinsip ini mengajarkan bahwa meskipun kita dijahati, kita tidak bisa membalas dengan kejahatan. Karena dengan melakukan kejahatan sebagai balasan atas tindakan kejahatan yang dilakukan pada kita, maka itu sama saja membenarkan adanya kejahatan. Jadi kalau kita sudah membalas yang jahat dengan yang jahat, what makes us any different dengan orang yang telah menjahati kita? Sekalipun pembalasan kita yang jahat tersebut sama nilainya atau lebih kecil nilainya dari kejahatan yang dilakukan terhadap kita namun tetap saja kita telah memberi pembenaran terhadap yang jahat, yang relatif hanyalah "nilai"-nya.
Pada akhirnya kita tidak berusaha untuk menjauhi yang jahat sama sekali, tapi melakukan kompromi dengan prinsip "minus malum" ("jahat minimal") yang super sesat itu.
[at] sukma
yup saya setuju,
kalao boleh menambahkan, melampiaskan kejahatan dengan kejahatan itu tidak dibenarkan, dan merpakan karma buruk, walaupun pelampiasan kejahatan itu dilakukan untuk diri sendiri (dari cerita pelaku meminta dibunuh/bunuh diri). tetap saja namanya Pembunuhan
Quote from: sukma on 28 November 2008, 05:17:07 PM
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 04:11:13 PM
saat seseorang bertindak menurut "hati nurani" yang baik (secara subjektif), lalu menurut pandangan oran yg suci, bahwa dia memilih yang salah (kebenaran objektif).
itu tidaklah lain daripada Moha atau bisa pula Avijja.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Baik, kini aku bertanya, jadi apa kah "ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?
ketidaktahuan (ignorance) menjadi beberapa kategori. Salah satu pengkategorian yang penting untuk kita ketahui karena selalu muncul dalam diskusi-diskusi adalah pengkategorian ketidaktahuan menjadi ketidaktahuan yang bisa diatasi (vincible ignorance) dan yang kedua adalah ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi (invincible ignorance).
Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi maka dia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas ketidaktahuannya (karena dia tidak bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut)
Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang bisa diatasi, maka dia bertanggungjawab atas ketidaktahuannya (karena dia semestinya bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut).
Nah, ketidaktahuan menjadi tidak bisa diatasi bila setelah melakukan ketekunan yang cukup (reasonable diligence) seseorang masih tidak dapat mengatasi ketidaktahuannya (masih tetap tidak tahu) atau disebut k_Murti "kebodohan batin" itu.?
Seberapa cukupnya ketekunan tersebut ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya, pentingnya, mendesaknya masalah yang dihadapi.Semakin besar, penting dan mendesak suatu masalah maka ketekunan yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuannya harus semakin besar pula. Begitu pula sebaliknya.
2. Kemampuan si individu untuk mendapat informasi dan mengerti informasi tersebut. Semakin mudah si individu mendapatkan informasi mengenai masalah yang dihadapinya dan semakin mudah si individu memahami informasi yang didapatkannya maka ketekunan yang harus dilakukan untuk menghilangkan ketidaktahuannya harus lebih besar juga. Begitu pula sebaliknya.
Salam,
Sukma yg baik...
Ketidaktahuan adalah tidak tahu hakikat keadaan (tidak melihat realitas). Ketidaktahuan membuat orang terendam oleh 3 akar kejahatan, yaitu keserakahan. kebencian dan kebodohan (stupidity). Kebodohan batin (stupidity) adalah wujud sifat tidak peduli, keras kepala dan tidak bisa mengerti realitas meski sudah diberi penjelasan. Misalnya saya mengatakan "membunuh itu tidak baik". Bila ada orang yg mengiyakan ucapan saya tersebut (setuju), namun tetap melakukan pembunuhan (dengan dalih "pembunuhan yg baik") itu adalah kebodohan batin.
KALAU ORANG YG TIDAK TAHU KEBENARAN, CUKUP DIBERI TAHU. KALAU SUDAH TAHU KEBENARAN, BERARTI DIA SUDAH MENGIKIS KETIDAKTAHUAN.
KALAU ORANG YG SUDAH TAHU KEBENARAN, TAPI MALAH TETAP MELAKUKAN PERBUATAN YG TIDAK BAIK (TIDAK SESUAI KEBENARAN), MAKA ITU ADALAH ORANG BODOH.
Apa Anda sudah mengerti perbedaan akan ketidaktahuan dengan kebodohan?
Prinsip hukumnya, tidak tahu ya tidak tahu. Kebodohan ya namanya tidak peduli, sudah tahu tapi gak mau tahu.Kedua kektoran batin ini mengakibatkan hal yg sama, yaitu vipaka buruk (buah perbuatan yg buruk).
Sama seperti contoh kasus meminum softdrink beracun itu. Tidak berbeda bila A dan B tahu atau tidak tahu kalau softdrink itu minuman beracun, akibatnya pasti sama : A keracunan, dan B memberikan minuman beracun.
Kalo Anda hanya memakai hati nurani, mana ada kebijaksanaan yg bisa didapat. Mungkin sesekali hati nurani benar, namun kebijaksanaan itu selalu benar.
Salam
Quote from: sukma on 28 November 2008, 05:37:56 PM
Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;
Pertanyaan :
bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?
Wah, ini pertanyaan yg sering dilontarkan di forum ini. Saya sudah sering menjawabnya.
Pertanyaan : Bagaimana mengetahui keputusan yg diambil adalah baik atau buruk?
Saya serahkan ke hatRed saja, untuk menjawab pertanyaan ini.. ;D
OK bro hatRed, silahkan jelaskan pada Sukma, dan rendam kepalanya di Cahaya Kebijaksanaan...
_/\_
Quote from: upasaka on 29 November 2008, 09:10:20 AM
Quote from: sukma on 28 November 2008, 05:37:56 PM
Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;
Pertanyaan :
bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?
Wah, ini pertanyaan yg sering dilontarkan di forum ini. Saya sudah sering menjawabnya.
Pertanyaan : Bagaimana mengetahui keputusan yg diambil adalah baik atau buruk?
Saya serahkan ke hatRed saja, untuk menjawab pertanyaan ini.. ;D
OK bro hatRed, silahkan jelaskan pada Sukma, dan rendam kepalanya di Cahaya Kebijaksanaan...
_/\_
hatRed nich ada PR dari Upasaka....he...he...yang ini tidak capek deh
"Apakah engkau lupa bahwa orang lebih baik memilih PERDAMAIAN,dan malahan KEMATIAN,
dari pada Kebebasan Memilih dalam Pengetahuan akan KEBAIKKAN dan KEJAHATAN.?
Tidak ada yang lebih menggoda seseorang dari pada KEBEBASAN Suara Hati nya,
namun pada saat yang sama tidak ada Siksaan yang lebih besar dari itu.!" :))
Bagaimana bila saya lanjutkan dengan thread "Kehendak Bebas" dengan mengacu pada Jalan Ariya Berfaktor Delapan yang merupakan Inti Ajaran Buddha. Penemuan Jalan inilah yang membuat Pencerahan Buddha memiliki Makna Universal.
Tapi Kedelapan Faktor Jalan tersebut kita mulai dari Pandangan Benar (Sama Ditthi)yang di bagi menjadi Tiga kelompok (Ajaran Bhikkhu Bodhi), di mana pada akhirnya mari kita sama-sama melihat sampai diposisi mana "Kehendak Bebas" berperan.?
Kelompok Pertama ;
Kelompok Disiplin Moral (Silakkhandha), yang terdiri atas ; Perkataan Benar, Perbuatan Benar, dan Pencaharian Benar.
Kelompok Kedua ;
Kelompok Semadi (Samadhikkandha), yang terdiri dari ; Upaya Benar, Perhatian Benar, Semadi Benar.
Kelompok Ketiga ;
Kelompok Kebijaksanaan (Pannakkhanda), yang terdiri dari ; Pandangan Benar dan Kehendak Benar.
Ketiga Kelompok ini mewakili Tiga Tahapan Latihan ;
1 .Latihan Disiplin Moral Mulia.
2 .Latihan Kesadaran Mulia.
3 .Latihan Kebijaksanaan Mulia.
Noted ; Kedelapan Faktor Jalan Ariya Berfaktor Delapan bukanlah langkah-langkah yang untuk dituruti secara beraturan, satu persatu.
[at] sukma
Silahkan... :)
Ada dua upaya keliru untuk mencapai pembebasan dari dukkha yang sering terjadi dari zaman sebelum S. Gautama sampai zaman kita ini.
Yang Pertama ;
Memanjakan Kesenangan inderawi melalui latihan memadamkan ketidakpuasan dengan Cara Memuaskan Nafsu Keinginan. Jelas cara pendekatan ini bias membeikan kesenangan dan kenikmatan, namun kenikmatan yang diperoleh bersifat kasar, fana, dan tidak memberikan kepuasaan secara mendalam, S. Gautama mengetahui bahwa nafsu inderawi bias melekat sangat erat pada pikiran manusia. Beliau juga mengetahui bahwa kesenangan ini juah lebih rendah dibandingkan dengan kebahagian yang muncul melalui Pelepasan Keduniawian.
Yang kedua ;
Di zaman S. Gautama, Agama Hindu, para Yogy, para pencari Pencerahan banyak melakukan praktek menyiksa diri/ menyakiti diri untuk mencapai pembebasan dari Dukkha, cara ini oleh Sang Buddha tidak dibenarkan karena latihan ini berjalan dalam syatem yang salah yang menyebabkan terkurasnya energi, pada hal Dhamma mengajarkan kita harus merawat diri. Ada pun cara yang ditempuh dengan penyiksaan diri ini didasarkan pada pemahaman bahwa tubuh adalah Penyebab dari ikatan duniawi, padahal sumber permasalahannya yang sesungguh adalah terletak pada PIKIRAN, yaitu "pikiran yang dipenuhi oleh keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.
Kita sepakati dulu bahwa latihan kedua point diatas bertujuan baik untuk pembebasan Dukkha, tapi.....? Yang aku mau Tanya kepada para sobat, apakah kedua cara ini di dalam Dhamma di sebut "Kehendak Keliru atau bahasa awam nya Suara Hati Yang Keliru atau Nurani Yang Keliru" ? Dan, pada kondisi ini saya belum maksudkan dngan "kehendak bebas".
Salam dari saya.