Kehendak Bebas.

Started by sukma, 24 November 2008, 03:45:02 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hatRed

Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.

========================================================

dilihat dari hukum Kamma,

Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.

__________________________________________________________________________


sama seperti cerita Upasaka


A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).

==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.



{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

demikianlah cerita diatas,

harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar
i'm just a mammal with troubled soul



sukma

Quote from: hatRed on 28 November 2008, 04:11:13 PM
saat seseorang bertindak menurut "hati nurani" yang baik (secara subjektif), lalu menurut pandangan oran yg suci, bahwa dia memilih yang salah (kebenaran objektif).

itu tidaklah lain daripada Moha atau bisa pula Avijja.

Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.
Quote from: karuna_murti on 28 November 2008, 04:08:07 PM
Kebijaksanaan muncul bila tidak ada kebodohan batin.

Baik, kini aku bertanya, jadi apa kah "ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?

ketidaktahuan (ignorance) menjadi beberapa kategori. Salah satu pengkategorian yang penting untuk kita ketahui karena selalu muncul dalam diskusi-diskusi adalah pengkategorian ketidaktahuan menjadi ketidaktahuan yang bisa diatasi (vincible ignorance) dan yang kedua adalah ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi (invincible ignorance).


Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang tidak bisa diatasi maka dia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas ketidaktahuannya (karena dia tidak bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut)

Bila seseorang mempunyai ketidaktahuan yang bisa diatasi, maka dia bertanggungjawab atas ketidaktahuannya (karena dia semestinya bisa mengatasi ketidaktahuannya tersebut).


Nah, ketidaktahuan menjadi tidak bisa diatasi bila setelah melakukan ketekunan yang cukup (reasonable diligence) seseorang masih tidak dapat mengatasi ketidaktahuannya (masih tetap tidak tahu) atau disebut k_Murti "kebodohan batin" itu.?


Seberapa cukupnya ketekunan tersebut ditentukan oleh dua hal:

1. Besarnya, pentingnya, mendesaknya masalah yang dihadapi.Semakin besar, penting dan mendesak suatu masalah maka ketekunan yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuannya harus semakin besar pula. Begitu pula sebaliknya.

2. Kemampuan si individu untuk mendapat informasi dan mengerti informasi tersebut. Semakin mudah si individu mendapatkan informasi mengenai masalah yang dihadapinya dan semakin mudah si individu memahami informasi yang didapatkannya maka ketekunan yang harus dilakukan untuk menghilangkan ketidaktahuannya harus lebih besar juga. Begitu pula sebaliknya.

Salam,

hatRed

 [at] Sukma

pernyataan diatas saya setuju,

dan saya tidak melihat ada pertanyaan disitu.

lalu masalahnya apa?

"ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?

yang ini malah sudah anda jawab sendiri.
i'm just a mammal with troubled soul



sukma

Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:26:23 PM
[at] Sukma

pernyataan diatas saya setuju,

dan saya tidak melihat ada pertanyaan disitu.

lalu masalahnya apa?

"ketidaktahuan - ignorance" adalah suatu "kebodohan batin.?

yang ini malah sudah anda jawab sendiri.

Justru saya bertanya apa yang dimaksud k_Murti kebodohan batin seperti apa yang ku pahami ketidaktahuan-ignorsnce diatas.? Lihat reply ke k_Murti tulisan bold hitam dengan tanda ?

candra_mukti19

Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:14:27 PM
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.

========================================================

dilihat dari hukum Kamma,

Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.

__________________________________________________________________________


sama seperti cerita Upasaka


A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).

==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.



{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

demikianlah cerita diatas,

harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar

nah, ini penjelasan yang bagus untuk menjelaskan bahwa demikian pula dalam soal perang dan pembunuhan. tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk.   :|

sukma

Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;

Pertanyaan :

bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?

candra_mukti19

Quote from: sukma on 28 November 2008, 05:37:56 PM
Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan ;

Pertanyaan :

bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?


ya bener itu. perlu dipikirkan.
dalam Islam faktor niat itulah yang sangat menentukan.
eh maaf ya. saya bawa-bawa Islam, gpp kan. krn kebenaran itu ada banyak jalan. tul gak?

Dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab r.a. (berpidato 8/59) di atas mimbar, `Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, `(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu riwayat: amal itu dengan niat 6/118) dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya 1/20) kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya (dalam riwayat lain: mengawininya 3/119), maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah."

hatRed

 [at] sukma

"bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu.?"

lingkungan, serta pola pikir, secara teknis dalam dhammanya urutannya jelas dengan 12 nidana yang pernah saya copast dulu, (ref, harap lihat replies saya sebelumnya).

dan ingat keputusan seseorang yang menentukan hal yg baik/buruk itu adalah keputusan yang parsial, tidak mutlak, subjektif. Bila orang tersebut belum mencapai Pandangan benar.

dan jelas seperti reenzia katakan, sebagai manusia biasa kita melihat barometernya dengan Lobha, Dosa, Moha. Apakah kita menyadari ikutnya hal2 demikian dengan keputusan kita.
i'm just a mammal with troubled soul



hatRed

 [at] candra_mukti

"tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk."

agar tidak terjadi generalisasi pemahaman, harap dijelaskan perang dan pembunuhan seperti apa yang om candra maksudkan.

i'm just a mammal with troubled soul



sukma

Quote from: candra_mukti19 on 28 November 2008, 05:36:29 PM
Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:14:27 PM
Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.

========================================================

dilihat dari hukum Kamma,

Yudi dan Temannya tidak mendapat karma buruk mengenai ujian open note tersebut.
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat ketulusan teman Yudi yang memberitahukan Yudi untuk open note, sehingga dia bisa menyiapkan catatan, tetapi juga kejahatan bila temannya itu tahu itu bukan open note, dan lupa memberitahu Yudi.

__________________________________________________________________________


sama seperti cerita Upasaka


A diberi minuman oleh B, anggap minuman itu adalah softdrink. Sofdrink itu mengandung racun yg mematikan. Baik A dan B tidak mengetahui softdrink itu beracun. Lalu A meminumnya atas dasar 'hati nurani' yg menurutnya adalah pemberian dari B (yah, anggap saja kalau A juga sedang haus dan menyukai minuman softdrink).

==================================================================
A dan B tidak terkena hukum karma buruk mengenai minuman beracun tersebut,
karena dua2nya tidak berdasarkan kehendak untuk itu.
malah saya melihat karma baik si B yg tulus memberi minuman.



{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{

demikianlah cerita diatas,

harap untuk dimengerti, hukum kamma tidak dapat ditawar tawar

nah, ini penjelasan yang bagus untuk menjelaskan bahwa demikian pula dalam soal perang dan pembunuhan. tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk.   :|

Pembunuhan tetap kamma buruk.!

Reenzia

#175
Quote from: sukma on 28 November 2008, 01:58:41 PM
Pertanyaan  Reenzia
mengapa anda mengatakan manusia selalu mengikuti hati nurani?
padahal anda juga setuju bahwa keputusan dari hati nurani tidak bisa dinilai baik sepenuhnya?


Katakanlah kamu harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kamu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kamu wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kamu melakukan Y maka kamu telah melakukan apa yang kamu pandang buruk.

Disinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk.


Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik).

Contoh: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note.

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru.

Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru
. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.

pandangan yg objektif itu bukan berarti lawan dari subjektif

pandangan objektif itu bukan berarti kita harus melawan hati nurani

hati nurani tidak bs tidak salah, maka harus selalu diasah, ini lah yg saia maksud menghilangkan moha

masalahnyaaaaaaaaaaa..
1. kita masih banyak moha
2. itu berarti kita tidak bisa selalu mengandalkan hati nurani donk???
3. nah untuk itu makanya ada pedoman.....

nah pedoman itu saia rasa teman-teman DC pun tau semua, oleh karena ituuuuuuuuu makanyaaaaaaaaaa
"baca dan praktekkanlah" pedoman anda, jangan hanya mengira-ngira, karena kita semua masih banyak mohanyaaaa okeiiiiiiii? ;D ;D ;D

candra_mukti19

Quote from: hatRed on 28 November 2008, 05:46:38 PM
[at] candra_mukti

"tidak semua bentuk perang dan pembunuhan merupakan kamma buruk."

agar tidak terjadi generalisasi pemahaman, harap dijelaskan perang dan pembunuhan seperti apa yang om candra maksudkan.



saya jelaskan di sini saja :

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6526.new#new

candra_mukti19

eh maaf, salah posting. yang tadi bukan buat di thread ini.  ^:)^

sukma

#178
tukisan candra_mukti di topic Re-Islam ;

salah satu bentuk kehendak bebas adalah adalah keputusan seseorang untuk dibunuh.
dalam Islam, hukuman bunuh atau qishosh bukan atas kehendak penegak hukum, melainkan atas kehendak pelaku kejahatan itu sendiri. sedangkan algojo (pemberi hukuman mati), hanya membantu memenuhi keputusan pelaku kejahatan tersebut



Saya hanya bisa memberi masukkan : Satu kesalahan tidak bisa ditambah kesalahan lainnya untuk kemudian menjadikan satu kebenaran.

Semangat dari prinsip ini mengajarkan bahwa meskipun kita dijahati, kita tidak bisa membalas dengan kejahatan. Karena dengan melakukan kejahatan sebagai balasan atas tindakan kejahatan yang dilakukan pada kita, maka itu sama saja membenarkan adanya kejahatan. Jadi kalau kita sudah membalas yang jahat dengan yang jahat, what makes us any different dengan orang yang telah menjahati kita? Sekalipun pembalasan kita yang jahat tersebut sama nilainya atau lebih kecil nilainya dari kejahatan yang dilakukan terhadap kita namun tetap saja kita telah memberi pembenaran terhadap yang jahat, yang relatif hanyalah "nilai"-nya.

Pada akhirnya kita tidak berusaha untuk menjauhi yang jahat sama sekali, tapi melakukan kompromi dengan prinsip "minus malum" ("jahat minimal") yang super sesat itu.



hatRed

 [at] sukma

yup saya setuju,

kalao boleh menambahkan, melampiaskan kejahatan dengan kejahatan itu tidak dibenarkan, dan merpakan karma buruk, walaupun pelampiasan kejahatan itu dilakukan untuk diri sendiri (dari cerita pelaku meminta dibunuh/bunuh diri). tetap saja namanya Pembunuhan
i'm just a mammal with troubled soul