Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Started by Edward, 21 February 2009, 03:52:27 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunya

Sekedar info, saya dulunya penganut kepercayaan monotheistik.

_/\_

dilbert

Quote from: Sunya on 12 January 2013, 04:02:17 PM
Sekedar info, saya dulunya penganut kepercayaan monotheistik.

_/\_

mungkin saja ntar anda akan belajar dan meyakini ajaran di Pali Kanon (Kitab berbahasa Pali). who knows ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

adi lim

Quote from: dilbert on 12 January 2013, 11:30:14 AM
--------------------------------------

Rupa-nya member GandalfTheElder menyimak thread ini, dan khusus memberikan tanda ThankYou... hihihihihi... ayooo ikutan donk...

udah 'tua', capek  :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

adi lim

Quote from: Sunya on 12 January 2013, 04:00:47 PM

Mara saja bisa menyamar menjadi Buddha atau Bodhisattva, kalau bukan percaya pada kebenaran dan kebaikan, serta percaya pada penglihatan diri sendiri, kita mau percaya apa/siapa?

bold : cerita atau khayalan ?

Quote
Begitu... Panjang-panjang menulis intinya ehipassiko saja. Saya kira saya masih dalam jalur pelatihan yang tepat, bukan?

Mohon koreksinya.

Terima kasih.

_/\_

latihan dan praktekknya nya dengan baca keng ?

Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

ryu

Quote from: Sunya on 12 January 2013, 04:00:47 PM
Buddha, maksudnya?

Tentu saja kebenaran mutlak, walau tetap mengajarkan kebenaran kondisional (kebenaran yang sesuai dengan kondisi makhluk dan lingkungan).
oh jadi menurut anda ajaran lain selain ajaran buda bukan kebenaran mutlak ya?

Quote
Saya percaya ajaran Buddha bukan karena diajari (indoktrinasi) sejak kecil, bukan pula menempuh pendidikan akademis (misalnya sarjana Buddhis atau ahli Tripitaka), tapi dari pengalaman saya sendiri. Bukan mau menyombongkan diri, tapi bila ditanya jujur, itulah jawaban saya.
ini sebatas kepercayaan anda atau kepercayaan semua umat buda?

QuoteBukan belajar kitab itu salah, tapi kita jangan menganggapnya kebenaran mutlak (bila ada yang bercerita di luar itu maka kita bantah duluan karena tidak ditulis di kitab). Saya kira umat Buddha harus belajar bijak dan arif menyikapi kehidupan khususnya spiritual.

Kita lihat di forum-forum keyakinan lain banyak yang berkata, "Jangan kira ahli kitab itu pasti masuk surga", atau "Perkembangan spiritual tidak hanya didapat dari agama belaka".
Saya termasuk yang setuju dengan dua pernyataan itu.
jangankan kitab, kepercayaan orang saja saya meragukan kok
QuoteBukan kita mendewakan logika atau kemampuan diri sendiri, tapi pembuktian dan analisa pribadi memegang peranan penting dalam dunia spiritual.
boleh di share menurut cara logika anda di sini?
Quote"Katanya-katanya" sangat tidak tidak bisa dijadikan pegangan terutama jika Anda sudah tembus sampai taraf tertentu (banyak rintangan yang menjebak dan seolah kelihatan benar padahal tidak).
Mara saja bisa menyamar menjadi Buddha atau Bodhisattva, kalau bukan percaya pada kebenaran dan kebaikan, serta percaya pada penglihatan diri sendiri, kita mau percaya apa/siapa?
jadi penglihatan diri sendiri bisa di percaya ya?

QuoteBegitu... Panjang-panjang menulis intinya ehipassiko saja. Saya kira saya masih dalam jalur pelatihan yang tepat, bukan?

Mohon koreksinya.


Terima kasih.

_/\_
entahlah, coba lagi :D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sunya

Quote from: ryu on 13 January 2013, 10:31:03 AM
oh jadi menurut anda ajaran lain selain ajaran buda bukan kebenaran mutlak ya?
ini sebatas kepercayaan anda atau kepercayaan semua umat buda?
jangankan kitab, kepercayaan orang saja saya meragukan kokboleh di share menurut cara logika anda di sini?jadi penglihatan diri sendiri bisa di percaya ya?
entahlah, coba lagi :D

Halo. :)

Untuk memperjelas, kita samakan persepsi dulu ya.
Saya kurang paham apa itu Buda, mohon dijelaskan maksudnya (sudah kedua kali saya bertanya).

Tentang kepercayaan, saya hanya mewakili diri saya sendiri. Saya percaya Anda dan yang lain pun begitu (masing-masing dengan kepercayaannya, walau bisa saja satu aliran atau satu wadah agama).

Kalau dari kata-kata Anda di atas, berarti kepercayaan orang lebih tinggi nilainya dari kata-kata kitab?
Logika saya ehipassiko. Kalau Anda?

Kalau bukan percaya dengan diri sendiri, kita mau percaya siapa atau apa?

Mohon pandangannya.

Terima kasih.  _/\_

ryu

Quote from: Sunya on 13 January 2013, 01:13:24 PM
Halo. :)

Untuk memperjelas, kita samakan persepsi dulu ya.
Saya kurang paham apa itu Buda, mohon dijelaskan maksudnya (sudah kedua kali saya bertanya).
Buda khan panutan atau yang sering di sembah/dipuja sama anda ?

QuoteTentang kepercayaan, saya hanya mewakili diri saya sendiri. Saya percaya Anda dan yang lain pun begitu (masing-masing dengan kepercayaannya, walau bisa saja satu aliran atau satu wadah agama).
i see

QuoteKalau dari kata-kata Anda di atas, berarti kepercayaan orang lebih tinggi nilainya dari kata-kata kitab?
?? kok kesimpulannya gitu?

Quote
Logika saya ehipassiko. Kalau Anda?
[morpheus]ragu pangkal cerah [/morpheus]

QuoteKalau bukan percaya dengan diri sendiri, kita mau percaya siapa atau apa?

Mohon pandangannya.
ragukan semuanya

QuoteTerima kasih.  _/\_
same2

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sunya

Quote from: ryu on 13 January 2013, 05:28:06 PM
Buda khan panutan atau yang sering di sembah/dipuja sama anda ?
i see
?? kok kesimpulannya gitu?
[morpheus]ragu pangkal cerah [/morpheus]
ragukan semuanya
same2

Hm, jadi begini ya?  :-?

::)

_/\_

morpheus

pantesan kursi saya terasa panas, ternyata ada yang mengutip kata2 dan menyebut nama saya dengan tidak hormat  ;D
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 13 January 2013, 08:39:08 PM
pantesan kursi saya terasa panas, ternyata ada yang mengutip kata2 dan menyebut nama saya dengan tidak hormat  ;D
khan ada tuh [sumber] namanya wkwkwkwkwk
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sunya

Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Quote from: ariyakumara on 20 January 2013, 11:29:01 AM
[at] Sunya:

Maksud saya, dalam sutta2 Pali Sang Buddha hanya menyatakan satu jalan (kendaraan) menuju Pencerahan, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa pada Kearahatan spt yg telah Beliau tempuh dan Beliau sarankan kepada para siswa-Nya dengan mengatakan inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi, tetapi Beliau tidak mengatakan bahwa jalan lain selain menuju Kearahatan itu rendah/kecil (misalnya jalan menuju Brahma melalui Empat Keadaan Tanpa Batas).

Namun tiba2 dalam sutra2 Mahayana Sang Buddha mengatakan jalan Kebuddhaan/Bodhisattva lebih tinggi dengan menyatakan bahwa jalan Kearahatan yang telah diajarkan sebelumnya lebih rendah/kecil, hanya untuk mereka yang tidak "berkemampuan" atau "egois". Sepertinya Sang Buddha tidak konsisten dengan kata2-Nya sendiri dalam sutra2 Mahayana.

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_

Kelana

GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

adi lim

Quote from: Sunya on 20 January 2013, 08:48:02 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Quote from: Kelana on 20 January 2013, 10:31:12 PM
Namo tassa bhagavato arahato samma sambuddhassa

harusnya pengarang dadakan itu menambah :  namo tassa bhagavato arahato mahasatvaya samma sambuddhassa  ^-^
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

dilbert

Quote from: Sunya on 20 January 2013, 08:48:02 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_

cekidot di Saddharmapundarika sutra soal Sravaka di dalam Hinayana...
http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

seniya

Quote from: Sunya on 20 January 2013, 08:48:02 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_

Tak lama setelah Pencerahan-Nya Sang Buddha berkata kepada Upaka yang bertemu dengan Beliau di jalan:

'Aku adalah seorang yang telah melampaui segalanya, pengenal segalanya,
Tidak ternoda di antara segalanya, meninggalkan segalanya,
Terbebaskan dalam lenyapnya nafsu. Setelah mengetahui semua ini
Bagi diriKu, siapakah yang harus Kutunjuk sebagai guru?

'Aku tidak memiliki guru, dan seseorang yang setara denganKu
Tidak ada di segala alam
Bersama dengan semua deva, karena Aku tidak memiliki
Siapapun yang dapat menandingiKu.

'Karena Aku adalah Arahant di dunia ini,
Aku adalah Guru Tertinggi.
Aku sendiri adalah seorang Yang Tercerahkan Sempurna
Yang api-apinya telah padam.

Aku pergi sekarang ke kota Kāsi
Untuk memutar Roda Dhamma.
Dalam dunia yang telah buta
Aku pergi untuk menabuh tambur Keabadian.'

'Dengan pengakuanMu, teman,
Engkau pasti adalah Pemenang Segalanya.'  [28]

'Para pemenang adalah mereka yang sepertiKu
Yang telah memenangkan penghancuran noda-noda.
Aku telah menaklukkan segala kondisi jahat,
Oleh karena itu, Upaka, Aku adalah pemenang.'
(MN 26: Ariyapariyesana Sutta, http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375040.html#msg375040)

Dalam sutta yang sama, ketika berjumpa dengan lima pertapa yang kemudian menjadi lima bhikkhu pertama, Sang Buddha mengatakan:

"Kemudian Aku memberitahu mereka: 'Para bhikkhu, jangan menyapa Sang Tathāgata dengan nama dan sebagai "teman." Sang Tathāgata adalah seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu, Keabadian telah tercapai. Aku akan memberikan instruksi kepada kalian, Aku akan mengajarkan Dhamma kepada kalian. Dengan mempraktikkan sesuai yang diinstruksikan, dengan menembusnya untuk kalian sendiri di sini dan saat ini melalui pengetahuan langsung, kalian akan segera memasuki dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang karenanya para anggota keluarga meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.'

Ketika memberikan ajaran pertama (Dhammacakkappavattana Sutta) Sang Buddha mengatakan tentang Empat Kebenaran Mulia (yang dlm ajaran Mahayana dianggap landasan bagi Kearahatan) yang ditembus-Nya sehingga mencapai tingkat Kebuddhaan:

"Selama, para bhikkhu, pengetahuanKu dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini belum sempurna dimurnikan dengan cara ini,  [35]Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika pengetahuanKu dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini telah sempurna dimurnikan dengan cara ini, maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: 'Kebebasan batinKu tidak tergoyahkan. Ini adalah kelahiranKu yang terakhir. Tidak akan ada lagi penjelmaan baru.'"
(http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375041.html#msg375041)

Tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan, dalam Dhammapada dikatakan sbb:

273. Di antara semua jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah yang terbaik; di antara semua kebenaran, Empat Kebenaran Mulia adalah yang terbaik. Di antara semua keadaan, maka keadaan tanpa nafsu (viraga = Nibbana) adalah yang terbaik; dan di antara semua makhluk hidup, maka orang yang melihat [Empat Kebenaran Mulia] adalah yang terbaik.

274. Inilah satu-satunya jalan. Tidak ada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan. Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan Mara (penggoda).

275. Dengan mengikuti jalan ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan. Dan jalan ini pula yang Kutunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran batin).

Tentang rujukan dari sutra Mahayana tentang keegoisan jalan Kearahatan, salah satunya dikatakan demikian:

'Subhuti, to sum up, the merits resulting from this sutra are inconceivable, inestimable and without limit. The Tathagata expounds it to those initiated into the Mahayana and the Supreme Yana. If they are able to receive, hold (in mind), read and recite it and expound it widely to others, the Tathagata will know and will see that they will achieve inexpressible and inconceivable merits that are without measure or limit. They will bear (responsibility for) the Tathagata's Supreme Enlightenment (Anuttara-samyak-sambodhi.) Why? Because, Subhuti, those who take delight in the Hinayana and hold the view of an ego, a personality, a being and a life, cannot listen to, receive, hold (in mind), read and recite this sutra and explain it to others.
( Vajracchedika-prajna-paramita Sutra, http://www.fodian.net/world/diamond2.htm)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa