Seingat aku,
Umat Awam yang telah menjadi Arahat sesungguhnya buat apalagi dia berada dalam kehidupan umat perumah tangga dengan segala kepusingan hidup seorang manusia ayng terikat dalam Lobha Dosa Moha.
Semuanya baginya telah terputus, dan memasuki kehidupan Sangha adalah jalan terbaik. Umat awam yang menjadi Arahat tidak akan kuat menanggapi arus deras kehidupan ibarat bulan bersinar setengah. Jubah yang diwarisi oleh Sang Buddha kepada murid-muridnya juga selain berfungsi sebagai pakaian juga membantu melindungi seorang samana dari perbuatan tercela, dan juga Vinaya Patimokkha yang digariskan oleh Sang Buddha secara tegas melindungi kehidupan suci para murid. Ketika umat awam yang menjadi Arahat memakai jubah, ia dapat diibaratkan bulan bersinar penuh.
Umat awam yang telah menjadi Arahat juga sudah tidak memiliki misi kedepan seperti apa, sesuai dengan Dhamma Niyama, ia akan meninggal dalam 7 hari toh segalanya telah terputus. ia tidak akan tahan untuk hidup dalam praktik kehidupan perumah tangga yang bertentangan dengan kehidupan para Arahat. untuk itu masa 7 hari adalah keputusan dia memasuki Sangha atau Parinibbana.
Terima kasih atas uraian
opini dari Rekan Nyanadhana. ...
Saya punya
opini lain ... yang dalam banyak hal bertolak belakang:
Seorang arahat adalah orang yang
telah padam arus kotoran batinnya (asava) ...
tidak ada lagi lobha, dosa, moha ... tidak ada lagi pikiran
"ini milikku, ini aku, ini diriku" ...
Dengan kata lain, batin seorang arahat
TIDAK PERNAH AKAN MEROSOT LAGI, di mana pun ia berada, entah sebagai perumah tangga entah sebagai bhikkhu ...
Seorang arahat tidak lagi membutuhkan
"perlindungan" dari jubah kuning ... tidak lagi membutuhkan
"perlindungan" dari patimokkha ...
(Sebaliknya, bagi mereka yang belum arahat,
jubah kuning Sang Buddha & patimokkha Sang Buddha pun tidak mampu melindungi seorang bhikkhu dari perbuatan akusala, kalau memang batinnya masih mengandung loba, dosa, moha.)
Bagi seorang arahat
tidak ada cita-cita apa-apa lagi ...
tidak ada yang perlu dikerjakan ...
tidak ada yang perlu dijaga, dipelihara ... ("selesai sudah kehidupan suci, selesai sudah apa yang harus dikerjakan, tidak ada apa-apa lagi yang perlu dikerjakan" -
"vusitam brahmacariyam, katam karaniyam, na param itthataya")
Ia
tidak lagi punya keinginan,
tidak lagi memilih-milih mau hidup sebagai apa ... pakai jubah kuning hayo, tidak pakai jubah kuning hayo ...
*****
Menurut hemat saya, paham "7 hari harus jadi bhikkhu" itu muncul belakangan ... ratusan tahun setelah zaman Sang Buddha ... Ini tidak lebih dari mitos yang sengaja atau tidak sengaja ditumbuhkan dalam masyarakat Hinayana (Theravada) di India mulai zaman Milinda-panha (abad ke-2 SM) ... dengan tujuan utama untuk menempatkan kehidupan sangha (para bhikkhu) di atas kehidupan umat awam ... Dengan kata lain, menciptakan kasta baru yang elitis di dalam masyarakat Buddhis.
Dan menurut hemat saya, inilah salah satu faktor timbulnya reaksi dari umat Buddha yang lain dalam bentuk gerakan Mahasanghika, yang lebih egalitarian ... yang mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan antara bhikkhu dan umat awam sejauh peluang untuk mencapai pencerahan ... Dari situlah berkembang doktrin Bodhisattva yang bersumpah tidak akan masuk nirvana sebelum menyelamatkan seluruh umat manusia.
Salam,
Hudoyo