Arahat dalam waktu 7 hari harus menjadi bhikkhu?

Started by hudoyo, 08 June 2008, 07:21:25 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

karuna_murti,


QuoteSemua Arahat yang mencapai pencapaian dalam keadaan perumah tangga, dan tidak masuk ke Sangha atau sedang dalam perjalanan mencari kebutuhan Bhikkhu mati dalam waktu 7 hari, termasuk Bahiya.

Dalam Dhammapada Atthakata, Bahiya meninggalnya bukan karena kondisi "Arahat yang berumah tangga", sebab Bahiya sendiri telah meninggalkan keduniawian sebelumnya dan dikenal sebagai Bahiya berpakaian kayu. Bahiya meninggal karena memang kamma buruknya membunuh wanita berbuah.


QuoteArahat yang mencapai pencapaian sebagai menteri Raja anu lupa, parinibanna di tempat setelah mencapai pencapaian
Menteri itu adalah Santathi, yang dikatakan parinibbana dalam baju kerajaan.


Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Berumah tangga yang saya maksud adalah bukan Sangha.
Disebutkan juga kamma buruknya berbuah dalam wujud diseruduk sapi, yang sebetulnya adalah makhluk halus yang membalas dendam. (Mungkin kelahiran selanjutnya wanita tersebut?) Dia parinibanna ketika mencari kebutuhan Bhikkhu.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

nyanadhana

 _/\_ Pak Hudoyo, mungkin saya tidak terlalu mengetahui apa yang terjadi 2000tahun yang lalu setelah 500thn Parinibbana Sang Buddha.

saya pikir pergerakan Maha Sangika telah dimulai sejak ditolaknya para bhikku utara yang belum mencapai Arahat untuk masuk dalam Konsili I penyusunan kembali Buddhavacana.
Mereka merasa Arahat terlalu sombong dan tidak punya cinta kasih dalam artian "Diam". dan pemikiran mengenai tidak memasuki Nirvana itu bisa dibaca dalam pernyataan Samantabhdra yang salah dua tulisannya adalah begini
1. Meminta Sang Buddha untuk terus memutar Dhamma
2. Meminta Sang Buddha untuk hidup lebih lama dan tidak memasuki Nirvana.
Siapakh yang meminta seperti itu? mereka yang menangis pada saat Sang Buddha parinirvana dan menyalahkan Ananda karena tidak meminta Buddha untuk tetap tinggal di dunia.

Lalu terbentuklah pemikiran , Sang Buddha tidak pernah mati dan muncullah beberapa figur Buddha kahyangan.

Kembali ke topik.
Paling gampangnya adalah bertanya apakah Pacceka Buddha memerlukan jubah dan memasuki Sangha?apakah mereka akan mati dalam 7 hari?secara mereka menjadi Buddha karena pemahaman mereka sendiri tanpa diajarkan Sammsambuddha.

Bila berlaku untuk Pacceka Buddha maka Arahat juga akan berlaku.

To Karuna,
sapinya masuk Avici ga? :))
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

hudoyo

Quote from: karuna_murti on 09 June 2008, 09:30:11 AM
Sumbernya dari Milinda Panha, bukan dari dan jauh sebelum komentar Buddhagosa.

Di Tipitaka sendiri tidak disebutkan secara tertulis, tetapi belum tentu berarti hal tersebut salah, dan belum tentu juga benar. Saya sendiri memilih tidak berkomentar hal ini adalah mitos atau bukan. Bukan kebijaksanaan saya yang belum melihat untuk memutuskan hal ini adalah mitos atau bukan.

Di sini masing-masing dari kita mengemukakan OPINI. ... Anda pun mengemukakan OPINI, yang membela paham "7 hari". ... Tidak seorang pun tahu bagaimana yang sebenarnya ...


QuoteSumber yang ada adalah Milinda Panha, yang mempunyai otoritas cukup tinggi, setidaknya di Theravada.

Milinda-panha berasal dari abad ke-2 SM ... tiga ratus tahun setelah Sang Buddha. ... Apa maksudnya "mempunyai otoritas cukup tinggi"? ... Harus diterima sebagai dogma? ...


QuoteMengenai 7 hari atau mati, hal ini bisa disimpulkan dari yang tersebar di Tipitaka.
Semua Arahat yang mencapai pencapaian dalam keadaan perumah tangga, dan tidak masuk ke Sangha atau sedang dalam perjalanan mencari kebutuhan Bhikkhu mati dalam waktu 7 hari, termasuk Bahiya. Konon Bahiya tidak pernah berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha pada kehidupan yang dahulu, sehingga memang tidak bisa menjadi Anggota Sangha pada kehidupan terakhirnya. Karena dia Maha Savaka, murid yang unggul dalam kecepatan pencapaian, bisa disimpulkan selama 100.000 kappa dia tidak berdana mangkuk dan jubah kepada Sangha. Bahiya terbunuh oleh makhluk halus yang menyamar sebagai Sapi, dan juga beberapa Arahat lainnya.

"Semua arahat"? ... Bisa diperinci, berapa arahat yang dimaksud? ... Apa tidak ada arahat lain di luar itu? Arahat yang hidup wajar untuk beberapa lama, tidak ada yang istimewa dalam kisahnya, sehingga tidak masuk ke dalam Tipitaka? ...

Cerita tentang Bahiya itu kan berasal dari kitab Komentar ... seribu tahun setelah zaman Sang Buddha. ... Jelas imajinasinya melambung tinggi ...


QuoteSelain itu ketika ditanya siapa perumah tangga yang paling ... (entah terpuji atau unggul). yang tertinggi yang disebutkan Sang Buddha adalah Anagami, tidak pernah disebutkan ada Arahat perumah tangga.

Dari mana sumbernya? ... Ya, maaf saja, terhadap isi Tipitaka pun saya menggunakan telaah kritis ... Kalau pun TIDAK PERNAH DISEBUT ada arahat perumah tangga ... mengapa pengertiannya bergeser menjadi TIDAK MUNGKIN ada arahat perumah tangga? ...


QuoteMengenai isi Milinda Panha yang mengatakan arahat tidak akan buru-buru parinibbana, mereka akan menunggu seperti buah mangga akan masak sendiri. Arahat adalah lapangan menanam jasa yang tiada taranya, mereka tetap bertahan bila ada gunanya untuk puthujana, ada Arahat yang tidak bisa menerima dana lagi dari umat awam, karena dia tidak pernah berdana sebelumnya, Arahat tersebut memilih untuk parinibanna, karena memang sudah tidak ada apa-apa lagi. Arahat yang mencapai pencapaian sebagai menteri Raja anu lupa, parinibanna di tempat setelah mencapai pencapaian, demikian juga banyak Arahat yang mencapai pencapaian, dan langsung parinibanna di tempat, karena memang hal itulah yang dimaksud dengan buah yang sudah masak.

Lagi-lagi Milinda-panha ... saya tidak sependapat dengan itu ... Arahat tidak memilih kapan ia mati, kecuali dengan alasan kuat, misalnya sakit sehingga menyusahkan orang lain, baru ia menggorok lehernya sendiri, bunuh diri ... Di sini yang dipikirkannya adalah kepentingan orang lain, bukan tentang hukum karma dan dirinya sendiri.

Salam,
hudoyo

hudoyo

#19
Quote from: karuna_murti on 09 June 2008, 09:54:42 AM
Berumah tangga yang saya maksud adalah bukan Sangha.

Wah ... ini lebih "gawat" lagi ... :)

Jadi, maksud Anda, kalau seandainya ada seorang sannyasin Hindu, atau seorang rahib Katholik, atau seorang sufi Islam, yang sudah meninggalkan kehidupan duniawi / rumah tangga, yang menurut definisi Anda mereka adalah "perumah tangga", seperti petapa Bahiya pada zaman Sang Buddha ... kemudian orang tersebut menjadi arahat ... maka ia harus minta upasampada ditahbiskan menjadi bhikkhu Buddhis, dan kalau tidak akan mati dalam waktu 7 hari? ... :)

Salam,
hudoyo

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

#20
QuoteMilinda-panha berasal dari abad ke-2 SM ... tiga ratus tahun setelah Sang Buddha. ... Apa maksudnya "mempunyai otoritas cukup tinggi"? ... Harus diterima sebagai dogma? ...

Bukan pak, di atas saya sudah bilang tidak diterima atau ditolak begitu saja. Cuma bagi saya komentar lebih tinggi otoritasnya daripada spekulasi bapak, yang bisa jadi cuma khayalan atau imajinasi Bapak saja.

Mengenai kesalahan penulisan perumah tangga, tadi saya ingin menulis umat awam sebelum saya ubah menjadi perumah tangga. Cuma karena biasanya pakai perumah tangga ya saya tulis perumah tangga saja. Bila hal ini menjadi polemik, silahkan saja ganti jadi "yang bukan Sangha".

QuoteCerita tentang Bahiya itu kan berasal dari kitab Komentar ... seribu tahun setelah zaman Sang Buddha. ... Jelas imajinasinya melambung tinggi ...
Bisa ya, bisa tidak. Saya menyampaikan apa yang saya baca. Saya tidak menyampaikan  spekulasi atau imajinasi Bapak atau saya bahwa ini adalah imajinasi. Kecuali jika Bapak sudah melihat dan menembus, dan Bapak bilang di sini.

QuoteArahat tidak memilih kapan ia mati, kecuali dengan alasan kuat, misalnya sakit sehingga menyusahkan orang lain, baru ia menggorok lehernya sendiri, bunuh diri ... Di sini yang dipikirkannya adalah kepentingan orang lain, bukan tentang hukum karma dan dirinya sendiri.

Memang saya bilang demi kepentingan diri sendiri dan hukum karma pak? Coba baca lagi.

Mau kembali lagi ke Praktek atau teori? Silahkan. Saya tidak ambil pusing.
Sementara saya belum melihat, saya asumsikan yang ditulis di komentar adalah Dhamma yang diperoleh dari praktek (selama tidak bertentangan dengan Tipitaka).
Bukan asumsi saya atau Bapak yang saya junjung.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Suchamda

#21
QuoteTerima kasih atas uraian opini dari Rekan Nyanadhana. ... Smiley

Saya punya opini lain ... yang dalam banyak hal bertolak belakang:

Seorang arahat adalah orang yang telah padam arus kotoran batinnya (asava) ... tidak ada lagi lobha, dosa, moha ... tidak ada lagi pikiran "ini milikku, ini aku, ini diriku" ...

Dengan kata lain, batin seorang arahat TIDAK PERNAH AKAN MEROSOT LAGI, di mana pun ia berada, entah sebagai perumah tangga entah sebagai bhikkhu ...

Seorang arahat tidak lagi membutuhkan "perlindungan" dari jubah kuning ... tidak lagi membutuhkan "perlindungan" dari patimokkha ...

(Sebaliknya, bagi mereka yang belum arahat, jubah kuning Sang Buddha & patimokkha Sang Buddha pun tidak mampu melindungi seorang bhikkhu dari perbuatan akusala, kalau memang batinnya masih mengandung loba, dosa, moha.)

Bagi seorang arahat tidak ada cita-cita apa-apa lagi ... tidak ada yang perlu dikerjakan ... tidak ada yang perlu dijaga, dipelihara ... ("selesai sudah kehidupan suci, selesai sudah apa yang harus dikerjakan, tidak ada apa-apa lagi yang perlu dikerjakan" - "vusitam brahmacariyam, katam karaniyam, na param itthataya")

Ia tidak lagi punya keinginan, tidak lagi memilih-milih mau hidup sebagai apa ... pakai jubah kuning hayo, tidak pakai jubah kuning hayo ...

*****

Menurut hemat saya, paham "7 hari harus jadi bhikkhu" itu muncul belakangan ... ratusan tahun setelah zaman Sang Buddha ... Ini tidak lebih dari mitos yang sengaja atau tidak sengaja ditumbuhkan dalam masyarakat Hinayana (Theravada) di India mulai zaman Milinda-panha (abad ke-2 SM) ... dengan tujuan utama untuk menempatkan kehidupan sangha (para bhikkhu) di atas kehidupan umat awam ... Dengan kata lain, menciptakan kasta baru yang elitis di dalam masyarakat Buddhis.

Dan menurut hemat saya, inilah salah satu faktor timbulnya reaksi dari umat Buddha yang lain dalam bentuk gerakan Mahasanghika, yang lebih egalitarian ... yang mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan antara bhikkhu dan umat awam sejauh peluang untuk mencapai pencerahan ... Dari situlah berkembang doktrin Bodhisattva yang bersumpah tidak akan masuk nirvana sebelum menyelamatkan seluruh umat manusia.

Salam,
Hudoyo

Se-7  :)

Perdebatan ini khas antara teoriwan dan praktekwan. ^-^
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

hudoyo

Quote from: nyanadhana on 09 June 2008, 09:55:43 AM
_/\_ Pak Hudoyo, mungkin saya tidak terlalu mengetahui apa yang terjadi 2000tahun yang lalu setelah 500thn Parinibbana Sang Buddha.

saya pikir pergerakan Maha Sangika telah dimulai sejak ditolaknya para bhikku utara yang belum mencapai Arahat untuk masuk dalam Konsili I penyusunan kembali Buddhavacana.
Mereka merasa Arahat terlalu sombong dan tidak punya cinta kasih dalam artian "Diam". dan pemikiran mengenai tidak memasuki Nirvana itu bisa dibaca dalam pernyataan Samantabhdra yang salah dua tulisannya adalah begini
1. Meminta Sang Buddha untuk terus memutar Dhamma
2. Meminta Sang Buddha untuk hidup lebih lama dan tidak memasuki Nirvana.
Siapakh yang meminta seperti itu? mereka yang menangis pada saat Sang Buddha parinirvana dan menyalahkan Ananda karena tidak meminta Buddha untuk tetap tinggal di dunia.

Memang perpecahan dalam tubuh Sangha sudah terjadi tidak lama setelah Sang Buddha meninggal dunia ... tapi bukan pada waktu Konsili I ... tapi sekurang-kurangnya 100 tahun setelah Sang Buddha meninggal (Konsili II) ... Tentang Konsili I itu sendiri, di kalangan pakar Buddhologi sekarang terdapat banyak keraguan, apakah itu benar-benar ada ... karena ceritanya yang banyak bersifat legendaris ... Tapi itu topik tersendiri, sudah menjadi OOT di sini.

QuoteLalu terbentuklah pemikiran , Sang Buddha tidak pernah mati dan muncullah beberapa figur Buddha kahyangan.

Berkembangnya paham tentang Tathagata-garbha tidak sesederhana itu ... karena menyangkut pemikiran metafisikal, kosmologis dan esoterisme yang canggih, bukan berasal dari permintaan yang naif menjelang Konsili I itu.


QuoteKembali ke topik.
Paling gampangnya adalah bertanya apakah Pacceka Buddha memerlukan jubah dan memasuki Sangha?apakah mereka akan mati dalam 7 hari?secara mereka menjadi Buddha karena pemahaman mereka sendiri tanpa diajarkan Sammsambuddha.
Bila berlaku untuk Pacceka Buddha maka Arahat juga akan berlaku.
[/quote]

Membawa-bawa Pacceka Buddha ke sini malah membuat diskusi ini menjadi sangat teoretis ... Batin seorang arahat saja sudah sukar dipahami, sekalipun secara deduktif masih bisa didekati dari pengalaman meditasi ... apalagi batin seorang Pacceka Buddha, yang saya sendiri tidak tahu apa itu ...

Salam,
hudoyo

nyanadhana

Membawa-bawa Pacceka Buddha ke sini malah membuat diskusi ini menjadi sangat teoretis ... Batin seorang arahat saja sudah sukar dipahami, sekalipun secara deduktif masih bisa didekati dari pengalaman meditasi ... apalagi batin seorang Pacceka Buddha, yang saya sendiri tidak tahu apa itu ...

maksud relevansinya dengan pertanyaan topik awal adalah..... apakah Pacceka Buddha yang sebenarnya tidak mendapat pengarahan dibawah Sammasambuddha , ia akan meninggal dalam 7 hari jika ia tidak memakai jubah seperti yang digariskan oleh Sammasambuddha dan memasuki Sangha Sammasambuddha. Pencapaian arahat juga akan berlaku sama seperti Pacceka Buddha,apakah ia akan meninggal dalm 7 hari atau seperti mitos yang diaktakan Pak Hudoyo.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

hudoyo

#24
Quote from: karuna_murti on 09 June 2008, 10:22:04 AM
... Cuma bagi saya komentar lebih tinggi otoritasnya daripada spekulasi bapak, yang bisa jadi cuma khayalan atau imajinasi Bapak saja.
Sementara saya belum melihat, saya asumsikan yang ditulis di komentar adalah Dhamma yang diperoleh dari praktek (selama tidak bertentangan dengan Tipitaka).

Anda berasumsi bahwa Tipitaka sampai Kitab Komentar adalah Dhamma, "otoritas" tertinggi, silakan Rekan Karuna Murti. :)

Bagi saya, pengalaman batin yang saya peroleh dari meditasi adalah otoritas saya, yang dengan itu saya menelaah bahkan Tipitaka itu sendiri secara kritis, apalagi Komentar yang ditulis SERIBU tahun setelah Sang Buddha. ... Dongeng-dongeng dari kitab Komentar itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan praktek meditasi ...

Dan karena perbedaan titik tolak ini secara diametral bertolak belakang, saya rasa tidak ada gunanya diskusi saya dengan Anda tentang topik ini diteruskan. :)

Salam,
Hudoyo

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

QuoteBagi saya, pengalaman batin yang saya peroleh dari meditasi adalah otoritas saya, yang dengan itu saya menelaah bahkan Tipitaka itu sendiri secara kritis.

Sama dong ;D

Bukan otoritas tertinggi dalam arti sempurna, tetapi pegangan sementara sampai sesungguhnya.
Tapi di antara Bhikkhu praktisi, saya lebih cenderung kepada Bhikkhu2 Burma atau Thailand yang praktisi dan sesuai dengan Tipitaka dan Komentar, daripada praktisi dengan pandangan heterodox yang tidak sesuai dengan Tipitaka, misalnya citta abadi, atau pandangan ucchedavadin Ajahn Buddhadasa.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

hudoyo

Quote from: karuna_murti on 09 June 2008, 10:49:17 AM
... daripada praktisi dengan pandangan heterodox yang tidak sesuai dengan Tipitaka,

Bisa ditunjukkan contohnya? ...

Quotemisalnya citta abadi,

Bisa ditunjukkan contohnya? ...

Quoteatau pandangan ucchedavadin Ajahn Buddhadasa.

Bisa ditunjukkan pernyataan Ajahn Buddhadasa yang menurut Anda merupakan ucchedavada?

Kalau perlu bikin thread baru ... :)

Salam,
Hudoyo

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Nanti sore atau besok, atau kapan-kapan pak. Sibuk sekali nih
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

hudoyo

Quote from: nyanadhana on 09 June 2008, 10:37:04 AM
maksud relevansinya dengan pertanyaan topik awal adalah..... apakah Pacceka Buddha yang sebenarnya tidak mendapat pengarahan dibawah Sammasambuddha , ia akan meninggal dalam 7 hari jika ia tidak memakai jubah seperti yang digariskan oleh Sammasambuddha dan memasuki Sangha Sammasambuddha.

... tapi dari mana mendapat sampel "Pacceka Buddha"? ... Dari dalam kitab Tipitaka? ... :)

salam,
hudoyo

K.K.

karuna_murti,

QuoteBerumah tangga yang saya maksud adalah bukan Sangha.
Disebutkan juga kamma buruknya berbuah dalam wujud diseruduk sapi, yang sebetulnya adalah makhluk halus yang membalas dendam. (Mungkin kelahiran selanjutnya wanita tersebut?) Dia parinibanna ketika mencari kebutuhan Bhikkhu.

Hanya pendapat saja, tetapi sepertinya kamma buruknya berbuah (diseruduk sapi) itu bukan dikondisikan karena "Arahat yang belum jadi Bhikkhu". Sepertinya walaupun saat itu Bahiya tidak mencapai Arahatta, namun tetap saja akan diseruduk sapi karena memang sudah waktunya berbuah. Seperti dalam kisah Khema (yang saya tuliskan sebelumnya), Kundalakesa ataupun Uggasena yang mencapai Arahatta ketika berakrobat; yang sebelum masuk Sangha sudah menjadi Arahat, tetap tidak parinibbana ketika mencari kebutuhan bhikkhu(ni).


Quote
...Bukan otoritas tertinggi dalam arti sempurna, tetapi pegangan sementara sampai sesungguhnya...

Setuju sekali. Jika dalam meditasi saya tidak bisa mencapai jhana tertentu, rasanya kurang cocok juga mengatakan 'berdasarkan pengalaman saya semata, jhana tertentu itu tidak ada'. Ada bagusnya ditampung.