biksu mahayana melanggar kaga kek gini?

Started by ryu, 28 February 2013, 12:46:51 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunya

Quote from: sanjiva on 03 March 2013, 12:56:06 AM
Kalau tidak ada keberatan mengenai istilah, mengapa anda repot2 menegur member yang mengunakan kata "kk" dan "om" ?  Apalah artinya istilah dan norma, kalau semuanya sunya, kosong, kosong tapi isi, isi tapi kosong.  8-}   Apalagi pemanggilan istilah itu tidak ada niatan untuk mengolok, seperti kata anda sendiri.   Siapa yang seharusnya memakai nalar dalam menerima hal ini?  Mengapa jadi masalah yang panjang lebar?

Gw sama sekali tidak marah, tersinggung, dsb.  Nyante aja om.  ;D   Seperti yang gw bilang, ubahlah persepsi anda dan jangan mudah berprasangka buruk.  _/\_

BTW, ga nyangka, hanya untuk menjawab pertanyaan sederhana dengan 'ya' atau 'tidak' saja memakan belasan halaman 'diskusi'.  Beda dengan thread serupa di 'yang satunya', yang adem ayem ga bergelit-gelut.  Kalau bisa dibikin mudah, kenapa harus dipersulit?  :whistle:

Masih dikaitkan masalah pribadi. :) Coba Anda baca sejenak tentang postingan saya kepada rekan Indra, tentang anak yang melempar sandal. Dari situ semoga Anda bisa menalar sendiri bahwa menyampaikan suatu norma dan etika, belum tentu (bukan berarti) kita tersinggung, keberatan atau marah. Ini murni pembahasan akademis dan moralitas saja. :)

Nah, Anda keliru lagi mengartikan tulisan saya yang sudah jelas: Jauhkan pikiran Anda dari prasangka bahwa lawan bicara Anda sedang marah, tersinggung, dsb. Ini tidak sama dengan, saya menuduh Anda yang marah dan tersinggung. Mohon lebih santai dalam membaca sesuatu, semoga kesalahan bisa diminimalisir.  _/\_

Indra

Quote from: Sunya on 03 March 2013, 05:42:05 AM
Ada juga pepatah mengatakan, "Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak." :)

masuk akal, karena jangankan di seberang lautan, yg di luar angkasa yg berjarak ribuan tahun cahaya pun bisa tampak kok asalkan ada mata yg bekerja. Tapi gajah yg menutupi mata menyebabkan mata jadi tertutup dan tidak bisa bekerja, makanya tidak bisa terlihat.

Sunyata

 [at] Sunya, Terima kasih. Saya terima semua saran anda. Sekarang fokus ke topik saja.

M14ka

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 10:14:09 PM
Padahal di tulisan saya yang Anda kutip tersebut sudah saya jelaskan dengan terperinci:
1. Saya tidak keberatan dipanggil apa saja, bahkan nama binatang pun sudah sering saya terima (di forum ini lho, bisa Anda cek). Perkara saya senang ataupun tidak senang dipanggil Om, itu sudah termasuk personal (masalah saya pribadi) yang tidak pantas diangkat dalam pembahasan.
2. Saya sama sekali tidak menyatakan bahwa panggilan Om itu untuk mengolok.
3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)
4. Jauhkan pikiran Anda dari prasangka bahwa lawan bicara Anda sedang marah, tersinggung, dsb... Saya sama sekali tenang dan senyum-senyum saja memberi tanggapan dan pertanyaan disini. :)

Sabar, lawan diskusi Anda tidak marah. Ubah persepsi Anda, kita sedang membahas etika dan norma. Be academic, itu saja.  _/\_

Kl gt sy bole pgl kk ga tar diblg bkn kakak  pdhal sbnrnya singkatannya bkn tu...  :P tp kk singkatannya bs jg kakek kn hahhaha....jd sy pgl kakek hadi ato om hadi nh?


Quote from: Sunya on 02 March 2013, 07:57:30 PM
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).

Salam bijak dan arif dalam dharma. Semoga berbahagia.  _/\_

Om ga hrs sodara ayah ato ibu kok....


Sunyata

om

[p] seruan (doa) kpd dewa (dl agama Hindu dan Buddha); pembukaan mantra [n cak]

(1) kakak atau adik laki-laki ayah atau ibu;

(2) panggilan kpd orang laki-laki yg agak tua

will_i_am

Quote from: Sunya on 03 March 2013, 06:07:02 AM
Hipotesa dari segi penggunaan bahasa. Seseorang yang bisa berbahasa Indonesia dan juga tahu budaya dan tren di Indonesia, dapat dipastikan ia hidup di negara Indonesia, atau setidaknya dekat dengan Indonesia. Indonesia termasuk negara Timur 'kan?

Sama halnya, saya kira kita tak perlu naif, di forum ini lebih dari 50% juga etnis Tiong Hoa Indonesia, walau saya mungkin tidak pernah mendata satu-persatu.

Ehipassiko itu bukan berarti harus mencoba atau bertemu langsung (misalnya narkoba dan makhluk halus), tapi bisa diambil kesimpulan dari beberapa elemen analistis.

Demikian, mohon koreksinya bila keliru.

Salam.  _/\_
penarikan kesimpulan itu pakai persepsi juga ya?
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Sunya

Quote from: Indra on 03 March 2013, 08:35:22 AM
masuk akal, karena jangankan di seberang lautan, yg di luar angkasa yg berjarak ribuan tahun cahaya pun bisa tampak kok asalkan ada mata yg bekerja. Tapi gajah yg menutupi mata menyebabkan mata jadi tertutup dan tidak bisa bekerja, makanya tidak bisa terlihat.

Ya, seseorang bisa melihat lebih luas dan jauh bila dirinya sudah tidak tertutupi debu/kekotoran batin, atau minimal LDM bisa dikikis setahap demi setahap. Tanpa usaha pengurangan LDM, pandangan seseorang akan cenderung sempit, menilai sesuatu dengan filter LDM tersebut. Segala fenomena yang sebenarnya netral, jadi bisa menimbulkan kebencian, keserakahan, iri hati, kekecewaan, dsb.

Coba kita lihat, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pengakuan seseorang tentang apa yang ia miliki, selama benar-benar ia miliki. Pengakuan itu dapat berupa kepemilikan barang (materi), kemampuan (skill, kecerdasan, pengetahuan), atau juga potensi spiritual. Semua wajar. Akan jadi masalah bila kita tanggapi/respon dengan rasa iri (cemburu/dengki), maka sesuatu yang memang jadi hak orang lain (makhluk lain); dari pernyataan sampai kepemilikan tersebut, jadi berubah/bertransformasi dalam sekejap, masalah buat kita. Betul?

Semoga kita semua bisa saling menyayangi dan berjalan bersama dalam dharma.

Salam persaudaraan antar-makhluk. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. _/\_

Sunya

Quote from: Sunyata on 03 March 2013, 08:47:39 AM
[at] Sunya, Terima kasih. Saya terima semua saran anda. Sekarang fokus ke topik saja.

Sama-sama, jika ada kekeliruan mohon dimaafkan dan diberi koreksi serta bimbingan. Salam sukses dan bahagia untuk Anda, selamat menjalani hari Senin.  _/\_

Sunya

Quote from: M14ka on 03 March 2013, 11:44:39 AM
Kl gt sy bole pgl kk ga tar diblg bkn kakak  pdhal sbnrnya singkatannya bkn tu...  :P tp kk singkatannya bs jg kakek kn hahhaha....jd sy pgl kakek hadi ato om hadi nh?


Om ga hrs sodara ayah ato ibu kok....

Semua keputusan pemanggilan ada pada subyek (dalam hal ini M14ka). Kalau saya pribadi mau dipanggil apa juga tidak masalah. Dulu saya pernah dipanggil belut, badut, bahkan bod*h dan tol*l, juga tetap saya layani pembicaraannya. Bagi saya yang salah bukan pada yang dipanggil, tapi pada subyek yang memberi panggilan tersebut, sebab itu adalah proyeksi dari pikiran dia dalam menilai sesuatu. :)

Untuk panggilan pada Pak Hadi, kalau tanya saran saya, sebaiknya tanyakan pada yang bersangkutan lebih nyaman dan baik.

Sebelum ini, sudah pernah saya postingkan tentang sikap moral orang bule, bahwa walau mereka tidak punya etika panggilan baku untuk orang lebih tua, tapi mereka bisa menanyakan, "Bagaimana saya harus memanggilmu?", atau "Kau lebih nyaman kupanggil apa?"

Itu sekedar pengalaman saja, bisa saja kurang relevan dan tepat.

Ya, terima kasih untuk referensi panggilan Om dari M14ka dan Sdr. Sunyata.  _/\_

Sunya

Omong-omong, reputasi saya dari 3 jadi -1 dalam satu hari.  :-[

M14ka, sekedar info saja, saya panggil Om untuk Pak Hadi.  _/\_

dipasena

Quote from: Sunya on 04 March 2013, 06:49:59 AM
Omong-omong, reputasi saya dari 3 jadi -1 dalam satu hari.  :-[

M14ka, sekedar info saja, saya panggil Om untuk Pak Hadi.  _/\_

hati2, jgn sampe terbebani loh dgn reputasi...

tp seperti nya (baru dugaan loh ini, ntar di klaim sebagai vonis cape de) anda sudah terbebani om, klo ga terbebani, ga bakal anda menulis nya di sini...

coba periksa ke dalam bathin spiritual om yg super bijak itu, apa bathin nya terbebani oleh reputasi minus itu ?

salam spiritual yg super bijak ;D

dipasena

#191
Quote from: Sunya on 03 March 2013, 06:07:02 AM
Hipotesa dari segi penggunaan bahasa. Seseorang yang bisa berbahasa Indonesia dan juga tahu budaya dan tren di Indonesia, dapat dipastikan ia hidup di negara Indonesia, atau setidaknya dekat dengan Indonesia. Indonesia termasuk negara Timur 'kan?

Sama halnya, saya kira kita tak perlu naif, di forum ini lebih dari 50% juga etnis Tiong Hoa Indonesia, walau saya mungkin tidak pernah mendata satu-persatu.

Ehipassiko itu bukan berarti harus mencoba atau bertemu langsung (misalnya narkoba dan makhluk halus), tapi bisa diambil kesimpulan dari beberapa elemen analistis.

Demikian, mohon koreksinya bila keliru.

Salam.  _/\_

itu lah bukti kehebatan orang yg pandai dan bijak dalam spiritual, di yakini (baru dugaan lg loh, bkn vonis, ntar spiritual nya mengatakan tuduhan pulak, cape deh) punya kemampuan bathin dpt mengetahui segala hal...

kemarin, dato' seorang putthujana blm menganalisa, cm mengatakan kemungkinan si om uda mencapai kesucian kali, eh ngomel2 kebakaran jenggot, trus mempertanyakan dasar dr kemungkinan itu ;D logika ka-chow, emosi labil, mudah tersinggung, bathin terguncang, shock; jd nya terbebani atas kemungkinan yg disampaikan, maka nya si om mempertanyakan ke dato'... pdhal klo ga salah spiritual nya (klo ga salah, baru dugaan lg loh) tinggi, pinter nan bijak ;D

baru 1 hari ga ol, ternyata dah terjadi obrolan panjang n si om menuai reputasi dibawah 0 derajat celcius, ada apakah ini tanda nya : si penulis (dugaan : punya spiritual yg pinter nan bijak) yg salah ato si pembaca (hanya putthujana) yg bermasalah ? :))

mari kita menganalisa ke dalam bathin masing2, kadang manusia itu tdk menyadari ke ego annya bahkan menjilat ludahnya sendiri ;D

cm bs mengatakan "kasihan" n mau numpang ngakak bentar... =))

Indra

Quote from: Sunya on 04 March 2013, 06:32:39 AM
Ya, seseorang bisa melihat lebih luas dan jauh bila dirinya sudah tidak tertutupi debu/kekotoran batin, atau minimal LDM bisa dikikis setahap demi setahap. Tanpa usaha pengurangan LDM, pandangan seseorang akan cenderung sempit, menilai sesuatu dengan filter LDM tersebut. Segala fenomena yang sebenarnya netral, jadi bisa menimbulkan kebencian, keserakahan, iri hati, kekecewaan, dsb.


saya pikir kita ngomong soal melihat semut dan gajah. dalam melihat, mata yg tertutup debu tentu beda dengan mata yg tertutup gajah.

Quote
Coba kita lihat, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pengakuan seseorang tentang apa yang ia miliki, selama benar-benar ia miliki. Pengakuan itu dapat berupa kepemilikan barang (materi), kemampuan (skill, kecerdasan, pengetahuan), atau juga potensi spiritual. Semua wajar. Akan jadi masalah bila kita tanggapi/respon dengan rasa iri (cemburu/dengki), maka sesuatu yang memang jadi hak orang lain (makhluk lain); dari pernyataan sampai kepemilikan tersebut, jadi berubah/bertransformasi dalam sekejap, masalah buat kita. Betul?


ya selama ia benar2 memiliki, tapi sangat layak untuk dipermasalahkan jika hal itu adalah kebohongan, apalagi jika bertujuan untuk menjaring pengikut demi mencari kehidupan mewah tanpa bekerja, spt yg dilakukan oleh seorang badut hidup.

Indra

Quote from: Sunya on 04 March 2013, 06:44:14 AM
Semua keputusan pemanggilan ada pada subyek (dalam hal ini M14ka). Kalau saya pribadi mau dipanggil apa juga tidak masalah. Dulu saya pernah dipanggil belut, badut, bahkan bod*h dan tol*l, juga tetap saya layani pembicaraannya. Bagi saya yang salah bukan pada yang dipanggil, tapi pada subyek yang memberi panggilan tersebut, sebab itu adalah proyeksi dari pikiran dia dalam menilai sesuatu. :)


saya ingin bertanya ulang karena pertanyaan ini sudah saya tanyakan dan tidak dijawab.

di mana anda dipanggil "badut" di forum ini? saya selalu mengikuti semua diskusi di forum ini, tapi kenapa yg satu ini bisa terlewat ya? awas, anda akan dianggap memfitnah jika tidak bisa membuktikan.

dipasena

Quote from: Indra on 04 March 2013, 08:53:49 AM
saya ingin bertanya ulang karena pertanyaan ini sudah saya tanyakan dan tidak dijawab.

di mana anda dipanggil "badut" di forum ini? saya selalu mengikuti semua diskusi di forum ini, tapi kenapa yg satu ini bisa terlewat ya? awas, anda akan dianggap memfitnah jika tidak bisa membuktikan.

badut, belut, t*l*l, b*d*h ? koq bs sampe di panggil gtu... astagabuddha...

ini yg masalah, si om ato si lawan bicara ya ? hmmm...
gpp lah, ambil sisi positifnya, thomas alfa edison dulu nya jg dikatakan gila, b*d*h tp berhasil menemukan sesuatu n jd ilmuwan hebat, sapa tau om ntar bs jd spiritual hebat menemukan cara mencapai kesucian express... ;D