biksu mahayana melanggar kaga kek gini?

Started by ryu, 28 February 2013, 12:46:51 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunya

Quote from: Indra on 02 March 2013, 07:35:18 PM
[at] Sunyata,

kalau boleh saya mau kasih saran pada anda. Sepengamatan saya, umumnya orang tidak terlalu mempermasalahkan kesalahan panggilan yg berhubungan dengan umur, tapi orang akan merasa sangat terganggu jika ada kesalahan panggilan sehubungan dengan gender, anda bisa melihat di forum ini, di mana member baru biasanya protes jika terjadi kesalahan pada Bro/Sis. jadi saran saya mungkin anda bisa mencoba mengganti panggilan OM menjadi MBAK, mungkin hal ini bisa mendamaikan kalian.

Disclaimer: saran boleh tidak diterima.

Kesalahan terbesar Anda, Anda bersikukuh bahwa ini masalah pribadi.

Dalam forum itu biasa saling mengoreksi, termasuk dalam hal normatif dan wawasan umum. Jika terlampau tendensius, kita bisa saja selalu mengaitkan suatu pembahasan dengan hal-hal personal. :)

Ilustrasi mudah: Anak melempar Anda dengan sandal. Anda menasihati bahwa ini perbuatan salah, kurang sopan, dlsb... Apakah ini disebut keberatan dilempar sandal oleh anak?

Belajar dharma logika harus kuat, jika beda tipis antara masalah pribadi dengan isu normatif tidak bisa didiferensiasikan, maka repot membahas yang lebih dalam. :)

Salam.  _/\_

sanjiva

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 07:57:30 PM
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).

Untuk rekan Sunya, panggilan Om di DC setahu saya bukanlah untuk mengolok2 malah gw kira cenderung untuk menghormat lawan bicara.  Kalau Anda sempat mengamati, beberapa member wanita di DC pun memanggil member pria dengan istilah om dan itu bukanlah untuk melecehkan.  Sebagai contoh bisa dilihat misalnya sis Hemayanti (sorry gw pinjam sebentar buat contoh sis  ;D ) sering memanggil gw dengan kata om.  Sebagai orang yang berlatih dharma semestinya anda bisa lebih mengembangkan kesabaran dan toleransi di sini, tidak perlu tersinggung apalagi marah2.

Di forum lain pun istilah om untuk menyebut lawan bicara pria sudah menjadi kelaziman seperti misalnya di forum fotografi yg dulu gw ikuti.  Bahkan kalau anda main di kaskus, mungkin akan sering dipanggil bro atau agan.  Nah, apakah anda juga akan tidak terima panggilan bro (brother) dengan alasan orang itu bukan anak ayah ibu anda ?

Ada baiknya andapun menghentikan berbagai prasangka yang tidak perlu dalam berdiskusi di DC ini.  Ingat, prasangka anda pun bisa saja bersekutu dengan dosa citta yang tidak bermanfaat dalam perkembangan batin dan kesadaran anda sendiri.

_/\_
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Sunyata

Baiklah sudah cukup OOTnya. Sampai sejauh ini yang dibahas kebanyakan OOT. Jadi sesuai saran Sunya, Om Indra maupun Om Sanjiva, saya meminta maaf atas semua OOT yang saya sudah tulis, tuduhan-tuduhan ataupun sejenisnya yang ditujukan kepada Sunya ataupun Om Hadi. Jujur, itu hanya bercanda dan tidak ada niat menghina atau sejenisnya. Saya juga tidak ingin membahas masalah kecil yang menjadi besar ini lagi, buang tenaga.

Akhir kata saya minta maaf, terutama Om Hadi karena saya yang memulai dengan emoticon
Quote from: Sunyata on 28 February 2013, 11:45:26 PM
=_="
ini. Akibatnya, dari halaman 3 rata-rata postingan isinya OOT. Saya tidak menduga ini akan memanjang sampai 8 halaman. Jadi saya maaf atas =_=" ini. Semoga kata-kata saya yang dirasa ada menusuk dimaafkan.

Semoga Sunya dan Om Hadi tidak lagi terbebani, tenang dan bahagia dengan permintaan maaf ini. Terima kasih. Ini akan jadi pembelajaran buat saya. _/\_

will_i_am

Quote from: sanjiva on 02 March 2013, 09:42:52 PM
Ada baiknya andapun menghentikan berbagai prasangka yang tidak perlu dalam berdiskusi di DC ini.  Ingat, prasangka anda pun bisa saja bersekutu dengan dosa citta yang tidak bermanfaat dalam perkembangan batin dan kesadaran anda sendiri.

_/\_
persepsi gitu loh....
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Sunya

Quote from: sanjiva on 02 March 2013, 09:42:52 PM
Untuk rekan Sunya, panggilan Om di DC setahu saya bukanlah untuk mengolok2 malah gw kira cenderung untuk menghormat lawan bicara.  Kalau Anda sempat mengamati, beberapa member wanita di DC pun memanggil member pria dengan istilah om dan itu bukanlah untuk melecehkan.  Sebagai contoh bisa dilihat misalnya sis Hemayanti (sorry gw pinjam sebentar buat contoh sis  ;D ) sering memanggil gw dengan kata om.  Sebagai orang yang berlatih dharma semestinya anda bisa lebih mengembangkan kesabaran dan toleransi di sini, tidak perlu tersinggung apalagi marah2.

Di forum lain pun istilah om untuk menyebut lawan bicara pria sudah menjadi kelaziman seperti misalnya di forum fotografi yg dulu gw ikuti.  Bahkan kalau anda main di kaskus, mungkin akan sering dipanggil bro atau agan.  Nah, apakah anda juga akan tidak terima panggilan bro (brother) dengan alasan orang itu bukan anak ayah ibu anda ?

Ada baiknya andapun menghentikan berbagai prasangka yang tidak perlu dalam berdiskusi di DC ini.  Ingat, prasangka anda pun bisa saja bersekutu dengan dosa citta yang tidak bermanfaat dalam perkembangan batin dan kesadaran anda sendiri.

_/\_

Padahal di tulisan saya yang Anda kutip tersebut sudah saya jelaskan dengan terperinci:
1. Saya tidak keberatan dipanggil apa saja, bahkan nama binatang pun sudah sering saya terima (di forum ini lho, bisa Anda cek). Perkara saya senang ataupun tidak senang dipanggil Om, itu sudah termasuk personal (masalah saya pribadi) yang tidak pantas diangkat dalam pembahasan.
2. Saya sama sekali tidak menyatakan bahwa panggilan Om itu untuk mengolok.
3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)
4. Jauhkan pikiran Anda dari prasangka bahwa lawan bicara Anda sedang marah, tersinggung, dsb... Saya sama sekali tenang dan senyum-senyum saja memberi tanggapan dan pertanyaan disini. :)

Sabar, lawan diskusi Anda tidak marah. Ubah persepsi Anda, kita sedang membahas etika dan norma. Be academic, itu saja.  _/\_

Indra

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 08:04:14 PM
Kesalahan terbesar Anda, Anda bersikukuh bahwa ini masalah pribadi.

Dalam forum itu biasa saling mengoreksi, termasuk dalam hal normatif dan wawasan umum. Jika terlampau tendensius, kita bisa saja selalu mengaitkan suatu pembahasan dengan hal-hal personal. :)

Ilustrasi mudah: Anak melempar Anda dengan sandal. Anda menasihati bahwa ini perbuatan salah, kurang sopan, dlsb... Apakah ini disebut keberatan dilempar sandal oleh anak?

Belajar dharma logika harus kuat, jika beda tipis antara masalah pribadi dengan isu normatif tidak bisa didiferensiasikan, maka repot membahas yang lebih dalam. :)

Salam.  _/\_

mungkin anda tidak membaca disclaimer saya di atas, jadi silakan dibaca sekarang.

soal anak melempar sandal, saya tidak tahu karena saya belum pernah mengalaminya, nanti akan saya beritahu anda apa yg saya lakukan ketika saya mengalaminya.

Menurut Kalama sutta, bahkan logika pun tidak boleh dijadikan acuan dalam menerima suatu ajaran, termasuk belajar Dharma. jadi saya pikir saya lebih memilih mengikuti apa yg diajarkan oleh Sang Buddha daripada ajaran anda. tapi terima kasih sudah berusaha mengajari walaupun gagal. ;D

lagipula kalau anda meggunakan logika, seharusnya anda melihat bahwa postingan saya itu saya tujukan kepada Sunyata (with "ta")

Indra

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 07:57:30 PM
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).

Salam bijak dan arif dalam dharma. Semoga berbahagia.  _/\_

mohon klarifikasi, apakah "pemain sirkus" yg anda maksudkan adalah "badut"?

Sunya

Quote from: Sunyata on 02 March 2013, 10:03:22 PM
Baiklah sudah cukup OOTnya. Sampai sejauh ini yang dibahas kebanyakan OOT. Jadi sesuai saran Sunya, Om Indra maupun Om Sanjiva, saya meminta maaf atas semua OOT yang saya sudah tulis, tuduhan-tuduhan ataupun sejenisnya yang ditujukan kepada Sunya ataupun Om Hadi. Jujur, itu hanya bercanda dan tidak ada niat menghina atau sejenisnya. Saya juga tidak ingin membahas masalah kecil yang menjadi besar ini lagi, buang tenaga.

Akhir kata saya minta maaf, terutama Om Hadi karena saya yang memulai dengan emoticon  ini. Akibatnya, dari halaman 3 rata-rata postingan isinya OOT. Saya tidak menduga ini akan memanjang sampai 8 halaman. Jadi saya maaf atas =_=" ini. Semoga kata-kata saya yang dirasa ada menusuk dimaafkan.

Semoga Sunya dan Om Hadi tidak lagi terbebani, tenang dan bahagia dengan permintaan maaf ini. Terima kasih. Ini akan jadi pembelajaran buat saya. _/\_

Masih dianggap masalah pribadi, rupanya sulit berdiskusi secara kepala dingin. :)

Sebaiknya bagi saya lebih penting bagi Anda untuk menganalisa apakah perkataan dan komentar saya ada nilai kebenarannya atau tidak, sebab itu yang bisa diambil hikmahnya bagi saya dan juga bagi Anda dan yang lain. Persoalan norma, pengetahuan dharma dan praktek sehari-hari, itu sudah biasa dibicarakan dalam forum-forum luar maupun dalam negeri, tanpa harus dikaitkan dengan perasaan sentimentil dan menduga-duga, bahwa yang bertanya ini marah, tersinggung, dsb.

Saya jadi agak kapok membahas sesuatu secara terperinci, ternyata banyak juga anggota yang sensitif. :)

Indra

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 10:14:09 PM

3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)

ketika anda membahas suatu etika, menurut anda bagaimana etika seseorang yg ngotot membahas sesuatu di thread milik orang lain dengan topik yg sama sekali tidak berhubungan? jika anda punya etika, bukankah anda tidak dilarang untuk membuka thread sendiri, yg bukannya tidak pernah anda lakukan sebelumnya.

Sunya

Quote from: Indra on 02 March 2013, 10:14:52 PM
mungkin anda tidak membaca disclaimer saya di atas, jadi silakan dibaca sekarang.

soal anak melempar sandal, saya tidak tahu karena saya belum pernah mengalaminya, nanti akan saya beritahu anda apa yg saya lakukan ketika saya mengalaminya.

Menurut Kalama sutta, bahkan logika pun tidak boleh dijadikan acuan dalam menerima suatu ajaran, termasuk belajar Dharma. jadi saya pikir saya lebih memilih mengikuti apa yg diajarkan oleh Sang Buddha daripada ajaran anda. tapi terima kasih sudah berusaha mengajari walaupun gagal. ;D

lagipula kalau anda meggunakan logika, seharusnya anda melihat bahwa postingan saya itu saya tujukan kepada Sunyata (with "ta")

Anda tidak perlu mengalaminya, namanya juga ilustrasi. :) Jika beranalogi saja tidak sanggup, bagaimana mau mencerna sesuatu yang lebih dalam dan rumit? :)

Logika yang saya maksud adalah akal. Apa Anda tidak menggunakan akal dalam mengkaji ajaran Buddha? Diterima saja mentah-mentah? Kelihatannya sih begitu, dari diskusi yang sudah-sudah. Doktrinis agaknya bukan sifat agama Buddha, tapi lain di teori dan lain yang dipraktekkan umat-umatNya. :)

_/\_

Sunya

Quote from: Indra on 02 March 2013, 10:23:08 PM
ketika anda membahas suatu etika, menurut anda bagaimana etika seseorang yg ngotot membahas sesuatu di thread milik orang lain dengan topik yg sama sekali tidak berhubungan? jika anda punya etika, bukankah anda tidak dilarang untuk membuka thread sendiri, yg bukannya tidak pernah anda lakukan sebelumnya.

Tipikal penggiringan opini. :)

Apa yang saya bahas masih umum dan berkaitan, seputar moralitas. Jika memang diluar topik, bisa disebutkan apa kriteria dari topik ini sehingga komentar yang ada selalu di jalur yang tepat?

Salam dan terima kasih sebelumnya.  _/\_

Indra

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 10:24:45 PM
Anda tidak perlu mengalaminya, namanya juga ilustrasi. :) Jika beranalogi saja tidak sanggup, bagaimana mau mencerna sesuatu yang lebih dalam dan rumit? :)

Logika yang saya maksud adalah akal. Apa Anda tidak menggunakan akal dalam mengkaji ajaran Buddha? Diterima saja mentah-mentah? Kelihatannya sih begitu, dari diskusi yang sudah-sudah. Doktrinis agaknya bukan sifat agama Buddha, tapi lain di teori dan lain yang dipraktekkan umat-umatNya. :)

_/\_

masih tetap sama, saya tetap lebih cocok dengan ajaran Buddha, jadi saya tetap menolak ajaran anda itu dalam hal belajar Dharma.

Indra

Quote from: Sunya on 02 March 2013, 10:30:54 PM
Tipikal penggiringan opini. :)

Apa yang saya bahas masih umum dan berkaitan, seputar moralitas. Jika memang diluar topik, bisa disebutkan apa kriteria dari topik ini sehingga komentar yang ada selalu di jalur yang tepat?

Salam dan terima kasih sebelumnya.  _/\_

apakah panggilan OM dan segala etika diskusi versi anda itu berhubungan dengan " biksu mahayana melanggar kaga kek gini?", tolong tunjukkan dimana letak relevansinya

Sunya

Quote from: Indra on 02 March 2013, 10:34:26 PM
masih tetap sama, saya tetap lebih cocok dengan ajaran Buddha, jadi saya tetap menolak ajaran anda itu dalam hal belajar Dharma.

Dan lucunya, saya tak merasa mengajari apa-apa. :)

Sunya

Quote from: Indra on 02 March 2013, 10:35:51 PM
apakah panggilan OM dan segala etika diskusi versi anda itu berhubungan dengan " biksu mahayana melanggar kaga kek gini?", tolong tunjukkan dimana letak relevansinya

Tentu ada, ini masalah rujukan peraturan. Jika dalam diskusi ada norma dan kaidah yang harus diikuti dan ditaati secara tertulis maupun normatif, dalam kasus rahib (maaf saya menghindari biksu atau bhikkhu karena beberapa pertimbangan) juga ada aturan atau kaidah acuan sesuai darimana rahib tersebut berasal. Kita orang Timur, menjunjung etika dan aturan ketimuran (idealnya). Sedangkan rahib sesuai alirannya, juga menjunjung etika dan aturan yang (idealnya) harus dia/mereka ikuti. Bukan begitu?

Jika kita saja tidak menjunjung etika dan aturan/norma, bagaimana mau mengkritisi orang lain? Bagi saya agama Buddha itu yang mendasar tentang moralitas. Bila ini saja sudah dianggap sepele, percuma bicara yang tinggi-tinggi.

Dari segi akademis dan intelektualitas, membahas etika itu hal biasa. Lucunya Anda dan beberapa teman Anda selalu mengkaitkan ini dengan masalah pribadi. Padahal yang mengalami belum tentu menganggapnya sebagai masalah personal. :)

Salam obyektivitas saja ya... Bersihkan pandangan. :)