Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya.
Kalau gitu saya tanya yang tidak pakai aliran sama sekali:
"Katanya Mahayana, Buddha Gotama juga sebenarnya ada dan tidak masuk nirvana sampai semua mahluk mencapai pembebasan. Sekarang, mana Buddha Gotamanya? kok hanya
berpangku tangan lihat debat antar aliran gini?"
Kalau itu juga masih dianggap 'dari sudut pandang aliran tertentu', saya tidak akan tanya lagi.
TAN:
Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.
Jadi walaupun sudah parinirvana, tetap ada yang disebut tubuh Buddha, dan juga bisa dirujuk "milikku"?
Kalau gitu, apa bedanya Mahayana dengan pandangan Eternalisme yang mengatakan ada "aku" (baik sadar maupun tidak sadar, baik terbatas maupun tidak terbatas)?
TAN:
Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”
Wah, ini putar2 kata yang mahir. "Semua yang berkondisi terkena hukum perubahan" ditanya balik "apakah hukum perubahan berkondisi?"
Kalau gitu saya lanjutkan, "Semua yang berkondisi adalah dukkha", "semua fenomena adalah tanpa inti diri". Saya balik begini:
"Semua yang berkondisi adalah dukkha, namun itu juga anitya" dengan kata lain, "kapan-kapan, berkondisi itu tidak ada dukkhanya".
Yang lebih heboh lagi: "fenomena adalah tanpa inti diri, namun hukum ini juga berubah" dengan kata lain, "kapan-kapan, fenomena ada yang ada inti diri". Mahir sekali.
Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.
Bathin - Jasmani adalah akibat dari Avidya. Kok ada suatu "jasmani" yang bukan dari Avidya?