Kelahiran Kembali dan Antarabhava/Bardo

Started by KevinWiijayaa, 05 July 2013, 11:26:33 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

adi lim

#120
Quote from: xenocross on 27 July 2013, 10:18:47 PM
Yg dimaksud dengan agama sutta itu ya kanon pali dan kanon agama chinese yang isinya sama. 4 nikaya = 4 agama

penterjemah bukan orang yang sama, tentunya bisa berbeda arti !
kesimpulannya : anda dan saya membaca dan pemahaman hasil penterjermah yang berbeda,
makanya bisa diterima, lagi pula kemampuan batin saya dengan anda berbeda pula.

Quote
contoh sutta kanon pali yang menunjukkan kelahiran kembali tanpa jeda waktu? yang mana?

bukankah sudah dijelaskan ama bro KK dan bro Ronald diatas
emang tidak baca ?  ??? apakah perlu dicopy ulang !
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Shasika

#121
Quote from: ariyakumara on 27 July 2013, 02:40:53 PM
Jadi, sekarang kita sementara memiliki 3 kesimpulan:

1. Tidak ada antarabhava (pandangan Theravada)
2. Ada antarabhava, yaitu keadaan sebelum kematian dan belum terlahir kembali, jadi belum benar-benar mati secara Buddhis walaupun sudah dinyatakan mati secara Buddhis (pendapat sdr. Kelana)
3. Ada antarabhava, yaitu keadaan setelah kematian dan sebelum terlahir kembali (pandangan Abhidharma aliran non-Theravada seperti yang dijelaskan sdr. KK)

Maaf bro Ariyakumara, bisakah ini ditambahkan ?
Barusan saya mendapat bantuan dari salah seorang member yang bersedia membantu saya untuk menghubungi Ven.Peacemind, terlampir rekaman pertanyaan saya untuk beliau yang disampaikan oleh member tsb :
Quote
Peacemind : Wah... unfortunately, passwordnya saja saya sudah lupa...  Lagipula, banyak member di DC yang handal dalam Tipitaka dan ajaran sekte2 lain.. Mereka bisa membantu... 

Ya gak pa2 bhante, Mereka lagi stuck pd definis bhava. Apakah bhava = keberadaan/kehidupan (existence)? Jika ya maka antarabhava = kehidupan peralihan, ini jelas tdk didukung sutta krn bhava hanya ada 3: kamabhava, rupabhava dan arupabhava.

Peacemind : Yups,,,, dalam hal ini, bhava adalah existence / keberadaan / kehidupan.

Beda bhava dan jati apa bhante?

Peacemind : Sebenarnya dalam Karaniyametta sutta dan sutta-sutta lainnya, ada istilah sambhāvesi yang berarti makhluk-makhluk yang sedang mencari kehidupan. Secara kasar, ini seperti memiliki maksud makhluk2 yang belum terlahir tapi tengah mencari kehidupan di mana atau sebagai apa ia dilahirkan. Namun, komentar Tipitaka menyatakan bahwa mereka bukan makhluk antarabhava, melainkan misalnya jika mereka yang terlahir melalui kandungan, ketika berada dalam kandungan, ia dikatakan sambhāvesi dan ketika sudah dilahirkan artinya 'bhūta'.

Peacemind : Bhāva dan jāti, tentu berbeda meski saling terikat. Bhāva mengacu kepada keseluruhan kehidupan, sedangkan jāti hanya mengacu kepada kelahiran.

Baiklah, bhante, terima kasih.

Peacemind : Sebenarnya Pan*****i memberikan satu sutta yang dikutip seorang bhikkhu yang tampaknya mengacu kepada antarabhava, di mana sutta tersebut ada pernyataan, 'Ketika seseorang meletakkan tubuh ini dan belum  muncul ke tubuh yang lain". Namun menurut kitab komentar Tipitaka, pernyataan, "Ketika seseorang meletakkan tubuh ini|" artinya "Seseorang meletakkan cuticitta (pikiran terakhir sebelum terlahir lagi)", dan pertanyaan 'belum muncul ke tubuh lain" artinya, "bahwa pikiran cuticitta itu belum berlanjut ke patisandhicitta /pikiran pertama setelah dilahirkan".
I'm an ordinary human only

seniya

Quote from: Shasika on 28 July 2013, 02:13:41 PM
Maaf bro Ariyakumara, bisakah ini ditambahkan ?
Barusan saya mendapat bantuan dari salah seorang member yang bersedia membantu saya untuk menghubungi Ven.Peacemind, terlampir rekaman pertanyaan saya untuk beliau yang disampaikan oleh member tsb :

Itu termasuk pandangan pertama dari tradisi Theravada bahwa tidak ada antarabhava....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Shasika

Quote from: ariyakumara on 28 July 2013, 05:59:46 PM
Itu termasuk pandangan pertama dari tradisi Theravada bahwa tidak ada antarabhava....
kembali lagi stack. :(
I'm an ordinary human only

adi lim

Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Shasika

I'm an ordinary human only

Kelana

Maaf, karena ada urusan, saya ketinggalan banyak diskusinya. Jadi saya perlu waktu untuk review sebelum mulai kembali.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Kelana

Quote from: xenocross on 24 July 2013, 02:24:06 PM
tapi
di mahayana dipercaya bahwa bahkan sesudah tubuh dikremasi
bardo masih berlanjut. Bisa jadi belum lahir bahkan 2 minggu setelah kremasi.

Ini berarti tidak bisa dikatakan sebagai mati dalam Buddhisme meskipun jasad sudah dibakar atau rusak, meskipun pada akhirnya disusul oleh kematian batin. Kemungkinan proses kematian batin dan fisik tidak selalu bersamaan meskipun berselang beberapa menit. Untuk itu kita bisa memahami bahwa ada kebiasaan untuk menunda proses kremasi untuk memastikan bahwa matinya benar-benar mati secara fisik maupun batin.

Quotekalau pada saat kesadaran padam sama sekali ga ada pertemuan sel telur dan sperma, trus si gandhaba ngapain?
Jawabannya: tidak ada kemungkinan untuk tidak ada pertemuan sel telur dan sperma di alam semesta ini.

Mengapa kita berpikir bahwa ada kemungkinan tidak adanya pertemuan sel telur dan sperma?

gandhaba sendiri bukanlah makhluk tersendiri, tapi pikiran akhir dari orang yang sekarat ini. Karena setelah padam akan langsung dilahirkan , maka dianggap sebagai 'calon'
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Kelana

Quote from: ariyakumara on 27 July 2013, 02:40:53 PM
Jadi, sekarang kita sementara memiliki 3 kesimpulan:

1. Tidak ada antarabhava (pandangan Theravada)
2. Ada antarabhava, yaitu keadaan sebelum kematian dan belum terlahir kembali, jadi belum benar-benar mati secara Buddhis walaupun sudah dinyatakan mati secara Buddhis (pendapat sdr. Kelana)
3. Ada antarabhava, yaitu keadaan setelah kematian dan sebelum terlahir kembali (pandangan Abhidharma aliran non-Theravada seperti yang dijelaskan sdr. KK)

Yang saya katakan adalah: secara medis. Jadi Ada antarabhava, yaitu keadaan (kondisi pikiran) sebelum mati dan belum terlahir kembali, jadi belum benar-benar mati secara Buddhis walaupun sudah dinyatakan mati secara Buddhis.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Kelana

Quote from: Kainyn_Kutho on 27 July 2013, 01:51:30 PM
Contoh yang mudah bisa dilihat misalnya dari DN 14. Mahāpadānasutta atau MN 123. Acchariyaabbhutasutta, dijelaskan tentang momen bodhisatta telah meninggalkan tubuh (deva) Tusita dan masuk ke dalam rahim ibu.

[...] bodhisatto tusitā kāyā cavitvā sato sampajāno mātukucchiṃ okkami.
([...] bodhisatta setelah meninggalkan tubuh tusita, sadar penuh perhatian memasuki rahim ibu.)

Jadi jelas ada jeda antara 'setelah kematian dari deva Tusita' dan 'sebelum kelahiran dalam rahim'. Eksistensi (bhava) yang terletak di antara "setelah hancurnya khanda" dan "sebelum terbentuknya khanda" ini yang disebut antarabhava. Abhidharma menjelaskan antarabhava ini digerakkan hanya dengan kekuatan karma saja, mencari apa yang menjadi kelahirannya yang akan matang, dan memiliki 'gambaran' sesuai alam kelahiran yang dituju. Jadi jika seorang manusia mati dan akan terlahir dalam rahim anjing, maka bhava ini terlihat seperti anjing.

Untuk itu di awal saya menyampaikan apa yang dimaksud dengan mati dalam Buddhisme? apakah karena matinya/padamnya Kaya (tubuh) langsung bisa disebut dengan mati atau setelah kaya dan nama padam.

Dalam kisah bodhisatta tersebut tidak disebutkan batinnya padam, hanya disebutkan meninggalkan kaya, tubuh. Bagi saya ia belum mati tapi menjelang mati. Kemudian baru di lanjutkan batinnya sadar penuh perhatian memasuki rahim ibu, ini adalah proses mati sekaligus lahir. Saat inilah ia benar-benar mati sebagai deva di tusita dan lahir sebagai manusia. Jadi dalam kisah tidak ada jeda antara mati dan lahir.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

seniya

Quote from: Kelana on 25 August 2013, 11:11:00 AM
Quote from: ariyakumara on 27 July 2013, 02:40:53 PM
Jadi, sekarang kita sementara memiliki 3 kesimpulan:

1. Tidak ada antarabhava (pandangan Theravada)
2. Ada antarabhava, yaitu keadaan sebelum kematian dan belum terlahir kembali, jadi belum benar-benar mati secara Buddhis walaupun sudah dinyatakan mati secara Buddhis medis (pendapat sdr. Kelana)
3. Ada antarabhava, yaitu keadaan setelah kematian dan sebelum terlahir kembali (pandangan Abhidharma aliran non-Theravada seperti yang dijelaskan sdr. KK)

Yang saya katakan adalah: secara medis. Jadi Ada antarabhava, yaitu keadaan (kondisi pikiran) sebelum mati dan belum terlahir kembali, jadi belum benar-benar mati secara Buddhis walaupun sudah dinyatakan mati secara Buddhis medis.

Edited ;D
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

xenocross

Quote from: Kelana on 25 August 2013, 10:59:55 AM
Ini berarti tidak bisa dikatakan sebagai mati dalam Buddhisme meskipun jasad sudah dibakar atau rusak, meskipun pada akhirnya disusul oleh kematian batin. Kemungkinan proses kematian batin dan fisik tidak selalu bersamaan meskipun berselang beberapa menit. Untuk itu kita bisa memahami bahwa ada kebiasaan untuk menunda proses kremasi untuk memastikan bahwa matinya benar-benar mati secara fisik maupun batin.
Jawabannya: tidak ada kemungkinan untuk tidak ada pertemuan sel telur dan sperma di alam semesta ini.

Mengapa kita berpikir bahwa ada kemungkinan tidak adanya pertemuan sel telur dan sperma?

gandhaba sendiri bukanlah makhluk tersendiri, tapi pikiran akhir dari orang yang sekarat ini. Karena setelah padam akan langsung dilahirkan , maka dianggap sebagai 'calon'

jadi menurut pendapat anda, bahkan setelah 2 minggu sesudah kremasi, orang itu belum dikatakan mati secara batin?

Jadi anda menganggap antarabhava itu termasuk proses peleburan batin, yang bisa saja terjadi bahkan setelah kesadaran berpisah dari tubuh? Dan bisa berlangsung lumayan lama?
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

xenocross

#132
Quote from: Kelana on 25 August 2013, 11:23:03 AM
Untuk itu di awal saya menyampaikan apa yang dimaksud dengan mati dalam Buddhisme? apakah karena matinya/padamnya Kaya (tubuh) langsung bisa disebut dengan mati atau setelah kaya dan nama padam.

Dalam kisah bodhisatta tersebut tidak disebutkan batinnya padam, hanya disebutkan meninggalkan kaya, tubuh. Bagi saya ia belum mati tapi menjelang mati. Kemudian baru di lanjutkan batinnya sadar penuh perhatian memasuki rahim ibu, ini adalah proses mati sekaligus lahir. Saat inilah ia benar-benar mati sebagai deva di tusita dan lahir sebagai manusia. Jadi dalam kisah tidak ada jeda antara mati dan lahir.

tapi yang seperti ini kan normalnya disebut "jeda".
Sudah meninggalkan tubuh tapi belum masuk ke tubuh baru, jadi ada jeda waktu
dan jeda inilah yang kemudian disebut antarabhava

...... apakah perdebatan antarabhava atau tidak hanya karena perbedaan persepsi dan definisi?

definisi mati di mahayana sepertinya adalah "berpisahnya kesadaran dari tubuh jasmani secara permanen"
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

adi lim

#133
Quote from: xenocross on 25 August 2013, 04:05:52 PM
tapi yang seperti ini kan normalnya disebut "jeda".
Sudah meninggalkan tubuh tapi belum masuk ke tubuh baru, jadi ada jeda waktu
dan jeda inilah yang kemudian disebut antarabhava

persepsinya seperti ada sesuatu yang ringan atau roh yang melayang2, kemudian terbang kemana2 dan gentayangan mencari tubuh lain, sesudah ketemu tubuh baru, barulah masuk kedalam, begitukah maksudnya ?

Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

K.K.

Quote from: Kelana on 25 August 2013, 11:23:03 AM
Untuk itu di awal saya menyampaikan apa yang dimaksud dengan mati dalam Buddhisme? apakah karena matinya/padamnya Kaya (tubuh) langsung bisa disebut dengan mati atau setelah kaya dan nama padam.

Dalam kisah bodhisatta tersebut tidak disebutkan batinnya padam, hanya disebutkan meninggalkan kaya, tubuh. Bagi saya ia belum mati tapi menjelang mati. Kemudian baru di lanjutkan batinnya sadar penuh perhatian memasuki rahim ibu, ini adalah proses mati sekaligus lahir. Saat inilah ia benar-benar mati sebagai deva di tusita dan lahir sebagai manusia. Jadi dalam kisah tidak ada jeda antara mati dan lahir.
Setahu saya, yang disebutkan kematian adalah terurainya antara batin dan jasmani.

Dalam paham Theravada, kematian dan kelahiran kembali adalah langsung. Dianalogikan seperti matahari tenggelam di satu belahan bumi, saat yang sama juga terbit di belahan bumi lainnya, tidak ada jeda bagian tanpa cahaya matahari; atau seperti 2 ruangan yang terpisah satu pintu, saat keluar dari ruangan satu adalah saat yang sama masuk ke ruangan lainnya, tidak ada saat berada di antara 2 ruangan. 

Dalam 2 sutta tentang bodhisatta, kita lihat penjelasan momen itu, ada 2 kriteria: (1) 'setelah meninggalkan tubuh Tusita' dan (2) 'memasuki rahim'.

Batin tidak mungkin meninggalkan jasmani sebelum kematian (karena Buddhisme bukan menganut sistem roh yang keluar masuk tubuh, namun integrasi batin-jasmani yang saling bergantung), jadi ketika dikatakan 'telah meninggalkan tubuh' berarti adalah setelah kematian sebagai makhluk. Pada saat ini juga dikatakan ia belum masuk, masih dalam proses memasuki.

Dalam proses tanpa jeda, momen belum meninggalkan = belum memasuki, meninggalkan = memasuki, dan setelah meninggalkan = setelah memasuki.