oh begitu ya, tq atas masukannya.
Sama2.
saya pernah baca bahwa karma ikut berperan disini, jadi apakah karena matangnya karma si mahkluk makanya pertemuan sperma dan sel telur memungkinkan terjadi, atau sebaliknya pertemuan sperma dan sel telur mengkondisikan matangnya karma si makhluk?
Pertemuan sperma dan telur itu proses biologis, saya pikir tidak menyebabkan kematian makhluk lain. Secara teori, kamma berperan dalam "masuknya" kesadaran pada saat ada pertemuan sperma dengan telur.
-------
Tapi rentang waktunya kan jadi lebih panjang. Bukan saat ejakulasi yg cuma beberapa detik, melainkan bisa sampai dua hari tergantung cepat lambatnya perjalanan sperma ketemu ovum. Lumayanlah kalo mau nunggu ada makhluk yg mati dalam 2 hari buat melanjutkan hidup baru ke situ. Lagian gak harus lahir jadi manusia / binatang bersperma lagi kan?
Sama saja. Intinya pada saat sperma bertemu telur, pada saat itulah harus mati. Kalau terlalu cepat, sperma belum sampai, kalau telat juga tidak jadi.
Yang paling cepat dan selalu ada slot kosong available setiap saat yah jadi peta ataupun makhluk lainnya yg terlahir spontan. Nanti mereka mati dari sana baru lahir lagi sebagai manusia saat sudah ada sperma-ovum bertemu.
Jadi waktunya lebih fleksibel dan santai, ga usah buru2 mati karena lagi ada yg ejakulasi.
Sama saja. Dari peta jadi manusia/hewan, tetap harus pas saat pembuahan = saat kematian dari makhluk 'asal' tersebut (apakah manusia, peta, binatang, dsb).
Yang jadi perbedaan adalah kalau dalam prinsip 'ada jeda', maka bisa ada 'antrian' yang siap masuk ketika ada pembuahan, sedangkan kalau 'tanpa jeda', saat pembuahan harus persis dengan saat kematian.
Fakta ini memang tidak kontradiktif, hanya saya lihat menarik saja kalau dipikir, secara statistik sangat kecil kemungkinannya.
Visuddhi Magga digolongkan di luar Tipitaka, jadi tetap tidak ada dasar literatur buddha 'aseli' yg mampu menjelaskan persoalan ini. Sementara agama lain misalnya kr1sten & 1slam dapat menjawab sesuai kitab suci mereka, misalnya dalam kontroversi masalah aborsi.
Jawaban definitif dogmatis walaupun bisa dijawab dengan lantang, tidak artinya kalau tidak benar.
Wah ternyata Abhidharma-nya Mahayana sudah bisa dipastikan keliru secara sains
Syukurlah, untung bukan Abhidhamma-nya Theravada
Bahkan sutta sahih seperti Mahaparinibbana Sutta pun tak luput dari kekeliruan secara sains :
Iya, karena abhidhamma Theravada tidak ada isi yang bisa diproses, hanya kumpulan data untuk disusun sendiri. Jadi kalau Abhidharma ibaratnya kue yang bisa dicicipi enak atau tidak, Abhidhamma Theravada seperti tepung yang tidak bisa dimakan. "Kue" dari Abhidhamma Theravada contohnya yah visuddhimagga itu, dengan diameter bulan dan matahari yang mencengangkan.
Dan benar, sutta ataupun vinaya dinyatakan otoritas secara historis, namun bukan berarti isinya pasti benar, di samping diakui juga bisa ada kekeliruan preservasinya selama ribuan tahun sampai sekarang. Maka sebagai buddhis yang belajar, sudah sepantasnya kita meneliti, selain isi dan maknanya, juga latar belakang sejarahnya.