Menguji Kemampuan Analitis

Started by K.K., 21 October 2011, 10:41:51 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dilbert

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 11:10:47 AM
Yang saya fokus baru 'kesempatan'-nya dulu. Soal pikiran yang memicunya atau perasaan yang menyertainya, sebetulnya masih belum dibahas.

Tapi tampaknya kita bisa setuju bahwa dalam pemalakan, ada kesempatan untuk memutuskan memberi atau tidak, sedangkan dalam jambret, rampok, perkosa, tidak ada keputusan tersebut karena si pelaku langsung melakukannya terhadap kita. Pilihan yang ada hanyalah: menerima (membiarkan, merelakan, dsb) atau menolak (melawan, merebut kembali, mengejar, dsb).
---

Sekarang ke pikiran & perasaannya. Kalau kita bahas secara umum, mungkin saja kebanyakan yang terjadi adalah kebencian (penolakan) terhadap si pemalak, dan pemberiannya juga adalah terpaksa. Tapi saya punya 3 kasus, semuanya adalah pengalaman pribadi.

1. Sewaktu saya masih kecil, di satu Plaza, pernah dipalak. Setelah intimidasi bertele-tele, akhirnya saya dengan terpaksa memberi Rp. 5000,- (saat itu lumayan juga nilainya).

2. Suatu kali saya sedang mengurus birokrasi kampus dan sangat buruk mood-nya, ketika pulang ada yang menghampiri dan meminta uang untuk minum. Dengan muka masam tapi berusaha untuk tetap sopan, saya katakan, 'maaf, tidak ada.' Dalam pikiran saya, kalau dia maksa, saya akan lawan. Tapi ternyata dia hanya senyum kecil, 'oh, ya sudah.' Entahlah dia punya "mata-dewa" dan melihat dompet saya betulan kosong atau apa. ;D

3. Yang ini seru. Saya pulang kuliah bersama seorang teman, lalu ada orang mabuk nekad menodong kami dengan kapak. (Yah, orang mabuk memang tidak berpikir panjang, maka jangan lupa sila 5.) Lalu teman saya ini memegang tangannya, mendorongnya ke tembok. Posisinya seperti kodok laboratorium sudah ditancap di papan fiksasi, mau 'dibongkar' pun sudah gampang sekali, tapi kemudian saya malah kasihan karena dia ketakutan (mungkin karena tidak berdaya). Lalu saya keluarkan dompet, saya bilang, "nih, uang saya hanya segini," dan saya berikan uang di dompet yang tinggal Rp. 1000,- itu ke dia, dan dia ambil lalu lari. 


Kejadiannya sama, pemalakan. Yang nomor 2 ini hanya contoh bagi orang2 "cerdas" yang tidak memahami bahwa dalam pemalakan itu belum tentu terjadi 'transaksi', berbeda kalau jambret/rampok/perkosa, pasti sudah ada 'transaksinya'.

Kejadian nomor 3 ini memberikan contoh bahwa dalam pemalakan, kadang posisi korban lebih kuat dan bisa untuk menolak. Tapi di sini pun dengan pertimbangan tertentu, bisa jadi diberikan. Menurut saya, ada pikiran-pikiran mendasari perbuatan ini yang membuat pemberian itu BISA disebut berdana juga. Oleh karena itu, selain perbuatannya, kondisi pikiran mempengaruhi apakah suatu pemberian bisa disebut berdana. (Otomatis sebaliknya, pemberian dengan kondisi pikiran tertentu, bisa juga menyebabkan satu pemberian tidak bisa dibilang berdana.)

Bagaimana menurut Bro Indra?

singkat saja, karena saya tidak mahir dalam menulis panjang.

dalam berdana ada yg disebut berdana dengan tulus, kenapa demikian? karena ada orang berdana dengan tidak tulus, tetapi, apakah tulus atau tidak tulus tetap dikatakan berdana.

dalam hal memberi uang karena dipalak, saya melihat ini tidak sangat berbeda bahkan cenderung serupa dengan seseorang yg berdana jubah pada hari kathina dengan motivasi gengsi, reputasi, dll

hendrako

Para petinju jauh lebih suka memberi daripada menerima......
Apakah memberi bogem juga termasuk berdana?
Melihat memberinya begitu niat, keknya tulus banget dah.



yaa... gitu deh

dilbert

Quote from: hendrako on 22 October 2011, 11:51:19 AM
Para petinju jauh lebih suka memberi daripada menerima......
Apakah memberi bogem juga termasuk berdana?
Melihat memberinya begitu niat, keknya tulus banget dah.



kalau dalam bertinju... memberi seharusnya = memberi kesempatan di pukul... wkwkwkwkwk
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 22 October 2011, 11:28:50 AM
Karena ber-dana itu = memberi (one way)...
Apakah semua pemberian searah ini bisa dibilang dana?

Misalnya karena saya sebel sekali sama seseorang, lalu saya berikan makanan gratis beracun, tanpa menuntut timbal-balik, apakah bisa dibilang berdana?

tesla

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 08:48:42 AM
Pertanyaannya adalah meminta penjelasan menurut rekan2 di sini, apakah benar keadaan bathin seseorang, berkenaan dengan hal memberi, pada saat dipalak dan dirampok/jambret/perkosa adalah sama? Di mana samanya, dan di mana bedanya?
(Jadi ini jenis essay, bukan mengisi atau pilihan ganda. ;D )


rampok, palak - biasanya korbannya sadar saat dieksekusi.
jambret - biasanya setelah dieksekusi baru sadar
perkosa - bisa kedua2nya

Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

K.K.

Quote from: Indra on 22 October 2011, 11:38:15 AM
singkat saja, karena saya tidak mahir dalam menulis panjang.

dalam berdana ada yg disebut berdana dengan tulus, kenapa demikian? karena ada orang berdana dengan tidak tulus, tetapi, apakah tulus atau tidak tulus tetap dikatakan berdana.

dalam hal memberi uang karena dipalak, saya melihat ini tidak sangat berbeda bahkan cenderung serupa dengan seseorang yg berdana jubah pada hari kathina dengan motivasi gengsi, reputasi, dll
OK, berarti tulus ga tulus, tetap dikatakan dana, hanya beda kualitas aja.

Dalam hal memberi karena dipalak, dari contoh kasus saya tadi, apakah sama saja antara nomor 1 dan nomor 3?


Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 01:49:09 PM
Apakah semua pemberian searah ini bisa dibilang dana?

Misalnya karena saya sebel sekali sama seseorang, lalu saya berikan makanan gratis beracun, tanpa menuntut timbal-balik, apakah bisa dibilang berdana?


kata "dana" sendiri secara literal berarti "memberi"

Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 01:52:28 PM
OK, berarti tulus ga tulus, tetap dikatakan dana, hanya beda kualitas aja.

Dalam hal memberi karena dipalak, dari contoh kasus saya tadi, apakah sama saja antara nomor 1 dan nomor 3?



saya ulangi lagi post saya di atas, "dana" secara literal bermakna "memberi", jadi tidak tergantung situasi, kondisi, tapi hanya pada aktivitas memberi itu saja. tapi akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang dana sebagai kedermawanan.

K.K.

Quote from: hendrako on 22 October 2011, 11:51:19 AM
Para petinju jauh lebih suka memberi daripada menerima......
Apakah memberi bogem juga termasuk berdana?
Melihat memberinya begitu niat, keknya tulus banget dah.




:))
Seperti bro dilbert bilang, kalo memang 'berdana', seharusnya berdana 'angka' alias 'memberi muka dipukul', baru benar.

Tapi ini juga menyangkut sisi yang mau saya bahas. Berdana bukanlah sekadar subjek memberikan sesuatu pada objek, yang penting merk-nya "MEMBERI". Untuk dikatakan 'dana', ada kriteria dari si subjek, objeknya, dan juga penerimanya.

K.K.

Quote from: Indra on 22 October 2011, 01:55:13 PM
saya ulangi lagi post saya di atas, "dana" secara literal bermakna "memberi", jadi tidak tergantung situasi, kondisi, tapi hanya pada aktivitas memberi itu saja. tapi akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang dana sebagai kedermawanan.
OK, secara literal berarti 'memberi'.
Kalau gitu diperinci lagi. Bagaimanakah sebuah pemberian bisa dikatakan bermanfaat dan menghasilkan akibat (buah kamma) baik?

Indra

#86
Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 02:01:11 PM
OK, secara literal berarti 'memberi'.
Kalau gitu diperinci lagi. Bagaimanakah sebuah pemberian bisa dikatakan bermanfaat dan menghasilkan akibat (buah kamma) baik?


nah untuk ini harus dipertimbangkan dari segi pemberi, penerima, objek yg didanakan, waktu, dsb.

saya merekomendasikan untuk membaca MN 142 Dakkhinavibhanga Sutta, terutama pada paragraf berikut ini
Quote
5. "Terdapat empat belas jenis persembahan pribadi, Ānanda.  Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna; ini adalah persembahan pribadi jenis pertama. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Paccekabuddha; ini adalah persembahan pribadi jenis ke dua. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Arahant siswa Sang Tathāgata; ini adalah persembahan pribadi jenis ke tiga. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Kearahatan; ini adalah persembahan pribadi jenis ke empat. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang-tidak-kembali; ini adalah persembahan pribadi jenis lima. [255] Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-tidak-kembali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke enam. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang-kembali-sekali; ini adalah persembahan pribadi jenis tujuh. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-kembali-sekali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke delapan. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang pemasuk-arus; ini adalah persembahan pribadi jenis sembilan. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasuki-arus;  ini adalah persembahan pribadi jenis ke sepuluh. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seseorang di luar [Pengajaran] yang bebas dari nafsu akan kenikmatan indria;  ini adalah persembahan pribadi jenis ke sebelas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis ke dua belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis ke tiga belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada binatang: ini adalah persembahan pribadi jenis ke empat belas.

6. "Di sini, Ānanda, dengan memberikan suatu pemberian kepada seekor binatang, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus kali lipat.  Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seseorang di luar [Pengajaran] yang bebas dari nafsu akan kenikmatan indria, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali seratus ribu kali lipat.

"Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasuki-arus, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan yang tidak terhitung, tidak terukur. Apakah lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang pemasuk-arus? Apakah lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-kembali-sekali ... kepada yang-kembali-sekali ... kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-tidak-kembali ... kepada seorang yang-tidak-kembali ... kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Kearahatan ... kepada seorang Arahant ... kepada seorang Paccekabuddha? Apakah lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna?

7. "Terdapat tujuh jenis persembahan yang diberikan kepada Sangha, Ānanda. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada kedua kelompok Sangha [baik bhikkhu maupun bhikkhunī] yang dipimpin oleh Sang Buddha; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis pertama.  Seseorang memberikan suatu pemberian kepada kedua kelompok Sangha [baik bhikkhu maupun bhikkhunī] setelah Sang Tathāgata mencapai Nibbāna akhir; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke dua. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada Sangha para bhikkhu; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke tiga. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada Sangha para bhikkhunī; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke empat. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: 'Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhu dan bhikkhunī dari Sangha; [256] ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke lima. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: 'Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhu dari Sangha; [256] ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke enam. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: 'Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhunī dari Sangha; [256] ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke tujuh.

8. "Di masa depan, Ānanda, akan ada anggota-anggota kelompok yang, 'berleher-kuning,' tidak bermoral, dan berkarakter jahat.   Orang-orang akan memberikan pemberian kepada orang-orang tidak bermoral itu demi Sangha. Bahkan meskipun begitu, Aku katakan, suatu persembahan yang diberikan kepada Sangha adalah tidak terhitung, tidak terukur.  Dan Aku katakan bahwa tidak mungkin suatu persembahan yang diberikan kepada seorang individu akan lebih berbuah daripada persembahan yang diberikan kepada Sangha.

9. "Terdapat, Ānanda, empat jenis pemurnian persembahan. Apakah empat ini? Ada persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.  Ada persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi. Ada persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima. Ada persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima.

10. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.

11. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi? Di sini si pemberi adalah tidak bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi.

12. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah tidak bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima.

13. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. [257] Demikianlah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima. Ini adalah empat jenis pemurnian persembahan."


dan

Quote

[Sang Buddha berkata kepada Anāthapiṇḍika:] "Di masa lampau, perumah tangga, ada seorang brahmana bernama Velāma. Ia memberikan persembahan besar sebagai berikut: delapan puluh empat ribu mangkuk emas penuh dengan perak; delapan puluh empat ribu mangkuk perak penuh dengan emas; delapan puluh empat ribu mangkuk perunggu penuh dengan emas dan perak; delapan puluh empat ribu gajah, sapi susu, pelayan, dan alas duduk, jutaan kain halus, dan makanan, minuman, salep, dan alas tidur dalam jumlah yang sangat banyak.

"Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu orang yang memiliki pandangan benar.  Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan walaupun seseorang mampu memberi makan kepada seratus orang yang memiliki pandangan benar, adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu orang yang-kembali-sekali. Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan walaupun seseorang mampu memberi makan kepada seratus orang yang-kembali-sekali adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu orang yang-tidak-kembali. Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan walaupun seseorang mampu memberi makan kepada seratus orang yang-tidak-kembali adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu orang Arahant. Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan walaupun seseorang mampu memberi makan kepada seratus orang Arahant adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu orang paccekabuddha.  Sebanyak persembahan yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan walaupun seseorang mampu memberi makan kepada seratus orang paccekabudha adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan satu Buddha yang tercerahkan sempurna ... adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang memberi makan Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang bdudha dan membangun vihara untuk Saṅgha dari empat penjuru ... adalah bahkan lebih berbuah jika, dengan pikiran penuh keyakinan, seseorang berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan menjalankan lima aturan: menghindari perbuatan menghancurkan kehidupan, menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari kebohongan, dan menghindari minuman memabukkan. Sebanyak apa pun semua ini, adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang mengembangkan pikiran cinta-kasih bahkan selama waktu yang diperlukan untuk menarik ambing susu sapi. Dan  sebanyak apa pun semua ini, adalah bahkan lebih berbuah jika seseorang mengembangkan persepsi ketidak-kekalan bahkan selama waktu yang diperlukan untuk menjentikkan jari."

(AN 9:20, diringkas; IV 393-96)

K.K.

Quote from: tesla on 22 October 2011, 01:52:02 PM
rampok, palak - biasanya korbannya sadar saat dieksekusi.
jambret - biasanya setelah dieksekusi baru sadar
perkosa - bisa kedua2nya
Kalau ditinjau dari 'kesadaran', ini menjadi sangat subjektif pada si korban. Misalnya ada juga korban yang sangat hati-hati, jadi ketika akan dijambret pun dia sudah sadar.

Keberhasilan eksekusinya juga berbeda, misalnya karena si korban kuat, malah jambretnya yang KO. (Lihat video clip di reply 17)

Yang saya fokus di sini adalah keadaan di mana dalam palak/todong, si korban diberikan pilihan, sementara pada saat jambret/rampok/perkosa, pelaku melakukannya secara sepihak.

K.K.

 [at]  Indra

OK, kalau dari MN 142 dan AN 9 itu, hanya dihitung porsi hasilnya menurut si penerima.
Secara singkat, dengan asumsi pemberi memberikan dana dengan benar, maka buahnya lebih besar jika si penerima adalah ...

Untuk ini, saya pikir sudah cukup jelas dari segi penerima dana. Di FB juga sudah dibahas. Nah, bagaimanakah dari segi pemberi dan objek yang didanakan itu sendiri?


Indra

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2011, 02:17:11 PM
[at]  Indra

OK, kalau dari MN 142 dan AN 9 itu, hanya dihitung porsi hasilnya menurut si penerima.
Secara singkat, dengan asumsi pemberi memberikan dana dengan benar, maka buahnya lebih besar jika si penerima adalah ...

Untuk ini, saya pikir sudah cukup jelas dari segi penerima dana. Di FB juga sudah dibahas. Nah, bagaimanakah dari segi pemberi dan objek yang didanakan itu sendiri?



menurut saya, sutta-sutta di atas juga berlaku sama baik ditinjau dari sudut penerima maupun pemberi.
pemberian yang dilakukan oleh seorang yg bermoral baik tentu akan berbuah jauh lebih baik daripada pemberian dari seorang yg tidak bermoral.


10. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.

13. "Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. [257] Demikianlah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima. Ini adalah empat jenis pemurnian persembahan."