Nah, berarti karena Sang Buddha mampu mampu melihat, memahami, dan menemukan jalan menuju kekosongan itu kan ? Bukan karena ada "wasiat" dari kekosongan
"wasiat" itu bahasa Budhis bukan?
Anda telah menggunakan bahasa "agama orang lain". berarti saya juga boleh donk?
jadi, soal "wasiat" itu adalah soal bagaimana menafsirkannya.
misalnya begini, ada orang bijaksana berkata kepada umat "Janganlah kalian menebani hutan secara sembarangan, karena itu akan membuat gunung murka kepadamu!"
orang bijksana ini telah mempersonifikasi "Gunung" seakan-akan gunung itu berakarakter seperti manusia yang bisa marah-marah. tentu saja, yang dimaksud dengan "gunung marah" itu adalah banjir dan erosi, bila umat menebangi pohon sembarangan di hutan.
kendatipun itu adalah "kosong", tapi yang Maha Kosong itu telah menjelaskan segala kepada sang Buddha, dari dari kekosongan itulah muncul segala ilmu yang diajarkan sang Buddha kepada umat. dan kekosongn itulah yang menjadi segala sebab dan tujuan seluruh makhluk.
dengan cara yang sama, para nabi telah melihat kekosongan itu. Sebagaimana alam semesta telah dapat memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada umat manusia tentang segala ilmu, kendatipun alam semesta tidak berbicara dengan "kata-kata", tapi manusialah yang menafsirkannya, seperti itu pulalah para nabi telah melihat kekosongan. kendatipun kekosongan itu tidak berbicara, tetapi tidak ada yang dapat memahami tentang apa yang dimaksud oleh kekosongan itu, kecuali nabi itu sendiri. Adapun malaikat, hanyalah pekerja yang mengkonversi bahasa alam ke dalam bahasa manusia.