HAM di tibet, waktu dipemerintahi Dalai

Started by Nagaratana, 10 February 2010, 11:29:58 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bond

#30
Quote from: The Ronald on 12 February 2010, 08:29:25 PM
Quote from: bond on 12 February 2010, 07:39:50 PM
Quote from: The Ronald on 12 February 2010, 07:33:01 PM
well.. selama ini china tidak pernah merasa menginvasi tibet ( dari kaca mata mereka tibet, adalah provinsi pembangkang)
soalnya dalam sejarahnya mereka sudah termasuk dalam pemeritahan dinasty2 china
hingga 1910, mereka memberontak dari dinasty qing (dinasty terakhir di china, di bawah bangsa manchuria)
terus menyatakan merdeka.. setelah dinasty qing jatuh
setelah itu china masih sibuk dgn penjajahan jepang, terus perang saudara, sampai akhirnya komunis memantapkan posisinya, baru urusan tibet di selesaikan

Betul China tidak merasa menginvasi tapi menyerang terlebih dahulu kan..
Kalau kata Kudeta artinya Tibet menyerang China. Nyatanya apakah Dalai Lama menyerang china. Manchuria sih wajar di berontak pada saat terakhir karena korupnya ngak karuan. Maka ada muncul namanya forbidden city. Jadi wajarlah berontak tetapi  tidak ada hubungannya dengan Dalai Lama seperti artikel hoax tadi.
Menyatakan merdeka semua belahan bumi berhak dan pasti ada konflik. Tapi apakah itu kudeta atau memerdekakan diri?

Makanya kata kudeta itu mengada-ada. Masalah sejarah kemerdekaan dan lain2 tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Ini harus dipisahkan. Kecuali perang atas nama agama.
Kenyataanya Tibet memerdekakan diri tidak menggunakan bendera agama. Ada raja dan pemerintahannya.

Yang lucu kenapa China nyeruduk masuk, kenapa ngak negosiasi dulu sama tibet ?nyeruduk dengan otoriter pula he..he
btw.. aku ga ngomong ttg kudeta, yg aku tau memang sempat perang antara pasukan dalai lama ke 13 dan pasukan qing
sebelum tibet sempat perang lawan inggris

aku juga ga bilang klo post di atas itu hoax ato asli...

yg aku mo klarifikasi hanyalah sebatas masalah invasi...

masalah tampa negosasi, dan serangan mendadak..
itu masalah taktik perang
kurasa tibet sudah tau bahwa china tidak mengiginkan tibet merdeka
dan dalam perang sebenarnya, diplomasi hanya dilakukan jika ke 2 pihak akan mengalami kerugian yg sama besar (baik dalam maupun luar negri)
jujur saja, taktik demikian, mencegah provinsi2 lain mencoba untuk merdeka
bayangkan negara sebesar china sibuk untuk negosiasi agar tibet ga merdeka? jelas menunjukan ketidakmapuan militer

Ok lah perang. penyebabnya karena memerdekakan, lalu china tidak terima. Lalu diseranglah Tibet terus perang deh  ^-^ Intinya bertahan.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Jerry

[spoiler]
Quote from: truth lover on 11 February 2010, 05:17:10 PM
QuotePerempuan kecil ini kelaparan sampai mati. Para pemilik budak punya makanan yang cukup dan mereka dengan sengaja membiarkan budak perempuan yang masih kecil ini kelaparan hingga mati, karena mereka mau memakai jantung, hati dan organ lainnya sebagai pengorbanan. Selain itu, tengkoraknya akan dibuat sebagai cawan untuk minuman.

Sekarang sudah mudeng, pantas di dalam naskah-naskah suci tibet, salah satu bentuk inisiasi melibatkan upacara minum darah dengan mangkuk yang dibuat dari tengkorak manusia (skull cup) upacara minum darah ini mengingatkan kita pada upacara ritual tetangga yang dengar-dengar katanya adik sepupu :)




yaitu meminum anggur yang merupakan  simbol darah nabi mereka (Mr. J).

Cara orang tibet untuk mendapatkan tengkorak tidak kalah mengerikan dengan tengkoraknya sendiri, dikatakan demikian:

Skull Cups in Tibetan Ritual
Ritual skull cups are traditionally formed from a human skull that has been cut into shape, lined with a metal rim and ornamented. Many skull cups are simply made out of a precious metal in the form of a cranium. They are usually elaborately decorated with artistic designs and Buddhist symbols like lotuses and vajras. Many are fitted with ornamented lids and have feet or a separate base in the form of human skulls.

As the libation vessel of a Vajrayana Buddhist, the skull cup can be seen as a parallel of the clay pot (kumbha in Sanskrit) of the Vedic sacrifice, the alms bowl of the Buddha, and the sacred water vase (kalasha in Sanskrit) of the bodhisattvas. In addition, as a receptacle for sacrificial offerings presented to wrathful deities, the skull cup parallels the tray of auspicious substances like jewels, flowers, or fruit presented to peaceful deities. In its most benign symbolism, as the begging bowl or food vessel of an ascetic, the skull cup serves as a constant reminder of death and impermanence.

When used for esoteric rituals, the history of the cranium's original owner has an important bearing on its ritual potency. The skull of a murder or execution victim is believed to possess the greatest tantric power; the skull of one who has died from a violent or accidental death, or from a virulent illness, possesses a medium magical power; the skull of a person who died peacefully in old age has virtually no occult power. Having great potency are the skulls of children who died during the onset of puberty or were born from the forbidden union of castes, out of wedlock, from sexual misdemeanor, or particularly from incest. The vital force or potential of the skull's previous owner is embodied within the bone as a spirit, rendering it as an effective power object for the performance of rituals.

In the ritual, lamas and other advanced practitioners drink consecrated alcoholic beverages or sometimes even blood from the skull cup, symbolizing the wrathful deity drinking the blood of his or her victim.


Jika digunakan sebagai ritual rahasia (esoteric), sejarah tengkorak kepala memiliki prabawa pada potensi ritualnya. Tengkorak pembunuh atau korban eksekusi dipercayai memiliki kekuatan tantrik yang hebat; tengkorak kepala orang yang mati karena kekerasan atau kematian kecelakaan atau penyakit infeksi atau keracunan memiliki kekuatan  magis menengah; tengkorak orang yang mati dengan damai hampir tak memiliki kekuatan magis samasekali. Yang memiliki potensi luar biasa adalah tengkorak anak-anak yang meninggal waktu masih pubertas, atau yang terlahir dari perkawinan kasta yang dilarang, diluar ikatan perkawinan, pelanggaran seksual, atau dari inses (perkawinan sedarah). kekuatan vital atau potensi pemilik sebelumnya terkandung di dalam tulang sebagai mahluk halus, sehingga menyebabkan tengkorak itu menjadi objek dengan kekuatan efektif untuk melakukan upacara ritual.

Pada ritual, Lama dan praktisi yang sudah maju meminum minuman alkohol suci atau bahkan meminum darah dari mangkuk kepala, yang merupakan simbol dewa angkara murka yang meminum darah dari korbannya
.

http://www.tibetanshop.com/


[/spoiler]

Lagi baca The Lost Symbol nih tentang persaudaraan Freemasonry, ada sedikit banyak kemiripan terutama dalam hal yang ditulis Truth Lover tentang penggunaan tengkorak manusia dan tujuannya, yaitu mengingatkan kektidakkekalan. Mungkin karena Tibetan yg dimaksud dalam tulisan di atas adalah aliran esoteriknya, dan persaudaraan Mason juga demikian.
appamadena sampadetha

bond

http://.net/internasional/35-internasional/1609-penulis-tibet-mempertanyakan-sejarah-tibet-menurut-versi-beijing-

28 Maret adalah hari yang dirayakan rezim komunis sebagai "Hari Peringatan Kebebasan Jutaan Budak di Tibet."  Beijing mendapat kecaman keras dari Dalai Lama dan "Tibet kuno." Penulis Tibet Ms. Tsering Woeser berkomentar bahwa laporan media ini dan artikel-artikelnya hanyalah propaganda yang ditujukan kepada pembela Tibet.

"Tibet Kuno sama sekali bukan merupakan 'Neraka Dunia' seperti apa yang diuraikan Beijing," kata Woeser, "Sebaliknya, setiap orang Tibet termasuk para bangsawan dan pejabat tingginya percaya kepada Buddha. Itu tidak bisa dibiarkan, sungguh mengerikan Beijing sepertinya terlalu melebih-lebihkan."

Pejabat Komunis Tiongkok melukiskan sejarah Tibet di masa lalu sebagai tempat perbudakan feodal yang kejam. Pada pameran tentang Tibet dimasa lampau yang diselenggarakan di Beijing, sebuah peragaan peralatan penyiksaan yang digunakan di Tibet seperti  sangkar, borgol-borgol, tiang gantungan leher, batu-batuan, dan pisau yang digunakan untuk mencongkel keluar bola mata.

Menurut Woeser, ada dua penjara sangat kecil di Lhasa, "Itu hanya cukup untuk sekitar 20 narapidana. Manajemen penjara sangat leluasa. Para narapidana bisa keluar masuk dan meminta makanan. Selama Tahun Baru Tibet, para narapidana diizinkan pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarga mereka dan setelah itu kembali lagi."

Woeser berkata bahwa alat-alat penyiksaan paling brutal datang dari para utusan dalam negeri kerajaan pada jaman Dinasti Qing ( 1644 –1912) yang mereka bawa ke Tibet.
Bukan suatu protes dalam kurun waktu "para budak tinggal dalam neraka"

"Dalam sejarah Tibet, tidak seperti daratan Tiongkok, tidak pernah terjadi kelaparan secara besar-besaran, orang-orang meninggal karena kelaparan atau adanya pemberontakan yang dilakukan para petani. Bagaimanapun juga, jika kita memperhatikan sejarah Cina, ada banyak pemberontakan yang kita semua mengetahuinya. Di Dalam sejarah Tibet, tidak pernah ada protes karena penindasan."

Woeser bertanya,  apabila Tibet dimasa lampau sebagai "Neraka Dunia" dan Tibet yang sudah direformasi oleh komunis China adalah Surga Dunia, mengapa sejak 50 tahun lalu di bawah pengaturan Beijing, protes-protes dan kekacauan-kekacauan tidak pernah berhenti? "Tahun lalu banyaknya protes mencapai catatan tertinggi dan mereka semua dari segala lapisan yang ada di Tibet, bahkan kaum intelektual dan para siswa ikut berdiri."

"Pertama-tama ada beberapa ratus orang dari Universitas Barat laut untuk kebangsaan di Lanzhou, lalu Universitas Minzu Tiongkok di Beijing, dan ada pula mereka yang dari Qinghai dan Chengdu. Tidak hanya universitas, adapula protes-protes dari sekolah dasar dan menengah. Mereka memulai protes dengan duduk-duduk; Saya pikir hari ini adalah 16 Maret tahun lalu. Mereka memegang spanduk dengan slogan-slogan sambil berkata: 'Kami menghendaki Hak Azasi Manusia,' 'Kami menghendaki Kemerdekaan, 'Hentikan Pembunuhan terhadap orang-orang Tibet'" Woeser menekankan bahwa para pemrotes ini kebanyakan keturunan dari yang disebut sebagai budak-budak dari masa lampau.

Ketika dia berbicara tentang alasan mengapa orang-orang Tibet melakukan protes, Woeser menyebutkan bahwa baru-baru ini seorang biarawan dari biara Ragya melompat ke dalam Sungai Kuning dan bunuh diri selama polisi menginterograsinya. Woeser mewawancarai Lama senior dari biara yang sama pada tahun 2007. Menurut Lama, biara itu dihuni oleh lebih dari 2,500 biarawan. Selama revolusi melawan Beijing pada tahun 1958, banyak di antara mereka diusir dengan kekerasan dari kuil, sebagian orang ditangkap dan 800 dari mereka dikirim ke penambangan garam di Tsaidam Basin sebagai budak kerja paksa. Hanya 100 dari mereka yang kembali. Adik laki-laki Lama tersebut juga melompat ke dalam Sungai Kuning melakukan aksi bunuh diri selama 'perjuangan' pada saat revolusi besar kebudayaan.
Tumbuh Dewasa ddidalam Kepalsuan

Woeser juga menjelaskan bahwa dia mempertahankan Tibet kuno bukan karena latar belakangnya. Dia bukan seorang keturunan dari hirarki yang memiliki hampir semua lahan di Tibet Kuno. Bagaimanapun juga, dia mempunyai latar belakang keluarga politisi tangguh. Kedua orang tuanya adalah anggota Partai Komunis Tiongkok ayahnya adalah seorang deputi pimpinan pada sub area militer di Lhasa dan ibunya telah mengundurkan diri dari Politik dan Komite Legislatif di daerah otonomi Tibet.

Woeser tumbuh dewasa dengan menyaksikan film tentang "kehidupan tragis para budak" di Tibet. "Dengan pendidikan seperti itu, Saya percaya kepada pemerintah komunis China dalam jangka waktu yang lama. Ketika saya tumbuh lebih dewasa dan telah dapat berpikir dengan bebas, saya mulai bertanya-tanya dan mencari jawabannya. Saya menyadari selama ini saya telah ditipu."(/suas)

Catatan: Ms. Woeser menggunakan istilah 'Tibet kuno' sebelum periode pengambilalihan oleh Partai Komunis Cina pada tahun 1950
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

bond

#33
Mengenai tulisan diatas.

Ini mirip kejadian dengan Falungong. Diluar pro dan kontra tetapi saya ingin menunjukan kerasnya dan kejamnya pemerintah komunis jaman dahulu dan sekarang mungkin mendingan.

Ini pegalaman saya pribadi. Jadi waktu itu ada pameran falungong yg mendiskreditkan china. Dengan mengatakan mereka disiksa. Saya protes di pameran itu bahwa Falungong melakukan propaganda dan menghasut pengikut falungong yg lintas negara.

Lalu suatu saat teman istri orang china. Dan pas ketemu saya. Dan saya iseng tanya "kamu tau Falungong"?

Langsung mimik mukanya berubah, saya tanya kenapa? dia bilang kalau di negara saya, ada kata falungong atau membicarakannya akan hilang atau langsung ditembak. Wew sadis sekali. Di situ saya sadar mungkin yg dialami falungong ada benarnya sekalipun tidak seluruhnya.

Bahkan saat revolusi komunis menang agama2 di China di press habis2an semuanya harus sesuai kemauan pemerintah termasuk doktrin2 agamanya..
Bahkan seorang uskup yg harus diangkat vatikan tidak diijinkan hanya boleh diangkat oleh pemerintah.

Silakan kita pikir bagaimana propaganda tentang tibet adalah hoax. Hubungannya dengan perilaku kejam yg terbukti melalui sejarah dan propaganda dalam rentang kekejaman komunis.

China ada masa kelam dan masa jaya. Nah jangan jadikan masa kelam sebagai kejayaan atas penindasan HAM. Termasuk negara2 yg melakukan penindasan tidak patut dipuji.

Lihat saja bagaimana ribuan mahasiswa digilas dengan tank, jaman Deng Xiao Ping. Masih mending ditangkap doang. Ini langsung digilas coy...
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

ryu

Kalau upacara memberikan bangkai ke ikan atau ke burung itu masuk aliran apa ya?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

truth lover

Straight to the point saja,

Benar atau tidak di Tibet pernah terjadi perbudakan?

Benar atau tidak di tantra ada ritual meminum minuman keras atau darah dari tengkorak manusia?

Benar atau tidak ada upacara memberikan persembahan organ tubuh manusia kepada dewa/Bodhisatva/Buddha pada tantrayana?

The truth, and nothing but the truth...

Riky_dave

Quote from: ryu on 12 February 2010, 09:57:37 PM
Kalau upacara memberikan bangkai ke ikan atau ke burung itu masuk aliran apa ya?

bukannya aliran Buddhisme?dikatakan ada cara menghargai jasmani ini?tibetan bukan itu?yang nanti bangkai nya dipotong2 dan dikasih ke hewan makan,dan seterusnya..?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Tekkss Katsuo

^
Benar atau tidak di Tibet pernah terjadi perbudakan?

Jikalau hal itu pernah terjadi, itu berada diluar pengetahuan dari Dalai Lama........ (tp saya jg tdk bisa yakin 100% kalo dalai Lama itu benar benar baik, karena belum bertemu dan belum mendengar apa yg dia ajarkan, tp saya jg tdk bisa mengejudge bahwa dia itu tdk benar hanya karena sebuah tulisan dr org lain dan dari gambar yg bisa diambil dimana sajaaa).............

Benar atau tidak di tantra ada ritual meminum minuman keras atau darah dari tengkorak manusia?

Jikalau hal itu terjadi, maka aliran tantra tersebut bukan lah aliran tantra yg selama ini diajarkan dan tdk termasuk dalam Buddhism, bisa saja org mengunakan nama tantra untuk melakukan kejahatan, Dhamma tdk bisa mengontrol manusia, hanya manusia yg bisa mengontrol diri mereka sendiri, Dhamma tdk bisa membuat seorg menjadi bijaksana, hanya manusia yg bisa memahami Dhamma dan mempraktekkan Dhamma menjadi Bijaksana.


Benar atau tidak ada upacara memberikan persembahan organ tubuh manusia kepada dewa/Bodhisatva/Buddha pada tantrayana


Jikalau hal itu dilakukan oleh segelintir org tertentu, belum tentu mereka dari aliran tantra, mereka bisa saja memakai nama tantra untuk melakukan praktek yang salah, dgn kata lain aliran sesat

_/\_

ryu

Quote from: Riky_dave on 12 February 2010, 10:16:30 PM
Quote from: ryu on 12 February 2010, 09:57:37 PM
Kalau upacara memberikan bangkai ke ikan atau ke burung itu masuk aliran apa ya?

bukannya aliran Buddhisme?dikatakan ada cara menghargai jasmani ini?tibetan bukan itu?yang nanti bangkai nya dipotong2 dan dikasih ke hewan makan,dan seterusnya..?
apakah pernah diajarkan Buddha? apakah hanya Tantra/tibetan saja yang melakukan upacara ini atau hanya ada setempat?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

bond

Quote from: Tekkss Katsuo on 12 February 2010, 10:21:24 PM
^
Benar atau tidak di Tibet pernah terjadi perbudakan?

Jikalau hal itu pernah terjadi, itu berada diluar pengetahuan dari Dalai Lama........ (tp saya jg tdk bisa yakin 100% kalo dalai Lama itu benar benar baik, karena belum bertemu dan belum mendengar apa yg dia ajarkan, tp saya jg tdk bisa mengejudge bahwa dia itu tdk benar hanya karena sebuah tulisan dr org lain dan dari gambar yg bisa diambil dimana sajaaa).............

Benar atau tidak di tantra ada ritual meminum minuman keras atau darah dari tengkorak manusia?

Jikalau hal itu terjadi, maka aliran tantra tersebut bukan lah aliran tantra yg selama ini diajarkan dan tdk termasuk dalam Buddhism, bisa saja org mengunakan nama tantra untuk melakukan kejahatan, Dhamma tdk bisa mengontrol manusia, hanya manusia yg bisa mengontrol diri mereka sendiri, Dhamma tdk bisa membuat seorg menjadi bijaksana, hanya manusia yg bisa memahami Dhamma dan mempraktekkan Dhamma menjadi Bijaksana.


Benar atau tidak ada upacara memberikan persembahan organ tubuh manusia kepada dewa/Bodhisatva/Buddha pada tantrayana


Jikalau hal itu dilakukan oleh segelintir org tertentu, belum tentu mereka dari aliran tantra, mereka bisa saja memakai nama tantra untuk melakukan praktek yang salah, dgn kata lain aliran sesat

_/\_

Nah benar sekali teks...ternyata masih ada yg dendam kesumat sama tibet dan tantra buddhismnya akibat buta...dan tidak bisa membedakan sesat atau tidaknya. Mungkin harus belajar agama bon dulu biar ikutan sesat. GRP sent buat tekks2 ;))
Nanti  kalau ada bhikkhu theravada mabok dibilang theravada buddhism suka mabok2an..dan ada sejarahnya, nanti kalo ada bhiksu menipu dibilang mahayana buddhism suka menipu alias sejarah yg  digeneralisasi.. :))

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

bond

#40
Quote from: ryu on 12 February 2010, 10:30:39 PM
Quote from: Riky_dave on 12 February 2010, 10:16:30 PM
Quote from: ryu on 12 February 2010, 09:57:37 PM
Kalau upacara memberikan bangkai ke ikan atau ke burung itu masuk aliran apa ya?

bukannya aliran Buddhisme?dikatakan ada cara menghargai jasmani ini?tibetan bukan itu?yang nanti bangkai nya dipotong2 dan dikasih ke hewan makan,dan seterusnya..?
apakah pernah diajarkan Buddha? apakah hanya Tantra/tibetan saja yang melakukan upacara ini atau hanya ada setempat?

Gue koq liat di vihara2 theravada ada yg juga upacariinn fang shen ya..di mahayana juga ada, apa ada di ajaran Buddha upacara fangshen? ;D

Sekalian numpang tanya. Apa ada ajaran Buddha ngajarin berak? ;D kalau ngak ada berarti ngak diajarin berarti jangan berak dong, kalao berak berarti tidak sesuai ajaran Buddha  :))

Apakah seperti itu memaknai ajaran Sang Buddha? ;D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

truth lover

#41
QuoteBenar atau tidak di Tibet pernah terjadi perbudakan?

Jikalau hal itu pernah terjadi, itu berada diluar pengetahuan dari Dalai Lama........ (tp saya jg tdk bisa yakin 100% kalo dalai Lama itu benar benar baik, karena belum bertemu dan belum mendengar apa yg dia ajarkan, tp saya jg tdk bisa mengejudge bahwa dia itu tdk benar hanya karena sebuah tulisan dr org lain dan dari gambar yg bisa diambil dimana sajaaa).............
Kronologi penghapusan perbudakan dari jaman dahulu hingga sekarang:

perbudakan di tibet ada dalam sejarah. gitu aja kok repot.

http://en.wikipedia.org/wiki/Abolition_of_slavery_timeline

Slavery system in Tibet is given little attention
Updated: May 15, 2009, 6:59 am /
Published: May 15, 2009, 12:30 am

I am responding to the Dalai Lama's address to our New York State Legislature on May 6. This event was reported in The News as "Dalai Lama urges lawmakers to be honest." I take issue with his qualification to talk about honesty because he does not practice what he preaches. As the leader of the old Tibet ruling class, the Dalai Lama has never told the American people what kind social system it was when he ruled Tibet. He has never told us what his role was in the slave system in Tibet. That has misled us Americans to believe that Tibet was really a Shangri-La when he was there.

When he talks about practicing honesty, respect and openness, I believe he needs to understand the American human rights value. The Dalai Lama must honestly apologize to those millions of former slaves and repressed citizens in Tibet, that is, to openly tell Tibetans he is not trying to re-establish the old slavery system. Americans should avoid sending any wrong messages to the liberated slaves in Tibet that we still support the old slavery social system. What we support is a respect of their freedom, religious beliefs and Tibetan culture.

Gary Wang

Buffalo

http://www.buffalonews.com/opinion/everybodyscolumn/story/672144.html


QuoteBenar atau tidak di tantra ada ritual meminum minuman keras atau darah dari tengkorak manusia?

Jikalau hal itu terjadi, maka aliran tantra tersebut bukan lah aliran tantra yg selama ini diajarkan dan tdk termasuk dalam Buddhism, bisa saja org mengunakan nama tantra untuk melakukan kejahatan, Dhamma tdk bisa mengontrol manusia, hanya manusia yg bisa mengontrol diri mereka sendiri, Dhamma tdk bisa membuat seorg menjadi bijaksana, hanya manusia yg bisa memahami Dhamma dan mempraktekkan Dhamma menjadi Bijaksana.

Professor Miranda Shaw summarises the experience of a ganachakra:
The feast is an esoteric ritual that unfolds in many stages. The sacred space for the ceremony is demarcated by geometric designs drawn on the ground with powdered pigments, and an elaborate array of offerings and foods are laid out. The participants don special insignia like bone ornaments and crowns and use musical instruments of archaic design... for inducing heightened awareness. Practitioners sit in a circle and partake of sacramental meat and wine served in skull-cups.The feasts also provide an occasion for the exchange of ritual lore, the ritual worship of women (sripuja), and the performance of sexual yogas. The feast culminates in the performance of tantric dances and music that must never be disclosed to outsiders. The revelers may also improvise "songs of realization" (caryagiti) to express their heightened clarity and blissful raptures in spontaneous verse.[1]

http://en.wikipedia.org/wiki/Ganachakra


QuoteBenar atau tidak ada upacara memberikan persembahan organ tubuh manusia kepada dewa/Bodhisatva/Buddha pada tantrayana

Jikalau hal itu dilakukan oleh segelintir org tertentu, belum tentu mereka dari aliran tantra, mereka bisa saja memakai nama tantra untuk melakukan praktek yang salah, dgn kata lain aliran sesat

kalau ritual makan dan minum dari tengkorak kepala manusia? sesat nggak?

The truth, and nothing but the truth...

truth lover

Bukan hanya tulang kepala dipergunakan untuk ritual tantrik, tulang paha atas juga digunakan sebagai terompet (disebut kangling) untuk upacara ritual chod



http://en.wikipedia.org/wiki/Kangling

Selamat mengagumi terompetnya.
The truth, and nothing but the truth...

bond

#43
Ulasan Perbudakan di Tibet :

Sebenarnya perbudakan di Tibet adalah isu lama dan ada sebelum Dalai Lama ada. Dengan kata lain sebelum Lamaism itu muncul perbudakan disana telah terjadi yg mana dulu Sistim pemerintahan di Tibet adalah kerajaan.

Lalu ketika agama Buddha masuk ke Tibet awalnya adalah Tantra Buddhism yg murni tanpa ada ritual2 menyesatkan dengan tulang manusia dsb. Bahkan masuknya para Bhikkhu Tantra Buddhism dari India adalah merombak itu semua.

Adapun agama asli di TIbet yakni agama bon yg diwarnai mistik dan takhayul yg kemudian sedikit banyak bercampur denga Tantra Buddhism yg masuk ke Tibet. Sehingga ada Tantra Buddhism yang murni dan yg tercampur yg berujung ada aliran-aliran termasuk aliran sesat tadi. Hanya karena orang sering salah kaprah dan mengidentikan Tibet dengan Tantra Buddhism maka ketika ada aliran sesat disana langsung diidentikan dengan Tantra Buddhism tanpa meniliti lebih lanjut dan senjata ini dipakai oleh para ekstremis sektarian Buddhism sebagai tameng aliran agama Buddhanyalah yg paling benar atau juga senjata bagi agama lain untuk mendiskreditkan agama Buddha.

Apakah Dalai Lama benar menyetujui perbudakan? Hal ini sangat kompleks. Mengapa? Karena seorang pemimpin spritual Tantra Buddhism/bisa disebut bhikkhu Tantra memegang peranan penting di pemerintahan. Yang mana posisi itu muncul karena suatu tradisi. Nah Dalai Lama pun memiliki kedudukan yg hampir sama dengan kerajaan di Tibet. Yang mana sang raja tentu sangat bergantung pada nasihat Dalai Lama. Yang parahnya adalah dan memang bisa dikatakan akibat mendarah dagingnya masyarakat tibet pada agama yang berlebihan maka rajanya pun tidak bisa memilah mana area politik , sosia dan budaya termasuk HAM dan mana area Agama.

Sehingga Dalai Lama sebenarnya hanya menerima warisan sistem perbudakan terdahulu. Karena dia adalah pemimpin spiritual Buddhist Tantra yang mana salah satu ajaran Buddha adalah menghindari kekerasan, ada sebuah kemungkinan Dalai Lama menasehati menghilangkan warisan perbudakan dari sistem masyarakat terdahulu tetapi yang menjadi kendala adalah apabila hal itu dilakukan secara sporadis maka akan ada pertumpahan darah dan perang saudara. Maka jalan yang diambil adalah sesuai agama Buddha tidak dengan tangan besi sehingga terkesan dalam seakan-akan pemerintahannya menyetujui perbudakan itu. Dan masalah ini adalah suatu kelemahan agama Buddha yg diletakan dalam kehidupan politik, sosial dan budaya yang begitu kompleks atau istilah lainnya menspiritualkan kehidupan duniawi dalam semua segi. Dan ini harus kita akui sebagai "KELEMAHAN" agama Buddha bila dipakai dalam sistim kenegaraan secara menyeluruh karena namanya bernegara dan pemerintahan pasti ada gejolak politik yg melibatkan militer atau kekerasan sedangkan agama Buddha tidak sejalan dengan itu semua. Nah kelemahan inilah yang dipakai Tiongkok sebagai propaganda bahwa Dalai Lama menyetujui perbudakan, padahal beliau hanya mewarisi sistem terdahulu.

Memang harus diakui pula bahwa tindakan Tiongkok menginvasi Tibet yg dianggap negaranya dan mengubah sistim feodal dengan perbudakannya berhasil mengeluarkan Tibet dari sistim perbudakan TETAPI patut diingat bahwa perubahan yg dilakukan Tiongkok juga menimbulkan pertumpahan darah yang banyak sekali. Yang sudah pasti perseteruan  yg menyetujui perbudakan itu alias tuan tanah/kaum bangsawan dan pemerintah Tiongkok selain dengan masyarakat Tibet yg merasa terjajah. Jadi memang ada dua cara menghilangkan perbudakan yg mengakar dalam sistim kemasyarakat Tibet yakni sporadis instant seperti yg dilakukan Tiongkok dengan tangan besi dan berimplikasi gejolak sosial sesaat dengan adanya korban jiwa atau dengan cara menggunakan agama Buddha tanpa kekerasan yg memerlukan waktu. Bagai buah simalakama.

Saya ambil contoh lain bahwa suatu kesimpulan peran agama dalam politik tidak lah seperti diatas kertas hitam dan putih. Fakta nyata bahwa di Myanmar mayoritas agama masyarakatnya adalah agama Buddha Theravada. Tetapi para bhikkhunya ikut demonstrasi turun kejalan besar-besaran beberapa kali menentnag pemerintah junta militer. Secara kasat mata tindakan para bhikku ini tidak sesuai dengan ajaran Buddha yakni masuk keranah politik. Disisi lain bhikkhu mengandalkan persembahan dana dari masyarakat, kalau masyarakat myanmar ditindas dan miskin(dan memang kebanyakan miskin) maka kebutuhan para bhikkhu akan terancam. Nah tujuan para bhikkhu demonstrasi adalah baik , selain menjaga kelestarian agama Buddha juga membela rakyat. TETAPI jika hal ini dijadikan propaganda maka kita bisa mengatakan bhikkhu-bhikkhu yang demo itu sesat, masa bhikkhu ikut2an politik. Lalu apakah kita juga mencap theravada buddhism di myanmar sesat ikut2an demo maka kammanya dihajar junta militer? apakah seperti itu. Ini sama halnya terjadi di Tibet yg beda adalah permasalahannya.
Realistis aja kalau bhikkhu demo dari kacamata duniawi wajar2 saja. Namanya si junta militer bejat koq didiemin.

Buddha sekalipun mengetahui suku Sakya yg notabene Buddha berasal dari suku Sakya juga, mengetahui negaranya akan hancur karena diserang negara lain(saya lupa) tetapi Sang Buddha tidak mau ikut campur dan ini lebih parah dengan kondisi di Myanmar dan Tibet. Bahkan ketika ada seorang raja meminta nasihat kepada Sang Buddha untuk menaklukan kerajaan lain yang kuat, Sang Buddha tidak memberikan siasat strategy tetapi Dhamma yang diberikan , toh akhirnya Raja itu berhasil menaklukan kerajaan lain itu.

Dengan contoh diatas bahwa tidak ada satupun aliran dalam agama Buddha yg tidak cacat dalam sejarah dalam artian sepenuhnya sesuai dengan ajaran Buddha. Tetapi disini kita tidak bisa melihat kecacatan itu sebagai generalisasi aliran agama Buddha ini dan itu tidak sesuai. Yg tidak sesuai itu oknum2nya yg membuat cacat sejarah. Tetapi pokok dari semua aliran agama Buddha mengacu pada anti kekerasan, bhikkhunya tidak boleh berpolitik dsb. Nah yg fatal adalah oknum tadi kurang bisa menempatkan porsi ajaran SB pada tempatnya sebagaimana Sang Buddha telah berikan batasan2nya.

Makanya agama dan politik itu dipisah saja.beres deh. Yang jadi Bhikkhu mengurus kebhikuannya. Negara mengurus pemerintahannya sendiri.  Tetapi yg disayangkan umat Buddha sendiri khususnya oknum2 tertentu memberikan penilaian sektarian didalam agamanya sendiri tanpa melihat fakta lebih detil dan demi egonya mencampuradukan masalah. Seakan-akan ingin memberikan informasi kesesatan aliran lain dengan kedok membedakan ajaran Buddha yang asli dan tidak asli, sesat dan tidak sesat padahal oknum tersebut lupa dirinya masih tersesat. Kalau sudah dibilang sesat alasannya pasti namanya juga forum sah2 saja . Tetapi kalau dibombardir maka muncul alasan lainnya bahkan emosinya bergejolak  ^-^, Susah kalau berbicara dengan Wikipedia Abunawas dan kroni2nya..Kalau dibalik kritik biasanya ada pembela juga, alasan ad hominem dsb. :)) Dunia memang sudah edan.Smoga saya tidak ikutan edan. ;D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

ryu

#44
Quote from: bond on 12 February 2010, 10:39:32 PM
Quote from: ryu on 12 February 2010, 10:30:39 PM
Quote from: Riky_dave on 12 February 2010, 10:16:30 PM
Quote from: ryu on 12 February 2010, 09:57:37 PM
Kalau upacara memberikan bangkai ke ikan atau ke burung itu masuk aliran apa ya?

bukannya aliran Buddhisme?dikatakan ada cara menghargai jasmani ini?tibetan bukan itu?yang nanti bangkai nya dipotong2 dan dikasih ke hewan makan,dan seterusnya..?
apakah pernah diajarkan Buddha? apakah hanya Tantra/tibetan saja yang melakukan upacara ini atau hanya ada setempat?

Gue koq liat di vihara2 theravada ada yg juga upacariinn fang shen ya..di mahayana juga ada, apa ada di ajaran Buddha upacara fangshen? ;D

Sekalian numpang tanya. Apa ada ajaran Buddha ngajarin berak? ;D kalau ngak ada berarti ngak diajarin berarti jangan berak dong, kalao berak berarti tidak sesuai ajaran Buddha  :))

Apakah seperti itu memaknai ajaran Sang Buddha? ;D
Astaga.... Kembali lagi membandingkan dengan aliran lain, apakah tidak bisa fokus dengan aliran ini?
Soal Tahi ada kok, Kata Buddha Tahi itu jangan Di makan, gak tau kalau aliran Ko Bond ada gak ajarannya kalau tahi itu boleh di makan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))