Membuktikan kebenaran Hukum Karma?

Started by inJulia, 16 October 2009, 07:48:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hendrako

#165
Quote from: bond on 17 October 2009, 12:35:56 PM
Quote from: hendrako on 17 October 2009, 12:17:13 PM
Quote from: bond on 17 October 2009, 12:11:10 PM
Quote from: hendrako on 17 October 2009, 12:07:19 PM
Quote from: bond on 17 October 2009, 12:03:28 PM
Sekarang pasti ada yg mengetahui dan mengerti mekanisme hukum kamma. Carilah maka Anda akan temukan. Seluruh kehidupan dan pembuktian hukum kamma bukanlah di DC, dunia manusia tetapi seluruh alam semesta . Jika tidak ada yg mau mengatakan disini Seperti SB bukan berarti tidak ada yg mengetahui secara lengkap. Karena kamma vipaka yg mau cari tau belum berbuah. Kasarnya belum berjodoh dengan yg tau secara lengkap. Apakah Buddha tidak ada sekarang? Apakah Dia ada sekarang? Pikirkan baik2. Jangan sampai bingung lagi :whistle:

Jadi klaim hukum kamma bisa dibuktikan adalah benar , dan yang tidak benar adalah mereka yg tidak mampu membuktikan hukum kamma walaupun secuil kebenaran yg tampak didepan mata.



Pernyataan anda di atas tanpa bukti.

Mau bukti?  ^-^ Siap ndak?

Jika tulisan saya saja bagi anda tidak membuktikan apalagi pernyataan yg barusan anda tulis .

Anda 100 % benar, pernyataan saya memang benar2 bukan bukti tentang kebenaran hukum kamma.

Apabila memang bisa dibuktikan, saya sekarang benar2 siap, silakan.

Benar nih, jangan pakai alasan ya? karena untuk membuktikan harus dengan tool yg benar, sekali lagi saya tanya Anda apakah siap? Apa yg saya akan tunjukan adalah seperti cara Buddha menunjukan kepada diri sendiri dan orang lain. Demikian saya juga sedang menempuh cara pembuktian itu?

Karena sekali anda berkata benar2 siap, dan anda berkilah dengan alasan lain, apa siap dengan segala konsekwensi perkataan anda jika anda berkilah?  

Waduh.... saya jadi takut nih.....ga jadi deh....silakan anda membuktikannya sendiri. ^-^
yaa... gitu deh

inJulia

Quote from: UpasakaKetika ada perbuatan (postingan Anda), akan ada reaksi. Orang lain bereaksi karena perbuatan Anda. Ada yang senang, ada yang tidak senang, ada yang netral.

Perbuatan Anda dilakukan (sebut saja) dengan niat yang baik. Perbuatan baik Anda membuat orang lain menerima kebaikan. Tapi ada orang lain yang menanam konsep negatif pada Anda, sehingga ia tidak bersimpati pada perbuatan Anda.
<del...>
Mana karma baik mana buruk, TIDAK DITENTUKAN BANYAKNYA dukungan. ;-)



To All

Thanks sudah merespon, maaf kalau tidak semua saya mampu respon.

Quote from: Bond
Quote from: Hendra Susanto
klo tidak dapat dibuktikan, mungkin tidak akan ada para bijaksana
Dan bahkan dan mungkin Buddha dan para bijaksana hanya bicara omong kosong mengenai pembuktiannya? sampai dikatakan tidak terbukti

Ternyata banyak ya yg lebih hebat dari para bijaksana dan Buddha
Akh.... teliti dulu, Bro.
cek Post #1, saya Bro:
QuoteKata Sang Buddha. Hanya seorang Samma Sambuddha yang mampu menelusuri jalinan karma yang begitu jalin menjalin. Sang Buddha sudah menasehati, Hukum Karma adalah salah satu dari 4 Acinteya: Tak terpikirkan oleh kita, yang bukan seorang Samma Sambuddha.

jelas, kan? ;-)
Jadi please lebih teliti.

***
Quote from: upasakaSelama Anda bukan Sammasambuddha atau Savaka Buddha dengan kemampuan batin yang tinggi, Anda tidak bisa melihat jelas kesinambungan kamma dan vipaka.

Perbuatan memarahi seseorang tidak dapat dipastikan akan berbuah menjadi balasan yang setimpal. Konsep hutang marah dibalas marah; hutang nyawa dibalas nyawa ini tidak mutlak. Beberapa orang yang berpandangan keliru saja yang menangkap bahwa konsep hukum kamma itu pasti akan mengakibatkan vipaka yang sama.

Saya tidak bisa menguraikan bahwa Anda dimarahi orang karena Anda pernah memarahi orang waktu dahulu. Bisa saja penyebab Anda dimarahi karena dahulu Anda pernah memukul seekor anjing yang nakal.

Kamma itu ibarat meletakkan bom waktu di lapangan terbuka. Selama Anda menimbun kamma, ibarat Anda sedang mengaktifkan banyak bom waktu. Setiap bom waktu memiliki daya ledak yang berbeda, waktu ledak yang berbeda, dan efek ledakan yang berbeda. Bila suatu bom meledak dan memicu bom lain yang belum waktunya meledak, bisa saja bom yang prematur itu pun ikut meledak. Bayangkan jutaan bom waktu Anda aktifkan di lapangan terbuka. Dan setiap detiknya Anda terus menanam bom waktu yang baru. Dan setiap detik itu pula beberapa bom waktu meledak dan menyebabkan efek ledakan dan efek lainnya. Dalam kondisi saat itu, saya yakin Anda sendiri juga pasti kewalahan untuk melihat matriks kesinambungan sistematis sebab-akibat yang terjadi. Apalagi hukum kamma.
Thanks Bro Upasaka, sepaham.

***
Quote from: sobat-dharmaYa... singkatnya sederhana aja kita harus mengakui hukum karma hanyalah keyakinan, selama kita masih belum mencapai Sammasambuddha. Tidak perlu terlalu alergi dengan kata "keyakinan"
Demi KEJUJURAN!
pahit manis, terima apa adanya, tanpa rekayasa.


Quote from: Hendra Susantopembuktian kamma tersebut akan lebih bermanfaat pada diri sendiri... dan ajaran sang buddha itu kan lebih ke melatih diri agar dapat mengikis kekotoran batin, bukan nya mengikis kekotorang batin orang lain.
Sepengetahuan saya, Sang Buddha ngga pernah nasehatin agar kita melakukan pembuktian Hk Karma, Bro.


Quote from: hatRedNamu kalau memang tidak ada yg bisa membuktikan , lalu apa tujuan anda mempost hal itu disini?

apakah untuk "menyentil" orang2 yg merasa percaya dengan hukum kamma?
Banyak Buddhist (bahkan Bhantenyapun ada) yang BERANGGAPAN HK Karma bisa dibuktikan. Tapi setelah berdiskusi dengan umat lain, saya ngga mampu menunjukkan bukti, mulai ragu, kemudian ada yang menjelaskan tentang 4 Acinteyya, yang ada di Tipitaka.
Di sini saya mulai kendor, dan demi kejujuran saya akui, menurut saya Hk. karma belum mampu saya buktikan baik karma sendiri, maupun memberikan argumentasi pembuktian Hk Karma pada orang lain.

Bahwa menurut pemahaman saya, Hukum karma hanya bisa kita (yg bukan Samma Sambuddha) yakini, tidak bisa kita-kita (puthujjana) buktikan. Apa yang kita sebut sebagai BUKTI, menurut saya itu belum cukup kuat disebut sebagai BUKTI, tapi hanya KEMUNGKINAN, DUGAAN KERAS.

Tujuan post saya, selain sharing, juga mungkin ada yang mampu mengubah pandangan saya ini. ;-)

Apakah sesuatu yang tidak bisa kita buktikan berarti salah, atau tidak ada? Di sinilah banyak yang menurut saya terpeleset, bahwa apa yang belum bisa kita buktikan sama sekali tidak menunjukkan sesuatu itu (Hk karma) tidak ada. jangan dibawa ke arah ini.

Buat menyentil yang beranggapan MAMPU membuktikan Hk Karma, siapa tahu mampu memperbaiki pemahaman saya. :-)

Quote from: Bond
Ini tulisannya saya agar dimengerti dengan seksama dan saya akan menjelaskannya lagi agar tidak simpang siur dan bermanfaat bagi kita semua :

"Sesungguhnya jika kita mengatakan hukum kamma tidak bisa dibuktikan itu karena kebodohan batin(avijja) sendiri sehingga muncul kesimpulan demikian. Maka hendaknya kita menyadari mengapa kita tidak mampu untuk membuktikan? dan gunakan tool yg ada. Seberapa besar usaha yg diperlukan utk memakai tool itu harus kita jalankan jika tekad untuk mengetahui benar2 untuk melihat kebenaran. Jika kita beralasan tool/vipasana susah dan lain2, maka kita telah tertipu oleh si penipu kilesa. Dan artinya bukan benar2 membuktikan tapi cuma bermain-main sebatas intelektual saja. Kalau sudah begini dijamin 100% hukum kamma tidak akan terbukti NYATA."

Penjelasan : apakah Buddha tidak bervipasana?

Buddha tentunya dan pasti bisa melihat sebab dan buah yang nyata dan detil. Apakah arahat bisa?, tentu bisa tetapi tidak sesempurna Sang Tathagata. Oleh karena itu dikatakan hanya Sang Tathagata yg memiliki kemampuan pengetahuan kamma yg sempurna. Lalu apakah karena kita umat awam tidak bisa, tentu saja bisa selama kita mau bertekad dan berjuang sampai titik darah terakhir untuk melihat kebenaran hukum kamma itu. Dan pengertian itu akan muncul secara bertahap. Janganlah karena kita umat awam dijadikan alasan untuk tidak dapat membuktikan karena ketidakmampuan sendiri mengatakan tidak dapat dibuktikan. Dalam pembuktian hukum kamma kalau Anda ingin detil seperti Sang Buddha bertekadlah dengan hati Anda yg tulus. Jika Anda hanya ingin sampai arahat, maka bertekadlah untuk mencapainya. Hal yg terpenting membuktikan adanya hukum kamma adalah ESSENSInya hingga Dukkha itu lenyap dan mencapai nibbana. Para Buddha atau arahat inilah yg mengetahui ESSENSI hukum kamma hingga mereka mencapai Ariya Puggala. Jika hanya Sang Buddha yg mengetahui seluruhnya bahkan arahat tidak sedkit pun tahu sama sekali mengenai pembuktian hukum kamma lalu apa yg mereka mengerti kalau sedikit pun tidak ada yg terbukti?, maka tidak akan ada arahat di bumi ini semenjak Sang Buddha ada. Bedakan antara pengetahuan kamma sepenuhnya dan pembuktian essensi kamma yg berujung pada pembebasan.

Tidak ada yg perlu mengubah isi Tipitaka dan kebetulan saya tidak hafal buku itu. Tetapi pahamilah Dhamma bukan hanya yang tertulis dijadikan acuan keseluruhan fakta, jika demikian maka Dhamma hanya sebatas tulisan dan itu bukan Dhamma. Padahal makna tulisan yg ada di Tipitaka adalah seluruhnya mengenai pengertian yg muncul karena PRAKTEK.
trima kasih atas penjelasannya Bro Bond.
Kita sebagai Buddhist bukan bertujuan membuktikan kebenaran Hk Karma, tapi membuktikan (buat diri sendiri) Tilakana, lewat Vipassana. Kemampuan menelusuri karma bukan hasil Vipassana. Abinna hasil Jhanna, dari Samatha. Makanya ada Arahat yang tidak punya abinna.

Saya masih melekat dg isi Tipitaka, bahwa Hk Karma tidak bisa kita-kita puthujjana pikirkan, telusuri. Yang bisa kita berikan bukan BUKTI, tapi DUGAAN.

Benar, Dhamma bukan HANYA Tipitaka, tapi kalau yang di luar Tipitaka BERTENTANGAN, apa kita bisa terima sebagai Dhamma? ;-)

Quote from: Bond
Anda terlalu under estimate umat Buddha 

Saya setuju untuk mengerti hukum kamma jika berkutat pada logika saja adalah suatu pemaksaan diri untuk mengerti.

Hukum Karma TIDAK berbunyi: Mencuri akibatnya tertangkap. karena itu, tertangkapnya ia BELUM TENTU akibat dari pencuriannya yg sedang masak. Ini HANYA DUGAAN kita.

Sampai di titik ini saya ngeh, kok kita membahas Hukum Karma? Apa yang konon Acinteyya? :-)

Mungkin ini, bisa membuat kita tidak perlu saling memaksakan pendapat. Dengan demikian diskusi bisa lebih santai. ;-)


Quote from: xuvieDetilnya (kamma-vipaka) emang ngga bisa ditembusi dengan pemikiran intelektual belaka. Bisa gila. Tapi secara generalnya, hukum kamma dapat dimengerti dengan pemikiran intelektual belaka yg sama.
Garis besarnya yang kita yakini:
Hk. Karma berbunyi: Perbuatan kusala membuahkan kebahagiaan.
Perbuatan Akusala membuahkan penderitaan.
Tambahan: karma butuh proses, cepat atau lambat tergantung situasi dan kondisi.


Quote from: KelanaCoba anda perhatikan kalimat yang dipertebal.
Ok sekarang, dalam Acintita (saya rasa bukan acinteya) Sutta,  Sang Buddha menjelaskan mengenai HASIL Karma yang tidak dapat diduga . Jadi  bukan masalah Pembuktian Hukum Karma. Mengapa tidak dapat diduga? Akan saya sampaikan di akhir.
4 hal Acinteyya, kalau dipikir2 bisa membuat orang jadi gila, menurut Sang Buddha:
1. batin seorang yang sudah bebas (buddha, arahat)
2. asal mula alam semesta
3. hakikat jhana
4. seluk-beluk karma

Quote from: KelanaJawaban anda yaitu BELUM TENTU ini, mengindikasikan bahwa Hukum Karma bisa dibuktikan HANYA SAJA PEYEBABNYA belum bisa kita lacak. Jadi kitalah yang belum mampu BUKAN Hukum Karma tidak bisa dibuktikan sama sekali.
bedakan antara :"Tidak bisa dibuktikan" dengan
"Kita-kita (alias Puthujjana) tidak bisa membuktikan."
cek Post # 1. bahwa Samma Sambuddha saja yang mampu.

Quote from: KelanaMemang Hukum Karma begitu komplek, tapi bukan berarti kita memukul rata semua peristiwa itu memiliki kekomplekan yang sama. Ada yang sederhana. Kekomplekan hukum karma karena adanya penyebab yang banyak dari suatu peristiwa, dan penyebabnya tersebut punya peyebab lagi, dst, sehingga tak terhingga  inilah mengapa juga dikatakan Acintita. Tapi ini bukan berarti tidak adanya penyebab DOMINAN,  penyebab PENENTU. Penyebab Dominan ini kadang bisa kita lihat secara jelas, contohnya mengenai rasa kenyang setelah makan yang diawali dengan niat untuk makan. Jika tidak ada penyebab dominan maka Sang Buddha tidak akan mengatakan bahwa Pikiran adalah pemimpin (Dhammapada 1)

Apa yang dicontohkan oleh Bhante yang anda sebutkan adalah benar suatu rangkaian Hukum Karma dimana Buah Karma yang berbuah cepat. Sedangkan yang anda contohkan dimana seorang pencuri tidak tertangkap adalah kasus lain dimana buah karma yang belum matang. Waktu berbuah dari Karma hendaknya juga kita perhitungkan.
yang Anda, bukan Samma sambuddha, gunakan untuk memilah karma rumit dan simpel apa? SPEKULASI, kan? Dugaan saja. Bukan KEPASTIAN, kan?

Apa dasar yang Anda pakai buat MEMASTIKAN BAHWA penangkapan itu adalah akibat dari pencurian? Spekulasi. Justru pemahaman bahwa karma butuh proses buat matang, tidak SEKETIKA MASAK, maka penangkapan itu ADA KEMUNGKINAN adalah KARMA BURUK yang lampaulah yang masak, bukan karma pencuriannya. MUNGKIN saja, karma mencurinya yang sekarang belum masak...

Dari mana kita, Anda tahu pencuri yang tak tertangkap itu karmanya belum matang? Di sini kita TIDAK MAMPU MEMASTIKAN. TIDAK PUNYA KEMAMPUAN MELIHAT PROSES KARMA tersebut.
Yang bisa kita berikan HANYALAH KEMUNGKINAN BELAKA.

Quote from: KelanaHukum. 1. Peraturan yg dibuat oleh penguasa(pemerintah) atau adat yg berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat (negara; 2 undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yang tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl Pengadilan; vonis; - (KBBI)
Thanks Bro, atas bantuannya.
Hukum karma Buddhis bukan: hutang mata bayar mata, mencuri akibatnya tercuri.
Di sinilah saya menyatakan, PENANGKAPAN itu BELUM TENTU AKIBAT dari karma mencurinya. Karena BELUM TENTU, hanya DUGAAN, maka akibat ini belum bisa disebut sebagai BUKTI.

Quote from: KelanaJika yang anda ingin katakan bahwa Hukum Karma tidak ada ketetapan, tidak ada kepastian , saya rasa anda salah.
Bukan demikian maksud saya.
Kepastian Hukum Karma, saya yakini benar.
Garis besarnya yang kita yakini:
Hk. Karma berbunyi: Perbuatan kusala membuahkan kebahagiaan.
Perbuatan Akusala membuahkan penderitaan.
Tambahan: karma butuh proses, cepat atau lambat tergantung situasi dan kondisi.

Yang TIDAK BISA KITA PASTIKAN adalah mana karma yang membuahkan ini atau itu.


Quote from: KelanaJadi,
Hukum Karma itu bisa dibuktikan!
Setuju, dg menjadi Samma SamBuddha dulu.

Quote from: KelanaKita tidak perlu menerawang jauh-jauh untuk membuktikan Hukum Karma itu, cukup perhatikan perilaku kita sehari-hari.
Ini saya bisa terima kalau kita HANYA MELIHAT KARMA DIHIDUP INI sebagai penyebab.
Tapi karena kita sebagai Buddhis mengakui karma di kehidupan lampau IKUT BERPEERAN,
maka HANYA DENGAN MELIHAT prilaku di HIDUP ini saja, BISA MENYESATKAN. Dengan demikian pernyataan Anda harus direvisi.

Thanks.

hatRed

 [at] es bon bon
aye siap ;D

anything for the truth

"give me the truth, even if it hurts me"
i'm just a mammal with troubled soul



hendrako

Pembuktian hukum kamma tidak harus menjadi Sammasambuddha. Pada saat ke-Buddha-an terealisasi, tepat pada titik tersebut hukum kamma terbukti. Tidak ada lagi keraguan. Bukti hukum kamma tidak harus berupa penjelasan rumit hubungan kait mengait kamma-vipaka, melainkan hubungan kamma dengan tumimbal lahir jelas terlihat bahwa tanpa ada kamma maka tidak ada akibat dimana seorang Buddha (termasuk Arahat) tidak terlahir kembali karena nafsu yg melandasi kamma yang merupakan bahan bakar kelahiran kembali telah padam.

yaa... gitu deh

hendrako

Quote from: hatRed on 17 October 2009, 12:46:13 PM
[at] es bon bon
aye siap ;D

anything for the truth

"give me the truth, even if it hurts me"

Nah si hatred udah siap tuh, saya nunut nonton yah..... ;D
yaa... gitu deh

Nevada

Quote from: sobat-dharma on 17 October 2009, 12:27:10 PM
  Dalam  Kasibharadvaja Sutta, Samyutta Nikaya:
   
    Faith is the seed, practice the rain,
    And wisdom is my yoke and plough.
    Modesty's the pole, mind the strap,
    Mindfulness my ploughshare and goad

Quote from: sobat-dharma on 17 October 2009, 12:35:20 PM
Menurut Richard Dawkins dalam "The God Delusion," "Faith is belief in spite of, even perhaps because of, the lack of evidence."

Kalau nggak  ada bukti yang kuat lebih baik akui secara jujur, kita semua menerima karma ada semata-mata karena faith. Dan keyakinan bukan sesuatu yang memalukan.


[at] sobat-dharma

Tapi saddha (keyakinan) yang dibahas oleh Sang Buddha di syair itu adalah keyakinan setelah mempraktikkan. Bukan keyakinan karena spekulatif intelektualitas. :)


Quote from: inJulia on 17 October 2009, 12:43:11 PM
Quote from: UpasakaKetika ada perbuatan (postingan Anda), akan ada reaksi. Orang lain bereaksi karena perbuatan Anda. Ada yang senang, ada yang tidak senang, ada yang netral.

Perbuatan Anda dilakukan (sebut saja) dengan niat yang baik. Perbuatan baik Anda membuat orang lain menerima kebaikan. Tapi ada orang lain yang menanam konsep negatif pada Anda, sehingga ia tidak bersimpati pada perbuatan Anda.
<del...>
Mana karma baik mana buruk, TIDAK DITENTUKAN BANYAKNYA dukungan. ;-)

[at] inJulia

Tapi kamma baik dan kamma buruk MENENTUKAN BANYAKNYA DUKUNGAN. :)

hendrako

Quote from: upasaka on 17 October 2009, 12:52:36 PM
Quote from: sobat-dharma on 17 October 2009, 12:27:10 PM
  Dalam  Kasibharadvaja Sutta, Samyutta Nikaya:
   
    Faith is the seed, practice the rain,
    And wisdom is my yoke and plough.
    Modesty's the pole, mind the strap,
    Mindfulness my ploughshare and goad

Quote from: sobat-dharma on 17 October 2009, 12:35:20 PM
Menurut Richard Dawkins dalam "The God Delusion," "Faith is belief in spite of, even perhaps because of, the lack of evidence."

Kalau nggak  ada bukti yang kuat lebih baik akui secara jujur, kita semua menerima karma ada semata-mata karena faith. Dan keyakinan bukan sesuatu yang memalukan.


[at] sobat-dharma

Tapi saddha (keyakinan) yang dibahas oleh Sang Buddha di syair itu adalah keyakinan setelah mempraktikkan. Bukan keyakinan karena spekulatif intelektualitas. :)


Quote from: inJulia on 17 October 2009, 12:43:11 PM
Quote from: UpasakaKetika ada perbuatan (postingan Anda), akan ada reaksi. Orang lain bereaksi karena perbuatan Anda. Ada yang senang, ada yang tidak senang, ada yang netral.

Perbuatan Anda dilakukan (sebut saja) dengan niat yang baik. Perbuatan baik Anda membuat orang lain menerima kebaikan. Tapi ada orang lain yang menanam konsep negatif pada Anda, sehingga ia tidak bersimpati pada perbuatan Anda.
<del...>
Mana karma baik mana buruk, TIDAK DITENTUKAN BANYAKNYA dukungan. ;-)

[at] inJulia

Tapi kamma baik dan kamma buruk MENENTUKAN BANYAKNYA DUKUNGAN. :)

Apakah Anda yakin Sang Buddha telah tercerahkan sempurna?
Apa bila ya, dapatkah Anda membuktikannya.
yaa... gitu deh

bond

#172
Quotetrima kasih atas penjelasannya Bro Bond.
Kita sebagai Buddhist bukan bertujuan membuktikan kebenaran Hk Karma, tapi membuktikan (buat diri sendiri) Tilakana, lewat Vipassana. Kemampuan menelusuri karma bukan hasil Vipassana. Abinna hasil Jhanna, dari Samatha. Makanya ada Arahat yang tidak punya abinna.

Kalau ada yg bertanya/bersharing dan kita bertujuan membuktikan melalui penjelasan dari bukti yg sederhana sehubungan pembuktian HK, apakah harus diam? kalau memang demikian jangan bertanya atau sharing  :P. Memang jhana untuk menelusuri dan vipasana mengetahui dan membuktikan essensi hukum kamma. Biasanya kalo vipasannanya sukses dibarengi jhana maka penelusurannya bisa lebih jauh lagi. Dan banyak mereka juga bisa tahu kenapa dia lahir disini dan disitu, begitu dan begini. Demikian tentang org lain. Hanya penelusurannya tidak sejauh dan selengkap SB.
Quote
Saya masih melekat dg isi Tipitaka, bahwa Hk Karma tidak bisa kita-kita puthujjana pikirkan, telusuri. Yang bisa kita berikan bukan BUKTI, tapi DUGAAN.
Tau dari mana itu bukan bukti dan itu dugaan?

QuoteBenar, Dhamma bukan HANYA Tipitaka, tapi kalau yang di luar Tipitaka BERTENTANGAN, apa kita bisa terima sebagai Dhamma? ;-)

Orang yg menggunakan panna dalam kehidupan dan mengerti Dhamma tentunya ia dapat mengerti apa yg Dhamma dan bukan Dhamma.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

sobat-dharma

Quote from: upasaka on 17 October 2009, 12:52:36 PM

[at] sobat-dharma

Tapi saddha (keyakinan) yang dibahas oleh Sang Buddha di syair itu adalah keyakinan setelah mempraktikkan. Bukan keyakinan karena spekulatif intelektualitas. :)


Keyakinan adalah benih, praktik adalah hujan....
Jika ada benih (keyakinan) tapi nggak ada hujan (praktik), maka sia-sia. Tapi Kalau ada hujan (praktik), tapi nggak ada benih (keyakinan) maka apa yang mau ditumbuhkan? :)

Keyakinan dan praktik adalah dua hal yang sejajar, keduanya saling mendukung satu sama lain. Dimulai dari menanam benih (keyakinan), seseorang baru mulai berpraktik (hujan)....Lantas praktik akan memperkokoh keyakinan. Bukankah begitu arti syair di atas? CMIIW
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hatRed

hukum karma, siapa yg ngepost duluan sih? TSnya sopo? sang Buddha Gotama kan?

nah, apakah anda percaya sama Buddha Gotama?

kalo percaya ajah belom gmana ada minat buat ngebuktiin :P
i'm just a mammal with troubled soul



bond

Quote from: hatRed on 17 October 2009, 12:46:13 PM
[at] es bon bon
aye siap ;D

anything for the truth

"give me the truth, even if it hurts me"

Coba Anda cubit tangan sendiri sekuat tenaga, is it hurts you? that's the truth law of kamma. Simple...how far you wanna go friend?  ;D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

g.citra

Quote from: Kainyn_Kutho on 17 October 2009, 10:43:25 AM
Quote from: g.citra on 17 October 2009, 08:54:24 AM
QuoteAnggaplah saya seseorang yang tidak mengerti semua agama sama sekali. Bagaimana penjelasan anda ke saya tentang bukti hukum kamma? Tolong sekaligus memberikan contohnya.

Sorry bro Kai, mo numpang lewat dikit nih ... :))

Yang gampang cuma 2 hal :

1. Anda saya suruh bagi duit ke pengemis dijalan,
2. Anda saya suruh buat ngejitak kepala preman.

Biar gak paham agama ato hukum kamma juga anda pasti mikir buat ngerjain hal kedua bukan ?

_/\_

Tidak perlu teori hukum kamma, hanya perlu ilmu sosial untuk menganalisa "berdana ke pengemis" dan "menjitak kepala preman". Kalau saya seorang Mafia, menjitak kepala preman tidak perlu pikir-pikir.

Lha bro Kai ... emang 'ilmu kamma' itu gak bahas hubungan makhluk dengan sekitar yah ?  :))
Atau emang dah demikian ter'obsesi'nya dengan kata-kata 'aku adalah pemlik,pewaris ... karmaku' itu tuh yang nyebab-in 'ilmu kamma' jadi 'tersekat' dan gak universal ?

Anda salah bro Kai !! Kalaupun anda seorang gembong mafia, pasti anda mikir apa untungnya saya suruh buat jitak kepala preman ... :))

nb: sambil santai ... oke ?!  ;)

CHANGE

Sekedar perenungan mengenai SEBAB AKIBAT,  bukan pembuktian. Saya sajikan satu artikel

HUBUNGAN KAUSALITAS DENGAN IPTEK MODERN

Manusia zaman sekarang mempercayai hubungan sebab akibat. Akan tetapi, hanya mengenalinya sebatas pada lingkup kecil saja. Di dalam perwujudan ilmu fisika yang dapat dibuktikan melalui eksperimen ilmiah, eksis banyak sekali hubungan sebab-akibat antara di dalam kasus gejala satu dengan gejala lainnya.

Untuk itu, manusia zaman sekarang pada dasarnya tidak meragukannya. Di dalam ilmu sosiologi, apakah itu ilmu psikologi, ilmu ekonomi ataupun model rancang bangun teori ilmu kemasyarakatan, ternyata dipakai sejumlah besar hukum sebab-akibat. Maka melalui penguasaan hukum obyektif yang tak berbentuk ini, manusia melangkah ke prognosa, bahkan menguasai dunia ini.

Dalam agama membicarakan sebab akibat, menanam kebaikan memperoleh imbalan kebaikan, menanam kejahatan memperoleh imbalan kejahatan, adalah semacam hukum sebab-akibat obyektif yang lebih luas dan telah melampaui yang dapat dikenali di dalam ruang-waktu manusia. Maka mengapa manusia tidak berani mengakuinya? Hukum yang sama, bagaimana mungkin sesudah berdaya-guna melampaui metode pembuktian ilmiah yang sempit, maka lantas menjadi tidak eksis?  

Saya pikir, dari cara pengenalan manusia itu saja sudah mengalami masalah. Arus utama metode pengimplikasian iptek moderen zaman kini, mementingkan pembelaan ajaran dan sifat keutuhan konstruksi sebuah teori, sedangkan sikap kesungguhan hati dalam mencari kebenaran dan dengan prinsip tanpa prasangka dalam pertimbangan dan menemukan sifat pokok suatu materi malah diremehkan.

Thomas Kuhn pada 1962 telah me-nerbitkan sebuah buku berjudul The Structure of Scientific Revolutions  (Struktur Revolusi Ilmiah) yang memuat penemuannya dalam hal penelitian sejarah iptek. Usulannya disebut "teori Model": Akumulasi ilmu pengetahuan pada masa kondisi biasa tertentu bergulir di dalam sebuah kerangka/bingkai model, kemudian tak henti-hentinya ditemukan model iptek ini tak dapat lagi menjelaskan kasus abnormal yang tak dapat dijelaskan; akhirnya mendirikan lagi model baru.

Maka itu, iptek bukan sedang mengejar kebenaran hakiki, melainkan sedang mengejar bingkai yang berlainan dalam pengenalan segala hal. Tak peduli pigura iptek itu bagaimanapun ditukar, tetap adalah pigura yang berasal dari manusia. Model yang berbeda, tak peduli berubah bagaimanapun, hanya bisa mengenali kebenaran alam semesta secara terbatas. Selain itu, hanya mampu sebatas pemahaman oleh manusia. Maka dapat melampaui sudut pandang manusia barulah ada pemahaman yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, yang dibawa oleh iptek moderen kepada manusia adalah semacam cara perenungan terbatas. Cara pemahaman seperti itu bukan masalah salah-benar, melainkan model perenungan dalam lingkup sempit yang membuat umat manusia di berbagai bidang telah berubah menjadi berdaya-guna rendah.

Karena penyempitan perenungan, maka fokus orang hanya bisa sebatas pada dunia nyata dalam ruang ini.
Itulah mengapa, hukum sebab-akibat di dalam benak manusia moderen sedemikian sempitnya sampai ke taraf model ilmiah, terhadap reinkarnasi pengejawantahan hukum sebab-akibat lantas tidak percaya!

Manusia pada umumnya mementingkan keuntungan jangka pendek, hanya mengejar segala kenikmatan dan keberhasilan di dalam dunia fana  ini. Dunia dan kebenaran sejati yang lebih tinggi daripada manusia oleh karena tidak dapat dipahami, dari awalnya mengejar-ngejar hingga mengakui keberadaannya tapi tidak dibahas, kemudian menimbulkan keraguan, dan pada akhirnya menyangkal.

Alhasil manusia di dalam konsepnya itu sendiri yang memblokir diri sendiri ke arah sudut yang bisa dipahami sebatas pemikirannya  yang sempit tadi. Tak peduli orang percaya atau tidak, dapat mendeteksinya ataupun tidak, hukum sebab akibat dalam bentuk lebih tinggi adalah eksis.

Manusia zaman sekarang begitu mendengar sebab-akibat, lantas merasa itu adalah perkataan bodoh orang zaman dahulu, atau paling-paling hanya untuk menganjurkan orang agar berbuat baik. Sepertinya sama sekali tak terpikir, itu adalah prinsip ilmiah yang lebih tinggi daripada pemahaman iptek yang ada sekarang.

Di dalam metode ilmiah terdapat semacam analisa kasus, penyebaran melalui mulut dan telinga selama berabad-abad membuktikan kasus eksistensi sebab akibat sudah tak terhitung jumlahnya. Orang zaman sekarang karena tidak pernah melihatnya sendiri, dengan nekad menyangkalnya berdasarkan pemikiran yang dimilikinya, ini bukanlah sikap ilmiah. Realitanya, banyak ilmuwan zaman sekarang juga telah meneliti sejumlah kasus reinkarnasi pada zaman ini.

Maka, tidak mempercayai sebab-akibat bisa berakibat fatal. Apabila seseorang beranggapan setelah manusia meninggal segalanya tidak ada lagi, maka ia akan sulit berbuat baik dan di bawah kondisi yang sulit ia mampu berbuat kejahatan.

Dalam memahami sesuatu apabila seseorang betul-betul tidak menghendaki terjebak di lapisan dimensi ini, barulah ada kecerdasan dan pencerahan, barulah bisa mendeteksi bahwa perkataan ini bukan omong kosong yakni "siklus sebab akibat dan berimbalan adalah tidak keliru".

Hukum sebab akibat bukan prinsip umat manusia, ia adalah hukum obyektif. Sebab-akibat adalah perwujudan hukum alam semesta pada level tertentu. Sedangkan iptek membawa kenikmatan materi bagi manusia, tapi mempersempit pemikiran manusia dan menutupi sifat pokok manusia.

Tidak mengetahui hukum sebab akibat, efek negatifnya sangat besar bagi manusia. Silakan buka bingkai kecil (yang membelenggu) di dalam pikiran, buatlah untuk merenung. pasti Anda percaya.  

Nevada

Quote from: hendrakoApakah Anda yakin Sang Buddha telah tercerahkan sempurna?
Apa bila ya, dapatkah Anda membuktikannya.

Saya yakin.
Buktinya adalah ajaran-Nya.


Quote from: sobat-dharmaKeyakinan adalah benih, praktik adalah hujan....
Jika ada benih (keyakinan) tapi nggak ada hujan (praktik), maka sia-sia. Tapi Kalau ada hujan (praktik), tapi nggak ada benih (keyakinan) maka apa yang mau ditumbuhkan? :)

Keyakinan dan praktik adalah dua hal yang sejajar, keduanya saling mendukung satu sama lain. Dimulai dari menanam benih (keyakinan), seseorang baru mulai berpraktik (hujan)....Lantas praktik akan memperkokoh keyakinan. Bukankah begitu arti syair di atas? CMIIW

Karena itu, saddha (keyakinan) identik dengan "prinsip". Keyakinan yang perlu ditanamkan dari awal adalah:
- dunia ini ada karena suatu sebab, dan ada sebab di dalamnya yang dapat meniadakannya
- aku adalah arsitek hidupku
- perbuatan baik akan memunculkan akibat baik, dan perbuatan jahat akan memunculkan akibat jahat


Nevada

Quote from: bond on 17 October 2009, 01:02:46 PM
Quote from: hatRed on 17 October 2009, 12:46:13 PM
[at] es bon bon
aye siap ;D

anything for the truth

"give me the truth, even if it hurts me"

Coba Anda cubit tangan sendiri sekuat tenaga, is it hurts you? that's the truth law of kamma. Simple...how far you wanna go friend?  ;D

Dhamma berada sangat dekat. ;D