Membuktikan kebenaran Hukum Karma?

Started by inJulia, 16 October 2009, 07:48:06 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

coecoe

 [at]  change
saya mo coba memberi perbandingan.
anda menilai saya dari apa yang anda tidak tahu.
klo saya menulis dari apa yang saya baca/lihat atas tulisan anda.
ada bedanya gak?
siapa yang disebut fanatik?
apa akibatnya klo sudah terikat fanatisme, siapa yang tidak mau belajar, melihat atau membuka (konsep-konsep pengetahuan) diri?
seperti yang aku sudah tulis tentang arti spekulasi. apa bedanya pengetahuan Buddha atau mereka yang tercerahkan  dengan awam? dalam proses pembelajaran dalam kehidupan kita apakah kita harus tetap fanatik, memegang teguh, mempercayai sepenuhnya tehadap pengetahuan diri dan menutup diri terhadap pendapat yang lain?
Who am i?

Tekkss Katsuo

 _/\_

Itulah perbedaannya, semua kembali ke pribadi masing masing, mao menganggap itu hukum kamma atau hukum tuhan sekalipun.. namun dia harus kembali berpikir, dia telah melakukan suatu perbuatan yg tdk baik misalnya berbohong, karena ketahuan maka dia tdk dipercaya org lagi (ini jelas jelas merupakan hukum kamma menurut saya pribadi) namun umat diluar Buddhism mungkin menganggap ini adalah cobaan tuhan tanpa dia melihat kembali perbuatan apa yg menghasilkan demikian

_/\_

hatRed

hukum kamma dan hukum tuhan, constraintnya bukannya beda ;D
i'm just a mammal with troubled soul



Tekkss Katsuo

#33
 _/\_

wew haha mao disebut constraint atao beda itu diserahkan org yang hendak memakai kata tersebut kalo mau jjg boleh dibuat kata yg baru. . wkwkwkwkw  :)) :)) :))

_/\_

coecoe

coba saya tes ego kita masing-masing, apa penjelasan pendapat teman-teman dari tulisan saya reply #31 diatas, berguna atau tidak?
Who am i?

inJulia

Thanks dan Anumodana to All atas responnya.

=Makan berakibat kenyang
=Pegang api berakibat melepuh
Itu lebih tepat ke hukum sebab akibat tentang biologi, fisika, kimia. Bukan Hk Karma. ;-)

Hukum Karma adalah Hukum sebab akibat yang berkaitan dengan PERBUATAN. Niat, cetana, ego.

Quote from: hatRed on 16 October 2009, 08:34:29 AM
kalo Hukum itu pasti, pdahal anda sendiri menolak kepastian itu (bukan berarti tidak pasti, hanya saja anda masih dangkal untuk mencari variable lain yg menyebabkan sesuatu itu terjadi)
Saya Buddhis, so saya MEYAKINI Hk. Karma. Jadi bukan menolak atau tidak percaya pada Hk Karma.  Kita mengimani Hk. Karma. ;-)

Quote from: HatRed
kembali lagi dengan pengertian hukum bagi anda, anda menggangap hukum itu pasti, jadi kalo A pasti B.

sekarang saya tanya, apakah dalam dunia anda ada hukum yg mengikat seperti KUHP dan lain lain ?

apakah dalam hukum tersebut terdapat jelas pasal2 yg menjabarkan sebab akibat, lalu apakah anda yakin benar, pencuri itu pasti dipenjara?

nah kalo gak ketangkep polisi dan diadili bagaimana? apakah hukum KUHP itu pasti? kalau menurut anda tidak, kenapa ahli bahasa, menyertakan kata Hukum di KUHukumP ?

mngkin anda belajar dulu di Abhidhamma, disitu yg mengatur segala sesuatu tidak hanya Hukum Kamma.
Jangan dicampur aduk antara Hukum buatan manusia dengan Hukum Alam, Semesta yang "maha kuasa", "sempurna", Bro HatRed. ;-)


Quote from: HatRed
ini adalah sebuah generalisir...

bagaimana suatu makhluk dapat mengalami apa yg akan dialaminya, itu adalah sangat beragam variablenya dan sangat dinamis dan bervariasi

tidak selau sama dengan lainnya.

harap baca baca dulu dengan keyword "Citta Utu Kamma Ahara"

saya beri contoh :

Bila saya taruh tangan saya diatas bara api, pasti saya akan kepanasan

nah dapat anda teliti disitu ada sebab dan akibat. saya anggap itu hukum kamma juga loh..

baik saya tanya kepada anda apakah hal tersebut adalah hal yg pasti?

kalau anda jawab ya, bisa saja saya jawab tidak. karena anda belum memikirkan variable2 lainnya.

misal, kalau saya memakai pelindung ditangan saya yg tahan panas, dan hanya menaruh diatas api sebentar saja. saya gak kepanasan tuh...

semoga mengejutkan   
Nah, karena banyak variable itulah, plus karma tidak matang seketika, kita-kita MUSTAHIL menelusuri mana penyebab/karma untuk satu vipaka, buah. jalinannya terlalu ruwet bukan akal sehat kita-kita.

Thanks
_/\_

inJulia

#36
Quote from: g.citra on 16 October 2009, 08:08:30 AM
Kalo mau ngeliat yg gampang mah, gini aja Jul ...

Kamu kan dah buka thread, trus saya nulis koment ... itu dah sebab akibat ... sebabnya kamu buka thread, terus ada akibat yg kamu terima ...
Itu aja cukup! Kalo mau di korek lagi kenapa kamu buka thread, atau kenapa thread dipisahkan dsb, sama aja ujung-ujungnya kamu ngorek-ngorek asal mula alam semesta (sebab awal) ...  sama kayak orang ngilik kuping ... makin dikilik, makin asik ... jadi lupa waktu ...
-------------
Ambil makna dari tulisan itu! jangan di telan mentah-mentah ...
Bicara mengenai penelusuran jalinan (rangkaian) kamma, akhir pencariannya dah saya tulis tuh diatas ...

Coba kalo dah gitu, muter-muter dan gak abis-abis kan ?  
Masa sih bisa ke awal mula penciptaan? Rasanya ngga ke sana arahnya.

Tapi Anda sudah paham,
saya justru mengajak agar kita ngga usah MEMASTIKAN mana karma/perbuatan yang berbuah, berakibat ini atau itu.

Yang bisa kita lakukan hanya:MUNGKIN, DUGAAN, HIPOTESA belaka.

_/\_

(edit, salah quote)

hatRed

i'm just a mammal with troubled soul



inJulia

Quote from: xuvie on 16 October 2009, 08:15:09 AM
Maap orang lewat numpang nyela...

Kata Sang Buddha yg tidak terpikirkan adalah "kamma-vipaka", akibat dari perbuatan yg susun menyusun demikian kompleksnya dlm mengondisikan terjadinya satu hal. Bukannya kebenaran ttg adanya Hukum Kamma. Selain itu, maksud Sang Buddha adalah hal ini tidak dapat ditembusi oleh pemikiran intelek seorang 'putthujjana' belaka.
Karma Vipaka kan bagian dari Hukum Karma. Kalao Karma Vipaka nya saja ngga bisa ditelusuri, sudah pasti Hk Karma itu sendiri makin sulit ditelusuri. Bisa gila. :-)  ;D
_/\_

coecoe

Quote from: wangsapala on 16 October 2009, 10:00:26 AM
_/\_

Itulah perbedaannya, semua kembali ke pribadi masing masing, mao menganggap itu hukum kamma atau hukum tuhan sekalipun.. namun dia harus kembali berpikir, dia telah melakukan suatu perbuatan yg tdk baik misalnya berbohong, karena ketahuan maka dia tdk dipercaya org lagi (ini jelas jelas merupakan hukum kamma menurut saya pribadi) namun umat diluar Buddhism mungkin menganggap ini adalah cobaan tuhan tanpa dia melihat kembali perbuatan apa yg menghasilkan demikian

_/\_

yah.. untung ada kata mungkin....,
coba anda bayangkan klo anda kuliah sambil bekerja, ada beberapa kemungkinan, bukan hanya 1, dalam pembelajaran dan kenyataan kehidupan yang berjalan.
Who am i?

Tekkss Katsuo

 _/\_

Demikianlah Bro Coe Coe, semuanya memiliki kemungkinan. haha  :))

_/\_

inJulia

Quote from: Hendra Susanto on 16 October 2009, 09:31:30 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 October 2009, 09:28:58 AM
Saya setuju dengan inJulia bahwa keseluruhan hukum kamma tidak bisa dibuktikan. Sebagian kecil yang bisa kita buktikan adalah yang nyata seperti jika kita berpikir buruk (benci, iri hati) PASTI mengakibatkan penderitaan (pikiran tidak tenang). Itu pun hanya terbatas pada pembuktian kepada diri sendiri, karena hanya diri sendiri yang bisa menyadari dan mengetahui akibatnya tersebut. Kalau ada seorang munafik berpikiran jahat dan kita tanya "tenang atau tidak?", bisa saja dia jawab "tenang" dan apalah yang bisa dibuktikan?






kain coba keplak pala orang dijalan liat apa yang terjadi pada anda...

1. dikeplak balik
2. diludain
3. dipelototin
4. dibilang 'loe gila yak?!'

Keplak anak kecil, yang lagi jalan sendirian , di tempat sepi coba. he he he
apa akibatnya?
Ada yang merasa puas dan bahagia bisa menggepuk orang lain. he he he
Apa ini membuktikan bahwa Hk Karma: menggepuk orang berakibat bahagia dan puas?



Maaf, offline dulu, nyari sesuap nasi segengam berlian. :-)
maaf, to All
_/\_

Nevada

#42
Kalau ingin mengetahui apakah Hukum Kamma bisa dibuktikan, maka kita harus menguji keberadaan sebab-akibatnya. Salah satu yang bisa menjadi dasar peninjauan adalah Hukum Kamma berdasarkan waktu berbuahnya.

Berdasarkan waktu berbuahnya, kamma terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
1) Kamma yang akan berbuah pada kehidupan saat ini
2) Kamma yang akan berbuah pada kehidupan yang akan datang
3) Kamma yang akan berbuah pada kehidupan-kehidupan yang akan datang
4) Kamma yang tidak berbuah; karena tertimbun oleh kamma yang lain

Pada jenis kamma pertama, kita bisa membuktikannya dari hal-hal simpel. Misalnya menolong orang lain akan mendapatkan penghargaan, apresiasi, hidup dengan damai, dsb. Tapi tidak semua dapat dijangkau oleh intelektualitas. Misalnya bila seseorang menjadi korban perampokan, kita tidak bisa memastikan bahwa itu adalah akibat dari perbuatan buruknya kemarin. Namun yang jelas, jenis kamma pertama ini paling mudah dilihat keberadaannya. Semua tumpukan perbuatan kita akan mengondisikan berbuahnya akibat. Karena seseorang lengah, karena seseorang berperilaku tidak baik; maka hal ini mengondisikan hidupnya sehingga riskan untuk dirampok. Itu contoh sederhananya.

Jenis kamma kedua dan ketiga bisa dianalisa lewat meditasi ataupun regresi kehidupan lampau. Banyak watak dan kejadian yang menimpa di hidup kita yang sebenarnya merupakan akumulasi dari perbuatan lampau. Misalnya pada kasus teman saya yang ternyata pada kehidupan lampau adalah seseorang yang terobsesi mengoleksi kaset video dan piringan hitam yang berisi film-film horor. Pada kehidupan ini, dia masih tertarik untuk menonton film bernuansa horor. Tapi kecenderungan ini terkadang membuatnya ketakutan; dan merasa dihantui oleh bayang-bayang kematian. Karena akumulasi tren batin ini, perilakunya di kehidupan sekarang penuh kecurigaan dan rasa cemas yang berlebihan pada peristiwa tertentu.

Beberapa akibat dari perbuatan lampau ini terlalu halus untuk dapat dijangkau lewat intelektual. Para ahli hipnoterapi dan psikolog bisa membawa seseorang untuk kembali melihat masa lalunya, bahkan termasuk kehidupan lalunya; untuk dapat mencari tahu penyebab dari kecenderungan masalah yang terjadi pada saat kini. Anak-anak indigo juga bisa melihat bukti nyata dari jenis kamma kedua dan ketiga ini. Selebihnya, bila benar-benar ingin mengetahui jalannya sistematis hukum kamma, Anda harus menjadi Sammasambuddha, atau minimal seorang Arahanta dengan kemampuan batin yang tinggi.

Jenis kamma keempat adalah kamma yang pada beberapa kasus sederhana bisa dilihat keberadaannya. Misalnya seseorang yang telah berbuat baik, maka ia mendapatkan calon pasangan hidup yang baik. Namun sayang dunia kiamat, sehingga ia dan calon pasangan hidupnya pun meninggal. Akibatnya ia tidak bisa menikah dengan calon pasangan hidupnya. Sehingga perbuatan baiknya tidak berbuah karena tertimbun oleh kamma-kamma lain yang lebih kuat.


Ingin membuktikan hukum kamma berarti ingin membuktikan cara kerja dunia dalam penghidupan. Jika ingin membuktikan cara kerja dunia dalam penghidupan, kita harus mengenali pikiran kita sendiri. Dari kemampuan menganlisa pikiran sendiri, kita akan melihat bahwa hukum kamma itu hanya sebatas akumulasi pikiran yang terkontaminasi kotoran batin. Ketika pikiran tidak terkontaminasi oleh kemelekatan dan hasrat-keinginan, maka kita tidak mengambil peran dalam hukum kamma. Kita tidak membuat kamma, dan kita tidak memiliki syarat untuk tetap berada di samsara ini.

hatRed

 [at] InJulia

maksudnya yg dipermasalahkan disini kek bertanya "Siapa yg sudah arahat" gitu yah ;D

atau "siapa yg sudah dapat memikirkan sesuatu yg tak terpikirkan seorang putujana" :D

yah kalo gitu sih, buat dijadikan standar iman kagak bisa lah..  karena manusia sebenarnya mengimani dengan sesuai "Kalama sutta" <--cmiiw ;D

seperti tulisan aye dulu "Keyakinan anda diragukan" disitu memang kita belum melihat seluruhnya, namun kita juga tidak berarti tidak membuktikan sama sekali, ada beberapa hal yg kita buktikan seperti bro wansapala katakan.

tetapi imo yg menjadi masalah bukan itu, karena bagi seorang yg mempelajari Buddhisme, maka hidupnya adalah suatu pembelajaran juga.

cita cita belum tercapai, bukan berarti kita tidak punya minat terhadap cita cita tersebut _/\_
i'm just a mammal with troubled soul



wen78

karma bukan untuk di buktikan.
karma adalah hasil dari tindakan kita.
karma masa lalu adalah masa lalu.
karma masa depan adalah karma masa depan.
biarlah tindakan kita adalah "murni", bukan karena pengharapan akan karma baik atau penghindaran akan karma buruk ;)
segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.