Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?

Started by Kokuzo, 17 July 2007, 11:20:21 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Upaseno

Quote from: Dharmakara on 27 July 2007, 05:04:55 PM
apa ukuran bahwa sutta itu cacat? sudahkah seseorang mencapai arahat lalu menilai dan mengkritik sebuah sutta?

Wuah sorry mas, Sang Buddha adalah satu-satunya guru yang memberi kebebasan untuk semua muridnya untuk tidak gampang percaya sesuatu sebelum meneliti dan mengobservasi sesuatu tersebut.  Tentu saja, "menilai" dan "mengkritik" ada levelnya dan level "menilai" dan "mengkritik" saya, tidak jauh beda artinya dengan "meneliti" dan "mengobservasi."  So, bukan Arahat saja yang boleh menilai dan mengkritik sutta.
Sekali lagi, sorry mas.

Upaseno

Quote from: dhanuttono on 27 July 2007, 08:59:37 PM
Quote from: Dharmakara on 27 July 2007, 05:04:55 PM
seorang bhiksu zen yang mencapai  bahkan menyatakan apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar.... "sutta hanyalah sebuah jari yang menunjuk ke bulan".....

sebenarnya ane jg binun dengan ajaran Zen/Chan [maaf kalo salah tulis] kata2 memang tidak bs di artikel secara langsung, mengandung makna yg dalam, tp apakah yg dimaksud "apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar" berarti sutta/sutra itu semua adalah palsu/salah/tidak benar/tipuan/ilusi ? jika demikian kenapa Buddha menyatakan Dhammanya ? ga tau  :?? [jd master Zen jg nih  ^-^]

Kecacatan didalam Sutta jika merujuk pada sejarah penyusunan Tripitaka [entah sejarah ini benar ato tidak] bisa [kemungkinan] terjadi karena adanya keinginan dari beberapa Bhikkhu yg ingin menghapus peraturan2 yg dianggap berat/merugikan. Tapi apakah hanya itu ? bs jd masuknya ajaran2 baru [dari para Bhikkhu yg dianggap suci/senior] kedalam kumpulan2 Sutta di kemudian hari, belum lagi proses penerjemahannya dan alasan lainnya.

tapi apakah Dhamma yg diajarkan Buddha hanya terbatas apa yg tertulis di Sutta ? padahal Buddha pernah mengatakan bahwa Dhamma yg dia ajarkan hanya sebanyak daun didalam gemgamannya, tapi Dhamma yg belum diajarkan sebanyak jumlah daun yg ada di hutan [gile byk amat ya  :o], apakah bs dikatakan bahwa penambahan2 yg terjadi dikemudian hari [ajaran baru dari para Bhikkhu/sarjana Buddhist diwaktu lampau] dikategorikan kedalamnya ?

bagaimana kita bs mengetahui ini daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan, yg ini bukan daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan ?

mohon sharingnya  _/\_
BINGO!  Congratulation! 

Kokuzo

QuoteMau pindah agama, mau pindah guru...itu kan hak asasi manusia.

ga tau dah Bhante...
ada sebagian orang" tidak bertanggung jawab menambahkan poin itu mungkin...  ^-^



dipasena

Quote from: Kelana on 27 July 2007, 09:07:37 PM
Quote from: dhanuttono on 27 July 2007, 08:59:37 PM

bagaimana kita bs mengetahui ini daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan, yg ini bukan daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan ?

mohon sharingnya  _/\_

Loh... Sdr. Dhanu, bukankah sudah disampaikan oleh Bhante di atas. ^-^

maap bro Kelana klo terulang/postinganya sama dengan punya Bhante, dr pagi [27/07/07] ga sempat OL trus waktu OL malam2 gw ga baca posting2 yg lewat, langsung lanjutin [mulai page 12]  ;D

Muten Roshi

maaf.. saya koreksi sedikit apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar maksudnya adalah: tidak benar-benar menggambarkan apa yang dirasakannya pada saat mencapai pencerahan..

Quote from: Upaseno on 27 July 2007, 09:56:39 PM
Quote from: dhanuttono on 27 July 2007, 08:59:37 PM
Quote from: Dharmakara on 27 July 2007, 05:04:55 PM
seorang bhiksu zen yang mencapai  bahkan menyatakan apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar.... "sutta hanyalah sebuah jari yang menunjuk ke bulan".....

sebenarnya ane jg binun dengan ajaran Zen/Chan [maaf kalo salah tulis] kata2 memang tidak bs di artikel secara langsung, mengandung makna yg dalam, tp apakah yg dimaksud "apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar" berarti sutta/sutra itu semua adalah palsu/salah/tidak benar/tipuan/ilusi ? jika demikian kenapa Buddha menyatakan Dhammanya ? ga tau  :?? [jd master Zen jg nih  ^-^]

Kecacatan didalam Sutta jika merujuk pada sejarah penyusunan Tripitaka [entah sejarah ini benar ato tidak] bisa [kemungkinan] terjadi karena adanya keinginan dari beberapa Bhikkhu yg ingin menghapus peraturan2 yg dianggap berat/merugikan. Tapi apakah hanya itu ? bs jd masuknya ajaran2 baru [dari para Bhikkhu yg dianggap suci/senior] kedalam kumpulan2 Sutta di kemudian hari, belum lagi proses penerjemahannya dan alasan lainnya.

tapi apakah Dhamma yg diajarkan Buddha hanya terbatas apa yg tertulis di Sutta ? padahal Buddha pernah mengatakan bahwa Dhamma yg dia ajarkan hanya sebanyak daun didalam gemgamannya, tapi Dhamma yg belum diajarkan sebanyak jumlah daun yg ada di hutan [gile byk amat ya  :o], apakah bs dikatakan bahwa penambahan2 yg terjadi dikemudian hari [ajaran baru dari para Bhikkhu/sarjana Buddhist diwaktu lampau] dikategorikan kedalamnya ?

bagaimana kita bs mengetahui ini daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan, yg ini bukan daun [Dhamma] yg tergeletak di hutan ?

mohon sharingnya  _/\_
BINGO!  Congratulation! 
[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

Muten Roshi

iyaa tapi sayang banthe apa daya , sebagai umat awam, kita cuma bisa percaya aja koq.. tanpa bisa membuktikan apa yang tertulis di sutta itu....

Quote from: Upaseno on 27 July 2007, 09:54:18 PM
Quote from: Dharmakara on 27 July 2007, 05:04:55 PM
apa ukuran bahwa sutta itu cacat? sudahkah seseorang mencapai arahat lalu menilai dan mengkritik sebuah sutta?

Wuah sorry mas, Sang Buddha adalah satu-satunya guru yang memberi kebebasan untuk semua muridnya untuk tidak gampang percaya sesuatu sebelum meneliti dan mengobservasi sesuatu tersebut.  Tentu saja, "menilai" dan "mengkritik" ada levelnya dan level "menilai" dan "mengkritik" saya, tidak jauh beda artinya dengan "meneliti" dan "mengobservasi."  So, bukan Arahat saja yang boleh menilai dan mengkritik sutta.
Sekali lagi, sorry mas.
[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

Upaseno

Quote from: Dharmakara on 29 July 2007, 01:19:26 AM
iyaa tapi sayang banthe apa daya , sebagai umat awam, kita cuma bisa percaya aja koq.. tanpa bisa membuktikan apa yang tertulis di sutta itu....

Quote from: Upaseno on 27 July 2007, 09:54:18 PM
Quote from: Dharmakara on 27 July 2007, 05:04:55 PM
apa ukuran bahwa sutta itu cacat? sudahkah seseorang mencapai arahat lalu menilai dan mengkritik sebuah sutta?

Wuah sorry mas, Sang Buddha adalah satu-satunya guru yang memberi kebebasan untuk semua muridnya untuk tidak gampang percaya sesuatu sebelum meneliti dan mengobservasi sesuatu tersebut.  Tentu saja, "menilai" dan "mengkritik" ada levelnya dan level "menilai" dan "mengkritik" saya, tidak jauh beda artinya dengan "meneliti" dan "mengobservasi."  So, bukan Arahat saja yang boleh menilai dan mengkritik sutta.
Sekali lagi, sorry mas.
Ya loe umat agama apa? 

Upaseno

Quote from: Dharmakara on 29 July 2007, 01:17:13 AM
maaf.. saya koreksi sedikit apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar maksudnya adalah: tidak benar-benar menggambarkan apa yang dirasakannya pada saat mencapai pencerahan..

Wuah...u uda pencerahan?  Sharing pengalaman donk...

dipasena

Quote from: Upaseno on 29 July 2007, 07:32:00 AM
Quote from: Dharmakara on 29 July 2007, 01:17:13 AM
maaf.. saya koreksi sedikit apa yang ditulis di Sutta itu tidak benar maksudnya adalah: tidak benar-benar menggambarkan apa yang dirasakannya pada saat mencapai pencerahan..

Wuah...u uda pencerahan?  Sharing pengalaman donk...

nah ini yg pernah saya diskusikan dengan Bhante kapan hari, kalo pencerahan/usaha merealisasi kesucian cuma pikiran kita yg tau, bakal muncul banyak orang gila... baru merasakan ini itu, udah di klaim sepihak "gw dah ngalami pencerahan nih" bukan cm terjadi di Buddhism, tp jg di agama lain  ^-^  tuh contohnya sudah ada Bhante, orangnya [Dharmakara] ngaku lg...  ^-^

dipasena

Quote from: Dharmakara on 29 July 2007, 01:19:26 AM
iyaa tapi sayang banthe apa daya , sebagai umat awam, kita cuma bisa percaya aja koq.. tanpa bisa membuktikan apa yang tertulis di sutta itu....



haha...  =)) orang satu ini aneh banget ya... gini dah gw tegaskan, di dalam Buddhism :
1. TIDAK ada pengharusan untuk IMAN dan TIDAK ada kata IMAN.
2. TIDAK ada penuntutan untuk PERCAYA dan TIDAK ada kata PERCAYA-lah

dan di dalam Buddhism, semua jalan itu telah disediakan, pintu terbuka lebar, tanpa perlu syarat apapun, so tidak ada yg TIDAK bisa dibuktikan, tapi BELUM bisa dibuktikan karena terbatasnya kemampuan kita, seperti layaknya anak SD/SMP yg belum bisa membuktikan teori Integral lipat banyak itu ada, tapi bukan berarti teori itu TIDAK bisa dibuktikan dan TIDAK ada, tapi BELUM bisa dibuktikan oleh anak SD/SMP

so jangan paksakan pandangan anda mengenai IMAN dan PERCAYA kedalam Buddhism, jika anda mau pake siste IMAN dan PERCAYA silakan gunakan sendiri, tidak perlu ditawarkan kepada orang lain apalagi pake acara maksa bukan ?

Kokuzo

Ttono, tenang lah kaw bah...
kan sudah kubilang mungkin si Kara ini ex-K, jadi masik pakek cara pemahaman yang dulu dia...
Bahwa sesuatu itu harusnya diimani kalopun tak terbukti...
Jangan emosi dulu kaw No... Santelah...  :)

Sukma Kemenyan

percaya sukur...
ga percaya sukur....

geto aja koq repot...

elo bisa mati...
bisa tua...
bisa sakit...
bisa padam...

percaya sukur...
ga percaya sukur...

toh pasti terjadi ini...

hidup udah susah
malah dibikin makin menjlimet....
hai ya...

Kokuzo

Quoteelo bisa mati...
bisa tua...
bisa sakit...

yang pasti" aja deh dulu, yang ga perlu pembuktian uda ada di depan mata...
nagapen masalahin yang belum bisa/perlu dibuktiin?

dipasena

Quote from: 7th on 29 July 2007, 02:10:55 PM
Ttono, tenang lah kaw bah...
kan sudah kubilang mungkin si Kara ini ex-K, jadi masik pakek cara pemahaman yang dulu dia...
Bahwa sesuatu itu harusnya diimani kalopun tak terbukti...
Jangan emosi dulu kaw No... Santelah...  :)

hi-ih, sabar-ai wal [tenang kawan], unda kada [saya tidak] emosi, cm berusaha tegas aja ke in-nya [dia] kada-u'sah [tidak perlu] bawa" model gtu ke Buddhism


NB: berhubung pake bahasa batak khas sumatra, jd saya menggunakan bahasa banjar nih khas kalimantan  ;D

FZ

Quote from: dhanuttono on 29 July 2007, 10:10:54 PM
Quote from: 7th on 29 July 2007, 02:10:55 PM
Ttono, tenang lah kaw bah...
kan sudah kubilang mungkin si Kara ini ex-K, jadi masik pakek cara pemahaman yang dulu dia...
Bahwa sesuatu itu harusnya diimani kalopun tak terbukti...
Jangan emosi dulu kaw No... Santelah...  :)

hi-ih, sabar-ai wal [tenang kawan], unda kada [saya tidak] emosi, cm berusaha tegas aja ke in-nya [dia] kada-u'sah [tidak perlu] bawa" model gtu ke Buddhism

NB: berhubung pake bahasa batak khas sumatra, jd saya menggunakan bahasa banjar nih khas kalimantan  ;D

Butuh tambahan Thread Warung Bahasa Baru neh..  <:-P