News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

PIKIRAN dan PERASAAN HMMMmmmm

Started by EVO, 26 December 2007, 09:37:59 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Quote from: Sumedho on 15 January 2008, 10:04:00 PM
Quotekontak/phasa----> kesadaran indera(knowing)----->sanna--->vedana(dalam vedana juga terjadi sanna)
bro bond, kalo seperti ini, seperti contoh bro radi, agak kurang masuk jg nih..

misalnya, kita sedang duduk, tiba2x ada suara hentakan keras. Yang muncul sensasi tidak enak dahulu atau kita langsung mengenal (mencerap) bunyi apakah itu ? IMO sih sensasi tidak enak dahulu


dear sumedho,

sebaliknya bro...... terlebih dahulu mencerna bunyi dahulu, setelah itu baru diputuskan enak atau tidak enak.....

contoh lainnya antara cubitan dan elusan :
1. dicubit : terjadi sentuhan dulu, baru terasa bahwa itu menyakitkan
2. elusan : terjadi sentuhan juga, setelah itu terasa bahwa itu nyaman  ;)


Sumedho

Quotedear sumedho,

sebaliknya bro...... terlebih dahulu mencerna bunyi dahulu, setelah itu baru diputuskan enak atau tidak enak.....

contoh lainnya antara cubitan dan elusan :
1. dicubit : terjadi sentuhan dulu, baru terasa bahwa itu menyakitkan
2. elusan : terjadi sentuhan juga, setelah itu terasa bahwa itu nyaman 

Bro markos, coba refer ke diskusi sebelum2xnya tentang perasaan. Sepertinya vedana/sensasi setelah phassa itu berbeda dengan perasaan/feeling yang biasa kita rujuk.

Kalau perasaan/feeling itu agak kompleks dan tergantung pikiran (ekspektasi, pandangan, dkk). kalau vedana/sensasi itu tidak.

misalnya, kita di elus oleh tangan lembut -> sensasi/vedana enak/pleasant -> sanna mencerap sebagai elusan tangan. habis itu mata melihat dst ternyata itu cowo. lalu "perasaan"/feeling itu jadi ill feel ternyata itu cowo. jadi disini perasaan kompleks itu bisa berubah tergantung pikiran, terlepas dari sensasi/vedana dari elusan itu enak/pleasant.

demikian pula dicubit.  Dicubit itu tidak enak/not pleasant, tapi yang cubit itu cewe cantik, nah jadi enak deh...  ^-^
There is no place like 127.0.0.1

EVO

nih pos paling enak bacanya malam dan pagi
otak masih segar...
tambah lama tambah asyik melihat pembahasannya...

Sumedho

maaf yah postingan bawah sadar antara bro bond dan bro suchamda, di pindahkan ke thread baru.  _/\_
There is no place like 127.0.0.1

Suchamda

Quotemaaf yah postingan bawah sadar antara bro bond dan bro suchamda, di pindahkan ke thread baru.

Ya, sebaiknya begitu.
Sebetulnya itupun isinya bukan pembicaraan tentang bawah sadar kok. Yah...baca sendiri deh... ^:)^
Saya sangat setuju dengan tindakan moderator.
Terimakasih.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Suchamda

#185
Bro-bro semuanya,
Ada yang memberitahu katanya pengetahuan yang akurat tentang proses ini adalah sangat penting untuk melengkapi meditasi kita dalam mendapatkan jalan menuju pembebasan.
Salah mengerti ya salah jalan. Dimana ada Dharma dibabarkan, disitu pula Mara menyelinap.
Hati-hatilah terhadap sang penyesat yang bisa saja berwujud rupa "Buddha". (no pun intended).
Just be careful.

Selanjutnya no comment. ^:)^
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

tesla

Quote from: Sumedho on 16 January 2008, 01:18:47 PM
Quotedear sumedho,

sebaliknya bro...... terlebih dahulu mencerna bunyi dahulu, setelah itu baru diputuskan enak atau tidak enak.....

contoh lainnya antara cubitan dan elusan :
1. dicubit : terjadi sentuhan dulu, baru terasa bahwa itu menyakitkan
2. elusan : terjadi sentuhan juga, setelah itu terasa bahwa itu nyaman 

Bro markos, coba refer ke diskusi sebelum2xnya tentang perasaan. Sepertinya vedana/sensasi setelah phassa itu berbeda dengan perasaan/feeling yang biasa kita rujuk.

Kalau perasaan/feeling itu agak kompleks dan tergantung pikiran (ekspektasi, pandangan, dkk). kalau vedana/sensasi itu tidak.

misalnya, kita di elus oleh tangan lembut -> sensasi/vedana enak/pleasant -> sanna mencerap sebagai elusan tangan. habis itu mata melihat dst ternyata itu cowo. lalu "perasaan"/feeling itu jadi ill feel ternyata itu cowo. jadi disini perasaan kompleks itu bisa berubah tergantung pikiran, terlepas dari sensasi/vedana dari elusan itu enak/pleasant.

demikian pula dicubit.  Dicubit itu tidak enak/not pleasant, tapi yang cubit itu cewe cantik, nah jadi enak deh...  ^-^

menurutku, kalau membahas dalam konteks perasaan emosi yg agak kompleks seperti yg dicontohkan bro markos... dalam kasus tertentu jg tidak mencerna dulu baru muncul perasaan...
contoh:

kasus1:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> dicerna dulu, oh ternyata music -> sensasi enak -> tindakan, stel volume agak keras

kasus2:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> sensasi sangat tidak enak -> tindakan, tubuh terkejut/melompat -> baru dicerna, oh ternyata cuman bunyi ban meletus
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Suchamda

Nih, saya kasih contekan. Cobalah baca Bahiya Sutta.
Mudah2an tercerahkan.
_/\_
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

tesla

inikah yg dimaksud?
QuoteBahiya Sutta (Ud I.10) -- Mengenai Bahiya

Demikian telah kudengar. Satu ketika Sang Bhagava tengah bersemayam di
Savatthi, di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Adapun pada ketika itu
Bahiya yang berpakaian kulit kayu tengah bersemayam di Supparaka dekat
pantai. Ia dihormati, dihargai, dimuliakan, dipuji, dijunjung -- seorang
penerima jubah, makanan sedekah, pemondokan, dan keperluan obat-obatan
untuk menyembuhkan penyakit. Kemudian, sewaktu sendirian dalam penyepian,
pemikiran ini muncul dalam benaknya: "Nah, dari mereka yang di dunia ini
adalah para arahat atau telah memasuki jalan menuju kearahatan, akukah di
antaranya?"

Kemudian satu dewa yang dulunya pernah menjadi kerabat Bahiya yang
berpakaian kulit kayu -- welas asih, menghendaki kesejahteraannya,
mengetahui dengan benaknya sendiri pemikiran yang muncul dalam benak
Bahiya -- pergi ke tempat ia tengah bersemayam dan ketika tiba berkata
kepadanya: "Engkau, Bahiya, bukanlah seorang arahat ataupun telah
memasuki jalan menuju kearahatan. Engkau bahkan tidak mengikuti latihan
yang memungkinkanmu menjadi seorang arahat atau memasuki jalan menuju
kearahatan."

"Namun siapakah, yang hidup di dunia ini beserta para dewatanya, adalah
seorang arahat atau telah memasuki jalan menuju kearahatan?"

"Bahiya, terdapat sebuah kota di negeri sebelah utara bernama Savatthi.
Sang Bhagava -- seorang arahat, swabangun dengan benar -- tengah
bersemayam di sana saat ini. Beliau benar-benar seorang arahat dan beliau
mengajarkan Dhamma yang membimbing menuju kearahatan."

Kemudian Bahiya, tergugah secara mendalam oleh dewa tersebut,
meninggalkan Supparaka saat itu juga dan, dalam waktu sehari semalam,
pergi sampai ke tempat Sang Bhagava tengah bersemayam di Savatthi, di
Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Adapun pada ketika itu, sejumlah besar
bhikkhu tengah melakukan meditasi jalan di udara terbuka. Ia pergi kepada
mereka dan, ketika tiba, berkata, "Di manakah, bhante, Sang Bhagava
tengah bersemayam -- sang arahat, swabangun dengan benar? Aku ingin
menemui beliau."

"Beliau telah pergi ke dalam kota untuk mengumpulkan makanan sedekah."

Kemudian Bahiya segera meninggalkan Hutan Jeta dan memasuki Savatthi,
serta melihat Sang Bhagava tengah mengumpulkan makanan sedekah di
Savatthi -- tenang, menenteramkan, indera-inderanya damai, pikirannya
damai, sangat sentosa dan seimbang, sempurna, terlatih, terjaga,
indera-inderanya terkendali, Orang yang Agung (naga). Melihatnya, ia
menghampiri Sang Bhagava dan, ketika tiba, menjatuhkan dirinya, dengan
kepala di kaki Sang Bhagava, dan berkata, "Ajarkan aku Dhamma, O Sang
Bhagava! Ajarkan aku Dhamma, O Sang Sugata, yang akan lama bagi
kesejahteraan dan kebahagiaanku."

Ketika ini dikatakan, Sang Bhagava berkata kepadanya: "Ini bukan
waktunya, Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan
sedekah."

Kedua kalinya, Bahiya berkata kepada Sang Bhagava: "Namun adalah sulit
untuk mengetahui dengan pasti bahaya-bahaya apa yang mungkin terjadi pada
hidup Sang Bhagava, atau bahaya-bahaya apa yang mungkin terjadi pada
hidupku. Ajarkan aku Dhamma, O Sang Bhagava! Ajarkan aku Dhamma, O Sang
Sugata, yang akan lama bagi kesejahteraan dan kebahagiaanku."

Kedua kalinya, Sang Bhagava berkata kepadanya: "Ini bukan waktunya,
Bahiya. Kami telah memasuki kota untuk mengumpulkan makanan sedekah."

Ketiga kalinya, Bahiya berkata kepada Sang Bhagava: "Namun adalah sulit
untuk mengetahui dengan pasti bahaya-bahaya apa yang mungkin terjadi pada
hidup Sang Bhagava, atau bahaya-bahaya apa yang mungkin terjadi pada
hidupku. Ajarkan aku Dhamma, O Sang Bhagava! Ajarkan aku Dhamma, O Sang
Sugata, yang akan lama bagi kesejahteraan dan kebahagiaanku."

"Lantas, Bahiya, engkau hendaknya melatih dirimu sendiri demikian: Dalam
yang terlihat hanya akan ada yang terlihat. Dalam yang terdengar hanya
akan ada yang terdengar. Dalam yang terasa hanya akan ada yang terasa.
Dalam yang tersadari hanya akan ada yang tersadari. Demikianlah engkau
hendaknya melatih dirimu sendiri. Ketika bagimu hanya ada yang terlihat
dalam yang terlihat, hanya ada yang terdengar dalam yang terdengar, hanya
ada yang terasa dalam yang terasa, hanya ada yang tersadari dalam yang
tersadari, maka, Bahiya, engkau tidak akan 'dengan itu'. Ketika engkau
tidak dengan itu, engkau tidak akan 'di situ'. Ketika engkau tidak di
situ, engkau tidak akan berada 'di sini' ataupun 'di sana' ataupun di
antara keduanya. Ini, hanya ini, adalah akhir dari penderitaan."


Lewat mendengar penjelasan ringkas mengenai Dhamma dari Sang Bhagava ini,
pikiran Bahiya yang berpakaian kulit kayu di sana dan saat itu juga
terbebas dari noda-noda lewat ketaklekatan. Setelah menasihati Bahiya
yang berpakaian kulit kayu dengan penjelasan ringkas mengenai Dhamma,
Sang Bhagava berangkat.

Adapun tak lama setelah Sang Bhagava berangkat, Bahiya -- diserang oleh
seekor lembu beserta anak-lembu -- meninggal dunia. Kemudian Sang
Bhagava, setelah pergi mengumpulkan makanan sedekah di Savatthi, sehabis
bersantap, kembali dari pengumpulan makanan sedekahnya bersama dengan
sejumlah besar bhikkhu, melihat Bahiya telah wafat. Melihatnya, beliau
berkata kepada para bhikkhu, "Ambillah tubuh Bahiya dan, letakkan di atas
tandu serta bawalah pergi, kremasikan dan bangunkanlah sebuah stupa.
Sahabatmu dalam kehidupan suci telah wafat."

"Baiklah, bhante," para bhikkhu menyahut. Setelah meletakkan tubuh Bahiya
di atas tandu, membawanya pergi, mengremasikannya, dan membangunkannya
sebuah stupa, mereka pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah
menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara mereka tengah duduk di
sana, mereka berkata pada Sang Bhagava, "Tubuh Bahiya telah dikremasikan,
bhante, dan stupanya telah dibangun. Bagaimana nasibnya? Bagaimana
keadaan masa depannya?"

"Para bhikkhu, Bahiya yang berpakaian kulit kayu itu bijaksana. Ia
berlatih Dhamma sesuai dengan Dhamma dan tidak merepotkanku dengan
masalah yang berkaitan dengan Dhamma. Bahiya yang berpakaian kulit kayu,
telah Parinibbana."

Kemudian, menginsyafi pentingnya hal tersebut, Sang Bhagava ketika itu
mengutarakan sabda ini:

Di mana air, tanah, api, & angin tak punya pijakan:
Di sana bintang-bintang tidak bersinar,
   matahari tidak terlihat,
   rembulan tidak muncul,
   kegelapan tidak diketemukan.
Dan ketika sang arif,
   seorang brahmana melalui kebijaksanaan,
   telah mengetahui [ini] untuk dirinya,
maka dari bentuk & nirbentuk,
   dari kebahagiaan & penderitaan,
      ia terbebas.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

markosprawira

Quote from: tesla on 16 January 2008, 09:52:06 PM

menurutku, kalau membahas dalam konteks perasaan emosi yg agak kompleks seperti yg dicontohkan bro markos... dalam kasus tertentu jg tidak mencerna dulu baru muncul perasaan...
contoh:

kasus1:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> dicerna dulu, oh ternyata music -> sensasi enak -> tindakan, stel volume agak keras

kasus2:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> sensasi sangat tidak enak -> tindakan, tubuh terkejut/melompat -> baru dicerna, oh ternyata cuman bunyi ban meletus

dear tesla,

sebenarnya proses keduanya sama saja..... hanya saja terlompat itu menjadi refleks, jadi seolah-olah memby pass

jadi sebenarya:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> dicerna -> sensasi sangat tidak enak -> tindakan, tubuh terkejut/melompat -> baru dicerna, oh ternyata cuman bunyi ban meletus

mirip kaya begitu mencium bau sampah, otomatis kita akan tutup hidung.........  ;D

Sumedho

Quotejadi sebenarya:
bunyi didengar oleh indra pendengaran -> dicerna -> sensasi sangat tidak enak -> tindakan, tubuh terkejut/melompat -> baru dicerna, oh ternyata cuman bunyi ban meletus

mirip kaya begitu mencium bau sampah, otomatis kita akan tutup hidung......... 
bro markos, maksudnya mencerna itu artinya thinking/berpikir ?
There is no place like 127.0.0.1

markosprawira

dear sumedho,

dicerna disini, adalah artian proses secara mano/indera pikiran..... yah bisa juga dibilang berpikir.... karena dari berpikir lah, muncul rasa suka atau tidak suka...

selama masih hanya kesadaran mendengar saja, itu sifatnya netarl.... .tidak ada suka atau tidak suka

Sumedho

keknya yg bro markos rujuk dengan sensasi/perasaan itu bukan vedana deh

menurut SN25.5, Vedana Sutta,
QuoteAt Savatthi. "Monks, feeling born of eye-contact is inconstant, changeable, alterable. Feeling born of ear-contact... Feeling born of nose-contact... Feeling born of tongue-contact... Feeling born of body-contact... Feeling born of intellect-contact is inconstant, changeable, alterable.

"One who has conviction & belief that these phenomena are this way is called a faith-follower: one who has entered the orderliness of rightness, entered the plane of people of integrity, transcended the plane of the run-of-the-mill. He is incapable of doing any deed by which he might be reborn in hell, in the animal womb, or in the realm of hungry shades. He is incapable of passing away until he has realized the fruit of stream-entry.

"One who, after pondering with a modicum of discernment, has accepted that these phenomena are this way is called a Dhamma-follower: one who has entered the orderliness of rightness, entered the plane of people of integrity, transcended the plane of the run-of-the-mill. He is incapable of doing any deed by which he might be reborn in hell, in the animal womb, or in the realm of hungry shades. He is incapable of passing away until he has realized the fruit of stream-entry.

"One who knows and sees that these phenomena are this way is called a stream-enterer, steadfast, never again destined for states of woe, headed for self-awakening."

kalau yg bro maksud itu sepertinya intellect-contact, yang merupakan hasil pemikiran/mano/indra pikiran. padahal ada vedana dari kontak indra yang terjadi sebelumnya.

misalnya kontak indra hidung -> vedana dari kontak hidung, setelah itu baru berpikir (kontak indra pikiran) -> vedana dari kontak pikiran....
There is no place like 127.0.0.1

markosprawira

dear medho,

betul sekali ada vedana pada setiap proses itu, yaitu pada proses mendengar dan juga pada proses berpikir

namun sekali lagi, yang menjadi intinya adalah bahwa objek itu sifatnya netral, jadi kontak antara objek "bau" dengan indera hidung, juga netral

yang menjadikan itu tidak menyenangkan adalah karena "persepsi" atau sanna, dimana selama ini selalu ditanamkan bahwa jika bau, harus tutup hidung..... jika ribut, tutup kuping atau terkejut.........

contoh lainnya, misal ada org yg namanya A. Dengan org yg sama, B melihat A sebagai org yg nyebelin dan hal2 jelek lainnya, namun C melihat A sebagai org yg menyenangkan, dan hal2 baik lainnya.

objek itu netral, kesadaran yg muncul di indera juga netral..... yang menjadikan tidak netral, adalah di pikiran

semoga bisa dimengerti yah........

Sumedho

keknya yg bro markos maksud itu bukan vedana, tetapi respon batin/bentukan pikiran deh, seperti benci, menolak, menyenangkan, dendam, dkk

yang saya mau tekankan disini sih, sepertinya orang banyak mengartikan vedana seperti perasaan/feeling yang sehari2x kita rasakan. Tapi dari penjelasan di beberapa sutta, sepertinya tidak demikian.
There is no place like 127.0.0.1