Forum Dhammacitta

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: nyanadhana on 12 May 2008, 03:13:02 PM

Title: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 12 May 2008, 03:13:02 PM
 _/\_ Hai ,saya ingin berdiskusi dengan mengambil kutipan Tipitaka yang bertuliskan

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Nah untuk menghindari adanya pemikiran menyimpang bahwa Tuhan itu sebenarnya ada dalam Buddhism sehingga beberapa pihak tampak suka menggunakan istilah ini untuk mendukung alirannya. Bagaimana menurut saudara-saudara? Apakah arti pernyataan Sang Buddha soal ini?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 12 May 2008, 04:06:17 PM
Nibbana
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 12 May 2008, 04:07:58 PM
apakah Nibbana itu sebuah tempat? apakah Nibbana yang dinamakan Entitas Tertinggi yang sering dipanggil Tuhan? atau pernyataan ati ajatam abhutam asankhatam ini bisa dinamakan menjadi Tuhan personal?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 12 May 2008, 04:48:43 PM
"Sabbe Dhamma Anatta"
udah jelas, bukan personal
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 12 May 2008, 04:55:10 PM
Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak

Bukankah ini merujuk pada sesuatu yang sering dipahami manusia sebagai fenomena Tuhan?lalu sesuatu itu apa?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: tesla on 12 May 2008, 05:04:41 PM
biarlah yg tidak dilahirkan, yg tidak menjelma, yg tidak tercipta, yg mutlak itu sebagaimana adanya....
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: SandalJepit on 12 May 2008, 05:07:03 PM
konsep tentang tuhan bertentangan dengan paham reinkarnasi,
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 12 May 2008, 05:07:15 PM
Quote from: tesla on 12 May 2008, 05:04:41 PM
biarlah yg tidak dilahirkan, yg tidak menjelma, yg tidak tercipta, yg mutlak itu sebagaimana adanya....

lalu terciptalah plintiran ats pengertiannya bahwa Buddhisme memiliki Tuhan ?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 12 May 2008, 05:08:24 PM
konsep tentang tuhan bertentangan dengan paham reinkarnasi

Jelaskan kenapa kedua konsep itu bertentangan dan tidak akan memiliki titik temu akan hal itu.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 12 May 2008, 05:16:09 PM
Makanya, saya lebih senang membiarkan nibanna apa adanya, walaupun ada definisi-definisi yang bisa dipelajari dari Sutta dan Abhidhamma, tetapi saya lebih mengacu kepada "berakhirnya dukkha".
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: chingik on 12 May 2008, 05:26:16 PM
Quote from: nyanadhana on 12 May 2008, 05:08:24 PM
konsep tentang tuhan bertentangan dengan paham reinkarnasi

Jelaskan kenapa kedua konsep itu bertentangan dan tidak akan memiliki titik temu akan hal itu.

Definisikan term "Tuhan" dulu deh..
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: SandalJepit on 12 May 2008, 05:48:35 PM
kalau tuhan adalah pencipta, maka tidak pernah ada reinkarnasi bukan?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Yong_Cheng on 12 May 2008, 06:03:56 PM
coba di buka lagi di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2331.0.html disana Sutta Pitaka tersebut malah "dipaksakan" sebagai Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarlah nama Sang Hyang Adi Buddha = Terpujilah Tuhan yang Maha Esa ???
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ryu on 12 May 2008, 06:12:10 PM
Bukannya itu ada di parinibanna sutta?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Yong_Cheng on 12 May 2008, 06:20:47 PM
Quote from: ryu on 12 May 2008, 06:12:10 PM
Bukannya itu ada di parinibanna sutta?

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak.

Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma. Yang tidak Diciptakan. Yang Mutlak, maka Tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran. penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lain.

tetapi para Bhikkhu, karena ada yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lain."

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka. Udana VIII : 3. yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah "Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan. Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini. Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa aku (anatta). Yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. tetapi dengan adanya Yang Mutlak. yang tak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi

sumber: http://www.geocities.com/sutra_online/index_main.htm
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ryu on 12 May 2008, 06:40:55 PM
Ok an then case closed, di sana ditulis kan KETUHANAN, bukan TUHAN. Jadi dah gak ada yang harus di bicarakan :).
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 12 May 2008, 10:36:20 PM
Apakah sudah ada yang pernah membaca Sutta Pitaka. Udana VIII : 3 versi bahasa Palinya?
Kalau kita sudah membacanya maka mungkin kita akan tahu mengenai apa Udana VIII : 3 tsb.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 13 May 2008, 08:33:50 AM
Quoteततियनिब्बानपटिसंयुत्तसुत्तं

एवं  मे सुतं – एकं समयं भगवा सावत्थियं विहरति जेतवने अनाथपिण्डिकस्स आरामे। तेन खो पन समयेन भगवा भिक्खू निब्बानपटिसंयुत्ताय धम्मिया कथाय सन्दस्सेति समादपेति समुत्तेजेति सम्पहंसेति। तेध भिक्खू अट्ठिं कत्वा, मनसि कत्वा, सब्बं चेतसो समन्‍नाहरित्वा, ओहितसोता धम्मं सुणन्ति।

अथ खो भगवा एतमत्थं विदित्वा तायं वेलायं इमं उदानं उदानेसि –

''अत्थि, भिक्खवे, अजातं अभूतं अकतं असङ्खतं। नो चेतं, भिक्खवे, अभविस्स अजातं अभूतं अकतं असङ्खतं, नयिध जातस्स भूतस्स कतस्स सङ्खतस्स निस्सरणं पञ्‍ञायेथ। यस्मा च खो, भिक्खवे, अत्थि अजातं अभूतं अकतं असङ्खतं, तस्मा जातस्स भूतस्स कतस्स सङ्खतस्स निस्सरणं पञ्‍ञायती''ति। ततियं।

Silahken dibaca bahasa Palinya.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: tesla on 13 May 2008, 08:41:02 AM
roman donk... jgn devanagari :P

Quote
''Atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ. No cetaṃ, bhikkhave, abhavissa ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, nayidha jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ  paññāyetha. Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, tasmā jātassa bhūtassa  katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyatī''ti. Tatiyaṃ.

Quote
O, bhikkhu, ada sesuatu yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma,
    tidak-tercipta, yang mutlak.
    Jika seandainya saja, O, bhikkhu, tidak ada sesuatu yang tidak-dilahirkan,
    tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka tidak akan ada jalan
    keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan
    dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak-dilahirkan,
    tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan
    dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

apa point sdr. kelana?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 13 May 2008, 08:44:01 AM
Maksudnya judul Suttanya loh. Judulnya kan Nibanna Sutta.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: tesla on 13 May 2008, 09:03:56 AM
parinibbana bukan?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: SandalJepit on 13 May 2008, 10:16:17 AM
Quote from: Yong_Cheng on 12 May 2008, 06:03:56 PM
coba di buka lagi di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2331.0.html disana Sutta Pitaka tersebut malah "dipaksakan" sebagai Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarlah nama Sang Hyang Adi Buddha = Terpujilah Tuhan yang Maha Esa ???
_/\_

iya memang sih istilah Tuhan memang agak dipaksakan masuk ke agama Buddha, supaya bisa diakui legal di indonesia, dan tidak dicap "aliran sesat" oleh pemerintah. Kalau dicap "aliran sesat", nanti kasusnya bisa seperti Ahmadiyah tuh.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: EVO on 13 May 2008, 10:42:58 AM
kalau di india ada di bahas engak tentang tuhan dalam agama buddha???
atau myanmar
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: andry on 13 May 2008, 11:55:35 AM
cape deh...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 17 May 2008, 10:42:38 AM
Quote from: tesla on 13 May 2008, 08:41:02 AM

Quote
''Atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ. No cetaṃ, bhikkhave, abhavissa ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, nayidha jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ  paññāyetha. Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, tasmā jātassa bhūtassa  katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyatī''ti. Tatiyaṃ.

Quote
O, bhikkhu, ada sesuatu yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma,
    tidak-tercipta, yang mutlak.
    Jika seandainya saja, O, bhikkhu, tidak ada sesuatu yang tidak-dilahirkan,
    tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka tidak akan ada jalan
    keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan
    dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak-dilahirkan,
    tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan
    dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

apa point sdr. kelana?

Keknya dr kata2 ini tdk ada kata TUhan deh dlm agama Buddha..
Sedangkan dlm semua kitab tipitaka sendiri tdk ditemukan kata TUhan dlm bahasa pali/sansekerta??
Bs dibuktikan ada kata pali/sansekerta sendiri yg katanya berati TUhan??
yang tidak-dilahirkan, tidak-menjelma,tidak-tercipta, yang mutlak.
Ni mengacu kepada NIbbana bukan???terbebas dr 31alam kehdpan dan samsara???
"ada sesuatu yang tidak-dilahirkan,
    tidak-menjelma, tidak-tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar kebebasan
    dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Bukankah ini Nibbana/jln keluar dr kebebasan akan kelhran,penjelmaan,pembtkkan,pemunculan dr sebab lalu???
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 17 May 2008, 10:51:03 AM
Maksudnya sutta itu adalah, kalo gak ada nibanna, gak ada yang tercerahkan.
Tapi nyatanya ada nibanna, jadi makhluk-makhluk bisa tercerahkan.

Sebenarnya tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak itu cuma deskripsi sebagian saja dari nibanna. Tapi seperti apa, itu harus dicapai sendiri.

Nibanna adalah tuhan sebenarnya cuma cara cerdik para perintis kebangkitan Agama Buddha di Indonesia agar Agama Buddha bisa diakui secara hukum di Indonesia.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 17 May 2008, 10:56:30 AM
Quote from: karuna_murti on 17 May 2008, 10:51:03 AM
Maksudnya sutta itu adalah, kalo gak ada nibanna, gak ada yang tercerahkan.
Tapi nyatanya ada nibanna, jadi makhluk-makhluk bisa tercerahkan.

Sebenarnya tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak itu cuma deskripsi sebagian saja dari nibanna. Tapi seperti apa, itu harus dicapai sendiri.

Nibanna adalah tuhan sebenarnya cuma cara cerdik para perintis kebangkitan Agama Buddha di Indonesia agar Agama Buddha bisa diakui secara hukum di Indonesia.

Setuju...
Pokoknya didlm agama Buddha tdk dikenal TUhan yg personal...
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: williamhalim on 17 May 2008, 11:05:51 AM
Quote from: Riky_dave on 17 May 2008, 10:56:30 AM

Setuju...
Pokoknya didlm agama Buddha tdk dikenal TUhan yg personal...

cocok!
Dalam Buddhism tidak dikenal sosok tuhan seperti yg diyakini secara umum sekarang
(pencipta, maha tahu, maha kuasa, mengadili orang, mengawasi kita, ngamuk, senang dipuja, cemburu, tempat kita memohon, dsbnya)


::
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 17 May 2008, 11:27:58 AM
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: tesla on 17 May 2008, 09:16:17 PM
Quote from: willibordus on 17 May 2008, 11:05:51 AM
Quote from: Riky_dave on 17 May 2008, 10:56:30 AM

Setuju...
Pokoknya didlm agama Buddha tdk dikenal TUhan yg personal...

cocok!
Dalam Buddhism tidak dikenal sosok tuhan seperti yg diyakini secara umum sekarang
(pencipta, maha tahu, maha kuasa, mengadili orang, mengawasi kita, ngamuk, senang dipuja, cemburu, tempat kita memohon, dsbnya)


::

aku saja sesungguhnya bukan personal (hanya gabungan),
apalagi Tuhan :))
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 18 May 2008, 12:48:06 PM
Quote from: tesla on 17 May 2008, 09:16:17 PM
Quote from: willibordus on 17 May 2008, 11:05:51 AM
Quote from: Riky_dave on 17 May 2008, 10:56:30 AM

Setuju...
Pokoknya didlm agama Buddha tdk dikenal TUhan yg personal...

cocok!
Dalam Buddhism tidak dikenal sosok tuhan seperti yg diyakini secara umum sekarang
(pencipta, maha tahu, maha kuasa, mengadili orang, mengawasi kita, ngamuk, senang dipuja, cemburu, tempat kita memohon, dsbnya)


::

aku saja sesungguhnya bukan personal (hanya gabungan),
apalagi Tuhan :))

^^
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Hariyanto on 20 May 2008, 12:48:57 AM
Ada ucapan dari Sang Buddha yg kubaca dibuku kira-kira : "...awal mula dari makluk-makluk yg mengembara dalam samsara tidak dapat diketahui/dimengerti..begitu pula akhirnya tidak dapat dilihat..."

tidak ada awal = tidak ada penciptanya....

tidak ada penciptanya = tidak ada tuhan tentunya....tuhan = sesosok makluk maha kuasa yg menciptakan alam semesta

tidak ada tuhan = nibbana bukan tuhan...

nibbana = suatu keadaan yg tidak dilahirkan , tidak diciptakan , dan masih byk kata "tidaknya"

begitukah...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 11:00:19 AM
Quote from: Hariyanto on 20 May 2008, 12:48:57 AM
Ada ucapan dari Sang Buddha yg kubaca dibuku kira-kira : "...awal mula dari makluk-makluk yg mengembara dalam samsara tidak dapat diketahui/dimengerti..begitu pula akhirnya tidak dapat dilihat..."

tidak ada awal = tidak ada penciptanya....

tidak ada penciptanya = tidak ada tuhan tentunya....tuhan = sesosok makluk maha kuasa yg menciptakan alam semesta

tidak ada tuhan = nibbana bukan tuhan...

nibbana = suatu keadaan yg tidak dilahirkan , tidak diciptakan , dan masih byk kata "tidaknya"

begitukah...

May be juga ya...
Nibbana dikatakan bukan suatu alam...
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Umat Awam on 20 May 2008, 11:19:46 AM
Ada tapi tiada
Tiada tapi ada..

_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 11:26:32 AM
Quote from: Umat Awam on 20 May 2008, 11:19:46 AM
Ada tapi tiada
Tiada tapi ada..

_/\_

Permainan kata2..
Percaya tp tidak percaya..
Tdk percaya tp percaya...
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 20 May 2008, 03:11:25 PM
Quote from: karuna_murti on 17 May 2008, 10:51:03 AM
Maksudnya sutta itu adalah, kalo gak ada nibanna, gak ada yang tercerahkan.
Tapi nyatanya ada nibanna, jadi makhluk-makhluk bisa tercerahkan.

Sebenarnya tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak itu cuma deskripsi sebagian saja dari nibanna. Tapi seperti apa, itu harus dicapai sendiri.

Nibanna adalah tuhan sebenarnya cuma cara cerdik para perintis kebangkitan Agama Buddha di Indonesia agar Agama Buddha bisa diakui secara hukum di Indonesia.

TOP!  ;)

Tambahan, Udana VIII:3 tersebut adalah mengenai nibbana / parinibbana /Anupadisesa-nibbana dan bukan nibbana yang dialami saat Buddha bermeditasi. Dengan kata lain bukan state of mind.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 03:14:49 PM
Quote from: Kelana on 20 May 2008, 03:11:25 PM
Quote from: karuna_murti on 17 May 2008, 10:51:03 AM
Maksudnya sutta itu adalah, kalo gak ada nibanna, gak ada yang tercerahkan.
Tapi nyatanya ada nibanna, jadi makhluk-makhluk bisa tercerahkan.

Sebenarnya tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak itu cuma deskripsi sebagian saja dari nibanna. Tapi seperti apa, itu harus dicapai sendiri.

Nibanna adalah tuhan sebenarnya cuma cara cerdik para perintis kebangkitan Agama Buddha di Indonesia agar Agama Buddha bisa diakui secara hukum di Indonesia.

TOP!  ;)

Tambahan, Udana VIII:3 tersebut adalah mengenai nibbana / parinibbana /Anupadisesa-nibbana dan bukan nibbana yang dialami saat Buddha bermeditasi. Dengan kata lain bukan state of mind.
Nibbana parinibbana atau anupadisesa nibbana bukanlah suatu sistem yg sama??
Yakni nibbana itu sendiri??atau lain??
Mohon penjelasannya..
Thanks...
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 20 May 2008, 06:03:47 PM
Nibanna parinibanna (nibana tanpa sisa) adalah meninggalnya Arahat.
Nibanna anupadisesa (nibanna dengan sisa) adalah Arahat yang masih hidup. Contoh : Sang Buddha masih mengajar selama 45 tahun, itu adalah nibanna dengan sisa.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 08:14:14 PM
Quote from: karuna_murti on 20 May 2008, 06:03:47 PM
Nibanna parinibanna (nibana tanpa sisa) adalah meninggalnya Arahat.
Nibanna anupadisesa (nibanna dengan sisa) adalah Arahat yang masih hidup. Contoh : Sang Buddha masih mengajar selama 45 tahun, itu adalah nibanna dengan sisa.
???
Bknnya mahaparinibbana Baru meninggal??
Sedangkan parinibbana kan pencapaian tingkat kesucian???
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 20 May 2008, 08:29:40 PM
Maha karena yang meninggal Sang Guru, ato juga karena judul Sutta kali.
Istilahnya sebenarnya Parinibanna aja sih.

Kalo pencerahan tapi masih tetap hidup, namanya anupadisesa.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 08:42:18 PM
Quote from: karuna_murti on 20 May 2008, 08:29:40 PM
Maha karena yang meninggal Sang Guru, ato juga karena judul Sutta kali.
Istilahnya sebenarnya Parinibanna aja sih.

Kalo pencerahan tapi masih tetap hidup, namanya anupadisesa.

Owh...
Sebenarnya gk ada kata maha ya??
Truz saat Siddharta mencapai kebuddhaan dinamakan Anupadisesa??
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 20 May 2008, 08:46:50 PM
QuoteTruz saat Siddharta mencapai kebuddhaan dinamakan Anupadisesa??
Tebul!
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 20 May 2008, 09:03:12 PM
Quote from: karuna_murti on 20 May 2008, 08:46:50 PM
QuoteTruz saat Siddharta mencapai kebuddhaan dinamakan Anupadisesa??
Tebul!

Owh..Tapi pengajarannya kok beda ya ke kita2 bkin bingung aja...
Anupadisesa=pencapaian penerangan sempurna dan pembabaran
Parinibbana=Mangkatnya SB
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 23 May 2008, 09:38:37 AM
Maaf! Ada kesalahan.

Ini yang benar :
Sa-upadisesa-nibanna = nibanna dengan sisa.
Anupadisesa-nibanna = nibanna tanpa sisa = Parinibanna.
Kitab Udana VIII:3 merujuk kepada anupadisesa-nibanna atau parinibanna, bukan sa-upadisesa-nibanna.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2008, 04:23:31 PM
Jd bingung gw...
Sa-upadisesa-nibbana=Pada saat SB mencapai Nibbana??
Anupadisesa-nibbana=Pada saat SB mangkat??
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: lina1289 on 19 December 2008, 09:06:39 PM
saya setuju kalo tuhan itu bukan personal
kalo tuhan itu personal, maka akan muncul pandangan bahwa tuhan itu bisa disalahkan.
yang kita tau, tuhan itukan maha tau, maha esa, maha penyayang.
trus kalo ada orang yang dibunuh ditengah hutan ( kalo tuhan personal yang maha penyayang ) apa disini tuhan hanya duduk dan mempertontonkan adegan pembunuhan itu ?
tuhan itu impersonal.
tuhan dalam agama buddha dikatakan nibbana.. seperti sebuah cangkir.. kita bisa saja namain sebuah cangkir itu sebagai cawan, ato yang lain sebagainya.. sama seperti tuhan dan nibbana.
tujuan akhir pada agama lain kan, diterima disisi tuhan.
sedangkan di agama buddha adalah nibbana, jadi sebenarnya sama saja antara tuhan dan nibbana.
sekian.. semoga membantu..hehe
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: pendekar kuning on 20 December 2008, 07:59:00 PM
Quote from: willibordus on 17 May 2008, 11:05:51 AM
Quote from: Riky_dave on 17 May 2008, 10:56:30 AM

Setuju...
Pokoknya didlm agama Buddha tdk dikenal TUhan yg personal...

cocok!
Dalam Buddhism tidak dikenal sosok tuhan seperti yg diyakini secara umum sekarang
(pencipta, maha tahu, maha kuasa, mengadili orang, mengawasi kita, ngamuk, senang dipuja, cemburu, tempat kita memohon, dsbnya)


::

^:)^
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: candra_mukti19 on 20 December 2008, 08:11:35 PM
Quote from: nyanadhana on 12 May 2008, 03:13:02 PM
_/\_ Hai ,saya ingin berdiskusi dengan mengambil kutipan Tipitaka yang bertuliskan

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Nah untuk menghindari adanya pemikiran menyimpang bahwa Tuhan itu sebenarnya ada dalam Buddhism sehingga beberapa pihak tampak suka menggunakan istilah ini untuk mendukung alirannya. Bagaimana menurut saudara-saudara? Apakah arti pernyataan Sang Buddha soal ini?

jelas sekali yang dinyatakan oleh sang budha itu adalah tuhan. pembabaran ini sangat bersesuaian dengan isi kitab suci alQuran surat al-ikhlas :
"katakanlah bahwa Allah itu esa. Allah itu mutlak. tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. dan tidak satupun yang menyerupainya (buhist : tidak menjelma)."
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: 7 Tails on 20 December 2008, 08:54:13 PM
itu kan sesuai alqurqn aja kan
Quote from: candra_mukti19 on 20 December 2008, 08:11:35 PM
Quote from: nyanadhana on 12 May 2008, 03:13:02 PM
_/\_ Hai ,saya ingin berdiskusi dengan mengambil kutipan Tipitaka yang bertuliskan

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Nah untuk menghindari adanya pemikiran menyimpang bahwa Tuhan itu sebenarnya ada dalam Buddhism sehingga beberapa pihak tampak suka menggunakan istilah ini untuk mendukung alirannya. Bagaimana menurut saudara-saudara? Apakah arti pernyataan Sang Buddha soal ini?

jelas sekali yang dinyatakan oleh sang budha itu adalah tuhan. pembabaran ini sangat bersesuaian dengan isi kitab suci alQuran surat al-ikhlas :
"katakanlah bahwa Allah itu esa. Allah itu mutlak. tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. dan tidak satupun yang menyerupainya (buhist : tidak menjelma)."

:|
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: candra_mukti19 on 20 December 2008, 09:11:14 PM
 [at] all

kalau menganggap nibbana bukan tuhan, itu menyimpang namanya.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Equator on 20 December 2008, 09:24:27 PM
Quote from: nyanadhana on 12 May 2008, 05:07:15 PM
Quote from: tesla on 12 May 2008, 05:04:41 PM
biarlah yg tidak dilahirkan, yg tidak menjelma, yg tidak tercipta, yg mutlak itu sebagaimana adanya....

lalu terciptalah plintiran ats pengertiannya bahwa Buddhisme memiliki Tuhan ?

Padahal Buddha sama sekali tidak menyebutkan bahwa istilah yang sudah Buddha sabdakan itu adalah Tuhan kan ?  ???
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: 7 Tails on 20 December 2008, 09:28:41 PM
SB disebut sebagai guru para dewa/god (tuhan),

jadi kalau istilah tuhan sebagai nibbana secara pribadi saya kurang se7
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Equator on 20 December 2008, 09:39:40 PM
saya juga sependapat dengan 7tails   :-?

terus saya mao tanya nih, apa bedanya Tuhan & keTuhanan ?  ???
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: 7 Tails on 20 December 2008, 09:46:20 PM
ketuhanan = orang yg percaya pada tuhannya ;D gitu yah ha....
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 20 December 2008, 09:48:34 PM
Perbedaannya
Tuhan -> Sesosok/personal
Nibbana -> Kondisi

kalau tuhan=nibbana maka seperti kita membandingkan buah-buahan dengan kepanasan
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Equator on 20 December 2008, 09:51:54 PM
Quote from: Sumedho on 20 December 2008, 09:48:34 PM
Nibbana -> Kondisi

Nibbana masih berkondisi ? Setau saya nibbana itu mutlak
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 20 December 2008, 09:57:17 PM
nibbana itu kondisi dimana tidak ada kekotoran batin lagi yang bisa membuat terlahir kembali.

mutlak itu maksudnya apa yah?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: 7 Tails on 20 December 2008, 09:58:29 PM
nibbana = tak terlukiskan kata2  8->
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Equator on 20 December 2008, 09:58:59 PM
mutlak itu ada tapi tak terceritakan (bahkan dengan penjelasan ini sekalipun)
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 20 December 2008, 10:01:23 PM
mutlak itu definisi yg tidak bisa didefinisikan ? :P

nibbana itu bisa didefinisikan sebagai kondisi dimana tidak ada lagi "bahan bakar" yang menyebabkan kelahirkan kembali.

jadi karena nibbana bisa di ceritakan kondisi syaratnya, masih mutlak nga?

abis ngintip ke kamus tadi


Quotemut·lak
a 1 mengenai segenapnya (segalanya); seutuhnya: menyerah secara --; 2 tiada terbatas; penuh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Equator on 20 December 2008, 10:06:32 PM
jadi kalo mengacu pada korelasi topik thread ini, Sang Buddha menjelaskan 'kondisi' nibbana ataukah Tuhan ?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 20 December 2008, 10:13:53 PM
harusnya sih, yg pasti, bukan tuhan.  ;D
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Nevada on 20 December 2008, 10:40:24 PM
Mungkin Nibbana lebih cocok dikategorikan sebagai Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme, bukannya Tuhan dalam Buddhisme.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Jerry on 20 December 2008, 11:21:59 PM
Asankhatam itu = mutlak kah? ???

Mengenai ketuhanan dan tuhan, saya rasa berbeda ya (pendapat pribadi)
analogi hal tsb bs spt gula dan rasa manis. gula itu adlh wujudnya. sdgkan manis itu adlh esensinya.
cmiiw

mettacittena
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: candra_mukti19 on 22 December 2008, 02:19:13 PM
Quote from: herdiboy
Padahal Buddha sama sekali tidak menyebutkan bahwa istilah yang sudah Buddha sabdakan itu adalah Tuhan kan ?  Huh?

ya tentu tidaklah. kan budha berbahasa pali. sedangkan Tuhan itu bahasa Indonesia. tapi anda jangan terjebak dalam persoalan bahasa ini, melainkan harus melihat essensinya. saya telah mempelajari perbedaan dan persamaan antara tuhan dalam agama saya dengan nibbana dalam budhist. ternyata cuma beda istilahnya saja. essensinya sama persis.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Andi Sangkala on 22 December 2008, 02:36:09 PM
Quote from: candra_mukti19 on 22 December 2008, 02:19:13 PM
Quote from: herdiboy
Padahal Buddha sama sekali tidak menyebutkan bahwa istilah yang sudah Buddha sabdakan itu adalah Tuhan kan ?  Huh?

ya tentu tidaklah. kan budha berbahasa pali. sedangkan Tuhan itu bahasa Indonesia. tapi anda jangan terjebak dalam persoalan bahasa ini, melainkan harus melihat essensinya. saya telah mempelajari perbedaan dan persamaan antara tuhan dalam agama saya dengan nibbana dalam budhist. ternyata cuma beda istilahnya saja. essensinya sama persis.

bisa tolong jelaskan tentang kesamaan essensi Nibbana (versi Buddha) dan Tuhan (versi kepercayaan Samawi)?

trims
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Anestan on 22 December 2008, 02:39:32 PM
Quote from: candra_mukti19 on 22 December 2008, 02:19:13 PM
Quote from: herdiboy
Padahal Buddha sama sekali tidak menyebutkan bahwa istilah yang sudah Buddha sabdakan itu adalah Tuhan kan ?  Huh?

ya tentu tidaklah. kan budha berbahasa pali. sedangkan Tuhan itu bahasa Indonesia. tapi anda jangan terjebak dalam persoalan bahasa ini, melainkan harus melihat essensinya. saya telah mempelajari perbedaan dan persamaan antara tuhan dalam agama saya dengan nibbana dalam budhist. ternyata cuma beda istilahnya saja. essensinya sama persis.
boleh tau sama dimananya?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: markosprawira on 22 December 2008, 03:40:19 PM
Quote from: Herdiboy on 20 December 2008, 09:39:40 PM
saya juga sependapat dengan 7tails   :-?

terus saya mao tanya nih, apa bedanya Tuhan & keTuhanan ?  ???

ke-tuhan-an itu adalah ciptaan dari aliran khas indonesia....... itu konsep mereka berdasar dari sila ke-1 Pancasila NKRI yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa

sementara dalam mazhab theravada, cenderung utk menggunakan Udana VIII itu

semuanya semata demi kelangsungan buddhism di indonesia saja

namun dalam konsep buddhism, sebenarnya tidak ada disebutkan mengenai "sifat ketuhanan"
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: markosprawira on 22 December 2008, 03:44:38 PM
Quote from: upasaka on 20 December 2008, 10:40:24 PM
Mungkin Nibbana lebih cocok dikategorikan sebagai Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme, bukannya Tuhan dalam Buddhisme.

kedua2nya sebenarnya hanya konsep agar buddhism bisa eksis saja bro.....

Tuhan dalam artian udana VIII diciptakan oleh theravada sementara Ketuhanan dalam penegrtian Brahma vihara, didengungkan oleh buddhayana

Di luaran sendiri, dimana konsep Tuhan itu sendiri tidak masuk ke area pengaturan publik spt di indo, tidak disebutkan mengenai tuhan atau ketuhanan itu sendiri.....
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: markosprawira on 22 December 2008, 03:50:17 PM
Quote from: candra_mukti19 on 22 December 2008, 02:19:13 PM
Quote from: herdiboy
Padahal Buddha sama sekali tidak menyebutkan bahwa istilah yang sudah Buddha sabdakan itu adalah Tuhan kan ?  Huh?

ya tentu tidaklah. kan budha berbahasa pali. sedangkan Tuhan itu bahasa Indonesia. tapi anda jangan terjebak dalam persoalan bahasa ini, melainkan harus melihat essensinya. saya telah mempelajari perbedaan dan persamaan antara tuhan dalam agama saya dengan nibbana dalam budhist. ternyata cuma beda istilahnya saja. essensinya sama persis.

dear  candra,

mari dilihat per sejarahnya.....

konsep Tuhan dan/atau Ketuhanan itu hanya ciptaan agar buddhism bisa tetap eksis di indonesia....

jadi kalau diklaim bhw konsep itu sama dengan konsep Tuhan di paham anda, yah sangat wajar sekali karena memang diciptakan agar selaras dgn pola Indonesia

namun jika kita tilik dari buddhism secara tekstual di negara2 lain, yg tidak memerlukan konsep Tuhan, tidak ada Tuhan spt 2 konsep diatas

semoga bisa dimengerti yah
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: tula on 22 December 2008, 04:00:59 PM
kadang perbedaan sudut pandang bisa menjadi arti yg berbeda ... bagi yg dari sudut pandang buddhist ... bisa memahami arti kata tersebut adalah  parinibbana

tp kalo kita jelasin ke muslim ... dimana mereka pastinya berpikir dari sudut pandang ajaran mereka (sudah tertanamkan di dalam diri mereka seperti itu) hasilnya akan seperti yg mas chandra mukti babarkan

Quote from: candra_mukti19 on 20 December 2008, 08:11:35 PM
jelas sekali yang dinyatakan oleh sang budha itu adalah tuhan. pembabaran ini sangat bersesuaian dengan isi kitab suci alQuran surat al-ikhlas :
"katakanlah bahwa Allah itu esa. Allah itu mutlak. tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. dan tidak satupun yang menyerupainya (buhist : tidak menjelma)."

hal seperti ini saya perna jg membaca nya di FC kakus

mereka (muslim) berpikir Allah itu tidak bisa di gambarkan, tidak terlahirkan, mutlak (penguasa segalanya or somethin,sing ade lawan dah pokok nye)

PLUS

smua super power ALLAH

jadi menurut muslim malah konsep ketuhanan di buddhist ini TUHAN banget n bener banget sesuai dengan pandangan mereka (dari sudut pandang mereka), walaupun dijelaskan sampe jungkir balik jg ga isa nyambung.

utk memahami konsep ketuhanan ini harus belajar dulu ke dalam baru balik lagi membaca konsep ini baru bisa mengerti maksud dari arti kata kata tersebut.
IMO

ps : gimana mau paham , kalo coba di tanya .. kamu tau nibanna itu apa ? (nirvana), kemungkinan besar jawabannya adalah surge ? somethin like surge ? jgn kan yg muslim or yg lain2, yg di ktp buddhist aja (sekliling tula) 90% jg sama begono :hammer:
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 23 December 2008, 02:46:54 AM
Quote"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Quoteke-tuhan-an itu adalah ciptaan dari aliran khas indonesia....... itu konsep mereka berdasar dari sila ke-1 Pancasila NKRI yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
sementara dalam mazhab theravada, cenderung utk menggunakan Udana VIII itu
semuanya semata demi kelangsungan buddhism di indonesia saja
namun dalam konsep buddhism, sebenarnya tidak ada disebutkan mengenai "sifat ketuhanan"

[at] bro markos...

tentang Udana VIII, menurut anda sesuatu tersebut disebut apakah?   :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 23 December 2008, 08:13:45 AM
jika Buddhisme ingin dikatakan tidak ada hubungannya dengan Super Almighty Oh My God,lebih baik Buddhisme tidak merancukan orang dengan kata KeTuhanan. karena dengan adanya kata seperti itu hanyalah sebuah celah untuk mengatakan Buddhisme memiliki tuhan,ini adalah satu lelucon yang menggelikan dimana Sang Buddha melihat bahwa ketidaktahuan di alam Brahma yang tercatat dalam Sutta Brahma Baka yang menganggap dirinya sebagai Tuhan tertinggi karena rentang masa hidupnya,namun spirit Buddhisme tidak berbicara KeTuhanan ataupun KeSetanan, yang ada adalah ANATTA yang tidak perlu diplintir sebagai Ke Tuhanan dan segala macamnya.
Pahami dulu apa yang disebut ANATTA maka anda akan lebih mengetahui Spirit Pembebasan dalam Buddhisme.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 23 December 2008, 08:18:52 AM
ke-tuhan-an itu adalah ciptaan dari aliran khas indonesia....... itu konsep mereka berdasar dari sila ke-1 Pancasila NKRI yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
sementara dalam mazhab theravada, cenderung utk menggunakan Udana VIII itu
semuanya semata demi kelangsungan buddhism di indonesia saja
namun dalam konsep buddhism, sebenarnya tidak ada disebutkan mengenai "sifat ketuhanan"


saya sangat setuju dengan pemahaman ini karena apapun yang berhubungan dengan sifat ketuhanan atau berbau2 tuhan adalah bikinan produk dalam negri sendiri sementara dari rekord asli Ajaran Buddha baik di theravada atau Mahayana tidak ada catatan mengenai bentuk bentuk tuhan atau ketuhanan.saya kurang tahu siapa yang mempopulerkan buddhisme memiliki ketuhanan sampai hari ini karena tentunya oknum ini telah membuat banyak umat buddha memiliki pandangan yang salah mengenai apa yang ingin diajarkan Sang Buddha mengenai Nibbana.

tentang Udana VIII, menurut anda sesuatu tersebut disebut apakah?

Nibbana, emptiness,kosong.sesuatu yang bila dipertanyakan seorang putthujana tidak akan mampu menelaah Nibbana itu sendiri kecuali merealisasikan sendiri.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ryu on 23 December 2008, 08:30:18 AM
Quote from: nyanadhana on 23 December 2008, 08:18:52 AM
ke-tuhan-an itu adalah ciptaan dari aliran khas indonesia....... itu konsep mereka berdasar dari sila ke-1 Pancasila NKRI yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
sementara dalam mazhab theravada, cenderung utk menggunakan Udana VIII itu
semuanya semata demi kelangsungan buddhism di indonesia saja
namun dalam konsep buddhism, sebenarnya tidak ada disebutkan mengenai "sifat ketuhanan"


saya sangat setuju dengan pemahaman ini karena apapun yang berhubungan dengan sifat ketuhanan atau berbau2 tuhan adalah bikinan produk dalam negri sendiri sementara dari rekord asli Ajaran Buddha baik di theravada atau Mahayana tidak ada catatan mengenai bentuk bentuk tuhan atau ketuhanan.saya kurang tahu siapa yang mempopulerkan buddhisme memiliki ketuhanan sampai hari ini karena tentunya oknum ini telah membuat banyak umat buddha memiliki pandangan yang salah mengenai apa yang ingin diajarkan Sang Buddha mengenai Nibbana.

tentang Udana VIII, menurut anda sesuatu tersebut disebut apakah?

Nibbana, emptiness,kosong.sesuatu yang bila dipertanyakan seorang putthujana tidak akan mampu menelaah Nibbana itu sendiri kecuali merealisasikan sendiri.
sukong?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: markosprawira on 23 December 2008, 10:03:02 AM
Quote from: g.citra on 23 December 2008, 02:46:54 AM
Quote"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Quoteke-tuhan-an itu adalah ciptaan dari aliran khas indonesia....... itu konsep mereka berdasar dari sila ke-1 Pancasila NKRI yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
sementara dalam mazhab theravada, cenderung utk menggunakan Udana VIII itu
semuanya semata demi kelangsungan buddhism di indonesia saja
namun dalam konsep buddhism, sebenarnya tidak ada disebutkan mengenai "sifat ketuhanan"

[at] bro markos...

tentang Udana VIII, menurut anda sesuatu tersebut disebut apakah?   :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...


dear citra,

ini sebenarnya pernah saya bahas di postingan terpisah namun saya akan ulangi lagi yah.

SESUATU itu hanyalah masalah kekeliruan penterjemahan ke bhs indonesia

berikut saya kutipkan bhs inggrisnya :
QuoteThere is, monks, an unborn -- unbecome -- unmade -- unfabricated. If there were not that unborn -- unbecome -- unmade -- unfabricated, there would not be the case that emancipation from the born -- become -- made -- fabricated would be discerned. But precisely because there is an unborn -- unbecome -- unmade -- unfabricated, emancipation from the born -- become -- made -- fabricated is discerned.

AN diatas seharusnya hanya merupakan kata penghubung saja, sehingga terjemahannya sehrusnya menjadi

..... ada YANG tidak dilahirkan...

Penjelasan mengenai Nibbana :


Nibbana adalah NAMA DHAMMA, kebenaran hakekat sesungguhnya dari NAMA/batin

sedangkan Nama yg saat ini ada dalam diri kita, adalah NAMA khanda dan NAMA Dhamma

pada saat khanda musnah, Nama Khanda juga ikut musnah, dan tercapailah Nibbana alias hanya Nama Khanda saja

Jadi maaf jika secara buddhis, tidak ada yg bersinggungan dengan TUHAN atau sifat KETUHANAN karena semuanya hanyalah apa yg ada dalam diri kita, bukan pihak eksternal manapun juga

Tapi jika ada yg ingin menyama2kan konsep tertentu, yah silahkan saja

namun hendaknya itu disadari sebagai miccha ditthi, yg akan menghambat pencapaian nibbana karena Miccha Ditthi adalah salah satu rintangan yg harus dipatahkan jika seseorang ingin mencapai Sotapana

semoga konsep ini bisa bermanfaat bagi kita semua dalam merealisasi nibbana yah
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: candra_mukti19 on 23 December 2008, 11:55:08 AM
apakah nibbana itu termasuk faktor batin?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 23 December 2008, 11:59:05 AM
Quotesaya kurang tahu siapa yang mempopulerkan buddhisme memiliki ketuhanan sampai hari ini karena tentunya oknum ini telah membuat banyak umat buddha memiliki pandangan yang salah mengenai apa yang ingin diajarkan Sang Buddha mengenai Nibbana.

[at] bro nyanadhana...

'memiliki' dengan 'mengakui' samakah?

Kita 'mengakui' adanya anatta apakah juga 'memilikinya'?     :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Nevada on 23 December 2008, 12:03:58 PM
Quote from: candra_mukti19 on 23 December 2008, 11:55:08 AM
apakah nibbana itu termasuk faktor batin?


Nibbana itu keadaan yang terbebas / padamnya nafsu inderawi.

Pintu2 inderanya tenang. Batinnya damai. Orang yang mencapai Nibbana akan berpikir, berucap dan berbuat secara terkendali. Tidak akan lagi berbuat seperti manusia duniawi ataupun binatang...

Nibbana mencakup batin dan fisik jasmani.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 23 December 2008, 12:22:46 PM
[at] bro markos...

Kalau memang benar jawaban anda tentang UDANA VIII itu adalah NIBBANA,
maka saya setuju sepenuhnya dengan jawaban anda atas pertanyaan saya...:)

lalu mengenai tulisan anda dibawah...

QuoteTapi jika ada yg ingin menyama2kan konsep tertentu, yah silahkan saja
namun hendaknya itu disadari sebagai miccha ditthi, yg akan menghambat pencapaian nibbana karena Miccha Ditthi adalah salah satu rintangan yg harus dipatahkan jika seseorang ingin mencapai Sotapana


Untuk menghilangkan 'Vicikiccha'  didalam diri saya, saya ingin bertanya lebih lanjut... :)

apakah saya menjadi 'Miccha Ditthi' kalau saja saya megakui Udana VIII itu sebagai Tuhan Juga...?

nb: Tuhan disini bukan sebuah wujud benda atau person yg menjadi Tuhannya umat lain...
tetapi Tuhan yg maha Esa, dalam arti kata saya mengakui Nibbana juga sebagai yg Maha Esa... :)

Mengapa? Karena bagi saya kata antara Tuhan dan Nibbana bukan masalah selama kita memang mengartikannya bukan sebagai benda atau person... :)

Mohon penerangannya... :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 23 December 2008, 01:27:26 PM
Quote from: g.citra on 23 December 2008, 11:59:05 AM
Quotesaya kurang tahu siapa yang mempopulerkan buddhisme memiliki ketuhanan sampai hari ini karena tentunya oknum ini telah membuat banyak umat buddha memiliki pandangan yang salah mengenai apa yang ingin diajarkan Sang Buddha mengenai Nibbana.

[at] bro nyanadhana...

'memiliki' dengan 'mengakui' samakah?

Kita 'mengakui' adanya anatta apakah juga 'memilikinya'?     :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...

meng "aku" i adalah meng "iya" kan dalam arti aku adalah ini punyaku,apakah beda dengan memiliki?

tetapi Tuhan yg maha Esa, dalam arti kata saya mengakui Nibbana juga sebagai yg Maha Esa...

Nibbana jika anda terjemahkan ke dalam Maha Esa berarti Nibbana sendiri punya sebuah tingkatan,dan akan muncul Nibbana tingkat satu,dua,tiga,sedangkan Nibbana adalah ultimate padam.tidak ada Maha Maha MAHA.jika ada itu bukan Nibbana namun kilesa.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: nyanadhana on 23 December 2008, 01:29:18 PM
apakah saya menjadi 'Miccha Ditthi' kalau saja saya megakui Udana VIII itu sebagai Tuhan Juga...?

bahkan kalo anda meyakini Tuhan sebagai Tathagatagarbha konsep Mahayana,anda sendiri telah keluar dari konsep Buddhisme .karena konsep tathagatagarbha ,alayavijnana ternyata diderivatif dari Vedanta. yaitu Maha Brahman.Maha Atta.

Mengapa? Karena bagi saya kata antara Tuhan dan Nibbana bukan masalah selama kita memang mengartikannya bukan sebagai benda atau person...


nama hanyalah kesepakatan bersama dalam komunikasi.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 23 December 2008, 01:39:56 PM
Quotemeng "aku" i adalah meng "iya" kan dalam arti aku adalah ini punyaku,apakah beda dengan memiliki?

Wah jadi inti masalahnya bukan konsep saya yg berbeda, tetapi memang pengetahuan berbahasa sayalah yang masih rendah... (maklum hanya lulusan SMA)   :)

Quotetetapi Tuhan yg maha Esa, dalam arti kata saya mengakui Nibbana juga sebagai yg Maha Esa...
Nibbana jika anda terjemahkan ke dalam Maha Esa berarti Nibbana sendiri punya sebuah tingkatan,dan akan muncul Nibbana tingkat satu,dua,tiga,sedangkan Nibbana adalah ultimate padam.tidak ada Maha Maha MAHA.jika ada itu bukan Nibbana namun kilesa.

maksud nya setelah Esa (eka) ada dwi, tri, catur, panca dsb gitu...?   :)

Mungkin saya harus belajar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar agar tidak menyamaratakan arti dan maksud yang nantinya mengundang perbedaan pendapat... :))

Namo Buddhaya...  _/\_ ...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: markosprawira on 24 December 2008, 09:02:59 AM
Quote from: g.citra on 23 December 2008, 12:22:46 PM
[at] bro markos...

Kalau memang benar jawaban anda tentang UDANA VIII itu adalah NIBBANA,
maka saya setuju sepenuhnya dengan jawaban anda atas pertanyaan saya...:)

lalu mengenai tulisan anda dibawah...

QuoteTapi jika ada yg ingin menyama2kan konsep tertentu, yah silahkan saja
namun hendaknya itu disadari sebagai miccha ditthi, yg akan menghambat pencapaian nibbana karena Miccha Ditthi adalah salah satu rintangan yg harus dipatahkan jika seseorang ingin mencapai Sotapana


Untuk menghilangkan 'Vicikiccha'  didalam diri saya, saya ingin bertanya lebih lanjut... :)

apakah saya menjadi 'Miccha Ditthi' kalau saja saya megakui Udana VIII itu sebagai Tuhan Juga...?

nb: Tuhan disini bukan sebuah wujud benda atau person yg menjadi Tuhannya umat lain...
tetapi Tuhan yg maha Esa, dalam arti kata saya mengakui Nibbana juga sebagai yg Maha Esa... :)

Mengapa? Karena bagi saya kata antara Tuhan dan Nibbana bukan masalah selama kita memang mengartikannya bukan sebagai benda atau person... :)

Mohon penerangannya... :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...



dear g.citra

Nama/batin yg ada pada mahluk itu terdiri dari Nama Khanda dan Nama Dhamma
- sanna cetasika akan membentuk sanna khanda
- vedana cetasika akan menjadi vedana khanda
- 50 cetasika sisanya akan menjadi sankhara khanda
- citta/kesadaran akan menjadi vinnana khanda

demikian juga Rupa, yg akan menjadi Rupa Khanda....

5 Khanda inilah yg membentuk 1 mahluk

Nibbana adalah kondisi dimana tidak ada khanda, jadi Arupa dan juga ANama (Khanda), sehingga hanya akan ada Nama Dhamma saja

Dan konsep ini, tidak akan pernah bisa selaras dengan Tuhan, dalam pengertian apapun karena inilah ke-khas-an Buddhism

Jadi mengingat kita ada di forum buddhis, alangkah baiknya jika kita semua tidak menggunakan konsep Tuhan dalam bentuk apapun karena sudah jelas akan beda dengan pengertian Nibbana dalam Buddhism

Semoga bs bermanfaat bagi kita semua yah
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 24 December 2008, 09:25:02 AM

Quote
Tuhan n 1 sesuatu yg diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sbg yg Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb: -- Yang Maha Esa; 2 sesuatu yg dianggap sbg Tuhan: pd orang-orang tertentu uanglah sbg -- nya;
ber·tu·han v 1 percaya dan berbakti kpd Tuhan; beribadah: orang yg tidak ~ , orang yg tidak percaya akan adanya Tuhan; 2 memuja sesuatu sbg Tuhan: janganlah kita ~ kpd berhala;
ber·tu·han·kan v bertuhan kpd: ia ~ harta benda saja;
me·nu·han·kan v menjadikan sesuatu sbg Tuhan; mempertuhan;
mem·per·tu·han v menganggap (memuja dsb) sesuatu sbg Tuhan; memperdewakan; menuhankan;
mem·per·tu·han·kan v mempertuhan;
ke·tu·han·an n 1 sifat keadaan Tuhan; 2 segala sesuatu yg berhubungan dng Tuhan: hal-hal ~ , yg berhubungan dng Tuhan; ilmu ~ , ilmu mengenai keadaan Tuhan dan agama; dasar ~ , kepercayaan kpd Tuhan Yang Maha Esa

Tuhan = yang diyakini, dipuja, disembah

Ketuhanan = sifat dari keadaan Tuhan, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan

mengenai pernyataan om candra tentang ketuhanan = Esa, Allah itu mutlak. tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. dan tidak satupun yang menyerupainya (buhist : tidak menjelma).


Hal yang membedakan tiga pengertian diatas dengan Nibbana

Dengan Tuhan = jelas beda karena Nibbana tidak dipuja atau disembah apalagi diyakini

Dengan Ketuhanan = Nibbana tidak ada hubungan sama sekali dengan Tuhan jadi tidak termasuk Ketuhanan

Dengan pernyataan om candra = Walau memang sama yaitu tidak dilahirkan/melahirkan, dan tidak menyerupai tetapi dalam Islam dikatakan segala sesuatu atas kehendak Allah atau biasa dikatakan ridho allah, sedangkan nibbana gak memberikan sesuatu seperti orang muslim minta ke allah mereka.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 24 December 2008, 04:08:43 PM
[at] markos and hatRed...

Oke ga apa-apa koq...

Saya paham sepenuhnya dengan penjelasan anda jadi masalah istilah penggunaan kata sekali lagi saya tegaskan, memang saya yang perlu 'bebenah' diri untuk tidak menimbulkan ke-rancu-an nantinya... :)

Anumodana saya ucapkan kepada anda berdua... :) ... GRP will sent yo you...

Salam,
Namo Buddhaya...  _/\_ ...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ryu on 26 December 2008, 07:07:02 AM
Tuhan itu hanya ada di indo deh :)
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 26 December 2008, 10:11:00 AM
Kalo Timor Leste dan Malaysia?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ryu on 26 December 2008, 11:32:06 AM
kagatau, sama kali.....
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: budha child on 27 December 2008, 10:00:59 PM
saya ingin tahu definisi "Tuhan" dalam budhism ajaran theravada...
thx  _/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 27 December 2008, 10:34:37 PM
Pada buddhism aliran apapun tidak ada "Tuhan"
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Jerry on 27 December 2008, 11:30:22 PM
[at] ^
Di DC ada Tuhan ;D :hammer:

Gimana kalo dgn orang yg ingin mencari tahu? Tidak adakah sesuatu jalan/cara yg bisa kita jadikan sbg upaya-kausalya utk membantu pemahaman orang tsb dan membuka jalan pikirannya?

Dan bagaimana dgn salah 2 dari 10 objek anussati (perenungan) dari 40 objek meditasi, yaitu Devatanussati (perenungan ttg makhluk dewa) dan Upasamanussati (perenungan tentang nibbana) ? ???

mohon pencerahannya oh Tuhan DC ;D ^:)^

mettacittena
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Sumedho on 28 December 2008, 06:32:34 AM
mencari awal mula alam semesta yang tidak dapat ditelusuri?

tidk perlu pakai upaya-kausalya, yah cukup jelaskan saja memang hal tersebut tidak akan membebaskan kita dari penderitaan.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: budha child on 28 December 2008, 08:54:23 PM
god = tuhan

tuhan dalam kebudayaan barat apa?
tuhan ga da dalam budhism? siapa sang maha dalam budhism?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: CKRA on 28 December 2008, 09:02:55 PM
 [at]  atas, "struktur organisasi" buddhism dengan keyakinan lain itu berbeda. Dalam buddhism tidak ada CEO.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Reenzia on 28 December 2008, 09:13:45 PM
tak ada pencipta, tak ada yang berkuasa, tak ada yang memberi hadiah atau sanksi
tak ada seorang yang maha mengendalikan segalanya
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 09:35:32 AM
ternyata ada beragam penafsiran dari topik sejak dikutipnya dari tipitaka.

ada yang menfasirkannya sbg TUHAN.

ada yang mencoba mengindentikkannya sbg NIBBANA.


tp satu yang pasti bahwa penggunaa kata capital itu TIDAK PERNAH MUNCUL disana !.


dan inilah contoh dari "nuansa kesesatan" dari penggunaan otak nalr logis yang keliru !


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 07 January 2009, 09:37:33 AM
aneh, sungguh aneh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 07 January 2009, 09:43:41 AM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 09:35:32 AM
ternyata ada beragam penafsiran dari topik sejak dikutipnya dari tipitaka.

ada yang menfasirkannya sbg TUHAN.

ada yang mencoba mengindentikkannya sbg NIBBANA.


tp satu yang pasti bahwa penggunaa kata capital itu TIDAK PERNAH MUNCUL disana !.


dan inilah contoh dari "nuansa kesesatan" dari penggunaan otak nalr logis yang keliru !


ika.
Nibanna ada di Tipitaka, yang gak ada itu KUNDALINI.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 10:45:48 AM
anda benar jika mengatakan bahwa Nibbana "ada" di tipitaka !

namun utk sampai berkata bahwa yang ditanyakan oleh penulis dgn postingan dan pertanyaannya sbg dan cocok dgn kata Nibbana adalah hal lain bro !


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 07 January 2009, 10:54:01 AM
aneh, sungguh aneh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Edward on 07 January 2009, 10:57:48 AM
 [at]  Bro Ika,
Dan jika pendapatnya seperti itu, jadi mnrt bro apa makna yg ditulis oleh TS?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Lily W on 07 January 2009, 10:59:50 AM
Bro IKa...

Bisa tolong dijelaskan yang hal lain itu apa?

Anumodana..._/\_

:lotus:
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:23:11 AM
Kedua kalinya saya mengatakan bahwa Udana VIII.3 adalah mengenai Nibbana. Nibbana bukan tuhan. Beberapa tokoh Buddhis mempersandingan Nibbana dengan Ketuhanan, bukan berarti Nibbana sama dengan tuhan. Ketuhanan berbeda dengan tuhan, silahkan kita mempelajari tata bahasa Indonesia yang benar jika tidak memahami mengapa antara ketuhanan dnegan tuhan itu berbeda.

Demikianlah yang disabdakan oleh Sang Buddha mengenai Nibbana yang tertera dalam Udana VIII.1 sampai VIII.4. Silahkan dicari terjemahannya.

-----------------

1. Paṭhamanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

71. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū [te ca bhikkhū (sī. syā. pī. tadaṭṭhakathāpi oloketabbā] aṭṭhiṃ katvā [aṭṭhīkatvā (sī. syā.), aṭṭhikatvā (pī.)] manasi katvā sabbaṃ cetaso [sabbaṃ cetasā (itipi aññasuttesu)] samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Atthi, bhikkhave, tadāyatanaṃ, yattha neva pathavī, na āpo, na tejo, na vāyo, na ākāsānañcāyatanaṃ, na viññāṇañcāyatanaṃ, na ākiñcaññāyatanaṃ, na nevasaññānāsaññāyatanaṃ, nāyaṃ loko, na paraloko, na ubho candimasūriyā. Tatrāpāhaṃ, bhikkhave, neva āgatiṃ vadāmi , na gatiṃ, na ṭhitiṃ, na cutiṃ, na upapattiṃ; appatiṭṭhaṃ, appavattaṃ, anārammaṇamevetaṃ. Esevanto dukkhassā''ti. Paṭhamaṃ.

2. Dutiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

72. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā manasi katvā sabbaṃ cetaso samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Duddasaṃ anataṃ nāma, na hi saccaṃ sudassanaṃ;

Paṭividdhā taṇhā jānato, passato natthi kiñcana''nti. dutiyaṃ;

3. Tatiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

73. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā, manasi katvā, sabbaṃ cetaso samannāharitvā, ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ. No cetaṃ, bhikkhave, abhavissa ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, nayidha jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyetha. Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, tasmā jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyatī''ti. Tatiyaṃ.

4. Catutthanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

74. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā manasi katvā sabbaṃ cetaso samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Nissitassa calitaṃ, anissitassa calitaṃ natthi. Calite asati passaddhi, passaddhiyā sati nati na hoti. Natiyā asati āgatigati na hoti. Āgatigatiyā asati cutūpapāto na hoti. Cutūpapāte asati nevidha na huraṃ na ubhayamantarena [na ubhayamantare (sabbattha) ma. ni. 3.393; saṃ. ni. 4.87 passitabbaṃ]. Esevanto dukkhassā''ti. Catutthaṃ.


__________


Semoga tidak ada lagi yang keras kepala yang tidak berdasar, dengan mengatakan bahwa Udana VIII.3 adalah mengenai tuhan.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 11:33:49 AM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 11:23:11 AM
Kedua kalinya saya mengatakan bahwa Udana VIII.3 adalah mengenai Nibbana. Nibbana bukan tuhan. Beberapa tokoh Buddhis mempersandingan Nibbana dengan Ketuhanan, bukan berarti Nibbana sama dengan tuhan. Ketuhanan berbeda dengan tuhan, silahkan kita mempelajari tata bahasa Indonesia yang benar jika tidak memahami mengapa antara ketuhanan dnegan tuhan itu berbeda.

Demikianlah yang disabdakan oleh Sang Buddha mengenai Nibbana yang tertera dalam Udana VIII.1 sampai VIII.4. Silahkan dicari terjemahannya.

-----------------

1. Paṭhamanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

71. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū [te ca bhikkhū (sī. syā. pī. tadaṭṭhakathāpi oloketabbā] aṭṭhiṃ katvā [aṭṭhīkatvā (sī. syā.), aṭṭhikatvā (pī.)] manasi katvā sabbaṃ cetaso [sabbaṃ cetasā (itipi aññasuttesu)] samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Atthi, bhikkhave, tadāyatanaṃ, yattha neva pathavī, na āpo, na tejo, na vāyo, na ākāsānañcāyatanaṃ, na viññāṇañcāyatanaṃ, na ākiñcaññāyatanaṃ, na nevasaññānāsaññāyatanaṃ, nāyaṃ loko, na paraloko, na ubho candimasūriyā. Tatrāpāhaṃ, bhikkhave, neva āgatiṃ vadāmi , na gatiṃ, na ṭhitiṃ, na cutiṃ, na upapattiṃ; appatiṭṭhaṃ, appavattaṃ, anārammaṇamevetaṃ. Esevanto dukkhassā''ti. Paṭhamaṃ.

2. Dutiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

72. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā manasi katvā sabbaṃ cetaso samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Duddasaṃ anataṃ nāma, na hi saccaṃ sudassanaṃ;

Paṭividdhā taṇhā jānato, passato natthi kiñcana''nti. dutiyaṃ;

3. Tatiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

73. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā, manasi katvā, sabbaṃ cetaso samannāharitvā, ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ. No cetaṃ, bhikkhave, abhavissa ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, nayidha jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyetha. Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhataṃ, tasmā jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ paññāyatī''ti. Tatiyaṃ.

4. Catutthanibbānapaṭisaṃyuttasuttaṃ

74. Evaṃ me sutaṃ – ekaṃ samayaṃ bhagavā sāvatthiyaṃ viharati jetavane anāthapiṇḍikassa ārāme. Tena kho pana samayena bhagavā bhikkhū nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammiyā kathāya sandasseti samādapeti samuttejeti sampahaṃseti. Tedha bhikkhū aṭṭhiṃ katvā manasi katvā sabbaṃ cetaso samannāharitvā ohitasotā dhammaṃ suṇanti.

Atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ udānaṃ udānesi –

''Nissitassa calitaṃ, anissitassa calitaṃ natthi. Calite asati passaddhi, passaddhiyā sati nati na hoti. Natiyā asati āgatigati na hoti. Āgatigatiyā asati cutūpapāto na hoti. Cutūpapāte asati nevidha na huraṃ na ubhayamantarena [na ubhayamantare (sabbattha) ma. ni. 3.393; saṃ. ni. 4.87 passitabbaṃ]. Esevanto dukkhassā''ti. Catutthaṃ.


__________


Semoga tidak ada lagi yang keras kepala yang tidak berdasar, dengan mengatakan bahwa Udana VIII.3 adalah mengenai tuhan.

jika anda "merasa" & bersikeras "berdasarkan" kumpulan tulisan yang anda anggap "sahih & teruji" mengatakan bahwa itu membicarakan ttg Nibbana ..., itu sah2 saja !

pertanyaannya: apakah anda juga sdh mengumpulkan bahan tulisan lainnya dari tipitaka dibandingkan dgn postingan anda diatas yang cuma tidak lbh dari selembar kertas kuarto saja  ?


ika.

 
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 11:40:25 AM
 [at] bro ika

apa anda sendiri telah membaca dan memastikan perkataan ada?
kalo uda, mungkin anda bs share dengan teman-teman yg disini :)

dan saia harap andapun bisa memberikan refrensi lengkap mengenai apa yg telah anda pastikan dengan
tipitaka yg MUNGKIN telah anda bandingkan sebelumnya, melihat dari pernyataan anda tsb

_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:51:59 AM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 11:33:49 AM

jika anda "merasa" & bersikeras "berdasarkan" kumpulan tulisan yang anda anggap "sahih & teruji" mengatakan bahwa itu membicarakan ttg Nibbana ..., itu sah2 saja !

Jelas sahih dan teruji, dan jelas sah. Mengapa? Ingat Pertanyaan awal adalah: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka. Dan apa yang ada dalam Udana VIII.3 Tipitaka adalah mengenai Nibbana dan saya sudah menyampaikannya bahwa terdapat pada judulnya adalah Nibbana, jadi tidak ada tafsiran.

Quotepertanyaannya: apakah anda juga sdh mengumpulkan bahan tulisan lainnya dari tipitaka dibandingkan dgn postingan anda diatas yang cuma tidak lbh dari selembar kertas kuarto saja  ?

ika.
Sdr. Ika, Topik utama kita adalah mengenai Udana VIII.3 apakah mengenai tuhan atau Nibbana. Seperti yang kita lihat sendiri bahwa tertulis disana adalah Nibbana, tidak ada kata tuhan atau dalam istilah Sanskerta/Pali sebagai Isvara atau Issara, Ini bukti awal. Bukti kedua adalah faktor-faktor pendukungnya yaitu Udana VIII.1, VIII.2, dan VIII.4, semuanya mengenai Nibbana. Dengan kata lain Udana VIII.1 sampai VIII.4 mengenai Nibbana. Jadi tidak perlu berlembar-lembar kertas kuarto untuk menjelaskan bahwa yang tertulis itu adalah Nibbana, karena tulisannya yang kita baca adalah nibbana kecuali kita tidak bisa membaca kata Nibbana. Tapi jika anda tidak puas maka ada sumber lain yaitu Tipitaka Atthakatha yang akan saya sampaikan dibawah ini yang lebih dari 6 lembar kwarto.


Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:52:55 AM
8. Pāṭaligāmiyavaggo

1. Paṭhamanibbānapaṭisaṃyuttasuttavaṇṇanā

71. Pāṭaligāmiyavaggassa paṭhame nibbānapaṭisaṃyuttāyāti amatadhātusannissitāya asaṅkhatadhātuyā pavedanavasena pavattāya. Dhammiyā kathāyāti dhammadesanāya. Sandassetīti sabhāvasarasalakkhaṇato nibbānaṃ dasseti. Samādapetīti tameva atthaṃ te bhikkhū gaṇhāpeti. Samuttejetīti tadatthagahaṇe ussāhaṃ janento tejeti joteti. Sampahaṃsetīti nibbānaguṇehi sammadeva sabbappakārehi toseti.

Atha vā sandassetīti ''so sabbasaṅkhārasamatho sabbūpadhipaṭinissaggā taṇhakkhayo virāgo nirodho''tiādinā (ma. ni. 1.281; 2.337; mahāva. 8) nayeneva sabbathā tena tena pariyāyena tesaṃ tesaṃ ajjhāsayānurūpaṃ sammā dasseti. Samādapetīti ''iminā ariyamaggena taṃ adhigantabba''nti adhigamapaṭipadāya saddhiṃ tattha bhikkhū ninnapoṇapabbhāre karonto sammā ādapeti gaṇhāpeti. Samuttejetīti etaṃ dukkaraṃ durabhisambhavanti ''mā sammāpaṭipattiyaṃ pamādaṃ antarāvosānaṃ āpajjatha, upanissayasampannassa vīriyavato nayidaṃ dukkaraṃ, tasmā sīlavisuddhiādivisuddhipaṭipadāya uṭṭhahatha ghaṭayatha vāyameyyāthā''ti nibbānādhigamāya ussāheti, tattha vā cittaṃ vodapeti. Sampahaṃsetīti ''madanimmadano pipāsavinayo ālayasamugghāto''ti (a. ni. 4.34; itivu. 90), rāgakkhayo dosakkhayo mohakkhayoti (saṃ. ni. 4.367; itivu. 44), asaṅkhatanti (saṃ. ni. 4.367), amatañca santantiādinā ca anekapariyāyena (saṃ. ni. 4.409) nibbānānisaṃsappakāsanena tesaṃ bhikkhūnaṃ cittaṃ tosento hāsento sampahaṃseti samassāseti.

Tedhāti te idha. Aṭṭhiṃ katvāti ''atthi kiñci ayaṃ no attho adhigantabbo''ti evaṃ sallakkhetvā tāya desanāya atthikā hutvā. Manasi katvāti citte ṭhapetvā anaññavihitā taṃ desanaṃ attano cittagatameva katvā. Sabbaṃ cetaso samannāharitvāti sabbena kārakacittena ādito paṭṭhāya yāva pariyosānā desanaṃ āvajjetvā, taggatameva ābhogaṃ katvāti attho. Atha vā sabbaṃ cetaso samannāharitvāti sabbasmā cittato desanaṃ sammā anu anu āharitvā. Idaṃ vuttaṃ hoti – desentassa yehi cittehi desanā katā, sabbasmā cittato pavattaṃ desanaṃ bahi gantuṃ adento sammā aviparītaṃ anu anu āharitvā attano cittasantānaṃ āharitvā yathādesitadesitaṃ desanaṃ suṭṭhu upadhāretvā. Ohitasotāti avahitasotā, suṭṭhu upitasotā. Ohitasotāti vā avikkhittasotā. Tameva upalabbhamānopi hi savane avikkhepo satisaṃvaro viya cakkhundriyādīsu sotindriyepi vattumarahatīti. Ettha ca ''aṭṭhiṃ katvā''tiādīhi catūhipi padehi tesaṃ bhikkhūnaṃ tapparabhāvato savane ādaradīpanena sakkaccasavanaṃ dasseti.

Etamatthaṃ viditvāti etaṃ tesaṃ bhikkhūnaṃ tassā nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammakathāya savane ādarakāritaṃ sabbākārato viditvā. Imaṃ udānanti imaṃ nibbānassa tabbidhuradhammadesanāmukhena paramatthato vijjamānabhāvavibhāvanaṃ udānaṃ udānesi.

Tattha atthīti vijjati, paramatthato upalabbhatīti attho. Bhikkhaveti tesaṃ bhikkhūnaṃ ālapanaṃ. Nanu ca udānaṃ nāma pītisomanassasamuṭṭhāpito vā dhammasaṃvegasamuṭṭhāpito vā dhammapaṭiggāhakanirapekkho udāhāro, tathā ceva ettakesu suttesu āgataṃ, idha kasmā bhagavā udānento te bhikkhū āmantesīti? Tesaṃ bhikkhūnaṃ saññāpanatthaṃ. Nibbānapaṭisaṃyuttañhi bhagavā tesaṃ bhikkhūnaṃ dhammaṃ desetvā nibbānaguṇānussaraṇena uppannapītisomanassā udānaṃ udānesi. Idha nibbānavajjo sabbo sabhāvadhammo paccayāyattavuttikova upalabbhati, na paccayanirapekkho. Ayaṃ pana nibbānadhammo katamapaccaye upalabbhatīti tesaṃ bhikkhūnaṃ cetoparivitakkamaññāya te ca saññāpetukāmo ''atthi, bhikkhave, tadāyatana''ntiādimāha, na ekantatova te paṭiggāhake katvāti veditabbaṃ. Tadāyatananti taṃ kāraṇaṃ. Dakāro padasandhikaro. Nibbānañhi maggaphalañāṇādīnaṃ ārammaṇapaccayabhāvato rūpādīni viya cakkhuviññāṇādīnaṃ ārammaṇapaccayabhūtānīti kāraṇaṭṭhena ''āyatana''nti vuccati. Ettāvatā ca bhagavā tesaṃ bhikkhūnaṃ asaṅkhatāya dhātuyā paramatthato atthibhāvaṃ pavedesi.

Tatrāyaṃ dhammanvayo – idha saṅkhatadhammānaṃ vijjamānattā asaṅkhatāyapi dhātuyā bhavitabbaṃ tappaṭipakkhattā sabhāvadhammānaṃ. Yathā hi dukkhe vijjamāne tappaṭipakkhabhūtaṃ sukhampi vijjatiyeva , tathā uṇhe vijjamāne sītampi vijjati, pāpadhammesu vijjamānesu kalyāṇadhammāpi vijjanti eva. Vuttañcetaṃ –

''Yathāpi dukkhe vijjante, sukhaṃ nāmapi vijjati;

Evaṃ bhave vijjamāne, vibhavopi icchitabbako.

''Yathāpi uṇhe vijjante, aparaṃ vijjati sītalaṃ;

Evaṃ tividhaggi vijjante, nibbānaṃ icchitabbakaṃ.

''Yathāpi pāpe vijjante, kalyāṇamapi vijjati;

Evameva jāti vijjante, ajātimapi icchitabbaka''ntiādi. (bu. vaṃ. 2.10-12) –

Apica nibbānassa paramatthato atthibhāvavicāraṇaṃ parato āvibhavissati.

Evaṃ bhagavā asaṅkhatāya dhātuyā paramatthato atthibhāvaṃ sammukhena dassetvā idāni tabbidhuradhammāpohanamukhenassa sabhāvaṃ dassetuṃ, ''yattha neva pathavī na āpo''tiādimāha. Tattha yasmā nibbānaṃ sabbasaṅkhāravidhurasabhāvaṃ yathā saṅkhatadhammesu katthaci natthi, tathā tatthapi sabbe saṅkhatadhammā. Na hi saṅkhatāsaṅkhatadhammānaṃ samodhānaṃ sambhavati. Tatrāyaṃ atthavibhāvanā – yattha yasmiṃ nibbāne yassaṃ asaṅkhatadhātuyaṃ neva kakkhaḷalakkhaṇā pathavīdhātu atthi, na paggharaṇalakkhaṇā āpodhātu, na uṇhalakkhaṇā tejodhātu, na vitthambhanalakkhaṇā vāyodhātu atthi. Iti catumahābhūtābhāvavacanena yathā sabbassapi upādārūpassa abhāvo vutto hoti tannissitattā. Evaṃ anavasesato kāmarūpabhavassa tattha abhāvo vutto hoti tadāyattavuttibhāvato. Na hi mahābhūtanissayena vinā pañcavokārabhavo ekavokārabhavo vā sambhavatīti.

Idāni arūpasabhāvattepi nibbānassa arūpabhavapariyāpannānaṃ dhammānaṃ tattha abhāvaṃ dassetuṃ, ''na ākāsānañcāyatanaṃ...pe... na nevasaññānāsaññāyatana''nti vuttaṃ. Tattha na ākāsānañcāyatananti saddhiṃ ārammaṇena kusalavipākakiriyabhedo tividhopi ākāsānañcāyatanacittuppādo natthīti attho. Sesesupi eseva nayo. Yadaggena ca nibbāne kāmalokādīnaṃ abhāvo hoti, tadaggena tattha idhalokaparalokānampi abhāvoti āha – ''nāyaṃ loko na paraloko''ti. Tassattho – yvāyaṃ ''itthattaṃ diṭṭhadhammo idhaloko''ti ca laddhavohāro khandhādiloko, yo ca ''tato aññathā paro abhisamparāyo''ti ca laddhavohāro khandhādiloko, tadubhayampi tattha natthīti. Na ubho candimasūriyāti yasmā rūpagate sati tamo nāma siyā, tamassa ca vidhamanatthaṃ candimasūriyehi vattitabbaṃ. Sabbena sabbaṃ pana yattha rūpagatameva natthi, kuto tattha tamo. Tamassa vā vidhamanā candimasūriyā, tasmā candimā sūriyo cāti ubhopi tattha nibbāne natthīti attho. Iminā ālokasabhāvataṃyeva nibbānassa dasseti.

Ettāvatā ca anabhisametāvīnaṃ bhikkhūnaṃ anādimatisaṃsāre supinantepi ananubhūtapubbaṃ paramagambhīraṃ atiduddasaṃ saṇhasukhumaṃ atakkāvacaraṃ accantasantaṃ paṇḍitavedanīyaṃ atipaṇītaṃ amataṃ nibbānaṃ vibhāvento paṭhamaṃ tāva ''atthi, bhikkhave, tadāyatana''nti tassa atthibhāvā tesaṃ aññāṇādīni apanetvā ''yattha neva pathavī ...pe... na ubho candimasūriyā''ti tadaññadhammāpohanamukhena taṃ vibhāveti dhammarājā. Tena pathavīādisabbasaṅkhatadhammavidhurasabhāvā yā asaṅkhatā dhātu, taṃ nibbānanti dīpitaṃ hoti. Tenevāha, ''tatrāpāhaṃ, bhikkhave, neva āgatiṃ vadāmī''ti.

Tattha tatrāti tasmiṃ. Apisaddo samuccaye. Ahaṃ, bhikkhave, yattha saṅkhārapavatte kutoci kassaci āgatiṃ na vadāmi yathāpaccayaṃ tattha dhammamattassa uppajjanato. Evaṃ tasmimpi āyatane nibbāne kutoci āgatiṃ āgamanaṃ neva vadāmi āgantabbaṭṭhānatāya abhāvato. Na gatinti katthaci gamanaṃ na vadāmi gantabbaṭṭhānatāya abhāvato. Na hi tattha sattānaṃ ṭhapetvā ñāṇena ārammaṇakaraṇaṃ āgatigatiyo sambhavanti, nāpi ṭhiticutūpapattiyo vadāmi. ''Tadāpaha''ntipi pāḷi. Tassattho – tampi āyatanaṃ gāmantarato gāmantaraṃ viya na āgantabbatāya na āgati, na gantabbatāya na gati, pathavīpabbatādi viya apatiṭṭhānatāya na ṭhiti, apaccayattā vā uppādābhāvo, tato amatasabhāvattā cavanābhāvo, uppādanirodhābhāvato ceva tadubhayaparicchinnāya ṭhitiyā ca abhāvato na ṭhitiṃ na cutiṃ na upapattiṃ vadāmi. Kevalaṃ pana taṃ arūpasabhāvattā apaccayattā ca na katthaci patiṭṭhitanti appatiṭṭhaṃ. Tattha pavattābhāvato pavattappaṭipakkhato ca appavattaṃ. Arūpasabhāvattepi vedanādayo viya kassacipi ārammaṇassa anālambanato upatthambhanirapekkhato ca anārammaṇameva taṃ ''āyatana''nti vuttaṃ nibbānaṃ. Ayañca evasaddo appatiṭṭhameva appavattamevāti padadvayenapi yojetabbo . Esevanto dukkhassāti yadidaṃ ''appatiṭṭha''ntiādīhi vacanehi vaṇṇitaṃ thomitaṃ yathāvuttalakkhaṇaṃ nibbānaṃ, eso eva sakalassa vaṭṭadukkhassa anto pariyosānaṃ tadadhigame sati sabbadukkhābhāvato. Tasmā ''dukkhassa anto''ti ayameva tassa sabhāvoti dasseti.

Paṭhamasuttavaṇṇanā niṭṭhitā.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:54:40 AM
2. Dutiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttavaṇṇanā

72. Dutiye imaṃ udānanti imaṃ nibbānassa pakatiyā gambhīrabhāvato duddasabhāvadīpanaṃ udānaṃ udānesi. Tattha duddasanti sabhāvagambhīrattā atisukhumasaṇhasabhāvattā ca anupacitañāṇasambhārehi passituṃ na sakkāti duddasaṃ. Vuttañhetaṃ – ''tañhi te, māgaṇḍiya, ariyaṃ paññācakkhu natthi, yena tvaṃ ārogyaṃ jāneyyāsi, nibbānampi passeyyāsī''ti (ma. ni. 2.218). Aparampi vuttaṃ – ''idampi kho ṭhānaṃ duddasaṃ, yadidaṃ sabbasaṅkhārasamatho''tiādi (mahāva. 8; ma. ni. 1.281; 2.337). Anatanti rūpādiārammaṇesu, kāmādīsu ca bhavesu namanato tanninnabhāvena pavattito sattānañca tattha namanato taṇhā natā nāma, natthi ettha natāti anataṃ, nibbānanti attho. ''Ananta''ntipi paṭhanti, niccasabhāvattā antavirahitaṃ, acavanadhammaṃ nirodhaṃ amatanti attho. Keci pana ''ananta''nti padassa ''appamāṇa''nti atthaṃ vadanti. Ettha ca ''duddasa''nti iminā paññāya dubbalīkaraṇehi rāgādikilesehi cirakālabhāvitattā sattānaṃ apaccayabhāvanā na sukarāti nibbānassa kicchena adhigamanīyataṃ dasseti. Na hi saccaṃ sudassananti imināpi tamevatthaṃ pākaṭaṃ karoti. Tattha saccanti nibbānaṃ. Tañhi kenaci pariyāyena asantasabhāvābhāvato ekanteneva santattā aviparītaṭṭhena saccaṃ. Na hi taṃ sudassanaṃ na sukhena passitabbaṃ, sucirampi kālaṃ puññañāṇasambhāre samānentehipi kasireneva samadhigantabbato. Tathā hi vuttaṃ bhagavatā – ''kicchena me adhigata''nti (mahāva. 8; ma. ni. 1.281; 2.337).

Paṭividdhā taṇhā jānato passato natthi kiñcananti tañca nirodhasaccaṃ sacchikiriyābhisamayavasena abhisamentena visayato kiccato ca ārammaṇato ca ārammaṇappaṭivedhena asammohappaṭivedhena ca paṭividdhaṃ, yathāpariññābhisamayavasena dukkhasaccaṃ, bhāvanābhisamayavasena maggasaccañca asammohato paṭividdhaṃ hoti, evaṃ pahānābhisamayavasena asammohato ca paṭividdhā taṇhā hoti. Evañca cattāri saccāni yathābhūtaṃ ariyamaggapaññāya jānato passato bhavādīsu natabhūtā taṇhā natthi, tadabhāve sabbassapi kilesavaṭṭassa abhāvo, tatova kammavipākavaṭṭānaṃ asambhavoyevāti evaṃ bhagavā tesaṃ bhikkhūnaṃ anavasesavaṭṭadukkhavūpasamahetubhūtaṃ amatamahānibbānassa ānubhāvaṃ pakāsesi. Sesaṃ vuttanayameva.

Dutiyasuttavaṇṇanā niṭṭhitā.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:55:15 AM
3. Tatiyanibbānapaṭisaṃyuttasuttavaṇṇanā

73. Tatiye atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvāti tadā kira bhagavatā anekapariyāyena saṃsārassa ādīnavaṃ pakāsetvā sandassanādivasena nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammadesanāya katāya tesaṃ bhikkhūnaṃ etadahosi – ''ayaṃ saṃsāro bhagavatā avijjādīhi kāraṇehi sahetuko pakāsito, nibbānassa pana tadupasamassa na kiñci kāraṇaṃ vuttaṃ, tayidaṃ ahetukaṃ, kathaṃ saccikaṭṭhaparamatthena upalabbhatī''ti. Atha bhagavā tesaṃ bhikkhūnaṃ etaṃ yathāvuttaṃ parivitakkasaṅkhātaṃ atthaṃ viditvā. Imaṃ udānanti tesaṃ bhikkhūnaṃ vimatividhamanatthañceva idha samaṇabrāhmaṇānaṃ ''nibbānaṃ nibbānanti vācāvatthumattameva, natthi hi paramatthato nibbānaṃ nāma anupalabbhamānasabhāvattā''ti lokāyatikādayo viya vippaṭipannānaṃ bahiddhā ca puthudiṭṭhigatikānaṃ micchāvādabhañjanatthañca imaṃ amatamahānibbānassa paramatthato atthibhāvadīpanaṃ udānaṃ udānesi.

Tattha ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhatanti sabbānipi padāni aññamaññavevacanāni. Atha vā vedanādayo viya hetupaccayasamavāyasaṅkhātāya kāraṇasāmaggiyā na jātaṃ na nibbattanti ajātaṃ, kāraṇena vinā, sayameva vā na bhūtaṃ na pātubhūtaṃ na uppannanti abhūtaṃ, evaṃ ajātattā abhūtattā ca yena kenaci kāraṇena na katanti akataṃ, jātabhūtakatasabhāvo ca nāmarūpānaṃ saṅkhatadhammānaṃ hoti, na asaṅkhatasabhāvassa nibbānassāti dassanatthaṃ asaṅkhatanti vuttaṃ. Paṭilomato vā samecca sambhūya paccayehi katanti saṅkhataṃ, tathā na saṅkhataṃ saṅkhatalakkhaṇarahitanti asaṅkhatanti. Evaṃ anekehi kāraṇehi nibbattitabhāve paṭisiddhe ''siyā nu kho ekeneva kāraṇena kata''nti āsaṅkāya ''na yena kenaci kata''nti dassanatthaṃ ''akata''nti vuttaṃ. Evaṃ apaccayampi samānaṃ ''sayameva nu kho idaṃ bhūtaṃ pātubhūta''nti āsaṅkāya tannivattanatthaṃ ''abhūta''nti vuttaṃ. ''Ayañcetassa asaṅkhatākatābhūtabhāvo sabbena sabbaṃ ajātidhammattā''ti dassetuṃ ''ajāta''nti vuttaṃ. Evametesaṃ catunnampi padānaṃ sātthakabhāvaṃ viditvā ''tayidaṃ nibbānaṃ atthi, bhikkhave''ti paramatthato nibbānassa atthibhāvo pakāsitoti veditabbo. Ettha udānentena bhagavatā, ''bhikkhave''ti ālapane kāraṇaṃ heṭṭhā vuttanayeneva veditabbaṃ.

Iti satthā ''atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhata''nti vatvā tattha hetuṃ dassento ''no cetaṃ, bhikkhave''tiādimāha. Tassāyaṃ saṅkhepattho – bhikkhave, yadi ajātādisabhāvā asaṅkhatā dhātu na abhavissa na siyā, idha loke jātādisabhāvassa rūpādikkhandhapañcakasaṅkhātassa saṅkhatassa nissaraṇaṃ anavasesavūpasamo na paññāyeyya na upalabbheyya na sambhaveyya. Nibbānañhi ārammaṇaṃ katvā pavattamānā sammādiṭṭhiādayo ariyamaggadhammā anavasesakilese samucchindanti. Tenettha sabbassapi vaṭṭadukkhassa appavatti apagamo nissaraṇaṃ paññāyati.

Evaṃ byatirekavasena nibbānassa atthibhāvaṃ dassetvā idāni anvayavasenapi taṃ dassetuṃ, ''yasmā ca kho''tiādi vuttaṃ. Taṃ vuttatthameva. Ettha ca yasmā ''apaccayā dhammā, asaṅkhatā dhammā (dha. sa. dukamātikā 7, 8 ), atthi, bhikkhave, tadāyatanaṃ, yattha neva pathavī (udā. 71), idampi kho ṭhānaṃ duddasaṃ, yadidaṃ sabbasaṅkhārasamatho sabbūpadhipaṭinissaggo (mahāva. 8; ma. ni. 1.281; 2.337), asaṅkhatañca vo, bhikkhave, dhammaṃ desessāmi asaṅkhatagāminiñca paṭipada''ntiādīhi (saṃ. ni. 4.366-367) anekehi suttapadehi, ''atthi, bhikkhave, ajāta''nti imināpi ca suttena nibbānadhātuyā paramatthato sambhavo sabbalokaṃ anukampamānena sammāsambuddhena desito, tasmā yadipi tattha apaccakkhakārīnampi viññūnaṃ kaṅkhā vā vimati vā natthiyeva. Ye pana paraneyyabuddhino puggalā, tesaṃ vimativinodanatthaṃ ayamettha adhippāyaniddhāraṇamukhena yuttivicāraṇā – yathā pariññeyyatāya sauttarānaṃ kāmānaṃ rūpādīnañca paṭipakkhabhūtaṃ tabbidhurasabhāvaṃ nissaraṇaṃ paññāyati, evaṃ taṃsabhāvānaṃ sabbesampi saṅkhatadhammānaṃ paṭipakkhabhūtena tabbidhurasabhāvena nissaraṇena bhavitabbaṃ. Yañcetaṃ nissaraṇaṃ, sā asaṅkhatā dhātu. Kiñca bhiyyo saṅkhatadhammārammaṇaṃ vipassanāñāṇaṃ api anulomañāṇaṃ kilese samucchedavasena pajahituṃ na sakkoti. Tathā sammutisaccārammaṇaṃ paṭhamajjhānādīsu ñāṇaṃ vikkhambhanavaseneva kilese pajahati, na samucchedavasena. Iti saṅkhatadhammārammaṇassa sammutisaccārammaṇassa ca ñāṇassa kilesānaṃ samucchedappahāne asamatthabhāvato tesaṃ samucchedappahānakarassa ariyamaggañāṇassa tadubhayaviparītasabhāvena ārammaṇena bhavitabbaṃ , sā asaṅkhatā dhātu. Tathā ''atthi, bhikkhave, ajātaṃ abhūtaṃ akataṃ asaṅkhata''nti idaṃ nibbānapadassa paramatthato atthibhāvajotakaṃ vacanaṃ aviparītatthaṃ bhagavatā bhāsitattā. Yañhi bhagavatā bhāsitaṃ, taṃ aviparītatthaṃ paramatthaṃ yathā taṃ ''sabbe saṅkhārā aniccā, sabbe saṅkhārā dukkhā, sabbe dhammā anattā''ti (a. ni. 3.137; mahāni. 27), tathā nibbānasaddo katthaci visaye yathābhūtaparamatthavisayo upacāramattavuttisabbhāvato seyyathāpi sīhasaddo. Atha vā attheva paramatthato asaṅkhatā dhātu, itaratabbiparītavinimuttasabhāvattā seyyathāpi pathavīdhātu vedanāti. Evamādīhi nayehi yuttitopi asaṅkhatāya dhātuyā paramatthato atthibhāvo veditabbo.

Tatiyasuttavaṇṇanā niṭṭhitā.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 11:55:54 AM
4. Catutthanibbānapaṭisaṃyuttasuttavaṇṇanā

74. Catutthe atha kho bhagavā etamatthaṃ viditvāti tadā kira bhagavatā anekapariyāyena sandassanādivasena nibbānapaṭisaṃyuttāya dhammadesanāya katāya tesaṃ bhikkhūnaṃ etadahosi – ''ayaṃ tāva bhagavatā amatamahānibbānadhātuyā anekākāravokāraṃ ānisaṃsaṃ dassentena anaññasādhāraṇo ānubhāvo pakāsito, adhigamūpāyo panassā na bhāsito, kathaṃ nu kho paṭipajjantehi amhehi ayaṃ adhigantabbā''ti. Atha bhagavā tesaṃ bhikkhūnaṃ etaṃ yathāvuttaparivitakkasaṅkhātaṃ atthaṃ sabbākārato viditvā. Imaṃ udānanti taṇhāvasena katthaci anissitassa passaddhakāyacittassa vīthipaṭipannavipassanassa ariyamaggena anavasesato taṇhāpahānena nibbānādhigamavibhāvanaṃ imaṃ udānaṃ udānesi.

Tattha nissitassa calitanti rūpādisaṅkhāre taṇhādiṭṭhīhi nissitassa calitaṃ ''etaṃ mama, eso me attā''ti taṇhādiṭṭhivipphanditaṃ hoti. Appahīnataṇhādiṭṭhikassa hi puggalassa sukhādīsu uppannesu tāni abhibhuyya viharituṃ asakkontassa ''mama vedanā, ahaṃ vediyāmī''tiādinā taṇhādiṭṭhigāhavasena kusalappavattito cittasantānassa calanaṃ kampanaṃ, avakkhalitaṃ vā hotīti attho. Anissitassa calitaṃ natthīti yo pana visuddhipaṭipadaṃ paṭipajjanto samathavipassanāhi taṇhādiṭṭhiyo vikkhambhetvā aniccādivasena saṅkhāre sammasanto viharati, tassa taṃ anissitassa yathāvuttaṃ calitaṃ avakkhalitaṃ, vipphanditaṃ vā natthi kāraṇassa suvikkhambhitattā.

Calite asatīti yathāvutte calite asati yathā taṇhādiṭṭhigāhā nappavattanti, tathā vīthipaṭipannāya vipassanāya taṃ ussukkantassa. Passaddhīti vipassanācittasahajātānaṃ kāyacittānaṃ sārambhakarakilesavūpasaminī duvidhāpi passaddhi hoti. Passaddhiyā sati nati na hotīti pubbenāparaṃ visesayuttāya passaddhiyā sati anavajjasukhādhiṭṭhānaṃ samādhiṃ vaḍḍhetvā taṃ paññāya samavāyakaraṇena samathavipassanaṃ yuganaddhaṃ yojetvā maggaparamparāya kilese khepentassa kāmabhavādīsu namanato ''natī''ti laddhanāmā taṇhā arahattamaggakkhaṇe anavasesato na hoti, anuppattidhammataṃ āpāditattā na uppajjatīti attho.

Natiyā asatīti arahattamaggena taṇhāya suppahīnattā bhavādiatthāya ālayanikanti pariyuṭṭhāne asati. Āgatigati na hotīti paṭisandhivasena idha āgati āgamanaṃ cutivasena gati ito paralokagamanaṃ peccabhāvo na hoti na pavattati. Āgatigatiyā asatīti vuttanayena āgatiyā ca gatiyā ca asati. Cutūpapāto na hotīti aparāparaṃ cavanupapajjanaṃ na hoti na pavattati. Asati hi kilesavaṭṭe kammavaṭṭaṃ pacchinnameva, pacchinne ca tasmiṃ kuto vipākavaṭṭassa sambhavo. Tenāha – ''cutūpapāte asati nevidha na hura''ntiādi. Tattha yaṃ vattabbaṃ, taṃ heṭṭhā bāhiyasutte vitthārato vuttameva. Tasmā tattha vuttanayeneva attho veditabbo.

Iti bhagavā idhāpi tesaṃ bhikkhūnaṃ anavasesato vaṭṭadukkhavūpasamahetubhūtaṃ amatamahānibbānassa ānubhāvaṃ sammāpaṭipattiyā pakāseti.

Catutthasuttavaṇṇanā niṭṭhitā.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 01:22:01 PM
mungkin anda benar dgn kutipan 6 lbr kuarto tsb !

pertanyaannya: kenapa  tidak sejak awalnya saja timbul kata Nibbana ?


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 07 January 2009, 01:24:35 PM
aneh, sungguh aneh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Andi Sangkala on 07 January 2009, 01:59:13 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

namaste

wow kawan lama, long not see

kalo menurut bro Ika gimana baiknya? gak usah diterjemahkan aja ya
emang bro Ika udh paham ajaran Buddha, kayak gmn ya ajaran Buddha versi Ika Polim



Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: g.citra on 07 January 2009, 02:00:59 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !




ika.

Bro Ika...

Tidak semua orang dapat mengerti dengan maksud yang terkandung dari postingan anda... :)

Apakah dengan "gaya posting" seperti ini, anda bisa memberikan "pengertian", kepada makhluk-makhluk di sini tentang maksud sesungguhnya dari postingan anda?

Salam... Namo Buddhaya... _/\_ ...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 07 January 2009, 02:01:52 PM
anda keliru lagi bro!

bukan versi org lain, tp versi Buddah Gotama sendiri ...

pertanyaannya: anda sdh pada keyakinan yang tertinggi bahwa tipitaka merupakan dan sesaui dgn versi Buddha Gotama ?


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 07 January 2009, 02:03:14 PM
aneh, sungguh aneh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Jerry on 07 January 2009, 08:55:42 PM
HatRed kaya stalkernya IP deh.. ada ketertarikan? hii..  :-SS
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Reenzia on 07 January 2009, 09:00:03 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

terjemahkan itu kan maksudnya dalam lingkup bahasa :hammer:
coba aja kl ternyata tipitaka dalam bahasa india, kira-kira anda mengerti gk kalo blm pernah belajar bhs india? :hammer:
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Kelana on 08 January 2009, 11:25:38 AM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:22:01 PM
mungkin anda benar dgn kutipan 6 lbr kuarto tsb !
Saya sudah menghitungnya dengan microsoft word, dan berjumlah 6 lembar kuarto, Sdr. Ika :)

Quotepertanyaannya: kenapa  tidak sejak awalnya saja timbul kata Nibbana ?
ika.
Pertanyaan anda salah Sdr. Ika. Mengapa pertanyaan anda salah? Karena sejak awal memang sudah timbul kata Nibbana, dan bukannya tidak sejak awal seperti yang anda anggap. Karena pertanyaannya salah maka tidak ada jawaban bagi pertanyaan yang salah. Jika ada jawaban bagi pertanyaan yang salah maka jawaban itu juga adalah jawaban yang salah.

Demikian, dan selanjutnya no comment karena akan OOT  _/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 08 January 2009, 12:20:41 PM
Quote from: Reenzia on 07 January 2009, 09:00:03 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

terjemahkan itu kan maksudnya dalam lingkup bahasa :hammer:
coba aja kl ternyata tipitaka dalam bahasa india, kira-kira anda mengerti gk kalo blm pernah belajar bhs india? :hammer:

anda benar dan tepat sekali dalam ruang lingkup "ilmu pengetahuan" !

anda belum benar dan belum tepat dlm ruang lingkup "kebijaksanaan" !

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 08 January 2009, 12:23:02 PM
aneh, sungguh aneh

malah tambah aneh
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 08 January 2009, 12:23:59 PM
Quote from: Kelana on 08 January 2009, 11:25:38 AM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:22:01 PM
mungkin anda benar dgn kutipan 6 lbr kuarto tsb !
Saya sudah menghitungnya dengan microsoft word, dan berjumlah 6 lembar kuarto, Sdr. Ika :)

Quotepertanyaannya: kenapa  tidak sejak awalnya saja timbul kata Nibbana ?
ika.
Pertanyaan anda salah Sdr. Ika. Mengapa pertanyaan anda salah? Karena sejak awal memang sudah timbul kata Nibbana, dan bukannya tidak sejak awal seperti yang anda anggap. Karena pertanyaannya salah maka tidak ada jawaban bagi pertanyaan yang salah. Jika ada jawaban bagi pertanyaan yang salah maka jawaban itu juga adalah jawaban yang salah.

Demikian, dan selanjutnya no comment karena akan OOT  _/\_


anda benar dan tepat sekali !

memanglah demikian , bahwa yang harus salah adalah "si org" nya , dan krn itulah sering juga saya kumandangkan utk "si org" nya itu yang terlbh dulu "dibedah otak nalar logisnya" dibandingkan dgn belum apa2 sdh berkeinginan utk "membedah buku" !!!

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 08 January 2009, 12:25:12 PM
aneh, sungguh aneh

loh anehnya menjadi jadi
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: polandio on 08 January 2009, 12:27:53 PM
Mungkin hatRed sedang naksir sama ika_polim
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Reenzia on 10 January 2009, 12:18:02 AM
Quote from: ika_polim on 08 January 2009, 12:20:41 PM
Quote from: Reenzia on 07 January 2009, 09:00:03 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

terjemahkan itu kan maksudnya dalam lingkup bahasa :hammer:
coba aja kl ternyata tipitaka dalam bahasa india, kira-kira anda mengerti gk kalo blm pernah belajar bhs india? :hammer:

anda benar dan tepat sekali dalam ruang lingkup "ilmu pengetahuan" !

anda belum benar dan belum tepat dlm ruang lingkup "kebijaksanaan" !

ika.

tentu saja harus mengerti dari segi bahasa dlu donk baru lingkup kebijaksanaan?
gimana bs ngerti lingkup kebijaksanaannya kalo bahasanya aja tak dimengerti? :hammer:
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 12 January 2009, 02:25:22 PM
Quote from: Reenzia on 10 January 2009, 12:18:02 AM
Quote from: ika_polim on 08 January 2009, 12:20:41 PM
Quote from: Reenzia on 07 January 2009, 09:00:03 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

terjemahkan itu kan maksudnya dalam lingkup bahasa :hammer:
coba aja kl ternyata tipitaka dalam bahasa india, kira-kira anda mengerti gk kalo blm pernah belajar bhs india? :hammer:

anda benar dan tepat sekali dalam ruang lingkup "ilmu pengetahuan" !

anda belum benar dan belum tepat dlm ruang lingkup "kebijaksanaan" !

ika.

tentu saja harus mengerti dari segi bahasa dlu donk baru lingkup kebijaksanaan?
gimana bs ngerti lingkup kebijaksanaannya kalo bahasanya aja tak dimengerti? :hammer:

bukankah anda harus paham benar bahwa Ayah & Ibu - mu itu adalah satuan2 dari kata "Org tua" anda?

jika sdh paham dgn hal itu lah , kemudian anda akan melihat" dgn pandangan berbeda saat mereka / salah satu dr mereka "melakuikan tindakan" thdp anda !

ika. 
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: girinala on 12 January 2009, 03:06:05 PM
"...Ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak..." Inilah kalimat tidak lengkap yang paling banyak dan paling sering dikutip oleh seseorang yang ingin memasukkan konsep KeTuhanan di dalam Buddhisme; yang berusaha mengidentikkan dan mencocok-cocokan antara pengertian Nibbana dan konsep tentang Tuhan.

Girinala.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 27 April 2009, 03:14:25 PM
Quote from: girinala on 12 January 2009, 03:06:05 PM
"...Ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak..." Inilah kalimat tidak lengkap yang paling banyak dan paling sering dikutip oleh seseorang yang ingin memasukkan konsep KeTuhanan di dalam Buddhisme; yang berusaha mengidentikkan dan mencocok-cocokan antara pengertian Nibbana dan konsep tentang Tuhan.

Girinala.


saya pikir adalah wajar dan umum saja jika ada org lain yang berusaha utk spt yg anda urai diatas!

namun demikian adalah hal yg pantas ditertawakan juga bagi semua yang dgn begitu gampang dan semberononya mengikuti saja semua paparan dr org yg demikian dan membantu menyebar luaskannya dgn tanpa pembuktian sama sekali!!



ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ramani on 29 April 2009, 12:40:25 PM
 _/\_ 


diskusi ini bisa sangat sangat panjang...............tetapi  menurutku hanya membuang energi aja. lebih baik energi ini digunakan untuk meditasi.karena nibbana hanya bs direalisasikan lewat meditasi.

jadi siapa aja yang sudah merealisasikan nibbana boleh membagikan ceritanya nya ke kita2  ;D ;D ;D
setuju ga?

_/\_

Title: PERHATIAN
Post by: ramani on 29 April 2009, 01:08:57 PM


Temen2 sekalian

saya mohon maaf yah kalo saya salah

Reputasi pak ika polim sangat " Terkenal ". Dalam Diskusi pak ika polim sering sekali membolak-balik kata2. membuat yang membaca menjadi bingung.dan lama kelamaan menjadi sangat jauh dari inti masalah. bahasa yang digunakan juga sinis, kasar dan "membakar" . seringkali forum menjadi tidak nyaman. Bagi yang  sudah paham dengan baik Ajaran Sang Guru akan tahu yang benar dan salah. Tapi bagaimana dengan yang belum paham.......... :(

Untuk melihat track record pak ika silahkan di www.samaggi-phala.or.id

Terima kasih
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 29 April 2009, 02:19:31 PM
Quote from: ramani on 29 April 2009, 01:08:57 PM


Temen2 sekalian

saya mohon maaf yah kalo saya salah

Reputasi pak ika polim sangat " Terkenal ". Dalam Diskusi pak ika polim sering sekali membolak-balik kata2. membuat yang membaca menjadi bingung.dan lama kelamaan menjadi sangat jauh dari inti masalah. bahasa yang digunakan juga sinis, kasar dan "membakar" . seringkali forum menjadi tidak nyaman. Bagi yang  sudah paham dengan baik Ajaran Sang Guru akan tahu yang benar dan salah. Tapi bagaimana dengan yang belum paham.......... :(

Untuk melihat track record pak ika silahkan di www.samaggi-phala.or.id

Terima kasih
_/\_


semoga saja masih banyak yg tidak setuju dgn persepsi anda tsb!


ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: gajeboh angek on 29 April 2009, 03:48:11 PM
memang anda sudah terkenal pak ika.
bukan cuma 1 orang saja yang bilang koq.
Title: Re: PERHATIAN
Post by: K.K. on 30 April 2009, 10:01:17 AM
Quote from: ramani on 29 April 2009, 01:08:57 PM


Temen2 sekalian

saya mohon maaf yah kalo saya salah

Reputasi pak ika polim sangat " Terkenal ". Dalam Diskusi pak ika polim sering sekali membolak-balik kata2. membuat yang membaca menjadi bingung.dan lama kelamaan menjadi sangat jauh dari inti masalah. bahasa yang digunakan juga sinis, kasar dan "membakar" . seringkali forum menjadi tidak nyaman. Bagi yang  sudah paham dengan baik Ajaran Sang Guru akan tahu yang benar dan salah. Tapi bagaimana dengan yang belum paham.......... :(

Untuk melihat track record pak ika silahkan di www.samaggi-phala.or.id

Terima kasih
_/\_

Kalau ramani ada tidak setuju dengan posting dari ika_polim, silahkan langsung sanggah saja pernyataannya, tetapi jangan membuat posting yang menyudutkan pribadi seperti ini. Dalam suatu diskusi yang objektif, "track record" seseorang tidaklah penting.

Terima kasih.
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 30 April 2009, 04:08:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 30 April 2009, 10:01:17 AM
Quote from: ramani on 29 April 2009, 01:08:57 PM


Temen2 sekalian

saya mohon maaf yah kalo saya salah

Reputasi pak ika polim sangat " Terkenal ". Dalam Diskusi pak ika polim sering sekali membolak-balik kata2. membuat yang membaca menjadi bingung.dan lama kelamaan menjadi sangat jauh dari inti masalah. bahasa yang digunakan juga sinis, kasar dan "membakar" . seringkali forum menjadi tidak nyaman. Bagi yang  sudah paham dengan baik Ajaran Sang Guru akan tahu yang benar dan salah. Tapi bagaimana dengan yang belum paham.......... :(

Untuk melihat track record pak ika silahkan di www.samaggi-phala.or.id

Terima kasih
_/\_

Kalau ramani ada tidak setuju dengan posting dari ika_polim, silahkan langsung sanggah saja pernyataannya, tetapi jangan membuat posting yang menyudutkan pribadi seperti ini. Dalam suatu diskusi yang objektif, "track record" seseorang tidaklah penting.

Terima kasih.
_/\_


saya org paling terbuka utk mendiskusikan semua hal kehidupan! mhn utk tidak sungkan utk lbh terbuka! selalu menunggu feed back dr semua disini termasuk anda Ramani.

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ge2004 on 06 May 2009, 02:23:02 PM
Diskusi ini seharusnya membangun atau menambah kualitas mental atau Iman kita terhadap Buddha Dhamma, bukan malah saling menyalahkan dan saling merasa dirinya paling benar. Inilah mengapa akhir-akhir ini sering terjadi ketidakhamonisan sesama umat Buddha. Hanya diskusi milis saja kita sudah menjadi kurang harmonis, apalagi kalau terjadi diskusi yang melibatkan kelompok yang lebih besar. Apakah Dhamma sang Buddha mengharuskan kita mencari sosok Tuhan, atau mengajarkan kita bagaimana agar kita terlepas dari penderitaan ?

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

=========================================
****
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 14 May 2009, 01:25:54 PM
Quote from: ramani on 29 April 2009, 01:08:57 PM


Temen2 sekalian

saya mohon maaf yah kalo saya salah

Reputasi pak ika polim sangat " Terkenal ". Dalam Diskusi pak ika polim sering sekali membolak-balik kata2. membuat yang membaca menjadi bingung.dan lama kelamaan menjadi sangat jauh dari inti masalah. bahasa yang digunakan juga sinis, kasar dan "membakar" . seringkali forum menjadi tidak nyaman. Bagi yang  sudah paham dengan baik Ajaran Sang Guru akan tahu yang benar dan salah. Tapi bagaimana dengan yang belum paham.......... :(

Untuk melihat track record pak ika silahkan di www.samaggi-phala.or.id

Terima kasih
_/\_
dimananya yg disitus samagi phala itu
saya koq ga bisa nemuin
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Dhamma Sukkha on 14 May 2009, 04:29:12 PM
Quote from: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
Buddha itu gelar yg dimiliki oleh seseorang IP....

klo salah mohon dikoreksii... ^:)^ ^:)^ ^:)^

Metta Cittena,
Citta _/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 14 May 2009, 04:30:06 PM
Quote from: nyanadhana on 12 May 2008, 03:13:02 PM
_/\_ Hai ,saya ingin berdiskusi dengan mengambil kutipan Tipitaka yang bertuliskan

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu."

Nah untuk menghindari adanya pemikiran menyimpang bahwa Tuhan itu sebenarnya ada dalam Buddhism sehingga beberapa pihak tampak suka menggunakan istilah ini untuk mendukung alirannya. Bagaimana menurut saudara-saudara? Apakah arti pernyataan Sang Buddha soal ini?

menurut anda , dengan ungkapan tsb apakah sang buddha mengharapkan kita semua utk "kembali berkunjung ke masa lalu dan membuktikan kebenaran hal itu"?

ika.  
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 14 May 2009, 04:32:00 PM
deleted, bukan tempat membicarakan agama lain
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 14 May 2009, 04:37:03 PM
Quote from: Reenzia on 10 January 2009, 12:18:02 AM
Quote from: ika_polim on 08 January 2009, 12:20:41 PM
Quote from: Reenzia on 07 January 2009, 09:00:03 PM
Quote from: ika_polim on 07 January 2009, 01:51:08 PM
Quote from: pujianto on 07 January 2009, 01:26:44 PM
Quote from: Kelana on 07 January 2009, 12:00:29 PM
Silahkan diterjemahkan sendiri atau tanya sama om Google.  :))

gak usah tanya Oom Google, lebih baik tanya ama Ika Polim yang konon gak pernah keluar dari tipitaka
ayo dong Oom Ika jterjemahkan dan jelaskan

jika anda masih rela menggunakan kata "terjemahkan" & masih berusaha tanpa henti utk "menterjemahkan", anda belum paham ajaran buddha bro !


ika.

terjemahkan itu kan maksudnya dalam lingkup bahasa :hammer:
coba aja kl ternyata tipitaka dalam bahasa india, kira-kira anda mengerti gk kalo blm pernah belajar bhs india? :hammer:

anda benar dan tepat sekali dalam ruang lingkup "ilmu pengetahuan" !

anda belum benar dan belum tepat dlm ruang lingkup "kebijaksanaan" !

ika.

tentu saja harus mengerti dari segi bahasa dlu donk baru lingkup kebijaksanaan?
gimana bs ngerti lingkup kebijaksanaannya kalo bahasanya aja tak dimengerti? :hammer:

ungkapan spt itu lazim pada semua org "yg cuma mengharapkan mendptkan kebijaksanaan melulu dr bacaan / buku tulisan org lain"!

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 15 May 2009, 10:26:46 AM
Quote from: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
buddha emang merujuk kepada seseorang koq,kenapa sih emangnya???
khan buddha emang bukan tuhan???
kata2 anda ini tidak ada kaitannya dg pernyataan saya bahwa sesuatu itu bukan orang
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 15 May 2009, 12:13:26 PM
Quote from: savana_zhang on 15 May 2009, 10:26:46 AM
Quote from: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
buddha emang merujuk kepada seseorang koq,kenapa sih emangnya???
khan buddha emang bukan tuhan???
kata2 anda ini tidak ada kaitannya dg pernyataan saya bahwa sesuatu itu bukan orang

anda keliru sekali bro-ku!

buddha tidak merujuk kpd "sesorg"! sama sekali!

tuhanpun tidak sama sekali mengacu kpd "sesosok mahkluk"!

jika ini saja masih keliru, tentunya dikuatirkan menghambat berbagai hal lain di perjalan ke spiritual anda!

ika.



Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: badman on 15 May 2009, 12:15:25 PM
Jika tidak ada Tuhan lalu bagaimana alam semesta ini berjalan? Mohon bimbingannya...
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hatRed on 15 May 2009, 12:16:26 PM
to : om Ika Salicyl

kalo keliru ya dikasih tau sebabnya toh.... ;D

jangan asal ceplas ceplos....

to : bad....

mank alam semesta bisa jalan ???
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: badman on 15 May 2009, 12:21:45 PM
Itu yg muter-muterin galaksi siapa?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 15 May 2009, 12:26:06 PM
Quote from: hatRed on 15 May 2009, 12:16:26 PM
to : om Ika Salicyl

kalo keliru ya dikasih tau sebabnya toh.... ;D

jangan asal ceplas ceplos....

to : bad....

mank alam semesta bisa jalan ???

berbagai penjelasan bisa anda cari dr berbagai sumber!
saya pikir utk sebahagian org, yang diperlukannya malah "hasil akhirnya sementara/kesimpulan sementara"nya dibandingkan berbagai hal alasan pendukungnya! dan saya sdh menyodorkannya utk semua org sejenis itu disini!

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 15 May 2009, 12:45:01 PM
Quote from: ika_polim on 15 May 2009, 12:13:26 PM
Quote from: savana_zhang on 15 May 2009, 10:26:46 AM
Quote from: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
buddha emang merujuk kepada seseorang koq,kenapa sih emangnya???
khan buddha emang bukan tuhan???
kata2 anda ini tidak ada kaitannya dg pernyataan saya bahwa sesuatu itu bukan orang

anda keliru sekali bro-ku!

buddha tidak merujuk kpd "sesorg"! sama sekali!

tuhanpun tidak sama sekali mengacu kpd "sesosok mahkluk"!

jika ini saja masih keliru, tentunya dikuatirkan menghambat berbagai hal lain di perjalan ke spiritual anda!

ika.




ya udah saya salah,yg saya maksud adalah sang buddha yg menggambarkan seseorang
tuhan dalam kr****n adalah emang tuhan yg personal koq.karena dalam agama buddha tidak mengenal kata tuhan.

lgan anda ini koq postingnya seperti menyatakan bahwa anda adalah yg terpandai sih...
emang anda sangat pandai tapi janganlah terlalu expose.orang lain kan bisa keliru termasuk saya.
klo anda sangat pintar hendaknya pengetahuan itu dapat dibagi ke lainnya.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: sabdo palon on 15 May 2009, 01:05:07 PM
Quote from: badman on 15 May 2009, 12:15:25 PM
Jika tidak ada Tuhan lalu bagaimana alam semesta ini berjalan? Mohon bimbingannya...

Jadi musti ada yang ngatur ya? Tadi saya makan, minum, pup, tidur dan sebagainya  mungkin sudah diatur oleh Tuhan...

tambahin... nyolong, ngerampok dlsbnya juga diatur oleh Tuhan....
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 18 May 2009, 07:29:43 PM
Quote from: sabdo palon on 15 May 2009, 01:05:07 PM
Quote from: badman on 15 May 2009, 12:15:25 PM
Jika tidak ada Tuhan lalu bagaimana alam semesta ini berjalan? Mohon bimbingannya...

Jadi musti ada yang ngatur ya? Tadi saya makan, minum, pup, tidur dan sebagainya  mungkin sudah diatur oleh Tuhan...

tambahin... nyolong, ngerampok dlsbnya juga diatur oleh Tuhan....

kalau anda sdh sepakat bahwa kata 'tuhan' tidak sama sekali berhubungan dgn "sesosok mahkluk" ataupun " sesuatu yg berwujud" ataupun yg mampu dicerna manusia / mahkluk apapun, ...

jwban dr pertanyaan itu akan dgn sendirinya tertemukan oleh anda !

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ika_polim on 18 May 2009, 07:32:47 PM
Quote from: savana_zhang on 15 May 2009, 12:45:01 PM
Quote from: ika_polim on 15 May 2009, 12:13:26 PM
Quote from: savana_zhang on 15 May 2009, 10:26:46 AM
Quote from: ika_polim on 14 May 2009, 04:25:59 PM
Quote from: savana_zhang on 14 May 2009, 01:20:55 PM
sesuatu khan bukan seseorang.
tuhan dalam kr****n adalah seseorang lo

kalau menurut anda kata tuhan itu menunjuk kpd "seseorg mahluk", apakah di dlm buddhism kata buddha bukan menunjuk kpd "seseorg"?

ika.
buddha emang merujuk kepada seseorang koq,kenapa sih emangnya???
khan buddha emang bukan tuhan???
kata2 anda ini tidak ada kaitannya dg pernyataan saya bahwa sesuatu itu bukan orang

anda keliru sekali bro-ku!

buddha tidak merujuk kpd "sesorg"! sama sekali!

tuhanpun tidak sama sekali mengacu kpd "sesosok mahkluk"!

jika ini saja masih keliru, tentunya dikuatirkan menghambat berbagai hal lain di perjalan ke spiritual anda!

ika.




ya udah saya salah,yg saya maksud adalah sang buddha yg menggambarkan seseorang
tuhan dalam kr****n adalah emang tuhan yg personal koq.karena dalam agama buddha tidak mengenal kata tuhan.

lgan anda ini koq postingnya seperti menyatakan bahwa anda adalah yg terpandai sih...
emang anda sangat pandai tapi janganlah terlalu expose.orang lain kan bisa keliru termasuk saya.
klo anda sangat pintar hendaknya pengetahuan itu dapat dibagi ke lainnya.

nyatanya saya sedang berbagi bro-ku!

masalahnya adalah cara berbagi yg saya pakai tidak / belum sesuai dgn keinginan anda!

bukankah dgn demikian, yg hrs dilakukan adalah "segeralah berdamai dgn diri-mu sendiri" dulu???

ika.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: drexman on 05 June 2009, 12:12:32 PM
cape jg baca tread ini dari awal..
btw..melihat smua postingan keren..
tapi yang msh agak bingung..sebenernya yang dimasalahkan
oleh pak ika ini apa ya?
konsep ketuhanan dalam agama buddha yang mana?
_/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 05 June 2009, 04:15:09 PM
    hai saudara2 se-dhamma.
belakangan diforum kita ini sering diperdebatkan mengenai penafsiran ketuhanan dan arti dari ayat tripitaka Udanna 8.3
berikut saya menyajikan keterangan yg saya peroleh disitus sammagi phalla oleh bhante Uttamo di website http://www.samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=1003&multi=T&hal=0
semoga bermanfaat untuk semua

KETUHANAN DALAM AGAMA BUDDHA


Umat Buddha kadang dianggap masyarakat luas sebagai orang yang tidak bertuhan. Agama Buddha sering pula dikatakan sebagai agama yang tidak bertuhan. Bahkan, pada suatu pertemuan dengan para pemuka agama, saya pernah menerima pernyataan dari pemuka agama lain bahwa Agama Buddha tidak bertuhan. Menanggapi pernyataan yang bersifat tuduhan ini, saya jawab dengan pertanyaan lain: "Manakah agama di Indonesia yang bertuhan?" Tentu saja para pemuka agama itu langsung tersentak kaget dan merah padam mukanya. Mereka seolah tidak percaya dengan pertanyaan saya tersebut. Namun, saya segera melanjutkan dengan keterangan bahwa istilah 'tuhan' sesungguhnya berasal dari Bahasa Kawi. Oleh karena itu, pengertian kata 'tuhan' terdapat dalam kamus Bahasa Kawi. Disebutkan dalam kamus tersebut bahwa 'tuhan' berarti penguasa atau tuan. Dan, karena di Indonesia tidak ada agama yang mempergunakan Bahasa Kawi sebagai bahasa kitab sucinya, lalu agama manakah di Indonesia yang bertuhan dan mencantumkan istilah 'tuhan' dalam kitab suci aslinya? Menyadari kebenaran tentang bahasa asal kitab suci masing-masing, barulah mereka menerima bahwa memang tidak ada istilah 'tuhan' dalam kitab suci mereka. Jika demikian dalam Tipitaka, kitab suci Agama Buddha, tentu juga tidak akan pernah ditemukan istilah 'tuhan' karena Tipitaka menggunakan Bahasa Pali yaitu bahasa yang dipergunakan di India pada jaman dahulu. Namun, tidak adanya istilah 'tuhan' dalam kitab suci Tipitaka tentunya tidak boleh dengan mudah dan sembarangan kemudian orang menyebutkan bahwa 'Agama Buddha tidak bertuhan'. Salah pengertian dan penafsiran sedemikian sembrono tentunya berpotensi menjadi pemicu pertentangan antar umat beragama di Indonesia bahkan di berbagai belahan dunia.

Sebagai contoh sederhana tentang hal ini adalah penggunaan istilah 'telunjuk' untuk salah satu jari tangan manusia. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata 'telunjuk' pasti dengan mudah dapat diketemukan karena memang kata tersebut berasal dari Bahasa Indonesia. Namun, dalam kamus
Bahasa Inggris, tidak mungkin dapat dijumpai istilah 'telunjuk'. Kenyataan yang bertolak belakang ini tentu saja tidak mengkondisikan orang secara sembarangan menyimpulkan bahwa semua orang yang berbahasa Inggris tidak mempunyai telunjuk. Sebuah kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal. Kesimpulan sembarangan semacam ini pasti akan menjadi bahan tertawaan orang banyak.

Sayangnya, pemahaman seperti ini tidak berlaku untuk konsep ketuhanan dalam Agama Buddha. Ketika Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah 'tuhan' dalam berbagai upacara ritual, maka secara sembarangan, masyarakat telah 'menuduh' bahwa Agama Buddha tidak bertuhan. Padahal, dalam Agama Buddha yang menggunakan kitab suci berbahasa Pali, konsep ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana atau lebih dikenal secara luas sebagai Nirvana (Bahasa Sanskerta). Jadi, seseorang tidak akan pernah menemukan istilah 'tuhan' dalam Tipitaka, melainkan istilah 'nibbana'. Nibbana inilah yang sering dibabarkan oleh Sang Buddha di berbagai kesempatan kepada bermacam-macam lapisan masyarakat. Nibbana ini pula yang menjadi tujuan akhir seorang umat Buddha, sama dengan berbagai konsep ketuhanan dalam agama lain yang juga menjadi tujuan akhir mereka masing-masing. Seperti telah diketahui bersama bahwa Ajaran Sang Buddha mengenal adanya tiga tujuan hidup umat Buddha yaitu pertama, mendapatkan kebahagiaan di dunia. Kedua, kebahagiaan karena terlahir di alam surga atau alam bahagia setelah meninggal dunia. Ketiga, kebahagiaan tertinggi yaitu Nibbana atau Nirvana yang dapat dicapai ketika seseorang masih hidup di dunia ataupun setelah ia meninggal nanti.

Kebahagiaan yang pertama adalah kebahagiaan duniawi yang dapat diwujudkan di dunia ini setelah seseorang mengenal dan melaksanakan Buddha Dhamma. Apabila setelah mengenal Dhamma, seseorang semakin susah hidupnya, maka berarti Dhamma yang lebih dikenal sebagai Agama Buddha itu belum memberikan manfaat baginya. Kebahagiaan tahap pertama ini diukur dengan adanya rasa cukup, paling tidak, untuk empat kebutuhan pokok paling mendasar yaitu pakaian, makanan, tempat tinggal serta sarana kesehatan. Pengertian 'cukup' yang dimaksudkan di sini tentu saja sangat relatif sifatnya. Cukup bagi seseorang mungkin saja kekurangan bagi orang lain. Oleh karena itu, dalam Dhamma, istilah 'cukup' ini diukur paling bawah atau secara minimal dari rasa cukup yang dimiliki oleh para bhikkhu. Dengan demikian, seorang umat yang mempunyai lebih daripada yang dimiliki bhikkhu, maka sesungguhnya ia sudah dapat disebut sebagai cukup. Kalaupun umat tersebut masih merasa tidak cukup, mungkin saja hal ini berhubungan dengan kebutuhan yang berbeda atau bahkan ketamakan yang dimiliki.

Para bhikkhu dalam menjalani hidup sebagai pertapa masih membutuhkan empat kebutuhan pokok yaitu jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Keperluan jubah seorang bhikkhu hanya satu set saja. Dengan demikian, jika seorang bhikkhu mampu hidup menggunakan satu set jubah selama bertahun-tahun, maka seorang umat yang memiliki lebih dari satu set pakaian, misalnya tujuh set untuk tujuh hari dalam seminggu, maka ia bisa dianggap telah cukup. Namun, apabila ia telah memiliki banyak sekali pakaian dan masih juga merasa belum cukup, maka hal ini lebih disebabkan oleh ketamakan yang dimilikinya.

Demikian pula dengan kebutuhan makanan. Kehidupan seorang bhikkhu ditopang dengan makanan yang diperoleh dari persembahan umat. Pada umumnya, seorang bhikkhu hanya makan sekali atau dua kali sebelum tengah hari. Oleh karena itu, jika seorang umat sudah mampu menyediakan diri dan keluarganya makanan lebih dari dua kali sehari, sesungguhnya ia sudah dapat dikatakan cukup. Namun, apabila ia masih merasa belum cukup ketika makanan yang ia miliki telah berlebihan, maka perasaan ini timbul sebagai akibat dari ketamakan yang ia miliki selama ini.

Kebutuhan tempat tinggal seorang bhikkhu dapat tercukupi dengan tinggal di dalam goa ataupun gubuk sederhana. Oleh karena itu, apabila seorang umat telah mampu memiliki satu unit rumah walaupun sederhana, sebenarnya ia telah dapat disebut cukup. Berlebihan dalam penyediaan rumah bisa dikatakan sebagai tanda ketamakan.

Akhirnya, kecukupan sarana kesehatan menjadi sumber kebahagiaan duniawi yang keempat setelah pakaian, makanan maupun tempat tinggal. Untuk menjaga kesehatan maupun mengobati penyakit, seorang bhikkhu sesuai dengan peraturan kebhikkhuan diperkenankan mempergunakan urine sendiri. Tradisi ini sebenarnya dimasa sekarang lebih dikenal dengan istilah 'terapi urine'. Jadi, apabila seorang umat telah mampu membeli obat, walaupun generik, ia sesungguhnya sudah dapat disebut cukup. Namun, apabila ia berlebihan dalam pengadaan sarana kesehatan sehingga cenderung boros, maka ia termasuk telah dipengaruhi oleh nafsu ketamakan.

Terkait dengan tujuan hidup umat Buddha yang pertama yaitu hidup bahagia di dunia dengan kecukupan pakaian, makanan, tempat tinggal maupun sarana kesehatan, maka banyak sekali catatan uraian Dhamma Sang Buddha tentang mencari nafkah, mempertahankan dan meningkatkan kekayaan maupun upaya membina hidup rumah tangga bahagia dan harmonis. Dengan melaksanakan uraian Dhamma yang telah disampaikan oleh Sang Buddha dan dicatat dalam Kitab Suci Tipitaka, maka para umat Buddha diharapkan mempunyai pedoman hidup yang jelas serta pasti untuk bekerja dan berumah tangga. Dengan demikian, ia akan mendapatkan kecukupan materi, bahkan berlimpah dengan materi namun rumah tangga serta kondisi batin tetap bahagia.

Selanjutnya, tujuan hidup umat Buddha yang kedua setelah merasa cukup bahagia hidup di dunia adalah mengarahkan kehidupannya agar setelah meninggal dunia ia terlahir di alam surga. Tujuan terlahir di alam surga ini menjadi tujuan kedua agar memberikan kesempatan para umat Buddha membuktikan terlebih dahulu manfaat Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan ini. Apabila memang benar ia telah memetik manfaat Buddha Dhamma dengan mendapatkan kebahagiaan duniawi, tentu akan tumbuh keyakinan yang kuat dalam dirinya kepada Ajaran Sang Buddha. Ia akan lebih bersemangat melaksanakan Dhamma agar ia terlahir di alam bahagia sebagai tujuan hidup yang berikutnya. Pembuktian mencapai kebahagiaan di dunia ini menjadi sangat penting karena pembuktian kelahiran di surga jauh lebih sulit dilakukan semasa seseorang masih hidup di dunia. Kelahiran di alam surga sering menjadi pengetahuan umum maupun kepercayaan membuta yang diperoleh dari berbagai kitab suci yang ada dalam masyarakat. Disini Buddha Dhamma berusaha memberikan bukti, bukan hanya sekedar janji.

Tidak adanya manfaat memiliki kepercayaan membuta tanpa bukti atas kelahiran di surga ini dapat diperjelas dengan perumpamaan cinta seorang pria terhadap gadis pujaannya. Tersebutlah sebuah kisah tentang seorang gadis yang cantik jelita. Kecantikannya telah terkenal di mana-mana. Setiap hari, banyak pemuda datang mengharapkannya sebagai istri. Mereka datang dengan membawa berbagai buah tangan sebagai penarik hati si gadis itu. Akhirnya, dari sekian banyak pria yang melamar, gadis tersebut memilih salah satu diantaranya. Ketika si pria yang diterima lamarannya ini bertanya, kapan mereka akan menikah. Si gadis menjawab, "Nanti setelah kita mati". Sebuah jawaban yang aneh dan tidak ada gunanya. Ketika mereka mati, kapan mereka memiliki kesempatan untuk hidup dan berbahagia bersama? Tidak masuk akal memang. Sayangnya, jawaban semacam ini dianggap tidak aneh dan tetap layak dipercaya ketika seseorang mendapatkan janji tanpa bukti bahwa seseorang akan terlahir di surga setelah ia meninggal dunia. Justru karena untuk membuktikan terlebih dahulu, Buddha Dhamma memberikan kesempatan kepada mereka yang mau mempelajari dan melaksanakan Dhamma mendapatkan kebahagiaan duniawi sebelum mereka membicarakan kebahagiaan surgawi.

Adapun kebahagiaan surgawi yang dicapai setelah mendapatkan kebahagiaan duniawi dapat diperoleh para umat Buddha dengan mengkondisikan timbulnya kebahagiaan duniawi kepada mereka yang membutuhkan. Umat Buddha hendaknya sering melakukan kebajikan dengan membagikan kelebihan pakaian, makanan, tempat tinggal maupun sarana kesehatan yang telah ia miliki dan ia telah merasa cukup dengan hal itu. Disinilah peran rasa cukup yang mampu mengatasi ketamakan menjadi sangat penting. Dari tindakan ini pula dapat dibedakan pengaruh cukup atau tamak terhadap diri seseorang. Mereka yang dipengaruhi oleh ketamakan tidak akan pernah merasa cukup dan tidak ingin berbagi kepada mereka yang membutuhkannya. Sedangkan mereka yang merasa cukup tidak akan pernah menyia-nyiakan setiap kesempatan untuk berbagi dan terus berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Dengan sering berbagi, maka umat pun terlatih untuk memperbanyak kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. Banyaknya kebajikan yang telah dilakukan inilah yang akan menjadi jalan lebar serta lurus untuk seseorang terlahir di alam surga setelah kematiannya.

Akhirnya, karena seseorang telah mampu membuktikan pencapaian kebahagiaan duniawi dengan melaksanakan Dhamma, ia pun telah merasakan kebahagiaan karena mampu berbagi, maka tahap ketiga sebagai tujuan hidupnya adalah berusaha mencapai Nibbana atau Nirvana atau Tuhan Yang Mahaesa dalam kehidupan ini juga maupun kehidupan yang selanjutnya.

Untuk memahami konsep ketuhanan dalam Agama Buddha, perlu dimengerti terlebih dahulu bahwa dalam masyarakat pada umumnya terdapat dua cara pendekatan. Pertama, Tuhan dikenal melalui bentuk manusia. Oleh karena itu, tidak jarang dijumpai istilah "Tuhan melihat umatNya", atau "Tuhan mendengar doa umatNya" serta masih banyak lainnya. Pendekatan kedua, Tuhan dikenal melalui sifat manusia. Misalnya, "Tuhan marah", "Tuhan cemburu", "Tuhan mengasihi", "Tuhan adil", serta masih banyak istilah sejenis lainnya. Berbeda dengan yang telah disampaikan, Ketuhanan dalam Agama Buddha tidak menggunakan kedua cara di atas. Agama Buddha menggunakan aspek 'nafi' atau penolakan atas segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia. Jadi, pengertian Nibbana atau Tuhan dalam Agama Buddha adalah "Yang tidak terlahirkan", "Yang tidak menjelma", "Yang tidak bersyarat", "Yang tidak kondisi". "Yang tidak terpikirkan", serta masih banyak kata 'tidak' lainnya. Secara singkat, Tuhan atau Nibbana adalah mutlak, tidak ada kondisi apapun juga. Pendekatan yang berbeda ini sehubungan dengan ketidakmampuan bahasa manusia untuk menceritakan segala sesuatu bahkan hal sederhana yang ada di sekitar hidup manusia. Misalnya, seseorang tidak akan pernah mampu menceritakan rasa maupun bentuk durian kepada orang yang sama sekali belum pernah melihat durian. Sepandai apapun juga orang itu bercerita, si pendengar tetap mengalami kesulitan untuk membayangkannya, apalagi jika membahas mengenai bau durian yang khas. Pasti tidak mungkin terceritakan. Untuk itu, cara yang jauh lebih mudah menjelaskan hal ini adalah dengan membawa contoh durian asli untuk dikenalkan kepada si pendengar. Setelah melihat bendanya, mencium aromanya, si pendengar pasti segera menganggukkan kepada penuh pengertian.

Demikian pula dengan konsep ketuhanan dalam Agama Buddha. Apabila rasa, bentuk maupun warna durian yang mudah dijumpai saja tidak mampu diceritakan, maka tentunya kini sudah dapat dimengerti penyebab Dhamma mempergunakan istilah 'tidak terpikirkan' untuk menceritakan Nibbana. Hanya saja, menyebutkan 'tidak terpikirkan' bukan berarti tidak ada. Sama dengan kesulitan menceritakan rasa durian di atas; tidak bisa diceritakan bukan berarti tidak ada. Untuk menjelaskan durian, perlu dibuktikan sendiri. Untuk memahami Nibbana, perlu dijalani sendiri. Jalan yang harus ditempuh itu dikenal sebagai Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Mulia Berunsur Delapan sesungguhnya hanya merupakan satu jalan saja. Namun, satu jalan ini terdiri dari delapan unsur yaitu Pengertian Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Jalan Mulia inilah yang diajarkan Sang Buddha ketika Beliau pertama kali mengajarkan Dhamma di dunia. Karena seorang umat Buddha harus melaksanakan dan menjalani sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan agar dapat memahami Ketuhanan Yang Mahaesa atau Nibbana, maka dalam Ajaran Sang Buddha dikenal istilah "datang dan buktikan" atau ehipassiko (Bhs. Pali).

Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 05 June 2009, 04:16:35 PM
Jalan Mulia Berunsur Delapan yang telah disebutkan di atas adalah merupakan salah satu unsur dari Ajaran Pokok Sang Buddha yang dikenal dengan Empat Kesunyataan Mulia. Seperti nama yang dipergunakan, Empat Kesunyataan Mulia terdiri dari empat kondisi yang pasti dialami oleh semua mahluk hidup. Kesunyataan pertama menyebutkan kenyataan bahwa hidup berisikan ketidakpuasaan. Ketidakpuasan ini disebabkan karena keinginan untuk selalu bertemu dan berkumpul dengan mereka yang dicintai dan keinginan untuk tidak berjumpa dengan mereka yang tidak disukai. Kesunyataan kedua menganalisa bahwa ketidakpuasan tersebut disebabkan oleh keinginan. Semakin kuat keinginan, semakin kuat pula ketidakpuasan yang dialami. Sebaliknya, semakin lemah keinginan, semakin lemah pula ketidakpuasan yang timbul dalam batin seseorang. Kesunyataan ketiga memberikan penalaran bahwa terkendalinya keinginan akan menyebabkan hilangnya ketidakpuasan sehingga seseorang mencapai Nibbana. Dan, kesunyataan keempat memberikan cara atau satu jalan yang memiliki delapan unsur untuk mengendalikan keinginan serta melenyapkan ketidakpuasan. Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka masing-masing kesunyataan mulia ini akan sepintas dibahas secara umum.

Kesunyataan Mulia yang pertama menyebutkan bahwa hidup berisikan ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini muncul karena dalam kehidupan selalu terkondisi untuk berpisah dengan segala hal yang dicinta dan bertemu dengan segala hal yang tidak disuka. Maksud dari segala hal yang dicinta dan tidak disuka ini dalam arti yang seluas-luasnya. Dengan demikian, pengertian tersebut dapat meliputi orang, benda, suasana dsb. Misalnya, seseorang pada mulanya bisa saja duduk bersila di lantai dengan nyaman, namun pada saat berikutnya ia mungkin merasakan kesemutan yang menyakitkan. Perasaan ini timbul karena ia telah berpisah dengan kondisi yang dicinta yaitu nyaman duduk bersila di lantai dan bertemu dengan kondisi yang tidak dicinta yaitu rasa sakit akibat kesemutan. Demikian pula dengan rasa tidak nyaman akibat lapar. Kondisi ini timbul akibat berpisah dengan yang dicinta yaitu rasa tidak lapar dan bertemu dengan kondisi yang tidak disuka yaitu rasa lapar. Jadi, kondisi bertemu dengan yang tidak disuka dan berpisah dengan yang disuka ini selalu muncul berbarengan bagaikan dua sisi tangan yang terlihat berbeda apabila dipandang dari dua arah. Namun, kedua perbedaan sudut pandang ini tetap saja melihat satu bagian yang sama yaitu telapak tangan.

Sang Buddha mengerti dengan jelas bahwa sumber ketidakpuasan yang dialami ini adalah dari keinginan yang tidak tercapai untuk selalu bertemu dengan yang dicinta dan tidak bertemu dengan yang tidak disuka. Oleh karena itu, Kesunyataan Mulia yang kedua menyebutkan bahwa keinginan adalah sumber ketidakpuasan. Semakin kuat keinginan seeorang untuk mempertahankan kondisi yang dicintai, maka semakin besar pula rasa ketidakpuasan yang ia alami. Demikian pula, semakin kuat penolakan terhadap pertemuan dengan kondisi yang tidak menyenangkan akan memperberat rasa ketidakpuasan yang timbul dalam batinnya. Dalam contoh di atas, semakin seseorang gelisah atas rasa kesemutan yang ia alami, maka semakin memuncak rasa ketidakpuasannya terhadap kondisi tubuhnya yang terbatas tersebut. Semakin seseorang menolak rasa lapar yang memang sudah timbul, semakin parah pula rasa lapar menyerangnya.

Oleh karena itu, pembabaran Sang Buddha selanjutnya adalah Kesunyataan Mulia yang ketiga bahwa ketidakpuasan dapat diatasi apabila keinginan dapat dikendalikan. Pengendalian keinginan ini dicapai dengan pemahaman bahwa hidup adalah proses yang berkesinambungan. Tidak ada kekekalan di alam semesta ini. Hanya ketidakkekalan itulah yang kekal. Dengan demikian, ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ketika seseorang bertemu dengan kondisi nyaman duduk bersila di lantai, maka seiring dengan berjalannya waktu, ia pun pasti akan bertemu dengan kondisi tidak nyaman duduk di lantai yaitu kesemutan. Demikian pula ketika ia merasa nyaman 'bertemu' dengan rasa tidak lapar, maka suatu saat sesuai dengan berjalannya waktu, ia pasti akan 'bertemu' dengan rasa lapar. Segala bentuk keinginan yang menimbulkan ketidakpuasan tersebut akan dapat diatasi apabila seseorang mampu memahami ketidakkekalan ini.

Akhirnya, sebagai Kesunyataan Mulia yang Keempat, diuraikan Sang Buddha tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menjadi kunci pelaksanaan seseorang untuk dapat mengendalikan keinginannya. Pelaksanaan Jalan Mulia inilah yang seharusnya dikerjakan dengan tekun dan penuh semangat oleh para umat serta simpatisan Buddhis agar hidupnya mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan yang bisa diperoleh, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, adalah kebahagiaan duniawi, kemudian, kebahagiaan setelah meninggal dunia dengan terlahir di salah satu alam surga atau bahkan tentu saja kebahagiaan tertinggi yaitu terbebas dari kelahiran kembali yakni ketika seseorang mencapai Nibbana atau Tuhan Yang Mahaesa dalam Agama Buddha.

Dasar pelaksanaan Jalan Mulia Berunsur Delapan diawali dengan latihan kemoralan. Paling tidak, sebagai awal, terdapat lima latihan kemoralan yang dapat dilakukan yaitu upaya menghindari tindakan pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong dan mabuk-mabukan. Latihan mengendalikan diri terhadap lima perilaku tidak benar ini mengkondisikan seseorang untuk selalu menyadari segala tingkah laku badan dan ucapan yang sedang dikerjakan. Semakin sering seseorang mampu mengembangkan kesadaran atas tindakan serta ucapannya, maka ia pun semakin terkondisi untuk memperhatikan serta menyadari segala bentuk gerak gerik pikiran yang menjadi sumber tindakan badan maupun ucapan yang dilakukannya. Perhatian pada gerak gerik pikiran inilah yang akan mengkondisikan seseorang menyadari bahwa kenyataan hidup adalah saat ini. Secara bertahap dengan mempunyai kesadaran ini, seseorang akan semakin berkurang kemelekatannya pada masa lampau maupun masa depan. Masa lampau hanyalah tinggal kenangan sebagai bagian dari upaya pembelajaran untuk diperbaiki maupun ditingkatkan di masa sekarang. Sedangkan masa depan masih berupa rencana maupun impian yang harus segera dilaksanakan sedikit demi sedikit di masa sekarang. Dengan demikian, masa sekarang menjadi masa yang sangat penting sekali untuk selalu meningkatkan kualitas diri secara lahir maupun batin. Pemahaman yang kuat bahwa kenyataan hidup adalah saat ini menjadikan seseorang secara perlahan-lahan akan berkurang kemelekatannya. Batinnya menjadi tenang seimbang menghadapi segala perubahan yang dijumpainya. Bahkan, pada akhirnya ia mampu membebaskan diri dari kemelekatan sehingga batinnya pun terbebas dari ketamakan, kebencian serta kegelapan. Kegelapan batin yang dimaksudkan di sini adalah ketidaktahuan seseorang bahwa kenyataan hidup adalah tidak kekal dan hanya merupakan proses berkesinambungan. Dengan demikian, ia tidak lagi melekat dengan proses yang terus menerus berubah ini. Pengertian inilah yang membawa seseorang terbebas dari kelahiran kembali atau mencapai Nibbana yang tidak bisa diceritakan karena kemutlakannya. Sama sekali tidak bersyarat. Hanya saja, walaupun tidak bisa diceritakan, ternyata Nibbana mampu dicapai oleh mereka yang dengan sungguh-sungguh melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Demikianlah Nibbana atau Tuhan Yang Mahaesa dalam Agama Buddha yang tidak bisa diceritakan namun bisa dicapai dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Tentu saja akan timbul pertanyaan dalam diri para umat serta simpatisan Buddhis bahwa apabila Nibbana atau Tuhan dalam Agama Buddha tidak memiliki konsep seperti pemahaman umum yang dikenal dalam masyarakat, lalu bagaimanakah umat Buddha seharusnya berdoa?

Banyak orang sering menyebutkan secara keliru bahwa umat Buddha melakukan sembahyang di vihara. Untuk itu, sebaiknya harus dimengerti terlebih dahulu istilah 'sembahyang' yang sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu 'sembah' berarti menghormat dan 'hyang' yaitu dewa. Dengan demikian, 'sembahyang' berarti menghormat, menyembah para dewa. Apabila 'sembahyang' diartikan seperti itu, maka umat Buddha sesungguhnya tidak melakukan sembahyang. Umat Buddha bukanlah umat yang menghormat maupun menyembah para dewa. Umat Buddha mengakui keberadaan para dewa dewi di surga, namun umat tidak sembahyang kepada mereka. Umat Buddha juga tidak 'berdoa' karena istilah ini mempunyai pengertian ada permintaan yang disebutkan ketika seseorang sedang berdoa. Umat Buddha tentu saja tidak pernah meminta kepada arca Sang Buddha maupun kepada fihak lain. Keterangan ini jelas menegaskan bahwa umat Buddha bukanlah penyembah berhala karena memang tidak pernah meminta-minta apapun juga kepada arca Sang Buddha, arca yang lain bahkan kekuatan di luar manusia lainnya. Daripada disebut 'sembahyang' maupun 'doa', umat Buddha lebih sesuai dinyatakan sedang melakukan 'puja bakti'. Istilah puja bakti ini terdiri dari kata 'puja' yang bermakna menghormat dan 'bakti' yang lebih diartikan sebagai melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan puja bakti, umat Buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak jaman Sang Buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang Sang Buddha, jadi bukan menyembah patung atau berhala. Kebiasaan bersujud ini dilakukan karena Sang Buddha berasal dari India. Sudah menjadi tradisi sejak jaman dahulu di berbagai negara timur termasuk India bahwa ketika seseorang bertemu dengan mereka yang dihormati, maka ia akan melakukan sujud yaitu menempelkan dahi ke lantai sebagai tanda menghormati mereka yang layak dihormati dan menunjukkan upaya untuk mengurangi keakuan sendiri.

Karena bersujud di depan altar ataupun arca Sang Buddha hanyalah bagian dari tradisi, maka para umat dan simpatisan boleh saja tidak melakukannya apabila batinnya tidak berkenan untuk melakukan tindakan itu. Tidak masalah, karena sebentuk arca tidak mungkin menuntut dan memaksa seseorang yang berada di depannya untuk bersujud. Namun, dengan mampu bersujud, maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk berbuat baik dengan badannya. Ia belajar bersikap rendah hati.

Setelah memasuki ruangan dan bersujud, umat Buddha dapat duduk bersila di tempat yang telah disediakan. Umat kemudian secara sendiri atau bersama-sama dengan umat yang ada dalam ruangan tersebut membaca paritta yaitu mengulang kotbah Sang Buddha. Diharapkan dengan pengulangan kotbah Sang Buddha, umat mempunyai kesempatan untuk merenungkan isi uraian Dhamma Sang Buddha serta berusaha melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, semakin lama seseorang mengenal Dhamma, semakin banyak ia melakukan puja bakti, semakin banyak kotbah Sang Buddha yang diulang, maka sudah seharusnya ia semakin baik pula dalam tindakan, ucapan maupun pola pikirnya.

Salah satu contoh yang paling mudah ditemukan adalah kebiasaan umat membaca Karaniyametta Sutta di vihara. Sutta atau kotbah Sang Buddha ini berisikan cara memancarkan pikiran penuh cinta kasih kepada semua mahluk di setiap waktu, ketika seseorang sedang berdiri, berjalan, berbaring, berdiam selagi ia tidak tidur. Diharapkan, dengan sering membaca sutta tersebut seseorang akan selalu berusaha memancarkan pikiran cinta kasih kepada lingkungannya. Ia hendaknya menjadi orang yang lebih sabar dari sebelumnya. Disebutkan pula dalam salah satu bait sutta tersebut bahwa jangan karena marah dan benci mengharapkan orang lain celaka. Pengertian baris cinta kasih ini sungguh sangat mendalam dan layak dilaksanakan. Dengan mampu melaksanakan satu baris ini saja dalam kehidupan, maka batin seseorang akan menjadi lebih tenang dan bahagia walaupun berjumpa dengan kondisi yang tidak sesuai keinginannya. Ia akan menjadi orang yang mampu mengendalikan dirinya. Dengan demikian, setiap kali ia hadir dan berkumpul maka ia akan selalu membawa kebahagiaan untuk lingkungannya.

Itulah makna sesungguhnya dari pengertian 'puja bakti' yaitu menghormat dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Sekali lagi, umat Buddha tidak berdoa, juga tidak sembahyang. Namun, sebagai manusia biasa, adalah wajar apabila umat Buddha mempunyai keinginan atau permintaan, misalnya ingin banyak rejeki, ingin kaya dsb. Jika demikian, bagaimanakah yang dilakukan oleh umat Buddha agar keinginan atau harapan yang ia miliki tersebut dapat tercapai?

Untuk mencapai keinginan yang dimiliki, secara tradisi umat Buddha disarankan untuk melakukan kebajikan terlebih dahulu dengan badan, ucapan dan juga pikiran. Setelah berbuat kebaikan, ia dapat mengarahkan kebajikan yang telah dilakukan tersebut agar memberikan kebahagiaan seperti yang diharapkan. Upaya mengarahkan buah kebajikan ini secara tradisi biasanya dilakukan dalam tiga tahap. Seperti halnya menulis surat tentu membutuhkan kalimat pembuka sebelum mengutarakan maksud atau isi yang sesungguhnya sebelum ditutup dengan kalimat penutup. Demikian pula kalau mendatangi rumah seseorang, maka biasanya diawali dengan pembicaraan yang santai, ramah dan penuh persaudaraan sebelum membahas masalah yang sesungguhnya. Setelah itu, barulah acara ramah tamah ditutup kembali dengan hal yang ringan sebelum berpamitan pulang. Demikian pula ketika umat Buddha menyampaikan keinginan ataupun harapannya dalam upacara ritual Buddhis. Pada mulanya dibuka dengan mengingat Ajaran Sang Buddha. Disebutkan 'mengingat' karena untuk membedakan dengan istilah 'memuji'. Dalam ritual Buddhis, tidak dilakukan pujian kepada Sang Buddha karena tindakan tersebut tidak bermanfaat. Sang Buddha sudah tidak terlahirkan kembali. Dengan demikian, pujian tidak lagi memberikan pengaruh kepada Beliau. Oleh karena itu, ingatan pada kotbah atau Ajaran Sang Buddha dirumuskan sebagai, "Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pula buah yang akan dituai. Menanam kebajikan akan tumbuh kebahagiaan." Perenungan atau ingatan ini berhubungan dengan Hukum Sebab dan Akibat atau lebih dikenal dengan Hukum Kamma. Setelah dibuka dengan perenungan, selanjutnya diungkapkan harapan atau keinginan yang dimiliki dengan menyebutkan, "Semoga dengan semua kebaikan yang telah saya lakukan sampai saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk...... " yang dapat diisi, misalnya : banyak rejeki, panjang umur, sehat kuat dan bersemangat, serta masih banyak lagi isian sesuai dengan keinginan yang dimiliki.

Dengan diawali perenungan pada hukum sebab dan akibat, maka seseorang akan lebih menyadari bahwa apabila ia menginginkan kebahagiaan, ia hendaknya melakukan kebajikan terlebih dahulu kepada fihak lain. Seperti halnya tanam padi akan panen padi, demikian pula apabila seseorang menanam kebajikan, ia pun akan memetik kebahagiaan. Jika ia menanam pelepasan mahluk dari penderitaan, maka ia pun akan terlepas dari berbagai kesulitan yang sedang dihadapi. Demikian seterusnya. Apabila telah cukup banyak kebajikan yang dilakukan, maka tentu kebahagiaan seperti yang diharap pun akan dapat terwujud. Kalaupun masih ada keinginan yang belum terwujud, ia akan selalu bersemangat untuk melakukan kebajikan karena ia telah menyadari bahwa semua kebajikan yang ia lakukan tidak akan pernah hilang begitu saja.

Apabila ungkapan permintaan itu telah dibuka dan didahului dengan perenungan pada Hukum Kamma atau Hukum Sebab dan Akibat, maka sebagai penutup umat Buddha dapat mengucapkan berkali-kali kalimat, "Semoga semua mahluk berbahagia' yang artinya, ia sendiri adalah mahluk, semoga ia bahagia dengan tercapai segala harapannya. Keluarganya juga mahluk, semoga keluarganya bahagia sesuai dengan kondisi kamma mereka masing-masing. Bahkan, musuh-musuhnya pun adalah mahluk, semoga mereka semua berbahagia sesuai dengan keinginan yang mereka miliki. Dengan mengucapkan kalimat penutup seperti ini, maka umat Buddha diarahkan untuk mengingat kebahagiaan fihak lain selain diri sendiri. Kebahagiaan kepada fihak lain ini diwujudkan dengan memancarkan pikiran cinta kasih kepada semua mahluk, bahkan kepada para musuhnya. Sesungguhnya, dengan seseorang mampu mengharapkan semua mahluk berbahagia, maka dirinya sendiri pun akan mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan yang telah dimiliki selama ini.

Jadi, secara lengkap, rumusan ungkapan permintaan ataupun 'doa' dalam tradisi Buddhis ini terdiri tiga tahap seperti yang telah diuraikan di atas yaitu: " Sesuai dengan benih yang ditabur demikian pula buah yang dituainya, menanam kebajikan maka akan memperoleh kebahagiaan. Semoga dengan semua kebaikan yang telah saya lakukan sampai saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk ..... (diisi: panjang umur, sehat, sukses dsb.). Semoga semua mahluk berbahagia." Dengan rumusan 'doa' seperti ini, umat Buddha akan selalu bersemangat untuk mengembangkan kebajikan melalui badan, ucapan dan juga pikiran karena ia sadar bahwa kebahagiaan akan dapat dirasakan melalui upaya kebajikan yang ia kerjakan. Ia tidak akan pernah menyalahkan fihak lain atas penderitaan yang ia alami. Sebaliknya, ia pun tidak akan menganggap ada fihak lain yang membuatnya bahagia. Suka duka adalah bagian dari buah perbuatan yang ia lakukan selama ini. Ia akan selalu bersemangat untuk melaksanakan lima latihan kemoralan yaitu berusaha tidak melakukan pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong maupun mabuk-mabukan. Ia juga akan tekun melaksanakan latihan pengembangan kesadaran atau meditasi. Dengan demikian, ia akan selalu sadar pada saat ia sedang bertindak, berbicara maupun berpikir. Kesadaran yang penuh akan hidup saat ini akan mengkondisikan seseorang mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Pada tingkat inilah seseorang disebut mencapai Nibbana atau Tuhan dalam Agama Buddha. Jadi, pencapaian Tuhan atau Nibbana ini tidak harus dialami ketika seseorang telah meninggal, namun juga bisa dalam kehidupan ini juga. Sekarang juga.

Sebagai kesimpulan, sudah jelas sekarang bahwa tujuan hidup seorang umat Buddha adalah untuk mencapai kebahagiaan. Dalam Dhamma disebutkan adanya tiga tujuan hidup yaitu berbahagia di dunia ini, berbahagia setelah kehidupan ini yaitu mencapai alam surga atau alam bahagia lainnya. Kemudian, sebagai tujuan hidup yang tertinggi adalah kebahagiaan Nibbana atau Tuhan Yang Mahaesa. Tentu saja, Nibbana bukan surga atau alam, namun terbebas dari kelahiran kembali yang dapat dicapai dalam kehidupan ini juga. Agar seseorang dapat mencapai tujuan hidup yang tertinggi yaitu Nibbana, maka ia hendaknya selalu berusaha melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara terus menerus. Adapun Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan ini seseorang paling tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup ini. Dan, apabila timbul keinginan atau harapan, maka ia dapat mengucapkan tekad yang terdiri dari tiga bagian yaitu pembuka, isi serta penutup seperti yang telah diuraikan di atas.

Cara mengungkapkan harapan atau keinginan dalam tiga bagian tersebut dapat dipergunakan dimanapun seseorang berada tanpa menimbulkan pertentangan maupun permusuhan dengan fihak lain. Cara tersebut dapat dipergunakan di berbagai tempat ibadah Buddhis maupun bukan.

Inilah yang perlu disampaikan pada kesempatan ini. Semoga uraian Dhamma ini akan memberikan manfaat serta kebahagiaan untuk para umat dan simpatisan Buddhis.

Semoga Anda semua berbahagia.

Semoga semua mahluk selalu berbahagia.

Semoga demikianlah adanya.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: chomed23 on 05 June 2009, 04:38:03 PM
maap ikut nimbrung....

misalkan kita bisa memecahkan misteri soal "tuhan", apakah akan berguna bagi kemajuan batin kita?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 06 June 2009, 01:43:47 PM
Quote from: chomed23 on 05 June 2009, 04:38:03 PM
maap ikut nimbrung....

misalkan kita bisa memecahkan misteri soal "tuhan", apakah akan berguna bagi kemajuan batin kita?

sadar bahwa tuhan itu tidak ada akan sangat membantu
karena selama pandangan salah itu ada maka nirvana tidak akan tercapai
kepercayaan akan tuhan bertentangan dg hukum karma n hukum sebab musabab yg saling bergantungan yg didalmnya ada terlulis bahwa avija adalah akar dari semuanya,kepercayaan akan adanya pencipta adalah avija shg akan mengakibatkan mustahilnya nirvana terealiasasi.jd mengetahui misteri tuhan itu tidak penting tp menyadari ketiadaannya adalah sangat penting
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: budi_west on 12 June 2009, 05:33:26 PM
Quote from: chomed23 on 05 June 2009, 04:38:03 PM
maap ikut nimbrung....

misalkan kita bisa memecahkan misteri soal "tuhan", apakah akan berguna bagi kemajuan batin kita?


nah ini dia nih... apakah berguna bagi kemajuan batin kita?
buat apa kita khawatir dengan tuhan?
mengertilah diri sendiri, maka anda akan mengerti tentang tuhan itu sendiri..
Tuhan ciptaan manusia..
pecahkanlah misteri diri kita ini, bukan misteri tuhan
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 13 June 2009, 12:48:03 PM
Quote from: budi_west on 12 June 2009, 05:33:26 PM
Quote from: chomed23 on 05 June 2009, 04:38:03 PM
maap ikut nimbrung....

misalkan kita bisa memecahkan misteri soal "tuhan", apakah akan berguna bagi kemajuan batin kita?


nah ini dia nih... apakah berguna bagi kemajuan batin kita?
buat apa kita khawatir dengan tuhan?
mengertilah diri sendiri, maka anda akan mengerti tentang tuhan itu sendiri..
Tuhan ciptaan manusia..
pecahkanlah misteri diri kita ini, bukan misteri tuhan
betul itu
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: BlackDragon on 16 June 2009, 02:06:20 AM
Bro ika yg Termahsyur...
Maaf sebelumnya. _/\_

Saya perhatikan anda hanya bisa mengkritik, nyeletuk, dan menganggap orang salah.
Seolah2 hanya ANDA yg mengerti dan paling BENAR.
Kalo memang anda SEBIJAKSANA yg anda PIKIRKAN, ada baiknya menjelaskan apa yg anda pahami, agar kami semua bisa MENGERTI pemahaman anda.

Tapi kenyataannya sudah bbrp tahun ini, sepertinya Mata anda hanya mengarah ke luar, dan tidak pernah MELIHAT DIRI ANDA SENDIRI.
Semua pendapat orang SALAH... MENURUT ANDA.
Tapi anda pun tidak SANGGUP utk menjelaskan yg BENAR seperti apa.
Kalau hanya bermain kata2, saya rasa TUKANG OBAT di GLODOK pun bisa.

Dan saya rasa juga, apabila di bikin POLING di forum ini dan di Samaghi Phalla, sudah pasti jawabannya rata2 keberatan dgn segala tidak tanduk anda.

Mohon maaf sekali lagi atas kelancangan saya, tapi saya melihat bahwa anda pun tidak sungkan2 untuk LANCANG kpd siapapun. _/\_
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: johan3000 on 16 June 2009, 06:13:20 AM
Yg dimaksud SESUATU itu apa ya ?
apakah manusia atau apanya ?...



Quotesesuatu yg gampang mudah dimengerti...

mau digoreng jadi

jelimet, rumit, banyak kata2 sulit dimengerti,
membingungkan, org lain kelihatan "bodoh"...

cari koki  polim tuh... =))


bagaimana ya kalau si koki polim itu
  menjadi direktur design n production handphone NOKIA ?


Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: indera_9 on 16 June 2009, 09:05:32 AM
Dalam pergaulan di masyarakat luas, seseorang tentunya akan bertemu dengan berbagai ragam dan corak watak manusia.
Ia akan bertemu dengan orang yang baik ataupun jahat, orang bahagia atau orang kurang bahagia, orang yang penuh pengertian atau orang yang ingin menang sendiri serta masih banyak jenis yang lain.

Salah satu jenis yang mungkin dijumpai adalah orang yang menganggap agama sendiri paling benar. Hal ini wajar saja karena kalau ia tidak memiliki anggapan tersebut, mungkin ia tidak akan memeluk agama atau kepercayaan itu. Hanya saja, seharusnya ia mengerti bahwa agama yang ia anut adalah benar menurut dirinya, namun belum tentu benar menurut orang lain yang memilih beragama lain pula. Karena itu, tentunya ia tidak bijaksana kalau memaksakan pendapat kepada orang lain agar semua orang mengakui kebenaran agamanya. Lebih tidak bijaksana lagi, apabila ia memaksa orang lain yang sudah beragama untuk pindah mengikuti agama yang ia anggap benar itu.

Kiranya akan lebih bijaksana apabila seseorang memahami bahwa pemilihan agama bukanlah karena masalah benar atau salah melainkan kecocokan. Dengan demikian, seseorang memilih agama tertentu karena ia merasa cocok dengan agama tersebut. Ia tidak memilih agama lain karena ia merasa tidak cocok atau tidak sesuai dengan agama yang lain. Ketidakcocokan pada suatu agama bukan berarti bahwa agama atau kepercayaan itu tidak benar. Jadi, jelaslah disini bahwa masalah agama yang benar atau salah bukanlah urusan manusia. Manusia hanya tahu agama yang cocok atau tidak cocok untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain.
Apabila seseorang dapat memahami pemilihan agama adalah karena kecocokan, bukan karena benar atau salah, maka tentunya akan tercipta keharmonisan dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai pemeluk agama maupun kepercayaan.

Untuk menghadapi orang yang mempunyai pemikiran bahwa agama sendiri yang paling benar dan agama orang lain salah, kiranya harus diberi pengertian terlebih dahulu bahwa konsep yang dibahas dalam memilih agama adalah cocok atau tidak cocok, bukan benar atau salah.
Apabila ia mempunyai pikiran terbuka dan mampu menerima pengertian ini, barulah pembicaraan dilanjutkan untuk mencapai kesimpulan bahwa setiap orang mempunyai kecocokan masing-masing dengan suatu agama atau kepercayaan tertentu. Setiap orang mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menganut agama atau kepercayaan yang telah ia rasakan cocok.
Namun, apabila ia tetap tidak bisa menerima pengertian ini, dan tetap memaksakan pengertian 'benar' dan 'salah' dalam memilih agama, maka sebaiknya pembicaraan tentang agama tidak lagi dilanjutkan. Lebih baik membahas hal lain di luar urusan agama sehingga tidak terjadi percekcokan yang tidak bermanfaat.

Sesungguhnya, hubungan akrab antar sesama manusia hendaknya berdasarkan kecocokan cara berpikir, bertindak maupun berbicara tanpa keharusan menganut agama yang sama. Biarlah setiap orang masing-masing mempunyai kecocokan dengan agama atau kepercayaan tertentu sejauh mereka mampu mencapai kebahagiaan lahir dan batin dengan agama atau kepercayaan yang ia anut.
Semoga penjelasan ini bermanfaat.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ratnakumara on 02 August 2009, 12:15:30 AM
Namo Buddhaya,

Dear All my beloved brothers and sisters

Saya membuat artikel yang menarik mengenai "Tuhan "Yang-Maha" dimata Seorang Buddha..."

Dalam study2 sutta yang saya lakukan, Sang Buddha menolak adanya "Pencipta", ataupun "Sang-Maha-Kuasa", dalam bentuk apapun ( baik personal maupun impersonal ).

Semua diterangkan dengan hukum alam ( panca-niyama ) semata.

"Awal-mula" semesta juga sudah diterangkan dalam  Agganna-sutta [ Sutta ke-27 dari Digha Nikaya ]. Dan dengan jelas diterangkan oleh Sang Buddha dalam sutta tersebut, alam-semesta ini tidak diciptakan oleh "Pencipta" dalam bentuk apapun juga.

Untuk lebih jelasnya , silakan klik tautan link ini :

*****

dan juga tautan link ini :

*****

Diskusi mengenai ada tidaknya tuhan itu bermanfaat bagi pencerahan.

Sebab, seseorang yang masih menganggap adanya tuhan maha pencipta, maka ia akan tunduk pada :

1. Adanya "atman" yang diciptakan oleh sang pencipta ( berarti ini merupakan belenggu "sakayaditthi" )
2. Ritual2 seperti "doa" dan "persembahan-korban" ( berarti ini merupakan belenggu "silabbataparamasa" ).


Suatu kesalahan yang masih umum terjadi, dianggap diskusi tentang tuhan tidaklah bermanfaat, berdasarkan pada culamalunkya-sutta.

Padahal, apa yang dikatakan sebagai tidak-bermanfaat bagi perkembangan batin untuk diterangkan oleh Sang Buddha pada Malunkyaputta adalah tentang : Apakah dunia ini kekal atau tidak kekal, apakah terbatas atau tidak terbatas, apakah Tathagata ada atau tidak-ada setelah "wafat"-Nya. Jadi, dalam sabda tersebut, Sang Buddha menolak untuk menjelaskan hal2 tersebut, bukannya menolak menjelaskan tentang Tuhan.

Sedangkan ketika berbicara tentang tuhan, Sang Buddha banyak sekali menolak konsep tentang adanya "Tuhan-Pencipta" ( issaranimmana-vada ) dan "Maha-Kuasa" ; seperti misalnya dalam Bhuridatta Jataka, Jataka 543 , atau dalam  Devadaha Sutta, Majjhima Nikaya 101, atau ketika menunjukkan bahwa pembicaraan mengenai "Kemegahan-Tertinggi" yang tidak dapat digambarkan dalam Culasakuludayi-Sutta dalam Majjhima-Nikaya, dan lain2.

Saya sudah membahasnya dalam artikel yang saya sebut diatas.
Untuk rekan2 yang memang belum pernah mengerti tentang hal itu, silakan berkunjung.
Bagi yang sudah mengerti ya tidak usah berkunjung, he he.. .

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Hendra Susanto on 02 August 2009, 06:33:24 AM
bung ratna, klo ada informasi yang bermanfaat bagi kita semua mohon sedianya lgsg diposting disini aja.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ratnakumara on 02 August 2009, 05:07:54 PM
Cara postingnya bagaimana yah,

Coba deh anda klik alamat tautan saya tersebut diatas terlebih dahulu.

Kalau memang bermanfaat dan merupakan hal baru, silakan saja diposting disini. :)

Mettacittena.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: ratnakumara on 02 August 2009, 05:32:42 PM
Dear rekan Hendra Susanto,

By the way, kok tautan alamat link artikel saya dihapus, apa memang tidak boleh yah memberikan tautan link ke situs ini.. ,

Anumodana atas jawabannya yah ;)

Mettacittena.
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Indra on 02 August 2009, 05:37:04 PM
Quote from: Sumedho on 11 May 2009, 06:09:30 AM
Tidak diperbolehkan memposting link ke situs forum lainnya atas dasar etika.
Direct link ke file akan dievaluasi lebih lanjut.

Penggunaan bbcode URL itu terbatas dan bisa diremove oleh moderator/admin tanpa pemberitahuan
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: hariyono on 02 August 2009, 06:20:33 PM
Salam Metta
Menurut saya  Agama Buddha Penuh tolenransi terhadap semua agama
terbukti dalam kitab
Buddha Gotama , Sutta udumbara
Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai muridku

Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi muridku

Aku tidak tertarik untuk memutuskan

hubunganmu dengan guru mu yang lama .

Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu

karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan .

Cobalah apa yang telah kutemukan ini .

dan nilailah oleh dirimu sendiri.

Jika itu baik bagimu , terimalah.

Jika tidak , jangan kamu terima



Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: FZ on 02 August 2009, 06:25:23 PM
benar bro.. tapi penuh toleransi bukan berarti membiarkan orang mengubah pola pandang kita juga..
Kita ada hak u/ mempertahankan pandangan kita juga bukan sejauh itu memang benar adanya dan sesuai dengan ajaran Buddhisme
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 02 August 2009, 10:05:10 PM
Quote from: Hendra Susanto on 02 August 2009, 06:33:24 AM
bung ratna, klo ada informasi yang bermanfaat bagi kita semua mohon sedianya lgsg diposting disini aja.
artikel yg sy post dibawah adalah artikel yg diambil dr samaggi-phalla oleh bhikku Utamo lo
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Hendra Susanto on 03 August 2009, 07:38:44 AM
Quote from: ratnakumara on 02 August 2009, 05:32:42 PM
Dear rekan Hendra Susanto,

By the way, kok tautan alamat link artikel saya dihapus, apa memang tidak boleh yah memberikan tautan link ke situs ini.. ,

Anumodana atas jawabannya yah ;)

Mettacittena.


selamat pagi bung ratana, maksudnya posting disini itu tinggal di copy lalu paste isi materi tersebut
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: Hendra Susanto on 03 August 2009, 07:40:03 AM
Quote from: savana_zhang on 02 August 2009, 10:05:10 PM
Quote from: Hendra Susanto on 02 August 2009, 06:33:24 AM
bung ratna, klo ada informasi yang bermanfaat bagi kita semua mohon sedianya lgsg diposting disini aja.
artikel yg sy post dibawah adalah artikel yg diambil dr samaggi-phalla oleh bhikku Utamo lo

mana artikelnya?
Title: Re: Diskusi soal Tuhan seperti yang tercatat dalam Pitaka
Post by: savana_zhang on 03 August 2009, 10:02:52 AM
               itu,reply 156 n 157