Forum Dhammacitta

Pengumuman => Informasi dan Pengumuman Kegiatan Buddhis => Topic started by: purnama on 30 March 2011, 02:08:24 PM

Title: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: purnama on 30 March 2011, 02:08:24 PM
Sekuntum teratai untuk Anda semua, para calon Buddha.

Banyak sekali orang Tionghua yang hanya tahu bahwa  tradisi membakar kertas adalah warisan dari leluhur, tanpa mengerti makna sebenarnya. Penggunaan kertas sembahyang atau kertas gincoa dan kimcoa yang umum digunakan oleh Taoist maupun Buddhist Mahayana Tiongkok dan Ruist sering disalahartikan sebagai uang dewa dan uang orang mati. Pernahkah terpikir, mengapa para leluhur mewariskan tradisi ini? Datang dan temukan jawabannya pada:

Sharing & Tanya Jawab

Tradisi Membakar Kertas

Nilai Spiritual yang Lenyap

Nara Sumber: Ardian Cangianto (Pengamat Budaya, filsafat dan spiritual Tionghua)



Hari/ Tgl: Sabtu, 9 April 2011                                                                   

Waktu: Pukul 16.30 s/d 19.30

Tempat: Toko Adhiraja lantai 2

Jln. Muara karang raya Blok D8 Utara no.103 Jakarta utara.

Telp: (021) 662 4339



Info dan Pendaftaran:

Melva:  0812 8107 8985

Asan:  0812 1097 1988

Atau pendaftaran via email: dharmajala [at] yahoo.com
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/
http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/
http://www.facebook.com/event.php?eid=204451142908137&pending#!/event.php?eid=204451142908137


Iuran Sukarela




Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: kullatiro on 31 March 2011, 07:54:05 PM
sekarang dah jaman modern mestinya tradisi ini juga menyesuaikan waktu/zaman daripada bakar kertas kim mending dana (entah makanan, atau bahan mentah, dll) atas nama yang telah pergi atau pelimpahan jasa.

Payah nya cici ku termasuk yang percaya hal seperti ini bakar bakar kertas kim ini, susah banget di jelaskan nya.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: kipas on 31 March 2011, 08:09:40 PM
Quote from: daimond on 31 March 2011, 07:54:05 PM
sekarang dah jaman modern mestinya tradisi ini juga menyesuaikan waktu/zaman daripada bakar kertas kim mending dana (entah makanan, atau bahan mentah, dll) atas nama yang telah pergi atau pelimpahan jasa.

Payah nya cici ku termasuk yang percaya hal seperti ini bakar bakar kertas kim ini, susah banget di jelaskan nya.
masih lebih baik bakar kim drpd pindah ke tetangga dan maksa sana sini ikutan
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 31 March 2011, 08:53:26 PM
Quote from: daimond on 31 March 2011, 07:54:05 PM
sekarang dah jaman modern mestinya tradisi ini juga menyesuaikan waktu/zaman daripada bakar kertas kim mending dana (entah makanan, atau bahan mentah, dll) atas nama yang telah pergi atau pelimpahan jasa.

Payah nya cici ku termasuk yang percaya hal seperti ini bakar bakar kertas kim ini, susah banget di jelaskan nya.

boleh tanya ID purnama itu cici atau koko ?  :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 31 March 2011, 08:54:49 PM
Quote from: kipas on 31 March 2011, 08:09:40 PM
masih lebih baik bakar kim drpd pindah ke tetangga dan maksa sana sini ikutan


bold : sami mawon  ^-^
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 31 March 2011, 09:19:47 PM
Quote from: daimond on 31 March 2011, 07:54:05 PM
sekarang dah jaman modern mestinya tradisi ini juga menyesuaikan waktu/zaman daripada bakar kertas kim mending dana (entah makanan, atau bahan mentah, dll) atas nama yang telah pergi atau pelimpahan jasa.

Payah nya cici ku termasuk yang percaya hal seperti ini bakar bakar kertas kim ini, susah banget di jelaskan nya.

Lebih baik lagi bakar sate, bakar ikan dan undang kita kita utk makan bersama atas nama yg telah pergi, bentuk nyata pelimpahan jasa secara
langsung.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 01 April 2011, 05:06:31 AM
Master Shengyen sesepuh Linji dan Caodong dari Dharma Drum,
Master Chengyen dari Tzu Chi,
Master Hsuan Hua sesepuh Weiyang Chan dari DRBA - murid Mahaguru Xu Yun
Master Yinshun, sesepuh Madhyamika - guru Master Chengyen
Rinchen Dorjee Rinpoche, salah satu guru agung Drikung Kagyu
Thubten Chodron, bhiksuni terkemuka aliran Gelugpa

Para master agung Mahayana Tiongkok dan Vajrayana tsb, Semuanya menghimbau tidak lagi bakar-bakaran uang-uang kertas, kim coa, dsb yang sejenis.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 01 April 2011, 05:54:52 AM
^^^
banyak master yang tidak setuju    !   :))

master LSY termasuk setuju atu tidak setuju ?

kesimpulan, bakar kertas/kimcoa bukan ajaran Buddha Dhamma 
kalau 'bakar nafsu/keinginan ' ini yang sesuai Buddha Dhamma :yes:
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: johan3000 on 01 April 2011, 06:59:37 AM
kalau cuma bakar kertas master LSY kurang setuju,
tapi Rollex ok dehhh, api homan rasa bir hitam ok
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 01 April 2011, 07:47:17 AM
Quote from: johan3000 on 01 April 2011, 06:59:37 AM
kalau cuma bakar kertas master LSY kurang setuju,
tapi Rollex ok dehhh, api homan rasa bir hitam ok

Rolex itu dana dari 'investor' jadi tidak boleh dibakar  :))
ada sekelompok orang menganggap bir hitam itu minuman utk kesehatan tubuh jika dikonsumsi tidak berlebihan,
jadi bir hitam dipakai upacara api homa supaya ...... ?

:))

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: andry on 01 April 2011, 08:47:32 AM
Quote from: GandalfTheElder on 01 April 2011, 05:06:31 AM
Master Shengyen sesepuh Linji dan Caodong dari Dharma Drum,
Master Chengyen dari Tzu Chi,
Master Hsuan Hua sesepuh Weiyang Chan dari DRBA - murid Mahaguru Xu Yun
Master Yinshun, sesepuh Madhyamika - guru Master Chengyen
Rinchen Dorjee Rinpoche, salah satu guru agung Drikung Kagyu
Thubten Chodron, bhiksuni terkemuka aliran Gelugpa

Para master agung Mahayana Tiongkok dan Vajrayana tsb, Semuanya menghimbau tidak lagi bakar-bakaran uang-uang kertas, kim coa, dsb yang sejenis.

_/\_
The Siddha Wanderer
boleh saya tahu sumbernya?
saya baru tahu dr anda, bahwa mster tsb pun tidak menganjurkan. boleh tahu alasannya?

Thx
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ndrosubiyanto on 01 April 2011, 01:03:13 PM
Makanya ikut dulu nih acara...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: andry on 01 April 2011, 01:33:26 PM
Quote from: ndrosubiyanto on 01 April 2011, 01:03:13 PM
Makanya ikut dulu nih acara...
ente tim suksesnya ya?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dhammadinna on 01 April 2011, 01:52:53 PM
Quote from: andry on 01 April 2011, 08:47:32 AM
boleh saya tahu sumbernya?
saya baru tahu dr anda, bahwa mster tsb pun tidak menganjurkan. boleh tahu alasannya?
Thx

Seingat saya, dari ceramah dari orang Tzu Chi, bahwa master Cheng Yen tidak setuju membakar kertas. Membakar kertas adalah suatu tradisi, dan tradisi adalah sesuatu yang boleh diubah kalo tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Membakar kertas hanya menimbulkan polusi dan menghabiskan uang.

Berikut ini artikel yang di copas dari http://www.tzuchi.or.id/view_berita.php?id=1394

Quote
Menjaga Kemurnian Perbuatan dalam Bulan Penuh Berkah

"Ini akan digunakan untuk sembahyang. Karena sekarang bulan 7 Imlek. Yang terpenting adalah kami berdoa  agar diberi keselamatan dan kesehatan. Itulah doa kami. Ini semua dipersiapkan untuk menyambut Hari Cioko. Kami membakarnya untuk mereka. Berdoa agar diberi kekayaan dan kesehatan," jelas seorang warga yang tengah mempersiapkan diri untuk bersembahyang.
 
"Keyakinan adalah ibu dari segala pahala." Itulah yang sering saya katakan. Sungguh, kita harus memiliki keyakinan yang benar. Jika memiliki keyakinan yang menyimpang, niat buruk, dan kepercayaan pada takhayul, maka batin kita akan tersiksa dan tak dapat merasa damai. Setan yang tercipta dari pikiran kita sendiri akan senantiasa mengikuti dan mengendalikan diri kita.

Tayangan ini berlokasi di Malaysia. Warga Tionghoa di Malaysia tidaklah sedikit. Keyakinan yang dianut warga Tionghoa kebanyakan adalah kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat ini bertahan turun-temurun sejak zaman dahulu. Pada bulan 7 Imlek mereka harus bersembahyang. Ini tradisi yang diwariskan turun temurun. Untuk memohon kekayaaan, rezeki, dan keselamatan, mereka harus membakar kertas sembahyang. Kepercayaan membuta seperti ini mengakibatkan hidup kita semakin jauh dari prinsip moralitas.

Ada pula yang sangat percaya takhayul dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Tuan Chen. Ia sering bersembahyang di berbagai tempat. "Selama bulan 7 Imlek, saya akan lebih banyak bersembahyang. Saya akan bersembahyang di rumah dan di kelenteng. Pada malam hari, saya akan bersembahyang di pinggir jalan dan membakar kertas sembahyang. Saya sudah terbiasa dengan tradisi ini. Jika tidak melakukan hal-hal tersebut, hati saya akan tidak tenang, karena saya takut arwah-arwah akan datang mencari saya," katanya.

[spoiler=biar gak kepanjangan]
Kadang saat sendirian di rumah, ia akan menabur beras di lantai untuk mengusir setan agar hatinya merasa tenang. Namun, suatu hari ia mendengar saya mengatakan suatu perkataan yang sederhana, "Jika hanya memohon dan bersembahyang, namun tidak berbuat baik, apakah mungkin doa kita akan terkabul?" Tidak mungkin. Mendengarnya, ia pun sadar. Ia pun membeli sebuah mesin pemutar DVD. Ketika ada orang yang datang ke bengkelnya, ia akan memutarkan ceramah saya. Selain mengubah dirinya sendiri, ia juga berbagi hal ini dengan orang lain agar orang-orang paham, memiliki keyakinan benar, dan tidak percaya takhayul.

Bulan 7 Imlek adalah bulan penuh berkah. Semoga kita semua tidak lagi percaya takhayul. Lihatlah Tuan Chen yang telah tersadarkan dan bebas dari kerisauan. Ia sudah sadar dan meninggalkan takhayul. Tiada hal di dunia ini yang dapat dicapai tanpa berusaha. Tanpa melakukan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana mungkin memperoleh berkah?

Di Malaysia, kita juga melihat adanya kebiasaan mengadakan pertunjukan. Meski pertunjukan digelar di atas panggung, namun tiada penonton di bawah panggung. Mereka mementaskannya untuk siapa? Pertunjukan ini untuk ditonton para setan. Menyenangkan setan dan dewa dengan cara itu, apakah benar? Apakah para setan dan dewa akan datang menyaksikan pementasan?
   
Jadi, kita harus memiliki keyakinan benar yang berlandaskan kenyataan dan kebenaran. Sebelum kaki melangkah, kita harus memastikan adanya tanah dan jalan di depan kita. Jika tidak, maka kita akan terjatuh. Tidak mungkin tidak. Karena itu, kita harus melatih diri dan berjalan sesuai Sutra. Kita harus membuka jalan ini terlebih dahulu. Dengan penuh keyakinan dan tekad, kita dapat membentangkan jalan ini agar orang-orang dapat mengikuti dari belakang. Hanya dengan keyakinan benarlah kita dapat membimbing mereka.

Sesungguhnya, dalam lubuk hati setiap orang terdapat benih keyakinan benar yang murni. Asalkan ada yang membimbing, keyakinan ini akan dapat terbangkitkan dan mengikis kepercayaan yang membuta. Untuk itu, kita harus lebih bekerja keras. Apakah berkah datang begitu saja jika kita bersembahyang? Tidak. Untuk memperoleh berkah, kita harus berbuat baik. Kita mensosialisasikan hal ini melalui tayangan-tayangan dan penampilan drama agar orang-orang dapat langsung melihatnya sebelum diberi penjelasan lebih jauh.

Beberapa orang yang melihat sosialisasai yang dilakukan insan Tzu Chi berkata. "Saya merasa tayangan tadi sungguh kejam. Saat jengger anak ayam dicabut, ia tidak lucu lagi. Saya akan bervegetarian selama sebulan." "Kini saya tidak membakar kertas sembahyang lagi dan tidak membunuh hewan untuk dipersembahkan. Melihat cara hewan dibunuh, saya tidak berani makan daging lagi." "Setelah melihat tayangan tadi, saya rasa saya harus mengubah pola hidup saya."

Kalau memungkinkan, Setelah melihat tayangan tersebut dan mendengar penjelasan dari insan Tzu Chi, orang-orang menyadari bahwa mereka harus mengubah pola hidup dan cara pandang ke arah yang benar. Kita harus lebih bekerja keras untuk mensosialisasikan hal ini.

Kita dapat melihat insan Tzu Chi di Malaysia selama beberapa hari ini telah mengadakan 7 kali doa bersama di Kuala Lumpur. Kita juga dapat melihat setiap orang berdoa dengan tulus. Ketika semua orang bersatu hati dalam melafalkan nama Buddha, itulah persembahan yang paling tulus. Dengan begitu, sesuai namanya, bulan 7 ini sungguh dipenuhi berkah dan rasa bakti. Betapa baiknya keyakinan seperti ini.

Di samping itu, mereka juga mementaskan drama musikal Sutra Bakti Seorang Anak. Setelah melihat permentasan tersebut, banyak orang yang terinspirasi dan bertobat. "Saya teringat ibu saya, saya harus berbakti padanya. Saya ingin berkata pada ibu saya, "Saya sayang ibu," ucap salah satu penonton. Anak muda ini kini sadar bahwa ia harus membahagiakan dan menyayangi orang tuanya.

Lihatlah, para relawan mementaskannya dengan penuh ketulusan sehingga menyentuh hati banyak orang. Inilah cara kita berbagi Dharma untuk menyentuh hati banyak orang dan mengubah cara pandang yang keliru sehingga mereka memahami jalan yang benar dan tahu pentingnya moralitas. Lihatlah, betapa menyentuh.

Sesungguhnya, setiap orang yang berpartisipasi dalam pementasan ini harus bervegetarian. Ini berarti sebelum membaca Sutra, kita harus "membersihkan mulut". Tindakan, ucapan, dan pikiran haruslah bersih dan jernih. Karena itu, kita harus bervegetarian. Berpartisipasi dalam pementasan ini merupakan latihan bervegetarian yang terbaik.

Sebelum membuat persembahan kepada dewa, orang zaman dahulu harus berpantang terlebih dahulu. Apakah kalian masih ingat hal ini? Sebelum membuat persembahan, mereka harus pantang makan daging selama 3 hari. Namun, bagaimana selanjutnya? Mereka kembali membunuh hewan. Ini sungguh suatu kekeliruan. Yang dilakukan selama 3 hari adalah benar, namun perbuatan mereka yang selanjutnya telah melenyapkan pahala yang diciptakan.

Jadi, sebagai praktisi Buddhis kita harus senantiasa menjaga tindakan, ucapan, dan pikiran serta bersikap tulus. Kita sungguh harus mawas diri, tulus, berkeyakinan benar, dan tidak memiliki kepercayaan membuta. Jadi, kita harus menjaga pikiran dengan baik.
[/spoiler]

Bulan 7 memiliki makna yang dalam. Neraka batin berasal dari kepercayaan membuta.

Mensosialisasikan keyakinan yang benar, berperilaku benar dan menyucikan tindakan, ucapan, serta pikiran.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 01 April 2011, 03:41:07 PM
Quote from: Mayvise on 01 April 2011, 01:52:53 PM
Membakar kertas adalah suatu tradisi, dan tradisi adalah sesuatu yang boleh diubah kalo tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Membakar kertas hanya menimbulkan polusi dan menghabiskan uang.
kalo gitu siapkah buddhis juga membuang tradisi membakar hio / dupa?

Quote
Lighting joss sticks in temples and shrines as an offering releases cancer-causing toxins just as deadly as cigarette smoke and traffic fumes.

A study into the effects and the levels of toxins that fill the air has resulted in Thailand's public health ministry releasing a new set of guidelines to cut the risks to worshippers and temple workers.

The study of temples in three areas well away from Bangkok's traffic-choked streets found that the smoke given off by incense contains unsafe levels of benzene, butadiene and benzopyrene, which can cause leukaemia, lung, skin and bladder cancers.

One incense stick burned down gives off as much cancer-causing chemicals as one cigarette. But the research among temple workers found that not everyone exposed chemical cocktail developed cancer, just as not all smokers develop lung cancer.

Blood samples of those exposed showed the incense smoke contained benzene at levels 53 times higher than that said to be safe, 33 times more butadiene and 10 times the amount of safe benzopyrene.

Analysis of the temple workers blood and urine samples discovered damage to their DNA, with a correspondingly lower capacity of their bodies to repair that damage.
The public health ministry recommended that temples avoid lighting the incense in poorly-ventilated areas, and use short joss sticks that burn down quickly while promptly disposing of the ash.

It recommended that temple staff try to avoid prolonged exposure to the smoke, washing their hands and faces after handling joss sticks, and having annual medical check-ups.

Joss sticks are a type of incense used in worship in many Asian countries.

Buddhists who worship in Thailand's 37,000 temples believe the incense aids spiritual communication and serves as an offering.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 01 April 2011, 03:53:13 PM
siap aja sih
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 01 April 2011, 04:10:15 PM
siapkah menbuang patung? =))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 01 April 2011, 04:20:35 PM
boleh aja
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dhammadinna on 01 April 2011, 04:21:42 PM
Quote from: morpheus on 01 April 2011, 03:41:07 PM
kalo gitu siapkah buddhis juga membuang tradisi membakar hio / dupa?

IMHO intinya sih meninggalkan pandangan salah ya... kebetulan pandangan salah ini menyatu dalam tradisi, maka konteksnya menjadi "meninggalkan tradisi".

Tentang siapkah buddhis meninggalkan tradisi membakar dupa... IMHO, para buddhis perlu intropeksi diri masing-masing, apakah memang ada pandangan salah di dalamnya? Misalnya, membakar dupa untuk memanggil dewa mungkin? ;D

Kalo saya sendiri sih berpikir bahwa membakar dupa di vihara atau di rumah adalah sebuah rutinitas atau mungkin sebuah kebiasaan saja, jadi selama ini sih oke-oke aja. Bakar dupa, oke; gak bakar juga gak masalah. Tapi kalo benar bahwa dupa bisa menyebabkan gangguan kesehatan, yah dihindari.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 01 April 2011, 04:27:59 PM
Quote from: Mayvise on 01 April 2011, 04:21:42 PM
IMHO intinya sih meninggalkan pandangan salah ya... kebetulan pandangan salah ini menyatu dalam tradisi, maka konteksnya menjadi "meninggalkan tradisi".

Tentang siapkah buddhis meninggalkan tradisi membakar dupa... IMHO, para buddhis perlu intropeksi diri masing-masing, apakah memang ada pandangan salah di dalamnya? Misalnya, membakar dupa untuk memanggil dewa mungkin? ;D

Kalo saya sendiri sih berpikir bahwa membakar dupa di vihara atau di rumah adalah sebuah rutinitas atau mungkin sebuah kebiasaan saja, jadi selama ini sih oke-oke aja. Bakar dupa, oke; gak bakar juga gak masalah. Tapi kalo benar bahwa dupa bisa menyebabkan gangguan kesehatan, yah dihindari.
yg saya post di atas dalam konteks yg anda sebut "polusi dan menghabiskan uang", bukan pandangan salah.
kalo siap, bisa disarankan ke pemuka vihara masing2 dan yakinkan umat2 yg di vihara.
saya pikir sih gak semudah itu mau mengubah tradisi... ada aspek selain logika...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 01 April 2011, 05:01:59 PM
Keluarga saya juga masih bakar bakar uang kimcoa mengikuti tradisi. walaupun saya tidak setuju, tetapi saya lihat kalau sdh bakar bakar spt itu kelihatan puas dan bahagia, ya sdh lah, buat apa merusak kebahagiaan orang orang yg kita kasihi.

Yg tidak disetujui kalau dikatakan  ada nilai  spiritual dari bakar uang kertas, bakar api homa, apalagi bakar rolex, paling juga yg ada nilai komersil. :P

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 01 April 2011, 05:29:22 PM
Setidaknya ada rekomendasi mengenai penggunaan dupa/hio untuk mengurangi dampak resikonya :

QuoteThe public health ministry recommended that temples avoid lighting the incense in poorly-ventilated areas, and use short joss sticks that burn down quickly while promptly disposing of the ash.

It recommended that temple staff try to avoid prolonged exposure to the smoke, washing their hands and faces after handling joss sticks, and having annual medical check-ups.

Kalau membakar tradisi kertas belum ada rekomendasi untuk mengurangi dampak negatifnya. Mungkin ada yang berminat merekomendasikan cara mengurangi dampak dari tradisi bakar kertas???
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 01 April 2011, 06:00:02 PM
The hazards of ghost money

Now that most people in Taiwan understand the importance of not smoking in public places, it is time for the ROC government to move against another threat to public health and comfort: the age-old custom of burning joss paper in temples, on sidewalks and outside homes.

Joss paper, sometimes called "ghost money" or "spirit money," is paper burned during religious rites to honor ancestors and venerate deities. Throughout the country, pious Taiwanese can be seen burning sheets of joss paper at the climax of religious rituals.

Estimates of the amount of joss paper burned each year range from 90,000 tons to 220,000 tons. Whatever the true figure, it is a major cause of air pollution in urban areas, especially during the seventh month of the lunar calendar—so-called "ghost month"—when vast offerings of food and joss paper are made to keep troublesome spirits at bay.
Many business owners also burn ghost money outside their premises on the first and 15th day of each lunar month. Their smoldering braziers are a nuisance for pedestrians. Oftentimes they are placed in the road, presenting a hazard to cyclists and motorcyclists.

Foreign visitors and residents comment frequently and unfavorably on the consequences of burning ghost money. In 2008, The New York Times noted: "During major festivals ... smoke from burning paper chokes Taiwan streets."
While many Taiwanese people say they do not object to the smell of burning joss paper, there is no doubt that the smoke and particulates generated by the custom are unhealthy.

According to the Cabinet-level Environmental Protection Administration, the burning of ghost money releases a host of hazardous pollutants, including oxysulfide and nitrogen oxide. At least 21 different polycyclic aromatic hydrocarbons have been detected in emissions from joss paper furnaces.

A 2005 study published by the Taipei-based Consumers' Foundation, a major nongovernmental organization, found that burning ghost money releases dangerous quantities of benzene and toluene. In addition to being a carcinogen, benzene irritates the eyes, skin and respiratory system. More recently, the foundation discovered worrying amounts of lead in several brands of joss paper.

Conventional environmental measures, such as using recycled paper and applying anti-pollution technologies to burners, appear to be useless. The government's goal, therefore, should be nothing other than a significant reduction in the total amount of spirit money burned.

But many attempts to ameliorate the effects of burning ghost money have failed to make an impact.
Most of Taiwan's local governments offer centralized incineration services that aim to reduce roadside burning. These services have been promoted for several years, but the amount of joss paper handled this way has yet to reach 5 percent of the total burned.

Some have suggested that joss paper be taxed, but this is not a good option. If the tax were set too high, the market would likely be flooded by contraband ghost money made of the cheapest, least eco-friendly materials.
Furthermore, demand for votive currency is probably price inelastic—that is to say, a sharp increase in price may not significantly reduce the amount being burned. While joss paper is not addictive in the way cigarettes are, the people who burn it consider it a necessity.

Government agencies should lead by example. There should be no burning of joss paper around public buildings or when the ground is broken on a new school or hospital. In this respect a start has been made: During ghost month this year, the Kaohsiung County Environmental Protection Bureau donated money to charity rather than burn the spiritual kind.

No government can afford to be seen attacking religious freedom. However, religious leaders should be urged to remind followers of their environmental and public health responsibilities. As with the campaign against smoking, this is an issue on which politicians of all stripes can cooperate.

Some notable figures have already spoken out against the practice. Master Cheng Yen, founder of the Buddhist Compassion Relief Tzu Chi Foundation, said that ghost money is just paper and that developing sincerity and virtue are far more important. And rather than burn spirit money, rituals at Dharma Drum Mountain now feature large screens showing stock footage of joss paper being burnt. Taipei's Xingtian and Longshan temples also discourage the burning of ghost money.

Two decades ago, smoking in public places was tolerated. It may be two decades before the roadside burning of joss paper becomes a thing of the past, but as with smoking, the goal justifies patience and determination.

—Steven Crook is a freelance writer based in Tainan. These views are the author's and not necessarily those of "Taiwan Today." Copyright © 2010 by Steven Crook

http://taiwantoday.tw/ct.asp?xItem=127072&CtNode=426

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 01 April 2011, 06:27:28 PM
Ini ada wacana dari pembicara acara di atas (Ardian Cang) ttg bakar" kertas. Itung" sebagai pembuka / pengenalan bagaimana sebenarnya perspektif pembicaranya itu:

===============================================================================

Hal Bakar Membakar Kertas

Dalam hal bakar membakar kertas, bangsa Tionghoa adalah bangsa yang mengutarakan banyak pengharapan dengan membakar kertas.

Pertanyaan yang harus dipikirkan kenapa mereka membakar kertas ?
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bangsa Tionghoa adalah penemu kertas dan yang membakukan cara pembuatan kertas secara standar adalah Cai Lun. Cai Lun menyempurnakan pembuatan kertas yang sudah ada sejak akhir dinasti Qin dan awal dinasti Han.

Dalam tradisi banyak peradaban purba, sering digunakan benda-benda yang memiliki keterkaitan dengan keadaan kehidupan seperti saat manusia hidup, contohnya adalah peradaban Mesir. Dan dalam banyak kebudayaan di dunia ini, pandangan tentang alam kematian beragam, seperti misalnya dunia Hades, reinkarnasi, berpindah alam, surga neraka dan sebagainya. Dunia Hades atau dunia bawah tanah sebenarnya juga dikenal dalam Judaism kuno sebelum mereka mendapat pertemuan budaya dengan Yunani. Walau Yunani mengenal dunia Hades dalam legenda dewa dewi mereka, tapi para filsufnya berdebat dan ada yang percaya dengan tumimbal lahir.

Tradisi Tiongkok purba juga tidak luput akan hal seperti itu, bahkan tradisi Ren Xun atau penguburan manusia dilaksanakan, hingga pada masa CunQiu dan Zhanguo ditentang oleh para filsuf terutama Mo Zi, Kong Zi serta Li Shi dan Han FeiZi. Salah satu hasil penolakan itu adalah Bing Ma Yong atau terracota yang dibuat oleh Qin Shihuang atas saran Li Shi. Qin Xiao Gong, adipati Qin menolak keras pengorbanan manusia dan kemudian pada masa dinasti Han terutama pada masa pemerintahan Han Wudi, beliau memberikan maklumat pelarangan dan semua itu berkat masukan dari Dong Zhongshu.

Jauh sebelum agama Buddha masuk, kepercayaan mereka terbagi menjadi beberapa tapi secara umum mereka tidak membicarakan tentang reinkarnasi.
Umumnya adalah berpindah alam, roh dan jiwa terpisah, berkumpul di gunung Taishan, berada di langit dan mengawasi serta melindungi keturunan mereka. Bahkan dalam kitab Li Ji sempat membahas tentang roh yang tersesat atau roh orang meninggal yang belum waktunya, roh yang meninggal jauh dari keluarga, roh orang yang meninggal tapi tidak mendapatkan penghormatan keluarganya. Kemudian dilakukanlah ritual Fu Li atau Pengembalian Harkat dan yang sekarang dikenal dengan isitilah chao du.

Dan dalam budaya Tionghoa ada 3 hal yang terpenting dalam kehidupan manusia yaitu kelahiran, pernikahan dan juga kematian. Semuanya memegang peranan penting dan juga memiliki tradisi yang amat banyak demi 3 hal itu.

Penemuan kertas membuat suatu dobrakan baru dalam budaya Tionghoa tentunya selain hal itu adalah kemajuan lain disegala bidang yang dikarenakan dengan penemuan kertas itu.

Seiring dengan konsep Mo Zi tentang dewa dewi serta kematian dan para setan, maka kerajaan secara tidak langsung maupun langsung menggunakan konsep "alam" dewata dan alam setan untuk menjaga moralitas para pejabatnya, semacam kontrol sosial.
Mo Zi beranggapan bahwa ritual dan segala konsep dewa dan setan merupakan suatu kontrol sosial masyrakat dan para pejabat termasuk raja itu sendiri. Jauh sebelum kertas ditemukan, para raja dianjurkan oleh Kong Zi untuk melakukan upacara fengshan, dimana salah satu yang melakukannya adalah Qin Sihuang. Tujuannya juga adalah kontrol dan pertanggungjawaban kaisar terhadap para leluhur terutama Guishen yang bermukim di gunung Taishan.

Dengan ditemukannya kertas, maka terjadi perubahan besar terutama untuk kontrol sosial dan dalam banyak ritual lainnya. Pada masa dinasti Zhou sudah ada penghormatan kepada Cheng Huang atau dewa kota tapi dimasa dinasti utara selatan, penghormatan itu lebih meluas lagi. Hingga pada masa dinasti Qing juga para pejabat kota harus menghormat Cheng Huang.
Sejak dinasti Tang, Cheng Huang dipercaya adalah dewa kota dan merupakan dewa penguasa kematian, setiap orang yang meninggal harus menghadap kepada Cheng Huang. Para pejabat kota wajib memberikan 2 buah laporan, yang satu diberikan kepada pemerintah pusat dan satunya dibakar di kuil Cheng Huang sebagai pertanggungjawaban pejabat kota kepada dewa Pelindung Kota yang merupakan juga dewa kematian.

Bakar-bakaran kertas sebagai wujud laporan akhirnya berkembang dibanyak ritual, misalnya pada saat orang guiyi atau tisarana baik Buddhism maupun Taoism, biasanya akan dibakar shu wen atau surat doa itu. Jadi mereka percaya dengan membakar itu artinya mengirimkan surat tersebut kepada mahluk-mahluk adi kodrati.
Buddhism Mahayana Tiongkok dan Taoism pasti menggunakan cara membakar kertas sebagai simbol mengirimkan doa mereka.
Hal yang mirip tapi berbeda adalah Tembok Ratapan Yerusalem, dimana banyak orang Yahudi mengirimkan suratnya kepada Tuhan mereka dengan menyelipkan kertas doa atau permohonan di celah-celah tembok mereka.
Doa permohonan juga digunakan seperti membakar kertas Wang Sheng untuk yang meninggal atau juga Shou Sheng kertas untuk yang masih hidup.

Penggunaan kertas sembahyang atau kertas gincoa dan kimcoa yang umum digunakan oleh Taoist maupun Buddhist Mahayana Tiongkok dan Ruist sering disalah artikan sebagai uang dewa dan uang orang mati.
Kosmologi Yin Yang dan 5 unsur sebenarnya ada dalam kertas tersebut.
Yin atau gin yang berarti perak adalah sifat yin dan jin atau kim yang berarti emas adalah sifat Yang. Karena orang meninggal itu adalah unsur Yin maka digunakanlah perak, dan dewata atau orang suci adalah unsur Yang maka digunakanlah emas.
Jika kita perhatikan posisi penempatan perak dan emasnya selalu harus ditengah yang sebenarnya memiliki makna Tengah adalah Tanah dan Tanah melahirkan Logam atau Emas Perak.
Itu simbol pengharapan bahwa yang meninggal ( cat: jika menggunakan perak ) akan mendapatkan berkah dan kebajikan serta keluarganya akan dilimpahi pula oleh berkah dan kebajikan. Dan yang ditinggalkan tidak akan melupakan jasa kebaikan bumi yang menerima jasad yang meninggal dan semoga almarhum bisa mendapatkan tempat yang baik pula.

Emas merupakan logam mulia, semulia para dewata dan mahluk suci lainnya. Dengan membakar kertas emas ini, berarti kita harus memahami bahwa tanah yang menjadi tempat kita berpijak harus dijaga baik sehingga melahirkan emas dengan demikian para dewata akan memberikan berkah kepada mereka yang menjaga baik alam ini.

Kertas Shoujin atau Tiangong Jin sebenarnya adalah kertas pengharapan semoga manusia diberikan kebahagiaan, kejayaan dan kesehatan.
Dimana Fu Lu Shou adalah 3 bintang yang selalu menyinari manusia dan dengan posisi di tengah atau center yang melambangkan bumi serta emasnya, diharapkan manusia bisa berlaku bijak dan bajik.

Secara umum, hanya 2 jenis kertas yang dikenal yaitu emas dan perak tapi variasi yang ada itu hanyalah pernik-perniknya saja. Akhirnya intinya adalah keselarasan 5 unsur dan Yin Yang saja.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 01 April 2011, 06:38:12 PM
Quote from: morpheus on 01 April 2011, 03:41:07 PM
kalo gitu siapkah buddhis juga membuang tradisi membakar hio / dupa?

adakah sutta yang mengatakan tradisi membakar hio/dupa bagian dari Buddha Dhamma ? ???
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 01 April 2011, 06:48:57 PM
Nah dari wacana-wacana di atas sebenranya sih ada poin" penting yg dpt diambil:

1. Bakar-bakar Kertas seperti itu menimbulkan pencemaran
2. Umat Buddhis Mahayana Tiongkok mengadaptasi kebudayaan Tionghoa yaitu bakar-bakaran kertas lewat kertas Wangsheng Zhou
3. Bakar-bakaran kertas, menurut Ardian Cang, memiliki makna pengharapan bagi yang meninggal, selain juga yang ditinggalkan agar terus mengingat jasa-jasa dan budi baik almarhum. Makna lain adalah seperti agar menjaga lingkungan, selalu ingat berbuat bajik.

Nah bagaimanakah Master Chengyen, Master Shengyen dan Master Yinshun menanggapi itu semua?

1. Seperti anjuran Master Chengyen, bakar-bakaran kertas selain takhayul yang tidak ada dalam agama Buddha sebenarnya, juga merusak lingkungan, maka bagi para umat Tzu Chi beliau himbau untuk tidak lagi bakar" kertas lagi. Tzu Chi mmg getol sekali dalam program Green dan Eco-Friendly-nya. Bila memang membakar kertas kimcoa memiliki makna agar terus menjaga alam dan lingkungan, maka harusnya disadari, bahwa bakar" kertas kimcoa malah menambah pencemaran, dan sebaiknya ditinggalkan.

2. Master Yinshun berkata bahwa memang pada zaman dahulu, umat Buddhis Mahayana Tiongkok mengadaptasi kultur lokal seperti bakar-bakaran kertas. Namun karena sekarang dianggap takhayul dan bahwa sebenarnya tradisi itu tidak ada dalam agama Buddha, maka master Yinshun menghimbau untuk tidak bakar-bakar kimcoa atau kertas uang lagi. Master Shengyen dari Dharma Drum juga mengatakan bahwa praktik membakar sutra atau mantra seperti Wang Shengzhou sebenarnya merupakan praktik yang salah kaprah, krn sutra bukan untuk dibakar. Beliau juga menghimbau untuk meninggalkan tradisi bakar-bakar kertas bagi umat Buddhis.

3. Master Yinshun mengakui dan menyadari makna bakar" kertas sembahyang, karena beliau sendiri berkata bahwa bakar-bakar kertas setidaknya juga mengandung suatu nilai moral yang baik juga, yaitu mengingat jasa-jasa dan budi baik almarhum. Namun beliau sendiri menghimbau karena praktik seperti tidak ada dalam Buddha Dharma dan menurut perspektif Buddhis yg sebenarnya adalah takhayul, maka sepantasnyalah umat Buddhis jgn mempraktekkannya lg. Tapi kalau mau sekedar mempertahankan tradisi, ya bolehlah asal sedikit-sedikit saja dan hanya di rumah, bukan di vihara, demikian jelas Master Yinshun.

Walaupun tidak bakar-bakar kertas toh, umat Buddhis juga dapat mengingat jasa almarhum lewat Pattidana dan Ullambana Sutra, menjaga lingkungan seperti gerakan Tzu Chi selalu ingat berbuat bajik dengan mengingat ajaran-ajaran Sang Buddha. Semuanya dapat dilakukan tanpa bakar-bakar kertas yang menambah polusi dan beberapa menghabiskan uang secara sia-sia (mis: rumah kertas dll).

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ndrosubiyanto on 01 April 2011, 07:25:08 PM
Quote from: andry on 01 April 2011, 01:33:26 PM
ente tim suksesnya ya?

Makanya ikut dulu supaya tau siapa tim suksesnya...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: fabian c on 01 April 2011, 07:33:11 PM
Bakar-bakaran hio jangan dilarang dong... Saya sekarang lagi senang-senangnya bakar kayu gaharu, sebabnya harum sih.... :) Pantesan mahal banget, bisa puluhan juta per kg....
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Indra on 01 April 2011, 07:38:14 PM
ini dilematis, walaupun pejabat vihara menyadari bahwa upacara bakar membakar ini tidak sesuai dengan buddhisme, tetapi mrk sering kali bahkan dengan sengaja menyediakan sarana untuk upacara ini, karena hal ini jelas dapat meningkatkan pendapatan vihara. jika umat diberikan penjelasan yg benar sehubungan dengan tradisi ini, dikhawatirkan vihara akan kehilangan salah satu sumber pendapatan.

jadi rasanya demi bisnis, biarlah umat tidak memahami hal ini bahkan kalo perlu diberikan indoktrinasi bahwa tradisi ini memang menjadi bagian dari buddhisme, semacam pembodohan umat demi untuk meningkatkan income
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 01 April 2011, 08:29:54 PM
Quote from: Indra on 01 April 2011, 07:38:14 PM
ini dilematis, walaupun pejabat vihara menyadari bahwa upacara bakar membakar ini tidak sesuai dengan buddhisme, tetapi mrk sering kali bahkan dengan sengaja menyediakan sarana untuk upacara ini, karena hal ini jelas dapat meningkatkan pendapatan vihara. jika umat diberikan penjelasan yg benar sehubungan dengan tradisi ini, dikhawatirkan vihara akan kehilangan salah satu sumber pendapatan.

jadi rasanya demi bisnis, biarlah umat tidak memahami hal ini bahkan kalo perlu diberikan indoktrinasi bahwa tradisi ini memang menjadi bagian dari buddhisme, semacam pembodohan umat demi untuk meningkatkan income

^^
kebanyakan yang jual hio/dupa itu berupa 'kelenteng'
mungkin juga ada kelenteng nyamar vihara atau vihara nyamar kelenteng  =)) =))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: M14ka on 01 April 2011, 09:19:40 PM
Gmn dgn kocok sumpit, doa pelita lilin, visudhi? Apakah jg sebenarnya tidak berguna?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 01 April 2011, 09:38:31 PM
Quote from: Indra on 01 April 2011, 07:38:14 PM
ini dilematis, walaupun pejabat vihara menyadari bahwa upacara bakar membakar ini tidak sesuai dengan buddhisme, tetapi mrk sering kali bahkan dengan sengaja menyediakan sarana untuk upacara ini, karena hal ini jelas dapat meningkatkan pendapatan vihara. jika umat diberikan penjelasan yg benar sehubungan dengan tradisi ini, dikhawatirkan vihara akan kehilangan salah satu sumber pendapatan.

jadi rasanya demi bisnis, biarlah umat tidak memahami hal ini bahkan kalo perlu diberikan indoktrinasi bahwa tradisi ini memang menjadi bagian dari buddhisme, semacam pembodohan umat demi untuk meningkatkan income

Terpaksa tolerant demi pendapatan?  ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mr.Jhonz on 02 April 2011, 06:33:42 AM
Quote from: fabian c on 01 April 2011, 07:33:11 PM
Bakar-bakaran hio jangan dilarang dong... Saya sekarang lagi senang-senangnya bakar kayu gaharu, sebabnya harum sih.... :) Pantesan mahal banget, bisa puluhan juta per kg....
Bukannya buddhis(utk;yogi) di himbau untuk tidak mengumbar kenikmatan pada 6 indra?
Masa disisi lain menjalankan 8 sila,disisi lain menikmati aroma2?? Mohon dijelaskan om

**Kalo di kampung utk mengundang roh2(di panggil datok) pakai parfum2 beraroma kuat seperti gastb* ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 02 April 2011, 06:52:47 AM
Quote from: M14ka on 01 April 2011, 09:19:40 PM
Gmn dgn kocok sumpit, doa pelita lilin, visudhi? Apakah jg sebenarnya tidak berguna?

ini nice question.. bantu up..

kebanyakan di sini menentang keras pembakaran kertas karena kebanyakan yang menentang sudah ingin meninggalkan tradisi ini.. jadi tidak menjadi masalah kalau pro dengan penentangan ini dengan alasan polusi dll

namun di sisi lain, di vihara itu sendiri juga ada bakar2, seperti bakar hio, dana pelita.
apakah praktek seperti dana pelita, bakar hio yang juga kerap dilakukan di vihara (khususnya theravada) harus ditinggalkan juga ? polusi yang ditimbulkan dari bakar hio, dan dana pelita juga ada. dan efek dari pembakaran juga menghasilkan gas CO2

bagaimana pandangan rekan2 yang kebetulan di atas pro dengan penentangan bakar2 kertas.. ?



[at]  admin,
kalau bisa bantu displit, mungkin bikin thread baru, pandangan buddhisme mengenai bakar hio, kertas, dll. biar yang hanya ingin membaca informasi dari bro pur.. tidak terganggu dengan banyaknya postingan diskusi di sini.

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ndrosubiyanto on 02 April 2011, 07:13:37 AM
Menjalankan ibadah setiap orang mempunyai preferensi masing2 dimana hal tersebut adalah suatu yang sangat personal, tak ada seorangpun yang dapat masuk ke dalam relung tersebut guna mencerna makna yang tersirat...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 02 April 2011, 07:14:51 AM
Quote from: Kelana on 01 April 2011, 05:29:22 PM
Kalau membakar tradisi kertas belum ada rekomendasi untuk mengurangi dampak negatifnya. Mungkin ada yang berminat merekomendasikan cara mengurangi dampak dari tradisi bakar kertas???
kalo rekomendasi pemerintah singapur, bakar kertas harus dilakukan di tempat terbuka dan di tong2 yg udah disediakan:
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Ffarm1.static.flickr.com%2F73%2F205959756_135e67b7d1_m.jpg&hash=ce77814d2a2dc71d5cdcaf8f5cfb47c17c94869c)
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 02 April 2011, 07:22:50 AM
Saya sih lebih mengikuti anjuran Master Yinshun ya, yaitu kalau mau dengan alasan mempertahankan tradisi: sedikit" aja boleh, kalau mau ditinggalkan ya silahkan juga.

Misal di vihara' Theravada di Sby sini saya lihat sebenarnya dupa dipergunakan pada saat sesi persembahan dupa saja, jadi yg di altar ya cuma nancep tiga batang doang. Di acara" ritual Vajarayana, juga hanya digunakan 3 batang dupa dan kemudian selesai sudah. Jadi tidak setiap umat pegang batang hio, hanya pelaksana upacaranya saja yg pegang.

Di Vihara Mahavira Graha misalnya, walaupun umat diperbolehkan pakai hio, mereka biasanya hanya ambil satu batang saja untuk kemudian ditancapkan di hiolo. Nah ini harus digalakkan di vihara" Theravada juga, di mana banyak umat yang ingin sembahyang sendiri, masih mengikuti tatacara tradisional, masing" pegang 3 hio sehingga sama saja yang asap bakar" yg dihasilkan terkadang banyak.

Kelenteng deket rumah aja sekarang netapin peraturan 1 hio  ^-^, demikian umat" Tao Thaishang Men juga pakai satu hio.

Untuk mereka yg senang aroma terapi, ya g mungkin kan pake segebok dupa aroma terapi dalam sehari, plg 1 batang sdh cukup buat beberapa lama, jd y tdk usah takut sampai berpolusi segala.

Kalau sy sendiri sih, baik di rumah, vihara ataupun kelenteng sudah tidak pernah pakai hio atau dupa lagi, hanya  anjali saja (kecuali kalau dipaksa mama  :P), krn jujur minat saya dan kecenderungan saya adalah wajah Buddhis yg modern, bukan wajah yang hanya sekedar mengikuti tradisi masa lampau. Kalau perlu direformasi ya direformasi, asal ada alasan yg jelas mengapa suatu tradisi perlu direformasi.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: oranglama on 02 April 2011, 08:46:17 AM
Quote from: Forte on 02 April 2011, 06:52:47 AM
ini nice question.. bantu up..

kebanyakan di sini menentang keras pembakaran kertas karena kebanyakan yang menentang sudah ingin meninggalkan tradisi ini.. jadi tidak menjadi masalah kalau pro dengan penentangan ini dengan alasan polusi dll

namun di sisi lain, di vihara itu sendiri juga ada bakar2, seperti bakar hio, dana pelita.
apakah praktek seperti dana pelita, bakar hio yang juga kerap dilakukan di vihara (khususnya theravada) harus ditinggalkan juga ? polusi yang ditimbulkan dari bakar hio, dan dana pelita juga ada. dan efek dari pembakaran juga menghasilkan gas CO2

bagaimana pandangan rekan2 yang kebetulan di atas pro dengan penentangan bakar2 kertas.. ?



[at]  admin,
kalau bisa bantu displit, mungkin bikin thread baru, pandangan buddhisme mengenai bakar hio, kertas, dll. biar yang hanya ingin membaca informasi dari bro pur.. tidak terganggu dengan banyaknya postingan diskusi di sini.

[imo] agama itu adalah suatu sistem yg berisikan nilai2 moral, agar "kehidupan" dapat menjadi lebih baik.
namun, rata2 agama itu kan sudah bercampur dgn tradisi2 setempat.

Maka dari itu suatu agama dapat bertahan/diterima oleh masyarakat, karena IA mengadopsi sistem tata cara tradisi.

[imo] Bagi saya pribadi, penghilangan tata cara tradisi seperti, entah itu bakar kertas,dupa,rumah, tabur genderang/tabuh beduk (apapun itu bentuknya) tidak menjadi soal. Hanya saja di khawatirkan, apakah para simpatisan suatu religion sudah dapat menerimanya bahwa "HAL" tersebut ialah bagian dari tradisi dan kurang efektif/ tidak sejalan dengan pengembangan moral.

Alih-alih, ingin menghilangkan tradisi dari suatu religion, tetapi malah mengilangkan garis religion tersebut. sehingga simpatisan "kabur" (pindah/lepas/menjadi smkn buruk)
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 02 April 2011, 11:14:49 AM
Quote from: morpheus on 02 April 2011, 07:14:51 AM
kalo rekomendasi pemerintah singapur, bakar kertas harus dilakukan di tempat terbuka dan di tong2 yg udah disediakan:
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Ffarm1.static.flickr.com%2F73%2F205959756_135e67b7d1_m.jpg&hash=ce77814d2a2dc71d5cdcaf8f5cfb47c17c94869c)

Great, Ini perlu disebar luaskan kepada pihak vihara -vihara yang melakukan pembakaran kertas.

Tapi dari segi ekonominya??
Biasanya yang bakar kertas pakai hio juga, sedangkan yang pakai hio belum tentu pakai bakar kertas. Jadi tradisi membakar kertas lebih dikatakan boros (terlepas dari pengeluaran/biaya lainnya)
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 02 April 2011, 11:32:24 AM
sebenernya yang perlu itu pertama2 diambil pembatas dulu :
mana ajaran buda
mana ajaran tao
mana ajaran konghucu

umat buda ktp banyak juga yang tidak tahu mana ajarannya, hanya tau cun cung cep, yang penting usaha lancar, selamat dll

pemahaman rasanya pada tidak butuh.

vihara2 juga memang sepertinya membutuhkan dana juga dari cung2 cep, kami ada karena anda, anda butuh hio, kertas, lilin, minyak dll maka disediakanlah semuanya, bahkan kalau perlu di sediakan altar semua aliran agar pengunjung bisa memilih mau yang mana agar tidak kehabisan umat.

marketingpun juga mulai di galakan, ada vihara yang khusus kwan im, menarik umat2 yang percaya kwan im, dll

begitulah muka satu agama yang terpecah2, dengan berbagai macam kepentingan di dalamnya.

blum lagi ada tradisi dicampurlah semuanya jadi satu kemasan yang semakin mengaburkan inti ajaran itu sendiri.

haiz, *) keluhan satu umat lain ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 02 April 2011, 11:46:20 AM
^^^
walaupun ada vihara tidak menyediakan hio dan tempat tancap hio
umat bisa bawa hio sendiri kemudian tancap hio disembarangan tempat, pot2 tanaman dan tempat2 lainnya.  [-X
susah atur umat !  :)) :)) :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 02 April 2011, 01:17:58 PM
Quote from: Kelana on 02 April 2011, 11:14:49 AM
Tapi dari segi ekonominya??
Biasanya yang bakar kertas pakai hio juga, sedangkan yang pakai hio belum tentu pakai bakar kertas. Jadi tradisi membakar kertas lebih dikatakan boros (terlepas dari pengeluaran/biaya lainnya)
menurut saya sih gak bisa dinilai gitu juga. hal yg jelek, tetep aja jelek.
gak bisa karena hio+kertas lebih jelek dari hio saja, lalu hio saja menjadi gak jelek.
imo, mungkin ritualnya perlu diperbaharui tanpa mencampakkan nilai2nya dan ini perlu waktu satu generasi.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dilbert on 02 April 2011, 01:52:39 PM
Definisi pandangan salah itu yang bagaimana ?

Kalau bakar2an kertas di-pandang bisa membawa pada pembebasan, menurut saya memang PANDANGAN SALAH...
Lah, tujuan bakar2an kertas itu apa ?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 03:31:50 PM
bakar2 an kertas tidak logis...menurut saya...maaf saja...saya agak ragu kebenarannya ^:)^
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dhammadinna on 02 April 2011, 03:51:41 PM
Quote from: morpheus on 01 April 2011, 04:27:59 PM
yg saya post di atas dalam konteks yg anda sebut "polusi dan menghabiskan uang", bukan pandangan salah.
kalo siap, bisa disarankan ke pemuka vihara masing2 dan yakinkan umat2 yg di vihara.
saya pikir sih gak semudah itu mau mengubah tradisi... ada aspek selain logika...

Ya, tidak perlu memaksakan orang lain melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dhammadinna on 02 April 2011, 03:53:34 PM
Quote from: dilbert on 02 April 2011, 01:52:39 PM
Definisi pandangan salah itu yang bagaimana ?

Kalau bakar2an kertas di-pandang bisa membawa pada pembebasan, menurut saya memang PANDANGAN SALAH...
Lah, tujuan bakar2an kertas itu apa ?

dari artikel yang saya copas, dikatakan bahwa orang yang membakar kertas:
1. Mengharapkan kekayaaan, keselamatan, dst.
2. Agar tidak dikejar-kejar arwah (khususnya di bulan 7).

untuk tujuan lainnya, mungkin bisa ditanyakan langsung ke orangnya.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 02 April 2011, 07:17:55 PM
Sebenernya, dari atas dulu, apakah ɑda  kemauan untuk memberikan pengertian, bukannya nalah melestarikan karena ketakutan tidak ɑϑǟ  umat? Dalam budis yang penting kuantitas atau kualitas?
Kebayang kalau dari atas seperti contoh biku bergitar, umat malah mendukung apa jadinya wajah budis kedepannya
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: kullatiro on 02 April 2011, 07:40:58 PM
aku rasa memang membutuhkan waktu, seperti dulu rokok dimana- mana sampai sesak napas  setidaknya sekarang sudah bisa bernafas lebih lega. mungkin generasi generasi yang akan datang yang lebih berpengetahuan akan mempunyai pengertian lebih baiuk hingga perlahan lahan tradisi membakar kertaqs kim dan kertas perak ini perlahan lahan akan menghilang. juga membutuhkan contoh dari para idola dan tokoh tokoh di masyarakat  hingga mereka dapat melihat dan mengarahkan umat kejalan yang lebih baik.   

Kadang kadang lucu juga melihat nya pake hio sangat besar ( mau menyaingi gajah kali yahh :)) ) untuk memberi penghormatan, lilin juga sebesar besarnya.  ;D

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 02 April 2011, 08:16:31 PM
tak kalah pentingnya adalah bagaimana cara memberi tahu nya.
perlu disadari bahwa ini adalah warisan leluhur, dan dilakukan oleh orang2 tua yang mungkin tidak mengerti mengenai Buddha Dhamma itu sendiri, dan sekedar menjalankan tradisi. oleh karena itu, perlu pendekatan juga dalam memberitahukan hal ini.

umat Buddha yang saat ini, kadang kala bagaimana ya.. karena sudah mempelajari maka ada kecenderungan arogansi, menganggap diri lebih superior, lebih tahu, lebih pintar dan prakteknya dalam memberitahukan agar jangan melakukan sesuatu yang salah pun cenderung dengan mengobarkan perdebatan dengan menghina, melecehkan.. hal ini bisa dilihat pada kehidupan di forum ini juga, jika ada perbedaan yang berbeda dengan Buddhisme mainstream cenderung diberitahu secara kasar.

metoda ini mungkin cocok bagi sebagian orang jika orang tersebut bisa berpikir, namun kemungkinan tidak akan cocok pada orang tua, karena kebanyakan orang tua juga sulit menerima dirinya dinasehati, karena merasa lebih banyak memakan asam garan, jadi kita sebagai yang muda idealnya mengerti juga mengenai hal ini.

intinya jangan terlalu bermuluk2 ingin memajukan Buddha Dhamma, ingin melestarikan, dll namun dalam memberi pengertian secara sabar dan tanpa menyakiti orang lain saja masih sangat susah.. yang paling penting dari itu semua adalah KOMUNIKASI, baru ISI dari KOMUNIKASI.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 02 April 2011, 08:39:15 PM
nah yang memberitahu itu ya pemuka agama lah, mana mau orang tua denger anaknya yang nasehati? sangat susah, sekarang saja masih banyak biku2 yang memimpin upacara2 yang sepertinya malah melenceng dari esensi ajaran buda, belum lagi banyak aliran2 yang kaga jelas, apakah pemuka agama itu "hanya" menjalankan perintah yang punya vihara? atau memberikan pelayanan sesuai keinginan umat?

soal tradisi, ya ok lah tradisi, lebih baik terangkan dengan benar, oh ini bukan ajaran buda, oh ini ajaran kong hucu, oh ini ajaran tao dll, bukannya malah menyambung2kan seakan2 ingin menarik umat lebih banyak.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 02 April 2011, 08:52:16 PM
Quote from: ryu on 02 April 2011, 08:39:15 PM
nah yang memberitahu itu ya pemuka agama lah, mana mau orang tua denger anaknya yang nasehati? sangat susah, sekarang saja masih banyak biku2 yang memimpin upacara2 yang sepertinya malah melenceng dari esensi ajaran buda, belum lagi banyak aliran2 yang kaga jelas, apakah pemuka agama itu "hanya" menjalankan perintah yang punya vihara? atau memberikan pelayanan sesuai keinginan umat?

soal tradisi, ya ok lah tradisi, lebih baik terangkan dengan benar, oh ini bukan ajaran buda, oh ini ajaran kong hucu, oh ini ajaran tao dll, bukannya malah menyambung2kan seakan2 ingin menarik umat lebih banyak.

good point u/ pemuka agama.. memang benar.. idealnya pemuka agama juga memberi contoh yang bener
namun perlu juga diperhatikan, bahwa jumlah pemuka agama itu juga sedikit dibanding umat itu sendiri, belum lagi umat yang jarang kebaktian, ya bagaimana umat bisa tahu ?
makanya dalam hal ini, untuk melestarikan ajaran Buddha itu sendiri, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemuka agama semata,
umat Buddha itu sendiri idealnya juga bisa membantu kalau mau, jangan hanya melempar beban dan menyalahkan pemuka agama semata.

banyak hal yang bisa dilakukan, misal lewat seminar2, yang menjadi pembicara kan tidak harus Bhante, atau bisa lewat media, bisa saja mungkin Da Ai TV menyuguhkan informasi mengenai hal2 yang bernuansa Buddhisme, ya seperti tradisi membakar kertas yang tidak cocok.
atau mungkin biar lebih ringan, bisa lewat drama / tontonan ringan yang jelas pemeran / aktornya hanyalah umat biasa dan bukan pemuka agama.

mengenai orang tua, bisa saja anak mengajari orang tua lho.. asal triknya juga benar. Misal dari tindak tanduk anak yang awalnya badung.. lalu berubah menjadi anak baik2 setelah mengenal Dhamma.. tentu hal ini membuat orang tua penasaran.. dan jika orang tua ingin tahu.. si anak bisa share.. bisa juga dengan meletakkan majalah2 buddhisme agar dibaca orang tua.. dll.

intinya seperti yang saya sampaikan di awal : ada NIAT / tidak disertai dengan CARA yang tepat untuk menyampaikan ISI
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 02 April 2011, 09:20:26 PM
Quote from: Forte on 02 April 2011, 08:52:16 PM
good point u/ pemuka agama.. memang benar.. idealnya pemuka agama juga memberi contoh yang bener
namun perlu juga diperhatikan, bahwa jumlah pemuka agama itu juga sedikit dibanding umat itu sendiri, belum lagi umat yang jarang kebaktian, ya bagaimana umat bisa tahu ?
makanya dalam hal ini, untuk melestarikan ajaran Buddha itu sendiri, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemuka agama semata,
umat Buddha itu sendiri idealnya juga bisa membantu kalau mau, jangan hanya melempar beban dan menyalahkan pemuka agama semata.

banyak hal yang bisa dilakukan, misal lewat seminar2, yang menjadi pembicara kan tidak harus Bhante, atau bisa lewat media, bisa saja mungkin Da Ai TV menyuguhkan informasi mengenai hal2 yang bernuansa Buddhisme, ya seperti tradisi membakar kertas yang tidak cocok.
atau mungkin biar lebih ringan, bisa lewat drama / tontonan ringan yang jelas pemeran / aktornya hanyalah umat biasa dan bukan pemuka agama.

mengenai orang tua, bisa saja anak mengajari orang tua lho.. asal triknya juga benar. Misal dari tindak tanduk anak yang awalnya badung.. lalu berubah menjadi anak baik2 setelah mengenal Dhamma.. tentu hal ini membuat orang tua penasaran.. dan jika orang tua ingin tahu.. si anak bisa share.. bisa juga dengan meletakkan majalah2 buddhisme agar dibaca orang tua.. dll.

intinya seperti yang saya sampaikan di awal : ada NIAT / tidak disertai dengan CARA yang tepat untuk menyampaikan ISI
ya pembenahan setidaknya harus dari atas dulu, kalau dari atas nya sudah kacau kasihan kebawahnya semakin tidak teratur, seperti aliran2 yang tidak jelas dimasukan kedalam agama buda pun itu tanggung jawab yang diatas, sehingga banyak umat yang tidak tahu jadi terperosok ke ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran buda, dalam aliran buda saja belum tentu benar2 pemuka agamanya memahami inti ajaran buda apalagi kalau ditambah ajaran2 yang menyimpangkan ajaran buda, semakin kacaulah perkembangannya, walau dalam nama toleransi tapi itu semakin memperpuruk ajaran buda.

sekolah2 budis pun semakin tertekan dengan agama lain yang lebih giat dan lebih banyak, kitab2 budis pun sangat langka di indo, rasanya sangat jarang sekali umat budis di indo yang pernah membaca tipitaka, bila dibandingkan dengan umat lain yang tersedia di mana2 kitabnya dan dengan mudah mendapatkannya.

jangan2 nanti umat budis semakin terbelakang dibanding umat lain.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 02 April 2011, 09:43:22 PM
Quote from: ryu on 02 April 2011, 09:20:26 PM
ya pembenahan setidaknya harus dari atas dulu, kalau dari atas nya sudah kacau kasihan kebawahnya semakin tidak teratur, seperti aliran2 yang tidak jelas dimasukan kedalam agama buda pun itu tanggung jawab yang diatas, sehingga banyak umat yang tidak tahu jadi terperosok ke ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran buda, dalam aliran buda saja belum tentu benar2 pemuka agamanya memahami inti ajaran buda apalagi kalau ditambah ajaran2 yang menyimpangkan ajaran buda, semakin kacaulah perkembangannya, walau dalam nama toleransi tapi itu semakin memperpuruk ajaran buda.

sekolah2 budis pun semakin tertekan dengan agama lain yang lebih giat dan lebih banyak, kitab2 budis pun sangat langka di indo, rasanya sangat jarang sekali umat budis di indo yang pernah membaca tipitaka, bila dibandingkan dengan umat lain yang tersedia di mana2 kitabnya dan dengan mudah mendapatkannya.

jangan2 nanti umat budis semakin terbelakang dibanding umat lain.

kenapa tidak mulai dari diri sendiri dulu saja ?
salah satu contoh umat mulai diri sendiri tanpa pemuka agama adalah dc ini bukan ?
dc awal didirikan oleh sumedho, yang juga merupakan umat, bukan pemuka agama.
dc press yang banyak menerjemahkan tipitika ke bahasa indonesia juga dari umat, bukan dari pemuka agama.
hal ini cukup membuktikan bahwa umat sebenarnya juga bisa berjuang sendiri kalau mau..
dan tidak ada kekacauan yang terjadi juga bukan ?

satu contoh lagi, di vihara padum di tangerang, saya lupa nama umatnya sapa, (karena dengar ceritanya dari pacar)
ada seorang umat yang biasanya kebaktian di vihara padum tangerang yang di pasar lama.
karena sering kebaktian, akhirnya umat tersebut tertarik menjadi bhante,
pada saat itu vihara padum, kebaktiannya juga masih berantakan dan tidak teratur..
dan setelah umat tersebut menjadi bhante, dia kembali ke padum, dan mulai mengajar di sana, bagaimana meditasi yang benar,
bagaimana kebaktian yang teratur..

ini contoh sederhana dari umat yang tergerak untuk memajukan Dhamma tanpa embel2 bro..
intinya niat bro sudah bagus, takut umat Buddha terbelakang dibanding agama lain, namun jika bro hanya takut, dan menunggu dari pemuka agama.. apa gunanya ?

mungkin bro bisa kasih alasan mengapa harus mulai dari atas setelah saya paparkan beberapa fakta di atas ?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: oranglama on 02 April 2011, 09:56:56 PM
TS nya mana ya?
kok tidak muncul2, kiranya TS dapat memberikan sedikit gambaran mengenai sharing tersebut. Alangkah lebih baiknya TS memberikan juga sharing2 kepada kami di sini.  _/\_

[at] bro forte: mungkin maksud bro ryu "diatas" ialah TS.
apakah TS akan memberikan penjelasan yg logis?
atau akan mempraktekan terus bakar-bakar, demi 1 dan 2 tujuan/alasan.

Kiranya tidak bisa menyudutkan pihak "atas" dan pihak "bawah"
Semuanya harus di mulai dari sendiri. Harus mau belajar mempraktikan dhamma, dengan memberitahukan kepada khalayak ramai

Apa nilai suatu tradisi bakar2-an ?
Bagaimana asal-usul tradisi membakar?
Dan jangan lupa pula, kita harus giat memberikan contoh/memberi langkah2 pedoman, ketika memberikan perubahan.

_/\_
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 03 April 2011, 06:15:01 AM
^^^
TS memang suka 'hit & run'  =))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
Quote from: Forte on 02 April 2011, 09:43:22 PM
kenapa tidak mulai dari diri sendiri dulu saja ?
salah satu contoh umat mulai diri sendiri tanpa pemuka agama adalah dc ini bukan ?
dc awal didirikan oleh sumedho, yang juga merupakan umat, bukan pemuka agama.
dc press yang banyak menerjemahkan tipitika ke bahasa indonesia juga dari umat, bukan dari pemuka agama.
hal ini cukup membuktikan bahwa umat sebenarnya juga bisa berjuang sendiri kalau mau..
dan tidak ada kekacauan yang terjadi juga bukan ?

satu contoh lagi, di vihara padum di tangerang, saya lupa nama umatnya sapa, (karena dengar ceritanya dari pacar)
ada seorang umat yang biasanya kebaktian di vihara padum tangerang yang di pasar lama.
karena sering kebaktian, akhirnya umat tersebut tertarik menjadi bhante,
pada saat itu vihara padum, kebaktiannya juga masih berantakan dan tidak teratur..
dan setelah umat tersebut menjadi bhante, dia kembali ke padum, dan mulai mengajar di sana, bagaimana meditasi yang benar,
bagaimana kebaktian yang teratur..

ini contoh sederhana dari umat yang tergerak untuk memajukan Dhamma tanpa embel2 bro..
intinya niat bro sudah bagus, takut umat Buddha terbelakang dibanding agama lain, namun jika bro hanya takut, dan menunggu dari pemuka agama.. apa gunanya ?

mungkin bro bisa kasih alasan mengapa harus mulai dari atas setelah saya paparkan beberapa fakta di atas ?
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 09:13:25 AM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D

sekarang seh berbalik lagi ke niat bro ..

apakah bro benar2 berniat untuk memajukan agama Buddha.. ? kalau memang berniat dengan tulus, ikhlas, ya tentu harus dimulai dari diri sendiri.
kalau misal bro bilang harus menunggu pemuka agama ? sekarang bro sendiri juga tahu bahwa ada beberapa oknum di Buddhisme itu sendiri.. Jadi harus menunggu sampai kapan ? apakah tidak bergerak2 dan menunggu saja ? makanya kembali ditanyakan apakah benar berniat ?

contoh simpel, misal bro berniat, ada aliran LSY / tradisi bakar2 kertas yang katakanlah bersebrangan dengan Buddhisme mainstream, bro memperlakukannya dengan baik, menjawab dengan sabar, tidak menghina, tidak menghujat.. memberi mereka waktu untuk berpikir dan merenung.. maka mereka bisa sadar sendiri bahwa pandangan mereka salah dan efeknya jika ada oknum pemuka agama yang "nakal", tentu mereka sudah diberi pengetahuan sehingga tidak gampang tertipu lagi.

sesuatu hal ada tentu ada sebabnya, bisa jadi adanya pemuka agama yang nakal, dll disebabkan karena kurangnya pengetahuan umat akan Buddhisme itu sendiri. Coba kalau umatnya pinter, dan berwawasan maka tidak ada lagi oknum pemuka agama yang memiliki kesempatan untuk berbuat nakal..

Dan bagaimanakah agar umat bisa pinter, ya kita sebagai umat Buddha turut membantu menyebarkan.. gak perlu muluk2 bikin Vihara, cetak buku ratusan jilid, cukup yang simpel : menjalankan Pancasila Buddhist, terutama kalau di dalam forum ya bisa dengan berdiskusi dengan baik, dan sati. Simpatisan Buddha yang awal tidak mengerti Buddhisme pun senang, tidak merasa dibego2in, dilecehkan dll.

Memang apa yang saya uraikan di atas, hanya sebagian kecil. Namun saya pribadi berpegangan pada prinsip : Memulai yang kecil dulu baru bisa mengerjakan yang besar.. Tidak perlu berusaha untuk mengubah dunia kalau mengubah diri sendiri menjadi lebih baik belum bisa.. Mengubah diri lebih baik, contoh simpel ya dengan menjalankan Pancasila Buddhis. Akhirnya teman2 pun bisa melihat wah.. koq kamu akhir2 ini berubah ya menjadi lebih baik.. apa resep nya ? Bagi donk.. Nah ketika mereka mulai tertarik.. kita sudah bisa memasukkan paham2 Buddhisme ke mereka  Lalu mereka mempraktekkan, teman2 mereka melihatnya.. tertarik.. praktekkan lagi.. yang lain melihat.. tertarik.. praktekkan.. sampai unlimited..

Ini sedikit contoh dari pemikiran saya yang mana bahwa kita bisa memulainya tanpa harus tergantung pada orang lain. Walau kecil dan terlihat kurang bermanfaat.. tapi kalau dijalankan setiap hari juga menjadikan diri kita lebih berguna bagi orang lain juga..
Bisa dikatakan seperti uang 25 rupiah.. saat ini sudah tidak bisa membeli apa2.. dan kurang bermanfaat, namun jika kita tabung2 terus 25 rupiah tentu juga akan menjadi banyak.. dan bermanfaat juga.. asal kita rajin menabungnya..
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: oranglama on 03 April 2011, 09:40:08 AM
Quote from: adi lim on 03 April 2011, 06:15:01 AM
^^^
TS memang suka 'hit & run'  =))

wah, jika begitu bagaimana mau sukses ini acara
_/\_
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 09:52:05 AM
Quote from: Forte on 03 April 2011, 09:13:25 AM
sekarang seh berbalik lagi ke niat bro ..

apakah bro benar2 berniat untuk memajukan agama Buddha.. ? kalau memang berniat dengan tulus, ikhlas, ya tentu harus dimulai dari diri sendiri.
kalau misal bro bilang harus menunggu pemuka agama ? sekarang bro sendiri juga tahu bahwa ada beberapa oknum di Buddhisme itu sendiri.. Jadi harus menunggu sampai kapan ? apakah tidak bergerak2 dan menunggu saja ? makanya kembali ditanyakan apakah benar berniat ?

contoh simpel, misal bro berniat, ada aliran LSY / tradisi bakar2 kertas yang katakanlah bersebrangan dengan Buddhisme mainstream, bro memperlakukannya dengan baik, menjawab dengan sabar, tidak menghina, tidak menghujat.. memberi mereka waktu untuk berpikir dan merenung.. maka mereka bisa sadar sendiri bahwa pandangan mereka salah dan efeknya jika ada oknum pemuka agama yang "nakal", tentu mereka sudah diberi pengetahuan sehingga tidak gampang tertipu lagi.

sesuatu hal ada tentu ada sebabnya, bisa jadi adanya pemuka agama yang nakal, dll disebabkan karena kurangnya pengetahuan umat akan Buddhisme itu sendiri. Coba kalau umatnya pinter, dan berwawasan maka tidak ada lagi oknum pemuka agama yang memiliki kesempatan untuk berbuat nakal..

Dan bagaimanakah agar umat bisa pinter, ya kita sebagai umat Buddha turut membantu menyebarkan.. gak perlu muluk2 bikin Vihara, cetak buku ratusan jilid, cukup yang simpel : menjalankan Pancasila Buddhist, terutama kalau di dalam forum ya bisa dengan berdiskusi dengan baik, dan sati. Simpatisan Buddha yang awal tidak mengerti Buddhisme pun senang, tidak merasa dibego2in, dilecehkan dll.

Memang apa yang saya uraikan di atas, hanya sebagian kecil. Namun saya pribadi berpegangan pada prinsip : Memulai yang kecil dulu baru bisa mengerjakan yang besar.. Tidak perlu berusaha untuk mengubah dunia kalau mengubah diri sendiri menjadi lebih baik belum bisa.. Mengubah diri lebih baik, contoh simpel ya dengan menjalankan Pancasila Buddhis. Akhirnya teman2 pun bisa melihat wah.. koq kamu akhir2 ini berubah ya menjadi lebih baik.. apa resep nya ? Bagi donk.. Nah ketika mereka mulai tertarik.. kita sudah bisa memasukkan paham2 Buddhisme ke mereka  Lalu mereka mempraktekkan, teman2 mereka melihatnya.. tertarik.. praktekkan lagi.. yang lain melihat.. tertarik.. praktekkan.. sampai unlimited..

Ini sedikit contoh dari pemikiran saya yang mana bahwa kita bisa memulainya tanpa harus tergantung pada orang lain. Walau kecil dan terlihat kurang bermanfaat.. tapi kalau dijalankan setiap hari juga menjadikan diri kita lebih berguna bagi orang lain juga..
Bisa dikatakan seperti uang 25 rupiah.. saat ini sudah tidak bisa membeli apa2.. dan kurang bermanfaat, namun jika kita tabung2 terus 25 rupiah tentu juga akan menjadi banyak.. dan bermanfaat juga.. asal kita rajin menabungnya..
kalau aye sih tidak mempunyai keinginan yang macam2, karena saya menyadari kemampuan diri sendiri bagaimana, aye belum punya keinginan memeluk ajaran apapun, aye hanya melihat dan merasakan saja, aye selama ke vihara pun tidak mendapatkan manfaat sama sekali, tidak mengerti apapun, makanya aye tidak pernah kevihara lagi, bahkan kalau ditanya acara2 besar buda pun aye kaga tau dan tidak mengerti =)) , jadi intinya aye memang umat lain, dan pengamat saja deh ;D


Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: fabian c on 03 April 2011, 10:24:43 AM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D

Saya setuju dengan bro Ryu, bagai perumpamaan permata, ada intan, mutiara, ruby, sapphire, intan sintetik, intan imitasi, intan alami, ruby sintetik, ruby imitasi, ruby alami, sapphire sintetik, imitasi, alami, dsbnya....

Demikian juga dengan ajaran Sang Buddha, kita harus membedakan apakah ajaran ini ajaran Sang Buddha atau bukan, apakah ini ajaran Keris yang bercampur dengan Buddhis, ajaran Tahu yang bercampur dengan Buddhis dsbnya, sehingga umat tidak bingung.

Bila mereka telah tahu, tetapi tetap Ingin belajar faham Keris, faham Tahu, faham wayang dsbnya tidak apa-apa, intinya jangan sampai umat disimpangkan dengan ajaran yang non-Buddhis, kasihan mereka karena kehidupan sebagai manusia demikian berharga, demikian susah didapatkan.

Alangkah baiknya, alangkah beruntungnya, bila mereka dapat belajar Ajaran Sang Buddha yang benar, yang demikian indah, yang demikian luhur.

Banyak ajaran sempalan yang sampai sekarang mendompleng pada organisasi Buddhis disebabkan kesalahan pemimpin Buddhis yang ada di pemerintahan di masa lampau. Keserakahan dan kegelapan batin pemimpin di masa lampau menyebabkan Ajaran campuran dengan Taoism, Shintoism dan Hinduism, bisa mendapatkan pijakan di Indonesia.

Sulit menerangkan hal ini kepada generasi belakangan, terutama mereka yang telah menutup batinnya dengan doktrin-doktrin sinkretik demikian. Kita bukan meng"kafir"kan ajaran sinkretik, tapi mereka juga berhak tahu mana ajaran Sang Buddha yang sesungguhnya dan mana ajaran yang telah tercampur dengan faham non-Buddhis.

Mettacittena,

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 10:46:02 AM
Quote from: fabian c on 03 April 2011, 10:24:43 AM
Saya setuju dengan bro Ryu, bagai perumpamaan permata, ada intan, mutiara, ruby, sapphire, intan sintetik, intan imitasi, intan alami, ruby sintetik, ruby imitasi, ruby alami, sapphire sintetik, imitasi, alami, dsbnya....

Demikian juga dengan ajaran Sang Buddha, kita harus membedakan apakah ajaran ini ajaran Sang Buddha atau bukan, apakah ini ajaran Keris yang bercampur dengan Buddhis, ajaran Tahu yang bercampur dengan Buddhis dsbnya, sehingga umat tidak bingung.

Bila mereka telah tahu, tetapi tetap Ingin belajar faham Keris, faham Tahu, faham wayang dsbnya tidak apa-apa, intinya jangan sampai umat disimpangkan dengan ajaran yang non-Buddhis, kasihan mereka karena kehidupan sebagai manusia demikian berharga, demikian susah didapatkan.

Alangkah baiknya, alangkah beruntungnya, bila mereka dapat belajar Ajaran Sang Buddha yang benar, yang demikian indah, yang demikian luhur.

Banyak ajaran sempalan yang sampai sekarang mendompleng pada organisasi Buddhis disebabkan kesalahan pemimpin Buddhis yang ada di pemerintahan di masa lampau. Keserakahan dan kegelapan batin pemimpin di masa lampau menyebabkan Ajaran campuran dengan Taoism, Shintoism dan Hinduism, bisa mendapatkan pijakan di Indonesia.

Sulit menerangkan hal ini kepada generasi belakangan, terutama mereka yang telah menutup batinnya dengan doktrin-doktrin sinkretik demikian. Kita bukan meng"kafir"kan ajaran sinkretik, tapi mereka juga berhak tahu mana ajaran Sang Buddha yang sesungguhnya dan mana ajaran yang telah tercampur dengan faham non-Buddhis.

Mettacittena,


apalagi kalau ajaran nya di kemas dengan "yang penting berbuat baik" ajaran2 yang mendompleng membungkus ajaran nya "seakan2" mengajarkan kebaikan seperti vegetarian dll tapi dengan cara mengaburkan inti ajaran yang di dompleng itu.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: M14ka on 03 April 2011, 10:59:52 AM
Kalo ga mulai dr diri sendiri, gimana kita bs tau ajaran mana yg benar mana yg salah? Apakah kita cuma duduk diam aja melihat dan menunggu semoga dia ketemu pemuka agama yg benar?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 12:07:58 PM
sepertinya ya gitu deh, asal berbuat baik,masuk surga.

asal bakar kertas dan berbuat baik masuk surga.

asal bakar api homa dan berbuat baik masuk surga.

asal ke vihara dan berbuat baik masuk surga.

asal cung cung cep dan berbuat baik masuk surga.

asal ............................................. dan berbuat baik masuk surga.


..... isi sendiri.

begitulah.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 12:09:04 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 09:52:05 AM
kalau aye sih tidak mempunyai keinginan yang macam2, karena saya menyadari kemampuan diri sendiri bagaimana, aye belum punya keinginan memeluk ajaran apapun, aye hanya melihat dan merasakan saja, aye selama ke vihara pun tidak mendapatkan manfaat sama sekali, tidak mengerti apapun, makanya aye tidak pernah kevihara lagi, bahkan kalau ditanya acara2 besar buda pun aye kaga tau dan tidak mengerti =)) , jadi intinya aye memang umat lain, dan pengamat saja deh ;D

Oh, bro hanya sebagai pengamat, kalau begitu yang diskusi ini saya akhiri..
Dan jelas, saya menanggapi postingan bro karena pada awalnya bro terbersit sedikit kekhawatiran akan agama Buddha mundur, kalah dengan agama lain.. Tapi idealnya, jika posisi bro hanya sebagai pengamat dan umat lain, ya tidak perlu terlalu merasa harus merisaukan dan menanggapi banyaknya aliran yang dikatakan sesat dalam Buddhisme, karena bro ryu juga tidak peduli akan hal ini bukan

Mengenai pola pikir mungkin ini yang sedikit berbeda ya.. menurut gw seh secara pribadi, ada beberapa hal yang perlu dipikirkan lagi :
1. benarkah ke vihara tidak ada manfaatnya.. atau sebenarnya ada manfaat tapi kita tidak tahu manfaatnya.. atau sebenarnya ada manfaat, tapi sangat kecil, sehingga kita mengabaikan manfaat itu sendiri.

menurut saya pribadi, ke vihara pasti ada manfaatnya walau kecil, andai kata semua tidak menarik, dhammadesana membosankan, namun ada 5-10 menit yang bermanfaat yang bisa digunakan untuk bermeditasi.. kita sudah berniat ke vihara, idealnya 5-10 menit itu dimanfaatkan agar sati sejenak.

2. kita tidak harus hanya belajar / mendapatkan manfaat dari vihara saja, di kehidupan sehari2 bisa.. di kehidupan maya seperti di dc ini juga bisa.. gak perlu muluk2 seperti yang saya katakan di awal, cukup jalani saja Pancasila Buddhisme. dan baru bertahap ke tahapan yang lebih tinggi. Karena IMO, percuma saja kita banyak mengeluarkan isi2 sutta, kita hafal isi suttaTi Pitaka  dalam dan luar kepala.. namun dalam kehidupan sehari2, kita masih suka marah, menyakititi hati orang lain, merendahkan atau melecehkan..

Dan contoh lagi, sebagai contoh konkret, saya awalnya juga hanya beragama Buddha KTP yang tidak mengerti apa itu agama Buddha, berawal dari forum, saya bertemu dan membaca postingan bro Kelana di forum sebelah, dan akhirnya "merumput" sampai ke sini.. jelas saya lebih mengerti sedikit apa itu ajaran Buddha dan TANPA KE VIHARA juga.. Intinya tanpa ke vihara, tanpa pemuka agama, saya awalnya dari tidak tahu menjadi sedikit lebih tahu agama Buddha.. karena apa ? KARENA SAYA INGIN TAHU AGAMA BUDDHA .. :)

Simpel kan.. berawal dari diri sendiri..

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 12:24:42 PM
Quote from: Forte on 03 April 2011, 12:09:04 PM
Oh, bro hanya sebagai pengamat, kalau begitu yang diskusi ini saya akhiri..
Dan jelas, saya menanggapi postingan bro karena pada awalnya bro terbersit sedikit kekhawatiran akan agama Buddha mundur, kalah dengan agama lain.. Tapi idealnya, jika posisi bro hanya sebagai pengamat dan umat lain, ya tidak perlu terlalu merasa harus merisaukan dan menanggapi banyaknya aliran yang dikatakan sesat dalam Buddhisme, karena bro ryu juga tidak peduli akan hal ini bukan

Mengenai pola pikir mungkin ini yang sedikit berbeda ya.. menurut gw seh secara pribadi, ada beberapa hal yang perlu dipikirkan lagi :
1. benarkah ke vihara tidak ada manfaatnya.. atau sebenarnya ada manfaat tapi kita tidak tahu manfaatnya.. atau sebenarnya ada manfaat, tapi sangat kecil, sehingga kita mengabaikan manfaat itu sendiri.

menurut saya pribadi, ke vihara pasti ada manfaatnya walau kecil, andai kata semua tidak menarik, dhammadesana membosankan, namun ada 5-10 menit yang bermanfaat yang bisa digunakan untuk bermeditasi.. kita sudah berniat ke vihara, idealnya 5-10 menit itu dimanfaatkan agar sati sejenak.

2. kita tidak harus hanya belajar / mendapatkan manfaat dari vihara saja, di kehidupan sehari2 bisa.. di kehidupan maya seperti di dc ini juga bisa.. gak perlu muluk2 seperti yang saya katakan di awal, cukup jalani saja Pancasila Buddhisme. dan baru bertahap ke tahapan yang lebih tinggi. Karena IMO, percuma saja kita banyak mengeluarkan isi2 sutta, kita hafal isi suttaTi Pitaka  dalam dan luar kepala.. namun dalam kehidupan sehari2, kita masih suka marah, menyakititi hati orang lain, merendahkan atau melecehkan..

Dan contoh lagi, sebagai contoh konkret, saya awalnya juga hanya beragama Buddha KTP yang tidak mengerti apa itu agama Buddha, berawal dari forum, saya bertemu dan membaca postingan bro Kelana di forum sebelah, dan akhirnya "merumput" sampai ke sini.. jelas saya lebih mengerti sedikit apa itu ajaran Buddha dan TANPA KE VIHARA juga.. Intinya tanpa ke vihara, tanpa pemuka agama, saya awalnya dari tidak tahu menjadi sedikit lebih tahu agama Buddha.. karena apa ? KARENA SAYA INGIN TAHU AGAMA BUDDHA .. :)

Simpel kan.. berawal dari diri sendiri..


ya diri sendiri adalah urusan diri sendiri, biarkan diri sendiri yang tahu.

soal hasil ya memang saya tidak terlalu ambil pusing, ada yang sependapat atau tidak itu khan hanya masing2 yang tahu.

soal manfaat ya masing2 juga yang tahu ada yang merasa ke vihara itu bermanfaat ada yang tidak, tapi coba anda bayangkan seorang yang keviharanya vihara yang sesat ya mungkin dapat manfaat dari vihara yang sesat itu.

ya itu sih memang urusan karma masing2 deh. yang penting urus diri sendiri dulu gitu ya ga usah ngurusin orang lain.

ok diskusi ini juga saya akhiri disini.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 12:25:58 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 12:24:42 PM
ya diri sendiri adalah urusan diri sendiri, biarkan diri sendiri yang tahu.

soal hasil ya memang saya tidak terlalu ambil pusing, ada yang sependapat atau tidak itu khan hanya masing2 yang tahu.

soal manfaat ya masing2 juga yang tahu ada yang merasa ke vihara itu bermanfaat ada yang tidak, tapi coba anda bayangkan seorang yang keviharanya vihara yang sesat ya mungkin dapat manfaat dari vihara yang sesat itu.

ya itu sih memang urusan karma masing2 deh. yang penting urus diri sendiri dulu gitu ya ga usah ngurusin orang lain.
ayo.. kita buktikan ;D
apakah bro ryu bisa mengurusi diri sndiri dan tidak urusi orang lain.. ;D

salam damai...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 12:29:31 PM
Quote from: Forte on 03 April 2011, 12:25:58 PM
ayo.. kita buktikan ;D
apakah bro ryu bisa mengurusi diri sndiri dan tidak urusi orang lain.. ;D

salam damai...
oh maaf, tapi prinsip aye beda, anda lihat signature aye ;D

salam damai juga ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 12:32:17 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 12:29:31 PM
oh maaf, tapi prinsip aye beda, anda lihat signature aye ;D

salam damai juga ;D
hm.. wah.. baru nyadar.. :))
berarti anda yang tipe yang tidak melakukan statement yang anda keluarkan sendiri.. ^:)^
meminta orang lain mengurusi diri sendiri, jangan urusi orang lain..
tapi anda berniat mencari2 kesalahan orang lain..

boleh tahu kenapa anda berbuat demikian ? :-?

sangatlah mudah mencari kesalahan orang lain, maka marilah kita mencari kesalahan orang lain karena sangat mudah (https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fdhammacitta.org%2Fforum%2FSmileys%2Fym%2Fgrin.gif&hash=0019c4de2003174cd7c850bf14142dd831362a14)

- menurut anda.. dengan menjalankan statement anda, akan membawa seseorang ke arah yang lebih benar ?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 03 April 2011, 12:36:12 PM
Quote from: Forte on 03 April 2011, 12:32:17 PM
hm.. wah.. baru nyadar.. :))
berarti anda yang tipe yang tidak melakukan statement yang anda keluarkan sendiri.. ^:)^
meminta orang lain mengurusi diri sendiri, jangan urusi orang lain..
tapi anda berniat mencari2 kesalahan orang lain..

boleh tahu kenapa anda berbuat demikian ? :-?

sangatlah mudah mencari kesalahan orang lain, maka marilah kita mencari kesalahan orang lain karena sangat mudah (https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fdhammacitta.org%2Fforum%2FSmileys%2Fym%2Fgrin.gif&hash=0019c4de2003174cd7c850bf14142dd831362a14)

- menurut anda.. dengan menjalankan statement anda, akan membawa seseorang ke arah yang lebih benar ?
entahlah, hanya tuhan yang tahu :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 12:38:03 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 12:36:12 PM
entahlah, hanya tuhan yang tahu :))
tuhan apa neh :)) sumedho ?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dipasena on 03 April 2011, 12:39:01 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D

saya tidak ikut2an ato membela salah satu pihak, tp apa yg di urai kan ryu adalah benar, mau di ke-manakan buddhism jk di campur aduk seperti itu, kita sendiri sudah korban ajaran gado-gado, cilaka nya ajaran gado-gado malah membuat buddhism menjadi buram...

jd jgn salah jk ada bhikkhu yg menggabungkan beberapa kepercayaan dr tiongkok dibawah nama buddhism, krn asumsi nya buddha ada didalam ajaran kepercayaan tiongkok. hal yg paling gampang adalah mahayana yg ada di cina dan jepang, sama sekali telah bergeser, yg seharusnya belajar dhamma, malah jd sibuk ngurus ritual, blom bakar2 kertas, blom lg sutta2 di buat lagu (ini masih pro-kontra) dan didagangkan "katanya" dana yg diperoleh tuk alasan kemanusiaan, blom lg ada beladiri dalam vihara, blom lg vihara jd museum/toko beraneka patung (besar-kecil, dewa-dewi), ada ciam si/stik ramalan di vihara dan lain nya...

hal paling simple, klo kita ketemu rekan kita yg muslim/nasrani... pasti diantara kita pernah ditanya "imlek ga pergi ke vihara yg di sono (red. maksudnya kelenteng) rame loh, ada prtunjukan barongsai n naga", "anda agama buddha ? klo sembayang di vihara yg di sono (red. sekali lg maksudnya adalah kelenteng) ya ?", beberapa minggu lalu disalah satu kota terjadi keributan antara umat dan pengurus kelenteng tri dharma sampai2 ada demo di rumah ketua pengurus kelenteng dan parahnya umat (yg muda) marah2 sambil berteriak kata2 se-isi kebun binatang dijalan raya kebetulan pula rumah pengurus kelenteng berseberangan dgn gereja, yg ada malah muncul pernyataan bahwa umat buddha ribut2, demo2 n ngomong kasar dijalanan...

kenapa itu semua terjadi, ya karena terjadi pembauran ajaran... jd di indonesia, asumsi umum adalah buddha = kong hu cu = taoisme, klo ga di luruskan masalah ini, turun 2/3 generasi berikut, agama buddha semakin ga jelas... bole dong, agama buddha menunjukan "ini loh ajaran buddha", agama konfucius menunjukan "ini loh ajaran kong hu cu, ajaran taoisme menunjukan "ini loh ajaran tao"... jgn dicampur adukan.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Forte on 03 April 2011, 12:46:05 PM
Quote from: dhanuttono on 03 April 2011, 12:39:01 PM
saya tidak ikut2an ato membela salah satu pihak, tp apa yg di urai kan ryu adalah benar, mau di ke-manakan buddhism jk di campur aduk seperti itu, kita sendiri sudah korban ajaran gado-gado, cilaka nya ajaran gado-gado malah membuat buddhism menjadi buram...

jd jgn salah jk ada bhikkhu yg menggabungkan beberapa kepercayaan dr tiongkok dibawah nama buddhism, krn asumsi nya buddha ada didalam ajaran kepercayaan tiongkok. hal yg paling gampang adalah mahayana yg ada di cina dan jepang, sama sekali telah bergeser, yg seharusnya belajar dhamma, malah jd sibuk ngurus ritual, blom bakar2 kertas, blom lg sutta2 di buat lagu (ini masih pro-kontra) dan didagangkan "katanya" dana yg diperoleh tuk alasan kemanusiaan, blom lg ada beladiri dalam vihara, blom lg vihara jd museum/toko beraneka patung (besar-kecil, dewa-dewi), ada ciam si/stik ramalan di vihara dan lain nya...

hal paling simple, klo kita ketemu rekan kita yg muslim/nasrani... pasti diantara kita pernah ditanya "imlek ga pergi ke vihara yg di sono (red. maksudnya kelenteng) rame loh, ada prtunjukan barongsai n naga", "anda agama buddha ? klo sembayang di vihara yg di sono (red. sekali lg maksudnya adalah kelenteng) ya ?", beberapa minggu lalu disalah satu kota terjadi keributan antara umat dan pengurus kelenteng tri dharma sampai2 ada demo di rumah ketua pengurus kelenteng dan parahnya umat (yg muda) marah2 sambil berteriak kata2 se-isi kebun binatang dijalan raya kebetulan pula rumah pengurus kelenteng berseberangan dgn gereja, yg ada malah muncul pernyataan bahwa umat buddha ribut2, demo2 n ngomong kasar dijalanan...

kenapa itu semua terjadi, ya karena terjadi pembauran ajaran... jd di indonesia, asumsi umum adalah buddha = kong hu cu = taoisme, klo ga di luruskan masalah ini, turun 2/3 generasi berikut, agama buddha semakin ga jelas... bole dong, agama buddha menunjukan "ini loh ajaran buddha", agama konfucius menunjukan "ini loh ajaran kong hu cu, ajaran taoisme menunjukan "ini loh ajaran tao"... jgn dicampur adukan.

bener bro.. saya tidak bilang bro ryu salah.. sekalian juga menjawab punya bro fabian
namun saya berpikiran, seberapa banyak seh yang ke vihara dibanding yang tidak ke vihara..
menurut saya jauh lebih efektif untuk memberi pandangan benar jika tidak hanya di vihara saja..
contoh2 sampel sudah diuraikan sebelumnya.. cuma ya semua memang tergantung pada orang itu sendiri, apakah mau disadarkan / nggak..
jika orang tersebut mau disadarkan.. jadi nya orang tersebut kan berwawasan akan Buddha Dhamma.. jadi bisa saja meninggalkan yang salah.. tanpa harus pergi ke Vihara..

contoh konkret ya seperti saya katakan, saya sendiri, saya belajar Buddhisme dari forum, internet.. cari dan baca buku.. jadi jangan hanya terpaku bahwa ini hanya tanggung jawab pemuka agama semata.. umat awam juga bisa turut peran serta, contoh sumedho yang buat dc, menyediakan fasilitas perpus online buat dibaca tanpa harus menunggu pemuka agama.. 

jika ini tanggung jawab pemuka agama semata.. mau tunggu sampai kapan ? tidak bergerak2 ?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: M14ka on 03 April 2011, 12:58:14 PM
Sy bingung kenapa mengharapkan pemuka agama terus, kita kan ga bisa trus memaksakan kehendak pemuka agama harus selalu benar. Memang benar byk aliran yg uda menyimpang, trus kita sebaiknya gimana? Apakah berpangku tangan aja tunggu pemuka agama yg benar menjelaskan? Tentu hrs dr diri sendiri menjelaskan ke org terdekat dulu dong, jgn hanya menyalahkan kenapa ga ad pemuka agama yg benar..
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 03 April 2011, 01:05:58 PM
Quote from: ryu on 03 April 2011, 12:29:31 PM
oh maaf, tapi prinsip aye beda, anda lihat signature aye ;D

salam damai juga ;D

bold, 'harus dipertahankan' demi mamfaat dan kebahagiaan mahluk lain  =)) =))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: fabian c on 03 April 2011, 02:16:38 PM
Quote from: M14ka on 03 April 2011, 12:58:14 PM
Sy bingung kenapa mengharapkan pemuka agama terus, kita kan ga bisa trus memaksakan kehendak pemuka agama harus selalu benar. Memang benar byk aliran yg uda menyimpang, trus kita sebaiknya gimana? Apakah berpangku tangan aja tunggu pemuka agama yg benar menjelaskan? Tentu hrs dr diri sendiri menjelaskan ke org terdekat dulu dong, jgn hanya menyalahkan kenapa ga ad pemuka agama yg benar..

Sis Miaka yang baik, saya setuju kita tak perlu terlalu menggantungkan diri terhadap pemuka agama, karena jumlah pemuka agama terbatas, mereka tak mungkin ada dimana-mana atau hadir setiap saat, selain itu kita perlu bertanya, apakah seorang pemuka agama pasti benar...?

Menurut saya merupakan kewajiban umat Buddha untuk meluruskan, bila ada yang mengajarkan sesuatu yang bukan Dhamma Ajaran Sang Buddha lalu di klaim sebagai Ajaran Buddha.

Mettacittena,
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: M14ka on 03 April 2011, 03:08:48 PM
Sippp kk fabian..^^
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 03 April 2011, 03:59:41 PM
Quote from: morpheus on 02 April 2011, 01:17:58 PM
menurut saya sih gak bisa dinilai gitu juga. hal yg jelek, tetep aja jelek.
gak bisa karena hio+kertas lebih jelek dari hio saja, lalu hio saja menjadi gak jelek.
imo, mungkin ritualnya perlu diperbaharui tanpa mencampakkan nilai2nya dan ini perlu waktu satu generasi.


Saya tidak menilai hio+kertas lebih jelek dari hio saja, lalu hio saja menjadi gak jelek. Tapi saya lebih mengacu pada 2 dampak yang muncul karena perbuatan yang dilakukan juga ada 2, dalam hal ini dampak segi ekonominya. Jika seseorang bakar kertas + hio maka jelas dampaknya adalah dampak dari bakar kertas dan hio, tidak mungkin muncul hanya dampak hio saja. Sebaliknya dampak yang muncul dari memasang hio saja, tidaklah mungkin dampak dari perbuatan bakar kertas itu muncul.

Jika dikatakan ritualnya perlu diperbarui, saya agak bingung, karena ritualnya toh bakar kertas itu sendiri, kalau diganti ya bukan ritual bakar kertas lagi.

BTW, benar apa salah, saya pernah dengar bahwa ritual bakar kertas ini justru merupakan perbaruan ritual dari ritual korban berupa makhluk hidup yang dilakukan Kaisar China pada masa lalu. Saat kaisar wafat maka ia akan dikubur bersama dengan para prajurit setianya, dayang-dayang yang masih hidup dan barang yang dibutuhkannya. Karena dianggap cukup sadis maka lama-kelamaan tradisi ini diubah menjadi tradisi bakar kertas, sehingga tidak heran ada patung-patung kertas berbentuk manusia sebagai pelayan yang nantinya dibakar. Mungkin ada rekan-rekan yang bisa mengkonfirmasi kisah ini.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 03 April 2011, 06:22:17 PM
Quote from: dhanuttono on 03 April 2011, 12:39:01 PM
saya tidak ikut2an ato membela salah satu pihak, tp apa yg di urai kan ryu adalah benar, mau di ke-manakan buddhism jk di campur aduk seperti itu, kita sendiri sudah korban ajaran gado-gado, cilaka nya ajaran gado-gado malah membuat buddhism menjadi buram...

jd jgn salah jk ada bhikkhu yg menggabungkan beberapa kepercayaan dr tiongkok dibawah nama buddhism, krn asumsi nya buddha ada didalam ajaran kepercayaan tiongkok. hal yg paling gampang adalah mahayana yg ada di cina dan jepang, sama sekali telah bergeser, yg seharusnya belajar dhamma, malah jd sibuk ngurus ritual, blom bakar2 kertas, blom lg sutta2 di buat lagu (ini masih pro-kontra) dan didagangkan "katanya" dana yg diperoleh tuk alasan kemanusiaan, blom lg ada beladiri dalam vihara, blom lg vihara jd museum/toko beraneka patung (besar-kecil, dewa-dewi), ada ciam si/stik ramalan di vihara dan lain nya...

hal paling simple, klo kita ketemu rekan kita yg muslim/nasrani... pasti diantara kita pernah ditanya "imlek ga pergi ke vihara yg di sono (red. maksudnya kelenteng) rame loh, ada prtunjukan barongsai n naga", "anda agama buddha ? klo sembayang di vihara yg di sono (red. sekali lg maksudnya adalah kelenteng) ya ?", beberapa minggu lalu disalah satu kota terjadi keributan antara umat dan pengurus kelenteng tri dharma sampai2 ada demo di rumah ketua pengurus kelenteng dan parahnya umat (yg muda) marah2 sambil berteriak kata2 se-isi kebun binatang dijalan raya kebetulan pula rumah pengurus kelenteng berseberangan dgn gereja, yg ada malah muncul pernyataan bahwa umat buddha ribut2, demo2 n ngomong kasar dijalanan...

kenapa itu semua terjadi, ya karena terjadi pembauran ajaran... jd di indonesia, asumsi umum adalah buddha = kong hu cu = taoisme, klo ga di luruskan masalah ini, turun 2/3 generasi berikut, agama buddha semakin ga jelas... bole dong, agama buddha menunjukan "ini loh ajaran buddha", agama konfucius menunjukan "ini loh ajaran kong hu cu, ajaran taoisme menunjukan "ini loh ajaran tao"... jgn dicampur adukan.


Mau nambahin juga.  Memperingati Hari Trisuci Waisak di Borobudur diganti oleh tokoh Buddhist sendiri jadi Perayaan  Festival Waisak! Katanya untuk mendatangkan turis . Padahal turis datang karena ingin lihat upacara yang sakral, sederhana tapi bermakna, bukan mau lihat pesta. Mereka kalau mau lihat pesta pasti pergi ke Mardi Gras di Rio de Janeiro atau ke Ibiza.

Lengkap dah pengaburan ajaran luhur YMS Buddha Gotama.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Shining Moon on 03 April 2011, 08:26:23 PM
udah deh yee....
daripada ribut2 ga juntrungan, mendingan datang aja deh ke acara.
terus, kalau masih ada yang ga sreg, ya monggo nanya-nanya di situ..
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: oranglama on 03 April 2011, 09:06:00 PM
Quote from: Shining Moon on 03 April 2011, 08:26:23 PM
udah deh yee....
daripada ribut2 ga juntrungan, mendingan datang aja deh ke acara.
terus, kalau masih ada yang ga sreg, ya monggo nanya-nanya di situ..
sis shining moon, karena ada forum,
maka ada pertukaran beda pendapat.

Mau ribut/ tidak ribut bebas2 saja.
leave it or like it.

Anda suka? join..
Anda tidak suka? tinggalkan..

bagi yang tidak dapat pergi ke acara tersebut,
mereka dapat bertanya-tanya di sini.
itulah guna forum

_/\_
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 04 April 2011, 12:05:47 AM
Quote
Saya tidak menilai hio+kertas lebih jelek dari hio saja, lalu hio saja menjadi gak jelek. Tapi saya lebih mengacu pada 2 dampak yang muncul karena perbuatan yang dilakukan juga ada 2, dalam hal ini dampak segi ekonominya. Jika seseorang bakar kertas + hio maka jelas dampaknya adalah dampak dari bakar kertas dan hio, tidak mungkin muncul hanya dampak hio saja. Sebaliknya dampak yang muncul dari memasang hio saja, tidaklah mungkin dampak dari perbuatan bakar kertas itu muncul.
bukankah itu sangat jelas? yg saya gak mengerti adalah maksud dan tujuan anda menuliskan hal itu...

Quote from: Kelana on 03 April 2011, 03:59:41 PM
Jika dikatakan ritualnya perlu diperbarui, saya agak bingung, karena ritualnya toh bakar kertas itu sendiri, kalau diganti ya bukan ritual bakar kertas lagi.

BTW, benar apa salah, saya pernah dengar bahwa ritual bakar kertas ini justru merupakan perbaruan ritual dari ritual korban berupa makhluk hidup yang dilakukan Kaisar China pada masa lalu. Saat kaisar wafat maka ia akan dikubur bersama dengan para prajurit setianya, dayang-dayang yang masih hidup dan barang yang dibutuhkannya. Karena dianggap cukup sadis maka lama-kelamaan tradisi ini diubah menjadi tradisi bakar kertas, sehingga tidak heran ada patung-patung kertas berbentuk manusia sebagai pelayan yang nantinya dibakar. Mungkin ada rekan-rekan yang bisa mengkonfirmasi kisah ini.
saya pernah denger yg senada, dari nara sumber yg sama.
ini yg saya maksud ritualnya diperbaharui. diganti dengan yg lebih manusiawi, lebih environment-friendly, lebih efisien tanpa mengorbankan nilai dibaliknya (bakti, hormat, dsb).
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 04 April 2011, 05:45:02 AM
Quotesaya pernah denger yg senada, dari nara sumber yg sama.
ini yg saya maksud ritualnya diperbaharui. diganti dengan yg lebih manusiawi, lebih environment-friendly, lebih efisien tanpa mengorbankan nilai dibaliknya (bakti, hormat, dsb).

And rather than burn spirit money, rituals at Dharma Drum Mountain now feature large screens showing stock footage of joss paper being burnt.

Nah itu metode Dharma Drum yg eco-friendly  :D :D :D

Sy jg pernh liat foto, kalau g salah di Fo Guang Shan tempatnya, para master Mahayana dan sejumlah besar umat berkumpul merayakan Ullambana, mereka hanya membakar SATU saja kapal kertas KECIL. Nah ini contoh green pula. Karena maksudnya toh hanya simbolisasi, makanya y kecil"an ajah.... :D

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 04 April 2011, 06:09:42 AM
Quote from: GandalfTheElder on 04 April 2011, 05:45:02 AM
And rather than burn spirit money, rituals at Dharma Drum Mountain now feature large screens showing stock footage of joss paper being burnt.

Nah itu metode Dharma Drum yg eco-friendly  :D :D :D

Sy jg pernh liat foto, kalau g salah di Fo Guang Shan tempatnya, para master Mahayana dan sejumlah besar umat berkumpul merayakan Ullambana, mereka hanya membakar SATU saja kapal kertas KECIL. Nah ini contoh green pula. Karena maksudnya toh hanya simbolisasi, makanya y kecil"an ajah.... :D _/\_

The Siddha Wanderer

bold,
IMO, bakar-membakar kertas (uang2an/kapal2 kecil/rumah2an. dsb .....) walaupun sebagai simbol dan tujuannya utk apapun, seharusnya tidak dilakukan, karena bukan bagian Buddha Dhamma.

Nah sekarang para master biksu pula melakukannya pada saat upacara2, akhirnya seringlah timbul persepsi2 salah kemudian hari.
inilah yang sering rancu diantara Dhamma sejati dan tradisi.

_/\_
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: GandalfTheElder on 04 April 2011, 06:31:29 AM
Quotebold,
IMO, bakar-membakar kertas (uang2an/kapal2 kecil/rumah2an. dsb .....) walaupun sebagai simbol dan tujuannya utk apapun, seharusnya tidak dilakukan, karena bukan bagian Buddha Dhamma.

Nah sekarang para master biksu pula melakukannya pada saat upacara2, akhirnya seringlah timbul persepsi2 salah kemudian hari.
inilah yang sering rancu diantara Dhamma sejati dan tradisi.

hahahahah.... apa bedanya bakar satu kapal kertas kecil dengan bakar 1 batang hio? Asal tidak punya pandangan salah tentang kapal itu bakal transfer ke alam lain, y gak masalah.

Bakar hio dan kertas sama" tradisi.

Nah umat yang mulai mengerti lama" hanya akan menggunakan 1 batang hio saja karena berapa batangpun sama saja (ini sekaligus menghapus takhayul brp batang hio A untuk keperluan A) krn tujuannya hanya simbolik saja dan mengikuti tradisi! Tapi bedanya ia lakukan dengan usaha kesadaran pengertian yg benar dan sadar akan lingkungan, walau mengikuti tradisi, jadinya y hanya pake 1 hio saja.

Demikain juga bakar" SATU kapal kertas KECIL.

Kalau mau gak bakar ya terserah.....hahahahahha.. dalam pandangan Buddha Dharma, bakar gak bakar tidak ada masalah, yg jd persoalan adalah pengertian dan kebiasaan bakar"an selama ini yg takhayul dan tidak bermanfaat sama sekali. Dijamin deh, kalau sudah mengerti makna bakar" yg sesungguhnya, pasti:

1. Pake metode large screen ala Dharma Drum
2. Bakar kecil"an ajah... satu doang cukup untuk rame", mau 10.000 orang sekalipun y cukup SATU kapal kertas KECIL atau SATU batang HIO :-[.... sbg simbol penghormatan tradisi
3. Atau tidak bakar" sama sekali  :)) :)) :)) .. be REALISTIC and MODERN dude! huahahah  8)

Anw, segala macam tindakan, bisa dipersepsi salah...  8)

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 04 April 2011, 08:55:22 AM
^^^
:))
anggap keduanya adalah bukan Buddha Dhamma

hio tradisi dari Hindu dan sudah ada sebelum munculnya Buddha.
bakar kertas kapal tradisi dari mana ?awal mulai terjadi nya dimana !


_/\_
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 04 April 2011, 09:38:18 AM
Quote from: morpheus on 04 April 2011, 12:05:47 AM
bukankah itu sangat jelas? yg saya gak mengerti adalah maksud dan tujuan anda menuliskan hal itu...

Maksud saya sudah saya sampaikan di atas yaitu adanya dua dampak yang terjadi jika melakukan tradisi pembakaran kertas yang pasti juga menggunakan hio. Dengan demikian kita bisa mempertimbangkan lagi tradisi bakar kertas tersebut, entah nantinya mau dimodifikasi atau di tinggalkan.

Quotesaya pernah denger yg senada, dari nara sumber yg sama.
ini yg saya maksud ritualnya diperbaharui. diganti dengan yg lebih manusiawi, lebih environment-friendly, lebih efisien tanpa mengorbankan nilai dibaliknya (bakti, hormat, dsb).

Bukankah ini berkesan tanggung-tanggung, Sdr. Morp ?Jika ingin merubah ritualnya, kenapa tidak ala Buddhis saja  sekalian, seperti  pelimpahan jasa dengan memberi dana kepada bhiksu/ku atas nama almarhum, bukankah ini juga tanda bakti, tanda hormat, ramah lingkungan?
Contoh kisah di atas, dari tradisi ritual dikubur hidup  dengan tanah menjadi ritual bakar kertas pakai api. Bukankah ini saja sudah beda cara? Seharusnya juga bisa merubahnya dengan cara ala Buddhis., benar tidak?

Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 04 April 2011, 09:39:44 AM
Quote from: GandalfTheElder on 04 April 2011, 06:31:29 AM
hahahahah.... apa bedanya bakar satu kapal kertas kecil dengan bakar 1 batang hio?

Bedanya bakar satu kapal kertas kecil pasti juga menggunakan bakar hio, tapi bakar hio belum tentu bakar satu kapal kertas kecil .
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 04 April 2011, 09:47:13 AM
Quote from: GandalfTheElder on 04 April 2011, 05:45:02 AM
And rather than burn spirit money, rituals at Dharma Drum Mountain now feature large screens showing stock footage of joss paper being burnt.

Nah itu metode Dharma Drum yg eco-friendly  :D :D :D

Sy jg pernh liat foto, kalau g salah di Fo Guang Shan tempatnya, para master Mahayana dan sejumlah besar umat berkumpul merayakan Ullambana, mereka hanya membakar SATU saja kapal kertas KECIL. Nah ini contoh green pula. Karena maksudnya toh hanya simbolisasi, makanya y kecil"an ajah.... :D
oh, ternyata reformasi ritual itu udah terjadi di dharma drum dan fo guang shan...
senang mengetahui mereka mampu melakukan dan mempelopori perubahan ke arah yg lebih baik tanpa membuang nilai2 dan maknanya.

Quote from: GandalfTheElder on 04 April 2011, 06:31:29 AM
Anw, segala macam tindakan, bisa dipersepsi salah...  8)
betul, betul... yg penting memang adalah menggunakan kecerdasan untuk memahami makna dan esensi di balik ritual2 itu...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 04 April 2011, 09:57:03 AM
Quote from: Kelana on 04 April 2011, 09:39:44 AM
Bedanya bakar satu kapal kertas kecil pasti juga menggunakan bakar hio, tapi bakar hio belum tentu bakar satu kapal kertas kecil .

ada kesamaan yaitu 'sama2 membakar' itu lho jadi alasan klasik bro  :))
jadi master/biksu mengadakan upacara ada 'bakar kapal kecil/rumah2an/uang2an) utk menyenangi umat aja atau sebaliknya ?  ^-^


Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: morpheus on 04 April 2011, 10:03:43 AM
Quote from: Kelana on 04 April 2011, 09:38:18 AM
Maksud saya sudah saya sampaikan di atas yaitu adanya dua dampak yang terjadi jika melakukan tradisi pembakaran kertas yang pasti juga menggunakan hio. Dengan demikian kita bisa mempertimbangkan lagi tradisi bakar kertas tersebut, entah nantinya mau dimodifikasi atau di tinggalkan.
tradisi bakar kertas itu bikin polusi itu saya setuju. dimodifikasi atau ditinggalkan itu saya setuju, contohnya yg dilakukan dharma drum.
yg saya gak mengerti, arah anda membandingkan hio+kertas dengan hio saja di post sebelumnya. apakah maksud anda mereka yg menggunakan hio+kertas diconvert menjadi hio saja karena less damaging? apakah itu maksud anda? ataukah maksud anda penggunaan hio saja juga perlu dimodifikasi atau ditinggalkan?

Quote from: Kelana on 04 April 2011, 09:38:18 AM
Bukankah ini berkesan tanggung-tanggung, Sdr. Morp ?Jika ingin merubah ritualnya, kenapa tidak ala Buddhis saja  sekalian, seperti  pelimpahan jasa dengan memberi dana kepada bhiksu/ku atas nama almarhum, bukankah ini juga tanda bakti, tanda hormat, ramah lingkungan?
Contoh kisah di atas, dari tradisi ritual dikubur hidup  dengan tanah menjadi ritual bakar kertas pakai api. Bukankah ini saja sudah beda cara? Seharusnya juga bisa merubahnya dengan cara ala Buddhis., benar tidak?
kalo untuk buddhis sendiri sih, ok aja, tapi setahu saya ritual itu bukan milik buddhis belaka. gak sopan kan kalo menyuruh orang yg kepercayaannya lain (chinese tradisi, taois, khc) untuk menghapus ritualnya lalu diconvert menjadi ritual buddhis berdana kepada bhikkhu... kepercayaannya aja udah beda. pemerintah hongkong dan singapur udah berpuluh2 tahun pengen merubah dan mengurangi ini, tapi tidak bisa dan juga tidak bisa dilarang karena menyangkut kepercayaan dan tradisi yg sensitif...

mengenai kisah itu, benar saya setuju. itu yg saya maksud diperbaharui.
dan senang mengetahui ada yg sudah berusaha mengubahnya di post om gandalf di atas.
saya pikir kita udah setuju di sini. thanks.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 04 April 2011, 10:45:36 AM
Quote from: morpheus on 04 April 2011, 10:03:43 AM
tradisi bakar kertas itu bikin polusi itu saya setuju. dimodifikasi atau ditinggalkan itu saya setuju, contohnya yg dilakukan dharma drum.
yg saya gak mengerti, arah anda membandingkan hio+kertas dengan hio saja di post sebelumnya. apakah maksud anda mereka yg menggunakan hio+kertas diconvert menjadi hio saja karena less damaging? apakah itu maksud anda? ataukah maksud anda penggunaan hio saja juga perlu dimodifikasi atau ditinggalkan?
Sekali lagi saya sampaikan tujuan dan maksud  saya adalah mempertimbangkan berdasarkan dampaknya dari tradisi bakar kertas dengan membandingkan dampak dari tradisi hio. Apakah harus hio+kertas diconvert menjadi hio saja, atau hio saja juga perlu dimodifikasi atau ditinggalkan, saya tidak dalam kapasitas itu semua.


Quotekalo untuk buddhis sendiri sih, ok aja, tapi setahu saya ritual itu bukan milik buddhis belaka. gak sopan kan kalo menyuruh orang yg kepercayaannya lain (chinese tradisi, taois, khc) untuk menghapus ritualnya lalu diconvert menjadi ritual buddhis berdana kepada bhikkhu... kepercayaannya aja udah beda. pemerintah hongkong dan singapur udah berpuluh2 tahun pengen merubah dan mengurangi ini, tapi tidak bisa dan juga tidak bisa dilarang karena menyangkut kepercayaan dan tradisi yg sensitif...

mengenai kisah itu, benar saya setuju. itu yg saya maksud diperbaharui.
dan senang mengetahui ada yg sudah berusaha mengubahnya di post om gandalf di atas.
saya pikir kita udah setuju di sini. thanks.

Anda ini bagaimana, Sdr. Morp, Ya jelas donk kita berbicara dalam konteks dunia Buddhis, toh kita di forum dan sub forum Buddhis sekarang. Jadi tidak ada urusan dengan tradisi agama tetangga.

Ok itu saja, thanks.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 04 April 2011, 10:47:53 AM
Quote from: Kelana on 04 April 2011, 10:45:36 AM
Sekali lagi saya sampaikan tujuan dan maksud  saya adalah mempertimbangkan berdasarkan dampaknya dari tradisi bakar kertas dengan membandingkan dampak dari tradisi hio. Apakah harus hio+kertas diconvert menjadi hio saja, atau hio saja juga perlu dimodifikasi atau ditinggalkan, saya tidak dalam kapasitas itu semua.


Anda ini bagaimana, Sdr. Morp, Ya jelas donk kita berbicara dalam konteks dunia Buddhis, toh kita di forum dan sub forum Buddhis sekarang. Jadi tidak ada urusan dengan tradisi agama tetangga.

Ok itu saja, thanks.
kalau dalam mahayana apakah ada tradisi bakar kertas? atau bercampur dengan tradisi cina?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 04 April 2011, 10:48:35 AM
Quote from: adi lim on 04 April 2011, 09:57:03 AM
ada kesamaan yaitu 'sama2 membakar' itu lho jadi alasan klasik bro  :))
jadi master/biksu mengadakan upacara ada 'bakar kapal kecil/rumah2an/uang2an) utk menyenangi umat aja atau sebaliknya ?  ^-^

Sulit untuk menentukannya  :)
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Indra on 04 April 2011, 10:49:53 AM
Quote from: ryu on 04 April 2011, 10:47:53 AM
kalau dalam mahayana apakah ada tradisi bakar kertas? atau bercampur dengan tradisi cina?

di vihara dago sering terlihat seorang bhiksu mahayana yg melakukan bakar-membakar kertas
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Kelana on 04 April 2011, 10:50:29 AM
Quote from: ryu on 04 April 2011, 10:47:53 AM
kalau dalam mahayana apakah ada tradisi bakar kertas? atau bercampur dengan tradisi cina?

Saya limpahkan pertanyaanya kepada mereka yang memahami Mahayana
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 04 April 2011, 10:57:35 AM
Quote from: Indra on 04 April 2011, 10:49:53 AM
di vihara dago sering terlihat seorang bhiksu mahayana yg melakukan bakar-membakar kertas
di vihara kelenteng juga suka ada kek gitu, bakar perahu kertas gede, trus biksunya pimpin upacara.

trus kalo mandiin rupang itu emang buat apa ya? itu tradisi juga atau bagaimana?
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: fabian c on 04 April 2011, 11:36:58 AM
Quote from: ryu on 04 April 2011, 10:57:35 AM
di vihara kelenteng juga suka ada kek gitu, bakar perahu kertas gede, trus biksunya pimpin upacara.

trus kalo mandiin rupang itu emang buat apa ya? itu tradisi juga atau bagaimana?

Teman-teman sekalian harap jangan mengutak-utik bisnis orang....   ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: dilbert on 04 April 2011, 11:54:17 AM
Quote from: fabian c on 04 April 2011, 11:36:58 AM
Teman-teman sekalian harap jangan mengutak-utik bisnis orang....   ;D

Salah satu dugaan motif pembunuhan "pasutri" di MEdan yang diberondong dengan 28 peluru, adalah motif persaingan bisnis dan utak atik bisnis orang... waspadalah....

;D :)) :)) :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: rooney on 04 April 2011, 01:59:08 PM
Quote from: dtgvajra on 03 April 2011, 06:22:17 PM
Mau nambahin juga.  Memperingati Hari Trisuci Waisak di Borobudur diganti oleh tokoh Buddhist sendiri jadi Perayaan  Festival Waisak! Katanya untuk mendatangkan turis . Padahal turis datang karena ingin lihat upacara yang sakral, sederhana tapi bermakna, bukan mau lihat pesta. Mereka kalau mau lihat pesta pasti pergi ke Mardi Gras di Rio de Janeiro atau ke Ibiza.

Lengkap dah pengaburan ajaran luhur YMS Buddha Gotama.

Wew, kok bisa2nya dirubah jadi festival ? Itu acara waisak dimana bro ? Aneh2 aja tu panitia...
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 04 April 2011, 03:45:15 PM
Quote from: Indra on 04 April 2011, 10:49:53 AM
di vihara dago sering terlihat seorang bhiksu mahayana yg melakukan bakar-membakar kertas

bakar kertas kimcoa atau kertas dokumen atau bakar sampah ?  :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 04 April 2011, 03:49:07 PM
Quote from: ryu on 04 April 2011, 10:57:35 AM
di vihara kelenteng juga suka ada kek gitu, bakar perahu kertas gede, trus biksunya pimpin upacara.


nama vihara bisa lebih jelas ?  :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 04 April 2011, 03:53:43 PM
Quote from: rooney on 04 April 2011, 01:59:08 PM
Wew, kok bisa2nya dirubah jadi festival ? Itu acara waisak dimana bro ? Aneh2 aja tu panitia...
khan dah di tulis, di borobudur
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 04 April 2011, 03:56:33 PM
Quote from: adi lim on 04 April 2011, 03:49:07 PM
nama vihara bisa lebih jelas ?  :))
viharanya itu keknya tridharma, jadi campur aduklah acara2nya, ada sembahyang shio biksu pimpin upacara, ada sembahyang bakar kertas biksu yang pimpin upacara, ada yang mandikan rupang biksu juga yang pimpin.
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 04 April 2011, 05:12:33 PM
Quote from: Indra on 04 April 2011, 10:49:53 AM
di vihara dago sering terlihat seorang bhiksu mahayana yg melakukan bakar-membakar kertas

Didepannya ada yg bakar jagung, turun dikit ke jl Merdeka ada yg bakar ayam ,  haha...ha.   :)) :)) :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Indra on 04 April 2011, 05:14:47 PM
Quote from: dtgvajra on 04 April 2011, 05:12:33 PM
Didepannya ada yg bakar jagung, turun dikit ke jl Merdeka ada yg bakar ayam ,  haha...ha.   :)) :)) :))

wah, keknya udah digusur tuh si tukang jagung
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: Mokau Kaucu on 04 April 2011, 05:18:44 PM
Quote from: Indra on 04 April 2011, 05:14:47 PM
wah, keknya udah digusur tuh si tukang jagung

Wah, perlu diselidiki, apakah karena persaingan dagang bakar bakaran?
Kasihan pengusaha lemah, tergusur melulu.   ;D ;D
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: kullatiro on 04 April 2011, 07:35:26 PM
hmm, wa ada berbeda sama cici wa yang melakukan upacara ceng beng ini sendiri, wa sih pake salam  tempel tinggal titip sama vihara "Ekayana Graha" doa nya bareng bareng jadi tidak repot dan praktis juga (tidak tahu pake bakar bakaran tidak nihh). aku percaya dana nya nanti pasti disalurkan lagi bagi kepentingan Budhisme indonesia, jadi sekali menyelam minum air seperti  itu lah. 

Kalau soal sayur nya ada paket tinggal pesan nasi 3 macam sayur berapa gitu, nasi 5 macam sayur 55.000.( yang makanan ini juga dana nya/ keuntungan nya buat klinik jivaka, biasa klinik jivaka ada pengobatan gratis dll buat warga sekitar).
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: ryu on 05 April 2011, 03:57:37 PM
iPad 2 Edisi Khusus Untuk Orang Mati

Permintaan iPad 2ternyata tidak hanya menggiurkan untuk orang-orang di dunia nyata. Pasalnya seiring ritual Qingminng di Malaysia meningkat pula permintaan ipad khusus untuk orang-orang di alam baka.

Qingming. adalah tradisi menghormati leluhur, dan para kerabat yang telah meninggal. Sebagai bentuk penghormatan, mereka yang masih hidup biasanya membeli replika dari kertas berbentuk berbagai macam barang, mulai dari uang, jam tangan merk terkenal, mobil, hingga kapal. Replika barang-barang mahal, dan mewah, diyakini bisa menyenangkan para leluhur dan kerabat penghuni dunia lain yang kemudian dibakar selama festival Qingming untuk dikirim ke alam baka.

Untuk Qinming di Malaysia saat ini ada yang menjual replica iPad2. Seorang penjual replika di Malaysia bernama Jeffrey Te mengaku memesan 300 buah replika iPad 2 untuk festival Qingming. Ternyata barang itu laku keras, bahkan permintaan terus bertambah.

Bila sudah habis, Te menyarankan pembeli agar memilih produk lain yang tak kalah canggih, yaitu replika produk komputer tablet buatan Samsung bernama Galaxy Tab. "Program Android di Galaxy Tab bisa saja juga populer di alam baka," kata Te bergurau.

Namun, tak semua pembeli replika latah dengan barang-barang teknologi canggih. Menurut sejumlah pembeli, mereka tetap mengirim replika barang-barang konvensional, seperti baju, kepada kerabat yang meninggal. Pasalnya, semasa hidup belum tentu para mediang itu mengenal komputer. Jadi pasti akan bingung bila dikirim iPad.

www.VIVAnews.com
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 05 April 2011, 04:30:55 PM
Quote from: ryu on 05 April 2011, 03:57:37 PM
iPad 2 Edisi Khusus Untuk Orang Mati

Permintaan iPad 2ternyata tidak hanya menggiurkan untuk orang-orang di dunia nyata. Pasalnya seiring ritual Qingminng di Malaysia meningkat pula permintaan ipad khusus untuk orang-orang di alam baka.

Qingming. adalah tradisi menghormati leluhur, dan para kerabat yang telah meninggal. Sebagai bentuk penghormatan, mereka yang masih hidup biasanya membeli replika dari kertas berbentuk berbagai macam barang, mulai dari uang, jam tangan merk terkenal, mobil, hingga kapal. Replika barang-barang mahal, dan mewah, diyakini bisa menyenangkan para leluhur dan kerabat penghuni dunia lain yang kemudian dibakar selama festival Qingming untuk dikirim ke alam baka.

Untuk Qinming di Malaysia saat ini ada yang menjual replica iPad2. Seorang penjual replika di Malaysia bernama Jeffrey Te mengaku memesan 300 buah replika iPad 2 untuk festival Qingming. Ternyata barang itu laku keras, bahkan permintaan terus bertambah.

Bila sudah habis, Te menyarankan pembeli agar memilih produk lain yang tak kalah canggih, yaitu replika produk komputer tablet buatan Samsung bernama Galaxy Tab. "Program Android di Galaxy Tab bisa saja juga populer di alam baka," kata Te bergurau.

Namun, tak semua pembeli replika latah dengan barang-barang teknologi canggih. Menurut sejumlah pembeli, mereka tetap mengirim replika barang-barang konvensional, seperti baju, kepada kerabat yang meninggal. Pasalnya, semasa hidup belum tentu para mediang itu mengenal komputer. Jadi pasti akan bingung bila dikirim iPad.

www.VIVAnews.com

kakek/nenek gue sebelum meninggal, buka tv aja tidak pernah  :)) :))
Title: Re: Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap
Post by: adi lim on 05 April 2011, 04:33:16 PM
Quote from: dtgvajra on 04 April 2011, 05:18:44 PM
Wah, perlu diselidiki, apakah karena persaingan dagang bakar bakaran?
Kasihan pengusaha lemah, tergusur melulu.   ;D ;D

udah biasa :))