Sharing & Tanya Jawab Tradisi Membakar Kertas Nilai Spiritual yang Lenyap

Started by purnama, 30 March 2011, 02:08:24 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dhammadinna

Quote from: dilbert on 02 April 2011, 01:52:39 PM
Definisi pandangan salah itu yang bagaimana ?

Kalau bakar2an kertas di-pandang bisa membawa pada pembebasan, menurut saya memang PANDANGAN SALAH...
Lah, tujuan bakar2an kertas itu apa ?

dari artikel yang saya copas, dikatakan bahwa orang yang membakar kertas:
1. Mengharapkan kekayaaan, keselamatan, dst.
2. Agar tidak dikejar-kejar arwah (khususnya di bulan 7).

untuk tujuan lainnya, mungkin bisa ditanyakan langsung ke orangnya.

ryu

Sebenernya, dari atas dulu, apakah ɑda  kemauan untuk memberikan pengertian, bukannya nalah melestarikan karena ketakutan tidak ɑϑǟ  umat? Dalam budis yang penting kuantitas atau kualitas?
Kebayang kalau dari atas seperti contoh biku bergitar, umat malah mendukung apa jadinya wajah budis kedepannya
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

kullatiro

aku rasa memang membutuhkan waktu, seperti dulu rokok dimana- mana sampai sesak napas  setidaknya sekarang sudah bisa bernafas lebih lega. mungkin generasi generasi yang akan datang yang lebih berpengetahuan akan mempunyai pengertian lebih baiuk hingga perlahan lahan tradisi membakar kertaqs kim dan kertas perak ini perlahan lahan akan menghilang. juga membutuhkan contoh dari para idola dan tokoh tokoh di masyarakat  hingga mereka dapat melihat dan mengarahkan umat kejalan yang lebih baik.   

Kadang kadang lucu juga melihat nya pake hio sangat besar ( mau menyaingi gajah kali yahh :)) ) untuk memberi penghormatan, lilin juga sebesar besarnya.  ;D


Forte

tak kalah pentingnya adalah bagaimana cara memberi tahu nya.
perlu disadari bahwa ini adalah warisan leluhur, dan dilakukan oleh orang2 tua yang mungkin tidak mengerti mengenai Buddha Dhamma itu sendiri, dan sekedar menjalankan tradisi. oleh karena itu, perlu pendekatan juga dalam memberitahukan hal ini.

umat Buddha yang saat ini, kadang kala bagaimana ya.. karena sudah mempelajari maka ada kecenderungan arogansi, menganggap diri lebih superior, lebih tahu, lebih pintar dan prakteknya dalam memberitahukan agar jangan melakukan sesuatu yang salah pun cenderung dengan mengobarkan perdebatan dengan menghina, melecehkan.. hal ini bisa dilihat pada kehidupan di forum ini juga, jika ada perbedaan yang berbeda dengan Buddhisme mainstream cenderung diberitahu secara kasar.

metoda ini mungkin cocok bagi sebagian orang jika orang tersebut bisa berpikir, namun kemungkinan tidak akan cocok pada orang tua, karena kebanyakan orang tua juga sulit menerima dirinya dinasehati, karena merasa lebih banyak memakan asam garan, jadi kita sebagai yang muda idealnya mengerti juga mengenai hal ini.

intinya jangan terlalu bermuluk2 ingin memajukan Buddha Dhamma, ingin melestarikan, dll namun dalam memberi pengertian secara sabar dan tanpa menyakiti orang lain saja masih sangat susah.. yang paling penting dari itu semua adalah KOMUNIKASI, baru ISI dari KOMUNIKASI.

ryu

nah yang memberitahu itu ya pemuka agama lah, mana mau orang tua denger anaknya yang nasehati? sangat susah, sekarang saja masih banyak biku2 yang memimpin upacara2 yang sepertinya malah melenceng dari esensi ajaran buda, belum lagi banyak aliran2 yang kaga jelas, apakah pemuka agama itu "hanya" menjalankan perintah yang punya vihara? atau memberikan pelayanan sesuai keinginan umat?

soal tradisi, ya ok lah tradisi, lebih baik terangkan dengan benar, oh ini bukan ajaran buda, oh ini ajaran kong hucu, oh ini ajaran tao dll, bukannya malah menyambung2kan seakan2 ingin menarik umat lebih banyak.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Forte

Quote from: ryu on 02 April 2011, 08:39:15 PM
nah yang memberitahu itu ya pemuka agama lah, mana mau orang tua denger anaknya yang nasehati? sangat susah, sekarang saja masih banyak biku2 yang memimpin upacara2 yang sepertinya malah melenceng dari esensi ajaran buda, belum lagi banyak aliran2 yang kaga jelas, apakah pemuka agama itu "hanya" menjalankan perintah yang punya vihara? atau memberikan pelayanan sesuai keinginan umat?

soal tradisi, ya ok lah tradisi, lebih baik terangkan dengan benar, oh ini bukan ajaran buda, oh ini ajaran kong hucu, oh ini ajaran tao dll, bukannya malah menyambung2kan seakan2 ingin menarik umat lebih banyak.

good point u/ pemuka agama.. memang benar.. idealnya pemuka agama juga memberi contoh yang bener
namun perlu juga diperhatikan, bahwa jumlah pemuka agama itu juga sedikit dibanding umat itu sendiri, belum lagi umat yang jarang kebaktian, ya bagaimana umat bisa tahu ?
makanya dalam hal ini, untuk melestarikan ajaran Buddha itu sendiri, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemuka agama semata,
umat Buddha itu sendiri idealnya juga bisa membantu kalau mau, jangan hanya melempar beban dan menyalahkan pemuka agama semata.

banyak hal yang bisa dilakukan, misal lewat seminar2, yang menjadi pembicara kan tidak harus Bhante, atau bisa lewat media, bisa saja mungkin Da Ai TV menyuguhkan informasi mengenai hal2 yang bernuansa Buddhisme, ya seperti tradisi membakar kertas yang tidak cocok.
atau mungkin biar lebih ringan, bisa lewat drama / tontonan ringan yang jelas pemeran / aktornya hanyalah umat biasa dan bukan pemuka agama.

mengenai orang tua, bisa saja anak mengajari orang tua lho.. asal triknya juga benar. Misal dari tindak tanduk anak yang awalnya badung.. lalu berubah menjadi anak baik2 setelah mengenal Dhamma.. tentu hal ini membuat orang tua penasaran.. dan jika orang tua ingin tahu.. si anak bisa share.. bisa juga dengan meletakkan majalah2 buddhisme agar dibaca orang tua.. dll.

intinya seperti yang saya sampaikan di awal : ada NIAT / tidak disertai dengan CARA yang tepat untuk menyampaikan ISI

ryu

Quote from: Forte on 02 April 2011, 08:52:16 PM
good point u/ pemuka agama.. memang benar.. idealnya pemuka agama juga memberi contoh yang bener
namun perlu juga diperhatikan, bahwa jumlah pemuka agama itu juga sedikit dibanding umat itu sendiri, belum lagi umat yang jarang kebaktian, ya bagaimana umat bisa tahu ?
makanya dalam hal ini, untuk melestarikan ajaran Buddha itu sendiri, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemuka agama semata,
umat Buddha itu sendiri idealnya juga bisa membantu kalau mau, jangan hanya melempar beban dan menyalahkan pemuka agama semata.

banyak hal yang bisa dilakukan, misal lewat seminar2, yang menjadi pembicara kan tidak harus Bhante, atau bisa lewat media, bisa saja mungkin Da Ai TV menyuguhkan informasi mengenai hal2 yang bernuansa Buddhisme, ya seperti tradisi membakar kertas yang tidak cocok.
atau mungkin biar lebih ringan, bisa lewat drama / tontonan ringan yang jelas pemeran / aktornya hanyalah umat biasa dan bukan pemuka agama.

mengenai orang tua, bisa saja anak mengajari orang tua lho.. asal triknya juga benar. Misal dari tindak tanduk anak yang awalnya badung.. lalu berubah menjadi anak baik2 setelah mengenal Dhamma.. tentu hal ini membuat orang tua penasaran.. dan jika orang tua ingin tahu.. si anak bisa share.. bisa juga dengan meletakkan majalah2 buddhisme agar dibaca orang tua.. dll.

intinya seperti yang saya sampaikan di awal : ada NIAT / tidak disertai dengan CARA yang tepat untuk menyampaikan ISI
ya pembenahan setidaknya harus dari atas dulu, kalau dari atas nya sudah kacau kasihan kebawahnya semakin tidak teratur, seperti aliran2 yang tidak jelas dimasukan kedalam agama buda pun itu tanggung jawab yang diatas, sehingga banyak umat yang tidak tahu jadi terperosok ke ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran buda, dalam aliran buda saja belum tentu benar2 pemuka agamanya memahami inti ajaran buda apalagi kalau ditambah ajaran2 yang menyimpangkan ajaran buda, semakin kacaulah perkembangannya, walau dalam nama toleransi tapi itu semakin memperpuruk ajaran buda.

sekolah2 budis pun semakin tertekan dengan agama lain yang lebih giat dan lebih banyak, kitab2 budis pun sangat langka di indo, rasanya sangat jarang sekali umat budis di indo yang pernah membaca tipitaka, bila dibandingkan dengan umat lain yang tersedia di mana2 kitabnya dan dengan mudah mendapatkannya.

jangan2 nanti umat budis semakin terbelakang dibanding umat lain.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Forte

Quote from: ryu on 02 April 2011, 09:20:26 PM
ya pembenahan setidaknya harus dari atas dulu, kalau dari atas nya sudah kacau kasihan kebawahnya semakin tidak teratur, seperti aliran2 yang tidak jelas dimasukan kedalam agama buda pun itu tanggung jawab yang diatas, sehingga banyak umat yang tidak tahu jadi terperosok ke ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran buda, dalam aliran buda saja belum tentu benar2 pemuka agamanya memahami inti ajaran buda apalagi kalau ditambah ajaran2 yang menyimpangkan ajaran buda, semakin kacaulah perkembangannya, walau dalam nama toleransi tapi itu semakin memperpuruk ajaran buda.

sekolah2 budis pun semakin tertekan dengan agama lain yang lebih giat dan lebih banyak, kitab2 budis pun sangat langka di indo, rasanya sangat jarang sekali umat budis di indo yang pernah membaca tipitaka, bila dibandingkan dengan umat lain yang tersedia di mana2 kitabnya dan dengan mudah mendapatkannya.

jangan2 nanti umat budis semakin terbelakang dibanding umat lain.

kenapa tidak mulai dari diri sendiri dulu saja ?
salah satu contoh umat mulai diri sendiri tanpa pemuka agama adalah dc ini bukan ?
dc awal didirikan oleh sumedho, yang juga merupakan umat, bukan pemuka agama.
dc press yang banyak menerjemahkan tipitika ke bahasa indonesia juga dari umat, bukan dari pemuka agama.
hal ini cukup membuktikan bahwa umat sebenarnya juga bisa berjuang sendiri kalau mau..
dan tidak ada kekacauan yang terjadi juga bukan ?

satu contoh lagi, di vihara padum di tangerang, saya lupa nama umatnya sapa, (karena dengar ceritanya dari pacar)
ada seorang umat yang biasanya kebaktian di vihara padum tangerang yang di pasar lama.
karena sering kebaktian, akhirnya umat tersebut tertarik menjadi bhante,
pada saat itu vihara padum, kebaktiannya juga masih berantakan dan tidak teratur..
dan setelah umat tersebut menjadi bhante, dia kembali ke padum, dan mulai mengajar di sana, bagaimana meditasi yang benar,
bagaimana kebaktian yang teratur..

ini contoh sederhana dari umat yang tergerak untuk memajukan Dhamma tanpa embel2 bro..
intinya niat bro sudah bagus, takut umat Buddha terbelakang dibanding agama lain, namun jika bro hanya takut, dan menunggu dari pemuka agama.. apa gunanya ?

mungkin bro bisa kasih alasan mengapa harus mulai dari atas setelah saya paparkan beberapa fakta di atas ?

oranglama

TS nya mana ya?
kok tidak muncul2, kiranya TS dapat memberikan sedikit gambaran mengenai sharing tersebut. Alangkah lebih baiknya TS memberikan juga sharing2 kepada kami di sini.  _/\_

[at] bro forte: mungkin maksud bro ryu "diatas" ialah TS.
apakah TS akan memberikan penjelasan yg logis?
atau akan mempraktekan terus bakar-bakar, demi 1 dan 2 tujuan/alasan.

Kiranya tidak bisa menyudutkan pihak "atas" dan pihak "bawah"
Semuanya harus di mulai dari sendiri. Harus mau belajar mempraktikan dhamma, dengan memberitahukan kepada khalayak ramai

Apa nilai suatu tradisi bakar2-an ?
Bagaimana asal-usul tradisi membakar?
Dan jangan lupa pula, kita harus giat memberikan contoh/memberi langkah2 pedoman, ketika memberikan perubahan.

_/\_

adi lim

Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

ryu

Quote from: Forte on 02 April 2011, 09:43:22 PM
kenapa tidak mulai dari diri sendiri dulu saja ?
salah satu contoh umat mulai diri sendiri tanpa pemuka agama adalah dc ini bukan ?
dc awal didirikan oleh sumedho, yang juga merupakan umat, bukan pemuka agama.
dc press yang banyak menerjemahkan tipitika ke bahasa indonesia juga dari umat, bukan dari pemuka agama.
hal ini cukup membuktikan bahwa umat sebenarnya juga bisa berjuang sendiri kalau mau..
dan tidak ada kekacauan yang terjadi juga bukan ?

satu contoh lagi, di vihara padum di tangerang, saya lupa nama umatnya sapa, (karena dengar ceritanya dari pacar)
ada seorang umat yang biasanya kebaktian di vihara padum tangerang yang di pasar lama.
karena sering kebaktian, akhirnya umat tersebut tertarik menjadi bhante,
pada saat itu vihara padum, kebaktiannya juga masih berantakan dan tidak teratur..
dan setelah umat tersebut menjadi bhante, dia kembali ke padum, dan mulai mengajar di sana, bagaimana meditasi yang benar,
bagaimana kebaktian yang teratur..

ini contoh sederhana dari umat yang tergerak untuk memajukan Dhamma tanpa embel2 bro..
intinya niat bro sudah bagus, takut umat Buddha terbelakang dibanding agama lain, namun jika bro hanya takut, dan menunggu dari pemuka agama.. apa gunanya ?

mungkin bro bisa kasih alasan mengapa harus mulai dari atas setelah saya paparkan beberapa fakta di atas ?
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Forte

Quote from: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D

sekarang seh berbalik lagi ke niat bro ..

apakah bro benar2 berniat untuk memajukan agama Buddha.. ? kalau memang berniat dengan tulus, ikhlas, ya tentu harus dimulai dari diri sendiri.
kalau misal bro bilang harus menunggu pemuka agama ? sekarang bro sendiri juga tahu bahwa ada beberapa oknum di Buddhisme itu sendiri.. Jadi harus menunggu sampai kapan ? apakah tidak bergerak2 dan menunggu saja ? makanya kembali ditanyakan apakah benar berniat ?

contoh simpel, misal bro berniat, ada aliran LSY / tradisi bakar2 kertas yang katakanlah bersebrangan dengan Buddhisme mainstream, bro memperlakukannya dengan baik, menjawab dengan sabar, tidak menghina, tidak menghujat.. memberi mereka waktu untuk berpikir dan merenung.. maka mereka bisa sadar sendiri bahwa pandangan mereka salah dan efeknya jika ada oknum pemuka agama yang "nakal", tentu mereka sudah diberi pengetahuan sehingga tidak gampang tertipu lagi.

sesuatu hal ada tentu ada sebabnya, bisa jadi adanya pemuka agama yang nakal, dll disebabkan karena kurangnya pengetahuan umat akan Buddhisme itu sendiri. Coba kalau umatnya pinter, dan berwawasan maka tidak ada lagi oknum pemuka agama yang memiliki kesempatan untuk berbuat nakal..

Dan bagaimanakah agar umat bisa pinter, ya kita sebagai umat Buddha turut membantu menyebarkan.. gak perlu muluk2 bikin Vihara, cetak buku ratusan jilid, cukup yang simpel : menjalankan Pancasila Buddhist, terutama kalau di dalam forum ya bisa dengan berdiskusi dengan baik, dan sati. Simpatisan Buddha yang awal tidak mengerti Buddhisme pun senang, tidak merasa dibego2in, dilecehkan dll.

Memang apa yang saya uraikan di atas, hanya sebagian kecil. Namun saya pribadi berpegangan pada prinsip : Memulai yang kecil dulu baru bisa mengerjakan yang besar.. Tidak perlu berusaha untuk mengubah dunia kalau mengubah diri sendiri menjadi lebih baik belum bisa.. Mengubah diri lebih baik, contoh simpel ya dengan menjalankan Pancasila Buddhis. Akhirnya teman2 pun bisa melihat wah.. koq kamu akhir2 ini berubah ya menjadi lebih baik.. apa resep nya ? Bagi donk.. Nah ketika mereka mulai tertarik.. kita sudah bisa memasukkan paham2 Buddhisme ke mereka  Lalu mereka mempraktekkan, teman2 mereka melihatnya.. tertarik.. praktekkan lagi.. yang lain melihat.. tertarik.. praktekkan.. sampai unlimited..

Ini sedikit contoh dari pemikiran saya yang mana bahwa kita bisa memulainya tanpa harus tergantung pada orang lain. Walau kecil dan terlihat kurang bermanfaat.. tapi kalau dijalankan setiap hari juga menjadikan diri kita lebih berguna bagi orang lain juga..
Bisa dikatakan seperti uang 25 rupiah.. saat ini sudah tidak bisa membeli apa2.. dan kurang bermanfaat, namun jika kita tabung2 terus 25 rupiah tentu juga akan menjadi banyak.. dan bermanfaat juga.. asal kita rajin menabungnya..

oranglama


ryu

Quote from: Forte on 03 April 2011, 09:13:25 AM
sekarang seh berbalik lagi ke niat bro ..

apakah bro benar2 berniat untuk memajukan agama Buddha.. ? kalau memang berniat dengan tulus, ikhlas, ya tentu harus dimulai dari diri sendiri.
kalau misal bro bilang harus menunggu pemuka agama ? sekarang bro sendiri juga tahu bahwa ada beberapa oknum di Buddhisme itu sendiri.. Jadi harus menunggu sampai kapan ? apakah tidak bergerak2 dan menunggu saja ? makanya kembali ditanyakan apakah benar berniat ?

contoh simpel, misal bro berniat, ada aliran LSY / tradisi bakar2 kertas yang katakanlah bersebrangan dengan Buddhisme mainstream, bro memperlakukannya dengan baik, menjawab dengan sabar, tidak menghina, tidak menghujat.. memberi mereka waktu untuk berpikir dan merenung.. maka mereka bisa sadar sendiri bahwa pandangan mereka salah dan efeknya jika ada oknum pemuka agama yang "nakal", tentu mereka sudah diberi pengetahuan sehingga tidak gampang tertipu lagi.

sesuatu hal ada tentu ada sebabnya, bisa jadi adanya pemuka agama yang nakal, dll disebabkan karena kurangnya pengetahuan umat akan Buddhisme itu sendiri. Coba kalau umatnya pinter, dan berwawasan maka tidak ada lagi oknum pemuka agama yang memiliki kesempatan untuk berbuat nakal..

Dan bagaimanakah agar umat bisa pinter, ya kita sebagai umat Buddha turut membantu menyebarkan.. gak perlu muluk2 bikin Vihara, cetak buku ratusan jilid, cukup yang simpel : menjalankan Pancasila Buddhist, terutama kalau di dalam forum ya bisa dengan berdiskusi dengan baik, dan sati. Simpatisan Buddha yang awal tidak mengerti Buddhisme pun senang, tidak merasa dibego2in, dilecehkan dll.

Memang apa yang saya uraikan di atas, hanya sebagian kecil. Namun saya pribadi berpegangan pada prinsip : Memulai yang kecil dulu baru bisa mengerjakan yang besar.. Tidak perlu berusaha untuk mengubah dunia kalau mengubah diri sendiri menjadi lebih baik belum bisa.. Mengubah diri lebih baik, contoh simpel ya dengan menjalankan Pancasila Buddhis. Akhirnya teman2 pun bisa melihat wah.. koq kamu akhir2 ini berubah ya menjadi lebih baik.. apa resep nya ? Bagi donk.. Nah ketika mereka mulai tertarik.. kita sudah bisa memasukkan paham2 Buddhisme ke mereka  Lalu mereka mempraktekkan, teman2 mereka melihatnya.. tertarik.. praktekkan lagi.. yang lain melihat.. tertarik.. praktekkan.. sampai unlimited..

Ini sedikit contoh dari pemikiran saya yang mana bahwa kita bisa memulainya tanpa harus tergantung pada orang lain. Walau kecil dan terlihat kurang bermanfaat.. tapi kalau dijalankan setiap hari juga menjadikan diri kita lebih berguna bagi orang lain juga..
Bisa dikatakan seperti uang 25 rupiah.. saat ini sudah tidak bisa membeli apa2.. dan kurang bermanfaat, namun jika kita tabung2 terus 25 rupiah tentu juga akan menjadi banyak.. dan bermanfaat juga.. asal kita rajin menabungnya..
kalau aye sih tidak mempunyai keinginan yang macam2, karena saya menyadari kemampuan diri sendiri bagaimana, aye belum punya keinginan memeluk ajaran apapun, aye hanya melihat dan merasakan saja, aye selama ke vihara pun tidak mendapatkan manfaat sama sekali, tidak mengerti apapun, makanya aye tidak pernah kevihara lagi, bahkan kalau ditanya acara2 besar buda pun aye kaga tau dan tidak mengerti =)) , jadi intinya aye memang umat lain, dan pengamat saja deh ;D


Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

fabian c

Quote from: ryu on 03 April 2011, 08:42:03 AM
contoh2 bro benar kok, tapi apakah selalu "harus dari diri sendiri" ?
seperti dalam salekha sutta, ada pernyataan tidak mungkin seorang guru yang masih berenang dalam lumpur ingin mengeluarkan orang lain dalam lumpur, dari atas sudah rapuh, maka semakin kebawah ya semakin kacau la.

bro lihat wajah budisme saat ini? ada ajaran seperti maitreya mengaku2 ajaran budis, ada aliran LSY mengaku budis, ada aliran suma ching hai mengaku budis, belum lagi ajaran tao dan kong hu cu ikut membaur, kalau dari atasnya tidak ada ketegasan, tidak ada pernyataan ini budis atau bukan umat biasa akan tahu?

sama seperti bakar2 kertas, ada biku yang memimpin upacara, apa biku itu tahu ini ajaran budis atau bukan? seperti saya pernah lihat ada acara bakar perahu dari kertas, yang memimpin seorang biksu, seperti itulah, kalau dari atas "misalnya yang punya vihara" mengetahui ini ajaran dan bukan ajaran maka dia tidak akan khan mengadakan upacara2 seperti itu, yah memang pastinya ada kepentingan2 untuk vihara tersebut ya seperti yang pernah di post oleh om kumis, untuk melayani kepentingan umat juga kelangsungan hidup vihara itu  biksu pun bisa di perintah untuk melakukan hal2 yang ya bukan ajaran ;D

Saya setuju dengan bro Ryu, bagai perumpamaan permata, ada intan, mutiara, ruby, sapphire, intan sintetik, intan imitasi, intan alami, ruby sintetik, ruby imitasi, ruby alami, sapphire sintetik, imitasi, alami, dsbnya....

Demikian juga dengan ajaran Sang Buddha, kita harus membedakan apakah ajaran ini ajaran Sang Buddha atau bukan, apakah ini ajaran Keris yang bercampur dengan Buddhis, ajaran Tahu yang bercampur dengan Buddhis dsbnya, sehingga umat tidak bingung.

Bila mereka telah tahu, tetapi tetap Ingin belajar faham Keris, faham Tahu, faham wayang dsbnya tidak apa-apa, intinya jangan sampai umat disimpangkan dengan ajaran yang non-Buddhis, kasihan mereka karena kehidupan sebagai manusia demikian berharga, demikian susah didapatkan.

Alangkah baiknya, alangkah beruntungnya, bila mereka dapat belajar Ajaran Sang Buddha yang benar, yang demikian indah, yang demikian luhur.

Banyak ajaran sempalan yang sampai sekarang mendompleng pada organisasi Buddhis disebabkan kesalahan pemimpin Buddhis yang ada di pemerintahan di masa lampau. Keserakahan dan kegelapan batin pemimpin di masa lampau menyebabkan Ajaran campuran dengan Taoism, Shintoism dan Hinduism, bisa mendapatkan pijakan di Indonesia.

Sulit menerangkan hal ini kepada generasi belakangan, terutama mereka yang telah menutup batinnya dengan doktrin-doktrin sinkretik demikian. Kita bukan meng"kafir"kan ajaran sinkretik, tapi mereka juga berhak tahu mana ajaran Sang Buddha yang sesungguhnya dan mana ajaran yang telah tercampur dengan faham non-Buddhis.

Mettacittena,

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata