Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: M14ka on 23 March 2011, 12:34:44 PM

Title: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 12:34:44 PM
 _/\_
Saya baca ada yang bilang jangan menghubungkan musik dengan Dhamma,
(http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=10411.0
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15166.0)
tapi bagaimana pendapat senior2 bagaimana dengan mantra2 yg dilagukan, seperti Ta pei cou, Amitabha....(saya kurang jelas aliran apa saja yang membaca mantra apakah hanya mahayana?) Terus bagaimana kita sebaiknya menyingkapi lagu2 Buddhist? Contohnya lagu2 yang terkenal itu malam suci waisak, mari kita berdana, pekik kemenangan, pendupaan, bumi suci sukavati, dan kalau tidak salah ada lagu mars Buddhist? Mohon Pencerahan... _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bodhi on 23 March 2011, 12:42:11 PM
kalau ada kutipan kalimat yg dibaca M14ka kayanya bagus juga tuh..




pertamax naek
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 12:53:44 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=10411.0

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15166.0
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 01:00:52 PM
Cuma formalitas aja musik Buddhist... :P
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Lex Chan on 23 March 2011, 01:04:14 PM
yang lebih perlu diperhatikan adalah pesan yang disampaikan lewat musik...

musik itu ibarat kulit kacang
lirik itu ibarat kacangnya... 8)

nah, kita mau makan kacang atau kulitnya, atau 2-2nya.. ya terserah kita sendiri.. ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: FZ on 23 March 2011, 01:22:03 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:04:14 PM
yang lebih perlu diperhatikan adalah pesan yang disampaikan lewat musik...

musik itu ibarat kulit kacang
lirik itu ibarat kacangnya... 8)

nah, kita mau makan kacang atau kulitnya, atau 2-2nya.. ya terserah kita sendiri.. ;D
really ? bagaimana kalau music instrumental ? ^-^
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Lex Chan on 23 March 2011, 01:31:40 PM
Quote from: Forte on 23 March 2011, 01:22:03 PM
really ? bagaimana kalau music instrumental ? ^-^

saya tidak melihat bahwa ada pesan moral yang ingin disampaikan melalui music instrumental.. 8)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 01:38:15 PM
 [at]  M14ka

Saya coba langsung to the point saja yah, jadi mau tanya sis M14ka:
1. Buddha mengajarkan padamnya dukkha adalah dengan memupuk atau meninggalkan kesenangan indriah?
2. Apakah musik yang indah dan menyenangkan bagi indera telinga cenderung memupuk atau mengikis kemelekatan pada suara?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 01:43:28 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 March 2011, 01:38:15 PM
[at]  M14ka

Saya coba langsung to the point saja yah, jadi mau tanya sis M14ka:
1. Buddha mengajarkan padamnya dukkha adalah dengan memupuk atau meninggalkan kesenangan indriah?
2. Apakah musik yang indah dan menyenangkan bagi indera telinga cenderung memupuk atau mengikis kemelekatan pada suara?
got the point kk kainyn ^^
Tapi kalo mantra bukannya bernada ya? ada nadanya seperti ta pei cou bahasa mandarin n bahasa sansekerta nadanya beda, tapi tetap dari 12 tangga nada atau sebenarnya asal mantra itu tidak bernada, tapi diciptakan nadanya oleh seseorang supaya mudah dilafalkan? ato sebenarnya mantra itu tidak ada dalam Dhamma?  _/\_

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fdl5.glitter-graphics.net%2Fpub%2F427%2F427085z8igfoaui0.gif&hash=bb8fa1c22dcd1099d245ebbf892442782bd0f8a4)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 01:46:20 PM
Apakah ada yang mendengarkan musik tapi fokus ke lirik jadi tidak fokus ke nadanya gitu ?  :-?

Kalo saya sih mendengarkan musik hanya nada saja, liriknya tidak diperhatikan  ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 23 March 2011, 01:48:45 PM
at Sis M14ka,
apakah pernah membaca Sutta2 kanon Pali, dimana Buddha membabarkan Dhamma dengan iringan musik ?

_/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 01:51:13 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 01:43:28 PM
got the point kk kainyn ^^
Tapi kalo mantra bukannya bernada ya? ada nadanya seperti ta pei cou bahasa mandarin n bahasa sansekerta nadanya beda, tapi tetap dari 12 tangga nada atau sebenarnya asal mantra itu tidak bernada, tapi diciptakan nadanya oleh seseorang supaya mudah dilafalkan? ato sebenarnya mantra itu tidak ada dalam Dhamma?  _/\_
Kalau dalam tradisi Theravada, pembacaan paritta/gatha yang diberikan intonasi tidak termasuk dalam lagu. Ini seperti "logat" dalam percakapan saja.

Kalau soal Ta Pei Cou, saya tidak tahu.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Lex Chan on 23 March 2011, 01:55:21 PM
Quote from: rooney on 23 March 2011, 01:46:20 PM
Apakah ada yang mendengarkan musik tapi fokus ke lirik jadi tidak fokus ke nadanya gitu ?  :-?

Kalo saya sih mendengarkan musik hanya nada saja, liriknya tidak diperhatikan  ;D

saya tiba2 ingat kisah petapa Siddharta yang menyiksa diri, kemudian "sadar" bahwa metodenya keliru setelah mendengarkan lirik pemusik yang kira2 berbunyi "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"..

apa jadinya kalau saat itu petapa Siddharta hanya mendengarkan musik, tapi tidak memperhatikan liriknya? 8)

inilah yang saya maksud dengan bedanya antara makan kacangnya atau kulitnya..
kalau mau makan 2-2nya juga boleh, tapi perlu diingat bahwa makan kulit kacang bisa membuat tersedak.. ^-^
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 01:55:25 PM
Quote from: adi lim on 23 March 2011, 01:48:45 PM
at Sis M14ka,
apakah pernah membaca Sutta2 kanon Pali, dimana Buddha membabarkan Dhamma dengan iringan musik ?

_/\_
Tidak pernah, karena pengetahuan saya masih sedikit... Tapi menurut saya Musik adalah kemelekatan spt kk kainyn blg itu mgkn benar, dan sangat susah bagi aku untuk melepas kemelekatan itu krn saya sangat suka music... :'(  tapi apakah membuat lagu bertema Buddhist tidak boleh? membuat grup paduan suara? seksi kesenian dll? saya agak rancu...Apakah bakat musik itu tidak ada? Apakah ada sutta Buddha mengenai musik?
(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fdl.glitter-graphics.net%2Fpub%2F727%2F727091d9cb9o8srt.gif&hash=e217bb3f38ad8550dcea92de2936c4d89768afc8)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 01:58:19 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 March 2011, 01:51:13 PM
Kalau dalam tradisi Theravada, pembacaan paritta/gatha yang diberikan intonasi tidak termasuk dalam lagu. Ini seperti "logat" dalam percakapan saja.

Kalau soal Ta Pei Cou, saya tidak tahu.
Saya br ingat saya pernah ikut kebaktian Theravada, kayanya paritta2nya jg bernada deh, bisa dimainkan di piano nada2nya.... Apakah paritta dibuat nada bukan termasuk musik?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 02:00:19 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:55:21 PM
jadi ingat kisah petapa Siddharta yang menyiksa diri, kemudian "sadar" bahwa metodenya keliru setelah mendengarkan lirik pemusik yang kira2 berbunyi "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"..

apa jadinya kalau saat itu petapa Siddharta hanya mendengarkan musik, tapi tidak memperhatikan liriknya? 8)

inilah yang saya maksud dengan bedanya antara makan kacangnya atau kulitnya..
kalau mau makan 2-2nya juga boleh, tapi perlu diingat bahwa makan kulit kacang bisa membuat tersedak.. ^-^
Kisah ini tidak ada dalam Tipitaka, mungkin hanya 'legenda' yang diturunkan secara tradisi. Kisah serupa sebetulnya dikisahkan Buddha menasihati muridnya, Sona Kolivisa yang terlalu keras dalam berlatih (ia meditasi jalan sampai kakinya berdarah), membandingkan senar yang terlalu keras dan terlalu kendur. Buddha memberikan perumpamaan senar karena Sona adalah seorang pemain vina (sejenis alat musik petik) sebelum menjadi bhikkhu.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 02:00:29 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:55:21 PM
saya tiba2 ingat kisah petapa Siddharta yang menyiksa diri, kemudian "sadar" bahwa metodenya keliru setelah mendengarkan lirik pemusik yang kira2 berbunyi "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"..

apa jadinya kalau saat itu petapa Siddharta hanya mendengarkan musik, tapi tidak memperhatikan liriknya? 8)

inilah yang saya maksud dengan bedanya antara makan kacangnya atau kulitnya..
kalau mau makan 2-2nya juga boleh, tapi perlu diingat bahwa makan kulit kacang bisa membuat tersedak.. ^-^
GItar aja bisa jadi pencerahan Buddha, berarti gitar dan piano, bukan kemelekatan dong? karena berhubungan dengan musik?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 02:01:07 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:55:21 PM
saya tiba2 ingat kisah petapa Siddharta yang menyiksa diri, kemudian "sadar" bahwa metodenya keliru setelah mendengarkan lirik pemusik yang kira2 berbunyi "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"..

apa jadinya kalau saat itu petapa Siddharta hanya mendengarkan musik, tapi tidak memperhatikan liriknya? 8)

inilah yang saya maksud dengan bedanya antara makan kacangnya atau kulitnya..
kalau mau makan 2-2nya juga boleh, tapi perlu diingat bahwa makan kulit kacang bisa membuat tersedak.. ^-^

Hmmm, kalo dalam cerita itu si pemusik hanya sekedar berbicara bahwa "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"

atau

sedang bermain musik dengan lagu yang berlirik "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya". Rasanya aneh ya kalo ada lagu liriknya seperti itu hahaha

?  :-?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bodhi on 23 March 2011, 02:01:20 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:55:21 PM
saya tiba2 ingat kisah petapa Siddharta yang menyiksa diri, kemudian "sadar" bahwa metodenya keliru setelah mendengarkan lirik pemusik yang kira2 berbunyi "apabila tali gitar dipetik terlalu keras, maka talinya akan putus. apabila tali gitar ditarik terlalu lemah, maka tidak ada suaranya"..

apa jadinya kalau saat itu petapa Siddharta hanya mendengarkan musik, tapi tidak memperhatikan liriknya? 8)

inilah yang saya maksud dengan bedanya antara makan kacangnya atau kulitnya..
kalau mau makan 2-2nya juga boleh, tapi perlu diingat bahwa makan kulit kacang bisa membuat tersedak.. ^-^

abis perumpamaannya pake kacang dan kulitnya sih, coba kalau di ganti jadi apel dan kulitnya, kan bisa dimakan tuh bagus buat kesehatan katanya
:whistle: ZzZzzZzzzZZz
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 02:02:14 PM
Dari  the Buddhit Monastic Code II Chapter 10 by Ven. Thanissaro

There is a dukkaṭa for going to see dancing, singing, or music. According to the Commentary, dancing includes going to see even peacocks dancing. It also includes dancing oneself and getting others to dance. (The Roṇa Sutta — AN III.103 — notes that, in the discipline of the noble ones, dancing counts as insanity.) Singing includes drama music as well as "sādhu music," which the Commentary to Bhikkhunī Pc 10 defines as songs sung "at the time of the total Unbinding of a noble one, connected with the virtues of the Triple Gem." The Sub-commentary to Cv.V.36 defines it as music dealing with Dhamma themes such as impermanence. Other religious music would come under this prohibition as well. The Commentary adds that singing also includes singing oneself and getting others to sing. The same holds true for "playing music." (The Roṇa Sutta also notes that, in the discipline of the noble ones, singing counts as wailing.) However, there is no offense in snapping one's fingers or clapping one's hands in irritation or exasperation. There is also no offense if, within the monastery, one happens to see/hear dancing, singing, or music, but if one goes from one dwelling to another with the intention to see/hear, one incurs a dukkaṭa. The same holds true for getting up from one's seat with the intention to see/hear; or if, while standing in a road, one turns one's neck to see.


---------------------

tentu saja aturan di atas adalah untuk para bhikkhu/ni. tapi juga dapat menjadi gambaran bagi umat awam
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 02:08:30 PM
tambah lagi

Cullavaga V.33.1 = Vin.II.139:

Now at that time Yameḷu and Tekula were the names of two monkks who were brothers, brahmans by birth, with lovely voices, with lovely enunciation. They approached the Lord; having approached, having greeted the Lord, they sat down at a respectful distance, these monks spoke thus to the Lord: "at present Lord, monks of various names, various clans, various social strata have gone forth from various families; these corrupt the speech of the Awakened One in using his own dialect.
1. Now we, Lord, give the speech of the Awakened One in metrical form."
2. the Awakened One, the Lord rebuked them saying: How can you, foolish men, speak thus: 'Now we, Lord, give the speech of the Awakened One in metrical form'? It is not, foolish men for pleasing them who are not (yet) pleased, not for increasing the number of those who are pleased, but, monks, it is displeasing to those who are not pleased as well as to those who are pleased, and it causes wavering in some." And having rebuked them, having given reasoned talk, he addressed the monks, saying, "monks, the speech of the Awakened One should not be given in metrical form. Whoever should (so) give it, there is an offence of wrong-doing. I allow you monks to learn the speech of the Awakened one according to his own dialect.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 02:11:43 PM
ok, berarti intinya musik itu kemelekatan...got it. Thank you  _/\_
Trus defenisi musik itu sendiri seperti apa? apakah waktu kebaktian baca paritta bernada dengan alat tok tok tok, ting dan teng (maap saya lupa namanya), itu termasuk musik?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 02:14:38 PM
Quote from: Indra on 23 March 2011, 02:08:30 PM
tambah lagi

Cullavaga V.33.1 = Vin.II.139:

Now at that time Yameḷu and Tekula were the names of two monkks who were brothers, brahmans by birth, with lovely voices, with lovely enunciation. They approached the Lord; having approached, having greeted the Lord, they sat down at a respectful distance, these monks spoke thus to the Lord: "at present Lord, monks of various names, various clans, various social strata have gone forth from various families; these corrupt the speech of the Awakened One in using his own dialect.
1. Now we, Lord, give the speech of the Awakened One in metrical form."
2. the Awakened One, the Lord rebuked them saying: How can you, foolish men, speak thus: 'Now we, Lord, give the speech of the Awakened One in metrical form'? It is not, foolish men for pleasing them who are not (yet) pleased, not for increasing the number of those who are pleased, but, monks, it is displeasing to those who are not pleased as well as to those who are pleased, and it causes wavering in some." And having rebuked them, having given reasoned talk, he addressed the monks, saying, "monks, the speech of the Awakened One should not be given in metrical form. Whoever should (so) give it, there is an offence of wrong-doing. I allow you monks to learn the speech of the Awakened one according to his own dialect.
"Metrical form" di sini, dalam artian puisi atau lagu (atau keduanya)?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 02:16:46 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 March 2011, 02:14:38 PM
"Metrical form" di sini, dalam artian puisi atau lagu (atau keduanya)?

IMO, berlagu, membaca puisi kan juga berlagu walaupun kurang melodious daripada musik lagu
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 02:21:09 PM
Quote from: Indra on 23 March 2011, 02:16:46 PM
IMO, berlagu, membaca puisi kan juga berlagu walaupun kurang melodious daripada musik lagu
berarti puisi boleh ditulis tapi tidak boleh dibaca kk?  :))
maap kalo ada salah kata ya... ^:)^
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 02:25:44 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:11:43 PM
ok, berarti intinya musik itu kemelekatan...got it. Thank you  _/\_
Musiknya sendiri netral, bukan kemelekatan, tapi memang potensi untuk menimbulkan kemelekatan.

QuoteTrus defenisi musik itu sendiri seperti apa? apakah waktu kebaktian baca paritta bernada dengan alat tok tok tok, ting dan teng (maap saya lupa namanya), itu termasuk musik?
Kalau yang pakai 'tok-tok-tok, ting, teng, tang' dan sebagainya, mungkin untuk menandakan irama saja supaya bareng dan teratur. Sepertinya tidak bisa disebut musik.



Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:21:09 PM
berarti puisi boleh ditulis tapi tidak boleh dibaca kk?  :))
maap kalo ada salah kata ya... ^:)^
;D bukan tidak boleh kali, semua juga boleh-boleh saja, asal diketahui saja yang namanya kesenangan indriah tetap kesenangan indriah, jangan mencari pembenaran dengan mengatakan konten-nya paritta atau apa.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Mr. pao on 23 March 2011, 02:31:32 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:00:29 PM
GItar aja bisa jadi pencerahan Buddha, berarti gitar dan piano, bukan kemelekatan dong? karena berhubungan dengan musik?

Pencerahan Buddha tidak datang dari lagu. Pencerahannya datang dari usaha keras belajar meditasi. Sang Buddha udah beri contoh tuh... Kalo mau contohin dia, tinggalin lagu dan latih meditasi.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 02:34:47 PM
Quote from: Mr. pao on 23 March 2011, 02:31:32 PM
Pencerahan Buddha tidak datang dari lagu. Pencerahannya datang dari usaha keras belajar meditasi. Sang Buddha udah beri contoh tuh... Kalo mau contohin dia, tinggalin lagu dan latih meditasi.
Maksudnya kenapa Sang Buddha berpikir gitar bs menghasilkan nada yang bagus, dan tidak berpikir, gitar itu tidak ada gunanya, main musik tidak ada gunanya... berarti tidak ada yang salah dengan gitar dan piano, dan yg memainkannya jg tidak salah?
Terus apakah belajar les musik itu baik ato buruk? menurut kk kainyn n indra khususnya...karena kalo uda blajar musik, otomatis kemelekatan akan semakin besar...apalagi saya bercita2 jadi gru les piano...huhu...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 02:38:57 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:34:47 PM
Maksudnya kenapa Sang Buddha berpikir gitar bs menghasilkan nada yang bagus, dan tidak berpikir, gitar itu tidak ada gunanya, main musik tidak ada gunanya... berarti tidak ada yang salah dengan gitar dan piano, dan yg memainkannya jg tidak salah?

Dalam beberapa kisah, ada bhikkhu yang bunuh diri dan ketika akan mati, merenungkan kematian dan menjadi Arahat. Berarti tidak ada yang salah dengan bunuh diri, dan yang bunuh diri tidak salah. Ayolah kita 'praktek', silahkan dimulai dari sis M14ka.  >:D


QuoteTerus apakah belajar les musik itu baik ato buruk? menurut kk kainyn n indra khususnya...karena kalo uda blajar musik, otomatis kemelekatan akan semakin besar...apalagi saya bercita2 jadi gru les piano...huhu...
Kemelekatan makin besar bukan karena bisa atau tidak bisa musik. Lalu tidak ada yang salah dengan bermain musik seperti juga tidak ada salahnya cari cewek cantik/cowok ganteng. Yang penting jangan punya pandangan salah bahwa "musik + paritta = lagu rohani = bukan kesenangan indriah". Sadarilah bahwa itu semua adalah kemelekatan dan jangan sampai terobsesi. Saya dukung sis jadi guru piano. Saya juga dulu kuliah dari hasil mengajar musik, salah satunya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 02:47:20 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:34:47 PM
Maksudnya kenapa Sang Buddha berpikir gitar bs menghasilkan nada yang bagus, dan tidak berpikir, gitar itu tidak ada gunanya, main musik tidak ada gunanya... berarti tidak ada yang salah dengan gitar dan piano, dan yg memainkannya jg tidak salah?
Terus apakah belajar les musik itu baik ato buruk? menurut kk kainyn n indra khususnya...karena kalo uda blajar musik, otomatis kemelekatan akan semakin besar...apalagi saya bercita2 jadi gru les piano...huhu...

saya juga seorang yg sangat melekat pada musik. tapi sejauh kita menghubungkan dengan Dhamma, lagu memang tidak ada gunanya dalam spiritualitas.
tidak ada salahnya menjadi guru les piano, bahkan sesungguhnya profesi guru adalah salah satu profesi yg mulia. tapi yg sesuatu bertentangan dengan Dhamma tetap bertentangan dengan Dhamma. seperti kata Bro Kutho, tidak perlu mencari pembenaran.

saya tidak tahu bagaimana pikiran Sang Buddha, tapi musik memang bisa berguna dalam hal, bisa memberikan hiburan dikala sedih atau gelisah, tapi ini adalah kegunaan dalam konteks keduniawian, dan ini tidak ada hubungan dengan spiritual buddhis.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: FZ on 23 March 2011, 03:00:12 PM
Quote from: Lex Chan on 23 March 2011, 01:31:40 PM
saya tidak melihat bahwa ada pesan moral yang ingin disampaikan melalui music instrumental.. 8)
emang lirik selalu ada pesan moral ? ???
IMO, instrument music tidak bisa dikatakan "kulit" karena instrument music ikut membantu dalam penyampaian itu sendiri..
contoh : ketika suasana bersemangat, maka instrument yang dimainkan juga bersemangat sehingga menggugah perasaan pendengar. ketika lagi emosi, mendengarkan lagu yang bernuansa tenang juga membantu menenangkan diri,
jadi instrument itu juga ikut terkonsumsi bukan hanya sebatas kulit yang melindungi / membungkus lirik
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 03:01:12 PM
Selain itu musik jg menurut penelitian bisa membuat makin pintar, matematika makin bagus dan kreatif..
Bahkan musik yg damai ktnya bgs buat pertumbuhan hewan dan tumbuhan.... Tapi kalo kita blajar musik, pasti tiap ari latihan, jadi pengen mengaransemen lagu, pengen membagikan keindahan lagu tersebut pada orang lain.. Tapi ternyata ada juga sisi buruknya bs jadi melekat....
Dulu di vihara saya pernah  menjadi koor seksi kesenian main keyboardnya, ketuanya malah membuat lagu2 terkenal menjadi lagu Buddhist, liriknya aja diubah,sangaat bagussss sekali....dan menenangkan...ada juga lagu karangan sendiri yg bnr2 sangat bagus deh....
Kemarin di ceramah Ajahn Brahm juga ada 1 lagu tentang rebirth yg bgs banget lirik n melodinya...reffnya break free of the cycle that bind kalo ga salah.... jadi pengen dengar lagi lagunya.... Saya agak "Shock" tp ga ampe luar biasa tak terbayangkan sih wkkwkwkw waktu tau ada kontroversial mengenai lagu Buddhist... tapi sekarang uda mengerti...Thx pencerahannya... hehe.... _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 March 2011, 03:17:24 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 03:01:12 PM
Selain itu musik jg menurut penelitian bisa membuat makin pintar, matematika makin bagus dan kreatif..
Bahkan musik yg damai ktnya bgs buat pertumbuhan hewan dan tumbuhan.... Tapi kalo kita blajar musik, pasti tiap ari latihan, jadi pengen mengaransemen lagu, pengen membagikan keindahan lagu tersebut pada orang lain.. Tapi ternyata ada juga sisi buruknya bs jadi melekat....
Dulu di vihara saya pernah  menjadi koor seksi kesenian main keyboardnya, ketuanya malah membuat lagu2 terkenal menjadi lagu Buddhist, liriknya aja diubah,sangaat bagussss sekali....dan menenangkan...ada juga lagu karangan sendiri yg bnr2 sangat bagus deh....
Kemarin di ceramah Ajahn Brahm juga ada 1 lagu tentang rebirth yg bgs banget lirik n melodinya...reffnya break free of the cycle that bind kalo ga salah.... jadi pengen dengar lagi lagunya.... Saya agak "Shock" tp ga ampe luar biasa tak terbayangkan sih wkkwkwkw waktu tau ada kontroversial mengenai lagu Buddhist... tapi sekarang uda mengerti...Thx pencerahannya... hehe.... _/\_
Hati-hati dengan propaganda orang.

Musik TIDAK membuat anak semakin pintar. Percobaan dengan musik Mozart hanya menyimpulkan sambil mendengarkan musik Mozart, membuat kemampuan Spatial-Temporal Reasoning (http://en.wikipedia.org/wiki/Spatial-temporal_reasoning) seseorang meningkat sementara, bukan menaikkan IQ apalagi membuat orang jadi pandai secara keseluruhan. 

Tentang musik dan pertumbuhan tanaman, yang perlu diperhatikan adalah tanaman tidak punya 'telinga' yang membedakan musik. Mereka mungkin hanya menangkap suara yang adalah getaran, dengan cara mereka sendiri. Tanaman memang bisa lebih cepat bertumbuh di mana terdapat suara, tapi tidak terbatas pada musik klasik atau 'mantra' yang isinya kata-kata baik, tapi juga makian dan musik keras seperti death metal.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 03:21:30 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:34:47 PM
Maksudnya kenapa Sang Buddha berpikir gitar bs menghasilkan nada yang bagus, dan tidak berpikir, gitar itu tidak ada gunanya, main musik tidak ada gunanya... berarti tidak ada yang salah dengan gitar dan piano, dan yg memainkannya jg tidak salah?
Terus apakah belajar les musik itu baik ato buruk? menurut kk kainyn n indra khususnya...karena kalo uda blajar musik, otomatis kemelekatan akan semakin besar...apalagi saya bercita2 jadi gru les piano...huhu...

Hmmm, Sepertinya Buddha bukan berpikir pada gitar berguna atau tidak, tapi pada senar gitar yang jika terlalu kencang maka akan putus dan bila senar terlalu kendor maka tidak akan bisa dimainkan. Sama seperti hidup sang pangeran dulu yang nyaman dalam istana seperti gitar yang kendor dan hidup sang pangeran waktu menjalani tapabrata (penyiksaan diri) seperti senar gitar yang terlalu kencang. Maka dari itu Sang Buddha mengajarkan jalan tengah (tidak ekstrim kiri maupun kanan)... :)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 03:27:42 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 03:01:12 PM
Selain itu musik jg menurut penelitian bisa membuat makin pintar, matematika makin bagus dan kreatif..
IMO, ini hanyalah marketing tool dari producer music

Quote
Bahkan musik yg damai ktnya bgs buat pertumbuhan hewan dan tumbuhan....
tapi kenapa tidak ada gerakan setel musik di sawah untuk didengarkan oleh tanaman padi supaya bisa lebih cepat panen? atau di peternakan ayam/sapi supaya ayam/sapi jadi lebih cepat besar?

Quote
Tapi kalo kita blajar musik, pasti tiap ari latihan, jadi pengen mengaransemen lagu, pengen membagikan keindahan lagu tersebut pada orang lain.. Tapi ternyata ada juga sisi buruknya bs jadi melekat....
kalau mau jujur, sebenarnya bukan pengen membagikan keindahan lagu itu, tapi *memamerkan* keterampilan kita, bukankah begitu?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 03:28:05 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 03:01:12 PM
ada juga lagu karangan sendiri yg bnr2 sangat bagus deh....

Pernah composed lagu ternyata, hebat dong ya hehehe...  :D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 03:36:43 PM
Quote from: Indra on 23 March 2011, 03:27:42 PM
IMO, ini hanyalah marketing tool dari producer music
tapi kenapa tidak ada gerakan setel musik di sawah untuk didengarkan oleh tanaman padi supaya bisa lebih cepat panen? atau di peternakan ayam/sapi supaya ayam/sapi jadi lebih cepat besar?
kalau mau jujur, sebenarnya bukan pengen membagikan keindahan lagu itu, tapi *memamerkan* keterampilan kita, bukankah begitu?
wkkwwkkw...  ia yah...
wkwkkwkw....itu salah satu aja kk....  :P tapi kalo bukan sy yang mainkan saya juga sangat suka membagikannya kok....contohnya lagu2 richard, maksim, lagu2 favoritku, aku suka orang ikut mendengarkan dan bilang gmn bagus kan, bagus kan? cb dengar bagian ini, kayanya bs nostalgia ke masa lalu, mengenang masa lalu lo.... trus bagian ini keren banget... dengerin deh.... apa lagi kalo di mobil, lgsg bw kaset n mp3 kesukaan ku, kasi dengar org2 lagu2 yg bgs2 heehhehe.....

Quote from: rooney on 23 March 2011, 03:28:05 PM
Pernah composed lagu ternyata, hebat dong ya hehehe...  :D
Lagu itu karangan ketua nya bukan aku hehehe.... aku cuma bs aransemen aja, kalo ngarang kurang bs >.<
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: 53121f4n71 on 23 March 2011, 04:21:06 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 03:01:12 PM
Kemarin di ceramah Ajahn Brahm juga ada 1 lagu tentang rebirth yg bgs banget lirik n melodinya...reffnya break free of the cycle that bind kalo ga salah.... jadi pengen dengar lagi lagunya....

judul lagunya : The Reason Behind Your Birth

saya ada lagunya  _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 04:28:08 PM
Quote from: 53121f4n71 on 23 March 2011, 04:21:06 PM
judul lagunya : The Reason Behind Your Birth

saya ada lagunya  _/\_

link
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 04:29:06 PM
Quote from: 53121f4n71 on 23 March 2011, 04:21:06 PM
judul lagunya : The Reason Behind Your Birth

saya ada lagunya  _/\_
mintaaaa cc......hehe....tq  _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Sumedho on 23 March 2011, 07:33:49 PM
kekna dulu pernah baca sutta bahaya melantunkan khotbah dengan nada/lagu
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Umat Awam on 23 March 2011, 07:41:18 PM
Quote from: Sumedho on 23 March 2011, 07:33:49 PM
kekna dulu pernah baca sutta bahaya melantunkan khotbah dengan nada/lagu

Trus PAritta Karaniya metta sutta jg ada kan lagu/lantunan syairnya.. trus, ratana sutta, dan beberapa paritta yg bernada layaknya lagu, apakah itu belum bisa dikatakan lagu yah?? ato hanya merupakan lantunan syair.. sy juga jd agak bingung... Hmm..
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Umat Awam on 23 March 2011, 07:44:27 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 04:29:06 PM
mintaaaa cc......hehe....tq  _/\_

Lagu The Reason Behind Your Birth bisa di download di facebook nya LAgu Buddhist By Obhasati Fondation.. silahkan di cek... _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Anestan on 23 March 2011, 07:49:18 PM
Quote from: Umat Awam on 23 March 2011, 07:44:27 PM
Lagu The Reason Behind Your Birth bisa di download di facebook nya LAgu Buddhist By Obhasati Fondation.. silahkan di cek... _/\_

di buddhanet juga ada kekna 1 album  ;D
Universal Wisdom Foundation - 'Science & Buddhism' (1998) (http://www.buddhanet.net/audio-songs_english.htm)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 07:52:25 PM
Nah umat awam ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  da mengingatkan PAritta Karaniya metta sutta, saya ingat parittanya memang bernada dan saya suka parittanya krn nadanya enak di dengar(waktu itu), kalo ga salah nadanya milalala solasola, milasososo miso miso, itu paritta ini bkn?
♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  nya bsk ya umat awam, di hp ga ad fitur thankyou huhu...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Umat Awam on 23 March 2011, 08:02:56 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 07:52:25 PM
Nah umat awam ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  da mengingatkan PAritta Karaniya metta sutta, saya ingat parittanya memang bernada dan saya suka parittanya krn nadanya enak di dengar(waktu itu), kalo salah nadanya milalala solasola, milasososo miso miso, itu paritta ini bkn?
♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  nya bsk ya umat awam, di hp ga ad fitur thankyou huhu...
Iyaa... Gpp.. kalo belom bisa klik Thank you.. kirim ucapan thank you berupa angpau jg ga apa koq, saya terima walo cuman dikit.. wakakakakak....  :P

=))
^:)^
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 23 March 2011, 08:07:07 PM
Br ingat, kalo ga salah di zen boleh main musik kan? Pernah dgr wkt Dharma talk.. Yg memainkannya murid2nya ad biola, gitar.. Menenangkan sih...
Trus kalo kasi org liat video sedih biasanya diikutin dengan lagu instrumen sedih biar lebih tergugah, apakah merupakan kemelekatan?
Trus kalo kita main musik dengan feeling yg menggebu2 jg termasuk kemelekatan?
Maap byk tanya...hihi
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Peacemind on 23 March 2011, 08:08:17 PM
Bagaimana dengan kisah yang tercatat dalam Sakkapañhasutta di mana Sang Buddha memuji permainan kecapi dan lagu yang dibawakan Pañcasika?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 08:13:20 PM
Paritta Karaniya Metta Sutta, Ratana Sutta, dll yg dilagukan itu hanya dilakukan oleh satu aliran tertentu, di Theravada dari aliran lain Paritta hanya dibacakan dengan cara yg membosankan (baca: tdiak dinyanyikan).
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 08:29:30 PM
Quote from: Peacemind on 23 March 2011, 08:08:17 PM
Bagaimana dengan kisah yang tercatat dalam Sakkapañhasutta di mana Sang Buddha memuji permainan kecapi dan lagu yang dibawakan Pañcasika?

1. Pancasikha bukan seorang bhikkhu jadi tidak ada pelanggaran apa pun yg ia lakukan dengan bermain kecapi
2. Jika suatu permainan musik memang bagus dan layak dipuji, Sang Buddha hanya mengatakan kebenaran, karena tidakah mungkin Sang Buddha mencela sesuatu yg selayaknya dipuji
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 08:52:54 PM
Quote from: Indra on 23 March 2011, 08:29:30 PM
1. Pancasikha bukan seorang bhikkhu jadi tidak ada pelanggaran apa pun yg ia lakukan dengan bermain kecapi
2. Jika suatu permainan musik memang bagus dan layak dipuji, Sang Buddha hanya mengatakan kebenaran, karena tidakah mungkin Sang Buddha mencela sesuatu yg selayaknya dipuji

Bukankah bagus atau tidaknya seseorang dalam memainkan alat musik itu relatif (persepsi) ya ? Hmmm, coba saya baca dulu suttanya...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 08:59:36 PM
Quote from: rooney on 23 March 2011, 08:52:54 PM
Bukankah bagus atau tidaknya seseorang dalam memainkan alat musik itu relatif (persepsi) ya ? Hmmm, coba saya baca dulu suttanya...

benar bahwa bagus atau tidak itu adalah relatif dan subyektif dari si pendengar, tapi kalau Sang Buddha bilang bagus saya percaya mengingat bahwa di masa mudanya pun Sang Buddha juga ahli bermain musik.

ya silakan anda membaca suttanya (DN 21 Sakkapanha Sutta), di situ Sang Buddha juga mengemukakan argumen yg mendukung pujianNya tersebut
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 23 March 2011, 09:39:01 PM
Quote1.6. Ketika mendengarkan ini, Sang Bhagavā berkata: 'Pañcasikha, suara kecapimu mengiringi lagumu dengan indah, dan lagumu mengiringi kecapimu dengan indah, sehingga tidak ada yang menutupi yang lain. Kapankah engkau menggubah syair-syair ini tentang Buddha, Dhamma, para Arahant, dan cinta?' 'Bhagavā, ketika Sang Bhagavā sedang berada di tepi Sungai Nerañjarā, di bawah pohon banyan penggembala sebelum mencapai Penerangan Sempurna. Pada waktu itu, aku jatuh cinta kepada Nona Bhaddā, cerah bagai matahari, putri dari Raja Timbarū dari para gandhabba. Tetapi nona itu jatuh cinta kepada orang lain. Yaitu Sikhaddi, putra Mātali si kusir, yang lebih ia sukai. Dan ketika aku mengetahui bahwa aku tidak dapat memenangkan nona itu dengan cara apa pun, aku mengambil kecapi kayu-beluva kuning milikku dan pergi ke rumah Raja Timbarū dari para gandhabba, dan di sana aku menyanyikan syair-syair ini:'

Apakah ada standarisasi bagaimana musik yang indah atau yang lebih tepatnya tidak saling menutupi satu sama lain ?

Kalo saya perhatikan mungkin yang dimaksud dengan 'indah' adalah permainan nada kecapinya tidak membuat perhatian orang tertuju penuh pada nada tetapi juga pada lirik. Kan banyak lagu yang dominan di nada dan instrumen tapi tidak di lirik atau pun sebaliknya. Saya pernah mendengar beberapa lagu yang ketika didengarkan membuat perhatian saya bisa pada nada, instrumen, sekaligus lirik... (Bisa saja ini cuma perasaan saya saja  ;D)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 09:50:19 PM
Quote from: rooney on 23 March 2011, 09:39:01 PM
Apakah ada standarisasi bagaimana musik yang indah atau yang lebih tepatnya tidak saling menutupi satu sama lain ?

Kalo saya perhatikan mungkin yang dimaksud dengan 'indah' adalah permainan nada kecapinya tidak membuat perhatian orang tertuju penuh pada nada tetapi juga pada lirik. Kan banyak lagu yang dominan di nada dan instrumen tapi tidak di lirik atau pun sebaliknya. Saya pernah mendengar beberapa lagu yang ketika didengarkan membuat perhatian saya bisa pada nada, instrumen, sekaligus lirik...

di situ Sang Buddha menilai keharmonisan alat musik dan vokal sebagai suatu karakteristik musik indah, tapi ini tentu saja berbeda bagi orang lain. misalnya bagi saya yg lebih menyukai musik2 instrumental, suara manusia hanya merusak keindahan musik. tapi ini adalah poin yg tidak penting dari sutta ini. tadi Sam Peacemind hanya menyinggung sutta ini untuk menunjukkan bahwa Sang Buddha sebenarnya tidak anti musik.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: junxiong on 23 March 2011, 10:25:27 PM
Hmm... saya jadi teringat lagu-lagu Imee Ooi yang rata-rata syairnya merupakan paritta atau mantra~
Dan saya sendiri sangat suka (baca: melekat bagaikan lem uhu) pada perpaduan musik dan nyanyiannya itu. Sangat bagus sekali ^-^
Kira-kira menurut teman-teman adanya musik-musik seperti itu, lebih banyak manfaat atau kerugian yah??
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 10:40:55 PM
Quote from: junxiong on 23 March 2011, 10:25:27 PM
Hmm... saya jadi teringat lagu-lagu Imee Ooi yang rata-rata syairnya merupakan paritta atau mantra~
Dan saya sendiri sangat suka (baca: melekat bagaikan lem uhu) pada perpaduan musik dan nyanyiannya itu. Sangat bagus sekali ^-^
Kira-kira menurut teman-teman adanya musik-musik seperti itu, lebih banyak manfaat atau kerugian yah??

silakan baca postingan saya sebelumnya tentang Buddhist Monastic Code dari Ven. Thanisaro yg merupakan ringkasan dari Patimokkha dan kutipan Vinaya bagian Cullavagga. jika musik memberikan lebih banyak manfaat tentu Sang Buddha tidak menetapkan larangan menikmati musik dalam Vinaya. IMO, manfaatnya hanya ada di pihak producer music yg berhasil memanfaatkan ketidak-tahuan umat Buddha sebagai pasarnya
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: junxiong on 23 March 2011, 10:45:57 PM
manfaat yang saya maksud dalam artian bukan dalam melatih dhamma bagi para umat Buddhist...
Karena setelah membahas sejauh ini, saya merasa semua sudah sepakat mendengar musik tidak membawa manfaat bagi yang ingin
mencapai pencerahan karena hanya menciptakan kemelakatan...

Manfaat yang dimaksud saya adalah memperkenalkan orang-orang mengenai Buddhism
Umat awam yang sekedar ber-ktp Buddha, umat yang berasal dari ajaran/kepercayaan lain,
siapa tahu mereka tertarik dengan lagu-lagu indah sehingga ingin mengenali Buddha dhamma~

dengan muncul pikiran, oh lagu indah. Liriknya membicarakan apa yah? Ternyata Karaniya Metta Sutta? Apa itu yah? dst dst

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 23 March 2011, 10:54:00 PM
Quote from: junxiong on 23 March 2011, 10:45:57 PM
manfaat yang saya maksud dalam artian bukan dalam melatih dhamma bagi para umat Buddhist...
Karena setelah membahas sejauh ini, saya merasa semua sudah sepakat mendengar musik tidak membawa manfaat bagi yang ingin
mencapai pencerahan karena hanya menciptakan kemelakatan...

Manfaat yang dimaksud saya adalah memperkenalkan orang-orang mengenai Buddhism
Umat awam yang sekedar ber-ktp Buddha, umat yang berasal dari ajaran/kepercayaan lain,
siapa tahu mereka tertarik dengan lagu-lagu indah sehingga ingin mengenali Buddha dhamma~

dengan muncul pikiran, oh lagu indah. Liriknya membicarakan apa yah? Ternyata Karaniya Metta Sutta? Apa itu yah? dst dst

tanpa nyanyian pun, di masa lalu Sang Buddha memiliki lebih banyak pengikut berkualitas daripada masa sekarang, apalah gunanya menambah jumlah umat yg hanya suka mendengar lagu tapi lupa praktik Dhamma? tanpa lagu Sang Buddha terbukti banyak menghasilkan orang-orang suci
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Hendra Susanto on 23 March 2011, 11:32:03 PM
menurut saya pribadi, lantunan music paritta, spt karaniya, rattana, dll. Itu sama dengan music pada umumnya, cth, lagu instrumental atau lagunya rosa :D sama2 memanjakan indria
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 09:37:55 AM
Quote from: Indra on 23 March 2011, 08:13:20 PM
Paritta Karaniya Metta Sutta, Ratana Sutta, dll yg dilagukan itu hanya dilakukan oleh satu aliran tertentu, di Theravada dari aliran lain Paritta hanya dibacakan dengan cara yg membosankan (baca: tdiak dinyanyikan).
Apakah aliran tertentu yang melagukan itu menyimpang?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 24 March 2011, 09:39:30 AM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 09:37:55 AM
Apakah aliran tertentu yang melagukan itu menyimpang?

saya tidak mengatakan demikian, vonis demikian diluar kapasitas saya, walaupun memang banyak kontroversi seputar aliran ini
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 09:59:47 AM
Quote from: Indra on 24 March 2011, 09:39:30 AM
saya tidak mengatakan demikian, vonis demikian diluar kapasitas saya, walaupun memang banyak kontroversi seputar aliran ini
ia menurutku sih sebenarnya paritta tak perlu nada juga gpp, dulu saya ga tau nada tapeicou, cm baca2 aja...tapi menurut pandangan kk paritta itu gunanya apa ya? Apakah kalo kita baca aja tanpa ngerti artinya bermanfaat?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: johan3000 on 24 March 2011, 10:34:42 AM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 12:34:44 PM
_/\_
Saya baca ada yang bilang jangan menghubungkan musik dengan Dhamma,
(http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=10411.0
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15166.0)
tapi bagaimana pendapat senior2 bagaimana dengan mantra2 yg dilagukan, seperti Ta pei cou, Amitabha....(saya kurang jelas aliran apa saja yang membaca mantra apakah hanya mahayana?) Terus bagaimana kita sebaiknya menyingkapi lagu2 Buddhist? Contohnya lagu2 yang terkenal itu malam suci waisak, mari kita berdana, pekik kemenangan, pendupaan, bumi suci sukavati, dan kalau tidak salah ada lagu mars Buddhist? Mohon Pencerahan... _/\_


Quotekk kasi tanggapan dong ^^

Dhamma, kemelekatan (music)....

1. Karna dulu sewaktu Buddha membabarkan Dhamma tidak memakai alat music maupun jokes
2. karna kenikmatan > kemelekatan > penderitaan (kira2 begitu), maka kenikmatan (spt music, bukan menu utama)
3. Tetapi dimana garis kenikmatan n kenyamanan itu ? wihara dgn kipas atau AC  plasma cluster, ion, filter hepa, dst?


kalau secara pribadi.... dan utk umat awam.. (nih bukan menyarankan utk umat Buddhist lhooo)

music memberi kenyamanan, dan music juga dipakai dlm hal motivasi utk memompa semangat peserta....
bagi yg suka karaoke... nah ini kesempatan sekalian bisa dilakukan tanpa harus biaya tambahan...
bagi yg suka gerak2an (olah tubuh) bisa loncat2, tepuk tangan, dst.... sekalian bisa dilakukan tanpa harus biaya tambahan...
bagi yg suka mengeluarkan emosii..... ya sekalian nangis aja deh.... ini juga bisa dilakukan tanpa harus biaya tambahan...
bagi yg lagi melatih vokal...............ini juga bisa dilakukan tanpa harus biaya tambahan...
apa lagi melibatkan umat, yg mendpt giliran harus naik panggung dan bernyanyi.....nahhhh ini kan bisa seruuuuu

jadi musicpun ada sisi positipnya dalam batas2 tertentu.....

ngomong2 kalau cerita jetaka pada anak2, enak pakai musik gak ?  ;D ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 10:37:32 AM
^
wkwkwkw.....kok pesanku di quote sih  :-[
kk sacheng emang plgl lucu.... :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Umat Awam on 24 March 2011, 11:13:12 AM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 09:59:47 AM
ia menurutku sih sebenarnya paritta tak perlu nada juga gpp, dulu saya ga tau nada tapeicou, cm baca2 aja...tapi menurut pandangan kk paritta itu gunanya apa ya? Apakah kalo kita baca aja tanpa ngerti artinya bermanfaat?

IMOO, Paritta jiika dibaca tanpa direnungkan dan dipahami maknanya, sama seperti burung BEO yg pandai bernyanyi, namun tidak mengerti arti dari yg diucapkan itu.. CMIIW
_/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: riveamaretta on 24 March 2011, 12:56:11 PM
Tambahan lagi dari coment Sacheng.Banyak keuntungan yang didapat sebenernya :

1. Orang yang menjual CD2 lagu Buddhist dapat pendapat tersendiri.
2. Biar ga ngantuk saat baca paritta/sutta
3. Gak mau kalah ma agama tetangga
4. Vihara bakal tambah umat karena dapat membentuk paduaan suara/koor
5. Biar barang jualan jadi tambah banyak , masa buku aja gitu.
6. Ada orang2 yang suka gaya audio khusus : nyanyian,piano, atau apalah gitu..

CMIIW _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 24 March 2011, 05:06:17 PM
Hubungan Musik dengan Dhamma?

menurut saya cuma ada pembenaran aja ;D.

nona yenyen kan fansnya ajahn brahm, seharusnya ingat pesan ajahn brahm..... bahwa "keheningan itu menyenangkan" ;D.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 05:20:18 PM
Quote from: comel on 24 March 2011, 05:06:17 PM
Hubungan Musik dengan Dhamma?

menurut saya cuma ada pembenaran aja ;D.

nona yenyen kan fansnya ajahn brahm, seharusnya ingat pesan ajahn brahm..... bahwa "keheningan itu menyenangkan" ;D.
aku blm pernah dengar kata2 itu, tapi setuju sih keheningan itu menyenangkan... Cuma kalo hening trus kayanya sepi hahaha.... Kalo saya sih lebih fleksibel, tidak suka yang terlalu fanatik... hehe.... :P
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: No Pain No Gain on 24 March 2011, 05:36:42 PM
well..setelah mengamati perkembangan thread..saya ingin ikut beropini:
Dhamma bisa disebarkan lewat media apapun..tidak terbatas pada kata2 saja...tetapi jgn melekat pada media tersebut..selama media tersebut meningkatkan motivasi/konsentrasi kita, it's okay..

saya punya pengalaman wkt dulu belajar dgn temen2
ada temen yang kalo lagi belajar suka dgr musik/lagu, ada juga temen yang kalo lagi belajar suka menyepi..ketika ditanya mengenai hal tersebut, apa jawaban mereka? krn mereka merasa nyaman dan bisa untuk lebih berkonsentrasi untuk belajar...

jadi di sini bukan hanya sebatas boleh atau tidak boleh..
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 24 March 2011, 05:44:29 PM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 05:20:18 PM
aku blm pernah dengar kata2 itu, tapi setuju sih keheningan itu menyenangkan... Cuma kalo hening trus kayanya sepi hahaha.... Kalo saya sih lebih fleksibel, tidak suka yang terlalu fanatik... hehe.... :P

pesan kan ngak selalu di denger nona hema, bisa aja pesan secara tertulis kan :p.
nona yenyen mesti memahami keheningan ;D,
keheningan bukan karena tidak ada suara saja,
tapi keheningan batin lebih penting dari yang lain ;D.
walaupun tidak ada suara musik, tapi kalo batin kita menciptakan musik itu juga tidak baik ;D.

bukannya fanatik nona yenyen ;D.
kita belajar ajaran buddha kan biar bisa jadi lebih baik ;D.
kita sudah diberikan jalannya, tapi kalo kita fleksibel (menuruti perasaan dan pikiran),
artinya kita sudah sengaja keluar jalan itu ;D.
kalo udah ada unsur kesengajaan, untuk apa lagi kita lalui jalan itu? ;D
mending kita ciptain jalan sendiri aja toh ;D.
kan enak ngak selalu mengikuti perasaan dan pikiran ;D.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: No Pain No Gain on 24 March 2011, 05:48:14 PM
Quote from: comel on 24 March 2011, 05:44:29 PM
pesan kan ngak selalu di denger nona hema, bisa aja pesan secara tertulis kan :p.
nona yenyen mesti memahami keheningan ;D,
keheningan bukan karena tidak ada suara saja,
tapi keheningan batin lebih penting dari yang lain ;D.
walaupun tidak ada suara musik, tapi kalo batin kita menciptakan musik itu juga tidak baik ;D.

bukannya fanatik nona yenyen ;D.
kita belajar ajaran buddha kan biar bisa jadi lebih baik ;D.
kita sudah diberikan jalannya, tapi kalo kita fleksibel (menuruti perasaan dan pikiran),
artinya kita sudah sengaja keluar jalan itu ;D.
kalo udah ada unsur kesengajaan, untuk apa lagi kita lalui jalan itu? ;D
mending kita ciptain jalan sendiri aja toh ;D.
kan enak ngak selalu mengikuti perasaan dan pikiran ;D.

ada benernya juga
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 05:59:27 PM
 [at] NPNG
Wah topppp bangettt kata2 kk ◦°◦нeнeнeнe◦°◦..m ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  yaaaa... Setujuuu...!!!
[at] comel
Kok ad nona hema? Emang hema ada post ya? Kok ga keliatan ya ditempatku? Mgkn error y?
Ia ngerti tp pandangan tiap org berbeda2 kk, ad yg blg mesti vegetarian apapun alasannya, dan kalo makanannya terkena daging dia ga mau makan lg. Nah tuh br fanatik, pdhal mengenai vegetarian kan ad yg blg bole ad yg blg ga bole.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 24 March 2011, 06:02:12 PM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 05:20:18 PM
aku blm pernah dengar kata2 itu, tapi setuju sih keheningan itu menyenangkan... Cuma kalo hening trus kayanya sepi hahaha.... Kalo saya sih lebih fleksibel, tidak suka yang terlalu fanatik... hehe.... :P
Ketenangan bathin dan ketenangan fisik itu berbeda. Seseorang bisa merasa sepi karena bathinnya bergejolak dan tidak tenang.

Meditasi juga bukan suatu kegiatan relaksasi yang mencari enak. Kalau mau yang begitu, saya sarankan masker muka + massage + aromatherapy + dengar lagu tenang. ;D Meditasi juga memang bukan kegiatan siksa diri, jadi menghindari sakit dan juga keadaan terlena oleh kenikmatan; sebab keduanya menyebabkan kita susah berkonsentrasi.

Mencari kepadaman nafsu dengan mengejar nafsu lain itu seperti menghindari sakit kepala dengan teler pakai shabu2. Yang pasti, sakitnya tidak akan sembuh.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 24 March 2011, 06:18:01 PM
Okay keheningan itu ketenangan batin.. Got it...!! (=^____^= )
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: rooney on 24 March 2011, 06:27:28 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 24 March 2011, 06:02:12 PM
Ketenangan bathin dan ketenangan fisik itu berbeda. Seseorang bisa merasa sepi karena bathinnya bergejolak dan tidak tenang.

Meditasi juga bukan suatu kegiatan relaksasi yang mencari enak. Kalau mau yang begitu, saya sarankan masker muka + massage + aromatherapy + dengar lagu tenang. ;D Meditasi juga memang bukan kegiatan siksa diri, jadi menghindari sakit dan juga keadaan terlena oleh kenikmatan; sebab keduanya menyebabkan kita susah berkonsentrasi.

Mencari kepadaman nafsu dengan mengejar nafsu lain itu seperti menghindari sakit kepala dengan teler pakai shabu2. Yang pasti, sakitnya tidak akan sembuh.

Bagaimana dengan mengolah racun menjadi obat ?  ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 24 March 2011, 06:34:55 PM
Quote from: rooney on 24 March 2011, 06:27:28 PM
Bagaimana dengan mengolah racun menjadi obat ?  ;D
Tergantung kasus. Dalam kasus tertentu, obat bagi seseorang adalah racun bagi orang lain. Dalam kasus lain, memang berlaku universal: racun adalah racun, obat adalah obat.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: johan3000 on 24 March 2011, 06:37:17 PM
music sering digunakan agama utk mengugah emosi umat...

cerita sutta berbakti pada orang tua diselingin dgn aluan guitar....
sehingga emosi umat tergugah sampai mencucurkan air mata...

ada yg tau tentang hal tsb ? mohon di share ya...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Umat Awam on 24 March 2011, 06:46:39 PM
Quote from: johan3000 on 24 March 2011, 06:37:17 PM
music sering digunakan agama utk mengugah emosi umat...

cerita sutta berbakti pada orang tua diselingin dgn aluan guitar....
sehingga emosi umat tergugah sampai mencucurkan air mata...

ada yg tau tentang hal tsb ? mohon di share ya...

Upaya Kausalya...  :)) :)) :))

;D ^:)^
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 24 March 2011, 07:10:26 PM
Apakah agama Buddha hanya berkutat di seputar dhamma saja atau penerapan dhamma dalam berbagai bidang kehidupan?

Misal sekolah buddhist apakah tidak diperlukan pelajaran kesenian- seni musik? dan apakah itu bertentangan dengan Dhamma? Tentunya yang mengajarkan bukan bhikkhunya melainkan sesuai peran dan kapasitas masing-masing. Mengingat ada sekolah buddhist yang mana STI terlibat didalamnya juga. Bagaimana dengan sekolah minggu anak-anak di vihara Theravada ,mereka juga diajarkan menyanyi dan bermain musik ...?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 24 March 2011, 07:27:47 PM
bagaimana suara sang bagava ketika mengajarkan dhamma? terutama bait bait sutta? bukan kah seperti membaca puisi?( maksudnya ada intonasi nya yang merdu atau enak di dengar sang pendengar ) tidak tahu apakah suaranya seperti melagukan ketika mengajarkan dhamma?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 24 March 2011, 07:52:20 PM
Quote from: daimond on 24 March 2011, 07:27:47 PM
bagaimana suara sang bagava ketika mengajarkan dhamma? terutama bait bait sutta? bukan kah seperti membaca puisi?( maksudnya ada intonasi nya yang merdu atau enak di dengar sang pendengar ) tidak tahu apakah suaranya seperti melagukan ketika mengajarkan dhamma?

di mana anda mendengarnya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Hendra Susanto on 24 March 2011, 11:19:00 PM
Quote from: Indra on 24 March 2011, 07:52:20 PM
di mana anda mendengarnya?

Di angan²
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: andry on 24 March 2011, 11:30:23 PM
Quote from: bond on 24 March 2011, 07:10:26 PM
Apakah agama Buddha hanya berkutat di seputar dhamma saja atau penerapan dhamma dalam berbagai bidang kehidupan?

Misal sekolah buddhist apakah tidak diperlukan pelajaran kesenian- seni musik? dan apakah itu bertentangan dengan Dhamma? Tentunya yang mengajarkan bukan bhikkhunya melainkan sesuai peran dan kapasitas masing-masing. Mengingat ada sekolah buddhist yang mana STI terlibat didalamnya juga. Bagaimana dengan sekolah minggu anak-anak di vihara Theravada ,mereka juga diajarkan menyanyi dan bermain musik ...?
semuanya telah bergeser...
jika tidak di pertahankan, maka akan semakin tergeser, dan kehilangan core.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 09:02:02 AM
Quote from: bond on 24 March 2011, 07:10:26 PM
Apakah agama Buddha hanya berkutat di seputar dhamma saja atau penerapan dhamma dalam berbagai bidang kehidupan?

Misal sekolah buddhist apakah tidak diperlukan pelajaran kesenian- seni musik? dan apakah itu bertentangan dengan Dhamma? Tentunya yang mengajarkan bukan bhikkhunya melainkan sesuai peran dan kapasitas masing-masing. Mengingat ada sekolah buddhist yang mana STI terlibat didalamnya juga. Bagaimana dengan sekolah minggu anak-anak di vihara Theravada ,mereka juga diajarkan menyanyi dan bermain musik ...?
Hubungan seksual. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan seksual berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), menahan diri dari cara yang salah (tidak dengan saudara kandung, istri/tunangan orang lain, anak di bawah umur, anak di bawah perwalian, petapa) adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau berhubungan seksual sambil baca paritta tertentu, namanya jadi 'dhamma sex'? Sebuah sex yang bermuatan dhamma gitu?


[spoiler]Main musik. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan musik berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau bermusik dengan lirik dhamma tertentu, namanya jadi 'dhamma music'? Sebuah musik yang bermuatan dhamma gitu?[/spoiler]

[spoiler]Dengan mengejutkan, pasti hampir semua setuju tidak ada 'dhamma sex' tapi tidak setuju tidak ada 'dhamma music' dengan alasan 'musik tidak bisa disamakan dengan hubungan seksual', padahal keduanya sama-sama wujud dari kesenangan indriah, yang dalam meditasi (samatha), ditinggalkan.

Dhamma 'diaplikasikan' ke dalam kehidupan adalah maksudnya kita menyikapi satu aspek kehidupan itu sesuai dengan dhamma, bukan dengan memasukkan bumbu dhamma ke dalam aspek kehidupan, karena dhamma sendiri BUKAN suatu aspek kehidupan, namun mengenai kehidupan itu secara keseluruhan.[/spoiler]

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: dhammadinna on 25 March 2011, 09:09:35 AM
Quote from: Sumedho on 23 March 2011, 07:33:49 PM
kekna dulu pernah baca sutta bahaya melantunkan khotbah dengan nada/lagu

Ya, saya juga pernah baca, tapi lupa di mana. Ada yang bisa menambahkan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 09:26:55 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 09:02:02 AM
Hubungan seksual. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan seksual berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), menahan diri dari cara yang salah (tidak dengan saudara kandung, istri/tunangan orang lain, anak di bawah umur, anak di bawah perwalian, petapa) adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau berhubungan seksual sambil baca paritta tertentu, namanya jadi 'dhamma sex'? Sebuah sex yang bermuatan dhamma gitu?


[spoiler]Main musik. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan musik berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau bermusik dengan lirik dhamma tertentu, namanya jadi 'dhamma music'? Sebuah musik yang bermuatan dhamma gitu?[/spoiler]

[spoiler]Dengan mengejutkan, pasti hampir semua setuju tidak ada 'dhamma sex' tapi tidak setuju tidak ada 'dhamma music' dengan alasan 'musik tidak bisa disamakan dengan hubungan seksual', padahal keduanya sama-sama wujud dari kesenangan indriah, yang dalam meditasi (samatha), ditinggalkan.

Dhamma 'diaplikasikan' ke dalam kehidupan adalah maksudnya kita menyikapi satu aspek kehidupan itu sesuai dengan dhamma, bukan dengan memasukkan bumbu dhamma ke dalam aspek kehidupan, karena dhamma sendiri BUKAN suatu aspek kehidupan, namun mengenai kehidupan itu secara keseluruhan.[/spoiler]



Contoh yang ektrem baca parita sambil ngesex :))

Sebenarnya harus dipisahkan antar peran seorang bhikkhu dan umat awam dan juga konteks agama membantu meningkatkan aspek kesejahteraan sosial. Misal STI membuat sekolah disana bhikkhu bisa mengajarkan pendidikan agama Buddha. Tetapi yang mengurus sisanya ya umat awam dengan tujuan pendidikan ini dapat berkembang dengan nilai kebudhisan. Musik sendiri tidak melanggar pancasila. Jadi Dhamma disini membantu pendidikan dimana disana ada mata pelajaran musik. Kalau baca parita sambil ngesex, ini contoh yang mengada-ada. Anak kecil dilatih bernyanyi dengan isi/lirik muatan dhamma apakah ini tidak sesuai Dhamma?. Menurut saya kompleks sekali untuk menjustifikasi permasalahan hitam putih.
Bagaimana dengan Bhante Girirakhita yang membuat lirik lagu tapi tidak bermain musik dan menyanyi kemudian umat yang memainkannya. ? apakah itu salah.?

Saya setuju kalau lirik lagu dhamma distelkan lagu metal tentu tidak nyambung...

Oleh karena itu saya katakan melakukan sesuatu sesuai peran masing2. Musik bisa saja menjadi media bisa juga sebagai hiburan dsb tergantung konteks masing2.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 25 March 2011, 09:32:14 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 09:02:02 AM
Hubungan seksual. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan seksual berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), menahan diri dari cara yang salah (tidak dengan saudara kandung, istri/tunangan orang lain, anak di bawah umur, anak di bawah perwalian, petapa) adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau berhubungan seksual sambil baca paritta tertentu, namanya jadi 'dhamma sex'? Sebuah sex yang bermuatan dhamma gitu?


[spoiler]Main musik. Bolehkah? Untuk bhikkhu tentu tidak boleh, tapi untuk umat awam tentu boleh-boleh saja. Bagaimana kita menahan diri dari kenikmatan musik berlebihan (seperti melakukan atthasila pada uposatha), adalah bagaimana dhamma diaplikasikan, diterapkan dalam kehidupan. Apakah ada, misalnya, kalau bermusik dengan lirik dhamma tertentu, namanya jadi 'dhamma music'? Sebuah musik yang bermuatan dhamma gitu?[/spoiler]

[spoiler]Dengan mengejutkan, pasti hampir semua setuju tidak ada 'dhamma sex' tapi tidak setuju tidak ada 'dhamma music' dengan alasan 'musik tidak bisa disamakan dengan hubungan seksual', padahal keduanya sama-sama wujud dari kesenangan indriah, yang dalam meditasi (samatha), ditinggalkan.

Dhamma 'diaplikasikan' ke dalam kehidupan adalah maksudnya kita menyikapi satu aspek kehidupan itu sesuai dengan dhamma, bukan dengan memasukkan bumbu dhamma ke dalam aspek kehidupan, karena dhamma sendiri BUKAN suatu aspek kehidupan, namun mengenai kehidupan itu secara keseluruhan.[/spoiler]
Bagaimana dengan Dhamma TV, Dhamma inet, Dhamma DVD, Dhamma forum kk?  :P
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 09:32:30 AM
Quote from: bond on 25 March 2011, 09:26:55 AM
Contoh yang ektrem baca parita sambil ngesex :))

Sebenarnya harus dipisahkan antar peran seorang bhikkhu dan umat awam dan juga konteks agama membantu meningkatkan aspek kesejahteraan sosial. Misal STI membuat sekolah disana bhikkhu bisa mengajarkan pendidikan agama Buddha. Tetapi yang mengurus sisanya ya umat awam dengan tujuan pendidikan ini dapat berkembang dengan nilai kebudhisan. Musik sendiri tidak melanggar sila. Jadi Dhamma disini membantu pendidikan dimana disana ada mata pelajaran musik. Kalau baca parita sambil ngesex, ini contoh yang mengada-ada. Anak kecil dilatih bernyanyi dengan isi/lirik muatan dhamma apakah ini tidak sesuai Dhamma?. Menurut saya kompleks sekali untuk menjustifikasi permasalahan hitam putih.
Bagaimana dengan Bhante Girirakhita yang membuat lirik lagu tapi tidak bermain musik dan menyanyi kemudian umat yang memainkannya. ? apakah itu salah.?

Saya setuju kalau lirik lagu dhamma distelkan lagu metal tentu tidak nyambung...

Oleh karena itu saya katakan melakukan sesuatu sesuai peran masing2.


kalau seorang bante bikin lagu, maka itu pasti benar?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 09:33:10 AM
kalau soal sex, join dong di thread tao and tantra sex ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 09:35:35 AM
Quote from: ryu on 25 March 2011, 09:32:30 AM
kalau seorang bante bikin lagu, maka itu pasti benar?

Dalam hal ini saya tidak ingin menjustifikasi misalnya dalam kasus Bhante Girirakhita. Karena pasti ada pro dan kontra misal bikin liriknya tidak melangar sila sementara lainnya mengatakan hal lainnya. Dhamma is so deep and simple but not so simple as you think.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 09:46:19 AM
kalau ajaran buda gampang, udah jadi arahat semua dong kita ini  =))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 09:48:29 AM
Quote from: M14ka on 25 March 2011, 09:32:14 AM
Bagaimana dengan Dhamma TV, Dhamma inet, Dhamma DVD, Dhamma forum kk?  :P


Jadi ingat kelompok musik Dhammagosa...depannya Dhamma loh :)) gimana tuh ? ada yang mau komentar?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 09:49:04 AM
Quote from: ryu on 25 March 2011, 09:46:19 AM
kalau ajaran buda gampang, udah jadi arahat semua dong kita ini  =))
Makanya baca kalimat belakangnya secara utuh  ^-^
Bagi bahiya gampang =))
Kalau jadi buda gampang juga. Kalau Buddha...nah serukan  :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:03:56 AM
Quote from: bond on 25 March 2011, 09:26:55 AM
Contoh yang ektrem baca parita sambil ngesex :))

Sebenarnya harus dipisahkan antar peran seorang bhikkhu dan umat awam dan juga konteks agama membantu meningkatkan aspek kesejahteraan sosial. Misal STI membuat sekolah disana bhikkhu bisa mengajarkan pendidikan agama Buddha. Tetapi yang mengurus sisanya ya umat awam dengan tujuan pendidikan ini dapat berkembang dengan nilai kebudhisan. Musik sendiri tidak melanggar pancasila. Jadi Dhamma disini membantu pendidikan dimana disana ada mata pelajaran musik. Kalau baca parita sambil ngesex, ini contoh yang mengada-ada. Anak kecil dilatih bernyanyi dengan isi/lirik muatan dhamma apakah ini tidak sesuai Dhamma?. Menurut saya kompleks sekali untuk menjustifikasi permasalahan hitam putih.
Bagaimana dengan Bhante Girirakhita yang membuat lirik lagu tapi tidak bermain musik dan menyanyi kemudian umat yang memainkannya. ? apakah itu salah.?

Saya setuju kalau lirik lagu dhamma distelkan lagu metal tentu tidak nyambung...

Oleh karena itu saya katakan melakukan sesuatu sesuai peran masing2. Musik bisa saja menjadi media bisa juga sebagai hiburan dsb tergantung konteks masing2.
Ya, pakai contoh ekstrem biar rame ;D

Kalau saya pribadi, dalam hal dhamma, tetap kembali pada hal yang paling dasar: keinginan. Apakah bagi seorang bhikkhu atau perumahtangga, tetap keinginan itu membawa pada ketidakpuasan. Jadi saya pribadi sebetulnya tidak terlalu pusing tentang sila, aturan, tradisi, dan sebagainya, tapi lebih pada intinya saja. Musik adalah demi keindahan objek pendengaran, maka cenderung pada perasaan pikiran berkenaan dengan indera telinga yang menyenangkan. Ini tidak bisa ditawar adalah suatu pemupukan keinginan. Dhamma sebaliknya adalah pengikisan keinginan (karena keinginan sendiri mendatangkan ketidakpuasan; saya rasa hampir semua bisa setuju statement ini). Menyebarkan dhamma (mengikis) dengan musik (memupuk), saya lihat tidaklah cocok. Saya membayangkan hal ini sama seperti orang baru sedih putus cinta berusaha melupakan mantannya, lalu saya kirimi foto mantan dengan tulisan "lupakan saja dia". Entah seperti apa rasanya. Demikian juga main lagu dhamma yang liriknya mengikis, sambil memupuk kemelekatan pada suara.

Soal bhante yang bikin lirik lagu, saya tidak tahu seperti apa. Tapi kalau dalam bayangan saya, lirik lagu itu seperti susunan kata-kata saja yang disusun dengan aturan tertentu agar bisa nyambung dengan musiknya. Di sini bhante tidak memainkan musik, maka menurut saya ia tidak melanggar vinaya.

Lalu sekali lagi saya juga sama sekali tidak anti musik. Tadi malam saya main gitar sampai sekitar 4 jam. Tapi saya tetap tidak akan mengaburkan batas antara dhamma dan pemuasan kesenangan indera.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:07:16 AM
Quote from: M14ka on 25 March 2011, 09:32:14 AM
Bagaimana dengan Dhamma TV, Dhamma inet, Dhamma DVD, Dhamma forum kk?  :P
Kita bahas yang forum saja yah, karena kalau yang lain saya tidak begitu tahu.

Sebelumnya, saya mau tanya dulu ke sis M14ka, apa kriteria satu forum disebut forum dhamma?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 10:07:55 AM
Quote from: bond on 25 March 2011, 09:48:29 AM
Jadi ingat kelompok musik Dhammagosa...depannya Dhamma loh :)) gimana tuh ? ada yang mau komentar?
dhammataintment, cari duit kali ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 10:09:27 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 10:03:56 AM
Ya, pakai contoh ekstrem biar rame ;D

Kalau saya pribadi, dalam hal dhamma, tetap kembali pada hal yang paling dasar: keinginan. Apakah bagi seorang bhikkhu atau perumahtangga, tetap keinginan itu membawa pada ketidakpuasan. Jadi saya pribadi sebetulnya tidak terlalu pusing tentang sila, aturan, tradisi, dan sebagainya, tapi lebih pada intinya saja. Musik adalah demi keindahan objek pendengaran, maka cenderung pada perasaan pikiran berkenaan dengan indera telinga yang menyenangkan. Ini tidak bisa ditawar adalah suatu pemupukan keinginan. Dhamma sebaliknya adalah pengikisan keinginan (karena keinginan sendiri mendatangkan ketidakpuasan; saya rasa hampir semua bisa setuju statement ini). Menyebarkan dhamma (mengikis) dengan musik (memupuk), saya lihat tidaklah cocok. Saya membayangkan hal ini sama seperti orang baru sedih putus cinta berusaha melupakan mantannya, lalu saya kirimi foto mantan dengan tulisan "lupakan saja dia". Entah seperti apa rasanya. Demikian juga main lagu dhamma yang liriknya mengikis, sambil memupuk kemelekatan pada suara.

Soal bhante yang bikin lirik lagu, saya tidak tahu seperti apa. Tapi kalau dalam bayangan saya, lirik lagu itu seperti susunan kata-kata saja yang disusun dengan aturan tertentu agar bisa nyambung dengan musiknya. Di sini bhante tidak memainkan musik, maka menurut saya ia tidak melanggar vinaya.

Lalu sekali lagi saya juga sama sekali tidak anti musik. Tadi malam saya main gitar sampai sekitar 4 jam. Tapi saya tetap tidak akan mengaburkan batas antara dhamma dan pemuasan kesenangan indera.


Jadi ingat sutta dimana seseorang(lupa namanya ) diiming2 oleh Buddha peri2 cantik lalu akhirnya menjadi Bhikkhu dan bhikkhu itu mencapai tingkat kesucian, mungkin kadang bisa terjadi pada musik juga walaupun tidak seutuhnya dan selalu demikian
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:17:39 AM
Quote from: bond on 25 March 2011, 10:09:27 AM
Jadi ingat sutta dimana seseorang(lupa namanya ) diiming2 peri lalu akhirnya menjadi Bhikkhu, mungkin kadang bisa terjadi pada musik juga walaupun tidak seutuhnya.
Oh, itu kisah Nanda diiming-imingi peri Tavatimsa. Kalau masalah itu, kembali lagi kepada perbuatan yang merupakan kapasitas seorang Buddha. Hanya Buddha yang melakukan perbuatan 'aneh-aneh' nan kontroversial seperti menawarkan peri, suruh usap-usap muka, cari biji lada, mempertontonkan mayat busuk, dan segudang kasus lainnya. Hal ini dilakukan karena memang seorang Buddha (dikatakan) mengetahui kecenderungan dan potensi makhluk lain. Hal ini tidak dilakukan oleh Agga-savaka sekalipun, karena mereka memang tidak punya pengetahuan tersebut.

Musik sebagai alat sosial, saya rasa itu baik sepenuhnya. Dari hubungan sosial tersebut juga bisa membantu penyebaran dhamma. Tapi mengaburkan musik (pemupukan kesenangan indera) dengan dhamma (pengikisan keinginan) dalam bentuk bias 'musik dhamma', saya tidak bisa memahaminya.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 10:17:46 AM
disinilah perlunya pandangan benar =))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:23:41 AM
Quote from: ryu on 25 March 2011, 10:17:46 AM
disinilah perlunya pandangan benar =))
Pandangan benar gimana, bro ryu? Ditafsirkan oleh siapakah yang benar? Karena kalau bagi biku tertentu, boleh lho biku main gitar.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 10:29:57 AM
Quote
Musik sebagai alat sosial, saya rasa itu baik sepenuhnya. Dari hubungan sosial tersebut juga bisa membantu penyebaran dhamma. Tapi mengaburkan musik (pemupukan kesenangan indera) dengan dhamma (pengikisan keinginan) dalam bentuk bias 'musik dhamma', saya tidak bisa memahaminya.

Yang di bold itulah yang saya maksud. Musik dan Dhamma memang dua hal yang berbeda. Yang satu bisa media, hiburan dsb(seperti yang saya tulis sebelumnya), yang satu lagi ya memang Dhamma itu sendiri.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:35:37 AM
Untuk menambah 'kehangatan' lagi, saya mengajak kita semua berkreasi menciptakan lagu. Temponya adante moderato, dinamika: mezzo-piano (yang menengah-menengah saja, ikut majjhima patipada).
Liriknya saya sediakan:

"Bagi seseorang yang belajar dan menyadari,
telinga, suara, kesadaran telinga, kontak telinga
dan perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, netral
yang mana pun yang lahir dari kontak,
ia tidak terikat, terbelenggu dan tidak terdelusi,
melihat bahayanya, tidak memupuk panca khanda
untuk masa depan..."

Ini reff-nya:

"Sehubungan dengan apa yang didengar, hanya ada apa yang terdengar.
Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu.
Ketika untukmu hanya ada yang terdengar berhubungan dengan apa yg terdengar,
tidak ada dirimu sehubungan dengan itu.
Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana.
Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini
atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya.
Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari Dukkha."


[spoiler]Judul lagu = Ironi Dhamma[/spoiler]
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 25 March 2011, 10:39:34 AM
Quote from: bond on 25 March 2011, 10:29:57 AM
Yang di bold itulah yang saya maksud. Musik dan Dhamma memang dua hal yang berbeda. Yang satu bisa media, hiburan dsb(seperti yang saya tulis sebelumnya), yang satu lagi ya memang Dhamma itu sendiri.

Kalau memang sarana seperti itu, saya pikir sangat baik. Tapi jika musiknya sendiri diformat 'musik dhamma', justru akan mengaburkan esensi dhamma yang justru menghambat penyebaran dhamma. Jujur, saya lebih setuju jika di vihara diajarkan kesenian musik sekuler ketimbang harus dipaksa muncul 'musik dhamma'.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: riveamaretta on 25 March 2011, 11:19:05 AM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 06:18:01 PM
Okay keheningan itu ketenangan batin.. Got it...!! (=^____^= )

Selamat hari nyepi..haha ..just oot :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 25 March 2011, 12:13:14 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 10:07:16 AM
Kita bahas yang forum saja yah, karena kalau yang lain saya tidak begitu tahu.

Sebelumnya, saya mau tanya dulu ke sis M14ka, apa kriteria satu forum disebut forum dhamma?
Mungkin terdapat Dhamma kali ya? Menurutku forum Dhamma juga bisa membuat kemelekatan hehehehe... seperti yang terjadi padaku sekarang... Tapi yang salah bukan forumnya, tapi salah pd diriku karena blm bs mengendalikan kemelekatan itu sendiri....hehe....

Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 10:39:34 AM
Kalau memang sarana seperti itu, saya pikir sangat baik. Tapi jika musiknya sendiri diformat 'musik dhamma', justru akan mengaburkan esensi dhamma yang justru menghambat penyebaran dhamma. Jujur, saya lebih setuju jika di vihara diajarkan kesenian musik sekuler ketimbang harus dipaksa muncul 'musik dhamma'.
Menurutku sama aja mau musik Dhamma ato musik biasa, yang membedakan hanya liriknya.... bukannya kk menyuruh kita menciptakan lagu Dhamma juga yg judulnya ironi Dhamma? wkwkwk....
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 01:06:19 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 10:23:41 AM
Pandangan benar gimana, bro ryu? Ditafsirkan oleh siapakah yang benar? Karena kalau bagi biku tertentu, boleh lho biku main gitar.
bagi umat buda, kata guru buda, liat dama dan winaya, bukannya winaya yang itu ya, tapi winaya yang ini nih ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: dipasena on 25 March 2011, 01:17:05 PM
Quote from: bond on 25 March 2011, 10:29:57 AM
Yang di bold itulah yang saya maksud. Musik dan Dhamma memang dua hal yang berbeda. Yang satu bisa media, hiburan dsb(seperti yang saya tulis sebelumnya), yang satu lagi ya memang Dhamma itu sendiri.


jika music bs menjadi media penyebaran dhamma dalam artian dilakukan oleh umat perumah tangga, bagaimana jika dilakukan oleh bhikkhu ?

beh, kembali lg ke thread bhikkhu bergitar... jrenggg...jreng... are you readyyy... ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 25 March 2011, 01:23:33 PM
Quote from: dhanuttono on 25 March 2011, 01:17:05 PM
jika music bs menjadi media penyebaran dhamma dalam artian dilakukan oleh umat perumah tangga, bagaimana jika dilakukan oleh bhikkhu ?

beh, kembali lg ke thread bhikkhu bergitar... jrenggg...jreng... are you readyyy... ;D
kalau mahayana sih no problemo karena punya hinaya yang unik, kalao terawada keknya problemo karena punya winaya  ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bond on 25 March 2011, 01:47:51 PM
Quote from: dhanuttono on 25 March 2011, 01:17:05 PM
jika music bs menjadi media penyebaran dhamma dalam artian dilakukan oleh umat perumah tangga, bagaimana jika dilakukan oleh bhikkhu ?

beh, kembali lg ke thread bhikkhu bergitar... jrenggg...jreng... are you readyyy... ;D

Liat reply #86  ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 25 March 2011, 02:26:53 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 25 March 2011, 10:35:37 AM
Untuk menambah 'kehangatan' lagi, saya mengajak kita semua berkreasi menciptakan lagu. Temponya adante moderato, dinamika: mezzo-piano (yang menengah-menengah saja, ikut majjhima patipada).
Liriknya saya sediakan:

"Bagi seseorang yang belajar dan menyadari,
telinga, suara, kesadaran telinga, kontak telinga
dan perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, netral
yang mana pun yang lahir dari kontak,
ia tidak terikat, terbelenggu dan tidak terdelusi,
melihat bahayanya, tidak memupuk panca khanda
untuk masa depan..."

Ini reff-nya:

"Sehubungan dengan apa yang didengar, hanya ada apa yang terdengar.
Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu.
Ketika untukmu hanya ada yang terdengar berhubungan dengan apa yg terdengar,
tidak ada dirimu sehubungan dengan itu.
Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana.
Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini
atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya.
Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari Dukkha."


[spoiler]Judul lagu = Ironi Dhamma[/spoiler]


saya sudah mencoba untuk membuatkan lagunya, tapi setelah dipikir2, ternyata sama persis dengan satu yg pernah diposting di sini, jadi daripada dituduh plagiat, saya tidak jadi memposting lagu saya, untuk yg tertarik untuk mendengarkan, silahkan klik http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 25 March 2011, 02:31:40 PM
Quote from: Indra on 25 March 2011, 02:26:53 PM
saya sudah mencoba untuk membuatkan lagunya, tapi setelah dipikir2, ternyata sama persis dengan satu yg pernah diposting di sini, jadi daripada dituduh plagiat, saya tidak jadi memposting lagu saya, untuk yg tertarik untuk mendengarkan, silahkan klik http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146)
Bagus lagunya kk  :)) :)) :)) :)) :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 26 March 2011, 09:56:23 AM
Quote from: M14ka on 25 March 2011, 12:13:14 PM
Mungkin terdapat Dhamma kali ya? Menurutku forum Dhamma juga bisa membuat kemelekatan hehehehe... seperti yang terjadi padaku sekarang... Tapi yang salah bukan forumnya, tapi salah pd diriku karena blm bs mengendalikan kemelekatan itu sendiri....hehe....
Ya, memang objek apapun termasuk forum, bisa saja dilekati. Tapi pada dasarnya, forum dhamma tidak dibuat untuk memanjakan indriah.


QuoteMenurutku sama aja mau musik Dhamma ato musik biasa, yang membedakan hanya liriknya.... bukannya kk menyuruh kita menciptakan lagu Dhamma juga yg judulnya ironi Dhamma? wkwkwk....
;D Sis M14ka, coba diperhatikan liriknya. Itu adalah penggalan dari Mahasalayatanika Sutta & Bahiya Sutta. Apakah dengan terlena pada musiknya, seseorang bisa merenungkan lirik bahwa kemelekatan pada suara itu berbahaya?
Ini sama ironisnya dengan belajar makan secukupnya di restoran all-you-can-eat atau meditasi asubha dengan objek cewek cantik.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 26 March 2011, 09:57:10 AM
Quote from: Indra on 25 March 2011, 02:26:53 PM
saya sudah mencoba untuk membuatkan lagunya, tapi setelah dipikir2, ternyata sama persis dengan satu yg pernah diposting di sini, jadi daripada dituduh plagiat, saya tidak jadi memposting lagu saya, untuk yg tertarik untuk mendengarkan, silahkan klik http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19506.msg323146#msg323146)
Itu baru cocok dinamakan 'lagu dhamma'.
:D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 26 March 2011, 10:32:13 AM
^
Ic...Wah ternyata kk indra dpt menangkap maksud kk kainyn.... Kerennnn... 2 thumbs up! ^^
:jempol: :jempol: :jempol:
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Sumedho on 29 March 2011, 10:12:31 AM
akhirnya dapet jg

Quote from: AN 5.209: Gītassara Sutta
Bhikkhus, there are five dangers of reciting the Dhamma with a musical intonation. What five?

Oneself gets attached to the sound others get attached to the sound, householders are annoyed, saying, "Just as we sing, these sons of the Sakyan sing", the concentration of those who do not like the sound is destroyed, and  later generations copy it.

These, monks, are the five dangers of reciting the Dhamma with a musical intonation.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: No Pain No Gain on 29 March 2011, 10:15:59 AM
^
^

mau nanya...mang pada saat jaman sang buddha sudah ada reciting dhamma?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: fabian c on 29 March 2011, 10:16:05 AM
Quote from: Sumedho on 29 March 2011, 10:12:31 AM
akhirnya dapet jg


Puji tuhan......
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: HokBen on 29 March 2011, 10:23:53 AM
Berarti pembacaan paritta dan sutta lebih baik jika tidak dilagukan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 29 March 2011, 10:26:34 AM
buda ga maha tau sih, sekarang kan jaman canggih, hinaya yang berlaku sekarang, musik bisa membantu pencerahan asalkan dilakukan dengan benar =))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Sumedho on 29 March 2011, 10:45:26 AM
Pali nya

9. Gītassarasuttaṃ

209.[cūḷava. 249] ''Pañcime , bhikkhave, ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassa. Katame pañca? Attanāpi tasmiṃ sare sārajjati, parepi tasmiṃ sare sārajjanti, gahapatikāpi ujjhāyanti – 'yatheva mayaṃ gāyāma, evamevaṃ kho samaṇā sakyaputtiyā gāyantī'ti, sarakuttimpi nikāmayamānassa samādhissa bhaṅgo hoti, pacchimā janatā diṭṭhānugatiṃ āpajjati. Ime kho, bhikkhave, pañca ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassā''ti. Navamaṃ.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: No Pain No Gain on 29 March 2011, 10:54:24 AM
Quote from: Sumedho on 29 March 2011, 10:45:26 AM
Pali nya

9. Gītassarasuttaṃ

209.[cūḷava. 249] ''Pañcime , bhikkhave, ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassa. Katame pañca? Attanāpi tasmiṃ sare sārajjati, parepi tasmiṃ sare sārajjanti, gahapatikāpi ujjhāyanti – 'yatheva mayaṃ gāyāma, evamevaṃ kho samaṇā sakyaputtiyā gāyantī'ti, sarakuttimpi nikāmayamānassa samādhissa bhaṅgo hoti, pacchimā janatā diṭṭhānugatiṃ āpajjati. Ime kho, bhikkhave, pañca ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassā''ti. Navamaṃ.

9. Gītassarasuttaṃ - Musical sounds

021.09. Bhikkhus, these five are the dangers for reciting the teaching in a musical tone. What five?

Oneself gets attached to the tone, others too get attached to the tone, householders laugh at it: In the manner that we sing, the sons of the recluse Gotama sing, the concentration of those who do not like musical notes gets destroyed. The later generation copy it.

Bhikkhus, these five are the dangers for reciting the teaching in a musical tone.


tp saya masih binung..apa dulu ada sistem reciting ya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 29 March 2011, 11:00:26 AM
apa tu reciting kk npng?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 29 March 2011, 11:01:12 AM
Quote from: No Pain No Gain on 29 March 2011, 10:54:24 AM
9. Gītassarasuttaṃ - Musical sounds

021.09. Bhikkhus, these five are the dangers for reciting the teaching in a musical tone. What five?

Oneself gets attached to the tone, others too get attached to the tone, householders laugh at it: In the manner that we sing, the sons of the recluse Gotama sing, the concentration of those who do not like musical notes gets destroyed. The later generation copy it.

Bhikkhus, these five are the dangers for reciting the teaching in a musical tone.


tp saya masih binung..apa dulu ada sistem reciting ya?

ketika Sang Buddha mengajarkan Karaniya Metta Sutta kepada para bhikkhu, ketika Sang Buddha mengajarkan Ratana Sutta kepada Ananda agar dibacakan sambil mengelilingi Vesali, ketika Sang Buddha mengajarkan Atanatiya Sutta yg diberikan oleh para dewa agar diajarkan kepada para bhikkhu. apakah semua itu bukan reciting Dhamma?

dan lagi, pada saat para bhikkhu berkumpul, dalam sutta biasanya disebutkan dengan "para bhikkhu berkumpul di aula pertemuan", biasanya mereka mengulangi apa yg diajarkan Sang Buddha, apakah ini juga bukan "reciting"?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: No Pain No Gain on 29 March 2011, 11:10:00 AM
^
^

kalo itu sudah terpikirkan..tapi mksd saya sistem pembelajaran dhammanya pada jama dulu..apakah sistemnya reciting ucapan buddha?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 29 March 2011, 11:10:42 AM
Quote from: No Pain No Gain on 29 March 2011, 11:10:00 AM
^
^

kalo itu sudah terpikirkan..tapi mksd saya sistem pembelajaran dhammanya pada jama dulu..apakah sistemnya reciting ucapan buddha?

bisakah anda menjelaskan apa yg anda maksudkan dengan "reciting" itu?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 29 March 2011, 01:23:41 PM
reciting = melafalkan !
bukan men alun kan
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Mr. pao on 29 March 2011, 02:45:32 PM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 02:34:47 PM
Maksudnya kenapa Sang Buddha berpikir gitar bs menghasilkan nada yang bagus, dan tidak berpikir, gitar itu tidak ada gunanya, main musik tidak ada gunanya... berarti tidak ada yang salah dengan gitar dan piano, dan yg memainkannya jg tidak salah?
Terus apakah belajar les musik itu baik ato buruk? menurut kk kainyn n indra khususnya...karena kalo uda blajar musik, otomatis kemelekatan akan semakin besar...apalagi saya bercita2 jadi gru les piano...huhu...


Maksud yang ingin saya sampaikan denga miyaka adalah, seorang pertapa sudah selayaknya meninggalkan nyanyian dan tarian atau mengikutinya. Ini ibarat seorang bhikkhu tidak dibenarkan melakukan operasi bedah di ruang ICU. Jalanilah sesuai dengan aturan masing2. Jika ada undangan kepada Bhikkhu dengan ada nyanyian dan tarian, harus bagaimana? Kita lihat secara Flexible aja. Jika myaka sebagai suku chinnese, maukah myaka meninggalkan tradisi chinnese?
Jawaban saya adalah tidak. Tradisi bukan saja perlu dipertahankan bahkan kita wajib untuk mengambangkan. ini sudah menjadi kewajiban kita orang chinnese.

Hal ini berbeda dengan tetangga, tradisi apapun yang menjadi tantangan dengan kitab, wajib untuk dihapuskan (khususnya tradisi itu berbau agama lain, tapi kalo tidak berbau agama silakan dilanjut dan dipertahankan bahkan dikembangkan secara besar2an)

Teringat dengan kata Bhante Jin, saat acara peluncuran buku 40 vassa,  saat pemain gendang dengan suara yang cukup keras, memainkan gendangnya dan kebetulan eyang duduk di kursi paling depan, saat habis main gendang usai, eyang dipersilakan ke atas menyampaikan sepatah-dua patah kata.  dengan nada bercanda eyang bilang sepertinya jantungnya mau copot saat peserta main gendang memukul gendang dengan sekuat tenaga. Dan kemudian eyang bilang pada hadirin, "Agama tidak pernah lepas dari Buddhaya". Kata2 ini mendapat sambutan yang meriah dari hadirin.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 29 March 2011, 02:55:02 PM
Quote from: Mr. pao on 29 March 2011, 02:45:32 PM

Maksud yang ingin saya sampaikan denga miyaka adalah, seorang pertapa sudah selayaknya meninggalkan nyanyian dan tarian atau mengikutinya. Ini ibarat seorang bhikkhu tidak dibenarkan melakukan operasi bedah di ruang ICU. Jalanilah sesuai dengan aturan masing2. Jika ada undangan kepada Bhikkhu dengan ada nyanyian dan tarian, harus bagaimana? Kita lihat secara Flexible aja. Jika myaka sebagai suku chinnese, maukah myaka meninggalkan tradisi chinnese?
Jawaban saya adalah tidak. Tradisi bukan saja perlu dipertahankan bahkan kita wajib untuk mengambangkan. ini sudah menjadi kewajiban kita orang chinnese.

Hal ini berbeda dengan tetangga, tradisi apapun yang menjadi tantangan dengan kitab, wajib untuk dihapuskan (khususnya tradisi itu berbau agama lain, tapi kalo tidak berbau agama silakan dilanjut dan dipertahankan bahkan dikembangkan secara besar2an)

Teringat dengan kata Bhante Jin, saat acara peluncuran buku 40 vassa,  saat pemain gendang dengan suara yang cukup keras, memainkan gendangnya dan kebetulan eyang duduk di kursi paling depan, saat habis main gendang usai, eyang dipersilakan ke atas menyampaikan sepatah-dua patah kata.  dengan nada bercanda eyang bilang sepertinya jantungnya mau copot saat peserta main gendang memukul gendang dengan sekuat tenaga. Dan kemudian eyang bilang pada hadirin, "Agama tidak pernah lepas dari Buddhaya". Kata2 ini mendapat sambutan yang meriah dari hadirin.


Mr. Pao, bagaimana dengan tradisi memberikan persembahan korban hewan kepada para dewa? apakah ini juga harus dipertahankan? tradisi ini pernah ada pada zaman Sang Buddha. baca DN 5: Kūṭadanta Sutta. (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_5:_Kutadanta_Sutta_(Walshe))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 29 March 2011, 04:51:41 PM
Quote from: Indra on 29 March 2011, 02:55:02 PM
Mr. Pao, bagaimana dengan tradisi memberikan persembahan korban hewan kepada para dewa? apakah ini juga harus dipertahankan? tradisi ini pernah ada pada zaman Sang Buddha. baca DN 5: Kūṭadanta Sutta. (http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_5:_Kutadanta_Sutta_(Walshe))

[penganut tradisi] semua tradisi wajib diperlihara dan dilestarikan ^-^
agama memang tidak lepas dari bunuh membunuh !  ;D

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: riveamaretta on 02 April 2011, 08:54:55 AM
Quote from: adi lim on 29 March 2011, 04:51:41 PM
[penganut tradisi] semua tradisi wajib diperlihara dan dilestarikan ^-^
agama memang tidak lepas dari bunuh membunuh !  ;D

Makanya sejarah sama agama berbeda.. Sejarah mengajarkan budaya salah satunya tradisi,
Agama ngajarin guru sejarah... wkwkwkk. ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 05 April 2011, 09:31:38 AM
Quote from: M14ka on 24 March 2011, 05:59:27 PM
[at] comel
Kok ad nona hema? Emang hema ada post ya? Kok ga keliatan ya ditempatku? Mgkn error y?

oops :P. maap itu saya yang lagi error, salah sebut nama  ;D.

QuoteIa ngerti tp pandangan tiap org berbeda2 kk, ad yg blg mesti vegetarian apapun alasannya, dan kalo makanannya terkena daging dia ga mau makan lg. Nah tuh br fanatik, pdhal mengenai vegetarian kan ad yg blg bole ad yg blg ga bole.

pandangan orang memang beda-beda, tapi setelah belajar dan mempraktekan ajaran buddha, seharusnya kita tahu kalo segala sesuatu yang berkondisi itu adalah dukkha dan dukkha itu bisa diakhiri ;D. nah setelah tahu bahwa memuaskan indera itu dukkha apakah kita akan terus melekatinya? atau melepasnya untuk mengakhiri dukkha? ;D

ini apa ngakpapa ngomongin vegetarian? ;D
vegetarian sendiri juga kegiatan yang memuaskan keinginan, memilih yang disuka dan menolak yang tidak disuka ;D.
dan dibanding jadi vegetarian mending jadi fruitarian aja, bisa menghutankan bumi kembali ;D.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 09:41:05 AM
Quote from: comel on 05 April 2011, 09:31:38 AM
oops :P. maap itu saya yang lagi error, salah sebut nama  ;D.

pandangan orang memang beda-beda, tapi setelah belajar dan mempraktekan ajaran buddha, seharusnya kita tahu kalo segala sesuatu yang berkondisi itu adalah dukkha dan dukkha itu bisa diakhiri ;D. nah setelah tahu bahwa memuaskan indera itu dukkha apakah kita akan terus melekatinya? atau melepasnya untuk mengakhiri dukkha? ;D

ini apa ngakpapa ngomongin vegetarian? ;D
vegetarian sendiri juga kegiatan yang memuaskan keinginan, memilih yang disuka dan menolak yang tidak disuka ;D.
dan dibanding jadi vegetarian mending jadi fruitarian aja, bisa menghutankan bumi kembali ;D.
wkwkwk....kebanyakan mikirin nona hema ya..... ;D ;D ;D
Ia benar sih kk comel, musik itu kemelekatan, setuju.... Tapi seperti yang kk NPNG bilang, sepertinya media apapun digunakan boleh asal kita bisa mengendalikan diri untuk tidak melekat, benar gak? ato seharusnya tidak menggunakan media tersebut? Vegetarian kalo ga salah mahayana wajib ya n theravada tidak? Itu baik/ buruk kan tergantung niat masing2 orang...hehe....
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 05 April 2011, 11:39:35 AM
Quote from: M14ka on 05 April 2011, 09:41:05 AM
wkwkwk....kebanyakan mikirin nona hema ya..... ;D ;D ;D
Ia benar sih kk comel, musik itu kemelekatan, setuju.... Tapi seperti yang kk NPNG bilang, sepertinya media apapun digunakan boleh asal kita bisa mengendalikan diri untuk tidak melekat, benar gak? ato seharusnya tidak menggunakan media tersebut? Vegetarian kalo ga salah mahayana wajib ya n theravada tidak? Itu baik/ buruk kan tergantung niat masing2 orang...hehe....

;D.

hm.. yah sebenernya terserah nona yenyen aja sih ;D.

vegetarian itu memiliki sisi baik dan buruk sih ;D,
tapi kebanyakan yang vege cuma mau melihat sisi baiknya saja, sisi buruknya ditolak ;D.

barusan ada gempa yah? :P
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 11:59:28 AM
Quote from: comel on 05 April 2011, 11:39:35 AM
;D.

hm.. yah sebenernya terserah nona yenyen aja sih ;D.

vegetarian itu memiliki sisi baik dan buruk sih ;D,
tapi kebanyakan yang vege cuma mau melihat sisi baiknya saja, sisi buruknya ditolak ;D.

barusan ada gempa yah? :P
Ia... Tapi kayanya banyakan sisi baiknya sih ya gak? hehe....(vege)
Ia nih... Teman kantorku kalang kabut....tapi aku ga ngerasa (ato mati rasa ya?) wkwkkwkw.......
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 05 April 2011, 12:30:25 PM
Quote from: M14ka on 05 April 2011, 11:59:28 AM
Ia... Tapi kayanya banyakan sisi baiknya sih ya gak? hehe....(vege)
Ia nih... Teman kantorku kalang kabut....tapi aku ga ngerasa (ato mati rasa ya?) wkwkkwkw.......

ngak juga sih, sisi buruknya juga menghancurkan kok ;D.

lumayan sih gempanya, tapi untungnya cuma bentar ;D.
tadi lihat bak di kamar mandi airnya cukup bergoyang juga sih ;D.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 12:32:53 PM
Quote from: comel on 05 April 2011, 12:30:25 PM
ngak juga sih, sisi buruknya juga menghancurkan kok ;D.

lumayan sih gempanya, tapi untungnya cuma bentar ;D.
tadi lihat bak di kamar mandi airnya cukup bergoyang juga sih ;D.
Kalau makan daging kan pasti melalui pembunuhan... Kalo membunuh tidak boleh, tapi mau makan, terus siapa yang membunuh? Kalau tidak mendukung penjagalan, trus sapa yang nyiapin daging? hehe... Bingung kan?
Cuma skala 5 ritcher aja ktnya, pusatnya di banten ya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: junxiong on 05 April 2011, 12:42:36 PM
sebuah pemikiran yang utopia... ingin meng-vegetariankan seluruh umat manusia...

saya kira kita makan vege adalah untuk melatih diri, bukan meng-utopiakan dunia. Karena saya rasa kemungkinan seluruh umat manusia jadi vege adalah tidak mungkin, terutama orang Eskimo atau di tibet  yang cuacanya ekstrim dingin...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 05 April 2011, 12:44:38 PM
Quote from: M14ka on 05 April 2011, 12:32:53 PM
Kalau makan daging kan pasti melalui pembunuhan... Kalo membunuh tidak boleh, tapi mau makan, terus siapa yang membunuh? Kalau tidak mendukung penjagalan, trus sapa yang nyiapin daging? hehe... Bingung kan?
Cuma skala 5 ritcher aja ktnya, pusatnya di banten ya?

kalau makan daging pasti melalui pembunuhan? tahukah anda bahwa semua makhluk hidup pasti mati walaupun tidak dibunuh?

bagaimana menurut anda jika memakan binatang yg mati karena sakit atau kecelakaan atau karena usia tua? apakah ini juga termasuk pembunuhan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: junxiong on 05 April 2011, 12:52:56 PM
selain itu, ada daging hasil genetik lho~ Jadi buat daging ayam tapi bukan dari ayam hidup, cuman lewat obat gitu disuntik sehingga sel daging tumbuh.
gak tau orang vege boleh makan atau tidak~
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 12:54:42 PM
Quote from: junxiong on 05 April 2011, 12:42:36 PM
sebuah pemikiran yang utopia... ingin meng-vegetariankan seluruh umat manusia...

saya kira kita makan vege adalah untuk melatih diri, bukan meng-utopiakan dunia. Karena saya rasa kemungkinan seluruh umat manusia jadi vege adalah tidak mungkin, terutama orang Eskimo atau di tibet  yang cuacanya ekstrim dingin...
saya cuma bilang vege "lebih" bagus dari makan daging, soalnya sering baca daging terdapat racun karena binatangnya takut, dll.... Tapi ga melarang makan daging kok, selama dia ga melekat pada rasanya hehe...

Quote from: Indra on 05 April 2011, 12:44:38 PM
kalau makan daging pasti melalui pembunuhan? tahukah anda bahwa semua makhluk hidup pasti mati walaupun tidak dibunuh?

bagaimana menurut anda jika memakan binatang yg mati karena sakit atau kecelakaan atau karena usia tua? apakah ini juga termasuk pembunuhan?
Kalo ini gpp lohh...lebih bagus gitu, tapi skrg lebih byk dr hasil pembantaian kan? n kalo yang dah mati lama katanya ga bagus dimakan, soalnya uda ada ulat dll gt deh...hehe...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 12:56:41 PM
OOT, intinya saya sendiri ga vegetarian, cuma mengungkapkan isi hati aja, kalo vege ato ga tergantung pilihan masing2, selama ga melekat pada rasanya aja, cuma lebih bgs vege, tapi jgn terlalu fanatik..... segala sesuatu yang terlalu ga bagus kan? hhee... :) _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: junxiong on 05 April 2011, 12:58:21 PM
Quotesaya cuma bilang vege "lebih" bagus dari makan daging, soalnya sering baca daging terdapat racun karena binatangnya takut, dll.... Tapi ga melarang makan daging kok, selama dia ga melekat pada rasanya hehe...

setuju  _/\_

QuoteOOT, intinya saya sendiri ga vegetarian, cuma mengungkapkan isi hati aja, kalo vege ato ga tergantung pilihan masing2, selama ga melekat pada rasanya aja, cuma lebih bgs vege, tapi jgn terlalu fanatik..... segala sesuatu yang terlalu ga bagus kan? hhee... :) _/\_
Rasanya sih udah emang OOT dari judul topiknya sih. Dan selama ini perdebatan ini juga sudah terlalu sering terjadi... ntah ada manfaat atau tidak~
mending melatih diri saja  _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: bawel on 05 April 2011, 10:27:30 PM
Quote from: M14ka on 05 April 2011, 12:32:53 PM
Kalau makan daging kan pasti melalui pembunuhan... Kalo membunuh tidak boleh, tapi mau makan, terus siapa yang membunuh? Kalau tidak mendukung penjagalan, trus sapa yang nyiapin daging? hehe... Bingung kan?
Cuma skala 5 ritcher aja ktnya, pusatnya di banten ya?

hehehe... nona yenyen memang gadis yang ceria yah :D, selalu melompat-melompat ceria setiap saat, awalnya musik terus lompat ke vegetarian, sekarang lompat lagi ke tukang jagal ;D.

yang saya bicarakan sisi buruk vegetarian tapi malah dialihkan ke tukang jagal, inilah yang saya sebut selalu menolak sisi buruknya ;D.

iya gak terlalu besar tapi lumayan lah ;D, pusatnya di ujung kulon sih ;D.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 05 April 2011, 10:40:21 PM
 [at] comel
Maklum kk kdg kurang konsen suka OOT hehehe... Maap yah hoho...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 04:44:23 PM
dari musik... ke vegetarian... ke tukang jagal....  :P :P :P :P <-- Teletubbies  pun tertawa

_/\_back to the pertanyaan...
jadi gmana nih kakak ? kalau bermain musik dalam Buddhist ruginya kita apa yah ?....
masalahnya saya jg sering maen alat musik... jadi jika dikaitkan dengan Dhamma.... salah atau tidak yah??
hmm.... kadang memang serba salah kalau ga ngerti, mau main tp indera pendengaran saya menikmati musik....

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 12 April 2011, 05:07:11 PM
bs main alat musik apa kk? ya main bole tp jangan melekat katanya kk hehe....
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 07:59:36 PM
Quote from: M14ka on 12 April 2011, 05:07:11 PM
bs main alat musik apa kk? ya main bole tp jangan melekat katanya kk hehe....
ditanya makanya gw ngejawab  :-[ maen2 gitar doank
pengen ngedalemin lagi ttg musik, tapi ragu.... takut terlalu melekat
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 08:08:45 PM
kalau aku seperti aku katakan mengespresikan metta dengan "badai bunga" dengan landasan kariniya metta sutta jadi kepikirnya yah lagu yaitu musik yang alami.bagaimana pun juga pengekspresian musik dengan metta, keriangan kesenangan, kegembiraan atau ke sukacittaan dapat di ekspresikan dengan musik atau lagu.

contoh paling sederhana adalah ketika seorang ibu sedang menina bobokan bayi/putranya yang tersayang umumnya kalau pakai logika pasti menyanyikan lagi nina bobo kan biar anak nya tertidur pulas. perasaan seorang ibu sedang melantukan lagu atau memakai bahas sederhana ada lah musik hati biar pun cuma lalalala saja itu sudah mencakup musik yang mengandung kasih sayang seorang ibu yang sedang meninabobokan dan menjaga putra nya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 08:11:22 PM
maksudnya anda musik yg dilahirkan dari alat musik itu harus diiringi dengan kebajikan sewaktu proses nya juga toh ?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 08:13:27 PM
sayang nya ketika memancarkan metta hanya hati dan mulut sebagai alat, aku tidak memahami menggunakan alat musik lain nya. alat musik yang sederhana adalah tubuh kita ini. 

contoh ketika anak bermain dengan riang di tanah lapang berlari dan lain lain adalah kegembiran seorang ibu memandangi putranya dari kejauhan, hati sang ibu tentunya bernyanyi dan riang melihat kegembiran sang putra nya yang bermain dengan gembira.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:14:47 PM
Quote from: daimond on 12 April 2011, 08:08:45 PM
kalau aku seperti aku katakan mengespresikan metta dengan "badai bunga" dengan landasan kariniya metta sutta jadi kepikirnya yah lagu yaitu musik yang alami.bagaimana pun juga pengekspresian musik dengan metta, keriangan kesenangan, kegembiraan atau ke sukacittaan dapat di ekspresikan dengan musik atau lagu.

contoh paling sederhana adalah ketika seorang ibu sedang menina bobokan bayi/putranya yang tersayang umumnya kalau pakai logika pasti menyanyikan lagi nina bobo kan biar anak nya tertidur pulas. perasaan seorang ibu sedang melantukan lagu atau memakai bahas sederhana ada lah musik hati biar pun cuma lalalala saja itu sudah mencakup musik.

IMO, mengekspresikan metta lewat musik (bukan sebaliknya) contohnya adalah anda mengadakan konser, kemudian hasil dari menjual tiket konser itu disumbangkan kepada korban tsunami jepang, seperti yg banyak dilakukan oleh musisi2 dunia.

tapi jika hanya dengan menyanyikan lagu karaniya metta sutta sampai 7 jt kali, keknya bukan metta deh. lebih mirip suatu penyakt. ;D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 08:16:51 PM
mungkin dengan memainkan musik yang ga ngebisingin dan enak didenger .... tapi kadang memabokkan sang pendengar apalagi lagu2 sedih...
makanya serba salah yah... _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 12 April 2011, 08:36:24 PM
Quote from: Indra on 12 April 2011, 08:14:47 PM
IMO, mengekspresikan metta lewat musik (bukan sebaliknya) contohnya adalah anda mengadakan konser, kemudian hasil dari menjual tiket konser itu disumbangkan kepada korban tsunami jepang, seperti yg banyak dilakukan oleh musisi2 dunia.

tapi jika hanya dengan menyanyikan lagu karaniya metta sutta sampai 7 jt kali, keknya bukan metta deh. lebih mirip suatu penyakt. ;D

bold, penyakit fisik atau penyakit jiwa (istilah awam)  ???
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 08:37:30 PM
Quote from: Indra on 12 April 2011, 08:14:47 PM
IMO, mengekspresikan metta lewat musik (bukan sebaliknya) contohnya adalah anda mengadakan konser, kemudian hasil dari menjual tiket konser itu disumbangkan kepada korban tsunami jepang, seperti yg banyak dilakukan oleh musisi2 dunia.

tapi jika hanya dengan menyanyikan lagu karaniya metta sutta sampai 7 jt kali, keknya bukan metta deh. lebih mirip suatu penyakt. ;D

tak apa menyanyikan sampai 7 juta kali, mungkin entah di kali keberapa akan muncul sudah benarkah aku melakukan metta? sebenarnya bagaimana sih mengukur metta yang aku pancarkan? panduannya metta seperti apa ukuran nya?

jangan berkecil hati, harus di ingat kita kita ini masih banyak debu dan kilesa nya, untuk memahami karineya metta sutta memerlukan perenungan demi perenungan dan waktu yang cukup atau sangat  panjang dan bila anda tidak bisa mencerna nya anda harus membaca nya mungkin bahkan ratusan juta kali atau ribuan juta kali.   
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 12 April 2011, 08:42:29 PM
Quote from: daimond on 12 April 2011, 08:37:30 PM
tak apa menyanyikan sampai 7 juta kali, mungkin entah di kali keberapa akan muncul sudah benarkah aku melakukan metta? sebenarnya bagaimana sih mengukur metta yang aku pancarkan? panduannya metta seperti apa ukuran nya?

jangan berkecil hati, harus di ingat kita kita ini masih banyak debu dan kilesa nya, untuk memahami karineya metta sutta memerlukan perenungan demi perenungan dan waktu yang cukup atau sangat  panjang dan bila anda tidak bisa mencerna nya anda harus membaca nya mungkin bahkan ratusan juta kali atau ribuan juta kali.

bisa gile kali !  :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:42:38 PM
Quote from: daimond on 12 April 2011, 08:37:30 PM
tak apa menyanyikan sampai 7 juta kali, mungkin entah di kali keberapa akan muncul sudah benarkah aku melakukan metta? sebenarnya bagaimana sih mengukur metta yang aku pancarkan? panduannya metta seperti apa ukuran nya?

jangan berkecil hati, harus di ingat kita kita ini masih banyak debu dan kilesa nya, untuk memahami karineya metta sutta memerlukan perenungan demi perenungan dan waktu yang cukup atau sangat  panjang dan bila anda tidak bisa mencerna nya anda harus membaca nya mungkin bahkan ratusan juta kali atau ribuan juta kali.   

membaca dan merenungkan, setuju. tapi menyanyikan, yg muncul adalah "ah, nadanya salah nih, kurang enak di talingo"
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 08:45:24 PM
tak apa apa kok bila tidak enak di telinga berarti ada kegamangan dan membuat nya melakukan koreksi diri. itu juga merupakan pembelajaran metta bagaimana suara anda sampai ke telinga orang lain dan masuk kedalam hatinya dan bathin nya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 12 April 2011, 08:50:01 PM
Quote from: M14ka on 12 April 2011, 05:07:11 PM
bs main alat musik apa kk? ya main bole tp jangan melekat katanya kk hehe....

alasan klasik, boleh main musik tapi jangan melekat,
alasan ini memang paling tren dan sampai sekarang masih terus dan terus ......  :whistle:

yang pasti main musik atau menikmati alunan musik adalah perbuatan 'memanjakan' Indra'
para petapa/Bhikkhu patutnya menjauhi

_/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 12 April 2011, 09:02:57 PM
Kalo gt yg jd guru les musik/ buka sekolah musik buat menghidupi keluarga ga bole dong??
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 12 April 2011, 09:08:20 PM
Quote from: M14ka on 12 April 2011, 09:02:57 PM
Kalo gt yg jd guru les musik/ buka sekolah musik buat menghidupi keluarga ga bole dong??

boleh nona !  :)
apalagi sebagai umat awam, tidak ada larangan  ;D

malah ada biku gitaris  :D
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 09:10:28 PM
sebenarnya itu adalah pertanyaan yang cukup bagus, sekarang ketika seorang ibu menyanyikan lagu daerah untuk anak nya tersayang mendapat pelajaran dari mana kalau begitu kalau tidak ada guru musik atau orang yang menyanyikan lagu lagu tersebut di masyarakat?. hingga dia dapat mengingat dan menyanyikan nya untuk anaknya tersayang?


Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 12 April 2011, 09:31:20 PM
Bole tp g dianjurkan ya? :'(
Pdhal sy rasa yg menciptakan tangga nada itu hebat n keren lo, n music itu ajaib, malah dl sy pikir surga itu selalu ad music 24 jam hahaha....
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 12 April 2011, 09:37:13 PM
tubuh kita bukan nya secara alami mempunyai musik, kalau tidak percaya coba dengarkan detak jantung anda.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 12 April 2011, 09:49:15 PM
Quote from: M14ka on 12 April 2011, 09:31:20 PM
Bole tp g dianjurkan ya? :'(
Pdhal sy rasa yg menciptakan tangga nada itu hebat n keren lo, n music itu ajaib, malah dl sy pikir surga itu selalu ad music 24 jam hahaha....
umat awam bersikaplah sebagai umat awam
bikkhu bersikaplah sebagai bikkhu
umat awam tidak perlu bersikap seperti bikkhu
bikkhu tidak seharusnya bersikap seperti umat awam

anda bukan petapa bukan samana
anda ingin membuat tangga nada, dipersilahkan
tidak ada yang melarang..
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:55:04 PM
Quote from: daimond on 12 April 2011, 09:37:13 PM
tubuh kita bukan nya secara alami mempunyai musik, kalau tidak percaya coba dengarkan detak jantung anda.

kalau begitu saya pikir kentut malah lebih mredu daripada detak jantung, tahukah anda bahwa anda bisa mengatur tingi rendah frekuensi suara kentut dengan tekanan pinggul anda? tapi saya masih belum berhasil membuat kentut saya menjadi polyphonic
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 11:30:14 PM
 _/\_
Quote from: Harpuia on 12 April 2011, 09:49:15 PM
umat awam bersikaplah sebagai umat awam
bikkhu bersikaplah sebagai bikkhu
umat awam tidak perlu bersikap seperti bikkhu
bikkhu tidak seharusnya bersikap seperti umat awam

anda bukan petapa bukan samana
anda ingin membuat tangga nada, dipersilahkan
tidak ada yang melarang..

_/\_
mungkin ini sudah menjelaskan semuanya :) ....
jalani pancasila ajah sudah cukup untuk membawa kita ke arah yang benar....
_/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 12 April 2011, 11:43:49 PM
Quote from: Harpuia on 12 April 2011, 09:49:15 PM
umat awam bersikaplah sebagai umat awam
bikkhu bersikaplah sebagai bikkhu
umat awam tidak perlu bersikap seperti bikkhu
bikkhu tidak seharusnya bersikap seperti umat awam

anda bukan petapa bukan samana
anda ingin membuat tangga nada, dipersilahkan
tidak ada yang melarang..


ya dan jangan lupa ada attha sila yg juga untuk dilaksanakan oleh umat awam
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 13 April 2011, 05:58:54 AM
Quote from: Indra on 12 April 2011, 11:43:49 PM
ya dan jangan lupa ada attha sila yg juga untuk dilaksanakan oleh umat awam
btw adakah sutta/komentar/etc dari Pali Kanon yang menjelaskan tata cara pelaksanaan atthasila untuk orang awam ?
apakah hanya pas hari2 tertentu / idealnya setiap hari..
mohon informasinya..
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:19:25 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 05:58:54 AM
btw adakah sutta/komentar/etc dari Pali Kanon yang menjelaskan tata cara pelaksanaan atthasila untuk orang awam ?
apakah hanya pas hari2 tertentu / idealnya setiap hari..
mohon informasinya..


attha sila wajib dilaksanakan oleh umat awam pada hari uposattha. saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa umat awam tidak boleh bermain musik sama sekali, hanya sekedar mengingatkan bahwa ada aturan2 yg sebaiknya tidak dilakukan oleh umat awam walaupun hanya pada hari2 tertentu.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 09:11:21 AM
Quote from: daimond on 12 April 2011, 08:08:45 PM
kalau aku seperti aku katakan mengespresikan metta dengan "badai bunga" dengan landasan kariniya metta sutta jadi kepikirnya yah lagu yaitu musik yang alami.bagaimana pun juga pengekspresian musik dengan metta, keriangan kesenangan, kegembiraan atau ke sukacittaan dapat di ekspresikan dengan musik atau lagu.

contoh paling sederhana adalah ketika seorang ibu sedang menina bobokan bayi/putranya yang tersayang umumnya kalau pakai logika pasti menyanyikan lagi nina bobo kan biar anak nya tertidur pulas. perasaan seorang ibu sedang melantukan lagu atau memakai bahas sederhana ada lah musik hati biar pun cuma lalalala saja itu sudah mencakup musik yang mengandung kasih sayang seorang ibu yang sedang meninabobokan dan menjaga putra nya.
Ekspresi sayang dari suami ke istri salah satunya adalah hubungan intim. Jadi hubungan intim hanyalah wujud metta secara alamiah, BUKAN kesenangan indriah, begitu?

Quote from: daimond on 12 April 2011, 08:45:24 PM
tak apa apa kok bila tidak enak di telinga berarti ada kegamangan dan membuat nya melakukan koreksi diri. itu juga merupakan pembelajaran metta bagaimana suara anda sampai ke telinga orang lain dan masuk kedalam hatinya dan bathin nya.
Jadi kalau ibu sayang ke anaknya dan mau nina-bobo, kalau suaranya fals dan serak-serak dikit, 'metta'-nya tidak sampai atau bagaimana?

Quote from: daimond on 12 April 2011, 09:10:28 PM
sebenarnya itu adalah pertanyaan yang cukup bagus, sekarang ketika seorang ibu menyanyikan lagu daerah untuk anak nya tersayang mendapat pelajaran dari mana kalau begitu kalau tidak ada guru musik atau orang yang menyanyikan lagu lagu tersebut di masyarakat?. hingga dia dapat mengingat dan menyanyikan nya untuk anaknya tersayang?
Ini apa hubungannya yah? Setahu saya orang berhubungan intim juga tidak ada yang mengajari, tapi bisa-bisa saja orang melakukannya.

Quote from: daimond on 12 April 2011, 09:37:13 PM
tubuh kita bukan nya secara alami mempunyai musik, kalau tidak percaya coba dengarkan detak jantung anda.
Detak jantung hanyalah ritme. Ritme memang unsur dari musik, tapi jika berdiri sendiri, tidak bisa disebut musik karena nanti tukang bangunan ketok-ketok martil juga bisa dibilang musisi.
Terlebih lagi, detak jantung selalu berfluktuasi tergantung metabolisme tubuh, yang berarti temponya cenderung tidak konstan.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 13 April 2011, 09:28:06 AM
Quote from: Indra on 13 April 2011, 08:19:25 AM
attha sila wajib dilaksanakan oleh umat awam pada hari uposattha. saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa umat awam tidak boleh bermain musik sama sekali, hanya sekedar mengingatkan bahwa ada aturan2 yg sebaiknya tidak dilakukan oleh umat awam walaupun hanya pada hari2 tertentu.
thanks atas informasinya sdr. Indra,
adakah literatur resmi yang mengacu ke atthasila wajib dilaksanakan oleh umat awam pada hari uposattha..
lumayan sebagai tambahan referensi, karena saya rasa banyak awam (include saya sendiri) yang beranggapan atthasila itu "hukumnya sunnah" (boleh dilakukan, boleh tidak alias tidak ada kewajiban)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 09:46:07 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 09:28:06 AM
thanks atas informasinya sdr. Indra,
adakah literatur resmi yang mengacu ke atthasila wajib dilaksanakan oleh umat awam pada hari uposattha..
lumayan sebagai tambahan referensi, karena saya rasa banyak awam (include saya sendiri) yang beranggapan atthasila itu "hukumnya sunnah" (boleh dilakukan, boleh tidak alias tidak ada kewajiban)

pancasila juga tidak wajib, hanya patimokha yg wajib bagi para bhikkhu, bagi umat awam tidak ada yg wajib. bagi umat awam semua peraturan hanya bersifat anjuran, tapi bagi umat yg sungguh2 ingin menjalani kehidupan spiritual buddhis, maka ia akan mengambil atthasila sebagai wajib pada hari Uposatha, attha sila ini juga disebut sbg Uposatha sila
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Mr.Jhonz on 13 April 2011, 10:22:02 AM
Bagaimana dengan bhikkhu yang menciptakan lagu?apa melangar vinaya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 10:33:42 AM
Quote from: Mr.Jhonz on 13 April 2011, 10:22:02 AM
Bagaimana dengan bhikkhu yang menciptakan lagu?apa melangar vinaya?

secara teknis, menciptakan lagi tidak melanggar vinaya. tapi menyanyikan/mendendangkan lagu yg ia ciptakan adalah pelanggaran. tapi, mungkinkah menciptakan tanpa menyanyikan/mendendangkan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 13 April 2011, 10:46:46 AM
Quote from: Indra on 13 April 2011, 10:33:42 AM
secara teknis, menciptakan lagi tidak melanggar vinaya. tapi menyanyikan/mendendangkan lagu yg ia ciptakan adalah pelanggaran. tapi, mungkinkah menciptakan tanpa menyanyikan/mendendangkan?
sorry kalau agak OOT, terbersit pertanyaan baru dari statement sdr. Indra

kalau misal katakanlah ia menciptakan, mendendangkan tapi gak mendengarkan apakah termasuk pelanggaran ?
mungkin kedengaran aneh, namun kita tentu tidak asing dengan nama Ludwig van Beethoven, komposer yang bisa mencompose musik tanpa mendengarkan (karena tuli)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 10:50:21 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 10:46:46 AM
sorry kalau agak OOT, terbersit pertanyaan baru dari statement sdr. Indra

kalau misal katakanlah ia menciptakan, mendendangkan tapi gak mendengarkan apakah termasuk pelanggaran ?
mungkin kedengaran aneh, namun kita tentu tidak asing dengan nama Ludwig van Beethoven, komposer yang bisa mencompose musik tanpa mendengarkan (karena tuli)


Beethoven menglami tuli pada masa tuanya, bukan sejak awal ia menjadi composer. walaupun benar bahwa ia masih produktif bahkan ketika ia sudah menderita tuli.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 13 April 2011, 10:58:52 AM
Quote from: Indra on 13 April 2011, 10:50:21 AM
Beethoven menglami tuli pada masa tuanya, bukan sejak awal ia menjadi composer. walaupun benar bahwa ia masih produktif bahkan ketika ia sudah menderita tuli.
mungkin saya harus perjelas pertanyaan saya, yang hendak saya tanyakan, apakah dianggap suatu pelanggaran jika seseorang yang tuli men-compose, mendendang, menyanyikan ? karena indria pendengaran tidak berfungsi jadi tidak bisa menikmati..

konklusi pertanyaan : apakah karena perbuatan yang menyebabkan pelanggaran / karena adanya pemanjaan indriya yang menyebabkan pelanggaran ?

ini pelebaran dari topik, namun bisa menjadi diskusi cukup menarik, setelah membaca thread ini, mohon yang punya pendapat bisa mengutarakannya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 11:01:44 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 10:58:52 AM
mungkin saya harus perjelas pertanyaan saya, yang hendak saya tanyakan, apakah dianggap suatu pelanggaran jika seseorang yang tuli men-compose, mendendang, menyanyikan ? karena indria pendengaran tidak berfungsi jadi tidak bisa menikmati..

konklusi pertanyaan : apakah karena perbuatan yang menyebabkan pelanggaran / karena adanya pemanjaan indriya yang menyebabkan pelanggaran ?

ini pelebaran dari topik, namun bisa menjadi diskusi cukup menarik, setelah membaca thread ini, mohon yang punya pendapat bisa mengutarakannya.

kriteria yg termasuk dalam sila itu adalah, bernyanyi, menari, menonton hiburan. aktivitas nyanyinya yg dilarang. jadi saya pikir orang tuli yg bernyanyi juga melanggar sila ini.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: M14ka on 13 April 2011, 11:07:38 AM
Kalo nyanyi dalam hati gimana? sepertinya sama aja dengan menyanyi dengan mulut ya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 13 April 2011, 11:09:21 AM
tolong dibaca karniya metta sutta nya, adakah dalam konteks metta di sana ada di jelaskan hubungan suami istri? hubungan ibu dan anak ada di jelaskan.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 11:11:35 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 09:28:06 AM
thanks atas informasinya sdr. Indra,
adakah literatur resmi yang mengacu ke atthasila wajib dilaksanakan oleh umat awam pada hari uposattha..
lumayan sebagai tambahan referensi, karena saya rasa banyak awam (include saya sendiri) yang beranggapan atthasila itu "hukumnya sunnah" (boleh dilakukan, boleh tidak alias tidak ada kewajiban)
Tidak wajib, tapi dianjurkan.

Sutta Nipata, Dhammikasutta:

[...]
Aku akan memberitahukan kewajiban dari perumahtangga, yang melakukannya akan membawa manfaat, karena -tidak mungkin seorang perumahtangga melakukan apa yang dilakukan bhikkhu sepenuhnya.
-Tidak membunuh ...
-Tidak mengambil apa yang tidak diberikan ...
-Menghindari kehidupan tidak suci sebagaimana orang bijaksana menghindari lubang dengan bara yang menyala, mereka yang tidak hidup suci, sedikitnya tidak pergi ke istri orang lain.
[...]
Menghindari pembunuhan, pencurian, berbohong, dan zat memabukkan;
Hidup suci, menjauhkan diri dari hubungan seksual
Tidak makan pada malam hari dan pada waktu yang tidak tepat
Tidak mengenakan bunga, wangi-wangian
Tidur di lantai atau menggunakan tikar

Delapan sila ini dilaksanakan pada hari bulan penuh, oleh Sang Bhagava untuk mengakhiri dukkha.
Pada hari ke empat belas, lima belas dan delapan ketika bulan mengembang, jalankanla delapan sila.
Pada pagi hari, dengan pikiran bersih dan bahagia, seorang bijak, setelah menjalankan uposatha, memberikan makanan dan minuman yang sesuai untuk sangha.
Ia harus menyokong ibu dan ayahnya sebagai kewajibannya dan melakukan perdagangan yang jujur.
Ini yang harus dilakukan dengan giat bagi seorang perumahtangga agar terlahir di antara deva yang disebut menyinari diri sendiri (sayampabhe).



Yang menarik, dalam sutta ini tidak disinggung mengenai musik, nyanyian, dan hiburan.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 11:13:40 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 10:58:52 AM
mungkin saya harus perjelas pertanyaan saya, yang hendak saya tanyakan, apakah dianggap suatu pelanggaran jika seseorang yang tuli men-compose, mendendang, menyanyikan ? karena indria pendengaran tidak berfungsi jadi tidak bisa menikmati..

konklusi pertanyaan : apakah karena perbuatan yang menyebabkan pelanggaran / karena adanya pemanjaan indriya yang menyebabkan pelanggaran ?

ini pelebaran dari topik, namun bisa menjadi diskusi cukup menarik, setelah membaca thread ini, mohon yang punya pendapat bisa mengutarakannya.
Kasus Beethoven itu seperti 'mengingat' dan menciptakan lagu di pikiran. Dia sendiri tidak bisa mendengarnya. Saya pikir ini tidak bisa disamakan dengan bernyanyi.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 11:20:18 AM
Quote from: daimond on 13 April 2011, 11:09:21 AM
tolong dibaca karniya metta sutta nya, adakah dalam konteks metta di sana ada di jelaskan hubungan suami istri? hubungan ibu dan anak ada di jelaskan.
Hubungan ibu dan anak dijelaskan, tapi juga tidak dijelaskan hubungan kasih ibu-anak diekspresikan lewat lagu.

Yang ingin saya bahas adalah metta adalah metta, kesenangan indriah adalah kesenangan indriah. Bernyanyi BUKAN sebuah bentuk alami dari metta, sebab memang metta yang adalah kondisi pikiran, tidaklah memiliki bentuk alami. Metta memang diwujudkan dalam perbuatan secara subjektif.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Harpuia on 13 April 2011, 11:22:05 AM
Terima kasih atas jawaban sdr. Kainyn,

Yang menarik, dalam sutta ini tidak disinggung mengenai musik, nyanyian, dan hiburan.

Mungkin sdr. Kainyn bisa share, mengapa pada prakteknya, ada larangan mengenai musik, nyanyian dan hiburan padahal tidak ada di sutta yang telah dipost,
apakah ada di sutta lain ? atau seiring dengan perkembangan Buddhisme, telah melebur dengan tradisi setempat sehingga muncul larangan ini ?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 11:40:11 AM
Quote from: Harpuia on 13 April 2011, 11:22:05 AM
Terima kasih atas jawaban sdr. Kainyn,

Yang menarik, dalam sutta ini tidak disinggung mengenai musik, nyanyian, dan hiburan.

Mungkin sdr. Kainyn bisa share, mengapa pada prakteknya, ada larangan mengenai musik, nyanyian dan hiburan padahal tidak ada di sutta yang telah dipost,
apakah ada di sutta lain ? atau seiring dengan perkembangan Buddhisme, telah melebur dengan tradisi setempat sehingga muncul larangan ini ?

Sebetulnya uposatha banyak disinggung dalam sutta, misalnya dalam Anguttara Nikaya, Atthaka, dalam bab uposathavaggo dibahas banyak tentang uposatha. Dalam sutta-sutta tersebut, menjauhkan diri dari musik, tarian dan hiburan termasuk dalam sila yang dijalankan. Saya juga kurang tahu mengapa tidak disebutkan dalam sutta nipata.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 13 April 2011, 12:25:28 PM
setelah membaca postingan om Kainyn .... hati ini rasanya lega... _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 13 April 2011, 12:39:02 PM
 _/\_
setelah melalui proses perbincangan, saya jadi punya pendapat untuk dikoreksi sama tmen2...

untuk musik, sudah dilarang dalam Athasila dengan tujuan untuk memurnikan kembali indera kita , simplenya begitu toh ?....
dan bagi umat awam pun biasa Athasila dijalankan sebisanya di hari Uposatha saja....

ternayta sebgai umat awam, kt tdk dilarang untuk bermain musik.... karena bermain musik tidak melukai siapa2 toh....
hanya bermain alat musik dengan musik2 yang keras.... dengan musik2 yang mengerahkan emosi2 keras....
aliran Trashmetal dan Underground, menurut saya pribadi itu tidak baik bagi umat Buddhist
selain dapat mengikis kemampuan indera pendengaran kita....
dan juga jangan sampai kita terobsesi dengan kenikmatan bermain alat musik, sehingga muncul niat2 yang aneh2
dan diusahakan kita dapt mengimbanginya dengan meditasi....

kecuali kita adalah seorang Bikkhu, bukan Biku Gitar yah  8) _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: kullatiro on 13 April 2011, 12:47:08 PM
sebenarnya ada pertanyaan? bagaimana dgn gatha2 dalam buku paritta jadi itu untuk umat awam saja? seperti jaya manggala gatha, maha jaya manggala gatha. 
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 13 April 2011, 01:02:28 PM
Quote from: ChandraOyuget on 13 April 2011, 12:39:02 PM
_/\_
setelah melalui proses perbincangan, saya jadi punya pendapat untuk dikoreksi sama tmen2...

untuk musik, sudah dilarang dalam Athasila dengan tujuan untuk memurnikan kembali indera kita , simplenya begitu toh ?....
dan bagi umat awam pun biasa Athasila dijalankan sebisanya di hari Uposatha saja....

ternayta sebgai umat awam, kt tdk dilarang untuk bermain musik.... karena bermain musik tidak melukai siapa2 toh....
hanya bermain alat musik dengan musik2 yang keras.... dengan musik2 yang mengerahkan emosi2 keras....
aliran Trashmetal dan Underground, menurut saya pribadi itu tidak baik bagi umat Buddhist
selain dapat mengikis kemampuan indera pendengaran kita....
dan juga jangan sampai kita terobsesi dengan kenikmatan bermain alat musik, sehingga muncul niat2 yang aneh2
dan diusahakan kita dapt mengimbanginya dengan meditasi....

kecuali kita adalah seorang Bikkhu, bukan Biku Gitar yah  8) _/\_


IMO sila ditetapkan bukan untuk mencegah kita melukai makhluk lain, misalnya sila musavada, walaupun berbohong dilakukan untuk menolong orang lain, hal itu juga merupakan pelanggaran. bermain musik apakah musik pop, classic, atau metal menurut saya sama saja, itu sebabnya dalam sila, tidak disebutkan, menghindari musik jenis tertentu. nanti akan muncul lagi polemik "kalau lagu buddhis kan tidak apa2", padahal sebenarnya tidak ada yg disebut lagu buddhis. secara sederhana lagu buddhis adalah lagu yg mengeksploitasi umat buddhis untuk membeli albumnya.

sbg umat awam, kita memang tidak dilarang untuk bermain musik, tapi bermain musiklah dengan sadar, bahwa musik sesungguhnya dapat menimbulkan kemelekatan. tidak perlu mencari pembenaran, "ah saya kan bukan bhikkhu", dll.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 13 April 2011, 01:04:34 PM
Quote from: Indra on 13 April 2011, 01:02:28 PM
IMO sila ditetapkan bukan untuk mencegah kita melukai makhluk lain, misalnya sila musavada, walaupun berbohong dilakukan untuk menolong orang lain, hal itu juga merupakan pelanggaran. bermain musik apakah musik pop, classic, atau metal menurut saya sama saja, itu sebabnya dalam sila, tidak disebutkan, menghindari musik jenis tertentu. nanti akan muncul lagi polemik "kalau lagu buddhis kan tidak apa2", padahal sebenarnya tidak ada yg disebut lagu buddhis. secara sederhana lagu buddhis adalah lagu yg mengeksploitasi umat buddhis untuk membeli albumnya.

sbg umat awam, kita memang tidak dilarang untuk bermain musik, tapi bermain musiklah dengan sadar, bahwa musik sesungguhnya dapat menimbulkan kemelekatan. tidak perlu mencari pembenaran, "ah saya kan bukan bhikkhu", dll.
_/\_ yup demikian lebih terkoreksi...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 13 April 2011, 01:41:08 PM
Quote from: ChandraOyuget on 13 April 2011, 12:39:02 PM
_/\_
setelah melalui proses perbincangan, saya jadi punya pendapat untuk dikoreksi sama tmen2...

untuk musik, sudah dilarang dalam Athasila dengan tujuan untuk memurnikan kembali indera kita , simplenya begitu toh ?....
dan bagi umat awam pun biasa Athasila dijalankan sebisanya di hari Uposatha saja....

ternayta sebgai umat awam, kt tdk dilarang untuk bermain musik.... karena bermain musik tidak melukai siapa2 toh....
hanya bermain alat musik dengan musik2 yang keras.... dengan musik2 yang mengerahkan emosi2 keras....
aliran Trashmetal dan Underground, menurut saya pribadi itu tidak baik bagi umat Buddhist
selain dapat mengikis kemampuan indera pendengaran kita....
dan juga jangan sampai kita terobsesi dengan kenikmatan bermain alat musik, sehingga muncul niat2 yang aneh2
dan diusahakan kita dapt mengimbanginya dengan meditasi....

kecuali kita adalah seorang Bikkhu, bukan Biku Gitar yah  8) _/\_
Sudah dijawab bro Indra, intinya 5 sila itu idealnya selalu dilakukan. Atthasila sifatnya dilakukan boleh, tidak juga tidak masalah, tapi kalau tidak melakukan, kata Buddha seperti orang yang tidak menabung, menyia-nyiakan kesempatan.

Soal jenis lagu, semua itu hanyalah paduan dan susunan dari unsur suara. Antara mantra indah yang dilagukan ataupun death-metal tentang pembunuhan, secara hakiki tidak ada bedanya, semua adalah objek yang netral. Menjadi berbeda adalah bagaimana kita menanggapinya saja. Begitu pula syairnya, itu hanyalah bahasa, sebuah unit komunikasi. 

Seandainya ada beredar lagu yang berjudul: "Buddhist Tolol Otak Udang", maka menurut Ajaran Buddha, bukan lagu itu yang harus dimusnahkan/dihindari, bukan penciptanya diganjar hukuman karena menista agama, dll. Yang harus diperhatikan adalah pikiran kita sendiri yang bereaksi ketika mendengarkan lagu itu, bagaimana bathin kita goyah dan bergejolak karena kemelekatan. Apakah itu lagu baik/jahat? Untuk orang biasa, mungkin itu lagu haram. Tapi untuk orang yang sedang berlatih, mungkin akan melihatnya sebagai lagu 'Vipassana'.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 19 April 2011, 09:02:41 PM
keindahan musik dikatakan memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan.
kenapa mangala sutta disusun sebagai puisi yg indah, berstruktur 12 bait, tiap bait ada 4 kalimat, tiap kalimat terdiri dari 8-9 suku kata?
kenapa mangala sutta tidak disusun sebagai penjelasan datar seperti teks dunia dalam berita?
apakah keindahan puisi ini tidak memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Dhamma Sukkha on 19 April 2011, 10:26:15 PM
Quote from: morpheus on 19 April 2011, 09:02:41 PM
keindahan musik dikatakan memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan.
kenapa mangala sutta disusun sebagai puisi yg indah, berstruktur 12 bait, tiap bait ada 4 kalimat, tiap kalimat terdiri dari 8-9 suku kata?
kenapa mangala sutta tidak disusun sebagai penjelasan datar seperti teks dunia dalam berita?
apakah keindahan puisi ini tidak memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan?

teks ini mana bisa memanjakan indera, biar bagaimanapun mangala sutta hanyalah sebuah kumpulan kata yg membentuk sebuah kalimat, mana bisa memanjakan indera.... \Y__Y/"""
mangala sutta itu ada dalam buku paritta...kenapa yg u tanya mangala sutta, bukan ratana sutta yg ada musiknya, yg pernah c susi post? kenapa bukan dhammacakkapavatthana sutta? :D :D :D
pdhl itu juga termsk inti ajaran Buddha, jauhilah kejahatan, perbanyaklah kebajikan, sucikan hati dan pikiran...

sabbapapasa akaranam kusalassa upasampada sacittapariyo etam buddham sasanam...
to mocun n suhu : W belum bisa bahasa pali, habis susah pelajarinya, tapi w dah tau toko yg menjual pati teks n sankrit itu ko rofin yg jual... uda yaa...

mangala sutta w sangat suka, krn itu ada mengajarkan byk kebajikan termasuk bakti kepada org tuaa... dll.... ttg kepedulian akan org lain, waktu yg tepat mendengarkan dhamma.... dlsbgnya mengunjungi para petapa/ustad/pemuka agama dkk.... hingga menembus 4 kebenaran ariya( kebenaran mulia ttg penderitaan, asal mula penderitaan, ttg akhir penderitaan, ttg jln menuju akhir penderitaan)....

metta cittena,
Citta _/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Dhamma Sukkha on 19 April 2011, 10:32:28 PM
http://dhammacitta.org/pustaka/flash/animasi/mangala.swf
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Dhamma Sukkha on 19 April 2011, 10:48:08 PM
MANGALA SUTTA (Sutta tentang Berkah Utama)


EVAMME SUTAM,
EKAM SAMAYAM BHAGAVA, SAVATTHIYAM VIHARATI, JETAVANE ANATHAPINDIKASSA ARAME. ATHA KHO ANATHARA DEVATA, ABHIKKANTAYA RATTIYA ABHIKKANTAVANNA KEVALAKAPPAM JETAVANAM OBHASETVA. YENA BHAGAVA TENUPASANKAMI, UPASANKAMITVA BHAGAVANTAM ABHIVADETVA EKAMANTAM ATTHASI, EKAMANTAM THITA KHO SA DEVATA BHAGAVANTAM GATHAYA AJJHABASI:

Demikianlah telah kudengar :
Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di dekat Savatthi, dihutan Jeta di Vihara Anathapindika. Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta menghampiri Sang Bhagava, menghormat Beliau lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri disatu sisi, dewa itu berkata kepada Sang Bhagava dalam syair ini :

BAHU DEVA MANUSSA CA
MANGALANI ACINTAYUM
AKANKHAMANA SOTTHANAM
BRUHI MANGALAMUTTAMAM

ASEVANA CA BALANAM
PANDITANANCA SEVANA
PUJA CA PUJANIYANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PATIRUPADESAVASO CA
PUBBE CA KATAPUNNATA
ATTASAMMAPANIDHI CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

BAHUSACCAN CA SIPPAN CA
VINAYO CA SUSIKKHITO
SUBHASITA CA YA VACA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

MATAPITU UPATTHANAM
PUTTADARASSA SANGAHO
ANAKULA CA KAMMANTA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

DANANCA DHAMMACARIYA CA
NATAKANANCA SANGAHO
ANAVAJJANI KAMMANI
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ARATI VIRATI PAPA
MAJJAPANA CA SANNAMO
APPAMADO CA DHAMMESU
ETAMMANGALAMUTTAMAM

GARAVO CA NIVATO CA
SANTUTTHI CA KATANNUTA
KALENA DHAMMASAVANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

KHANTI CA SOVACASSATA
SAMANANANCA DASSANAM
KALENA DHAMMASAKACCHA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

TAPO CA BRAHMACARIYANCA
ARIYASACCANA DASSANAM
NIBBANASACCHIKIRIYA CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PHUTTHASSA LOKADHAMMEHI
CITTAM YASSA NA KAMPATI
ASOKAM VIRAJAM KHEMAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ETADISANI KATVANA
SABBATTHAMAPARAJITA
SABBATTHA SOTTHIM GACCHANTITAN
TESAM MANGALAMUTTAMAM` TI.

�Banyak Dewa dan manusia
Berselisih paham tentang berkah
Yang diharapkan membawa keselamatan;
Terangkanlah, apa Berkah Utama itu ? �

�Tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana
Bergaul dengan mereka yang bijaksana.
Menghormat mereka yang patut dihormat ,
Itulah Berkah Utama

Hidup di tempat yang sesuai
Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau
Menuntun diri ke arah yang benar
Itulah Berkah Utama

Memiliki pengetahuan dan keterampilan
Terlatih baik dalam tata susila
Ramah tamah dalam ucapan
Itulah Berkah Utama

Membantu ayah dan ibu
Menyokong anak dan isteri
Bekerja bebas dari pertentangan
Itulah Berkah Utama

Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma
Menolong sanak keluarga
Bekerja tanpa cela
Itulah Berkah Utama

Menjauhi, tidak melakukan kejahatan
Menghindari minuman keras
Tekun melaksanakan Dhamma
Itulah Berkah Utama

Selalu menghormat dan rendah hati
Merasa puas dan berterima kasih
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama

Sabar, rendah hati bila diperingatkan
Mengunjungi para pertapa
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama

Bersemangat dalam menjalankan hidup suci
Menembus Empat Kesunyataan Mulia
Serta mencapai Nibanna
Itulah Berkah Utama

Meski tergoda oleh hal-hal duniawi
Namun batin tak tergoyahkan,
Tiada susah, tanpa noda, penuh damai
Itulah Berkah Utama

Karena dengan mengusahakan hal-hal itu
Manusia tak terkalahkan di mana pun juga
Serta berjalan aman ke mana juga
Itulah Berkah Utama.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ChandraOyuget on 20 April 2011, 12:06:58 AM
Quote from: morpheus on 19 April 2011, 09:02:41 PM
keindahan musik dikatakan memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan.
kenapa mangala sutta disusun sebagai puisi yg indah, berstruktur 12 bait, tiap bait ada 4 kalimat, tiap kalimat terdiri dari 8-9 suku kata?
kenapa mangala sutta tidak disusun sebagai penjelasan datar seperti teks dunia dalam berita?
apakah keindahan puisi ini tidak memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan?
menurut saya... seorang Brahmana sejati tidak akan melekat dengan musik deh.. walaupun denger musik atau puisi yang indah sekalipun....
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 20 April 2011, 09:32:05 AM
Quote from: Dhamma Sukkha on 19 April 2011, 10:26:15 PM
teks ini mana bisa memanjakan indera, biar bagaimanapun mangala sutta hanyalah sebuah kumpulan kata yg membentuk sebuah kalimat, mana bisa memanjakan indera.... \Y__Y/"""
kan bentuknya puisi, sesuatu yg mengandung ekspresi seni dan terdapat keindahan di dalamnya.
sesuatu yg indah itu menyenangkan indera dan otomatis bisa menimbulkan kemelekatan.
bukankah begitu?

Quote from: Dhamma Sukkha on 19 April 2011, 10:26:15 PM
mangala sutta itu ada dalam buku paritta...kenapa yg u tanya mangala sutta, bukan ratana sutta yg ada musiknya, yg pernah c susi post? kenapa bukan dhammacakkapavatthana sutta? :D :D :D
pdhl itu juga termsk inti ajaran Buddha, jauhilah kejahatan, perbanyaklah kebajikan, sucikan hati dan pikiran...
lha, saya mau menanyakan mangala sutta yg disusun dalam bentuk puisi, gak boleh? :)
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 20 April 2011, 09:45:42 AM
Quote from: morpheus on 19 April 2011, 09:02:41 PM
keindahan musik dikatakan memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan.
kenapa mangala sutta disusun sebagai puisi yg indah, berstruktur 12 bait, tiap bait ada 4 kalimat, tiap kalimat terdiri dari 8-9 suku kata?
kenapa mangala sutta tidak disusun sebagai penjelasan datar seperti teks dunia dalam berita?
apakah keindahan puisi ini tidak memanjakan indera dan menimbulkan kemelekatan?

Susunan kalimat, banyak suku kata dsb hanyalah sebuah struktur bahasa saja, berhubungan dengan keteraturan kata tapi tidak berurusan dengan indah atau tidak. Mungkin seperti perbandingan baris-berbaris dengan tarian.

Soal bagaimana pikiran mengenali objek sebagai menyenangkan/tidak, maka itu tergantung kemelekatan masing-masing saja. Tidak jauh ke puisi, bahkan pengalaman meditasi pun bisa dilekati dan berbahaya akibatnya.


Tambahan:
Kalau bro morph tanya puisi yang bacanya pakai ekspresi, intonasi, dsb itu, menurut saya itu juga tidak sesuai.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 20 April 2011, 10:19:42 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 09:45:42 AM
Susunan kalimat, banyak suku kata dsb hanyalah sebuah struktur bahasa saja, berhubungan dengan keteraturan kata tapi tidak berurusan dengan indah atau tidak. Mungkin seperti perbandingan baris-berbaris dengan tarian.
bagi saya, puisi adalah ekspresi seni dan memiliki nilai2 keindahan pada kata2nya maupun keteraturannya.
apa maksudnya dibikin indah ataupun teratur?
kenapa tidak dibikin dengan format prosa atau percakapan atau paragraf informasi ilmiah aja?
kalo argumennya adalah memanjakan indera dan kemelekatan, jelas terdapat perbedaan antara format puisi dan informasi ilmiah.

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 09:45:42 AM
Soal bagaimana pikiran mengenali objek sebagai menyenangkan/tidak, maka itu tergantung kemelekatan masing-masing saja. Tidak jauh ke puisi, bahkan pengalaman meditasi pun bisa dilekati dan berbahaya akibatnya.
lalu di mana garis batas antara musik, puisi dan hal2 menyenangkan lainnya yg membedakan mana yang recommended dan not recommended?

ada beberapa faktor:
* formatnya (misal: prosa ok, puisi ok)
* cara pelantunannya (misal: baca datar ok, dangdut dan rock gak ok. atau semua musik gak ok)
* pikiran individu
* pendengar (misal: bhikkhu gak ok, else ok)
* etc?

yg mana dan di mana garis batasnya?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 20 April 2011, 10:23:51 AM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 10:19:42 AM
bagi saya, puisi adalah ekspresi seni dan memiliki nilai2 keindahan pada kata2nya maupun keteraturannya.
apa maksudnya dibikin indah ataupun teratur?
kenapa tidak dibikin dengan format prosa atau percakapan atau paragraf informasi ilmiah aja?
kalo argumennya adalah memanjakan indera dan kemelekatan, jelas terdapat perbedaan antara format puisi dan informasi ilmiah.
lalu di mana garis batas antara musik, puisi dan hal2 menyenangkan lainnya yg membedakan mana yang recommended dan not recommended?

ada beberapa faktor:
* formatnya (misal: prosa ok, puisi ok)
* cara pelantunannya (misal: baca datar ok, dangdut dan rock gak ok. atau semua musik gak ok)
* pikiran individu
* pendengar (misal: bhikkhu gak ok, else ok)
* etc?

yg mana dan di mana garis batasnya?


selain Mangala Sutta, seluruh Sagatha Vagga dari Samyutta Nikaya juga berisi syair2 puisi, IMO ini bukan dimaksudkan sebagai suatu karya seni, tapi lebih semacam gaya bahasa saja katika Sang Buddha berdialog dengan para dewa. jika anda pergi ke daerah pesisir Sumatera Utara (mungkin sampai ke malaysia), anda mungkin masih menjumpai beberapa penduduk asli yg memiliki gaya bahasa berpantun, dan pantun ini diucapkan secara spontan dalam komunikasi.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Dhamma Sukkha on 20 April 2011, 11:09:16 AM
Quote from: M14ka on 23 March 2011, 01:43:28 PM
got the point kk kainyn ^^
Tapi kalo mantra bukannya bernada ya? ada nadanya seperti ta pei cou bahasa mandarin n bahasa sansekerta nadanya beda, tapi tetap dari 12 tangga nada atau sebenarnya asal mantra itu tidak bernada, tapi diciptakan nadanya oleh seseorang supaya mudah dilafalkan? ato sebenarnya mantra itu tidak ada dalam Dhamma?  _/\_

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fdl5.glitter-graphics.net%2Fpub%2F427%2F427085z8igfoaui0.gif&hash=bb8fa1c22dcd1099d245ebbf892442782bd0f8a4)
bukannya mantra itu tdk ada dalam dhamma, bagiku, paritta adalah paritta, mantra adalah mantra, tetapi mantra bisa termasuk paritta, dari sini kita harus melihat kontekstual artinyaa.... paritta = perlindungan, pemeliharaan... klo mantra ya mantraa...
mantra dalam kamus wnya komat kamit gak jelasnya mbah dukun.... tapi ini persepsi negatif dari wnya.... mantra ya mantra, ada sebuah lagu buddhis yg w suka dari obhassati foundation di fb, lagunya terlanjur di download, judulnya tibetan lullaby enak banget lho musiknya, w gak tau apa yg dicakapin, pokoknya berulang2, yg w denger sih ngomongnya kyk gini : om dare tu dare dure soha, om dare to dare dure sooha... om dare tu dare tu dare ture sooha... om dare tu dare ture dare ture soha.... gitu dehh.... w suka musiknya krn lagu buddhis, w buka krn lagunya sederhana sekali, tibetan lullaby tapi enak didengerr.... w tipe yg suka musik slowly.... kyk tibetan lullaby ini.... ^^/
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Kelana on 20 April 2011, 11:30:13 AM
Quote from: morpheus on 19 April 2011, 09:02:41 PM
kenapa mangala sutta disusun sebagai puisi yg indah, berstruktur 12 bait, tiap bait ada 4 kalimat, tiap kalimat terdiri dari 8-9 suku kata?
kenapa mangala sutta tidak disusun sebagai penjelasan datar seperti teks dunia dalam berita?
IMO, Sebenarnya tidak ada bait di sana, yang ada hanyalah 24 kalimat (dari pertanyaan dewa sampai akhir). Hanya baru belakangan saja diurutkan menjadi bait-bait tersendiri dan diberi penomoran agar mudah dihafalnya.

''Bahū devā manussā ca, maṅgalāni acintayuṃ; Ākaṅkhamānā sotthānaṃ, brūhi maṅgalamuttamaṃ.''
"Banyak dewa dan manusia berselisih paham tentang berkah yang diharapkan membawa keselamatan; Terangkanlah, apa berkah utama itu."

Ini 2 kalimat bukan 4 kalimat. Dan jika disambung terus akan menjadi prosa. Dan adanya pengulangan kata adalah wajar dalam prosa, jadi tidak harus puisi saja yang ada pengulangan katanya. Dan selebihnya ada unsur logat dalam bahasa, seperti "ca" dan "ng" (ciiiw).

Hanya itu saja yang saja pendapat saya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 20 April 2011, 12:07:00 PM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 10:19:42 AM
bagi saya, puisi adalah ekspresi seni dan memiliki nilai2 keindahan pada kata2nya maupun keteraturannya.
apa maksudnya dibikin indah ataupun teratur?
Ini memang rumit, saya coba jelaskan maksud saya.
Rangkaian kata apapun (selama tidak dinyanyikan), maka di telinga 'nilainya' itu sama. Baru kata-kata itu dikenali dan diproses pikiran menjadi satu bentuk informasi. Baru lebih lanjut lagi, pikiran menilainya indah atau tidak.

Rangkaian nada di lain pihak, sudah dikenali oleh telinga sebagai indah/tidak. Contoh sederhana, nada dalam alat musik out of tone alias ga stem, langsung dikenali telinga. Begitu pula dengan seorang amusia (=fals dalam bahasa sini) bernyanyi, bisa langsung dikenali karena tidak indah di telinga.

Teratur hanya berkenaan dengan strukturnya saja, misalnya panjang pendek, jenis kata, pengulangan, dsb. Keindahan lebih pada sesuatu yang menimbulkan perasaan menyenangkan. Teratur tidak selalu indah, walaupun tidak menutup kemungkinan dipersepsi sebagai indah. Di lain pihak, Indah pun tidak selalu harus teratur/rapi secara strukturnya. Misalnya musik jazz, alternative atau metal, banyak perubahan tempo atau ketukan, tapi tetap indah.


Quotekenapa tidak dibikin dengan format prosa atau percakapan atau paragraf informasi ilmiah aja?
kalo argumennya adalah memanjakan indera dan kemelekatan, jelas terdapat perbedaan antara format puisi dan informasi ilmiah.
Hanya perbedaan cara saja. Kalau dalam syair, isinya biasanya singkat. Satu point disampaikan dalam satu-dua baris atau satu bait, lalu lanjut point berikutnya. Ini bukan memanjakan indera, tapi mengutamakan komunikasinya saja. Mungkin untuk perbandingan lain, bisa dilihat format 'alay'. Ini adalah contoh format lain. Apakah saya menghindari format itu karena melekat pada format lain? Tidak, hal ini bukan masalah perasaan menyenangkan atau tidak, tapi masalah pemilihan cara komunikasi saja.


Quotelalu di mana garis batas antara musik, puisi dan hal2 menyenangkan lainnya yg membedakan mana yang recommended dan not recommended?

ada beberapa faktor:
* formatnya (misal: prosa ok, puisi ok)
* cara pelantunannya (misal: baca datar ok, dangdut dan rock gak ok. atau semua musik gak ok)
* pikiran individu
* pendengar (misal: bhikkhu gak ok, else ok)
* etc?

yg mana dan di mana garis batasnya?
Ini akan sangat teknis kalau dibahas, mungkin malah akan membingungkan. Kalau saya pakai ukuran sederhana, jika hal tersebut lebih mengarah pada pembangkitan perasaan menyenangkan dibanding makna dan komunikasinya, maka itu adalah hal kesenangan indera. Contoh sederhana: saya menyukai lagu gospel, bisa menyanyikannya dengan perasaan senang, terlepas dari isi syairnya. Hal ini karena rangkaian nadanya indah. Sementara liriknya yang adalah sebuah unit komunikasi, tidak dipersepsi sebagai indah/tidak. Penilaiannya tergantung bagaimana orang mempersepsikannya. Untuk orang Kr1sten akan cenderung indah, untuk Satanist cenderung tidak indah, sementara bagi non-theist seperti saya, hanyalah kata-kata netral.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 20 April 2011, 12:55:26 PM
Seingat ane ada siswa Arahat yang ahli dalam menciptakan puisi dan dipuji oleh Sang Buddha, tapi ane lupa namanya....

Di Samyutta Nikaya 20.7, ada yg berhubungan ama puisi nih:

7 Pasak Tambur
Di Sāvatthī. "Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau para Dasāraha
memiliki sebuah tambur yang bernama Pemanggil.367 Ketika Pemanggil
pecah, para Dasāraha menyisipkan pasak tambahan. [267] akhirnya
tiba waktunya bagian atas tambur menjadi hilang dan hanya sejumlah
pasak tersisa.
"Demikian pula, para bhikkhu, hal yang sama akan terjadi
dengan para bhikkhu di masa depan. Ketika khotbah-khotbah ini
yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata yang dalam, dalam maknanya,
Lokuttara, menjelaskan kekosongan, sedang dibacakan,368 mereka
tidak bersemangat mendengarnya, juga tidak bersungguhsungguh
mendengarnya, tidak mengarahkan pikiran mereka untuk
memahaminya; dan mereka tidak berpikir bahwa ajaran-ajaran
itu harus dipelajari dan dikuasai. Tetapi ketika khotbah-khotbah
itu yang lebih puitis yang digubah oleh para penyair, dengan katakata
dan kalimat indah, diciptakan oleh pihak luar, dibabarkan oleh
siswa-siswa [mereka]
,369 sedang dibacakan, mereka akan bersemangat
mendengarnya, akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh, akan
mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; dan mereka
berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dikuasai.
Demikianlah para bhikkhu, khotbah-khotbah ini yang dibabarkan oleh
Sang Tathāgata yang dalam, dalam maknanya, Lokuttara, menjelaskan
kekosongan, akan lenyap.
"Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut:
'Ketika khotbah-khotbah ini yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata
yang dalam, dalam maknanya, Lokuttara, menjelaskan kekosongan,
sedang dibacakan, maka kami akan bersemangat mendengarnya, akan
bersungguh-sungguh mendengarnya, akan mengarahkan pikiran kami
untuk memahaminya; dan kami akan berpikir bahwa ajaran-ajaran itu
harus dipelajari dan dikuasai.' Demikianlah kalian harus berlatih."



So.....hati2 dengan kata2 "Indah".
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 20 April 2011, 01:44:24 PM
Quote from: Indra on 20 April 2011, 10:23:51 AM
selain Mangala Sutta, seluruh Sagatha Vagga dari Samyutta Nikaya juga berisi syair2 puisi, IMO ini bukan dimaksudkan sebagai suatu karya seni, tapi lebih semacam gaya bahasa saja katika Sang Buddha berdialog dengan para dewa. jika anda pergi ke daerah pesisir Sumatera Utara (mungkin sampai ke malaysia), anda mungkin masih menjumpai beberapa penduduk asli yg memiliki gaya bahasa berpantun, dan pantun ini diucapkan secara spontan dalam komunikasi.
makasih penjelasannya.

gaya bahasa?
setahu saya yg namanya gaya bahasa itu semacam phrase singkat.
dalam sutta ini 12 bait berisikan satu ajaran mengenai berkah utama mulai dari yg sederhana sampai tertinggi.
dalam pantun spontan pun, biasanya sekadar 1 bait untuk menyampaikan maksud yg sederhana.

dan apakah dalam berbicara dengan dewa, Buddha selalu memakai format puisi?
dan apakah dalam berbicara dengan non-dewa, Buddha selalu memakai percakapan biasa?


Quote from: Kelana on 20 April 2011, 11:30:13 AM
Ini 2 kalimat bukan 4 kalimat. Dan jika disambung terus akan menjadi prosa. Dan adanya pengulangan kata adalah wajar dalam prosa, jadi tidak harus puisi saja yang ada pengulangan katanya. Dan selebihnya ada unsur logat dalam bahasa, seperti "ca" dan "ng" (ciiiw).

Hanya itu saja yang saja pendapat saya.
yg saya maksudkan tentulah 12 bait jawaban dari Buddha.
dan saya gak sependapat dengan anda.
thanks anyway.

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 12:07:00 PM
Ini memang rumit, saya coba jelaskan maksud saya.
Rangkaian kata apapun (selama tidak dinyanyikan), maka di telinga 'nilainya' itu sama. Baru kata-kata itu dikenali dan diproses pikiran menjadi satu bentuk informasi. Baru lebih lanjut lagi, pikiran menilainya indah atau tidak.

Rangkaian nada di lain pihak, sudah dikenali oleh telinga sebagai indah/tidak. Contoh sederhana, nada dalam alat musik out of tone alias ga stem, langsung dikenali telinga. Begitu pula dengan seorang amusia (=fals dalam bahasa sini) bernyanyi, bisa langsung dikenali karena tidak indah di telinga.

Teratur hanya berkenaan dengan strukturnya saja, misalnya panjang pendek, jenis kata, pengulangan, dsb. Keindahan lebih pada sesuatu yang menimbulkan perasaan menyenangkan. Teratur tidak selalu indah, walaupun tidak menutup kemungkinan dipersepsi sebagai indah. Di lain pihak, Indah pun tidak selalu harus teratur/rapi secara strukturnya. Misalnya musik jazz, alternative atau metal, banyak perubahan tempo atau ketukan, tapi tetap indah.
apa yg anda tulis di atas memang benar, tapi saya pikir gak relevan.
bagi saya sederhana aja, itu format dan bentuk puisi, digubah berdasarkan nilai2 seni dan keindahan tersendiri. puisi berbeda dengan karangan ilmiah atau dialog percakapan.
sepertinya cukup di sini untuk yg ini. thanks.


Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 12:07:00 PM
Hanya perbedaan cara saja. Kalau dalam syair, isinya biasanya singkat. Satu point disampaikan dalam satu-dua baris atau satu bait, lalu lanjut point berikutnya. Ini bukan memanjakan indera, tapi mengutamakan komunikasinya saja. Mungkin untuk perbandingan lain, bisa dilihat format 'alay'. Ini adalah contoh format lain. Apakah saya menghindari format itu karena melekat pada format lain? Tidak, hal ini bukan masalah perasaan menyenangkan atau tidak, tapi masalah pemilihan cara komunikasi saja.
saya simpulkan, point anda sama dengan point om indra.
yaitu ini hanyalah cara berkomunikasi, tidak ada hubungannya dengan nilai keindahan dan seni di sana.

Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 12:07:00 PM
Ini akan sangat teknis kalau dibahas, mungkin malah akan membingungkan. Kalau saya pakai ukuran sederhana, jika hal tersebut lebih mengarah pada pembangkitan perasaan menyenangkan dibanding makna dan komunikasinya, maka itu adalah hal kesenangan indera. Contoh sederhana: saya menyukai lagu gospel, bisa menyanyikannya dengan perasaan senang, terlepas dari isi syairnya. Hal ini karena rangkaian nadanya indah. Sementara liriknya yang adalah sebuah unit komunikasi, tidak dipersepsi sebagai indah/tidak. Penilaiannya tergantung bagaimana orang mempersepsikannya. Untuk orang Kr1sten akan cenderung indah, untuk Satanist cenderung tidak indah, sementara bagi non-theist seperti saya, hanyalah kata-kata netral.
"jika hal tersebut lebih mengarah pada pembangkitan perasaan menyenangkan dibanding makna dan komunikasinya" kan bisa berlaku untuk puisi maupun musik? ataukah maksud anda untuk mengatakan tergantung pada usernya masing2, semua format dan cara pengucaran netral? atau lain lagi?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 20 April 2011, 01:47:08 PM
Quote from: hendrako on 20 April 2011, 12:55:26 PM
Seingat ane ada siswa Arahat yang ahli dalam menciptakan puisi dan dipuji oleh Sang Buddha, tapi ane lupa namanya....

[...]
Mungkin Thera Vangisa, Mahasavaka terunggul dalam pemahaman kata, yang dulu bisa menebak tempat tujuan tumimbal lahir seseorang dengan menyentuh tengkoraknya dan kebingungan setelah menyentuh tengkorak dari Arahat. 
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 20 April 2011, 01:59:30 PM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 01:44:24 PM
makasih penjelasannya.

gaya bahasa?
setahu saya yg namanya gaya bahasa itu semacam phrase singkat.
dalam sutta ini 12 bait berisikan satu ajaran mengenai berkah utama mulai dari yg sederhana sampai tertinggi.
dalam pantun spontan pun, biasanya sekadar 1 bait untuk menyampaikan maksud yg sederhana.


ini pendapat pribadi,
mungkin saja dikalangan para dewa, jika berbicara kepada orang yg lebih dimuliakan, adalah dianggap tidak sopan jika berbicara secara langsung dengan gaya bahasa prosa, dan dianggap lebih menghormat jika berbicara dalam bentuk syair.

misalnya dalam pergaulan manusia sehari2, kita tidak ber"loe-gue" kepada orang yg lebih dihormati, misalnya kepada bhikkhu/guru/orang tua/dsb.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 20 April 2011, 02:51:17 PM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 01:44:24 PM
apa yg anda tulis di atas memang benar, tapi saya pikir gak relevan.
bagi saya sederhana aja, itu format dan bentuk puisi, digubah berdasarkan nilai2 seni dan keindahan tersendiri. puisi berbeda dengan karangan ilmiah atau dialog percakapan.
sepertinya cukup di sini untuk yg ini. thanks.
OK, saya bisa tangkap maksudnya. Puisi memang ada pemilihan kata dan aturan susunan yang rumit, yang bisa dinilai sebagian orang sebagai seni, maka bro morph bilang itu tetap indah. Kalau saya hanya melihat itu sebagai cara komunikasi yang berbeda di mana bahasa + rumus = puisi, dan cenderung pada intelijensia (linguistik) ketimbang estetika.

Quotesaya simpulkan, point anda sama dengan point om indra.
yaitu ini hanyalah cara berkomunikasi, tidak ada hubungannya dengan nilai keindahan dan seni di sana.
Betul begitu, bro morph. Bukan indah/tidak indah, tapi hanya sebuah cara komunikasi saja.

[spoiler]Demikian, Morpheus
Tiada indah pun sedap
Dengan kata terbaris
Buah fikirmu terucap[/spoiler]

[spoiler]eah kk m0rPh, bkи j3l3k at0 b4gu5, yG P3иt1и6 di4n66ep k3r3и 4m4 t3m3и2-q[/spoiler]


Quote"jika hal tersebut lebih mengarah pada pembangkitan perasaan menyenangkan dibanding makna dan komunikasinya" kan bisa berlaku untuk puisi maupun musik? ataukah maksud anda untuk mengatakan tergantung pada usernya masing2, semua format dan cara pengucaran netral? atau lain lagi?
Seperti saya bilang, musik (dengan definisi benar) itu indah di setiap telinga. Ketika ada yang fals, semua orang (dengan pendengaran normal) mengetahui dan mempersepsi suara tersebut sebagai "tidak enak". Ini bukan subjektif, namun memang demikianlah indera telinga mempersepsi suara. Bagaimana orang menyukai/tidak lagu tersebut, barulah subjektif tergantung selera (baca: kemelekatan) masing-masing.

Kalau puisi, secara suara & bahasa, saya pikir netral saja, entah yang mana yang bisa dinyatakan indah. Memangnya kalau menurut bro morph, di mana indahnya?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 20 April 2011, 04:11:35 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 20 April 2011, 02:51:17 PM
OK, saya bisa tangkap maksudnya. Puisi memang ada pemilihan kata dan aturan susunan yang rumit, yang bisa dinilai sebagian orang sebagai seni, maka bro morph bilang itu tetap indah. Kalau saya hanya melihat itu sebagai cara komunikasi yang berbeda di mana bahasa + rumus = puisi, dan cenderung pada intelijensia (linguistik) ketimbang estetika.

Betul begitu, bro morph. Bukan indah/tidak indah, tapi hanya sebuah cara komunikasi saja.

Seperti saya bilang, musik (dengan definisi benar) itu indah di setiap telinga. Ketika ada yang fals, semua orang (dengan pendengaran normal) mengetahui dan mempersepsi suara tersebut sebagai "tidak enak". Ini bukan subjektif, namun memang demikianlah indera telinga mempersepsi suara. Bagaimana orang menyukai/tidak lagu tersebut, barulah subjektif tergantung selera (baca: kemelekatan) masing-masing.

Kalau puisi, secara suara & bahasa, saya pikir netral saja, entah yang mana yang bisa dinyatakan indah. Memangnya kalau menurut bro morph, di mana indahnya?
anda orang pertama yg mempertanyakan keindahan puisi. setahu saya itu common knowledge...

po·em
noun /ˈpōəm/  /ˈpōim/  /pōm/
poems, plural

...
2. Something that arouses strong emotions because of its beauty

Poetry (from the Greek "ποίησις", , a "making") is a form of literary art in which language is used for its aesthetic and evocative qualities in addition to, or in lieu of, its apparent meaning. ...
en.wikipedia.org/wiki/Poem

a literary piece written in verse; a piece of writing in the tradition of poetry, an instance of poetry; a piece of poetic writing, that is with an intensity or depth of expression or inspiration greater than is usual in prose
en.wiktionary.org/wiki/poem

===

bicara soal fals, sampe sekarang saya gak bisa mengapresiasi sitar yg kedengeran kayak ngaco dan fals, walaupun temen saya dengernya bisa sampe merem geleng2...

kalo teori saya, sutta banyak dibikin dalam bentuk puisi itu bertujuan untuk kemudahan menghapal dan juga kenyamanan mengucarkannya. ini bisa dilihat dari tradisi india dan hindu, di mana banyak terdapat ajaran2 yg juga diajarkan dalam bentuk puisi karena mereka punya kebiasaan chanting ayat2 suci ini dalam lagu atau intonasi tertentu. yg paling ekstrim mungkin adalah orang sikh yg chant buku sucinya dengan alat musik menjadi sejenis... dangdut.

saya juga bisa menerima kalo puisi ini dikatakan salah satu cara komunikasi (termasuk Sang Buddha) di mana kadang bentuk puisi bisa diserap dan dipahami dengan lebih mudah. point lain, saya menilai ada segi2 tertentu dari puisi (entah karena keindahannya ataukah ekspresinya kuat secara emosional) yg bisa membuat orang tergugah dan tersadar. walaupun gak pernah mengalami dan gak ada contohnya, saya berpikir mungkin lagu tertentu juga bisa memberikan efek yg sama...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 21 April 2011, 12:23:04 AM
menarik..  :)
saya mencoba membaca dan memahami dari awal hingga akhir..  ;D
jawaban2 disini mungkin berusaha untuk menerangkan judul treat ini..  :)
tapi saya tiba2 terpikir, apa iya hubungan musik dan dhamma sebegitu eratnya?
IMO, musik ya musik, dhamma ya dhamma.  ;D
walaupun mungkin ada sedikit hubungan antara keinginan yang terus-menerus ingin bermain musik dengan kemelekatan, tapi menurut saya tidak selamanya terjadi.
ketika seseorang bermain musik karena ia punya ketertarikan dan bakat dalam bidang tersebut, lalu ingin melatih bakatnya dengan latihan yang terus-menerus, menurut saya ini sama sekali tidak berhubungan dengan kemelekatan.
sama hal seperti seorang tukang kayu yang ingin terus melatih kemampuannya dalam hal pertukangan, apakah ini termasuk kemelekatan?
akan sangat tidak adil jadinya kalau seorang pemusik dianggap melekat dan seorang tukang kayu tidak, toh setiap orang punya ketertarikan yang berbeda terhadap sesuatu.   :)
malah menurut saya, seseorang yang mempunyai bakat sebaiknya terus berusaha untuk mengembangkan dan mengasah bakat yang ia punya, baik itu dalam bidang musik dan sebagainya, selama itu bukanlah hal yang negatif dan merugikan diri sendiri dan orang lain.
_/\_ bagaimana pendapat teman2?
dan saya pikir musik sama sekali tidak merugikan buat orang lain (kecuali jika menghasilkan nada yang sumbang dan membuat sakit telinga  ;D), tapi itulah guna latihan untuk membuat musik2 yang indah, juga tidak ada ruginya bagi diri sendiri.
apakah hanya karena larangan bermain musik masuk dalam dalam satu sila yang harus dilaksanakan dalam 8sila, lalu musik mendapatkan diskriminasi?
jangan sampai dhamma menghalangi bakat musik seseorang..  :)
saya setuju dengan pendapat om harpuia, umat awam bukanlah bhikkhu jadi tidak perlu berlagak seperti bhikkhu.
namun jika sedang melaksankan atthasila, idealnya sih memang tidak memanjakan indria, salah satunya dengan bermain ataupun mendengarkan musik..
kalo yang ini saya setuju..  ;D
**hanya pendapat pribadi, kalau ada yang g sesuai, mohon dikoreksi...  ;D

saya teringat beberapa hari yang lalu pernah bertanya ke bhante, apakah ketika seseorang melakukan satu perbuatan yang menurutnya membawa kebahagiaan, misalnya memberikan dana makanan kepada para bhikkhu, lalu ia ingin dan ingin lagi melakukannya, apakah itu termasuk kemelekatan?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 21 April 2011, 12:25:57 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 13 April 2011, 11:11:35 AM
Tidak wajib, tapi dianjurkan.

Sutta Nipata, Dhammikasutta:

[...]
Aku akan memberitahukan kewajiban dari perumahtangga, yang melakukannya akan membawa manfaat, karena -tidak mungkin seorang perumahtangga melakukan apa yang dilakukan bhikkhu sepenuhnya.
-Tidak membunuh ...
-Tidak mengambil apa yang tidak diberikan ...
-Menghindari kehidupan tidak suci sebagaimana orang bijaksana menghindari lubang dengan bara yang menyala, mereka yang tidak hidup suci, sedikitnya tidak pergi ke istri orang lain.
[...]
Menghindari pembunuhan, pencurian, berbohong, dan zat memabukkan;
Hidup suci, menjauhkan diri dari hubungan seksual
Tidak makan pada malam hari dan pada waktu yang tidak tepat
Tidak mengenakan bunga, wangi-wangian
Tidur di lantai atau menggunakan tikar

Delapan sila ini dilaksanakan pada hari bulan penuh, oleh Sang Bhagava untuk mengakhiri dukkha.
Pada hari ke empat belas, lima belas dan delapan ketika bulan mengembang, jalankanla delapan sila.
Pada pagi hari, dengan pikiran bersih dan bahagia, seorang bijak, setelah menjalankan uposatha, memberikan makanan dan minuman yang sesuai untuk sangha.
Ia harus menyokong ibu dan ayahnya sebagai kewajibannya dan melakukan perdagangan yang jujur.
Ini yang harus dilakukan dengan giat bagi seorang perumahtangga agar terlahir di antara deva yang disebut menyinari diri sendiri (sayampabhe).



Yang menarik, dalam sutta ini tidak disinggung mengenai musik, nyanyian, dan hiburan.

iya kok bisa ya om?
kalo begitu, asalnya sila ke 7 dari mana ya?  ;D



Quote from: Indra on 13 April 2011, 09:46:07 AM
pancasila juga tidak wajib, hanya patimokha yg wajib bagi para bhikkhu, bagi umat awam tidak ada yg wajib. bagi umat awam semua peraturan hanya bersifat anjuran, tapi bagi umat yg sungguh2 ingin menjalani kehidupan spiritual buddhis, maka ia akan mengambil atthasila sebagai wajib pada hari Uposatha, attha sila ini juga disebut sbg Uposatha sila
om, kalau misalnya seorang upasaka-upasika apakah g wajib juga melaksanakan 5sila dan 8sila pada hari uposatha?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: lobsangchandra on 21 April 2011, 12:30:02 AM
hubungannya...baik-baik saja... ;D :P :>-
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 21 April 2011, 12:38:36 AM
Quote from: lobsangchandra on 21 April 2011, 12:30:02 AM
hubungannya...baik-baik saja... ;D :P :>-
:hammer:  :))
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 21 April 2011, 02:38:56 AM
Quote from: hemayanti on 21 April 2011, 12:25:57 AM
om, kalau misalnya seorang upasaka-upasika apakah g wajib juga melaksanakan 5sila dan 8sila pada hari uposatha?

kalau diperhatikan dari kalimat2 pada sila, "saya bertekad untuk melatih diri ....", IMO ini adalah ungkapan atas suatu komitmen pribadi. jadi kita sendiri lah yg bertekad untuk melaksanakan, tidak ada kewajiban atau paksaan dari pihak eksternal. dan jika dalam melaksanakan itu kita melakukan pelanggaran, juga tidak ada pihak eksternal yg akan menjatuhkan hukuman. ini yg saya maksudkan dengan "tidak wajib". tetapi sebagai buddhis yg baik, tentu saja kita harus berusaha "wewajibkan" melaksanakan pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan atthasila pada hari Uposatha.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 21 April 2011, 10:02:43 AM
Quote from: Indra on 21 April 2011, 02:38:56 AM
kalau diperhatikan dari kalimat2 pada sila, "saya bertekad untuk melatih diri ....", IMO ini adalah ungkapan atas suatu komitmen pribadi. jadi kita sendiri lah yg bertekad untuk melaksanakan, tidak ada kewajiban atau paksaan dari pihak eksternal. dan jika dalam melaksanakan itu kita melakukan pelanggaran, juga tidak ada pihak eksternal yg akan menjatuhkan hukuman. ini yg saya maksudkan dengan "tidak wajib". tetapi sebagai buddhis yg baik, tentu saja kita harus berusaha "wewajibkan" melaksanakan pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan atthasila pada hari Uposatha.
_/\_ oh.. iya iya.. makasih penjelasannya om..
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: fran on 21 April 2011, 02:05:02 PM
DhammaGosa termasuk DhammaDosa-kah ?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 21 April 2011, 04:22:16 PM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 04:11:35 PM
anda orang pertama yg mempertanyakan keindahan puisi. setahu saya itu common knowledge...

[spoiler]po·em
noun /ˈpōəm/  /ˈpōim/  /pōm/
poems, plural

...
2. Something that arouses strong emotions because of its beauty

Poetry (from the Greek "ποίησις", , a "making") is a form of literary art in which language is used for its aesthetic and evocative qualities in addition to, or in lieu of, its apparent meaning. ...
en.wikipedia.org/wiki/Poem

a literary piece written in verse; a piece of writing in the tradition of poetry, an instance of poetry; a piece of poetic writing, that is with an intensity or depth of expression or inspiration greater than is usual in prose
en.wiktionary.org/wiki/poem
[/spoiler]
===
Benar, itu common knowledge/sense. Hanya saja, dalam pembahasan lingkup tertentu, saya tidak selalu setuju dengan orang kebanyakan.

Saya coba ulang lagi, harap tidak bosan. Perasaan menyenangkan ada yang berhubungan langsung dengan indera, ada yang berhubungan dengan pikiran. Yang berhubungan dengan indera ini sifatnya lebih objektif, sedangkan yang berhubungan dengan pikiran lebih subjektif.

Contoh ekstrem: Dipukul sampai luka adalah perasaan tubuh menyakitkan (objektif). Tapi apakah merupakan perasaan pikiran tidak menyenangkan? Belum tentu. Bagi orang masokis, justru bisa bikin orgasme.

Kalau musik, sudah saya jelaskan bahwa kelompok nada (bunyi dalam perbandingan frekuensi dan waktu) tertentu memang indah di telinga. Jika perbandingannya ngaco (misalnya alat musik yang tidak stem), telinga menerimanya sebagai tidak menyenangkan, terlepas dari intensitas tidak menyenangkannya. Ini dari segi indera, memang menyangkut hal menyenangkan dan tidak.

Dari segi pikiran, sangat tergantung pada subjeknya, maka ada yang suka rock, ada yang suka blues, bahkan ada juga beberapa orang yang tidak menyukai musik sama sekali. Ini berkenaan dengan kecenderungan seseorang.

Sekarang kita bahas ke puisi, secara 'fisik', apanya yang indah? Susunan katanya, bunyinya, atau apanya?

Kalau yang indah adalah maknanya, berarti adalah sebuah ide, yang berhubungan langsung dengan pikiran. Ini saya setuju bisa indah, namun tetap sangat subjektif sekali. Jika secara panca-indera tidak ada batasan menyenangkan atau tidak, maka batasannya hanyalah tergantung pikiran seseorang saja. Dengan kata lain, lebih subjektif dari masokisme. Berdasarkan hal tersebut, saya tidak mengatakan syair sebagai kesenangan indriah.


Quotebicara soal fals, sampe sekarang saya gak bisa mengapresiasi sitar yg kedengeran kayak ngaco dan fals, walaupun temen saya dengernya bisa sampe merem geleng2...
Ini memang preference seseorang. Seseorang belum tentu menikmati suaranya ketika mendengar musik, namun menikmati ide yang muncul di pikirannya ketika mendengar musik.


Quotekalo teori saya, sutta banyak dibikin dalam bentuk puisi itu bertujuan untuk kemudahan menghapal dan juga kenyamanan mengucarkannya. ini bisa dilihat dari tradisi india dan hindu, di mana banyak terdapat ajaran2 yg juga diajarkan dalam bentuk puisi karena mereka punya kebiasaan chanting ayat2 suci ini dalam lagu atau intonasi tertentu. yg paling ekstrim mungkin adalah orang sikh yg chant buku sucinya dengan alat musik menjadi sejenis... dangdut.

saya juga bisa menerima kalo puisi ini dikatakan salah satu cara komunikasi (termasuk Sang Buddha) di mana kadang bentuk puisi bisa diserap dan dipahami dengan lebih mudah.
Ya, menurut saya, teori bro morph ini sangat masuk akal.


Quotepoint lain, saya menilai ada segi2 tertentu dari puisi (entah karena keindahannya ataukah ekspresinya kuat secara emosional) yg bisa membuat orang tergugah dan tersadar. walaupun gak pernah mengalami dan gak ada contohnya, saya berpikir mungkin lagu tertentu juga bisa memberikan efek yg sama...
Menurut saya tidak demikian. Pemahaman dan pengertian seharusnya bebas dari bias emosi/perasaan. Beberapa pihak senang sekali menggunakan teknik manipulasi perasaan untuk membuat orang tergugah dan mengarahkan sugesti agar membentuk delusi sesuai doktrin yang diajarkan. Ketika orang terbawa perasaan (apakah sedih, takut, marah, dsb), maka mentalnya lemah dan tidak stabil. Keadaan tersebut sangat tidak kondusif untuk mengerti sebuah kebenaran. Yang saya pahami, justru Buddha selalu 'menetralkan' perasaan dahulu, baru mengajarkan kebenaran.

[spoiler]Misalnya Bahiya yang perasaan antuiasnya diredakan dengan menolak menjawab atau perasaan senang Vakalli terhadap Buddha yang dikurangi dengan menyuruhnya tinggal di tempat jauh.[/spoiler]
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 21 April 2011, 04:34:14 PM
Quote from: hemayanti on 21 April 2011, 12:25:57 AM
iya kok bisa ya om?
kalo begitu, asalnya sila ke 7 dari mana ya?  ;D
Dhammikasutta itu berasal dari suttanipata yang memang salah satu teks dianggap paling tua. Di sutta2 lain seperti dalam uposathavaggo (bab tentang uposatha) banyak membahas sila-sila uposatha secara detail, di mana sila ke 7 mencakup tarian, musik dan hiburan. Ada juga membahas sikap kita terhadap atthasila hendaknya bukan karena kebiasaan atau ritual, tetapi dengan pandangan benar.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 21 April 2011, 10:08:40 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 April 2011, 04:34:14 PM
Dhammikasutta itu berasal dari suttanipata yang memang salah satu teks dianggap paling tua. Di sutta2 lain seperti dalam uposathavaggo (bab tentang uposatha) banyak membahas sila-sila uposatha secara detail, di mana sila ke 7 mencakup tarian, musik dan hiburan. Ada juga membahas sikap kita terhadap atthasila hendaknya bukan karena kebiasaan atau ritual, tetapi dengan pandangan benar.
ada link buat membacanya g om kainyn?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 22 April 2011, 12:59:21 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 April 2011, 04:22:16 PM
Benar, itu common knowledge/sense. Hanya saja, dalam pembahasan lingkup tertentu, saya tidak selalu setuju dengan orang kebanyakan.

Saya coba ulang lagi, harap tidak bosan. Perasaan menyenangkan ada yang berhubungan langsung dengan indera, ada yang berhubungan dengan pikiran. Yang berhubungan dengan indera ini sifatnya lebih objektif, sedangkan yang berhubungan dengan pikiran lebih subjektif.

Contoh ekstrem: Dipukul sampai luka adalah perasaan tubuh menyakitkan (objektif). Tapi apakah merupakan perasaan pikiran tidak menyenangkan? Belum tentu. Bagi orang masokis, justru bisa bikin orgasme.

Kalau musik, sudah saya jelaskan bahwa kelompok nada (bunyi dalam perbandingan frekuensi dan waktu) tertentu memang indah di telinga. Jika perbandingannya ngaco (misalnya alat musik yang tidak stem), telinga menerimanya sebagai tidak menyenangkan, terlepas dari intensitas tidak menyenangkannya. Ini dari segi indera, memang menyangkut hal menyenangkan dan tidak.

Dari segi pikiran, sangat tergantung pada subjeknya, maka ada yang suka rock, ada yang suka blues, bahkan ada juga beberapa orang yang tidak menyukai musik sama sekali. Ini berkenaan dengan kecenderungan seseorang.

Sekarang kita bahas ke puisi, secara 'fisik', apanya yang indah? Susunan katanya, bunyinya, atau apanya?

Kalau yang indah adalah maknanya, berarti adalah sebuah ide, yang berhubungan langsung dengan pikiran. Ini saya setuju bisa indah, namun tetap sangat subjektif sekali. Jika secara panca-indera tidak ada batasan menyenangkan atau tidak, maka batasannya hanyalah tergantung pikiran seseorang saja. Dengan kata lain, lebih subjektif dari masokisme. Berdasarkan hal tersebut, saya tidak mengatakan syair sebagai kesenangan indriah.
om kainyn, saya kok merasa ada kontradiksi di quotation atas.

ala abhidhamma, objek apapun yg masuk lewat mata dan telinga (istilah anda mungkin 'fisik' atau 'objektif') adalah netral, tidak ada penilaian di sana, tidak indah, tidak jelek. sederet tulisan prosa, bait2 puisi, simfony beethoven atau raungan kucing semuanya hanyalah bunyi. singkat kata di step berikutnya, di saat "aku mendengar", di situ ada penilaian indah, jelek, nikmat, menyebalkan, dsb. imo, tidak ada perbedaan antara musik dengan puisi pada proses ini. dua2nya subjektif. sesuatu yg didambakan atau cocok dengan persepsi indah akan dinilai sebagai indah.

kembali ke puisi, banyak yg bisa dikatakan indah. memang bisa saja seperti yg anda bilang, maknanya.
namun ada juga yg merasakan keindahannya dari susunan katanya, pemilihan katanya ataupun rimanya.
memang keindahan ini bukan kemerduan suara (objek untuk telinga), bukan pemandangan indah (objek untuk mata), namun keindahan puisi ini adalah objek mental untuk intelek.

saya mengacu pada konsep buddhism mengenai enam macam objek dan inderanya (salayatana?). inilah mengapa Buddha mengatakan semuanya terbakar: telinga, hidung, lidah, tubuh / kulit dan intelek. sesuatu yg kita senangi dan lekati secara intelek, itu adalah pemuasan indera. jadi selain orgasme sentuhan, juga ada orgasme intelek.
referensi: kotbah api, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn35/sn35.028.than.html

apakah saya nyambung di sini? ataukah kita udah muter satu puteran untuk disagree?


Quote from: Kainyn_Kutho on 21 April 2011, 04:22:16 PM
Menurut saya tidak demikian. Pemahaman dan pengertian seharusnya bebas dari bias emosi/perasaan. Beberapa pihak senang sekali menggunakan teknik manipulasi perasaan untuk membuat orang tergugah dan mengarahkan sugesti agar membentuk delusi sesuai doktrin yang diajarkan. Ketika orang terbawa perasaan (apakah sedih, takut, marah, dsb), maka mentalnya lemah dan tidak stabil. Keadaan tersebut sangat tidak kondusif untuk mengerti sebuah kebenaran. Yang saya pahami, justru Buddha selalu 'menetralkan' perasaan dahulu, baru mengajarkan kebenaran.

[spoiler]Misalnya Bahiya yang perasaan antuiasnya diredakan dengan menolak menjawab atau perasaan senang Vakalli terhadap Buddha yang dikurangi dengan menyuruhnya tinggal di tempat jauh.[/spoiler]
mungkin anda benar pada konteks dukkha dan lenyapnya dukkha.
namun pada level duniawi, bagaimanapun emosi2 positif lebih berguna ketimbang emosi2 negatif, bukan?
kesadaran dan tergugah kecil2an masih lumayan kan?

saya mengerti maksud anda yg melihat dari sisi purist atau fundamentalis.
yg saya takutkan di sini, yg berada di level indera menghipnotis dan memaksakan dirinya pada level ariya.
yg seharusnya nafsu itu padam secara alami, jadinya malah nafsu yg terkekang dan pada waktunya bisa meledak atau muncul sebagai split personality...
ini yg saya ingin hindarkan dari pembaca, apalagi yg baru belajar.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 April 2011, 08:45:02 AM
Quote from: hemayanti on 21 April 2011, 10:08:40 PM
ada link buat membacanya g om kainyn?
Salah satunya di sini:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.041.vaka.html
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.043.khan.html
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Kelana on 23 April 2011, 09:49:20 AM
Bagaimana dengan kisah Ratu Khema yang terbujuk oleh lagu mengenai Vihara Veluvana sehingga ia akhirnya mau berkunjung ke kediaman Sang Buddha dan akhirnya ia mencapai tingkat kesucian?
[spoiler]http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-khema-theri/[/spoiler]
Ada yang mau berkomentar?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: ryu on 23 April 2011, 09:56:29 AM
Quote from: Kelana on 23 April 2011, 09:49:20 AM
Bagaimana dengan kisah Ratu Khema yang terbujuk oleh lagu mengenai Vihara Veluvana sehingga ia akhirnya mau berkunjung ke kediaman Sang Buddha dan akhirnya ia mencapai tingkat kesucian?
[spoiler]http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-khema-theri/[/spoiler]
Ada yang mau berkomentar?


Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 347 berikut :

Mereka yang bergembira dengan nafsu indria,
akan jatuh ke dalam arus (kehidupan),
seperti laba-laba yang jatuh
ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri.
Tapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu,
mereka meniggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan,
serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: adi lim on 23 April 2011, 10:09:29 AM
Quote from: fran on 21 April 2011, 02:05:02 PM
DhammaGosa termasuk DhammaDosa-kah ?

tahukah arti kata Dosa dalam ajaran Buddha ?
atau anda mengerti kata Dosa menurut kepercayaan agama 'tetangga' ?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 April 2011, 10:45:36 AM
Quote from: hemayanti on 21 April 2011, 10:08:40 PM
ada link buat membacanya g om kainyn?
Yang Visakhasutta saya tidak ketemu linknya, jadi saya coba terjemahkan seadanya:

Anguttara Nikaya, Tikanipata, Dutiyapaṇṇāsakaṃ, Mahāvaggo, Uposathasutta.

Demikian yang kudengar. Suatu ketika, Sang Bhagava berdiam di Vihara Pubba, kediaman Migaramata di Savatthi. Migaramata pada saat uposatha mendekati Sang Bhagava, menghormat dan duduk di satu sisi.
Sang bhagava berkata kepadanya: 'Visakha, mengapa engkau datang di waktu siang hari?'
'Hari ini uposatha, Bhante, dan saya menjalankan atthasila.'
'Visakha, ada tiga macam uposatha. Apakah tiga tersebut? Uposatha Ternak, uposatha Nigantha, dan uposatha Ariya.
Visakha, apakah Uposatha Ternak? Visakha, seperti gembala ternak yang mengembalikan kawanan ternak kepada pemiliknya dan berpikir, hari ini ternak makan di tempat ini dan ini, dan minum air di tempat ini dan ini, dan besok ternak akan makan di tempat ini dan ini, minum di tempat ini dan ini.
Visakha, dengan cara yang sama pula seseorang menjalankan atthasila berpikir: hari ini saya makan makanan ini dan ini, minum minuman bergizi ini dan ini. Besok saya akan makan makanan ini dan ini, minum minuman bergizi ini dan ini. Demikianlah ia menghabiskan hari dengan pikiran dikuasai keserakahan dan keinginan. Visakha, ini adalah Uposatha Ternak dan tidak berbuah banyak, tidak berpahala besar.

Visakha, apakah Uposatha Nigantha? Visakha, ada para petapa yang disebut Nigantha, mereka mengajarkan muridnya demikian: Marilah, orang baik, jangan melukai makhluk hidup di arah timur ... barat ... utara ... selatan sejauh seratus yojana.
Demikianlah uposathanya disertai belas kasih dan kebaikan untuk sebagian, dan tanpa belas kasih dan kebaikan untuk sebagian lain.
Seorang tertentu pada saat hari bulan penuh mengajarkan pada muridnya: Marilah, orang baik. Tanggalkan pakaianmu dan katakan dengan ini aku tidak memiliki keinginan akan tempat atau hal apapun dan aku tidak memiliki kemelekatan pada tempat atau hal apapun. Ibu dan ayahnya mengetahui ini anak kami, dan dia pun mengetahui, ini adalah ibu dan ayahku. Istri dan anaknya mengetahui, ini suami dan ini ayahku. Iapun mengetahui ini anak dan istriku. Budak dan pekerjanya mengetahui ini tuanku, dan iapun mengetahui bahwa ini budak dan pekerjaku. 
Demikianlah ketika ia memperhatikan semua sila, ia memperhatikan sila menghindari kebohongan. Ini adalah penghindaran kebohongan bagi dia. Pada akhir malam itu, ia mengambil kekayaannya bahkan sebelum diberikan. Ini adalah menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Visakha, ini adalah Uposatha Nigantha, dan tidak berbuah banyak, tidak berpahala besar.

Visakha, apakah Uposatha Ariya?
Visakha, ini adalah cara pembersihan noda pikiran. Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Tathagata, 'Arahat, Samma Sambuddha ... [Buddhanussati].' Ketika merenungkan Sang Tathagata, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti kepala yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah kepala yang kotor dibersihkan? Denga adonan, tanah liat, air dan usaha yang sesuai dari seseorang, kepala seseorang dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Dhamma, 'Ajaran Sang Bhagava ... [Dhammanussati].' Ketika merenungkan Dhamma, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti tubuh yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah tubuh kotor dibersihkan? Dengan sikat, kapur, air dan usaha yang sesuai dari seseorang, tubuh kotor dibersihkan. Demikian pula pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Sangha [Sanghanussati].
Ketika merenungkan Sangha, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti pakaian yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah pakaian kotor dibersihkan? Dengan alkali, kotoran sapi, dan air, dan usaha yang sesuai seseorang, pakaian kotor dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Sangha: [Empat pasang siswa Ariya].
Ketika merenungkan Sangha, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan silanya sendiri yang tidak terputus, terpatah atau ternoda ... [Silanussati].
Ketika merenungkan sila, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti cermin kotor yang dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah caranya cermin kotor dibersihkan? Dengan minyak, kapur, dan kuas dan usaha yang sesuai dari seseorang, cermin kotor dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan para deva ... [Devanussati].
Ketika merenungkan para deva, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti emas dan perak kotor yang dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah caranya emas dan perak dibersihkan? Dengan perapian, garam, pelapisan merah, tabung dan pipa dan penjepit dan usaha yang sesuai dari seseorang, emas dan perak dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan para deva: ada deva Catumaharajika, Tavatimsa ... Brahma, dan di atasnya. Dengan keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan, mereka hilang dari sini dan muncul di sana; Keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan yang demikian juga aku miliki. Maka ketika ia merenungkan keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan para deva dan dirinya, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.
Visakha, ini disebut siswa ariya memperhatikan sila dari para deva dan hidup di kumpulan para deva yang sehubungan dengan hal itu, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.  Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, Siswa ariya merenungkan demikian: Selama hidup, para ariya menghindari pembunuhan ... menghindari pencurian ... menghindari hidup tidak suci ... menghindari berbohong ...
tidak mengkonsumsi minuman memabukkan ... makan hanya sekali ... menghindari tarian, nyanyian dan musik, hiburan, memperindah diri ... menghindari duduk di tempat tinggi, duduk di tempat yang rendah, tidur di alas rumput ...
Sesuai sifat ini, saya mengikuti para ariya dan semoga sila saya sempurna.

Visakha, ini adalah Uposatha Ariya, ketika dijalankan, akan memberikan buah dan pahala yang besar.
Visakha, bagaimanakah buah, hasil dan keindahan dari Uposatha Ariya?
Visakha, seseorang memerintah atas enam belas negara seperti Anga, Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vanga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, dan Kamboja dengan semua sumber daya kekayaanya, adalah tidak sebanding dengan seperempat, bahkan seperenambelas Uposatha ini.
Mengapa Demikian? Visakha, kesenangan manusia itu rendah ketika dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Visakha, limapuluh tahun umur manusia adalah semalam dan sehari bagi Deva Catumaharajika.
Tigapuluh kalinya adalah sebulan dan dua belas bulan adalah setahun. Limaratus tahunnya adalah umur dari deva Catumaharajika.
Adalah mungkin bagi seorang wanita atau pria, menjalankan atthasila pada hari Uposatha, setelah kematian, terlahir kembali di antara deva Catumaharajika.
Visakha, sehubungan dengan inilah dikatakan bahwa kesenangan manusia adalah rendah dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Visakha, seratus tahun ... dua ratus tahun ... empat ratus tahun ... delapan ratus tahun ... seribu enam ratus tahun umur manusia adalah semalam dan sehari di Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati.
Tigapuluh kalinya adalah sebulan dan dua belas bulan adalah setahun. Seribu tahunnya ... dua ribu tahunnya ... empat ribu tahunnya ... delapan ribu tahunnya ... enam belas ribu tahunnya adalah umur bagi deva Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati.
Adalah mungkin bagi seorang wanita atau pria, menjalankan atthasila pada hari Uposatha, setelah kematian, terlahir kembali di antara deva Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati. .
Visakha, sehubungan dengan inilah dikatakan bahwa kesenangan manusia adalah rendah dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Jangan membunuh, mengambil yang tidak diberikan,
berbohong atau mengkonsumsi zat memabukkan.
Jalankan kehidupan suci, menghindari hubungan seksual.
Tidak makan pada malam hari atau pada waktu yang tidak sesuai.
Tidak mengenakan bunga dan wewangian.
Alas tidur adalah lantai, lapisi dengan sesuai.
Ini adalah delapan sila pada hari Uposatha.
Dibabarkan oleh Buddha untuk mengakhiri dukkha.
Bulan dan Matahari bersinar tak terhalangi
Menghalau kegelapan di langit
Jika kekayaan terlihat di dalam, seperti mutiara, permata, emas dan logam
Mereka tidak senilai seperempat atau bahkan seperenambelas bagian
delapan sila pada hari uposatha
Demikianlah melakukan kebajikan yang menyenangkan,
mendapatkan tempat di sorga.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Kelana on 23 April 2011, 12:06:10 PM
Quote from: morpheus on 20 April 2011, 01:44:24 PM

yg saya maksudkan tentulah 12 bait jawaban dari Buddha.
dan saya gak sependapat dengan anda.
thanks anyway.

Thanks atas komennya juga, walaupun alasan anda tidak jelas bagi saya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 23 April 2011, 03:37:22 PM
Quote from: morpheus on 22 April 2011, 12:59:21 AM
om kainyn, saya kok merasa ada kontradiksi di quotation atas.

ala abhidhamma, objek apapun yg masuk lewat mata dan telinga (istilah anda mungkin 'fisik' atau 'objektif') adalah netral, tidak ada penilaian di sana, tidak indah, tidak jelek. sederet tulisan prosa, bait2 puisi, simfony beethoven atau raungan kucing semuanya hanyalah bunyi. singkat kata di step berikutnya, di saat "aku mendengar", di situ ada penilaian indah, jelek, nikmat, menyebalkan, dsb. imo, tidak ada perbedaan antara musik dengan puisi pada proses ini. dua2nya subjektif. sesuatu yg didambakan atau cocok dengan persepsi indah akan dinilai sebagai indah.
Bukan begitu. Justru dalam Abhidhamma, ada pembagian perasaan dalam lima kelompok: sukha (fisik-menyenangkan), dukkha (fisik-menyakitkan), somanassa (mental-menyenangkan), domanassa (mental-tidak menyenangkan) & upekkha (mental-netral). Kalau dengan istilah saya, perasaan fisik ini hanyalah 'bisa diterima/acceptable' atau 'tidak bisa diterima/unacceptable'. Dalam lingkup ini, hanya ada tubuh yang bereaksi pada perasaan, pikiran belum berperan dalam penilaian. Karena itulah hanya dipersepsi sebagai menyenangkan atau tidak, tidak ada netral. Baru kemudian setelah pikiran mempersepsi perasaan tersebut dan memberi penilaian, maka muncul perasaan mental di mana ada menyenangkan, tidak, dan netral.


Quotekembali ke puisi, banyak yg bisa dikatakan indah. memang bisa saja seperti yg anda bilang, maknanya.
namun ada juga yg merasakan keindahannya dari susunan katanya, pemilihan katanya ataupun rimanya.
memang keindahan ini bukan kemerduan suara (objek untuk telinga), bukan pemandangan indah (objek untuk mata), namun keindahan puisi ini adalah objek mental untuk intelek.

saya mengacu pada konsep buddhism mengenai enam macam objek dan inderanya (salayatana?). inilah mengapa Buddha mengatakan semuanya terbakar: telinga, hidung, lidah, tubuh / kulit dan intelek. sesuatu yg kita senangi dan lekati secara intelek, itu adalah pemuasan indera. jadi selain orgasme sentuhan, juga ada orgasme intelek.
referensi: kotbah api, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn35/sn35.028.than.html
Pembagian perasaan umum berdasarkan salayatana memang sedikit berbeda dan sudut pandangnya juga beda. Dalam hal ini, setiap perasaan pada indera sudah termasuk perasaan mental yang berhubungan dengan indera tersebut. Jadi memang puisi bisa saja disebut indah seperti juga sesosok wanita juga disebut indah. Namun sebetulnya hal tersebut masih terpengaruh keterkondisian mental orang yang mempersepsinya.


Quoteapakah saya nyambung di sini? ataukah kita udah muter satu puteran untuk disagree?
Sebaliknya justru saya merasa makin nyambung.


Quotemungkin anda benar pada konteks dukkha dan lenyapnya dukkha.
namun pada level duniawi, bagaimanapun emosi2 positif lebih berguna ketimbang emosi2 negatif, bukan?
kesadaran dan tergugah kecil2an masih lumayan kan?
Tentu saja bagaimanapun juga emosi positif lebih berguna, bahkan sangat berguna. Yang saya maksud adalah orang bisa paham lewat penyelidikannya, 'melihat' apa adanya, bukan 'digiring' oleh perasaannya. Contohnya, saya ga sreg kalau lihat orang menyanyi lagu Buddhis (atau religius lain) sampai menangis2 lalu merasa sedang dalam kondisi spiritual akut. Menurut saya, ia sedang dibohongi perasaannya belaka.


Quotesaya mengerti maksud anda yg melihat dari sisi purist atau fundamentalis.
yg saya takutkan di sini, yg berada di level indera menghipnotis dan memaksakan dirinya pada level ariya.
yg seharusnya nafsu itu padam secara alami, jadinya malah nafsu yg terkekang dan pada waktunya bisa meledak atau muncul sebagai split personality...
ini yg saya ingin hindarkan dari pembaca, apalagi yg baru belajar.
Masa' saya dibilang fundamentalist sih? ;D
Saya membahas sejauh ini karena bro morph menggunakan perbandingan sulit yaitu puisi & musik. Saya tidak mampu menjelaskan perbedaannya menurut pandangan saya, tanpa membahas sampai ke unsur yang detail. Kalau mau disepakati pada yang umum, saya juga bisa setuju saja seperti pandangan bro morph (bahwa puisi & syair lebih ke arah kebiasaan dan mudah diingat).
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hemayanti on 23 April 2011, 03:55:56 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 April 2011, 10:45:36 AM
Yang Visakhasutta saya tidak ketemu linknya, jadi saya coba terjemahkan seadanya:

Anguttara Nikaya, Tikanipata, Dutiyapaṇṇāsakaṃ, Mahāvaggo, Uposathasutta.

[spoiler]Demikian yang kudengar. Suatu ketika, Sang Bhagava berdiam di Vihara Pubba, kediaman Migaramata di Savatthi. Migaramata pada saat uposatha mendekati Sang Bhagava, menghormat dan duduk di satu sisi.
Sang bhagava berkata kepadanya: 'Visakha, mengapa engkau datang di waktu siang hari?'
'Hari ini uposatha, Bhante, dan saya menjalankan atthasila.'
'Visakha, ada tiga macam uposatha. Apakah tiga tersebut? Uposatha Ternak, uposatha Nigantha, dan uposatha Ariya.
Visakha, apakah Uposatha Ternak? Visakha, seperti gembala ternak yang mengembalikan kawanan ternak kepada pemiliknya dan berpikir, hari ini ternak makan di tempat ini dan ini, dan minum air di tempat ini dan ini, dan besok ternak akan makan di tempat ini dan ini, minum di tempat ini dan ini.
Visakha, dengan cara yang sama pula seseorang menjalankan atthasila berpikir: hari ini saya makan makanan ini dan ini, minum minuman bergizi ini dan ini. Besok saya akan makan makanan ini dan ini, minum minuman bergizi ini dan ini. Demikianlah ia menghabiskan hari dengan pikiran dikuasai keserakahan dan keinginan. Visakha, ini adalah Uposatha Ternak dan tidak berbuah banyak, tidak berpahala besar.

Visakha, apakah Uposatha Nigantha? Visakha, ada para petapa yang disebut Nigantha, mereka mengajarkan muridnya demikian: Marilah, orang baik, jangan melukai makhluk hidup di arah timur ... barat ... utara ... selatan sejauh seratus yojana.
Demikianlah uposathanya disertai belas kasih dan kebaikan untuk sebagian, dan tanpa belas kasih dan kebaikan untuk sebagian lain.
Seorang tertentu pada saat hari bulan penuh mengajarkan pada muridnya: Marilah, orang baik. Tanggalkan pakaianmu dan katakan dengan ini aku tidak memiliki keinginan akan tempat atau hal apapun dan aku tidak memiliki kemelekatan pada tempat atau hal apapun. Ibu dan ayahnya mengetahui ini anak kami, dan dia pun mengetahui, ini adalah ibu dan ayahku. Istri dan anaknya mengetahui, ini suami dan ini ayahku. Iapun mengetahui ini anak dan istriku. Budak dan pekerjanya mengetahui ini tuanku, dan iapun mengetahui bahwa ini budak dan pekerjaku. 
Demikianlah ketika ia memperhatikan semua sila, ia memperhatikan sila menghindari kebohongan. Ini adalah penghindaran kebohongan bagi dia. Pada akhir malam itu, ia mengambil kekayaannya bahkan sebelum diberikan. Ini adalah menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Visakha, ini adalah Uposatha Nigantha, dan tidak berbuah banyak, tidak berpahala besar.

Visakha, apakah Uposatha Ariya?
Visakha, ini adalah cara pembersihan noda pikiran. Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Tathagata, 'Arahat, Samma Sambuddha ... [Buddhanussati].' Ketika merenungkan Sang Tathagata, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti kepala yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah kepala yang kotor dibersihkan? Denga adonan, tanah liat, air dan usaha yang sesuai dari seseorang, kepala seseorang dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Dhamma, 'Ajaran Sang Bhagava ... [Dhammanussati].' Ketika merenungkan Dhamma, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti tubuh yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah tubuh kotor dibersihkan? Dengan sikat, kapur, air dan usaha yang sesuai dari seseorang, tubuh kotor dibersihkan. Demikian pula pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Sangha [Sanghanussati].
Ketika merenungkan Sangha, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti pakaian yang kotor dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah pakaian kotor dibersihkan? Dengan alkali, kotoran sapi, dan air, dan usaha yang sesuai seseorang, pakaian kotor dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan Sangha: [Empat pasang siswa Ariya].
Ketika merenungkan Sangha, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan silanya sendiri yang tidak terputus, terpatah atau ternoda ... [Silanussati].
Ketika merenungkan sila, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti cermin kotor yang dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah caranya cermin kotor dibersihkan? Dengan minyak, kapur, dan kuas dan usaha yang sesuai dari seseorang, cermin kotor dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan para deva ... [Devanussati].
Ketika merenungkan para deva, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar. Visakha, ini seperti emas dan perak kotor yang dibersihkan.
Visakha, bagaimanakah caranya emas dan perak dibersihkan? Dengan perapian, garam, pelapisan merah, tabung dan pipa dan penjepit dan usaha yang sesuai dari seseorang, emas dan perak dibersihkan. Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, bagaimanakah cara pembersihan noda pikiran?
Di sini Visakha, seorang siswa ariya merenungkan para deva: ada deva Catumaharajika, Tavatimsa ... Brahma, dan di atasnya. Dengan keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan, mereka hilang dari sini dan muncul di sana; Keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan yang demikian juga aku miliki. Maka ketika ia merenungkan keyakinan, pengertian, kebaikan dan kebijaksanaan para deva dan dirinya, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.
Visakha, ini disebut siswa ariya memperhatikan sila dari para deva dan hidup di kumpulan para deva yang sehubungan dengan hal itu, pikirannya cerah dan kebahagiaan muncul, dan kotoran di pikiran memudar.  Demikian halnya pikiran ternoda dibersihkan. 

Visakha, Siswa ariya merenungkan demikian: Selama hidup, para ariya menghindari pembunuhan ... menghindari pencurian ... menghindari hidup tidak suci ... menghindari berbohong ...
tidak mengkonsumsi minuman memabukkan ... makan hanya sekali ... menghindari tarian, nyanyian dan musik, hiburan, memperindah diri ... menghindari duduk di tempat tinggi, duduk di tempat yang rendah, tidur di alas rumput ...
Sesuai sifat ini, saya mengikuti para ariya dan semoga sila saya sempurna.

Visakha, ini adalah Uposatha Ariya, ketika dijalankan, akan memberikan buah dan pahala yang besar.
Visakha, bagaimanakah buah, hasil dan keindahan dari Uposatha Ariya?
Visakha, seseorang memerintah atas enam belas negara seperti Anga, Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vanga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, dan Kamboja dengan semua sumber daya kekayaanya, adalah tidak sebanding dengan seperempat, bahkan seperenambelas Uposatha ini.
Mengapa Demikian? Visakha, kesenangan manusia itu rendah ketika dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Visakha, limapuluh tahun umur manusia adalah semalam dan sehari bagi Deva Catumaharajika.
Tigapuluh kalinya adalah sebulan dan dua belas bulan adalah setahun. Limaratus tahunnya adalah umur dari deva Catumaharajika.
Adalah mungkin bagi seorang wanita atau pria, menjalankan atthasila pada hari Uposatha, setelah kematian, terlahir kembali di antara deva Catumaharajika.
Visakha, sehubungan dengan inilah dikatakan bahwa kesenangan manusia adalah rendah dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Visakha, seratus tahun ... dua ratus tahun ... empat ratus tahun ... delapan ratus tahun ... seribu enam ratus tahun umur manusia adalah semalam dan sehari di Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati.
Tigapuluh kalinya adalah sebulan dan dua belas bulan adalah setahun. Seribu tahunnya ... dua ribu tahunnya ... empat ribu tahunnya ... delapan ribu tahunnya ... enam belas ribu tahunnya adalah umur bagi deva Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati.
Adalah mungkin bagi seorang wanita atau pria, menjalankan atthasila pada hari Uposatha, setelah kematian, terlahir kembali di antara deva Tavatimsa ... Yama ... Tusita ... Nimmanarati ... Parinimmitavasavati. .
Visakha, sehubungan dengan inilah dikatakan bahwa kesenangan manusia adalah rendah dibandingkan dengan kesenangan surgawi.

Jangan membunuh, mengambil yang tidak diberikan,
berbohong atau mengkonsumsi zat memabukkan.
Jalankan kehidupan suci, menghindari hubungan seksual.
Tidak makan pada malam hari atau pada waktu yang tidak sesuai.
Tidak mengenakan bunga dan wewangian.
Alas tidur adalah lantai, lapisi dengan sesuai.
Ini adalah delapan sila pada hari Uposatha.
Dibabarkan oleh Buddha untuk mengakhiri dukkha.
Bulan dan Matahari bersinar tak terhalangi
Menghalau kegelapan di langit
Jika kekayaan terlihat di dalam, seperti mutiara, permata, emas dan logam
Mereka tidak senilai seperempat atau bahkan seperenambelas bagian
delapan sila pada hari uposatha
Demikianlah melakukan kebajikan yang menyenangkan,
mendapatkan tempat di sorga.
[/spoiler]

_/\_ wahh..terima kasih banyak om kainyn... sangat bermanfaat bagi saya...
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: morpheus on 25 April 2011, 03:41:04 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 April 2011, 03:37:22 PM
Bukan begitu. Justru dalam Abhidhamma, ada pembagian perasaan dalam lima kelompok: sukha (fisik-menyenangkan), dukkha (fisik-menyakitkan), somanassa (mental-menyenangkan), domanassa (mental-tidak menyenangkan) & upekkha (mental-netral). Kalau dengan istilah saya, perasaan fisik ini hanyalah 'bisa diterima/acceptable' atau 'tidak bisa diterima/unacceptable'. Dalam lingkup ini, hanya ada tubuh yang bereaksi pada perasaan, pikiran belum berperan dalam penilaian. Karena itulah hanya dipersepsi sebagai menyenangkan atau tidak, tidak ada netral. Baru kemudian setelah pikiran mempersepsi perasaan tersebut dan memberi penilaian, maka muncul perasaan mental di mana ada menyenangkan, tidak, dan netral.

Pembagian perasaan umum berdasarkan salayatana memang sedikit berbeda dan sudut pandangnya juga beda. Dalam hal ini, setiap perasaan pada indera sudah termasuk perasaan mental yang berhubungan dengan indera tersebut. Jadi memang puisi bisa saja disebut indah seperti juga sesosok wanita juga disebut indah. Namun sebetulnya hal tersebut masih terpengaruh keterkondisian mental orang yang mempersepsinya.
cmiiw singkat kata perbedaan kita:
* menurut anda, musik menyenangkan - tidak menyenangkan itu tidak terpengaruh keterkondisian seseorang, sedangkan puisi itu menyenangkan - tidak menyenangkan, indah - tidak indah itu terpengaruh keterkondisian seseorang. therefore, musik itu menimbulkan kemelekatan dan merupakan kenikmatan indera, sementara itu puisi tidak menimbulkan kemelekatan dan bukan kenikmatan indera.
* menurut saya, musik dan puisi sama saja.

kalo bener, cukup sampai di sini saja, tidak bisa dibicarakan lebih jauh.


Quote from: Kainyn_Kutho on 23 April 2011, 03:37:22 PM
Tentu saja bagaimanapun juga emosi positif lebih berguna, bahkan sangat berguna. Yang saya maksud adalah orang bisa paham lewat penyelidikannya, 'melihat' apa adanya, bukan 'digiring' oleh perasaannya. Contohnya, saya ga sreg kalau lihat orang menyanyi lagu Buddhis (atau religius lain) sampai menangis2 lalu merasa sedang dalam kondisi spiritual akut. Menurut saya, ia sedang dibohongi perasaannya belaka.
dalam hal ini saya setuju. tidak ada perbedaan di sini.

Quote from: Kainyn_Kutho on 23 April 2011, 03:37:22 PM
Masa' saya dibilang fundamentalist sih? ;D
Saya membahas sejauh ini karena bro morph menggunakan perbandingan sulit yaitu puisi & musik. Saya tidak mampu menjelaskan perbedaannya menurut pandangan saya, tanpa membahas sampai ke unsur yang detail. Kalau mau disepakati pada yang umum, saya juga bisa setuju saja seperti pandangan bro morph (bahwa puisi & syair lebih ke arah kebiasaan dan mudah diingat).
di sini bukan berarti fundamentalis yg buruk, melainkan fundamentalis yg selalu melihat segala sesuatu dari sisi yg fundamental, yaitu bahwa pada dasarnya musik itu pada level emosional, bukan spiritual, therefore musik itu gak ada gunanya (dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha).
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 27 April 2011, 03:48:13 PM
Quote from: morpheus on 25 April 2011, 03:41:04 PM
cmiiw singkat kata perbedaan kita:
* menurut anda, musik menyenangkan - tidak menyenangkan itu tidak terpengaruh keterkondisian seseorang, sedangkan puisi itu menyenangkan - tidak menyenangkan, indah - tidak indah itu terpengaruh keterkondisian seseorang. therefore, musik itu menimbulkan kemelekatan dan merupakan kenikmatan indera, sementara itu puisi tidak menimbulkan kemelekatan dan bukan kenikmatan indera.
* menurut saya, musik dan puisi sama saja.

kalo bener, cukup sampai di sini saja, tidak bisa dibicarakan lebih jauh.
Saya membaginya ke dalam kategori perasaan fisik dan mental.
Secara fisik: musik masuk dalam kategori menyenangkan sedangkan puisi tidak memiliki kontak fisikal.
Secara mental: baik penilaian musik atau puisi adalah tergantung keterkondisian masing-masing.

[spoiler]Berbeda dengan suara, musik adalah gabungan dari suara dengan frekuensi tertentu yang memiliki perbandingan teratur antar intervalnya. Sistem auditorial manusia yang kompleks dapat mengenali dan membedakan musik dari suara biasa sehingga memberikan rangsang pada bagian otak tertentu dengan cara yang berbeda.
Puisi di lain pihak, hanyalah suara yang kemudian dikenali sebagai bahasa/unit komunikasi. Jika seseorang tidak memahami puisi tersebut, misalnya katakanlah puisi itu digubah dalam bahasa asing yang tidak dimengerti, maka 'puisi' itu menjadi tidak ada berbeda dengan suara-suara umum lainnya.[/spoiler]


Quotedi sini bukan berarti fundamentalis yg buruk, melainkan fundamentalis yg selalu melihat segala sesuatu dari sisi yg fundamental, yaitu bahwa pada dasarnya musik itu pada level emosional, bukan spiritual, therefore musik itu gak ada gunanya (dalam konteks dukkha dan lenyapnya dukkha).
Betul begitu maksud saya. Bukan berarti saya seperti menganggap musik itu 'haram' tapi maksudnya jangan sampai orang berpikir jika musik (atau hal lain) diberi embel-embel spiritual, maka bisa memiliki nilai spiritual. Menurut saya, karena tidak mampu membedakan hal fundamental inilah yang menyebabkan orang berpandangan salah dan akhirnya muncul kasus 'biku bergitar' dan fans-club-nya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Nabixl168 on 27 April 2011, 08:01:29 PM
 _/\_

yang penting makna dari isi dari parita yang dibacakan.....

music.....membantu kita untuk tetap konsentrasi dalam membaca parita.....

so..........nikmati saja.....

_/\_
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 09:09:23 AM
Quote from: Nabixl168 on 27 April 2011, 08:01:29 PM
_/\_

yang penting makna dari isi dari parita yang dibacakan.....

music.....membantu kita untuk tetap konsentrasi dalam membaca parita.....

so..........nikmati saja.....

_/\_
Yang penting dari olah raga adalah kesehatannya. Doping membantu meningkatkan performa dalam olah raga. So, nikmati saja.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: Indra on 28 April 2011, 09:14:32 AM
Quote from: Nabixl168 on 27 April 2011, 08:01:29 PM
_/\_

yang penting makna dari isi dari parita yang dibacakan.....

music.....membantu kita untuk tetap konsentrasi dalam membaca parita.....

so..........nikmati saja.....

_/\_
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 09:09:23 AM
Yang penting dari olah raga adalah kesehatannya. Doping membantu meningkatkan performa dalam olah raga. So, nikmati saja.

doping hanya "seolah-olah" meningkatkan performa olah raga, padahal sesungguhnya lebih merusak kesahatan
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 09:24:57 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 27 April 2011, 03:48:13 PM
Saya membaginya ke dalam kategori perasaan fisik dan mental.
Secara fisik: musik masuk dalam kategori menyenangkan sedangkan puisi tidak memiliki kontak fisikal.
Secara mental: baik penilaian musik atau puisi adalah tergantung keterkondisian masing-masing.

[spoiler]Berbeda dengan suara, musik adalah gabungan dari suara dengan frekuensi tertentu yang memiliki perbandingan teratur antar intervalnya. Sistem auditorial manusia yang kompleks dapat mengenali dan membedakan musik dari suara biasa sehingga memberikan rangsang pada bagian otak tertentu dengan cara yang berbeda.
Puisi di lain pihak, hanyalah suara yang kemudian dikenali sebagai bahasa/unit komunikasi. Jika seseorang tidak memahami puisi tersebut, misalnya katakanlah puisi itu digubah dalam bahasa asing yang tidak dimengerti, maka 'puisi' itu menjadi tidak ada berbeda dengan suara-suara umum lainnya.[/spoiler]



Sama halnya dengan musik, puisi berhubungan dengan bunyi, terlepas dari isi, ritme, penekanan pada beberapa bagian, emosi pada saat pembacaan adalah hal yang sangat penting, ada unsur estetis suara. Jadi terdapat kontak secara fisik pada puisi yaitu bunyi.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 09:30:08 AM
Quote from: Indra on 28 April 2011, 09:14:32 AM
doping hanya "seolah-olah" meningkatkan performa olah raga, padahal sesungguhnya lebih merusak kesahatan
Performanya betulan meningkat sih, namun memang benar, tidak mendukung kesehatan sebagaimana diperoleh dari olah raga tanpa doping. Ini adalah hal dan tujuan berbeda.
Olah raga -> tubuh sehat
Doping -> meningkatkan performa olah-raga
Namun olah raga dengan doping belum tentu menyehatkan

Baca paritta -> konsentrasi pada isinya
Musik -> meningkatkan performa baca paritta
Namun baca paritta dengan musik belum tentu membantu konsentrasi pada isi paritta.

Konsentrasi terjadi ketika objek pikiran berkurang, menyempit, dan terfokus. Menambah objek pikiran berarti melebarkan pikiran dan membuyarkan fokus, alias kebalikan dari konsentrasi. Sesungguhnya yang biasa orang bilang 'musik membantu konsentrasi baca paritta' adalah 'musik membantu performa baca paritta' tapi tidak membantu konsentrasinya, sama seperti doping membantu performa olah raga, tapi bukan kualitas kesehatan.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 09:58:24 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 09:24:57 AM
Sama halnya dengan musik, puisi berhubungan dengan bunyi, terlepas dari isi, ritme, penekanan pada beberapa bagian, emosi pada saat pembacaan adalah hal yang sangat penting, ada unsur estetis suara. Jadi terdapat kontak secara fisik pada puisi yaitu bunyi.
Pertama-tama menyampaikan puisi tidak harus selalu lewat pendengaran, bisa juga lewat tulisan (visual) kemudian diproses oleh pikiran dan ditentukan apakah hal tersebut puisi atau bukan, dst.

Kemudian jika lewat kontak telinga: emosi dalam pembacaan tidak dikenali sebagai musik karena frekuensinya bukan teratur dalam interval tertentu. Tidak harmonik/tidak, tidak ada konsonan/disonan dalam puisi. Penekanan memang ada juga, tetapi berbeda dengan musik yang memiliki ritme dan time sign. Ini yang membuat kita bisa membedakan puisi dan musik rap.
'Estetika' di sini bukanlah sesuatu yang objektif dinilai sistem pendengaran, tapi lebih ke penilaian mental seseorang. Ada orang suka dengan kualitas/warna suara (timbre) bass, ada yang suka ke sopran.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 10:08:23 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 09:58:24 AM
Pertama-tama menyampaikan puisi tidak harus selalu lewat pendengaran, bisa juga lewat tulisan (visual) kemudian diproses oleh pikiran dan ditentukan apakah hal tersebut puisi atau bukan, dst.

Kemudian jika lewat kontak telinga: emosi dalam pembacaan tidak dikenali sebagai musik karena frekuensinya bukan teratur dalam interval tertentu. Tidak harmonik/tidak, tidak ada konsonan/disonan dalam puisi. Penekanan memang ada juga, tetapi berbeda dengan musik yang memiliki ritme dan time sign. Ini yang membuat kita bisa membedakan puisi dan musik rap.
'Estetika' di sini bukanlah sesuatu yang objektif dinilai sistem pendengaran, tapi lebih ke penilaian mental seseorang. Ada orang suka dengan kualitas/warna suara (timbre) bass, ada yang suka ke sopran.


Yg saya tekankan pada post sebelumnya adalah bahwa puisi memiliki apa yg disebut kontak fisik sebagaimana musik, yaitu bunyi.

Memang benar puisi bisa disampaikan lewat tulisan sebagaimana sebuah lagu dengan not/tangga nada,  yaitu awalnya dengan "kontak" mata yang selanjutnya menjadi "suara" batin (lewat persepsi).
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 10:19:34 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 09:30:08 AM

Baca paritta -> konsentrasi pada isinya
Musik -> meningkatkan performa baca paritta
Namun baca paritta dengan musik belum tentu membantu konsentrasi pada isi paritta.

Konsentrasi terjadi ketika objek pikiran berkurang, menyempit, dan terfokus. Menambah objek pikiran berarti melebarkan pikiran dan membuyarkan fokus, alias kebalikan dari konsentrasi. Sesungguhnya yang biasa orang bilang 'musik membantu konsentrasi baca paritta' adalah 'musik membantu performa baca paritta' tapi tidak membantu konsentrasinya, sama seperti doping membantu performa olah raga, tapi bukan kualitas kesehatan.


Sebenarnya obyek pikiran bukan bertambah atau berkurang, sebagaimana seseorang hanya bisa membaca 1 buku dalam waktu yang bersamaan. Obyek pikiran pada satu momen hanya satu, namun karena kecepatan berubahnya obyek pikiran dari satu ke lainnya seolah-olah ada banyak obyek pikiran. Konsentrasi adalah keterpusatan pada sesuatu (termasuk satu obyek pikiran), sedangkan pikiran yang tidak terkonsentrasi adalah pikiran yang mengikuti perubahan obyek pikiran yang cepat seperti seekor monyet yang berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya dengan cepat.

Musik pada parita adalah sebagaimana kata parikama di dalam meditasi, membantu konsentrasi (pembacaan parita). Dengan musik pada saat pembacaan parita, seseorang lebih mudah mengetahui konsentrasinya kurang pada saat membaca parita karena nada yang dilakukannya salah, sebagaimana seorang yogi mengetahui konsentrasinya melantur karena kata parikamanya tidak sesuai dengan keluar masuk nafas, misalnya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 10:55:57 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 10:08:23 AM
Yg saya tekankan pada post sebelumnya adalah bahwa puisi memiliki apa yg disebut kontak fisik sebagaimana musik, yaitu bunyi.
Kembali lagi bahwa puisi yang tidak dimengerti maknanya, tidak ada bedanya dengan bunyi lain, maka saya katakan puisi dikenali pikiran, bukan oleh indera telinga. Coba bro hendrako cari sebuah monolog naratif dan sebuah puisi, keduanya dalam bahasa yang tidak kita mengerti sama sekali. Nanti secara suara, coba beritahu saya bagaimana cara membedakan mana puisi dan mana monolog.

QuoteMemang benar puisi bisa disampaikan lewat tulisan sebagaimana sebuah lagu dengan not/tangga nada,  yaitu awalnya dengan "kontak" mata yang selanjutnya menjadi "suara" batin (lewat persepsi).
Jadi orang tuli tidak bisa membuat puisi? Lalu estetika 'suara bathin' tersebut, bagaimana menilainya? Misalkan seorang tenor membaca puisi di panggung, lalu orang menyalin dalam tulisan dan memberikan pada orang lain yang tidak mendengarnya. Kemudian dalam pikirannya, puisi itu dibaca dengan suara 'chipmunk', apakah nilai estetikanya berubah?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 11:09:08 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 10:55:57 AM
Kembali lagi bahwa puisi yang tidak dimengerti maknanya, tidak ada bedanya dengan bunyi lain, maka saya katakan puisi dikenali pikiran, bukan oleh indera telinga. Coba bro hendrako cari sebuah monolog naratif dan sebuah puisi, keduanya dalam bahasa yang tidak kita mengerti sama sekali. Nanti secara suara, coba beritahu saya bagaimana cara membedakan mana puisi dan mana monolog.
Jadi orang tuli tidak bisa membuat puisi? Lalu estetika 'suara bathin' tersebut, bagaimana menilainya? Misalkan seorang tenor membaca puisi di panggung, lalu orang menyalin dalam tulisan dan memberikan pada orang lain yang tidak mendengarnya. Kemudian dalam pikirannya, puisi itu dibaca dengan suara 'chipmunk', apakah nilai estetikanya berubah?



Orang tuli tidak dapat menikmati dan mengerti keindahan "bunyi" dari puisi, yang dapat ditangkap orang tuli hanyalah ritme secara visual.

Sebelum meragi lagi, begini:
Sebelumnya anda menyatakan bahwa pada puisi tidak ada "kontak fisik"
dan saya tanggapi bahwa pada puisi "ada kontak fisik" yaitu bunyi.

Puisi yang tidak dibacakan dengan "bunyi" adalah sama halnya dengan membaca lagu dengan tangga nada tanpa suara (fisik).


Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 11:09:34 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 10:19:34 AM
Sebenarnya obyek pikiran bukan bertambah atau berkurang, sebagaimana seseorang hanya bisa membaca 1 buku dalam waktu yang bersamaan. Obyek pikiran pada satu momen hanya satu, namun karena kecepatan berubahnya obyek pikiran dari satu ke lainnya seolah-olah ada banyak obyek pikiran. Konsentrasi adalah keterpusatan pada sesuatu (termasuk satu obyek pikiran), sedangkan pikiran yang tidak terkonsentrasi adalah pikiran yang mengikuti perubahan obyek pikiran yang cepat seperti seekor monyet yang berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya dengan cepat.
Bukankah perubahan arah pikiran pada arti paritta menjadi pengecekan nada sama saja seperti analogi monyet tersebut?


QuoteMusik pada parita adalah sebagaimana kata parikama di dalam meditasi, membantu konsentrasi (pembacaan parita). Dengan musik pada saat pembacaan parita, seseorang lebih mudah mengetahui konsentrasinya kurang pada saat membaca parita karena nada yang dilakukannya salah, sebagaimana seorang yogi mengetahui konsentrasinya melantur karena kata parikamanya tidak sesuai dengan keluar masuk nafas, misalnya.
Mengetahui konsentrasi kurang lewat kesalahan nada? Justru setahu saya kalau konsentrasi berkurang, nada juga jadi tidak teratur. Bagaimana caranya seseorang bisa teratur pada nada, namun konsentrasi paritta-nya berkurang? Bukankah itu juga berarti seperti 'membaca 2 buku pada waktu bersamaan'?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 11:19:00 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 11:09:08 AM
Orang tuli tidak dapat menikmati dan mengerti keindahan "bunyi" dari puisi, yang dapat ditangkap orang tuli hanyalah ritme secara visual.

Sebelum meragi lagi, begini:
Sebelumnya anda menyatakan bahwa pada puisi tidak ada "kontak fisik"
dan saya tanggapi bahwa pada puisi "ada kontak fisik" yaitu bunyi.
Berarti puisi dikenali oleh telinga, bukan?
Kalau begitu coba dijawab: puisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?


QuotePuisi yang tidak dibacakan dengan "bunyi" adalah sama halnya dengan membaca lagu dengan tangga nada tanpa suara (fisik).
Bentuk dalam partitur adalah objek visual. Pemaknaan dalam partitur adalah objek pikiran. Keduanya BUKAN musik, bukan objek pendengaran.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 11:21:25 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:09:34 AM
Bukankah perubahan arah pikiran pada arti paritta menjadi pengecekan nada sama saja seperti analogi monyet tersebut?

Mengetahui konsentrasi kurang lewat kesalahan nada? Justru setahu saya kalau konsentrasi berkurang, nada juga jadi tidak teratur. Bagaimana caranya seseorang bisa teratur pada nada, namun konsentrasi paritta-nya berkurang? Bukankah itu juga berarti seperti 'membaca 2 buku pada waktu bersamaan'?



Yang ane katakan pada post sebelumnya adalah, musik membantu konsentrasi pembacaan parita, bukan konsentrasi pada arti paritta.

Pada saat seseorang tidak berkonsentrasi, biasanya orang tersebut tidak sadar bahwa sedang tidak terkonsentrasi, kesalahan nada adalah alat bantu yang "menyadarkan" bahwa pikiran sedang melantur atau tertarik pada obyek lain.

Yang ane maksud adalah apabila seseorang konsentrasinya kurang, nadanya biasanya meleset dan dengan melesetnya nada tersebut maka orang tersebut lebih mudah mengetahui bahwa konsentrasinya melantur.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 11:31:53 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:19:00 AM
Berarti puisi dikenali oleh telinga, bukan?
Kalau begitu coba dijawab: puisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?

Yup.

Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:19:00 AM
Bentuk dalam partitur adalah objek visual. Pemaknaan dalam partitur adalah objek pikiran. Keduanya BUKAN musik, bukan objek pendengaran.

Bagi saya, anda mereduksi salah satu bagian penting dari puisi, yaitu suara.
Yang disebut puisi sudah ada jauh sebelum dikenalnya budaya tulisan.
Budaya tulisan banyak mereduksi kualitas dari sastra yang sesungguhnya berasal dari budaya lisan, terutama unsur emosi.
Apabila anda tetap bertahan bahwa dalam puisi tidak ada kontak fisik..... silakan.
Kalo menurut saya, "ADA" kontak fisik dalam puisi yaitu "bunyi".
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 11:56:10 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 11:21:25 AM
Yang ane katakan pada post sebelumnya adalah, musik membaca konsentrasi pembacaan parita, bukan konsentrasi pada arti paritta.

Pada saat seseorang tidak berkonsentrasi, biasanya orang tersebut tidak sadar bahwa sedang tidak terkonsentrasi, kesalahan nada adalah alat bantu yang "menyadarkan" bahwa pikiran sedang melantur atau tertarik pada obyek lain.

Yang ane maksud adalah apabila seseorang konsentrasinya kurang, nadanya biasanya meleset dan dengan melesetnya nada tersebut maka orang tersebut lebih mudah mengetahui bahwa konsentrasinya melantur.
OK, jika arti/makna dari sebuah paritta diabaikan, maka memang benar pembacaan paritta dan musik bisa disinkronisasi. Berarti kita beda definisi di sini karena kalau menurut saya, tanpa pengarahan pikiran pada dhamma, hanya berfokus pada bahan bacaan, itu lebih dekat ke definisi pembacaan berita ketimbang paritta.


Quote from: hendrako on 28 April 2011, 11:31:53 AM
Bagi saya, anda mereduksi salah satu bagian penting dari puisi, yaitu suara.
Yang disebut puisi sudah ada jauh sebelum dikenalnya budaya tulisan.
Budaya tulisan banyak mereduksi kualitas dari sastra yang sesungguhnya berasal dari budaya lisan, terutama unsur emosi.
Apabila anda tetap bertahan bahwa dalam puisi tidak ada kontak fisik..... silakan.
Kalo menurut saya, "ADA" kontak fisik dalam puisi yaitu "bunyi".
Berarti bro hendrako bisa mengetahui emosi seseorang lewat suaranya. Walaupun kita orang Indonesia yang tidak mengerti bahasa Swahili, misalnya, ketika mendengar orang berpuisi sambil berurai air mata dalam bahasa tersebut, bisa tahu emosinya orang itu dengan baik. Kalau saya sih tidak tahu apakah puisinya 'terharu bertemu orang yang terpisah lama', 'ditinggal pacar', 'ditinggal mati anjingnya', 'belum makan 3 hari', atau apapun emosinya.


Quote
Quotepuisi dalam bahasa asing yang tidak dikenali pikiran, apakah bisa dikenali oleh telinga sebagai puisi?
Yup.
OK, seperti mengenali emosi lewat bunyinya, saya lihat ini sudah ke pembahasan metafisika. Berhubung saya belum sesakti itu, pembahasannya kita tunda saja yah?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 02:04:18 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:56:10 AM
OK, jika arti/makna dari sebuah paritta diabaikan, maka memang benar pembacaan paritta dan musik bisa disinkronisasi. Berarti kita beda definisi di sini karena kalau menurut saya, tanpa pengarahan pikiran pada dhamma, hanya berfokus pada bahan bacaan, itu lebih dekat ke definisi pembacaan berita ketimbang paritta.

Kalo saya pribadi mah lebih parah lagi kedengarannya. Berhubung saya tidak bisa bahasa Pali, pada saat baca paritta terus terang saya memang sekedar "membaca". Namun sebelumnya tentu diketahui isi dari paritta tersebut lewat terjemahannya. Misal karaniyametta, sudah diketahui kurang lebih isinya, jadi pada saat membaca paritta tersebut saya tidak perlu tahu lagi arti kata perkata. Paritta artinya adalah perlindungan, interpretasi saya pribadi yang disesuaikan dengan ketidakmampuan dalam berbahasa pali adalah, dengan membaca dengan konsentrasi maka pikiran tidak lari kemana-mana, pikiran pada saat berkonsentrasi tersebut terlindungi dari niat2 kurang baik khususnya. Bagi saya salah satu manfaat membaca paritta adalah pengantar yang sangat baik untuk menenangkan pikiran sebelum masuk ke dalam meditasi.

Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:56:10 AM
Berarti bro hendrako bisa mengetahui emosi seseorang lewat suaranya. Walaupun kita orang Indonesia yang tidak mengerti bahasa Swahili, misalnya, ketika mendengar orang berpuisi sambil berurai air mata dalam bahasa tersebut, bisa tahu emosinya orang itu dengan baik. Kalau saya sih tidak tahu apakah puisinya 'terharu bertemu orang yang terpisah lama', 'ditinggal pacar', 'ditinggal mati anjingnya', 'belum makan 3 hari', atau apapun emosinya.

Tanpa mengerti isi, sesuatu bisa dikenali sebagai sebuah puisi lewat susunan ritme dan susunan konsonan dan vokalnya. Sebagaimana anda bisa membedakan antara orang yang sedang sekedar membaca dengan orang yang sedang bernyanyi. Tentu saja saya tidak bisa mengertahui isi tentang puisi bahasa asing yang tidak saya mengerti, tetapi bisa diketahui bahwa orang tersebut sedang berpuisi dan emosi apa yang terkandung di dalamnya (sedih, gembira, bersemangat, dll).

Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 11:56:10 AM
OK, seperti mengenali emosi lewat bunyinya, saya lihat ini sudah ke pembahasan metafisika. Berhubung saya belum sesakti itu, pembahasannya kita tunda saja yah?

Tidak perlu jadi orang sakti untuk bisa mengenali emosi dari suara, anak kecil aja bisa kok. Keponakan saya yang masih TK bisa menangis tersedu-sedu menonton film kartun yang notabene berbahasa inggris yang tidak dimengertinya. Seorang anak bisa menangis mendengar bentakan yang tidak ditujukan pada dirinya. Bunyi dapat menunjukkan emosi, bahkan tidak hanya bunyi, bahasa tubuh juga dapat mengungkapkan kecenderungan yang sedang ada di dalam benak seseorang. Hal ini adalah hal yg umum sekali menurut saya. :|
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 28 April 2011, 04:07:55 PM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 02:04:18 PM
Kalo saya pribadi mah lebih parah lagi kedengarannya. Berhubung saya tidak bisa bahasa Pali, pada saat baca paritta terus terang saya memang sekedar "membaca". Namun sebelumnya tentu diketahui isi dari paritta tersebut lewat terjemahannya. Misal karaniyametta, sudah diketahui kurang lebih isinya, jadi pada saat membaca paritta tersebut saya tidak perlu tahu lagi arti kata perkata. Paritta artinya adalah perlindungan, interpretasi saya pribadi yang disesuaikan dengan ketidakmampuan dalam berbahasa pali adalah, dengan membaca dengan konsentrasi maka pikiran tidak lari kemana-mana, pikiran pada saat berkonsentrasi tersebut terlindungi dari niat2 kurang baik khususnya. Bagi saya salah satu manfaat membaca paritta adalah pengantar yang sangat baik untuk menenangkan pikiran sebelum masuk ke dalam meditasi.
Kalau saya pribadi tetap berpedoman pada 'pikiran adalah pelopor' dan karenanya, saya merasa pikiran yang tidak terarah, walaupun mengucapkan paritta, tidak bermanfaat maksimal.


QuoteTanpa mengerti isi, sesuatu bisa dikenali sebagai sebuah puisi lewat susunan ritme dan susunan konsonan dan vokalnya. Sebagaimana anda bisa membedakan antara orang yang sedang sekedar membaca dengan orang yang sedang bernyanyi. Tentu saja saya tidak bisa mengertahui isi tentang puisi bahasa asing yang tidak saya mengerti, tetapi bisa diketahui bahwa orang tersebut sedang berpuisi dan emosi apa yang terkandung di dalamnya (sedih, gembira, bersemangat, dll).
Keliru lagi. Seperti saya katakan, bernyanyi (yang sesuai musik) dikenali dari perbedaan frekuensi dalam interval yang teratur, bukan dari konsonan/vokal kata. (NB: Konsonan-disonan dalam psikoakustik yang saya singgung sebelumnya berbeda 'konsonan-vokal' dalam artikulasi pengucapan kata.)

Mengenai emosi apa yang terkandung di dalamnya, itu adalah interpretasi masing-masing, sifatnya subjektif. Saya pernah baca ada sebuah lagu yang sering dipakai dalam pernikahan padahal sebetulnya adalah lagu kematian (requiem). Sayang sekali saya lupa karya siapa lagu tersebut. Hal ini karena subjektifitas pendengar dalam menginterpretasikan bunyi tersebut.


QuoteTidak perlu jadi orang sakti untuk bisa mengenali emosi dari suara, anak kecil aja bisa kok. Keponakan saya yang masih TK bisa menangis tersedu-sedu menonton film kartun yang notabene berbahasa inggris yang tidak dimengertinya. Seorang anak bisa menangis mendengar bentakan yang tidak ditujukan pada dirinya. Bunyi dapat menunjukkan emosi, bahkan tidak hanya bunyi, bahasa tubuh juga dapat mengungkapkan kecenderungan yang sedang ada di dalam benak seseorang. Hal ini adalah hal yg umum sekali menurut saya. :|
Keponakan yang masih TK tersedu menonton film kartun yang berbahasa asing. Tidak perlu kartun berbahasa asing, jaman dulu orang bisa menangis menonton film bisu. Jelas saya tidak bahas menonton yang adalah audio-visual (bahkan lebih cenderung visual).

Ekspresi suara, gerak tubuh secara umum memang bisa ditebak, tapi tidak secara ilmiah. Aktor, gampangnya, melatih ekspresi untuk hal-hal yang sebetulnya tidak dirasakannya. Apakah bro hendrako mampu membedakan emosi tangisan orang sedih beneran dan tangisan aktor/aktris profesional hanya lewat suara?

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 28 April 2011, 05:10:58 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 04:07:55 PM
Kalau saya pribadi tetap berpedoman pada 'pikiran adalah pelopor' dan karenanya, saya merasa pikiran yang tidak terarah, walaupun mengucapkan paritta, tidak bermanfaat maksimal.

Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Apakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?


Dari pengalaman pribadi, pada saat membaca paritta, arah pikiran saya hanya membaca paritta, manfaatnya adalah konsentrasi.
Apa yg anda maksud dengan manfaat maksimal di atas?


Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 04:07:55 PMKeliru lagi. Seperti saya katakan, bernyanyi (yang sesuai musik) dikenali dari perbedaan frekuensi dalam interval yang teratur, bukan dari konsonan/vokal kata. (NB: Konsonan-disonan dalam psikoakustik yang saya singgung sebelumnya berbeda 'konsonan-vokal' dalam artikulasi pengucapan kata.)

Anda keliru menangkap maksud saya, saya tidak mengatakan bahwa mengenali orang berpuisi dan bernyanyi adalah "persis" sama tetapi kita dapat mengetahui bahwa orang ini sedang berpuisi, orang itu sedang bernyanyi, orang itu sedang bercerita.

Quote from: Kainyn_Kutho on 28 April 2011, 04:07:55 PMKeponakan yang masih TK tersedu menonton film kartun yang berbahasa asing. Tidak perlu kartun berbahasa asing, jaman dulu orang bisa menangis menonton film bisu. Jelas saya tidak bahas menonton yang adalah audio-visual (bahkan lebih cenderung visual).

Ekspresi suara, gerak tubuh secara umum memang bisa ditebak, tapi tidak secara ilmiah. Aktor, gampangnya, melatih ekspresi untuk hal-hal yang sebetulnya tidak dirasakannya. Apakah bro hendrako mampu membedakan emosi tangisan orang sedih beneran dan tangisan aktor/aktris profesional hanya lewat suara?

Terlepas dari benaran atau tidak, yang jelas orang atau aktris tersebut bermaksud mengekspresikan emosi kesedihan lewat tangisan. Bahkan orang yang bermaksud menipu dengan berpura-pura menangispun, suara tangisannya adalah ungkapan emosi kesedihan.
Jadi suara mengekspresikan emosi (baik yang original maupun yang palsu).

Wah ada tambahan kriteria lagi nih, melebar lagi pada hal ilmiah (bold ijo).... tambah jauh dan licin lagi ntar mbahasnya.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 29 April 2011, 10:28:53 AM
Quote from: hendrako on 28 April 2011, 05:10:58 PM
Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Jika saya memang akan membaca satu paritta, maka saya akan belajar artinya. Tidak perlu kata per kata 100% persis sesuai tata bahasa, tetapi minimal saya berusaha mengerti setiap frase agar apa yang saya ucapkan sama dengan yang saya niatkan; juga apa yang saya niatkan selaras dengan yang saya baca. Dengan demikian (konsentrasi) niat dan ucapan (paritta) saling menopang.

QuoteApakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?
Tidak.


Quote from: hendrako on 28 April 2011, 05:10:58 PM
Apakah anda dapat mengerti kata perkata pada bahasa pali di dalam paritta?
Apakah anda pernah membaca paritta dengan suatu nada tertentu?


Dari pengalaman pribadi, pada saat membaca paritta, arah pikiran saya hanya membaca paritta, manfaatnya adalah konsentrasi.
Apa yg anda maksud dengan manfaat maksimal di atas?


Anda keliru menangkap maksud saya, saya tidak mengatakan bahwa mengenali orang berpuisi dan bernyanyi adalah "persis" sama tetapi kita dapat mengetahui bahwa orang ini sedang berpuisi, orang itu sedang bernyanyi, orang itu sedang bercerita.

Terlepas dari benaran atau tidak, yang jelas orang atau aktris tersebut bermaksud mengekspresikan emosi kesedihan lewat tangisan. Bahkan orang yang bermaksud menipu dengan berpura-pura menangispun, suara tangisannya adalah ungkapan emosi kesedihan.
Jadi suara mengekspresikan emosi (baik yang original maupun yang palsu).

Wah ada tambahan kriteria lagi nih, melebar lagi pada hal ilmiah (bold ijo).... tambah jauh dan licin lagi ntar mbahasnya.

Tadi saya sudah tulis panjang lebar, ternyata bro hendrako alergi ilmiah, jadi saya hapus lagi. Sampai di sini saja yah, saya tidak berargumentasi berdasar opini.

Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 29 April 2011, 11:30:09 AM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 April 2011, 10:28:53 AM
Tadi saya sudah tulis panjang lebar, ternyata bro hendrako alergi ilmiah, jadi saya hapus lagi. Sampai di sini saja yah, saya tidak berargumentasi berdasar opini.


Wah, anda terlalu cepat berasumsi, coba liat kembali di post ane sebelumnya, apakah ane menolak atau melarang anda untuk berkata-kata soal ilmiah. Ane tidak alergi ilmiah, malah sempat enjoy dan nyemplung di bidang ilmiah beberapa waktu, saya hanya mengatakan bahwa pembahasan ini sudah melebar terlalu jauh, berbelit dan licin, dan kebetulan aja pemicunya adalah pelebaran pembahasan dengan kategori ilmiah ato tidaknya tanggapan dari saya....

Yup, cukup disini saja.

Sebenarnya poin dari pembahasan hanya seperti di bawah ini:

                           Anda berpendapat bahwa puisi tidak ada hubungan dengan bunyi/suara, jadi tidak ada kontak fisik.
                           Saya berpendapat bahwa puisi berhubungan dengan bunyi/suara, jadi ada kontak fisik yaitu bunyi.

:backtotopic:
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 29 April 2011, 11:53:27 AM
Quote from: hendrako on 29 April 2011, 11:30:09 AM
Wah, anda terlalu cepat berasumsi, coba liat kembali di post ane sebelumnya, apakah ane menolak atau melarang anda untuk berkata-kata soal ilmiah. Ane tidak alergi ilmiah, malah sempat enjoy dan nyemplung di bidang ilmiah beberapa waktu, saya hanya mengatakan bahwa pembahasan ini sudah melebar terlalu jauh, berbelit dan licin, dan kebetulan aja pemicunya adalah pelebaran pembahasan dengan kategori ilmiah ato tidaknya tanggapan dari saya....

Yup, cukup disini saja.

Sebenarnya poin dari pembahasan hanya seperti di bawah ini:

                           Anda berpendapat bahwa puisi tidak ada hubungan dengan bunyi/suara, jadi tidak ada kontak fisik.
                           Saya berpendapat bahwa puisi berhubungan dengan bunyi/suara, jadi ada kontak fisik yaitu bunyi.

:backtotopic:
OK, saya coba tanya terakhir. Orang beragama Buddha, dikenali oleh panca indera, ataukah dikenali oleh pikiran?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 29 April 2011, 02:27:07 PM
Katanya udah.....
Ok, lah terakhir saya jawab.

Quote from: Kainyn_Kutho on 29 April 2011, 11:53:27 AM
OK, saya coba tanya terakhir. Orang beragama Buddha, dikenali oleh panca indera, ataukah dikenali oleh pikiran?


Jawaban ane:
Apakah pancaindera bisa mengenali?
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: K.K. on 29 April 2011, 03:07:59 PM
Quote from: hendrako on 29 April 2011, 02:27:07 PM
Katanya udah.....
Ok, lah terakhir saya jawab.
Hanya memastikan saja karena mengakhiri diskusi dengan orang cerdas tertentu hanya karena salah paham/salah istilah sungguh disayangkan.

QuoteJawaban ane:
Apakah pancaindera bisa mengenali?
OK deh, thanks.
Title: Re: Hubungan Musik dengan Dhamma?
Post by: hendrako on 29 April 2011, 07:19:18 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 29 April 2011, 03:07:59 PM
OK deh, thanks.

U'r welcome.