numpang nanya!.apakah kalau kita mengadakan puja bakti divihara diharuskan untuk duduk bersila ?
Bagaimana kalau duduk menggunakan kursi.Apakah boleh.?????
sebabnya banyak umat yang merasa kakinya sakit bila berlama lama duduk bersila !!!!. ^-^
Yang menentukan boleh tidak bolehnya siapa Pak ;D
Saya rasa kalau umatnya menerima dan dilakukan untuk tujuan yang bermanfaat sah-sah saja.
Orang jaman dulu kayaknya duduknya malah lebih parah, di tanah.
Tapi kalau memang dirasa perlu, silahkan saja. Asal tahu posisi, kalau ada anggota Sangha ya posisinya tetap lebih tinggi anggota Sangha.
Quote from: Asiong on 12 November 2009, 01:41:42 PM
numpang nanya!.apakah kalau kita mengadakan puja bakti divihara diharuskan untuk duduk bersila ?
Bagaimana kalau duduk menggunakan kursi.Apakah boleh.?????
sebabnya banyak umat yang merasa kakinya sakit bila berlama lama duduk bersila !!!!. ^-^
duduk bersila kelamaan kaki sakit/pegal, duduk kursi kelamaan pantat juga sakit, tidur kelamaan juga badan sakit, berdiri terus tubuh juga capek, itulah Dukkha
Jadi manusia harus sering merenung bahwa tubuh dan organ2nya bisa sakit/lelah/capek adalah WAJAR
_/\_
Quote from: gachapin on 12 November 2009, 02:31:35 PM
Orang jaman dulu kayaknya duduknya malah lebih parah, di tanah.
Tapi kalau memang dirasa perlu, silahkan saja. Asal tahu posisi, kalau ada anggota Sangha ya posisinya tetap lebih tinggi anggota Sangha.
anggota sangha harus memiliki posisi lebih tinggi?
bukankah hal ini justru menghambat latihan mereka (anggota Sangha) & juga umat mengikis kesombongan?
dualitas... o... dualitas...
kelas di negara lain, ada yg kursi mahasiswa dibuat berjenjang makin tinggi ke belakang.
guru (yg berstatus sosial lebih tinggi) berada di paling bawah.
tujuannya agar dapat dilihat & didengar oleh semua siswa.
(seperti arsitektur coloseum roma)
Yup, tapi sayangnya bukan ini bukan masalah kuliah. Vinayanya adalah Sangha berada di posisi yang lebih tinggi jika membabarkan Dhamma.
Jadi mengkondisikan Sangha untuk tidak melanggar vinaya.
Setuju Bro gachapin !
apalagi Bhikkhu yang sedang memberi ceramah, tempat duduknya harusnya lebih tinggi dari Bhikkhu Sangha yang tidak ceramah, walaupun Bhikkhu penceramah itu lebih muda masa Vassa nya dari Bhikkhu yang tidak ceramah.
jadi yang di Hormati adalah Ceramah Dhamma itu.
_/\_
kalo vinaya bisa jadi ga itu hanya buatan murid2 buddha yang ingin "tempat lebih tinggi" bukan dari Buddha vianya itu.
Vinaya sih lebih bisa dibandingkan di antara semua aliran, sama gak antara satu aliran dengan yang lain.
Kayaknya vinaya gak beda jauh deh.
Apa vinaya dikarang juga sama semua aliran?
kalau makan daging apa antar aliran sama vinayanya?
Itu bukan vinaya, Sila Bodhisattva.
duduk bersila itu yg kyk mana yaa? yg kakinya duduknya kyk org jepang atau yg dilipat silang ituu?
klo menurut wnya yg gaya duduknya kyk jepang itu agar supaya memudahkan kita waktu mo bernamaskara ketika kebaktian... \;D/\;D/\;D/
tapi, bila dibandingkan duduk yg kyk jepang dgn duduk kaki dilipat silang itu, duduk yg kyk jepang itu lha yg lbh kesemutann... ;D ;D ;D ;D ;D
Quote from: gachapin on 12 November 2009, 04:49:46 PM
Itu bukan vinaya, Sila Bodhisattva.
oooow, baru tau :))
Quote from: Citta Devi on 12 November 2009, 05:00:25 PM
duduk bersila itu yg kyk mana yaa? yg kakinya duduknya kyk org jepang atau yg dilipat silang ituu?
klo menurut wnya yg gaya duduknya kyk jepang itu agar supaya memudahkan kita waktu mo bernamaskara ketika
Yang dilipat silang. Ada yang bilang posisi kaki gajah ;D atau indian style.
Quote from: char101 on 12 November 2009, 06:09:21 PM
Quote from: Citta Devi on 12 November 2009, 05:00:25 PM
duduk bersila itu yg kyk mana yaa? yg kakinya duduknya kyk org jepang atau yg dilipat silang ituu?
klo menurut wnya yg gaya duduknya kyk jepang itu agar supaya memudahkan kita waktu mo bernamaskara ketika
Yang dilipat silang. Ada yang bilang posisi kaki gajah ;D atau indian style.
hooo... ;D ;D ;D
kaki gajahh? napa dibilang kaki gajahh?
klo yg dilipat silang ma duduk ala jepang itu lbh lama kesemutan duduk silang lhaa... :)) :)) :))
menurut wnya sih, duduk bersila sepertinya lbh sopan dibandingkan duduk kakinya diangkatt(duduk ala warung kopi) \;D/\;D/\;D/
mungkin duduk tak harus duduk bersila gitu juga tak apa, tapi krn duduk bersila lbh dianggap sopan, dan utk lbh memudahkannyaa kita disuruh duduk bersila ajaa (agar gak duduk kyk di tukang kopi).
dulu pernah ada Bhante datang ke rumah, lagi ada acara sharing dhamma gitu2an d rumah, pada ngumpul denger ceramah Bhante, waktu koko w duduk mo kyk di warkop, tdk diperbolehkan, krn dianggap gak sopan.
Mungkin karena itu, biar mudahnya, gak usah susah2 bilang jgn duduk kyk gini2 gitu2, bagusan diharuskan duduk bersila,
mungkin seperti ituu kali yaa \;D/\;D/\;D/
Mettacittena,
Citta _/\_
Quote from: Citta Devi on 12 November 2009, 06:25:29 PM
hooo... ;D ;D ;D
kaki gajahh? napa dibilang kaki gajahh?
Karena mirip gajah kalau duduk.
Quote
Mungkin karena itu, biar mudahnya, gak usah susah2 bilang jgn duduk kyk gini2 gitu2, bagusan diharuskan duduk bersila,
mungkin seperti ituu kali yaa \;D/\;D/\;D/
Mending duduk pakai kursi lipat yang ada mejanya. Kalau bhante lagi ceramah bisa dicatat. Kalau baca paritta buku paritta bisa dibaca di meja. Kalau duduk sila, suka kehalangan orang yang lebih tinggi. Terus nggak ribet, sepatu/sendal nggak harus dibuka dulu (dan gak ada lagi istilah sendal hilang).
kalau posisi buku 'suci' bagaimana? apakah boleh di bawah kaki/dilangkahi? apakah ada vinayanya juga untuk tipitaka? ;D
Quote from: char101 on 12 November 2009, 06:43:39 PM
Quote from: Citta Devi on 12 November 2009, 06:25:29 PM
hooo... ;D ;D ;D
kaki gajahh? napa dibilang kaki gajahh?
Karena mirip gajah kalau duduk.
Quote
Mungkin karena itu, biar mudahnya, gak usah susah2 bilang jgn duduk kyk gini2 gitu2, bagusan diharuskan duduk bersila,
mungkin seperti ituu kali yaa \;D/\;D/\;D/
Mending duduk pakai kursi lipat yang ada mejanya. Kalau bhante lagi ceramah bisa dicatat. Kalau baca paritta buku paritta bisa dibaca di meja. Kalau duduk sila, suka kehalangan orang yang lebih tinggi. Terus nggak ribet, sepatu/sendal nggak harus dibuka dulu (dan gak ada lagi istilah sendal hilang).
klo itu dah bukan ceramah lagi kalii, kuliah Dhamma :)) :)) :))
kan duduk di kursi kuliah gituu... :))
Romo Asiong yg baik,
salam sejahtera selalu,
saya barusan baca ini,jadi belum sempat nyari nama suttanya, seingat saya posisi duduk sila bermula dari ketika Sang Buddha dijamu makan siang oleh Raja Bimbisara, beliau mengundang Sang Buddha utk singgah ke istana beliau karena raja Bimbisara ingin berdana makanan kepada Sang Buddha dan para murid2nya, lalu sang Buddha menjawab dengan diam, hadir ke istana, duduk dengan posisi sila (disitu disebutkan lotus position), dan diikuti oleh seluruh murid2nya. kemudian segera acara makan siang dimulai.
mohon bantuan member yg lain bagi yg ingat nama sutta tsb atau mungkin dari kitab komentar.
(maksud hati mo nanya ama 2 dosen saya yg juga member disini sih, smg membaca permohonan sy)
begitu ya romo, jadi tradisi ini dimulai ketika Sang Buddha dijamu makan siang oleh Raja Bimbisara.
sedang adat istiadat tiap negara beda2, klo disini lebih parah, kaki ga bisa ditekuk, semua pada suka diselonjorin. yang penting hati tiap umat utk mengikuti puja bakti itu dg sepenuh hati, bukan posisi duduknya. kalo utk posisi lebih tinggi, disini memang anggota sangha tidak ada yg duduk sejajar dg umat, selalu lebih tinggi karena untuk menghormati.
smg sedikit info ini ada manfaat.
may all beings be happy
mettacittena,
Quote from: gachapin on 12 November 2009, 04:12:37 PM
Yup, tapi sayangnya bukan ini bukan masalah kuliah. Vinayanya adalah Sangha berada di posisi yang lebih tinggi jika membabarkan Dhamma.
contoh kuliah itu saya ilustrasikan justru utk menggambarkan bahwa seorang dosen tidak harus ditempatkan lebih tinggi dari siswa walaupun status secara sosial lebih tinggi.
utk bhikkhu, menurut saya mereka berlatih utk menghilangkan kesombongan, & penempatan demikian ("harus" di posisi lebih tinggi) hanya menghasilkan kesombongan. seharusnya mereka belajar dari dosen di luar negri, tidak memikirkan "lebih tinggi" atau "lebih rendah" :)
ini cuma pendapat saya agar kita semua lebih maju dalam dhamma, tidak ada maksud mencela.
QuoteJadi mengkondisikan Sangha untuk tidak melanggar vinaya.
:)) kok bisa?
Quote from: gachapin on 12 November 2009, 04:39:20 PM
Vinaya sih lebih bisa dibandingkan di antara semua aliran, sama gak antara satu aliran dengan yang lain.
Kayaknya vinaya gak beda jauh deh.
Apa vinaya dikarang juga sama semua aliran?
vinaya dibuat juga utk sabagai sarana latihan.
namun utk vinaya yg satu ini saya agak meragukannya, seolah hanya sebuah norma masyarakat.
Quote from: Asiong on 12 November 2009, 01:41:42 PM
numpang nanya!.apakah kalau kita mengadakan puja bakti divihara diharuskan untuk duduk bersila ?
Bagaimana kalau duduk menggunakan kursi.Apakah boleh.?????
sebabnya banyak umat yang merasa kakinya sakit bila berlama lama duduk bersila !!!!. ^-^
Bagaimana kalau disediakan cushion atau bantal duduk gitu? lumayan lebih membantu agar sakitnya tidak terlalu sakit kalau alasnya lantai yg keras. :)
[at] Bro Tesla yg baik,
salam sejahtera selalu,
saya ingin membantu Bro Gachapin, beliau memang benar.
"Na chamaya nisiditva ucce asane nisinnassa agilanassa dhammam desessamiti sikkha karaniya" (saya tidak akan sambil duduk dilantai menguraikan dhamma kepada orang sehat yg duduk dikursi, ini adalah latihan untuk dilaksanakan).
"Na nice asane nisiditva ucce asane nisinnassa agilanassa dhammam desessamiti sikkha karaniya" (saya tidak akan sembari duduk di kursi rendah menguraikan dhamma kepada orang sehat yg duduk dikursi tinggi, ini adalah latihan untuk dilaksanakan)
info ini smg ada manfaat.
may all beings be happy
mettacittena,
tradisinya sih orang tua dihormati anak, bukan anak dihormati orang tua :)
Quote from: pannadevi on 12 November 2009, 09:29:40 PM
[at] Bro Tesla yg baik,
salam sejahtera selalu,
saya ingin membantu Bro Gachapin, beliau memang benar.
"Na chamaya nisiditva ucce asane nisinnassa agilanassa dhammam desessamiti sikkha karaniya" (saya tidak akan sambil duduk dilantai menguraikan dhamma kepada orang sehat yg duduk dikursi, ini adalah latihan untuk dilaksanakan).
"Na nice asane nisiditva ucce asane nisinnassa agilanassa dhammam desessamiti sikkha karaniya" (saya tidak akan sembari duduk di kursi rendah menguraikan dhamma kepada orang sehat yg duduk dikursi tinggi, ini adalah latihan untuk dilaksanakan)
info ini smg ada manfaat.
may all beings be happy
mettacittena,
terima kasih atas cuplikan vinaya dari samaneri.
saya tidak meragukan pengetahuan vinaya rekan gachapin. yg saya ragukan adalah latar belakang vinaya tersebut, dimana unsur latihannya? yg saya lihat justru melemahkan latihan.
anyways, sekali lagi terimakasih. :)
mettacitena.
Quote from: gachapin on 12 November 2009, 10:04:02 PM
tradisinya sih orang tua dihormati anak, bukan anak dihormati orang tua :)
ya kalau dari sisi norma / etika sosial, memang benar demikian.
yah duduk bersila, sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap Buddha, Dharma, dan Sangha
kalau gak begitu, sungguh tidak sopan saat mendegarkan Dharma, ada yg berdiri, jongkong, tidur2an, dll
coba saja, jika ada yg berbicara, dan semua mendengarkan dgn posisi seenaknya, bagaimana pandangan org yg melihatnya dari jauh?
Quote from: tesla on 12 November 2009, 09:20:09 PM
contoh kuliah itu saya ilustrasikan justru utk menggambarkan bahwa seorang dosen tidak harus ditempatkan lebih tinggi dari siswa walaupun status secara sosial lebih tinggi.
utk bhikkhu, menurut saya mereka berlatih utk menghilangkan kesombongan, & penempatan demikian ("harus" di posisi lebih tinggi) hanya menghasilkan kesombongan. seharusnya mereka belajar dari dosen di luar negri, tidak memikirkan "lebih tinggi" atau "lebih rendah" :)
ini cuma pendapat saya agar kita semua lebih maju dalam dhamma, tidak ada maksud mencela.
Dalam hal ini, antara bhikkhu yang mengajar dan umat yang menerima dhamma, penerima "dhamma"-lah yang harus fokus pada kerendahan hati. Seperti air di satu cangkir yang dituang ke cangkir lain hanya dapat terjadi jika cangkir yang menerima berada di bawah. Demikian pula yang tidak merendahkan egonya untuk menerima dhamma, tidak akan mendapatkan manfaat.
Bagi bhikkhu, latihannya berbeda dan sepertinya sudah sewajarnya bhikkhu mengetahui yang mana yang memupuk kesombongan dan mana yang tidak. Seorang bhikkhu sudah sewajarnya mengetahui bahwa umat menghormat pada "jubah", bukan pribadi. Oleh karena itu daripada terlena akan kesombongan, seharusnya ia lebih bertanggung jawab atas sila yang dijalankan.
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 01:20:49 PM
yah duduk bersila, sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap Buddha, Dharma, dan Sangha
kalau gak begitu, sungguh tidak sopan saat mendegarkan Dharma, ada yg berdiri, jongkong, tidur2an, dll
coba saja, jika ada yg berbicara, dan semua mendengarkan dgn posisi seenaknya, bagaimana pandangan org yg melihatnya dari jauh?
saya tidak mengatakan pendengar berada di posisi seenaknya, namun berada di posisi lebih tinggi.
Quote from: Kainyn_Kutho on 14 November 2009, 01:57:55 PM
Dalam hal ini, antara bhikkhu yang mengajar dan umat yang menerima dhamma, penerima "dhamma"-lah yang harus fokus pada kerendahan hati. Seperti air di satu cangkir yang dituang ke cangkir lain hanya dapat terjadi jika cangkir yang menerima berada di bawah. Demikian pula yang tidak merendahkan egonya untuk menerima dhamma, tidak akan mendapatkan manfaat.
sudah saya ilustrasikan sebelumnya, bahwa dosen yg mengajar dapat berada di posisi paling dasar, sedangkan mahasiswa yg mendengar dapat berada diposisi lebih tinggi duduk berjenjang seperti susunan anak tangga. siapa yg berpikir "aku lebih rendah", "aku lebih tinggi", atau "aku sama tinggi/rendah", disitulah ego. dan ketika itulah dhamma tidak didengarkan dg baik. sebaliknya jika tidak ada ego, maka perihal aku lebih tinggi/rendah tidak akan dipersoalkan.
dalam arsitektur tempat classic, memang selalu pembicara berada di posisi lebih tinggi. mis: upacara agama, pidato, konser, dll.
dalamm arsitektur yg lebih pintar, pusat acara akan berada di tengah dan berada di posisi paling rendah, sedangkan penonton/pendengar berada di posisi lebih tinggi berbentuk seperti susunan anak tangga. mis: kelas pendidikan tertentu, bioskop, stadion sepak bola.
saya dapat membayangkan akan lebih mudah didengar dan dilihat, seorang bhante yg berceramah dalam arsitektur kedua.
dan saya membayangkan akan sangat susah sekali melihat pertandingan sepakbola dari arsitektur pertama :)
Di vinaya pitaka ditulis kalau orang yang duduk di tempat yang lebih tinggi dan mendengarkan Dhamma dari bhikkhu yang duduk di tempat yang lebih rendah itu tidak sopan (terhadap Dhamma) dan bhikkhu tersebut juga tidak sopan (terhadap Dhamma) jika membabarkan Dhamma dalam posisi seperti itu.
Di aturan sekhiya, seorang bhikkhu dilarang membabarkan Dhamma kepada orang yang
- memegang payung
- memegang tongkat
- memegang pisau
- memegang senjata
- menggunakan sepatu, atau sendal
- duduk di kendaraan ketika sang bhikkhu duduk di kendaraan yang lebih rendah atau tidak sedang di kendaraan
- berbaring ketika bhikkhu tersebut duduk atau berdiri
- duduk memegang lutut
- menggunakan topi atau tutup kepala
- duduk di bangku ketika bhikkhu itu duduk di lantai
- duduk di tempat yang tinggi ketika bhikkhu itu duduk di tempat rendah
- duduk ketika bhikkhu itu berdiri
- berjalan di depan bhikkhu itu
- berjalan di samping bhikkhu itu
trims atas infonya.
"tidak sopan thd dhamma"?
bagaimana tidak sopan thd dhamma=ajaran (atau kebenaran)? apakah dhamma bisa terhina?
yg saya tau, yg bisa dihina (di-tidak sopan-i :P ) hanyalah diri/aku/ego.
Quote from: char101 on 14 November 2009, 07:21:47 PM
- memegang pisau
- memegang senjata
setelah Anggulimala menyuruh Buddha berhenti, apakah yg dikatakan Buddha bukan dhamma?
dan apakah Anggulimala tidak memegang senjata?...
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:11:02 PM
trims atas infonya.
"tidak sopan thd dhamma"?
bagaimana tidak sopan thd dhamma=ajaran (atau kebenaran)? apakah dhamma bisa terhina?
yg saya tau, yg bisa dihina (di-tidak sopan-i :P ) hanyalah diri/aku/ego.
Quote from: char101 on 14 November 2009, 07:21:47 PM
- memegang pisau
- memegang senjata
setelah Anggulimala menyuruh Buddha berhenti, apakah yg dikatakan Buddha bukan dhamma?
dan apakah Anggulimala tidak memegang senjata?...
yah Dhamma bisa terhina dimata org lain, klo kurang mengerti, aku mencoba contoh ekstrim
di saat org melakukan pembunuhan, mengataskan Dhamma, di situ lah Dhamma terhina /ternoda dimata org lain, walau Dhamma nya tetap pure.
dgn demikian Ajaran/Dhamma tidak akan bertahan lama
tolong bedakan Buddha dan Bhikkhu , ada banyak hal yg Buddha boleh dan Bikkhu tidak boleh
Bro Tesla
Izinkan daku ikut menjawab heheeh.. Memang Dhamma tidak bisa terhina, tapi kurasa makna dibaliknya adalah utk menumbuhkan sikap rendah hati. dan ini penting agar mampu menerima Dhamma. :)
Peraturan vinaya soal memegang senjata dan pisau itu tentu dikeluarkan oleh Sang Buddha di kemudian hari berkaitan dengan kasus dan permasalahan yg menyangkut pembabaran dhamma dengan senjata/pisau yg dipegang oleh orang lain. Selain itu, jawaban lain yg bisa diberikan adl Sang Buddha sendiri memiliki hak prerogatif mengenai itu sama seperti kasus menunjukkan abhinna dilarang utk bhikkhu tetapi Sang Buddha sendiri boleh. ;)
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 09:28:50 PM
yah Dhamma bisa terhina dimata org lain, klo kurang mengerti, aku mencoba contoh ekstrim
di saat org melakukan pembunuhan, mengataskan Dhamma, di situ lah Dhamma terhina /ternoda dimata org lain, walau Dhamma nya tetap pure.
dgn demikian Ajaran/Dhamma tidak akan bertahan lama
jika alasannya demi dhamma ini bertahan lebih lama, yah mungkin saja... tapi itupun bukan satu kepastian :) dan ternyata bukan demi latihan.
dan mungkin dhamma sebagai suatu "agama" akan dapat bertahan lebih lama, namun kualitasnya akan semakin menurun.
di mata seseorang yg masih penuh perbandingan tinggi-rendah, hina-mulia, dst... dia akan memandang dhamma sbg sebagai sesuatu yg "tinggi" menurutnya, oleh krn itu pantas dimiliki/dianut, dan oleh karena itu ia semakin terjerumus dalam pemikirannya itu sendiri tanpa melihat dhamma sebagai suatu fakta/kebenaran yg sangat nyata. dhamma yg bertahan akhirnya hanya menjadi suatu ilmu/seni/tradisi yg tidak dapat membebaskan lagi.
Quote
tolong bedakan Buddha dan Bhikkhu , ada banyak hal yg Buddha boleh dan Bikkhu tidak boleh
pemikiran saya sederhana saja, dhamma lebih dibutuhkan bagi orang yg sedang penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan. jika ada kesempatan utk memberi pencerahan bagi seorang penjahat, walaupun ia memegang senjata, maka akan lebih baik dilakukan drpd hanya membiarkannya begitu saja.
yg saya lihat tindakan Buddha pada Angulimala sangat bijaksana, sedangkan vinaya itu tidak bijaksana. :)
Quote from: tesla on 12 November 2009, 09:20:09 PM
contoh kuliah itu saya ilustrasikan justru utk menggambarkan bahwa seorang dosen tidak harus ditempatkan lebih tinggi dari siswa walaupun status secara sosial lebih tinggi.
utk bhikkhu, menurut saya mereka berlatih utk menghilangkan kesombongan, & penempatan demikian ("harus" di posisi lebih tinggi) hanya menghasilkan kesombongan. seharusnya mereka belajar dari dosen di luar negri, tidak memikirkan "lebih tinggi" atau "lebih rendah" :)
ini cuma pendapat saya agar kita semua lebih maju dalam dhamma, tidak ada maksud mencela.
menurut anda, apakah kita patut menghormati Bhikkhu?
menurut anda, apakah sesama Bhikkhu harus saling menghormati satu sama lainnya?
menurut anda, apakah Seniortas dalam Sangha, harus di hilangkan atau tidak?
satu lagi, Dhamma di babarkan oleh seorang Bhikkhu di tanggkap oleh telinga, bukan dalam bentuk Slide, jd tidak perlu model Arsitektur Stadium
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:59:16 PM
pemikiran saya sederhana saja, dhamma lebih dibutuhkan bagi orang yg sedang penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan. jika ada kesempatan utk memberi pencerahan bagi seorang penjahat, walaupun ia memegang senjata, maka akan lebih baik dilakukan drpd hanya membiarkannya begitu saja.
hmm.. coba kmu babarkan Dhamma ke org fanatik beragama lain, ku tunggu hasilnya :)
sama halnya dgn org yg memengang senjata, dan memiliki pandangan salah, yah kecuali kmu bisa membaca bikirannya, bahwa dia sebenarnya bisa mengerti Dhamma yg akan kmu ajarakan.
Quote from: Jerry on 14 November 2009, 09:39:02 PM
Bro Tesla
Izinkan daku ikut menjawab heheeh..
seharusnya saya yg berterimakasih jika ada orang lain yg membantu mencerahkan keraguan hati ini tentang vinaya :)
QuoteMemang Dhamma tidak bisa terhina, tapi kurasa makna dibaliknya adalah utk menumbuhkan sikap rendah hati. dan ini penting agar mampu menerima Dhamma. :)
IMO, sikap "rendah hati" adalah suatu keserakahan & kesombongan, dan memegangnya sebagai suatu tujuan perilaku hanya akan menghasilkan penderitaan :)
Benar bahwa rendah hati adalah perilaku yg diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat, namun dengan demikian rendah hati itu menjadi objek keserakahan (pada umumnya). sebaliknya tinggi hati menjadi objek kebencian (pada umumnya). Jadi pada umumnya, orang akan senang jika dijuluki "rendah hati" dan akan marah jika dijuluki "tinggi hati". marah dalam artian disini adalah penolakan dalam bathin atas apa yg terjadi, tidak selalu harus ditandai dg aksi merusak.
Jadi rendah/tinggi hati tidak ada hubungannya dg pembelajaran seseorang, melainkan berhubungan dg hasrat seseorang utk menjadi sosok yg dapat diterima masyarakat, yg tak lebih adalah keserakahan yg akan membawa pada penderitaan apabila tidak kesampaian.
Lebih lanjut lagi, rendah/tinggi hati hanyalah sebuah penilaian pikiran yg tidak jelas entah mana yg tinggi & mana yg rendah. Penilaian itu cuma didasari atas ego masing2 penilai. ketika saya suka A, walaupun A begini-begitu, saya katakan ia tidak sombong, tapi emg kenyataan. dan sebaliknya.
Quote
Peraturan vinaya soal memegang senjata dan pisau itu tentu dikeluarkan oleh Sang Buddha di kemudian hari berkaitan dengan kasus dan permasalahan yg menyangkut pembabaran dhamma dengan senjata/pisau yg dipegang oleh orang lain. Seorang lain itu, jawaban lain yg bisa diberikan adl Sang Buddha sendiri memiliki hak prerogatif mengenai itu sama seperti kasus menunjukkan abhinna dilarang utk bhikkhu tetapi Sang Buddha sendiri boleh. ;)
sanksi apa yg diberikan ketika bhikkhu melanggar vinaya ini (seperti membabarkan dhamma pada yg memegang senjata)? ringan, sedang, berat, dikeluarkan?
Thank you,
May you free from suffering
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:07:24 PM
menurut anda, apakah kita patut menghormati Bhikkhu?
apa alasan menurut anda kita patut menghormati bhikkhu?
Quote
menurut anda, apakah sesama Bhikkhu harus saling menghormati satu sama lainnya?
apakah kamu patut utk menghormati kakimu, tanganmu, tubuhmu?
menurut saya seperti itulah seharusnya per"saudaraan" sesama bhikkhu, seolah berada dalam satu lingkaran yg tak terpisah, saling mendukung utk maju tanpa ada status penghormatan.
Quote
menurut anda, apakah Seniortas dalam Sangha, harus di hilangkan atau tidak?
maaf, saya tidak memandang Sangha sebagai suatu organisasi hirarkis.
namun saya memang melihat fakta bahwa sistem hirarkis otomatis terjadi, ada tinggi-rendah, senior-junior, dll.
apakah harus dihilangkan? tidak. tidak ada yg harus di dunia ini :)
Quote
satu lagi, Dhamma di babarkan oleh seorang Bhikkhu di tanggkap oleh telinga, bukan dalam bentuk Slide, jd tidak perlu model Arsitektur Stadium
kalau berbicara soal perlu atau tidak perlu, saya setuju dg anda, arsitektur stadium belum diperlukan utk dhamma desana.
namun yg kita bahas adalah "tidak boleh", bukan tidak perlu.
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:14:21 PM
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:59:16 PM
pemikiran saya sederhana saja, dhamma lebih dibutuhkan bagi orang yg sedang penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan. jika ada kesempatan utk memberi pencerahan bagi seorang penjahat, walaupun ia memegang senjata, maka akan lebih baik dilakukan drpd hanya membiarkannya begitu saja.
hmm.. coba kmu babarkan Dhamma ke org fanatik beragama lain, ku tunggu hasilnya :)
sama halnya dgn org yg memengang senjata, dan memiliki pandangan salah, yah kecuali kmu bisa membaca bikirannya, bahwa dia sebenarnya bisa mengerti Dhamma yg akan kmu ajarakan.
tidak selalu orang yg pegang senjata berada dalam posisi membahayakanmu.
maka saya sebutkan,
ketika ada kesempatan, apakah seorang bhikkhu akan tetap diam?
may all being free from suffering
saya sebenarnya tadi siang sudah posting utk menjawab Bro Tesla, tetapi ada kesalahan entah dimana, postingan sy tidak bisa muncul malah jadi hilang. sekarang sy posting kembali. smg ga hilang.
Bro Tesla yg baik,
latar belakang Sang Buddha menurunkan vinaya itu dengan alasan kuat, bahkan baru 20 thn setelah membabarkan dhamma, itu saja kasus demi kasus, jadi vinayapun turun juga satu demi satu tidak sekaligus. padahal YA.Sariputta telah memohon kepada Sang Buddha namun dipandang oleh Sang Buddha belum waktunya. sedangkan YA.Sariputta adalah murid utama yg dipuji Sang Buddha sbg "the most wisest monk" dari sini kita bisa melihat bahwa beliau dg "mata buddha" nya melihat lebih bijaksana dibanding kita2 yg masih "diliputi avijja".
disini sy lampirkan cuplikan vinaya (Suttavibhanga Vin.I.3, 2-4)
Quote
"But what, lord, is the cause, what the reason why when Kakusandha was lord, and when Konagamana was lord and when Kassapa was lord the Brahma-life lasted long ?" [8]
"Säriputta, the lord Kakusandha and the lord Konagamana and the lord Kassapa were diligent in giving dhamina in detail to the disciples, and these had much of the Suttas in prose or in prose and in verse, tile Expositions, the Songs, the Verses of Uplift, the Quotations, the Jãtakas, the Miracles, the Miscellanies. The course of training for disciples was made known, the Patimokkha was appointed. At the disappearance of these enlightened ones, these lords, at the disappearance of the disciples who were enlightened under these enlightened ones, those last disciples of various names, of various clans, of various social strata, who had gone forth from various families, established tile Brahma-life for a very long time. It is as if, Sariputta, various flowers, loose on a piece of wood, well tied together by a thread, are not scattered about or whirled about or destroyed by the wind. What is the reason for this? They are well tied together by the thread. Even so, Sariputta, at the disappearance of these enlightened ones, these lords, at the disappearance of the disciples who were enlightened under these enlightened ones, those last disciples of various names, of various clans, of various social strata, who had gone forth from various families, established the Brahma-life for a very long time. This, Sariputta, is the cause, this the reason why when Kakusandha. was the lord, and when Konagamana was the lord and when Kassapa was the lord, the Brahma-life lasted long." ff 3
Then the venerable Sariputta, having risen from his seat, having arranged his outer robe over one shoulder and held out his joined palms in salutation to the lord, said to the lord:
It is the right time, lord, it is the right time, well-farer,' at which the lord should make known the course of training for disciples and should appoint the Pãtimokkha, in order that this Brahma-life may persist and last long."
"Wait, Sariputta, wait, Sariputta. The tathagata will know the right time for that. The teacher does not make known, Sariputta, the course of training for disciples, or appoint the Patimokkha until some conditions causing the cankers appear here in the Order.2 And as soon, Sãriputta, as some conditions causing the cankers appear here in the Order, then the teacher makes known the course of training for disciples, he appoints the Pãtimokkha in order to ward off those conditions causing the cankers. Some conditions, Sariputta, causing the cankers do not so much as appear here in the Order until the Order has attained long standing. And as soon. Sariputta, as the Order has attained long standing, then some conditions causing the cankers appear here in the Order. Hence the teacher makes known the course of training for disciples [9], he appoints the Päimokkha in order to ward off those conditions causing the cankers.3 Some conditions, Sariputta, causing the cankers do not so much as appear here in the Order until the Order has attained full development. And as soon, Sariputta, as the Order has attained full development, then some conditions causing the cankers appear here in the Order. Hence the teacher makes known the course of training for disciples, he appoints the Pãtimokkha in order to ward off those conditions causing the cankers.4 Some conditions, Sariputta, causing the cankers do not so much
tambahan info pula ketika King Ajatasattu ingin mengalahkan kota Vesali menurut advis Sang Buddha tidak akan pernah berhasil sepanjang kota tsb masih diketemukan saling menghormati, orang tua masih dihormati, adanya pertemuan rutin antar kelompok, tidak adanya gadis yg dilarikan, dll. dari sini jelas terlihat bahwa selama masih adanya rasa hormat kepada yg semestinya dihormati maka apapun itu akan bisa langgeng, begitu pula dhamma.
saya tidak bermaksud untuk debat dg anda Bro Tesla, maaf saya tidak suka debat kusir, membuat sy jadi puyeng, sy hanya menambahkan info ini di forum agar ada yg membaca smg membawa manfaat.
bukan kapasitas sy yg masih SD untuk menguji disertasi Profesor (Arahat = S1, Arahat memiliki Abhinna = S2, Paccekabuddha = S3, Sammasambuddha = Profesor). saya masih jauh dibawah, sy masih belajar, kami tunduk kepada peraturan ketat kami (vinaya) yang diturunkan oleh Guru Agung kami Sang Buddha.
may all beings be happy
mettacittena,
Quote from: tesla on 14 November 2009, 10:49:13 PM
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:14:21 PM
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:59:16 PM
pemikiran saya sederhana saja, dhamma lebih dibutuhkan bagi orang yg sedang penuh keserakahan, kebencian dan kebodohan. jika ada kesempatan utk memberi pencerahan bagi seorang penjahat, walaupun ia memegang senjata, maka akan lebih baik dilakukan drpd hanya membiarkannya begitu saja.
hmm.. coba kmu babarkan Dhamma ke org fanatik beragama lain, ku tunggu hasilnya :)
sama halnya dgn org yg memengang senjata, dan memiliki pandangan salah, yah kecuali kmu bisa membaca bikirannya, bahwa dia sebenarnya bisa mengerti Dhamma yg akan kmu ajarakan.
tidak selalu orang yg pegang senjata berada dalam posisi membahayakanmu.
maka saya sebutkan, ketika ada kesempatan, apakah seorang bhikkhu akan tetap diam?
may all being free from suffering
bagaimana dia "pasti" tau kesempatan itu dtg?
berarti menghormati seseorang salah? karena bisa menimbulkan ego dari org itu..
tau kah... karena ego sendiri dia tidak mengormati yg lain ?
menyedihkan....
Quote from: pannadevi on 14 November 2009, 10:50:12 PM
saya sebenarnya tadi siang sudah posting utk menjawab Bro Tesla, tetapi ada kesalahan entah dimana, postingan sy tidak bisa muncul malah jadi hilang. sekarang sy posting kembali. smg ga hilang.
terima kasih atas usaha yg double size :)
Quote
saya tidak bermaksud untuk debat dg anda Bro Tesla, maaf saya tidak suka debat kusir, membuat sy jadi puyeng, sy hanya menambahkan info ini di forum agar ada yg membaca smg membawa manfaat.
sejauh ini saya tidak merasakan samaneri berdebat kusir dg saya. dan saya pun hanya berniat utk diskusi, bukan debat kusir.
namun jika samaneri merasa saya berdebat kusir, atau diskusi disini sudah mengarah ke debat kusir, maka acuhkan saja saya dan sayapun seharusnya tidak melanjutkan posting lagi di sini. :)
mettacittena
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:58:59 PM
menyedihkan....
siapa yg tidak menghormati?
siapa yg tidak dihormati?
siapa yg menyedihkan?
dan siapa yg bersedih? :)
Quote from: tesla on 14 November 2009, 11:41:27 PM
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:58:59 PM
menyedihkan....
siapa yg tidak menghormati?
siapa yg tidak dihormati?
siapa yg menyedihkan?
dan siapa yg bersedih? :)
tak ada karena semuanya tampa aku :P
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 11:52:15 PM
Quote from: tesla on 14 November 2009, 11:41:27 PM
Quote from: The Ronald on 14 November 2009, 10:58:59 PM
menyedihkan....
siapa yg tidak menghormati?
siapa yg tidak dihormati?
siapa yg menyedihkan?
dan siapa yg bersedih? :)
tak ada karena semuanya tampa aku :P
semua tampa aku? wow... malam ini aku berada di tengah para arahat. ^_^
btw aku (tesla) masih ada aku, belum tanpa aku. jadi pengecualian utk kata "semuanya" :P
Quote from: tesla on 14 November 2009, 10:32:04 PM
IMO, sikap "rendah hati" adalah suatu keserakahan & kesombongan, dan memegangnya sebagai suatu tujuan perilaku hanya akan menghasilkan penderitaan :)
Benar bahwa rendah hati adalah perilaku yg diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat, namun dengan demikian rendah hati itu menjadi objek keserakahan (pada umumnya). sebaliknya tinggi hati menjadi objek kebencian (pada umumnya). Jadi pada umumnya, orang akan senang jika dijuluki "rendah hati" dan akan marah jika dijuluki "tinggi hati". marah dalam artian disini adalah penolakan dalam bathin atas apa yg terjadi, tidak selalu harus ditandai dg aksi merusak.
Jadi rendah/tinggi hati tidak ada hubungannya dg pembelajaran seseorang, melainkan berhubungan dg hasrat seseorang utk menjadi sosok yg dapat diterima masyarakat, yg tak lebih adalah keserakahan yg akan membawa pada penderitaan apabila tidak kesampaian.
Lebih lanjut lagi, rendah/tinggi hati hanyalah sebuah penilaian pikiran yg tidak jelas entah mana yg tinggi & mana yg rendah. Penilaian itu cuma didasari atas ego masing2 penilai. ketika saya suka A, walaupun A begini-begitu, saya katakan ia tidak sombong, tapi emg kenyataan. dan sebaliknya.
Jangan begitu Bro.. Jangan terburu2 membuang semua hal, berpeganglah pada hal2 yg bermanfaat, kembangkan dan jika pada masanya lepaskan maka lepaskan. Ini konsisten dengan ajaran Buddha yg saya pahami sejauh ini. Ini berlaku jika Anda, sebagaimana saya, masih merasa sbg seorang puthujjana. Tapi jika merasa kualitas diri seperti seorang Bahiya, maka tdk perlu dibaca lagi hingga ke bawah. Karena yg ditulis ini adalah perspektif seorang puthujjana dan bukan seorang yg memiliki "parami" demikian tinggi. ;)
Konteks berbeda yg sedang kita bicarakan di sini. Saya menyampaikan bahwa bersikap rendah hati perlu sbg salah 1 kualitas yg perlu dikembangkan. Sedangkan Bro Tesla berbicara tentang orang yg menginginkan dipuji 'rendah hati' namun tidak dalam pengembangan sikapnya. Kalau demikian, masihkah yg dilakukan org tsb dikatakan sbg 'kerendahan hati'? Coba pahami apa yg saya bicarakan. :)
Ya, memang penilaian itu sangat subjektif dan relatif berdasarkan yg melihat, tapi setidaknya kita tahu bagaimana kita sendiri terlepas anggapan si penilai. Apakah sikap rendah hati membutuhkan penilaian dr orang lain? Jika bersikap rendah hati butuh penilaian org lain, maka tentu org tsb tengah mencari penilaian positif atau pujian. Dan itu bukan sikap kerendahan hati yg sesungguhnya!
Terlepas dari rendah hati atau tidak, jika sesuatu yg disampaikan adalah fakta, benar, bermanfaat, pasti kita harus membenarkan hal itu. Tapi kerendahan hati adalah 1 kualitas yg jika dikembangkan akan membawa hasil yg lebih baik lagi. Bagaimana menurut Bro Tesla? Jika Bro Tesla melihat 2 orang, yg 1 menyampaikan Dhamma pd orang dan kesehariannya beliau adalah org yg rendah hati. Sedangkan yg 1 lagi menyampaikan Dhamma juga tetapi kesehariannya beliau adl orang yg tinggi hati. Kira2 bagaimana Dhamma mana yg dpt lebih diterima oleh pendengar? Yg pertama atau kedua? Dan contoh lainnya, ada 2 orang, yg 1 bersikap rendah hati dan yg 1 lagi bersikap tinggi hati dalam mempelajari ajaran dhamma seorang Guru. Menurut Bro Tesla, secara general atau rata-ratanya, manakah yg akan lebih mampu menyerap secara lebih baik dhamma yg diajarkan sang Guru?
Adalah jelas Sang Buddha memuji kualitas kerendahan hati dalam berbagai Sutta. Jika ini tidak perlu dikembangkan, bahwa ini menuntun pada keserakahan dan kesombongan maka tentu Sang Buddha tidak akan mengajarkan ini bukan? Selain itu, adalah 1 bentuk kebingungan spiritual, vicikiccha, sehingga kita tidak mampu membedakan antara yg bermanfaat dengan yg tidak. Banyak yg menganggap keinginan adalah tanha, keserakahan dan tidak bermanfaat karenanya harus dibuang. Mungkin, bbrp perlu dibuang pd saatnya, tetapi keinginan utk pencerahan adalah hal yg baik dan perlu dikembangkan. Demikian pula dg kesombongan, ada kesombongan yg bermanfaat dan perlu dikembangkan pd awalnya. Tapi jika Anda berkeras menganggap bahwa kerendahan hati adalah keserakahan & kesombongan dan tidak ada kaitannya dalam pembelajaran Dhamma, so be it.. Mungkin tidak ada pointnya berusaha menjelaskan lebih jauh. :)
Quote
sanksi apa yg diberikan ketika bhikkhu melanggar vinaya ini (seperti membabarkan dhamma pada yg memegang senjata)? ringan, sedang, berat, dikeluarkan?
Thank you,
May you free from suffering
Sanksi secara jelasnya saya kurang tau juga, saya sendiri masih sangsi dan tidak baik kalau saya malah memberi penjelasan yg menyesatkan. Ada baiknya kita bertanya pada yg lebih ahli soal vinaya. Cuma sekedar reminder, jangan menerapkan standar terlalu tinggi pada para bhikkhu bahwa mereka harus sesuai pengharapan kita. Mereka jg manusia biasa yg bisa salah mengambil keputusan. Agar tdk terjadi kesalahan pengambilan keputusan atau meminimalisir hal itu, maka vinaya diperlukan. Setidaknya jika mereka ragu dan mereka memutuskan utk mengikuti vinaya, mereka tidak bersalah melanggar vinaya, tdk ada keraguan dlm diri mereka dan itu kondusif bagi perkembangan batin mereka. Jika kita melihat sebaliknya, jika orang tsb memang ingin mendengarkan dhamma, kenapa mereka tidak melepaskan senjatanya? Kenapa mereka tidak melepaskan pisaunya? Ini saya bicara dlm konteks org yg ingin mendengarkan dhamma tapi ingin tetap membawa senjata. Fenomena bhikkhu dan pemegang senjata ini juga pernah dibahas dalam blognya Bhante Dhammika. ;D
Thanks for the wish. May you freed from suffering too..
NB: Saya jelas bukan termasuk dalam kategori "semua" yg ditulis oleh The Ronald.
_/\_
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:59:16 PM
... yg saya lihat tindakan Buddha pada Angulimala sangat bijaksana, sedangkan vinaya itu tidak bijaksana. :)
Simple saja, bukan bermaksud mencari perbedaan tapi kenyataan. Lihat bagaimana sekte yg menganggap vinaya boleh dirubah, dan bahkan bukan hanya peraturan2 minor sbgmn yg dikatakan Sang Buddha, malah peraturan mayor dlm vinaya jg dimodifikasi. Dan lihat seberapa bijaksana kenyataan yg ada skrg. Vinaya memang harus dijalankan secara moderat, tapi tetap berdasar pertimbangan terbaik. Dan pertimbangan terbaik yg telah diambil YM Maha Kassapa adl tdk merubah vinaya utk berusaha mempreservasi ajaran Sang Buddha seasli mungkin, hal yg tdk mungkin, tp setidaknya masih lebih baik drpd tidak berusaha. :)
Quote from: Jerry on 15 November 2009, 03:10:33 AM
Ya, memang penilaian itu sangat subjektif dan relatif berdasarkan yg melihat, tapi setidaknya kita tahu bagaimana kita sendiri terlepas anggapan si penilai. Apakah sikap rendah hati membutuhkan penilaian dr orang lain? Jika bersikap rendah hati butuh penilaian org lain, maka tentu org tsb tengah mencari penilaian positif atau pujian. Dan itu bukan sikap kerendahan hati yg sesungguhnya!
setuju sekali...
kerendahan hati yg sesungguhnya tidak memerlukan penilaian orang lain :)
ditambah lagi
tidak membutuhkan penilaian dari diri sendiri.
jadi menurut saya, yg berpikir "utk menjadi rendah hati" sebenarnya bukan rendah hati sesungguhnya. contohnya: utk duduk lebih rendah agar memiliki sikap rendah hati (agar bisa mendengarkan dhamma?). kerendahan hati sesungguhnya tidak mempermasalahkan posisi duduk saya lebih tinggi/rendah/sama. tadi justru katanya duduk diposisi rendah itu sebagai suatu kerendahan hati, itu yg saya rasa agak tidak tepat.
Quote
Terlepas dari rendah hati atau tidak, jika sesuatu yg disampaikan adalah fakta, benar, bermanfaat, pasti kita harus membenarkan hal itu. Tapi kerendahan hati adalah 1 kualitas yg jika dikembangkan akan membawa hasil yg lebih baik lagi. Bagaimana menurut Bro Tesla? Jika Bro Tesla melihat 2 orang, yg 1 menyampaikan Dhamma pd orang dan kesehariannya beliau adalah org yg rendah hati. Sedangkan yg 1 lagi menyampaikan Dhamma juga tetapi kesehariannya beliau adl orang yg tinggi hati. Kira2 bagaimana Dhamma mana yg dpt lebih diterima oleh pendengar? Yg pertama atau kedua? Dan contoh lainnya, ada 2 orang, yg 1 bersikap rendah hati dan yg 1 lagi bersikap tinggi hati dalam mempelajari ajaran dhamma seorang Guru. Menurut Bro Tesla, secara general atau rata-ratanya, manakah yg akan lebih mampu menyerap secara lebih baik dhamma yg diajarkan sang Guru?
frankly, i think:
most people only hear what they want to hear.
most people don't want to accept truth they don't like.
jadi bicara soal dhamma tidak bisa dikategorikan ke general.
orang yg ingin mendengarkan dhamma adalah orang yg mencari kebenaran.
sisanya orang lebih ingin mendengarkan penyelamatan, surga abadi, dll.
termasuk di vihara, berapa byk yg benar2 ingin mendengarkan dhamma,
brp byk yg hanya datang demi keselamatan, keberuntungan, kemakmuran, dll
Quote
Adalah jelas Sang Buddha memuji kualitas kerendahan hati dalam berbagai Sutta. Jika ini tidak perlu dikembangkan, bahwa ini menuntun pada keserakahan dan kesombongan maka tentu Sang Buddha tidak akan mengajarkan ini bukan? Selain itu, adalah 1 bentuk kebingungan spiritual, vicikiccha, sehingga kita tidak mampu membedakan antara yg bermanfaat dengan yg tidak. Banyak yg menganggap keinginan adalah tanha, keserakahan dan tidak bermanfaat karenanya harus dibuang. Mungkin, bbrp perlu dibuang pd saatnya, tetapi keinginan utk pencerahan adalah hal yg baik dan perlu dikembangkan. Demikian pula dg kesombongan, ada kesombongan yg bermanfaat dan perlu dikembangkan pd awalnya. Tapi jika Anda berkeras menganggap bahwa kerendahan hati adalah keserakahan & kesombongan dan tidak ada kaitannya dalam pembelajaran Dhamma, so be it.. Mungkin tidak ada pointnya berusaha menjelaskan lebih jauh. :)
saya setuju jika kerendahan hati yg sesungguhnya harus dikembangkan. yg tidak membutuhkan penilaian orang lain & jg penilaian dari diri sendiri bahwa: "Aku rendah hati" atau "Aku akan ber-rendah hati".
mengenai keinginan utk mencapai pencerahan (OOT), menurut saya memang juga adalah suatu tanha :) yg pada akhirnya harus ditinggalkan juga.
ilustrasinya tanha ini dipertahankan utk mengikis tanha lainnya, namun akhirnya harus ditinggalkan juga. kata Ajahn Chah, seperti ketika kita ingin beli kelapa, kita harus beli kulit/cangkangnya juga.
demikian jg ketika kita ingin mencapai pencerahan, keinginan itu sendiri harus dibawa.
yg penting adalah sadar akan tanha ini & tidak melekatinya.
Quote
Sanksi secara jelasnya saya kurang tau juga, saya sendiri masih sangsi dan tidak baik kalau saya malah memberi penjelasan yg menyesatkan. Ada baiknya kita bertanya pada yg lebih ahli soal vinaya. Cuma sekedar reminder, jangan menerapkan standar terlalu tinggi pada para bhikkhu bahwa mereka harus sesuai pengharapan kita. Mereka jg manusia biasa yg bisa salah mengambil keputusan. Agar tdk terjadi kesalahan pengambilan keputusan atau meminimalisir hal itu, maka vinaya diperlukan. Setidaknya jika mereka ragu dan mereka memutuskan utk mengikuti vinaya, mereka tidak bersalah melanggar vinaya, tdk ada keraguan dlm diri mereka dan itu kondusif bagi perkembangan batin mereka. Jika kita melihat sebaliknya, jika orang tsb memang ingin mendengarkan dhamma, kenapa mereka tidak melepaskan senjatanya? Kenapa mereka tidak melepaskan pisaunya? Ini saya bicara dlm konteks org yg ingin mendengarkan dhamma tapi ingin tetap membawa senjata. Fenomena bhikkhu dan pemegang senjata ini juga pernah dibahas dalam blognya Bhante Dhammika. ;D
kenapa mereka "belum" melepaskan senjata ketika mau mendengarkan dhamma?
krn mereka belum mengerti, makanya harus diberi pengertian yg benar. :)
boleh minta url blog Bhante Dhammika?
Terima kasih.
May all beings free from suffering _/\_
Quote from: Jerry on 15 November 2009, 03:57:37 AM
Quote from: tesla on 14 November 2009, 09:59:16 PM
... yg saya lihat tindakan Buddha pada Angulimala sangat bijaksana, sedangkan vinaya itu tidak bijaksana. :)
Simple saja, bukan bermaksud mencari perbedaan tapi kenyataan. Lihat bagaimana sekte yg menganggap vinaya boleh dirubah, dan bahkan bukan hanya peraturan2 minor sbgmn yg dikatakan Sang Buddha, malah peraturan mayor dlm vinaya jg dimodifikasi. Dan lihat seberapa bijaksana kenyataan yg ada skrg. Vinaya memang harus dijalankan secara moderat, tapi tetap berdasar pertimbangan terbaik. Dan pertimbangan terbaik yg telah diambil YM Maha Kassapa adl tdk merubah vinaya utk berusaha mempreservasi ajaran Sang Buddha seasli mungkin, hal yg tdk mungkin, tp setidaknya masih lebih baik drpd tidak berusaha. :)
maaf, saya rasa pendapat ini agak berat sebelah pada salah satu tradisi :)
tradisi lain menurut saya juga tidak lebih buruk dr tradisi sesepuh (hehe)...
Peace...
jd menurutbro tesla, bagaimana melatih "rendah hati" dan bagaimana bersikap "rendah hati" ?
bagaimana mengetahui, ini rendah hati, dan ini bukan rendah hati...
ataukah hanya dalam pikiran?
Quote from: tesla on 15 November 2009, 11:29:08 AM
setuju sekali...
kerendahan hati yg sesungguhnya tidak memerlukan penilaian orang lain :)
ditambah lagi tidak membutuhkan penilaian dari diri sendiri.
jadi menurut saya, yg berpikir "utk menjadi rendah hati" sebenarnya bukan rendah hati sesungguhnya. contohnya: utk duduk lebih rendah agar memiliki sikap rendah hati (agar bisa mendengarkan dhamma?). kerendahan hati sesungguhnya tidak mempermasalahkan posisi duduk saya lebih tinggi/rendah/sama. tadi justru katanya duduk diposisi rendah itu sebagai suatu kerendahan hati, itu yg saya rasa agak tidak tepat.
Harap ingat ajaran Sang Buddha dikenal jg sbg majjhima-patipada, ajaran jalan tengah, yg mengajarkan agar pengikutnya mengembangkan sikap proporsional yg menjembatani antara upaya pengejaran kebenaran hakiki dengan pengembangan nilai2 moral dan etika dlm masyarakat. Sikap berusaha dan berpikir utk menjadi rendah hati adl sikap yg baik dan bermanfaat utk dikembangkan, apakah itu rendah hati sesungguhnya atau tidak, tak masalah.
Quote
frankly, i think:
most people only hear what they want to hear.
most people don't want to accept truth they don't like.
jadi bicara soal dhamma tidak bisa dikategorikan ke general.
orang yg ingin mendengarkan dhamma adalah orang yg mencari kebenaran.
sisanya orang lebih ingin mendengarkan penyelamatan, surga abadi, dll.
termasuk di vihara, berapa byk yg benar2 ingin mendengarkan dhamma,
brp byk yg hanya datang demi keselamatan, keberuntungan, kemakmuran, dll
pertanyaan saya sebelumnya simple dan cukup dijawab saja secara langsung.
Quote
saya setuju jika kerendahan hati yg sesungguhnya harus dikembangkan. yg tidak membutuhkan penilaian orang lain & jg penilaian dari diri sendiri bahwa: "Aku rendah hati" atau "Aku akan ber-rendah hati".
Bahkan seorang yg rendah hati dan hidup penuh kesadaran pasti menyadari akan pemikiran dan sikapnya itu dan berusaha utk terus hidup selaras dengan hal tsb, bukan tidak menyadari. :)
Quote
mengenai keinginan utk mencapai pencerahan (OOT), menurut saya memang juga adalah suatu tanha :) yg pada akhirnya harus ditinggalkan juga.
ilustrasinya tanha ini dipertahankan utk mengikis tanha lainnya, namun akhirnya harus ditinggalkan juga. kata Ajahn Chah, seperti ketika kita ingin beli kelapa, kita harus beli kulit/cangkangnya juga.
demikian jg ketika kita ingin mencapai pencerahan, keinginan itu sendiri harus dibawa.
yg penting adalah sadar akan tanha ini & tidak melekatinya.
Ya.. Ilustrasi mengenai rakit dari Sang Guru bagi saya sudah lebih dr cukup dan jelas. Bukan oot, tapi itu utk menunjukkan bahwa apa yg dikatakan keserakahan atau keinginan dan bahkan kesombongan pun diperlukan dalam beberapa hal, tentu saja sesuai konteksnya.
Quote
kenapa mereka "belum" melepaskan senjata ketika mau mendengarkan dhamma?
krn mereka belum mengerti, makanya harus diberi pengertian yg benar. :)
boleh minta url blog Bhante Dhammika?
Terima kasih.
May all beings free from suffering _/\_
Konteks yg dikatakan dlm vinaya oleh Bro char101 kan dilarang membabarkan dhamma jika pendengarnya memegang senjata. Jika mereka mengerti dan lalu melepaskan senjata tsb, ya tentu 1 syarat yang mengondisikan aturan vinaya sebelumnya sudah tidak ada dan dengan demikian aturan vinaya terkait pelarangan itu sendiri sudah tidak berlaku kan? Vinaya itu benda mati, tapi bhikkhu itu benda hidup. Dan dalam catu-pratisarana-sutra sendiri dikatakan:
"Empat ketergantungan: yaitu, ketergantungan pada Dhamma tidak (hanya) bergantung pada orang; ketergantungan pada makna tidak (hanya) mengandalkan pada ungkapan; ketergantungan pada sutta yang artinya sudah ditarik keluar tidak (hanya) [eksplisit] bergantung pada sutta-sutta yang artinya masih harus ditarik keluar (ditafsirkan) [implisit]; ketergantungan pada pengetahuan yang lebih tinggi tidak (hanya) mengandalkan pada (intelektual) diskriminasi."
Quote from: tesla on 15 November 2009, 11:34:52 AM
maaf, saya rasa pendapat ini agak berat sebelah pada salah satu tradisi :)
tradisi lain menurut saya juga tidak lebih buruk dr tradisi sesepuh (hehe)...
Peace...
Ilustrasinya kalau saya katakan gajah afrika lebih besar dari gajah asia apakah itu berat sebelah? Ada beberapa hal yg kenyataan, ada beberapa hal yg dikaburkan pikiran oleh karena penilaian memihak. Mengetahui dan membedakan ke-2nya adl hal yg mutlak perlu. Saya hanya berbicara dari segi upaya preservasi kemurnian vinaya saja, terlepas dr fakta adanya pelanggaran vinaya dlm bbrp sekolah tradisi sesepuh tsb. Dan sebaliknya, kabar menggembirakan mengenai adanya usaha dr bbrp sekolah utk meluruskan kembali vinaya dlm tradisi sesepuh tsb. Berbeda lagi dengan tradisi saur sepuh, yg semakin hari semakin banyak ditemukan modifikasi atas vinaya. Silakan diamati secara objektif.
mettacittena
_/\_
Quote from: The Ronald on 15 November 2009, 01:59:53 PM
jd menurutbro tesla, bagaimana melatih "rendah hati" dan bagaimana bersikap "rendah hati" ?
bagaimana mengetahui, ini rendah hati, dan ini bukan rendah hati...
ataukah hanya dalam pikiran?
imo, berhenti membanding2kan mana yg lebih tinggi/rendah/sama dalam konteks status.
Quote from: Jerry on 15 November 2009, 04:29:34 PM
Harap ingat ajaran Sang Buddha dikenal jg sbg majjhima-patipada, ajaran jalan tengah, yg mengajarkan agar pengikutnya mengembangkan sikap proporsional yg menjembatani antara upaya pengejaran kebenaran hakiki dengan pengembangan nilai2 moral dan etika dlm masyarakat. Sikap berusaha dan berpikir utk menjadi rendah hati adl sikap yg baik dan bermanfaat utk dikembangkan, apakah itu rendah hati sesungguhnya atau tidak, tak masalah.
setuju, jika memang tujuannya adalah agar lebih diterima dalam kehidupan sosial... :|
Quote
pertanyaan saya sebelumnya simple dan cukup dijawab saja secara langsung.
saya telah menjawab berdasarkan motif anda bertanya.
jika ingin lebih diterima, maka yg dalam dhamma desana bicarakan saja apa yg ingin didengar orang2, seperti penyelamatan instan :) cukup percaya, maka beres... cukup bakar namamu di secarik kertas udah terdaftar di surga... ;D
itu solusi yg lebih baik jika motifnya memang ingin lebih diterima.
solusi itu tentu tidak berlaku utk dhamma sbg ajaran kebenaran.
sejak semula memang kita diundang utk melihat fakta, walaupun itu tidak menyenangkan.
tentang dukkha dan berakhirnya dukkha... ini yg diajarkan Sang Buddha.
Quote
Ilustrasinya kalau saya katakan gajah afrika lebih besar dari gajah asia apakah itu berat sebelah? Ada beberapa hal yg kenyataan, ada beberapa hal yg dikaburkan pikiran oleh karena penilaian memihak. Mengetahui dan membedakan ke-2nya adl hal yg mutlak perlu.
tidak memihak/memihak itupun suatu subjektivitas.
bagi umat yg di tradisi seberang, mereka dapat melihat kebijaksanaan senior mereka dalam dhamma yg tidak terlihat dari tradisi ini. demikian juga sebaliknya :)
Quote from: tesla on 15 November 2009, 05:05:48 PM
setuju, jika memang tujuannya adalah agar lebih diterima dalam kehidupan sosial... :|
Inilah ajaran utk menuju vijjacaranasampanno.. Bukan sekedar sempurna dalam pengetahuan mengabaikan tindak-tanduk atau sebaliknya sempurna dalam tindak-tanduk saja mengabaikan pengetahuan. Dhamma sbg sarana penyempurnaan vijja dan vinaya sbg sarana penyempurnaan cara. ;)
Quote
saya telah menjawab berdasarkan motif anda bertanya.
jika ingin lebih diterima, maka yg dalam dhamma desana bicarakan saja apa yg ingin didengar orang2, seperti penyelamatan instan :) cukup percaya, maka beres... cukup bakar namamu di secarik kertas udah terdaftar di surga... ;D
itu solusi yg lebih baik jika motifnya memang ingin lebih diterima.
solusi itu tentu tidak berlaku utk dhamma sbg ajaran kebenaran.
sejak semula memang kita diundang utk melihat fakta, walaupun itu tidak menyenangkan.
tentang dukkha dan berakhirnya dukkha... ini yg diajarkan Sang Buddha.
Begitu? Tapi IMO tidak mengena pada point yg saya tanyakan? Semoga Bro Tesla hanya menjawab sesuai konteks yg saya tanyakan saja, yaitu kerendahan hati dan kaitannya dengan dhamma-vinaya tok. Saya ulangi bertanya, bagaimana menurut Bro Tesla? Jika ada 2 orang, yg 1 berdhammadesana pd orang dan kesehariannya beliau adalah org yg rendah hati. Sedangkan yg 1 lagi berdhammadesana juga tetapi kesehariannya beliau adl orang yg tinggi hati. Kira2 dhamma mana yg dpt lebih diterima oleh pendengar? Yg pertama atau kedua?
Dan contoh lainnya saya modifikasi agar dapat lebih dipahami, sesuai yg kita bahas: kerendahan hati dan kaitan dengan dhamma-vinaya. Ada 2 kelompok bhikkhu pemula, kelompok yg 1 bersikap rendah hati saat mendengar dhammadesana dan duduk teratur dalam posisi lebih rendah sesuai vinaya, sedangkan kelompok 2 saat mendengar dhammadesana, dengan alasan sang guru-lah yg perlu melatih kerendahan hati saat berdhammadesana merasa tidak perlu duduk dalam posisi lebih rendah, jadi mereka memosisikan diri dalam posisi semau-gue, ada yg berdiri sambil menyilangkan tangan, ada yg berkacak pinggang, ada yg berlutut, ada yg berbaring ditopang 1 tangan, ada yg jongkok, ada yg bersandar di dinding dan tentu ada yg duduk dlm posisi lebih tinggi. Menurut Bro Tesla, secara rata-ratanya, manakah yg akan lebih mengondisikan dalam penyerapan ajaran sang guru secara lebih baik?
Tentang quote "Hanya ini yg diajarkan oleh Sang Buddha: awal dukkha dan lenyapnya dukkha". Saya tidak dapat lebih setuju lagi, memang jika disarikan secara singkat itulah inti ajaran Sang Buddha. Bagaimana menurut Bro Tesla? Adakah Sang Buddha dalam mengajarkan awal dan lenyapnya dukkha ini selalu mengajarkan dhamma dengan mengabaikan kondisi pendengar dan tidak menghiraukan aturan norma yg berlaku?
Quote
tidak memihak/memihak itupun suatu subjektivitas.
bagi umat yg di tradisi seberang, mereka dapat melihat kebijaksanaan senior mereka dalam dhamma yg tidak terlihat dari tradisi ini. demikian juga sebaliknya :)
Saya hanya bisa menyarankan [meski saya mungkin tidak berhak utk itu] untuk tidak memukul rata, menihilkan dan bersikap idealis. Utk yg underline, lagi saya ingatkan, saya bicara soal vinaya dan modifikasi thdp vinaya antara tradisi sesepuh dan tradisi saur sepuh. Itu saja, tidak lebih.
Mettacittena
_/\_
Quote from: tesla on 15 November 2009, 04:43:52 PM
Quote from: The Ronald on 15 November 2009, 01:59:53 PM
jd menurutbro tesla, bagaimana melatih "rendah hati" dan bagaimana bersikap "rendah hati" ?
bagaimana mengetahui, ini rendah hati, dan ini bukan rendah hati...
ataukah hanya dalam pikiran?
imo, berhenti membanding2kan mana yg lebih tinggi/rendah/sama dalam konteks status.
berarti cuma pikiran?? dalam bersikap gimana?
apakah menurut anda, tak ada yg patut di hormati, karena sebenarnya kita semua tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah, dan tidak juga sama?
Quote from: tesla on 14 November 2009, 05:48:25 PM
sudah saya ilustrasikan sebelumnya, bahwa dosen yg mengajar dapat berada di posisi paling dasar, sedangkan mahasiswa yg mendengar dapat berada diposisi lebih tinggi duduk berjenjang seperti susunan anak tangga. siapa yg berpikir "aku lebih rendah", "aku lebih tinggi", atau "aku sama tinggi/rendah", disitulah ego. dan ketika itulah dhamma tidak didengarkan dg baik. sebaliknya jika tidak ada ego, maka perihal aku lebih tinggi/rendah tidak akan dipersoalkan.
dalam arsitektur tempat classic, memang selalu pembicara berada di posisi lebih tinggi. mis: upacara agama, pidato, konser, dll.
dalamm arsitektur yg lebih pintar, pusat acara akan berada di tengah dan berada di posisi paling rendah, sedangkan penonton/pendengar berada di posisi lebih tinggi berbentuk seperti susunan anak tangga. mis: kelas pendidikan tertentu, bioskop, stadion sepak bola.
saya dapat membayangkan akan lebih mudah didengar dan dilihat, seorang bhante yg berceramah dalam arsitektur kedua.
dan saya membayangkan akan sangat susah sekali melihat pertandingan sepakbola dari arsitektur pertama :)
Oh, kalau hal itu, saya rasa hanya masalah tradisi yang berlaku di tempat tertentu saja. Sama seperti menunjukkan bahu kanan saja, mengapa bukan bahu kiri? Apakah dhamma mengajarkan diskriminasi orang kidal atau memupuk ego orang tidak kidal? Kembali lagi, menurut saya, itu bukanlah sesuatu yang harus mati-matian dipertahankan. Ingat kisah Buddha mengajar Uggasena si pemain sirkus yang naik galah jauh lebih tinggi di atas? Itu sudah contoh nyata bahwa dhamma dihormati atau tidak, bukan tergantung pada posisi pembabar atau pendengar.
Walaupun kita mengerti demikian, ada baiknya juga kita menghargai suatu tradisi atau kebiasaan. Seperti saya pernah tulis mengenai orang bersin yang "diberkati" panjang umur, Buddha pun memberikan izin bagi bhikkhu membalas "berkat" itu, dengan catatan, terlebih dahulu ia harus punya pandangan benar tentang "bersin" dan "berkat" itu sendiri.
Quote from: Jerry on 15 November 2009, 06:26:51 PM
Begitu? Tapi IMO tidak mengena pada point yg saya tanyakan? Semoga Bro Tesla hanya menjawab sesuai konteks yg saya tanyakan saja, yaitu kerendahan hati dan kaitannya dengan dhamma-vinaya tok. Saya ulangi bertanya, bagaimana menurut Bro Tesla? Jika ada 2 orang, yg 1 berdhammadesana pd orang dan kesehariannya beliau adalah org yg rendah hati. Sedangkan yg 1 lagi berdhammadesana juga tetapi kesehariannya beliau adl orang yg tinggi hati.
rendah hati menurut siapa? tinggi hati menurut siapa?
kalau sebagai pendengar kita menilai pembicaranya rendah hati tentu saja kita akan lebih mendengarkannya. namun kembali lagi itu semua pun hanya penilaian kita bahwa "dia rendah hati".
Quote
Dan contoh lainnya saya modifikasi agar dapat lebih dipahami, sesuai yg kita bahas: kerendahan hati dan kaitan dengan dhamma-vinaya. Ada 2 kelompok bhikkhu pemula, kelompok yg 1 bersikap rendah hati saat mendengar dhammadesana dan duduk teratur dalam posisi lebih rendah sesuai vinaya, sedangkan kelompok 2 saat mendengar dhammadesana, dengan alasan sang guru-lah yg perlu melatih kerendahan hati saat berdhammadesana merasa tidak perlu duduk dalam posisi lebih rendah, jadi mereka memosisikan diri dalam posisi semau-gue, ada yg berdiri sambil menyilangkan tangan, ada yg berkacak pinggang, ada yg berlutut, ada yg berbaring ditopang 1 tangan, ada yg jongkok, ada yg bersandar di dinding dan tentu ada yg duduk dlm posisi lebih tinggi. Menurut Bro Tesla, secara rata-ratanya, manakah yg akan lebih mengondisikan dalam penyerapan ajaran sang guru secara lebih baik?
sebelum terlalu jauh, sebaliknya balik lagi... hanya masalah ketinggian posisi duduk.
apakah posisi duduk menandakan tinggi/rendah hati seseorang?
dapatkah terlihat ini hanya sebuah subjektivifas?
Quote
Tentang quote "Hanya ini yg diajarkan oleh Sang Buddha: awal dukkha dan lenyapnya dukkha". Saya tidak dapat lebih setuju lagi, memang jika disarikan secara singkat itulah inti ajaran Sang Buddha. Bagaimana menurut Bro Tesla? Adakah Sang Buddha dalam mengajarkan awal dan lenyapnya dukkha ini selalu mengajarkan dhamma dengan mengabaikan kondisi pendengar dan tidak menghiraukan aturan norma yg berlaku?
psssst... tadi keknya saya ga pake kata "hanya"...
Quote
Saya hanya bisa menyarankan [meski saya mungkin tidak berhak utk itu] untuk tidak memukul rata, menihilkan dan bersikap idealis. Utk yg underline, lagi saya ingatkan, saya bicara soal vinaya dan modifikasi thdp vinaya antara tradisi sesepuh dan tradisi saur sepuh. Itu saja, tidak lebih.
yah saya pun bicara soal vinaya & perubahan pada vinaya,
bagi saya, dalam bahasa sehari2, mempertahankan vinaya "tidak lebih baik" dari memodifikasinya.
Mettacittena
Quote from: The Ronald on 15 November 2009, 06:35:20 PM
berarti cuma pikiran?? dalam bersikap gimana?
kalau pikiran sudah tidak membanding2kan/membeda2kan orang/individu lain. sikapnya juga otomatis akan selaras & tidak ada konflik dg orang/individu lain.
Quote
apakah menurut anda, tak ada yg patut di hormati, karena sebenarnya kita semua tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah, dan tidak juga sama?
ketika berpikir ada yg patut dihormati, artinya ada jg yg tidak patut dihormati.
menurut saya pikiran demikian justru menghasilkan perpecahan saja.
makanya sejak semula saya bertanya,
"untuk apa" kita menghormati?
apa tujuan anda menghormati seseorang?
apa motifnya?
Quote from: Kainyn_Kutho on 16 November 2009, 10:06:07 AM
Walaupun kita mengerti demikian, ada baiknya juga kita menghargai suatu tradisi atau kebiasaan. Seperti saya pernah tulis mengenai orang bersin yang "diberkati" panjang umur, Buddha pun memberikan izin bagi bhikkhu membalas "berkat" itu, dengan catatan, terlebih dahulu ia harus punya pandangan benar tentang "bersin" dan "berkat" itu sendiri.
setuju...
disini saya hanya memberi suatu opini agar memandang posisi duduk sebagai suatu yg netral.
bukan agar besok sangha duduk di bawah saja :)
Quote from: tesla on 16 November 2009, 11:43:25 AM
rendah hati menurut siapa? tinggi hati menurut siapa?
kalau sebagai pendengar kita menilai pembicaranya rendah hati tentu saja kita akan lebih mendengarkannya. namun kembali lagi itu semua pun hanya penilaian kita bahwa "dia rendah hati".
ngga masalah, percaya saja pada penilaian hati nurani kita. :D
Quote
sebelum terlalu jauh, sebaliknya balik lagi... hanya masalah ketinggian posisi duduk.
apakah posisi duduk menandakan tinggi/rendah hati seseorang?
dapatkah terlihat ini hanya sebuah subjektivifas?
Ketinggian tempat duduk mungkin tidak, tapi posisi duduk bisa saja menentukan tinggi/rendah hatinya seseorang. Subjektif pun gpp sepanjang itu hal yg baik, benar dan bermanfaat, memang Sang Buddha mengajarkan kita utk bersikap subjektif koq. ;) Sikap objektif dalam tataran puthujjana hanya sebuah angan2 belaka.
Quote
psssst... tadi keknya saya ga pake kata "hanya"...
Ok, nevermind. :)
Quote
yah saya pun bicara soal vinaya & perubahan pada vinaya,
bagi saya, dalam bahasa sehari2, mempertahankan vinaya "tidak lebih baik" dari memodifikasinya.
Mettacittena
Saya pikir mempertahankan lebih baik. :)
Mettacittena
Quote from: tesla on 16 November 2009, 11:49:17 AM
Quote from: The Ronald on 15 November 2009, 06:35:20 PM
berarti cuma pikiran?? dalam bersikap gimana?
kalau pikiran sudah tidak membanding2kan/membeda2kan orang/individu lain. sikapnya juga otomatis akan selaras & tidak ada konflik dg orang/individu lain.
Quote
apakah menurut anda, tak ada yg patut di hormati, karena sebenarnya kita semua tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah, dan tidak juga sama?
ketika berpikir ada yg patut dihormati, artinya ada jg yg tidak patut dihormati.
menurut saya pikiran demikian justru menghasilkan perpecahan saja.
makanya sejak semula saya bertanya,
"untuk apa" kita menghormati?
apa tujuan anda menghormati seseorang?
apa motifnya?
menurutku ada ada kesalahan deh, semoga aku salah, agak melenceng dari jalan tengah
dgn pola pikir yang sama... bila di kebangkan, maka :
1.membunuh itu tidak salah
karena tidak ada yg di bunuh, semua ini cuma ilusi, semua tampa "aku", maka perbuatan membunuh juga hasil presepsi, sebenarnya gak ada yg namanya membunuh
2. mencuri juga tidak salah
karena semua adalah tampa aku, tak ada aku yg kekal, tak ada kepemilikan, itu bukan miliknya, itu juga bukan milik ku, jd manakah yg di sebut mencuri?
itu hasil pengembangan dari apa yg bro bicarakan
semua hanya permainan pikiran tampa adanya sila
motif menghormati seseorang sebenar simple, biar manusia dapat membedakan mana yg baik mana yg buruk, mana yg patut mana yg tidak patut di lakukan, jika penjahat dan buddha di perlakukan sama, maka.. apa manfaat yg di peroleh secara langsung oleh org yg menjalani kehidupan suci? <-- kurasa ajjatasatu sempat menanyakannya
aku tambahkan, apa manfaat secara langsung yg di dapatkan jika seseorang melatih silanya?
jika semua diperlakukan sama, maka org cenderung akan mengikuti pemuasan napsu indra
yah dgn demikian, Dhamma asli akan lenyap, yg berkembang hanyalah Dhamma palsu
selanjutnya sampai yg palsu pun tidak ada..
back lagi ke sikap rendah hati dan menghormati
dgn berpikir semua sama, maka tidak ada yg lebih buruk , tidak ada yg lebih baik, apakah org akan membutuhkan Dhamma?
landasannya sudah tidak ada.
apa itu sikap rendah hati? ternyata permainan pikiran, cara berbuatnya jika bertemu seseorang gimana? tidak terjawab... tidak memiliki landasan untuk perbuatan, hanya di sebutkan agar tidak membedakan, apakah harus diam? menyapa? cuek? ataukah org itu cuma ilusi, mungkin saja tidak ada... tampa landasan, maka rendah hati itu cuma pikiran doank
Quote from: The Ronald on 16 November 2009, 09:26:08 PM
menurutku ada ada kesalahan deh, semoga aku salah, agak melenceng dari jalan tengah
dgn pola pikir yang sama... bila di kebangkan, maka :
1.membunuh itu tidak salah
karena tidak ada yg di bunuh, semua ini cuma ilusi, semua tampa "aku", maka perbuatan membunuh juga hasil presepsi
2. mencuri juga tidak salah
karena semua adalah tampa aku, tak ada aku yg kekal, tak ada kepemilikan, ik\tu bukan miliknya, itu juga bukan milik ku, jd manakah yg di sebut mencuri?
"membunuh", "mencuri", "menghormati" adalah suatu tindakan (aktif) yg diawali dari niat.
jika ada tindakan, maka telusurilah niat dari tindakan tsb.
sedangkan tidak menghormati yg saya maksudkan bukan artinya tindakan aktif mencela seseorang, melainkan hanya absennya pikiran/rasa hormat. kita dapat hidup berdampingan dg semut, burung, nyamuk, pasir, awan, batu, bahkan manusia lain tanpa perlu pikiran/rasa hormat thd itu semua.
mengenai semua adalah "tanpa aku", saya tidak berpendapat demikian. bagi saya "aku" ada. selagi seseorang masih melekat, "aku" ada, bukan ilusi. hanya arahat yg sudah tanpa-aku. :)
Quote
itu hasil pengembangan dari apa yg bro bicarakan
semua hanya permainan pikiran tampa adanya sila
sekali lagi, saya tidak berbicara tanpa sila. yg saya bicarakan memang permainan pikiran "yg tidak bermanfaat". bagi saya memilah2 mana yg tidak patut dihormati & mana yg patut dihormati adalah tidak bermanfaat.
Quote
motif menghormati seseorang sebenar simple, biar manusia dapat membedakan mana yg baik mana yg buruk, mana yg patut mana yg tidak patut di lakukan, jika penjahat dan buddha di perlakukan sama, maka.. apa manfaat yg di peroleh secara langsung oleh org yg menjalani kehidupan suci?
jika penjahat diperlakukan layak seperti seorang manusia atau buddha, bagaimana manfaat kehidupan suci bisa hilang? maaf saya tidak mengerti...
IMO, bahkan seorang berstatus penjahat pun dapat menjadi Buddha.
ketika pikiran menilai & ketika kita bertemu dgnnya, penjahat dulu itu mungkin sudah menjadi Buddha, melekati pikiran tidak menghormati penjahat tsb hanya mengakibatkan tidak menghormati Buddha pula :)
kita (putthujana ataupun mungkin sekha) belum tentu punya kapasitas utk mengetahui apa seseorang telah tercerahkan atau tidak, namun hanya punya kecenderungan bergantung pada masa lalu (ingatan, pengalaman thd orang itu) utk menilai seseorang :)
Quote
aku tambahkan, apa manfaat secara langsung yg di dapatkan jika seseorang melatih silanya?
jawaban ini diulang2 di byk sutta terutama DN bagian awal :)
maaf saya tidak hafal isi tipitaka secara tepat & tidak perlu dipost lagi krn bisa dibaca di website ini.
Quote
jika semua diperlakukan sama, maka org cenderung akan mengikuti pemuasan napsu indra
yah dgn demikian, Dhamma asli akan lenyap, yg berkembang hanyalah Dhamma palsu
selanjuatnya sampai yg palsu pun tidak ada..
maaf, saya tidak sependapat. tuduhan ini persis seperti tuduhan umat lain yg mengatakan jika tidak ada meyakini Tuhan yg akan membalas segala sesuatu perbuatannya, maka manusia akan jahat semua, krn tidak ada gunanya berbuat baik. menurut saya, tanpa diadili oleh lingkungannya bahwa jika ia jahat maka direndahkan, dan sebaliknya, seseorang akan mulai meninggalkan pemuasan indrawi ketika ia melihat bahwa kebahagiaan yg dihasilkan dari situ bersifat sementara & ketika kebahagiaan itu pergi yg datang adalah pendderitaan.
hmm.. miss komunikasi, btw saya tanya dulu apa itu rasa hormat? apa itu rendah hati?
dgn posisi bro tesla, mengamati org lain
bagaimana bro tesla bisa bilang, oh dia tidak hormat, oh dia hormat, oh dia rendah hati, oh dia tinggi hati, oh dia telah menghilangkan "hormat"
knp aku bilang tampa sila? soalnya gini
bagaimana anda menghadapi seseorg dengan pemikiran tidak tinggi/tidak rendah/ dan juga tidak sama ? yg dijawab bro tesla sekedar bentuk2 pikiran, tp tidak di ikuti oleh tindakan (Sila), makanya aku bilang tampa sila. pikiran itu bermanfaat jika ada sila yg mendukung, berpikir saja tidak cukup, contoh saya tau membunuh tidak baik, lantas saya membunuh...
betul seorang penjahat bisa menjadi Arahat, tp bukan itu yg saya maksudkan, jd anda memperlakukan penjahat sama seperti Buddha?
apakah anda tau manfaat dari kehidupan suci di saat ini dan sekarang?
Quote# "Sekarang, bagaimana pendapatmu, O Baginda. Seandainya di antara orang-orang yang tinggal dalam kerajaanmu ada seorang budak yang bekerja untukmu, bangun sebelummu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu, berusaha membuat ucapan dan kelakuannya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Kemudian ia berpikir : 'Sungguh mengagumkan dan luar biasa tumbuhnya amal ibadah (punna) ini, akibat dari amal-ibadah ini! Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha ini adalah seorang manusia, dan aku juga manusia. Tetapi, Raja Ajatasattu hidup dalam kenikmatan, dikaruniai dengan lima macam kesenangan indria seperti gambarannya seorang dewa; sedang aku sendiri adalah seorang budak, bekerja untuknya, bangun sebelumnya dan istirahat setelahnya, gembira untuk melaksanakan perintahnya, berusaha membuat ucapan dan kelakuanku menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Seandainya aku seperti dirinya, maka aku juga dapat memperoleh amal-ibadah. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai petapa (pabbaja) ?'
Beberapa waktu kemudian ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai petapa. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi.
Kemudian seandainya orang-orangmu berkata demikian: 'Semoga hal ini berkenan di hati Baginda. Tahukah Baginda bahwa seseorang yang dahulunya sebagai budakmu, yang bekerja untukmu, bangun sebelummu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu, berusaha membuat ucapan dan perbuatannya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti; sekarang ia telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat- tempat sunyi ?'
Dan selanjutnya apakah kau akan berkata: 'Suruh orang itu kembali, biar ia menjadi budak lagi dan kembali bekerja untukmu.'
# "Tidak, Bhante. Bahkan sebaliknya kita harus memberikan sembah dan menyambutnya dengan berdiri dari tempat duduk atas dasar rasa hormat terhadap dirinya serta mempersilahkan ia duduk. Kita harus menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup petapa, yaitu : jubah, mangkuk, tempat tinggal dan obat-obatan untuk orang sakit memohon agar ia menerimanya. Kita harus memberikan penjagaan, pengawasan dan perlindungan hukum kepadanya."
"Dan bagaimana pendapatmu, O baginda. Apakah ada atau tidak faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"
"Sesungguhnya, Bhante, ada faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini."
"Bila demikian, O Baginda, inilah yang Ku-katakan sebagai faedah nyata yang pertama dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini."
yg aku blod, jika penjahat dipelakukan sama, maka kederungan org akan menjadi penjahat dgn mendapat tunjangan
anda berkata, membunuh, mencuri, dan mengohormati karena atas dasar niat , saya setuju
tp sisi lain, tidak membunuh, tidak mencuri juga berasal dari niat
dan tidak menghormati juga berasal dari niat
karena dari situ akan ada tindakan yg dibuat dan tindakan yg tidak dibuat
Quotemaaf, saya tidak sependapat. tuduhan ini persis seperti tuduhan umat lain yg mengatakan jika tidak ada meyakini Tuhan yg akan membalas segala sesuatu perbuatannya, maka manusia akan jahat semua, krn tidak ada gunanya berbuat baik. menurut saya, tanpa diadili oleh lingkungannya bahwa jika ia jahat maka direndahkan, dan sebaliknya, seseorang akan mulai meninggalkan pemuasan indrawi ketika ia melihat bahwa kebahagiaan yg dihasilkan dari situ bersifat sementara & ketika kebahagiaan itu pergi yg datang adalah pendderitaan.
kok perasaaan ku beda yah?
ada banyak manusia di dunia, dgn pola pikir berbeda2, yg ada maksudkan cuma segelintir manusia yg bisa menyadarinya, tp akan timbul lebih banyak perbuatan buruk, akhirnya akan lebih banyak org yg berbuat salah, dan terus salah, dari pada org yg berbuat salah kemudian menyadarinya, sampai titik tertentu baru manusia bisa kembali menjadi baik, tp titik itu mungkin butuh ber-ribu2 tahun.
untuk manusia jaman sekrg, jika ada kejahatan timbul, dan dia di perkenankan untuk membalas, maka dia akan membalas, membalas nya bukan draw, tp membalasnya dgn memperhitungkan perbuatan org tsb +sakit hati yg di dapatkan, kemudian timbul effeck berantai
dan kurasa tidak bijak, untuk membentuk satu org yg mengerti akan dukkha, mengorbankan banyak org untuk berbuat kejahatan/asusila
dan juga, org yg bisa berpikir ttg dukha, setelah berbuat kejahatan, sebenarnya, org itu termasuk yg memiliki "sedikit debu dimatanya" , kenapa tidak langsung mengajarkannya dgn sila selagi dini? mengajarkannya mana yg baik mana yg tidak baik, mana yg bermanfaat mana yg tidak
justru saya tidak melihat adanya manfaat dari sikap "tidak menghormati", selain gagal dalam penerapan di lapangan, saya juga tidak mampu melihat ada kebijaksanaan dalam perbuatan tsb, mohon diberitahu
ttg effect berantai yg td saya bicarakan...
mungkin anda pernah membaca ttg CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA, disana cukup menjelaskan ttg effect berantai ini
dan menjelaskan ttg kegagalan dalam derma, serta kegagalan dalam memperlakukan seseorg, dimana seorang pencuri mendapatkan rasa hormat dari sang raja, bahkan di beri uang, dan berakibat org2 mulai banyak mencuri, dan kegagalan dalam menganalisa situasi, dan timbal baliknya..
ttg CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA, jika anda membaca dgn cermat...
saat manusia mulai baik, sila pertama yg di jalankannya adalah tidak membunuh
yg meningkatkan masa hidup manusia sampai dgn 10 tahun.. selanjutnya
"Para bhikkhu, hal-hal seperti ini akan terjadi pada orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 20 tahun: 'Sekarang, karena kita mengikuti dan melaksanakan kebajikan maka batas usia kehidupan dan kecantikan kita bertambah. Marilah kita meningkatkan kebajikan kita. Marilah kita berusaha untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan, kita berusaha untuk tidak berzinah, kita berusaha untuk tidak berdusta, kita berusaha untuk tidak memfitnah, kita berusaha untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar, kita berusaha untuk tidak membual, kita berusaha untuk tidak serakah, kita berusaha untuk tidak membenci, kita berusaha untuk tidak berpandangan sesat, kita berusaha untuk tidak melakukan tiga hal berikut, yaitu: tidak bersetubuh dengan keluarga sendiri, tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu. Marilah kita berbakti kepada orang tua kita, kita menghormati para samana dan pertapa serta kita patuh kepada pemimpin masyarakat. Marilah kita selalu melaksanakan kebajikan-kebajikan ini.'
Demikianlah mereka akan selalu melaksanakan kebajikan: tidak mengambil apa yang tidak diberikan... berbakti kepada ke dua orang tua, menghormat para samana dan pertapa serta patuh kepada pemimpin masyarakat. Karena mereka melaksanakan kebajikan-kebajikan itu, maka batas usia kehidupan anak-anak dan kecantikan manusia bertambah, sehingga mereka yang batas usia kehidupan hanya 20 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 40 tahun."
semoga uraian saya bermanfaat
Quotesedangkan tidak menghormati yg saya maksudkan bukan artinya tindakan aktif mencela seseorang, melainkan hanya absennya pikiran/rasa hormat. kita dapat hidup berdampingan dg semut, burung, nyamuk, pasir, awan, batu, bahkan manusia lain tanpa perlu pikiran/rasa hormat thd itu semua.
mungkin bahasa bekennya yaitu tidak peduli, alias lu lu, gue gue, lu jual gue beli .. mungkin yah
klo org2 penganut jaran Buddha berpikiran seperti itu, maka tidak ada persembahan makanan kepada Bhikhu, alhasil Bhikhu harus bekerja untuk mendapat makanan,salah satu caranya dgn menjual Ajaran mungkin dgn Persepul**** atau yg lain.
Quote from: tesla on 16 November 2009, 11:56:08 AM
setuju...
disini saya hanya memberi suatu opini agar memandang posisi duduk sebagai suatu yg netral.
bukan agar besok sangha duduk di bawah saja :)
Ya, saya tahu. Saya juga menulis itu agar tidak dipikir menuntut Sangha menunjukkan pundak kiri. :)
Quote from: tesla on 15 November 2009, 04:43:52 PM
imo, berhenti membanding2kan mana yg lebih tinggi/rendah/sama dalam konteks status.
Ini saya setengah setuju. Memang betul kadang pikiran membeda-bedakan berdasarkan sesuatu yang tidak ada. Misalnya hanya karena seseorang ahli bahasa yang digunakan dalam agama tertentu, memakai atribut keagamaan, maka kita lihat dia sebagai orang yang mulia dan semua yang dikatakan akan dianggap lebih benar tanpa menyelidiki lebih jauh. Pikiran seperti ini yang perlu dibuang.
Tetapi kadang kita juga tidak peka dan mengabaikan perbedaan kualitas yang sebetulnya ada secara nyata. Bahkan Buddha pun hanya menganjurkan stupa untuk 4 macam orang, karena memang ada perbedaan yang terjadi ketika kita mengenang orang yang mulia dan kualitasnya.
Di thread sebelah ada disinggung tentang melihat semua mahluk sebagai "calon Buddha" juga sulit menemukan orang yang belum pernah menjadi ibu kita, maka orang-orang tertentu selalu melihat semua orang lain sebagai "calon Buddha" atau pun "ibu"-nya. Semua dipukul rata. Walaupun tidak bisa dikatakan ini salah, tapi saya kurang setuju karena sikap begini mengabaikan perbedaan kualitas yang nyata. Sikap yang mungkin akan sangat disanjung penganut paham "akiriya" (tanpa perbuatan).
kemulian hidup bk dgn berbuat baik,kekotoran bkn hanya dgn berbuat jahat.
berdirilah diantara baik dan buruk maka kau akan mengenal inti dhamma sesungguhnya
Quote from: Asiong on 12 November 2009, 01:41:42 PM
numpang nanya!.apakah kalau kita mengadakan puja bakti divihara diharuskan untuk duduk bersila ?
Bagaimana kalau duduk menggunakan kursi.Apakah boleh.?????
sebabnya banyak umat yang merasa kakinya sakit bila berlama lama duduk bersila !!!!. ^-^
kalau anda masih muda dan bisa tahan,ya belajar tata cara Buddhist.
untuk yang udah mulai menginjak usia dikarenakan tubuh juga tidak sanggup lagi ya silahkan pake kursi.yang penting kita tetap berada di dalam jalan tengah,tidak mencari derita dan tidak melekat pada kesenangan
Quote from: The Ronald on 16 November 2009, 10:58:34 PM
anda berkata, membunuh, mencuri, dan mengohormati karena atas dasar niat , saya setuju
tp sisi lain, tidak membunuh, tidak mencuri juga berasal dari niat
dan tidak menghormati juga berasal dari niat
karena dari situ akan ada tindakan yg dibuat dan tindakan yg tidak dibuat
makanya omongan kita sudah tidak nyambung :)
anda mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari niat utk tidak menghormati,
sedangkan saya mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari hilangnya niat menghormati.
ada perbedaannya dan selama anda tidak tahu perbedaannya, percuma lagi diteruskan.
Quote from: Kainyn_Kutho on 17 November 2009, 09:52:02 AM
Quote from: tesla on 15 November 2009, 04:43:52 PM
imo, berhenti membanding2kan mana yg lebih tinggi/rendah/sama dalam konteks status.
Ini saya setengah setuju. Memang betul kadang pikiran membeda-bedakan berdasarkan sesuatu yang tidak ada. Misalnya hanya karena seseorang ahli bahasa yang digunakan dalam agama tertentu, memakai atribut keagamaan, maka kita lihat dia sebagai orang yang mulia dan semua yang dikatakan akan dianggap lebih benar tanpa menyelidiki lebih jauh. Pikiran seperti ini yang perlu dibuang.
Tetapi kadang kita juga tidak peka dan mengabaikan perbedaan kualitas yang sebetulnya ada secara nyata. Bahkan Buddha pun hanya menganjurkan stupa untuk 4 macam orang, karena memang ada perbedaan yang terjadi ketika kita mengenang orang yang mulia dan kualitasnya.
benar, tepat seperti yg saya maksudkan.
ada hal yg terukur (realistis) & ada yg hanya berupa sebuah pandangan.
yg harus disadari adalah ketika pikiran mulai memetakan berdasarkan suatu pandangan.
dan hati2, tingkat kesucian bagi putthujana bukanlah sesuatu yg terukur. :)
Quote
Di thread sebelah ada disinggung tentang melihat semua mahluk sebagai "calon Buddha" juga sulit menemukan orang yang belum pernah menjadi ibu kita, maka orang-orang tertentu selalu melihat semua orang lain sebagai "calon Buddha" atau pun "ibu"-nya. Semua dipukul rata. Walaupun tidak bisa dikatakan ini salah, tapi saya kurang setuju karena sikap begini mengabaikan perbedaan kualitas yang nyata. Sikap yang mungkin akan sangat disanjung penganut paham "akiriya" (tanpa perbuatan).
dalam hal tingkat kesucian, preferensi saya adalah tidak memberi penilaian (karena tidak mampu).
Quote from: tesla on 20 November 2009, 09:58:46 PM
Quote from: The Ronald on 16 November 2009, 10:58:34 PM
anda berkata, membunuh, mencuri, dan mengohormati karena atas dasar niat , saya setuju
tp sisi lain, tidak membunuh, tidak mencuri juga berasal dari niat
dan tidak menghormati juga berasal dari niat
karena dari situ akan ada tindakan yg dibuat dan tindakan yg tidak dibuat
makanya omongan kita sudah tidak nyambung :)
anda mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari niat utk tidak menghormati,
sedangkan saya mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari hilangnya niat menghormati.
ada perbedaannya dan selama anda tidak tahu perbedaannya, percuma lagi diteruskan.
bagaimana niat menghormati bisa hilang? pasti ada sebabnya kan
bukan tiba2 muncul :)
Quote from: The Ronald on 20 November 2009, 10:39:48 PM
Quote from: tesla on 20 November 2009, 09:58:46 PM
Quote from: The Ronald on 16 November 2009, 10:58:34 PM
anda berkata, membunuh, mencuri, dan mengohormati karena atas dasar niat , saya setuju
tp sisi lain, tidak membunuh, tidak mencuri juga berasal dari niat
dan tidak menghormati juga berasal dari niat
karena dari situ akan ada tindakan yg dibuat dan tindakan yg tidak dibuat
makanya omongan kita sudah tidak nyambung :)
anda mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari niat utk tidak menghormati,
sedangkan saya mengatakan "tidak hormat" yg berasal dari hilangnya niat menghormati.
ada perbedaannya dan selama anda tidak tahu perbedaannya, percuma lagi diteruskan.
bagaimana niat menghormati bisa hilang? pasti ada sebabnya kan
bukan tiba2 muncul :)
justru sebaliknya, niat menghormati hilang karena sebabnya hilang :)
hmm.. makin aneh ...
klo aku baca2 sutta2 yg ada, keknya ajaran Buddha mengajarkan adanya saling menghormati,
Buddha sendiri masih ada sifat saling menghormati, masih ada status dll, dari caranya membabarkan Dhamma kepada umat awam, dan pada para Bhikhu berbeda
dgn alasan apa menghilangkan sebab untuk saling menghormati? keuntungannya? hasil yg bisa diperoleh?
boleh tau, menghilangkan rasa saling menghormati, itu ajaran siapa? ataukah saling pemikiran sendiri?
Quote from: The Ronald on 21 November 2009, 12:05:52 AM
dgn alasan apa menghilangkan sebab untuk saling menghormati? keuntungannya? hasil yg bisa diperoleh?
klarifikasi, saya tidak menganjurkan menghilangkan sebab utk menghormati. justru saya menganjurkan utk menyelidiki niat ketika ingin menghormati.
keuntungan, kalau ingin disebut keuntungan, maka akan menjadi tau LDM (keserakahan, kebencian & kebodohan) diri sendiri. motif ketika ingin menghormati apakah didasari LDM.
Quote
boleh tau, menghilangkan rasa saling menghormati, itu ajaran siapa?
yg mengajarkan utk Ber-ehipassiko adalah salah satu sutta. itu saja...
pertanyaan anda "ajaran siapa" sudah tidak sesuai dg semangat ehipassiko...
jgn menilai isi surat dari tukang posnya :)
Karena yang dilihat pribadinya, seharusnya penghormatan pada Sangha, bukan pribadi
Quote from: tesla on 20 November 2009, 10:18:31 PM
benar, tepat seperti yg saya maksudkan.
ada hal yg terukur (realistis) & ada yg hanya berupa sebuah pandangan.
yg harus disadari adalah ketika pikiran mulai memetakan berdasarkan suatu pandangan.
dan hati2, tingkat kesucian bagi putthujana bukanlah sesuatu yg terukur. :)
Ya, setuju. Itu jauh di luar jangkauan kita sebagai Puthujjana. Lebih baik kita kembali pada yang realistis dan wajar saja, tidak perlu yang aneh-aneh.
Quotedalam hal tingkat kesucian, preferensi saya adalah tidak memberi penilaian (karena tidak mampu).
:)
Jangankan sampai ke tingkat kesucian, bathin orang biasa yang sudah lama kenal pun saya masih sering keliru menilai.
Quote from: tesla on 21 November 2009, 12:35:25 PM
Quote from: The Ronald on 21 November 2009, 12:05:52 AM
dgn alasan apa menghilangkan sebab untuk saling menghormati? keuntungannya? hasil yg bisa diperoleh?
klarifikasi, saya tidak menganjurkan menghilangkan sebab utk menghormati. justru saya menganjurkan utk menyelidiki niat ketika ingin menghormati.
keuntungan, kalau ingin disebut keuntungan, maka akan menjadi tau LDM (keserakahan, kebencian & kebodohan) diri sendiri. motif ketika ingin menghormati apakah didasari LDM.
Quote
boleh tau, menghilangkan rasa saling menghormati, itu ajaran siapa?
yg mengajarkan utk Ber-ehipassiko adalah salah satu sutta. itu saja...
pertanyaan anda "ajaran siapa" sudah tidak sesuai dg semangat ehipassiko...
jgn menilai isi surat dari tukang posnya :)
maksud aku bertanya demikian, soalnya, dalam ajaran buddha, setauku, tidak mengajarkan untuk menghilangkan rasa hormat, malah menganjurkan.
justru karena aku berusaha meneliti, maksudnya, makanya aku bertanya
jd tolong di jawab.. bukannya menjudge, dgn tidak ber ehipasiko dll
terus pertanyaan sebelumnya juga gak dijawab...
karena bro tesla mengatakan "justru sebaliknya, niat menghormati hilang karena sebabnya hilang"
aku bertanya, knp sebabnya bisa hilang? alasannya? dan keuntungannya? hasilnya?
malah di kotbahin ttg makna keuntungan dalam dunia awam, keuntungan anda belajar Dhamma jelas ada, hasilnya juga
kalau tidak ada hasil/keuntungannya.. maka yg Buddha lakukan sia sia belaka?
tidak ada kamma yg berkerja? tidak ada hasil yg di peroleh oleh sotapanna, anagami, arahat?
justru karena ada hasil/ keuntungan yg di peroleh maka, itu berguna , itu bermanfaat
dari pada di putar2 kenapa tidak langsung dijawab?
Quote from: The Ronald on 21 November 2009, 06:52:23 PM
bukannya menjudge, dgn tidak ber ehipasiko dll
secara tak langsung saya sudah menjawab, melalui ehipassiko yg tak lain adalah ajaran Buddha.
anda bertanya "ajaran siapa", yg artinya mempertanyakan siapa pembawa ajaran tsb, maka saya mengkritik anda agar jgn menilai sesuatu hanya berdasar pada yg bicara, atau krn ia kitab suci ;)
sedari awal saya mengkritik vinaya, anda boleh berkesimpulan saya tidak meyakini tipitaka benar 100%.
Quote
terus pertanyaan sebelumnya juga gak dijawab...
karena bro tesla mengatakan "justru sebaliknya, niat menghormati hilang karena sebabnya hilang"
aku bertanya, knp sebabnya bisa hilang? alasannya?
alasan hilangnya krn seseorang tahu, niat menghormatinya berasal dari keserakahan, kebencian & kebodohan juga.
Quote
dan keuntungannya? hasilnya?
malah di kotbahin ttg makna keuntungan dalam dunia awam, keuntungan anda belajar Dhamma jelas ada, hasilnya juga
kalau tidak ada hasil/keuntungannya..
kalau mau dikatakan keuntungan, menyadari tindakan yg berasal dari LDM sendiri udah merupakan keuntungan.
Quote
maka yg Buddha lakukan sia sia belaka?
tidak ada kamma yg berkerja? tidak ada hasil yg di peroleh oleh sotapanna, anagami, arahat?
justru karena ada hasil/ keuntungan yg di peroleh maka, itu berguna , itu bermanfaat
ha??? maksudnya apa yah? hehehe...
kok sampe Buddha jadi sia2, tidak ada kamma bekerja??
menurut anda, apa keuntungan yg diperoleh dg menghormati orang yg patut anda hormati?
& apa pula keuntungan yg anda peroleh dg tidak menghormati orang yg tidak patut anda hormati?
anda pun belum menjawab pertanyaan saya:
kenapa anda menghormati seseorang?
untuk apa?
apa motifnya?
wah baru tahu, ajaran buddha mengajarkan agar menghilangkan menghormati...
bisa lebih spesifik? di bagian mana?
mungkin ada sutta yg menjadi acuan? atau ada apa gitu yg menjadi acuan... krn anda tidak menyakini 100% sutta benar, mungkin anda mendapat ajaran Budhha ttg menghilangkan rasa hormat lewat mana?
sedangkan aku, yg menjadi acuan bahwa Buddha mengajarkan agar kita saling menghormati...
1. CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA
2. sutta berkah utama
3. Vinaya, ttg menghormati status Bhikhu dalam anggota sangha berdasarkan senioritasnya, dan jatakanya
4. beberapa sutta, yg menceritakan pembicaraan Buddha dgn bbrp pertama, yg didahulukan dgn bertukar salam
Quotekenapa anda menghormati seseorang?
untuk apa?
apa motifnya?
menghormati seseorg secara langsung membuat suasana menjadi nyaman dan melatih diri untuk tidak sombong, tp hormatilah org yg layak untuk di hormati
org yg layak untuk di hormati yg dpt ditemui dlam kehidupan skrg..
bhikhu2 sangha
org yg bijaksana
org tua kita
knp aku milih mereka , karena mereka saat dihormati ada kemungkinan tidak merasa sombong, dan tinggi hati
also, tidak perlu mengharap di hormati balik...
org yg menurutku tidak patut aku hormati, adalah org yg sombong, dan tinggi hati... org begitu, kelemahanya ada pada rasa ingin di hormati, sanjung dia setinggi langit, dan effeknya anda mendapat apa yg anda mau, dan itu buruk bagi aku (aku tahu kelemahannya, dan aku memanfaatkannya..itu gak baik)
well kebetulan di rumah ada 1 org yg kek gitu....
SIGALOVADA SUTTA (31)
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=183
juga bagus neh, buat bahan acuan
Quote from: The Ronald on 22 November 2009, 12:51:52 AM
wah baru tahu, ajaran buddha mengajarkan agar menghilangkan menghormati...
bisa lebih spesifik? di bagian mana?
mungkin ada sutta yg menjadi acuan? atau ada apa gitu yg menjadi acuan... krn anda tidak menyakini 100% sutta benar, mungkin anda mendapat ajaran Budhha ttg menghilangkan rasa hormat lewat mana?
sedangkan aku, yg menjadi acuan bahwa Buddha mengajarkan agar kita saling menghormati...
1. CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA
2. sutta berkah utama
3. Vinaya, ttg menghormati status Bhikhu dalam anggota sangha berdasarkan senioritasnya, dan jatakanya
4. beberapa sutta, yg menceritakan pembicaraan Buddha dgn bbrp pertama, yg didahulukan dgn bertukar salam
silahkan anda menuduh terus saya menganjurkan "menghilangkan rasa hormat" :)
point utama saya adalah anggapan bahwa "aku lebih tinggi, lebih rendah atau sama" tidak perlu.
yg menyimpulkan bahwa itu adalah rasa hormat adalah anda, bukan saya.
mengenai vinaya, ya memang itu yg saya kritisi.
rasa hormat dalam artian anda: rasa aku lebih rendah/tinggi/sama itu bagi saya tidak perlu... itu saja... mengenai hormat yg bro Kainyn katakan, tanpa pikiran aku lebih tinggi/rendah/sama itu hormat yg lain dg yg kamu bicarakan.
soal sutta, saya tidak sempat mencarikan, jadi maaf saya tidak berkondisi utk membongkar sutta & memberikan pada anda di bagian mana, pikiran aku lebih tinggi/rendah/sama itu tidak perlu. dan memang saya tidak bergantung pada sutta utk berbicara :)
Quote
menghormati seseorg secara langsung membuat suasana menjadi nyaman dan melatih diri untuk tidak sombong
nah saya tidak memiliki tujuan demikian...
suasana nyaman, menjadi tidak sombong :)
Quote
org yg menurutku tidak patut aku hormati, adalah org yg sombong, dan tinggi hati... org begitu, kelemahanya ada pada rasa ingin di hormati, sanjung dia setinggi langit, dan effeknya anda mendapat apa yg anda mau, dan itu buruk bagi aku (aku tahu kelemahannya, dan aku memanfaatkannya..itu gak baik)
well kebetulan di rumah ada 1 org yg kek gitu....
:)
well, jd bro tesla tidak menganjurkan untuk menghilangkan rasa hormat neh?
ok deh, final question, rasa hormat perlu ada atau tidak perlu ada?
Quote from: The Ronald on 22 November 2009, 03:29:08 PM
well, jd bro tesla tidak menganjurkan untuk menghilangkan rasa hormat neh?
ok deh, final question, rasa hormat perlu ada atau tidak perlu ada?
dalam arti apa rasa hormat itu?
kalau rasa hormat yg menempatkan orang lain pada posisi lebih tinggi dari diri sendiri, bagi saya tidak perlu.
ada macam2 arti rasa hormat yg di tunjukan oleh ucapan maupun perbuatan ataupun keduanya2
karena anda mengkotak2annya, dan cuma menjawab 1 arti nya, dgn jawaban tidak perlu,
menurut anda secara unversal(keseluruhan) tampa mengkotak2annya, perlu atau tidak?
ataukah anda lebih suka dgn mengkotak2an, mana yg perlu mana yg tidak perlu? menurut pemahaman anda mana yg perlu mana yg tidak perlu?
well harusnya jd final question yg pertama itu, hanya saja.. jd berlarut2
Quote from: The Ronald on 22 November 2009, 09:55:01 PM
karena anda mengkotak2annya, dan cuma menjawab 1 arti nya, dgn jawaban tidak perlu,
well, awalnya saya katakan penempataan posisi pembabar dhamma harus lebih tinggi tidak perlu.
itu yg anda nilai saya sebagai tidak hormat.
1 kata dapat bermakna banyak, oleh krn itu saya menggunakan kata itu menurut arti yg anda gunakan. diluar itu, sorry, off topic :)
silahkan buka topic lain, kalau saya berkenan, saya akan reply di topic tsb