News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Bhavaviveka "vs" Hinayana

Started by GandalfTheElder, 01 November 2008, 03:18:41 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dilbert

#255
Quote from: GandalfTheElder on 24 November 2008, 11:36:26 PM
Ya memang nggak sekualitas Arahat.

Tapi toh umat Theravada yang awam-pun, yang pengetahuan Dhamma-nya dangkal, yang batinnya nggak sekualitas Arahat, aja tahu kalau Arahat itu nggak egois.

Yang ingin saya tanyakan adalah, seorang calon Bodhisatta, yang memiliki kualitas:
(6) should be possessed of attainments such as the jhānas,
(7) be prepared to sacrifice all, even life, and
(8) his resolution should be absolutely firm and unwavering.


.....itu.....

Masa NGGAK TAHU kalau Arahat itu nggak egois??  ^-^  ^-^

La wong umat Theravada biasa yang Jhana saja nggak nyampai, bahkan nggak siap mengorbankan dirinya aja tahu bahwa Arahat itu nggak egois.

Makanya ketika Petapa Sumedha berpikir bahwa pencapaian Arahat itu egois....tentu dia punya dasar pandangan tersendiri yang cukup jelas dan beralasan....

Bahkan banyak juga kan umat Theravada yang tahu kalau Arahat itu nggak egois, tapi mereka berikrar menjadi Bodhisatta??

Raja Nissanka Malla (1187-1196) dari Polonnaruwa, Srilanka membuat pernyataan: "Aku akan menunjukkan diriku dalam wujud yang sejati yang dilimpahi dengan…kualitas-kualitas bajik seorang Raja Bodhisatta, yang bagaikan orang tua melindungi dunia dan agama.".
Raja Parakramabahu VI dalam segel kerajaannya menyebut dirinya
sebagai Bodhisatta Parakramabahu. Raja Mahinda IV bahkan lebih jauh
lagi menyatakan bahwa seorang yang bukan Bodhisatta tidak akan dapat
menjadi Raja Srilanka.
Kini kita beralih ke Burma. Di negeri tersebut contoh hubungan antara
raja dan Bodhisattva diperlihatkan oleh Raja Kyanzittha, yang
menyatakan dirinya sebagai "Bodhisatta, yang kelak akan menjadi
seorang Buddha, yang menyelamatkan dan membebaskan semua makhluk,
yang memiliki cinta dan belas kasih bagi semua makhluk di segala
jaman, serta yang telah diramalkan oleh Sang Buddha untuk menjadi
seorang Buddha yang sempurna." Raja Alaungsithu menulis bahwa ia akan
menolong semua makhluk mencapai "Kota yang Terberkahi" (nibbana).
Raja-raja Sri Tribhuvanaditya, Thiluin Man, Cansu I, dan Natonmya
semuanya menyatakan dirinya sebagai Bodhisatta.
Di Muangthai, Raja Lu Tai dari Sukhothai berharap untuk "menjadi
seorang Buddha demi membantu semua makhluk meninggalkan samsara."
Masih banyak lagi tokoh-tokoh Theravada lainnya, yang bukan berasal
dari kalangan kerajaan, juga berikrar untuk menjadi Bodhisatta.
Pengarang komentar kitab Jataka (Jatakattakatha) - Buddhaghosa menutup karangannya dengan ikrar untuk melaksanakan sepuluh parami agar pada masa mendatang ia dapat menjadi Buddha dan membimbing para makhluk yang
berada di dunia ini dan alam dewa menuju nibanna, sehingga terbebas
dari kelahiran dan kematian yang tanpa henti. Buddhaghosa, penulis
komentar yang terkenal tersebut juga diyakini oleh para Bhikkhu di
Anuradhapura sebagai penjelmaan Bodhisatta Metteya.
Bhikkhu besar
dari Srilanka Doratiyaveye (sekitar 1900) setelah menerima ajaran
rahasia dari guru meditasinya, menolak untuk mempraktekkannya.
Penolakan itu disebabkan karena ia merasa bahwa teknik meditasi
tersebut akan menyebabkannya menjadi seorang Arahat atau setidaknya
sotapanna, padahal ia menganggap diri sebagai seorang Bodhisatta dan
telah berikrar untuk menjadi seorang Buddha kelak. Bhikkhu Mahaa
Tipitaka Culabhaya dalam komentarnya mengenai Milindapanha
menulis: "Buddho Bhaveyyam" atau "Semoga aku menjadi seorang Buddha.

(Perbandingan Konsep Arahat dan Boddhisattva dalam Buddhisme Theravada & Mahayana oleh Ivanm Taniputera)

La para raja dan bhikkhu Theravada tersebut sudah tahu kalau Arahat itu nggak egois, tapi yah tetep pengen jadi Bodhisatta!!


Jadi seseorang yang ingin menjadi Bodhisatta, tidak selalu harus menganggap Arahat itu egois....

Kenapa Petapa Sumedha malah bepikir:
Jika aku menghendaki, hari ini juga aku dapat menjadi Arahanta yang mana asava dipadamkan dan kotoran batin lenyap. Tapi, apa untungnya? Seorang manusia luar biasa sepertiku merealisasi Buah Arahatta dan Nibbana sebagai murid yang tidak berguna dari Buddha Dipamkara? Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai Kebuddhaan."

"Apa gunanya, secara egois keluar dari lingkaran kelahiran sendirian, padahal aku adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki kebijaksanaan, keyakinan, dan usaha. Aku akan berusaha mencapai Kebuddhaan dan membebaskan semua makhluk termasuk para dewa dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan."


Emang nggak bisa Petapa Sumedha berpikir, "Arahat itu memang tidak egois dan bukan tidak berguna, namun jauh mulia bagiku untuk menjadi Sammasambuddha." ??

Kenapa Petapa Sumedha yang batinnya begitu siap dan cukup "tinggi" (sudah mencapai Jhana-jhana), yang tahu benar ajaran Buddha dan siapa itu Sang Buddha dan para siswa-Nya, malah berpikir pencapaian Arahatta itu egois??

Tentu ini karena Arahat itu egosentris plus "tidak berguna" menurut Petapa Sumedha. Bodhisatta dipandang sebagai Jalan Hidup yang lebih tinggi karena dapat menyelamatkan lebih banyak makhluk.

Ya nggak heran deh kalau Mahasanghika menagung-agungkan Bodhisattva ketimbang Arahat.

Justru menurut Mahayana, karena pandangan satu sisi itulah, Arahat tidak mencapai Non-Dualisme....... kalau memang bener2 Non Dualisme.... maka seharusnya tidak ada yang namanya "mengesampingkan" pemikiran menolong makhluk lain.  ^-^  ^-^ Ini kan bukan Non-dualisme..........  ^-^  ^-^

_/\_
The Siddha Wanderer

bro.gandalf... TAHU itu belum tentu BISA... saya TAHU kualitas ARAHAT itu seperti apa, tetapi TAHU-nya darimana ?? Saya TAHU dari Buku... Tetapi PRAKTEK-nya belum tentu bro... mungkin masih NOL besar...

Demikian juga dengan petapa Sumedha... Karena belum mencapai "APA-APA" jadi boleh dikatakan PRAKTEK-nya masih NOL BESAR juga... Belum ada pandangan egaliter non-dualisme.

Kalau Mahasangika mengagung-agungkan Bodhisatva lebih tinggi daripada Arahat karena pendapat bahwa ARAHAT itu lebih egois dan BODHISATVA itu lebih MULIA... Lihat lagi rujukan KITAB MAHAYANA sendiri, khususnya di SUTRA INTAN... Bagaimana kualitas BODHISATVA yang sebenarnya di SUTRA INTAN tersebut ?? Darimana pikiran untuk Menyelamatkan MAKHLUK HIDUP ??

SUTRA INTAN denga jelas menyatakan BAHKAN TATHAGATHA sendiri saja TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP-PUN... APALAGI BODHISATVA ?? Lha apa bukan namanya in-konsistena antara berbagai pendapat bahwa BODHISATVA itu lebih MULIA... karena jelas jelas di dalam SUTRA INTAN (Sutra-nya MAHAYANA sendiri) menjelaskan sesuatu yang berbeda.

Saya sendiri sangat setuju dengan apa yang tercantum di dalam SUTRA INTAN tersebut... bahwa memang pada dasarnya TIDAK ADA MAKHLUK YANG BISA DISELAMATKAN, KARENA MASING-MASING MAKHLUK MENYELAMATKAN DIRINYA MASING-MASING. BUDDHA ATAU AJARAN HANYA SEBAGAI PETUNJUK SAJA. MASING-MASING INDIVIDU YANG MENJALANI JALAN PEMBEBASAN TERSEBUT.

Oleh karena itu PERNYATAAN bahwa BAHKAN SEORANG TATHAGATHA SENDIRI pun TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP-PUN adalah BENAR SEKALI. Jadi Pemikiran bahwa untuk MENYELAMATKAN HIDUP MAKHLUK LAIN, bukan KUALITAS PEMIKIRAN SEORANG ARAHAT DAN TATHAGATHA... yang benar adalah masih pandangan seorang puthujana yang bahkan belum bisa dikategorikan sebagai bodhisatva, karena ciri dan perilaku bodhisatva itu JELAS DIUNGKAPKAN di dalam SUTRA INTAN.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

chingik

Quote from: dilbert on 24 November 2008, 11:03:19 PM
Quote from: chingik on 24 November 2008, 10:21:49 PM
yang sesuai logika lah yang masuk akal.
oya tapi alam dewa itu bgm dijelaskan dari sisi akal sehat?
jadi bagaimana pendekatan theravada atas 2 sisi di atas?
yang lain dibilang inkonsistensi, sedangkan ini disebut konsistensi karena memiliki penjelasan yg berbeda. Tidakkah terkesan argumentasi yang bersifat berat sebelah?
  ???

Logika berpikir itu tidak harus serta merta dibuktikan. Tetapi secara LOGIS bahwa kesatuan alur itu harus mendukung.
Anda bertanya tentang alam dewa, apakah bisa dibuktikan ?? Jawabannya tentunya sulit... Tetapi apakah secara LOGIKA, dalam alur "CERITA"/AJARAN yang berkaitan dengan spiritual itu dimungkinkan ??

Jawabannya tentu saja mungkin, karena dalam alur ajaran... (saya kira diajaran manapun juga)... ada cerita tentang SURGA (alam dewa) maupun NERAKA...
"KATANYA" kalau berbuat baik akan masuk surga, berbuat jahat akan masuk NERAKA... Jika ditanyakan BUKTI-nya, apa ada BUKTI SURGA dan NERAKA itu ADA ???

Tetapi dari LOGIKA berpikir dari sisi alur, bahwa dengan berbuat baik akan mendapat pahala baik... tentunya ganjarannya adlaah alam surga dengan serangkaian fasilitas kebahagian dsbnya... sedangkan kalau berbuat jahat akan mendapat akibat/ganjaran... tentunya akibat yang diberikan adalah alam neraka dengan serangkaian siksaan dan penderitaan...

Apakah ini LOGIS dan sesuai dengan NALAR ?? Kalau tidak sesuai NALAR. Apakah akan LAKU semua PROMOSI PROMOSI AGAMA/AJARAN ke sekian miliar manusia... Apakah semua manusia itu sudah tidak ada NALAR-nya lagi ??

Terus terang saja, saya sendiri bahkan tidak peduli bahwa apakah ALAM SURGA ITU ADA atau TIDAK, Apakah ALAM NERAKA itu ADA atau TIDAK, apakah benar kita bisa bertumimbal lahir menjadi binatang, asura, ataupun hantu kelaparan... Yang saya lihat di dalam ajaran BUDDHA khususnya di EMPAT KESUNYATAAN MULIA... semua-nya itu LOGIS DAN MASUK AKAL ketika dipraktekkan... Yang penting bagi saya adalah melenyapkan dukkha pada saat ini juga, pada saat kehidupan ini juga... GAK PEDULI dengan kehidupan setelah kematian apakah masih berlanjut atau tidak ??

Saat anda tidak sanggup memberi penjelasan secara logika tentang alam2 surga neraka, anda beralih dengan mengatakan tidak penting, yg penting melenyapkan dukkha.  Tetapi saat Mahayana menjelaskan tentang alam Sukhavati, anda mengatakan tidak masuk nalar. Jadi sebenarnya nalar yg digunakan anda bukan nalar analitis murni dalam diri anda, tapi nalar yg berpijak pada alur konsep Theravada. Itu sangat jelas.

Mungkin anda akan mengkaitkan lagi dengan logika bahwa mana mungkin Sukhavati terletak di Barat, karena Bumi berputar pada porosnya, tapi bagaimanapun ini tetap sebuah konsep yg diluar nalar juga seperti halnya alam dewa, brahma dan neraka. Apapun alurnya, logika itu tetaplah logika. Apakah menurut anda alam surga yg diajarkan Buddha itu hanya simbolis yang inspiratif dan sebenarnya tidak ada surga?    
Jadi saya katakan bahwa sebenarnya hal-hal yang tidak masuk nalar itu bukan tidak ada dalam Theravada. Dan dalam Mahayana, saat nalar tidak sanggup lagi bekerja, maka yang dibutuhkan adalah faith (keyakinan), itu satu kejujuran dan keterusterangan Mahayana yang  memang seharusnya demikian adanya, tidak alih-alih mengatakan logika sedangkan nyata2 banyak yang tidak sesuai logika. Namun Keyakinan yg ditekankan Mahayana tetap berpijak pada konsep2 dasar, dan ketika konsep2 dasar (seperti 4 kebenaran mulia, 8 jalan kebenaran)sudah bisa diterima, ditambah dengan menganalisa tindak tanduk sang Buddha , diteliti dari ucapannya yg sesuai dengan hukum kebenaran, maka ketika Buddha mengajarkan hal yang terkesan tidak logis, kita selayaknya menaruh keyakinan (tentu tidak lupa tetap menganalisa melalui pelatihan diri). Jadi tidak perlu memaksakan diri bahwa Theravada logis 100%, mengapa? karena mustahil. Anda bisa baca seluruh kitab pali dan tak kalah banyak hal yang tidak logis di dalamnya.  
Semua ini tetap saja tidak bisa lari dari faith. Jika anda lahir di Tiongkok dan dibesarkan dengan didikan Mahayana, maka pola pikir anda tetaplah berpijak pada Mahayana. Logika berpikir anda tetap sangat dominan Mahayana. Begitu juga ketika anda lahir dalam didikan Theravada. Di Indonesia mengapa anak muda lebih banyak yg trennya ke Theravada? Karena pola pikirnya didominasi oleh buku2 Theravada yg banyak beredar dengan bentuk terjemahan yang baik. Coba anda sejak awal dalami sastra China, anda akan dapat merasakan ajaran Mahayana begitu inspiratif dan luas. Semuanya berkaitan dengan mindset awal. Banyak faktor2 luar yg mempengaruhinya, dibandingkan dengan Nalar/logika. Saya sendiri awalnya sangat antusias dengan kitab2 theravada, dan ketika mulai reformasi, buku2 mandarin bebas masuk, saya menemukan ajaran Mahayana versi mandarin yang ternyata sangat dalam nilai filsafatnya , jauh berbeda dengan gaya terjemahan ke Indonesia yang terkesan gaya bahasanya kurang berkualitas. SEmua ini tidak bisa kita abaikan. Makanya, sejak itu pola pikir saya terhadap Mahayana dan Theravada itu adalah 50-50. Jadi menurut saya, logika berpikir kita itu sebenarnya tidaklah murni hasil dari pandangan terang. Kitab Sutra 42 bagian menyebutkan bahwa Buddha mengatakan jangan percaya dengan pikiran kita, setelah mencapai Arahat barulah layak percaya dengan pikiran anda.
Sampai sejauh ini, saya rasa tidaklah ideal bila kita terlalu dini menjudge aliran mana yang paling benar. Posisi saya tetap memberi ruang utk analisa , disamping saya tetap menaruh Keyakinan pada Mahayana, karena ini tak terhindarkan , setiap orang memiliki faith dalam dirinya. Setiap orang pasti menganut satu pandangan tertentu , ini pasti.
Ok. Silakan lanjut, dan senang kita dapat berdiskusi dengan elegan, gentle dan bersikap open minded.  
 

chingik

#257
Quote
SUTRA INTAN denga jelas menyatakan BAHKAN TATHAGATHA sendiri saja TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP-PUN... APALAGI BODHISATVA ?? Lha apa bukan namanya in-konsistena antara berbagai pendapat bahwa BODHISATVA itu lebih MULIA... karena jelas jelas di dalam SUTRA INTAN (Sutra-nya MAHAYANA sendiri) menjelaskan sesuatu yang berbeda.
Saya rasa bro salah memahami maksud Sutra Intan. Dalam Sutra itu, tidak disebutkan Tathagata tidak dapat menyelamatkan makhluk hidup. Tetapi maksudnya adalah ketika melakukan penyelamatan, seorang Tathagata tidak melekat pada konsep penyelematan, karena tidak melekat pada konsep dan pada hakikatnya segala sesuatu adalah sunyata, maka tidak ada satu makhluk pun yang diselamatkan. Sasaran Sutra Intan sangat jelas, yakni konsep tentang Sunyata dan Prajna Paramita. Untuk memahami Sutra Intan, kita perlu mengkaji kitab Prajnaparamita Sutra.
Untuk itu, Silakan ulangi utk menjawab tanggapan bro Gandalf. :)

dilbert

Quote from: chingik on 24 November 2008, 11:53:23 PM
Quote from: dilbert on 24 November 2008, 11:03:19 PM
Quote from: chingik on 24 November 2008, 10:21:49 PM
yang sesuai logika lah yang masuk akal.
oya tapi alam dewa itu bgm dijelaskan dari sisi akal sehat?
jadi bagaimana pendekatan theravada atas 2 sisi di atas?
yang lain dibilang inkonsistensi, sedangkan ini disebut konsistensi karena memiliki penjelasan yg berbeda. Tidakkah terkesan argumentasi yang bersifat berat sebelah?
  ???

Logika berpikir itu tidak harus serta merta dibuktikan. Tetapi secara LOGIS bahwa kesatuan alur itu harus mendukung.
Anda bertanya tentang alam dewa, apakah bisa dibuktikan ?? Jawabannya tentunya sulit... Tetapi apakah secara LOGIKA, dalam alur "CERITA"/AJARAN yang berkaitan dengan spiritual itu dimungkinkan ??

Jawabannya tentu saja mungkin, karena dalam alur ajaran... (saya kira diajaran manapun juga)... ada cerita tentang SURGA (alam dewa) maupun NERAKA...
"KATANYA" kalau berbuat baik akan masuk surga, berbuat jahat akan masuk NERAKA... Jika ditanyakan BUKTI-nya, apa ada BUKTI SURGA dan NERAKA itu ADA ???

Tetapi dari LOGIKA berpikir dari sisi alur, bahwa dengan berbuat baik akan mendapat pahala baik... tentunya ganjarannya adlaah alam surga dengan serangkaian fasilitas kebahagian dsbnya... sedangkan kalau berbuat jahat akan mendapat akibat/ganjaran... tentunya akibat yang diberikan adalah alam neraka dengan serangkaian siksaan dan penderitaan...

Apakah ini LOGIS dan sesuai dengan NALAR ?? Kalau tidak sesuai NALAR. Apakah akan LAKU semua PROMOSI PROMOSI AGAMA/AJARAN ke sekian miliar manusia... Apakah semua manusia itu sudah tidak ada NALAR-nya lagi ??

Terus terang saja, saya sendiri bahkan tidak peduli bahwa apakah ALAM SURGA ITU ADA atau TIDAK, Apakah ALAM NERAKA itu ADA atau TIDAK, apakah benar kita bisa bertumimbal lahir menjadi binatang, asura, ataupun hantu kelaparan... Yang saya lihat di dalam ajaran BUDDHA khususnya di EMPAT KESUNYATAAN MULIA... semua-nya itu LOGIS DAN MASUK AKAL ketika dipraktekkan... Yang penting bagi saya adalah melenyapkan dukkha pada saat ini juga, pada saat kehidupan ini juga... GAK PEDULI dengan kehidupan setelah kematian apakah masih berlanjut atau tidak ??

Saat anda tidak sanggup memberi penjelasan secara logika tentang alam2 surga neraka, anda beralih dengan mengatakan tidak penting, yg penting melenyapkan dukkha.  Tetapi saat Mahayana menjelaskan tentang alam Sukhavati, anda mengatakan tidak masuk nalar. Jadi sebenarnya nalar yg digunakan anda bukan nalar analitis murni dalam diri anda, tapi nalar yg berpijak pada alur konsep Theravada. Itu sangat jelas.

Mungkin anda akan mengkaitkan lagi dengan logika bahwa mana mungkin Sukhavati terletak di Barat, karena Bumi berputar pada porosnya, tapi bagaimanapun ini tetap sebuah konsep yg diluar nalar juga seperti halnya alam dewa, brahma dan neraka. Apapun alurnya, logika itu tetaplah logika. Apakah menurut anda alam surga yg diajarkan Buddha itu hanya simbolis yang inspiratif dan sebenarnya tidak ada surga?    
Jadi saya katakan bahwa sebenarnya hal-hal yang tidak masuk nalar itu bukan tidak ada dalam Theravada. Dan dalam Mahayana, saat nalar tidak sanggup lagi bekerja, maka yang dibutuhkan adalah faith (keyakinan), itu satu kejujuran dan keterusterangan Mahayana yang  memang seharusnya demikian adanya, tidak alih-alih mengatakan logika sedangkan nyata2 banyak yang tidak sesuai logika. Namun Keyakinan yg ditekankan Mahayana tetap berpijak pada konsep2 dasar, dan ketika konsep2 dasar (seperti 4 kebenaran mulia, 8 jalan kebenaran)sudah bisa diterima, ditambah dengan menganalisa tindak tanduk sang Buddha , diteliti dari ucapannya yg sesuai dengan hukum kebenaran, maka ketika Buddha mengajarkan hal yang terkesan tidak logis, kita selayaknya menaruh keyakinan (tentu tidak lupa tetap menganalisa melalui pelatihan diri). Jadi tidak perlu memaksakan diri bahwa Theravada logis 100%, mengapa? karena mustahil. Anda bisa baca seluruh kitab pali dan tak kalah banyak hal yang tidak logis di dalamnya.  
Semua ini tetap saja tidak bisa lari dari faith. Jika anda lahir di Tiongkok dan dibesarkan dengan didikan Mahayana, maka pola pikir anda tetaplah berpijak pada Mahayana. Logika berpikir anda tetap sangat dominan Mahayana. Begitu juga ketika anda lahir dalam didikan Theravada. Di Indonesia mengapa anak muda lebih banyak yg trennya ke Theravada? Karena pola pikirnya didominasi oleh buku2 Theravada yg banyak beredar dengan bentuk terjemahan yang baik. Coba anda sejak awal dalami sastra China, anda akan dapat merasakan ajaran Mahayana begitu inspiratif dan luas. Semuanya berkaitan dengan mindset awal. Banyak faktor2 luar yg mempengaruhinya, dibandingkan dengan Nalar/logika. Saya sendiri awalnya sangat antusias dengan kitab2 theravada, dan ketika mulai reformasi, buku2 mandarin bebas masuk, saya menemukan ajaran Mahayana versi mandarin yang ternyata sangat dalam nilai filsafatnya , jauh berbeda dengan gaya terjemahan ke Indonesia yang terkesan gaya bahasanya kurang berkualitas. SEmua ini tidak bisa kita abaikan. Makanya, sejak itu pola pikir saya terhadap Mahayana dan Theravada itu adalah 50-50. Jadi menurut saya, logika berpikir kita itu sebenarnya tidaklah murni hasil dari pandangan terang. Kitab Sutra 42 bagian menyebutkan bahwa Buddha mengatakan jangan percaya dengan pikiran kita, setelah mencapai Arahat barulah layak percaya dengan pikiran anda.
Sampai sejauh ini, saya rasa tidaklah ideal bila kita terlalu dini menjudge aliran mana yang paling benar. Posisi saya tetap memberi ruang utk analisa , disamping saya tetap menaruh Keyakinan pada Mahayana, karena ini tak terhindarkan , setiap orang memiliki faith dalam dirinya. Setiap orang pasti menganut satu pandangan tertentu , ini pasti.
Ok. Silakan lanjut, dan senang kita dapat berdiskusi dengan elegan, gentle dan bersikap open minded.  
 


Lho, apakah yang saya kemukakan tentang LOGIKA alam DEWA dan alam NERAKA itu bukan LOGIKA ?? Kalau anda minta BUKTI, Mana ada BUKTI yang bisa dikemukakan...

Saya coba kemukakan cara berpikir saya seperti ini :
1. Secara LOGIS saya "MENERIMA" apa yang disabdakan oleh BUDDHA GOTAMA tentang misalnya : ARAHAT, kualitas ARAHAT, Parinibbana ARAHAT, Kelahiran terakhir ARAHAT dsbnya sebagai PERNYATAAN YANG BENAR.
2. Kemudian ada pernyataan dari AJARAN LAIN yang menyatakan bahwa ARAHAT itu masih memiliki kesempatan untuk mencapai ANNUTARA SAMMASAMBUDDHA, pencapaiannya bukan di dunia saha (dunia manusia), tetapi di ARAHAT DHARMADATU atau ditempat lain. Jika PERNYATAAN ke-2 ini BENAR dan nyata nyata bertentangan dengan pernyataan 1, maka PERNYATAAN 1 RUNTUH dengan Sendiri-nya.
3. Diluar KONTEKS BENAR dan SALAH, PALI KANON (yang digunakan THERAVADA) diyakini sebagai KITAB yang umurnya lebih TUA dibandingkan dengan KITAB KITAB MAHAYANA yang tidak sejenis. Jika PERNYATAAN ke-2 yang merupakan Pernyataan MAHAYANA itu BENAR, maka RUNTUH-lah KESELURUHAN AJARAN. Berarti apa yang diucapkan di dalam PALI KANON itu BUKAN LAH yang diucapkan oleh BUDDHA SENDIRI. ATAUPUN SABDA BUDDHA itu SALAH.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

GandalfTheElder

#259
Quote from: dilbert on 23 November 2008, 09:42:24 PM

Kan sama pendapat saya dengan quote dari Master Zen Tien Ju yang diquote sebelumnya bahwa TANAH SUCI SUKHAWATI ITU HANYA DIPIKIRAN...

Terus yang saya katakan bahwa banyak umat awam MAHAYANA yang salah tafsir seolah olah TANAH SUCI SUKHAWATI itu EKSIS... bahwa ketika mereka meninggal akan dijemput oleh TIGA SEKAWAN (BUDDHA AMITABHA, BODHISATVA AVALOKITESVARA dan BODHISATVA MAHASTAMAPRAPTA). Ketidakjelasan inilah yang seringkali menjadi salah tafsir.

Kemudian yang saya katakan tentang DUNIA ini EKSIS adalah dari segi pandangan saya sebagai seorang Puthujana. Sekarang saya masih puthujana, saya bagaimanapun masih menganggap dunia ini eksis, penderitaan ini eksis. Lha bagaimana tidak... Saya hutang kepada orang lain, apakah ini eksis atau tidak ?? apakah bisa saya tidak bayar hutang kepada orang lain ?? apakah saya kalau sudah tidak bayar hutang, saya bisa menganggap bahwa semua itu hanya ILUSI, hanya KHAYALAN, bahwa semua itu kosong ??

Bahwa untuk mengatakan bahwa pada dasarnya semua itu ILUSI, hanya KHAYALAN dan pada dasarnya KOSONG, adalah sisi pandangan bukan seorang puthujana, tetapi sebagai seorang ARIYA dan dalam hal ini saya bukan.

Saya juga setuju kalau Tanah Suci itu hanya ada di pikiran.....

Nah anda juga setuju toh... kalau para Arya itu.... yang merupakan suatu pribadi ideal umat Buddhis, menganggap bahwa semua itu ILUSI. Jadi kan emang bener dalam tataran Arya, dunia Saha ini ILUSI alias tidak eksis. Dan inilah pandangan yang sebenar-benarnya kan

Demikian juga Sukhavati memang hanyalah ILUSI, tapi bukan berati mesti tidak Eksis bukan?  Buktinya dunia Saha ini meskipun ILUSI, tetapi tetap "ADA" bukan?

Jadi saya tidak peduli dengan pandangan anda sebagai Putthujana... toh anda juga mengakui bahwa pandangan yang sejati adalah dunia ini ILUSI!

Kalau anda mempertanyakan arah Sukhavati, maka pertanyakanlah arah Surga-surga dalam Theravada. Surga digambarkan secara vertikal di atas..... nah bumi ini kan bundar..... lantas Surga itu ada di atas bagian bumi yang mana??

Surga Tavatimsa dikisahkan ada di atas Gunung Sineru (Sumeru). Lah Gunung Sumeru itu memang ada di bumi kita ini ya?? Emang ada Surga di atas gunung?

Berarti kosmologinya Theravada itu not make sense ya?

Sebelum lebih jauh lagi, maka saya juga ingin bertanya:
Apakah anda dapat membuktikan Surga dan neraka itu Eksis?
Kan meskipun Putthujana ya tetep bisa lihat alam-alam lain kan.... kalau udah bisa capai Jhana-Jhana?  ^-^  ^-^  ^-^

Kalau anda nggak peduli Surga atau neraka itu ada atau tidak....... ya ini konyol.... kenapa anda tidak mengatakan demikian juga pada Tanah suci Sukhavati..... kenapa anda bersikeras Sukhavati itu nggak ada, sedangkan Surga dan neraka anda sama-sama nggak tahu...???  ^-^

Kalau anda bicara surga, neraka dsb.... apa nggak lebih logis lagi kalau manusia yang jahat lahir lagi jadi manusia yang nasibnya sial dan menderita atau seburuk-buruknya binatang, kalau yang baik ya di kelahiran berikutnya jadi manusia yang beruntung dan bahagia. Jadi kelahiran kembali cuma di alam manusia en binatang tok! La ini kan lebih LOGIKA toh?

Fakta ada. Alam manusia dan binatang juga udah bisa kita lihat sendiri kan (nggak pake abhijna pula)??  ^-^  ^-^ Siapa yang bisa memungkiri keberadaan alam manusia dan binatang? La kalau surga sama neraka??  ^-^

Kenapa anda menggunakan konsep kelahiran kembali di neraka bagi orang yang berbuat jahat? Padahal anda nggak peduli dan nggak tahu neraka itu ada atau tidak. La ini kan lucu.... jadi logika anda cuma dari segi alur saja..... kalau gitu ya gapapa dong nanti kalau saya bilang siapa saja yang berbuat baik pada Gandalf akan terlahir di Surga Gandalf... La secara logika alur masuk........ tapi apa ada Surga Gandalf itu??  ^-^  ^-^  ^-^

Bahkan novel karangan aja bisa masuk logika alur.......  ^-^  ^-^

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

#260
Quote from: chingik on 25 November 2008, 12:04:01 AM
Quote
SUTRA INTAN denga jelas menyatakan BAHKAN TATHAGATHA sendiri saja TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP-PUN... APALAGI BODHISATVA ?? Lha apa bukan namanya in-konsistena antara berbagai pendapat bahwa BODHISATVA itu lebih MULIA... karena jelas jelas di dalam SUTRA INTAN (Sutra-nya MAHAYANA sendiri) menjelaskan sesuatu yang berbeda.
Saya rasa bro salah memahami maksud Sutra Intan. Tathagata bukan tidak dapat menyelamatkan makhluk hidup. Tetapi maksudnya adlaah ketika melakukan penyelamatan, seorang Tathagat tidak melekat pada konsep penyelematan, karena tidak melekat pada konsep , dan pada hakikatnya segala sesuatu adalah sunyata, maka tidak ada satu makhluk pun yang diselamatkan. Sasaran Sutra Intan sangat jelas, yakni konsep tentang Sunyata dan Prajana paramita. Untuk memahami Sutra Intan, kita perlu mengkaji kitab Prajnaparamita Sutra.
Untuk itu, Silakan ulangi utk menjawab tanggapan bro Gandalf. :)


Tathagatha itu bukan JURU SELAMAT... Bukan Semangat BUDDHISME kalau Tathagatha itu adalah JURU SELAMAT. Justru karena bukan konsep JURU SELAMAT-lah, saya me-'yakini" ajaran BUDDHA.

Jika ada Pemikiran untuk MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP (menjadi JURU SELAMAT), maka seseorang itu TIDAK AKAN BISA MEREALISASI PEMBEBASAN.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Edward

Menerima tanpa belum dapat dibuktikan tidaklah LOGIS
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

GandalfTheElder

Quote from: chingik on 25 November 2008, 12:04:01 AM

Saya rasa bro salah memahami maksud Sutra Intan. Dalam Sutra itu, tidak disebutkan Tathagata tidak dapat menyelamatkan makhluk hidup. Tetapi maksudnya adalah ketika melakukan penyelamatan, seorang Tathagata tidak melekat pada konsep penyelematan, karena tidak melekat pada konsep dan pada hakikatnya segala sesuatu adalah sunyata, maka tidak ada satu makhluk pun yang diselamatkan. Sasaran Sutra Intan sangat jelas, yakni konsep tentang Sunyata dan Prajna Paramita. Untuk memahami Sutra Intan, kita perlu mengkaji kitab Prajnaparamita Sutra.


:jempol: :jempol: :jempol:

Baru aja mau ngomong gini....

Eh... bro. chingik udah posting  :)

Thx bro.

Namaste,
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

Quote from: Edward on 25 November 2008, 12:08:59 AM
Menerima tanpa belum dapat dibuktikan tidaklah LOGIS

NYATA dan LOGIS itu tidak sama bro... NYATA itu sudah FAKTA ada BUKTINYA... tetapi LOGIS itu masih dalam ALUR PEMIKIRAN yang KONSISTEN...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Edward

#264
Dan LOGIS itu berbeda2 dgn masing2 cara berpikir manusia...
Hahahaha....
LOGIS itu subjektif!Dan keLOGISan dapat dipermainkan, asal orang tersebut dapat 'percaya'...  :))

Buddhisme tidak mengajarkan LOGIS semata, tetapi untuk datang dan membuktikan, dan dari situ bisa dilihat FAKTA yang ada..Berdasarkan BUKTI.
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

GandalfTheElder

QuoteJika ada Pemikiran untuk MENYELAMATKAN MAKHLUK HIDUP (menjadi JURU SELAMAT), maka seseorang itu TIDAK AKAN BISA MEREALISASI PEMBEBASAN

Ini kan Theravada....

Pantesan Petapa Sumedha bilang Arahat itu egois.

Oya menanggapi reply-an anda, sekali lagi tidak ada hubungannya antara "tahu" dan "bisa" dsb... anda sudah melenceng dari yang namanya topik pembicaraan kita.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dilbert

Quote from: GandalfTheElder on 25 November 2008, 12:07:44 AM
Quote from: dilbert on 23 November 2008, 09:42:24 PM

Kan sama pendapat saya dengan quote dari Master Zen Tien Ju yang diquote sebelumnya bahwa TANAH SUCI SUKHAWATI ITU HANYA DIPIKIRAN...

Terus yang saya katakan bahwa banyak umat awam MAHAYANA yang salah tafsir seolah olah TANAH SUCI SUKHAWATI itu EKSIS... bahwa ketika mereka meninggal akan dijemput oleh TIGA SEKAWAN (BUDDHA AMITABHA, BODHISATVA AVALOKITESVARA dan BODHISATVA MAHASTAMAPRAPTA). Ketidakjelasan inilah yang seringkali menjadi salah tafsir.

Kemudian yang saya katakan tentang DUNIA ini EKSIS adalah dari segi pandangan saya sebagai seorang Puthujana. Sekarang saya masih puthujana, saya bagaimanapun masih menganggap dunia ini eksis, penderitaan ini eksis. Lha bagaimana tidak... Saya hutang kepada orang lain, apakah ini eksis atau tidak ?? apakah bisa saya tidak bayar hutang kepada orang lain ?? apakah saya kalau sudah tidak bayar hutang, saya bisa menganggap bahwa semua itu hanya ILUSI, hanya KHAYALAN, bahwa semua itu kosong ??

Bahwa untuk mengatakan bahwa pada dasarnya semua itu ILUSI, hanya KHAYALAN dan pada dasarnya KOSONG, adalah sisi pandangan bukan seorang puthujana, tetapi sebagai seorang ARIYA dan dalam hal ini saya bukan.

Saya juga setuju kalau Tanah Suci itu hanya ada di pikiran.....

Nah anda juga setuju toh... kalau para Arya itu.... yang merupakan suatu pribadi ideal umat Buddhis, menganggap bahwa semua itu ILUSI. Jadi kan emang bener dalam tataran Arya, dunia Saha ini ILUSI alias tidak eksis. Dan inilah pandangan yang sebenar-benarnya kan

Demikian juga Sukhavati memang hanyalah ILUSI, tapi bukan berati mesti tidak Eksis bukan?  Buktinya dunia Saha ini meskipun ILUSI, tetapi tetap "ADA" bukan?

Jadi saya tidak peduli dengan pandangan anda sebagai Putthujana... toh anda juga mengakui bahwa pandangan yang sejati adalah dunia ini ILUSI!

Kalau anda mempertanyakan arah Sukhavati, maka pertanyakanlah arah Surga-surga dalam Theravada. Surga digambarkan secara vertikal di atas..... nah bumi ini kan bundar..... lantas Surga itu ada di atas bagian bumi yang mana??

Surga Tavatimsa dikisahkan ada di atas Gunung Sineru (Sumeru). Lah Gunung Sumeru itu memang ada di bumi kita ini ya?? Emang ada Surga di atas gunung?

Berarti kosmologinya Theravada itu not make sense ya?

Sebelum lebih jauh lagi, maka saya juga ingin bertanya:
Apakah anda dapat membuktikan Surga dan neraka itu Eksis?
Kan meskipun Putthujana ya tetep bisa lihat alam-alam lain kan.... kalau udah bisa capai Jhana-Jhana?  ^-^  ^-^  ^-^

Kalau anda nggak peduli Surga atau neraka itu ada atau tidak....... ya ini konyol.... kenapa anda tidak mengatakan demikian juga pada Tanah suci Sukhavati..... kenapa anda bersikeras Sukhavati itu nggak ada, sedangkan Surga dan neraka anda sama-sama nggak tahu...???  ^-^

Kalau anda bicara surga, neraka dsb.... apa nggak lebih logis lagi kalau manusia yang jahat lahir lagi jadi manusia yang nasibnya sial dan menderita atau seburuk-buruknya binatang, kalau yang baik ya di kelahiran berikutnya jadi manusia yang beruntung dan bahagia. Jadi kelahiran kembali cuma di alam manusia en binatang tok! La ini kan lebih LOGIKA toh?

Fakta ada. Alam manusia dan binatang juga udah bisa kita lihat sendiri kan (nggak pake abhijna pula)??  ^-^  ^-^ Siapa yang bisa memungkiri keberadaan alam manusia dan neraka? La kalau surga sama neraka??  ^-^

Kenapa anda menggunakan konsep kelahiran kembali di neraka bagi orang yang berbuat jahat? Padahal anda nggak peduli dan nggak tahu neraka itu ada atau tidak. La ini kan lucu.... jadi logika anda cuma dari segi alur saja..... kalau gitu ya gapapa dong nanti kalau saya bilang siapa saja yang berbuat baik pada Gandalf akan terlahir di Surga Gandalf... La secara logika alur masuk........ tapi apa ada Surga Gandalf itu??  ^-^  ^-^  ^-^

Bahkan novel karangan aja bisa masuk logika alur.......  ^-^  ^-^

_/\_
The Siddha Wanderer

emang di MAHAYANA itu tidak ada Surga TAVATIMSA ?? Atau versi Surga TAVATIMSA MAHAYANA BEDA ?? Emang kan sudah saya katakan bahwa saya tidak peduli dengan Surga TAVATIMSA, apalagi dengan Surga SUKHAVATI...

Anda meminta bukti bukti yang nyata nyata-nya tidak dapat dikemukakan baik oleh saya ataupun anda...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

dilbert

Quote from: Edward on 25 November 2008, 12:14:18 AM
Dan LOGIS itu berbeda2 dgn masing2 cara berpikir manusia...
Hahahaha....
LOGIS itu subjektif!Dan keLOGISan dapat dipermainkan, asal orang tersebut dapat 'percaya'...  :))

Buddhisme tidak mengajarkan LOGIS semata, tetapi untuk datang dan membuktikan, dan dari situ bisa dilihat FAKTA yang ada..Berdasarkan BUKTI.

Lha apa BUKTI ada-nya SURGA dan NERAKA ?? Menurut Anda, kecuali anda mencatut dari SUTTA tentang jawaban kepada seorang panglima perang...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

GandalfTheElder

Quote from: Edward on 25 November 2008, 12:14:18 AM
Dan LOGIS itu berbeda2 dgn masing2 cara berpikir manusia...
Hahahaha....
LOGIS itu subjektif!Dan keLOGISan dapat dipermainkan, asal orang tersebut dapat 'percaya'...  :))

Buddhisme tidak mengajarkan LOGIS semata, tetapi untuk datang dan membuktikan, dan dari situ bisa dilihat FAKTA yang ada..Berdasarkan BUKTI.

Bener bro.....

Kebanggan umat Buddhis Indonesia khususnya Theravada:

Jangan menerima sesuatu hanya berdasarkan logika,
Jangan menerima sesuatu hanya karena pertimbangan nalar,
(Kalama Sutta)

^-^ ^-^ ^-^

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Edward

Saya pribadi melihat ikrar mencerahkan makhluk lain sebagai pendorong utama untuk menjadi samyaksambuddha. Dan dalam Buddhis, baik thera maupun maha, tidak ada yg namanya menyelamatkan...Yang ada hanya mencerahkan, terdapat perbedaan krusial dalam hal tersebut
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."