Seberapa jauh Nibbana?

Started by Sukma Kemenyan, 30 August 2008, 01:18:32 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Ilalang, hal itu menunjukkan Paramatha Dhamma, bukan untuk orang yang masih berlatih.
_/\_
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

markosprawira

#46
Quote from: ilalang on 24 September 2008, 02:02:07 PM
Visuddhi-magga:

"Mere suffering exists, no sufferer is found;
The deed is, but no doer of the deed is there;
Nibbána is, but not the man that enters it;
The path is, but no traveler on it is seen." (Vis.M.XVI)
(terjemahan: Ven. Nyanatiloka Mahathera)

Visuddhi-Magga XVI:
"Penderitaan ada, tapi tak ada si penderita;
Perbuatan ada, tapi tak ada si pembuat;
Nibbana ada, tapi tak ada orang yang memasukinya;
Jalan ada, tapi tak ada orang yang menempuhnya."

Nah rekan Markosprawira,
Sebelum kita diskusi lebih lanjut, sy ingin tahu bagaimana pendapat Anda tentang kutipan diatas?


Ini adalah mengenai Anatta, dimana ada perbuatan tapi tidak ada pelakunya
Yang ada adalah proses (nama dan rupa) yang berkelanjutan

Ini selaras sekali dengan AKU/ATTA yang dicontohkan dengan sungai yang mengalir dimana isinya berubah-ubah, dengan masukan dari kamma2 yang dilakukan setiap saat.
Apakah air sungai itu ada? iya ada
Apakah air sungai itu tidak ada? iya tidak ada, karena komposisi di dalamnya selalu berubah-ubah setiap saat

Jadi tolong berhati-hati dalam pembahasan Anatta karena sebagian besar orang masuk ke paham ATTA yg kekal, dan banyak meditator terpeleset ke beberapa paham sesat seperti Nihilisme, Atman/Brahman, dll

Topik ini baru saja dibahas oleh pak Selamat Rodjali dalam diskusi di kebaktian Mahasathi tgl 21 Sept jam 09.09

Nah menurut bro Ilalang sendiri?  _/\_

maaf jika saya hanya membahas dari sudut Theravada karena pengetahuan saya yang terbatas  :-[

semoga bisa bermanfaat

ilalang

Quote from: markosprawira on 24 September 2008, 02:52:37 PM
Ini adalah mengenai Anatta, dimana ada perbuatan tapi tidak ada pelakunya
Yang ada adalah proses (nama dan rupa) yang berkelanjutan

Ini selaras sekali dengan AKU/ATTA yang dicontohkan dengan sungai yang mengalir dimana isinya berubah-ubah, dengan masukan dari kamma2 yang dilakukan setiap saat.
Apakah air sungai itu ada? iya ada
Apakah air sungai itu tidak ada? iya tidak ada, karena komposisi di dalamnya selalu berubah-ubah setiap saat

Jadi tolong berhati-hati dalam pembahasan Anatta karena sebagian besar orang masuk ke paham ATTA yg kekal, dan banyak meditator terpeleset ke beberapa paham sesat seperti Nihilisme, Atman/Brahman, dll

Pemahaman Anda teoritis sekali menurut saya. Masalahnya dalam membahas nibbanna/anatta secara teoritis saja mau tidak mau kita akan terjebak dalam dualitas. Itulah kenapa dalam pengungkapannya sering digunakan paradoks-paradoks seperti kutipan Visuddhi Magga di atas. Pemahaman secara teoritis/intelektual malah akan kelihatan kontradiktif. 

Atta" dipahami sebagai LAWAN dari "anatta". "Dhukkha" dipahami sebagai LAWAN dari lenyapnya Dhukkha (Nibbana). "Kemudian "dhukkha" dan "atta" ingin dilenyapkan/dijauhi tanpa dipahami benar-benar hakekatnya. Untuk mencapai "tujuan" itu harus melalui sebuah "jalan", dengan "anatta" dan "nibbana" diletakan jauuuh di ujung "jalan"... Dalam posting sebelumnya misalnya Anda menulis bahwa orang harus bagus Sila-nya dulu, matang dulu batinnya melalui sekian ratus ribu kappa pengalaman hidup yang lampau...bahkan sekadar untuk mulai meditasi...

Dalam meditasi vipassana secara aktual terlihat jelas apa yang dikatakan dalam Visuddhi-magga. Kalau Anda melihat kebenaran "atta" secara tuntas dalam vipassana, PADA SAAT ITU JUGA Anda melihat "anatta". Demikian juga kalau Anda melihat "dukkha" secara tuntas dalam vipassana, pada saat itu juga Anda melihat Nibbana (Lenyapnya Dukkha), penyebab, sekaligus "jalan" (menuju lenyapnya Dukkha).  Dan semua itu harus terjadi pada saat kini, bukan diletakkan di masa depan.  Menaruh "Nibbana" di ujung "jalan" nun jauh di sana tidak lebih dari ulah pikiran (sankhara), untuk mempertahankan dirinya supaya tetap langgeng.

ilalang

Quote from: markosprawira on 24 September 2008, 01:39:01 PM

Mengenai pikiran diam : maaf kalau saya berbeda pendapat, karena dalam meditasi itu sebenarnya adalah melatih konsentrasi........ diam dan konsentrasi/fokus itu beda loh..... diam itu doing nothing, terkonsentrasi adalah tetap pada 1 objek

Jika berkenan, silahkan baca mengenai micca samadhi (meditasi yg keliru) di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4204.0

Jadi bisa tahu bagaimana ciri-ciri meditasi yang keliru

semoga bermanfaat dalam melakukan meditasi  _/\_

Oh ya terima kasih atas peringatan Anda soal "pikiran diam" dan micca samadhi (meditasi yg keliru). Buat para pemidatasi juga perlu diwaspadai PIKIRAN SALAH seperti dikatakan dalam bab terakhir Surangama Sutra ("Peringatan bagi para pemeditasi: Lima puluh keadaan palsu disebabkan oleh kelima arus-diri [skandha].")

Sang Buddha bersabda:

"Kalian perlu belajar lebih banyak dalam upaya kalian mencapai Anuttara Samyak-Sambodhi [Pencerahan Sempurna Tiada Tara]. Saya telah mengajarkan cara berlatih yang benar, tapi kalian masih belum tahu sepak terjang Mara yang halus ketika kalian melatih samatha-vipassana... Bila mereka muncul dan kalian tidak bisa mengenali mereka dan batin kalian tidak berada dalam keadaan yang benar, maka kalian akan jatuh ke dalam kejahatan mereka atau kejahatan kelima arus-diri kalian. Jika kalian tidak memahami jelas tentang mereka, kalian akan mengira pencuri-pencuri itu seperti anak-anak kalian sendiri. Lebih jauh lagi, kalian akan menganggap kemajuan kecil sebagai pencapaian sempurna ...

"Kalian harus tahu bahwa BODHI FUNDAMENTAL yang jernih, cemerlang dan mendalam dari semua makhluk yang hidup di dalam Samsara ini adalah BODHI DARI SEMUA BUDDHA. ... Karena kalian berpikir salah maka kalian tidak jelas melihat kebenaran sejati, lalu menjadi bodoh dan penuh keinginan yang membawa kalian pada kegelapan batin sepenuhnya. Dari situlah datang kekosongan (relatif), dan karena kalian selalu terkelabui, maka alam semesta ini tercipta secara palsu. SEMUA ALAM YANG TAK TERHITUNG BAGAIKAN DEBU DI DALAM SAMSARA INI ADA KARENA KALIAN BERKERAS KEPALA DENGAN PIKIRAN YANG SALAH!

markosprawira

Quote from: ilalang on 24 September 2008, 09:19:46 PM
Quote from: markosprawira on 24 September 2008, 02:52:37 PM
Ini adalah mengenai Anatta, dimana ada perbuatan tapi tidak ada pelakunya
Yang ada adalah proses (nama dan rupa) yang berkelanjutan

Ini selaras sekali dengan AKU/ATTA yang dicontohkan dengan sungai yang mengalir dimana isinya berubah-ubah, dengan masukan dari kamma2 yang dilakukan setiap saat.
Apakah air sungai itu ada? iya ada
Apakah air sungai itu tidak ada? iya tidak ada, karena komposisi di dalamnya selalu berubah-ubah setiap saat

Jadi tolong berhati-hati dalam pembahasan Anatta karena sebagian besar orang masuk ke paham ATTA yg kekal, dan banyak meditator terpeleset ke beberapa paham sesat seperti Nihilisme, Atman/Brahman, dll

Pemahaman Anda teoritis sekali menurut saya. Masalahnya dalam membahas nibbanna/anatta secara teoritis saja mau tidak mau kita akan terjebak dalam dualitas. Itulah kenapa dalam pengungkapannya sering digunakan paradoks-paradoks seperti kutipan Visuddhi Magga di atas. Pemahaman secara teoritis/intelektual malah akan kelihatan kontradiktif. 

Atta" dipahami sebagai LAWAN dari "anatta". "Dhukkha" dipahami sebagai LAWAN dari lenyapnya Dhukkha (Nibbana). "Kemudian "dhukkha" dan "atta" ingin dilenyapkan/dijauhi tanpa dipahami benar-benar hakekatnya. Untuk mencapai "tujuan" itu harus melalui sebuah "jalan", dengan "anatta" dan "nibbana" diletakan jauuuh di ujung "jalan"... Dalam posting sebelumnya misalnya Anda menulis bahwa orang harus bagus Sila-nya dulu, matang dulu batinnya melalui sekian ratus ribu kappa pengalaman hidup yang lampau...bahkan sekadar untuk mulai meditasi...

dear Ilalang,

boleh tau apa post saya mana yang bilang bahwa harus matang batin untuk sekedar mulai bermeditasi yah???

bahkan di depan, saya sudah dengan jelas menyatakan Sila, samadhi dan panna hendaknya dilaksanakan.... itu sudah jelas... hubungan ketiganya akan saling mendukung

Berikut lanjutannya :
Quotehal termudah yang bisa dilakukan oleh seorang pemula, adalah SILA....... memang ada sebagian orang yang batinnya sudah cukup matang, bisa langsung bermeditasi........

namun sebagian besar, kondisinya masih harus dikondisikan dahulu dengan perbuatan yang baik

Ini bisa dilihat pada Angulimala dimana batin beliau sebenarnya sudah cukup matang, sehingga bisa langsung "tersadar" hanya dengan ucapan Buddha
"Wahai Angulimala, Aku sudah dari tadi tidak bergerak, engkaulah yang masih terus bergerak."

Diatas sudah jelas bahwa saya menyatakan bahwa setiap orang mempunyai kecocokan masing-masing.

Kematangan batin diperoleh dari pengalaman2 dari hidup lampau, yang sudah menjalankan Sila, samadhi dan Panna..... bukan semata dari samadhi saja

Mengenai teoritis atau tidaknya, saya tidak akan berkomentar, karena yang terpenting bagi saya saat ini adalah hidup yang lebih dan lebih baik lagi, bukan berdebat teori mana yang cocok untuk saya atau anda


Quote from: ilalang on 24 September 2008, 09:19:46 PM
Dalam meditasi vipassana secara aktual terlihat jelas apa yang dikatakan dalam Visuddhi-magga. Kalau Anda melihat kebenaran "atta" secara tuntas dalam vipassana, PADA SAAT ITU JUGA Anda melihat "anatta". Demikian juga kalau Anda melihat "dukkha" secara tuntas dalam vipassana, pada saat itu juga Anda melihat Nibbana (Lenyapnya Dukkha), penyebab, sekaligus "jalan" (menuju lenyapnya Dukkha).  Dan semua itu harus terjadi pada saat kini, bukan diletakkan di masa depan.  Menaruh "Nibbana" di ujung "jalan" nun jauh di sana tidak lebih dari ulah pikiran (sankhara), untuk mempertahankan dirinya supaya tetap langgeng.

Dear Ilalang,

Setuju bahwa dengan vipassana, bisa menembus hakekat sesungguhnya dari Anicca, Dukkha dan Anatta

Saya juga setuju bahwa untuk melenyapkan Dukkha dan mengetahui Anatta, kita harus mengetahui dahulu apa itu Dukkha, apa itu Atta......

Namun maaf jika saya tidak sependapat dengan anda.
Jika anda melihat "Atta", bukan berarti anda sudah melihat Anatta.
Jika anda sudah melihat "Dukkha", juga bukan berarti anda sudah melihat Lenyapnya Dukkha/Nibbana

Bagaimana anda bisa mengetahui Anatta dan Nibbana, dengan batin yang diliputi Lobha, Dosa dan Moha?

Sama seperti buah mangga, apakah dengan melihat mangga, berarti anda sudah memahami mangga secara keseluruhan??
Anda belum tahu rasanya
Anda belum tahu bentuk bijinya
Anda bahkan belum tahu warnanya

Hal berbeda jika anda sudah membuka kulitnya, mencicipinya, melihat bijinya...... Disitulah anda mengetahui "mangga"


Jadi jika anda merasa dengan Vipassana anda saat ini, anda sudah melihat apa yang dikatakan dalam Vissudhi Magga, saya ikut bermudita citta.

Namun maaf jika saya tetap berpendapat bahwa Nibbana adalan merupakan kondisi batin yang ada di akhir, bukan dengan melihat Anicca, Dukkha dan Anatta dengan batin masih diliputi Lobha, Dosa dan Moha


anumodana  _/\_

markosprawira

Quote from: ilalang on 24 September 2008, 09:27:54 PM
Quote from: markosprawira on 24 September 2008, 01:39:01 PM

Mengenai pikiran diam : maaf kalau saya berbeda pendapat, karena dalam meditasi itu sebenarnya adalah melatih konsentrasi........ diam dan konsentrasi/fokus itu beda loh..... diam itu doing nothing, terkonsentrasi adalah tetap pada 1 objek

Jika berkenan, silahkan baca mengenai micca samadhi (meditasi yg keliru) di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4204.0

Jadi bisa tahu bagaimana ciri-ciri meditasi yang keliru

semoga bermanfaat dalam melakukan meditasi  _/\_

Oh ya terima kasih atas peringatan Anda soal "pikiran diam" dan micca samadhi (meditasi yg keliru). Buat para pemidatasi juga perlu diwaspadai PIKIRAN SALAH seperti dikatakan dalam bab terakhir Surangama Sutra ("Peringatan bagi para pemeditasi: Lima puluh keadaan palsu disebabkan oleh kelima arus-diri [skandha].")

Sang Buddha bersabda:

"Kalian perlu belajar lebih banyak dalam upaya kalian mencapai Anuttara Samyak-Sambodhi [Pencerahan Sempurna Tiada Tara]. Saya telah mengajarkan cara berlatih yang benar, tapi kalian masih belum tahu sepak terjang Mara yang halus ketika kalian melatih samatha-vipassana... Bila mereka muncul dan kalian tidak bisa mengenali mereka dan batin kalian tidak berada dalam keadaan yang benar, maka kalian akan jatuh ke dalam kejahatan mereka atau kejahatan kelima arus-diri kalian. Jika kalian tidak memahami jelas tentang mereka, kalian akan mengira pencuri-pencuri itu seperti anak-anak kalian sendiri. Lebih jauh lagi, kalian akan menganggap kemajuan kecil sebagai pencapaian sempurna ...

"Kalian harus tahu bahwa BODHI FUNDAMENTAL yang jernih, cemerlang dan mendalam dari semua makhluk yang hidup di dalam Samsara ini adalah BODHI DARI SEMUA BUDDHA. ... Karena kalian berpikir salah maka kalian tidak jelas melihat kebenaran sejati, lalu menjadi bodoh dan penuh keinginan yang membawa kalian pada kegelapan batin sepenuhnya. Dari situlah datang kekosongan (relatif), dan karena kalian selalu terkelabui, maka alam semesta ini tercipta secara palsu. SEMUA ALAM YANG TAK TERHITUNG BAGAIKAN DEBU DI DALAM SAMSARA INI ADA KARENA KALIAN BERKERAS KEPALA DENGAN PIKIRAN YANG SALAH!

Maaf, sejauh yang saya tahu ini adalah Sutra Mahayana, dimana saya tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk membahasnya  ^:)^

Hanya saja, jika dilihat dari sisi Theravada, ada beberapa ketidak cocokan dengan sutra ini, namun saya rasa ketidak cocokan ini bukanlah sesuatu yang perlu didiskusikan karena memang sudah berbeda sudut pandang....

_/\_

ilalang

Quote from: markosprawira on 25 September 2008, 09:50:20 AM
dear Ilalang,

boleh tau apa post saya mana yang bilang bahwa harus matang batin untuk sekedar mulai bermeditasi yah???


Boleh, yang ini:

Quote from: markosprawira on 24 September 2008, 01:28:22 PM

hal termudah yang bisa dilakukan oleh seorang pemula, adalah SILA....... memang ada sebagian orang yang batinnya sudah cukup matang, bisa langsung bermeditasi........

namun sebagian besar, kondisinya masih harus dikondisikan dahulu dengan perbuatan yang baik

[...]

Sama seperti menisbikan arti pengalaman2 dari kehidupan Buddha Gautama sebelum menjadi buddha, yang melalui 4 assankheya kappa dan 100.000 maha kappa, menjadi "hanya" bermeditasi 6 tahun, sudah menjadi samma sambuddha

Jadi sebenarnya adalah bahwa kesiapan batin adalah melalui pengalaman pada kehidupan2 yang lampau


Quote
Namun maaf jika saya tidak sependapat dengan anda.
Jika anda melihat "Atta", bukan berarti anda sudah melihat Anatta.
Jika anda sudah melihat "Dukkha", juga bukan berarti anda sudah melihat Lenyapnya Dukkha/Nibbana

Bagaimana anda bisa mengetahui Anatta dan Nibbana, dengan batin yang diliputi Lobha, Dosa dan Moha?

Beda pendapat wajar-wajar aja kok. Bagaimanapun juga uraian tentang 'nibbana' dan 'anatta'  berapa banyak pun tidak akan ada gunanya sama sekali bila orang tidak mengalaminya sendiri dalam keheningan vipassana.

Quote
Sama seperti buah mangga, apakah dengan melihat mangga, berarti anda sudah memahami mangga secara keseluruhan??
Anda belum tahu rasanya
Anda belum tahu bentuk bijinya
Anda bahkan belum tahu warnanya

Hal berbeda jika anda sudah membuka kulitnya, mencicipinya, melihat bijinya...... Disitulah anda mengetahui "mangga"

Soal cicip-mencicipi...
Keadaan yang diungkapkan dalam Visuddhi Magga, walau mungkin orang belum sampai pada keadaan akhir yang permanen (arahat), tetapi apa yang dialami dalam keheningan vipassana itu dapat dinamakan "mencicipi nibbana" (having a taste of nibbana). Demikian pernyataan guru vipassana terkenal, YM Buddhadasa Mahathera.

Bagaimana pendapat Anda tentang ini?
Quote from: ilalang on 15 September 2008, 05:57:00 PM
NIBBANA DI SINI DAN SEKARANG

(Oleh: Y.M. Buddhadasa Mahathera)

_/\_

markosprawira

Quote from: ilalang on 25 September 2008, 12:36:06 PM
Quote
hal termudah yang bisa dilakukan oleh seorang pemula, adalah SILA....... memang ada sebagian orang yang batinnya sudah cukup matang, bisa langsung bermeditasi........

namun sebagian besar, kondisinya masih harus dikondisikan dahulu dengan perbuatan yang baik

Sama seperti menisbikan arti pengalaman2 dari kehidupan Buddha Gautama sebelum menjadi buddha, yang melalui 4 assankheya kappa dan 100.000 maha kappa, menjadi "hanya" bermeditasi 6 tahun, sudah menjadi samma sambuddha

Jadi sebenarnya adalah bahwa kesiapan batin adalah melalui pengalaman pada kehidupan2 yang lampau

dear Ilalang,

kembali disini saya ulangi bahwa tidak semua orang bisa langsung bermeditasi, bukan berarti tidak semua orang tidak bisa bermeditasi

Ada kecocokan masing-masing dimana ini berhubungan dengan akselerasi pencapaiannya.
Sama seperti bhikkhu yang sedemikian bodohnya, bisa tercerahkan hanya karena mengusap kain sutera.
Ada juga ibu yang tercerahkan setelah disuruh mencari biji lada dari keluarga yang belum pernah mengalani kematian

Disini jelas bahwa batin yang matang itu, yang menentukan bagaimana pencapaiannya

Itulah salah satu kelebihan seorang samma sambuddha, yaitu melihat kecocokan dari kondisi batin perseorangan, bukan main terabas saja bahwa semuanya harus bervipassana

semoga bisa memperjelas dan maaf jika sebelumnya muncul kesalah pahaman  _/\_


Quote from: ilalang on 25 September 2008, 12:36:06 PM
Quote
Namun maaf jika saya tidak sependapat dengan anda.
Jika anda melihat "Atta", bukan berarti anda sudah melihat Anatta.
Jika anda sudah melihat "Dukkha", juga bukan berarti anda sudah melihat Lenyapnya Dukkha/Nibbana

Bagaimana anda bisa mengetahui Anatta dan Nibbana, dengan batin yang diliputi Lobha, Dosa dan Moha?

Beda pendapat wajar-wajar aja kok. Bagaimanapun juga uraian tentang 'nibbana' dan 'anatta'  berapa banyak pun tidak akan ada gunanya sama sekali bila orang tidak mengalaminya sendiri dalam keheningan vipassana.

Uraian Nibbana dan Anatta memang perlu diimbangi dengan Vipassana, namun bukan berarti uraian itu tidak perlu

Dan vipassana itupun bukan sesuatu yang harus dilakukan dalam keheningan, justru vipassana diarahkan untuk menjadi "sadar setiap saat", bukan hanya dalam keheningan saja



Quote from: ilalang on 25 September 2008, 12:36:06 PM
Quote
Sama seperti buah mangga, apakah dengan melihat mangga, berarti anda sudah memahami mangga secara keseluruhan??
Anda belum tahu rasanya
Anda belum tahu bentuk bijinya
Anda bahkan belum tahu warnanya

Hal berbeda jika anda sudah membuka kulitnya, mencicipinya, melihat bijinya...... Disitulah anda mengetahui "mangga"

Soal cicip-mencicipi...
Keadaan yang diungkapkan dalam Visuddhi Magga, walau mungkin orang belum sampai pada keadaan akhir yang permanen (arahat), tetapi apa yang dialami dalam keheningan vipassana itu dapat dinamakan "mencicipi nibbana" (having a taste of nibbana). Demikian pernyataan guru vipassana terkenal, YM Buddhadasa Mahathera.


Dear Ilalang,

Mengenai "mencicipi nibbana", atau "nibbana sementara" sudah pernah dibahas juga

Dan di theravada pun, setahu saya tidak pernah ada sebutan mengenai "mencicipi nibbana" atau "nibbana sementara" dimana ini sebenarnya adalah kondisi dimana kekotoran batin sudah mengendap sedemikian halusnya sehingga "seolah" serasa seperti nibbana

Hal serupa sebenarnya bisa anda baca di buku Nibbana Kini dan Sekarang yang anda posting di depan, dimana benar yang dirasakan adalah kekotoran batin yang mengendap karena konsentrasi sudah terfokus pada pernafasan


Mengenai Buddhadasa Mahathera, ada beberapa yang sebaiknya tidak langsung dicerna begitu saja, misalnya beliau dalam buku Anatta terbitan tahun 1939, menyebutkan mengenai "tidak adanya kesadaran" selagi tidur lelap
Sementara menurut proses citta/citta vitthi dalam Abhidhamma, selagi tidur lelap yang aktif adalah citta bhavanga/kesadaran lampau

Jadi maaf jika saya sekiranya masih tidak merasa sesuai dengan konsep "mencicipi nibbana"  _/\_

ilalang

Quote
Uraian Nibbana dan Anatta memang perlu diimbangi dengan Vipassana, namun bukan berarti uraian itu tidak perlu

Dan vipassana itupun bukan sesuatu yang harus dilakukan dalam keheningan, justru vipassana diarahkan untuk menjadi "sadar setiap saat", bukan hanya dalam keheningan saja

Anda keliru memahami "keheningan" (dalam vipassana) sebagai ketenangan (dalam samatha bhavana).

Quote
Mengenai "mencicipi nibbana", atau "nibbana sementara" sudah pernah dibahas juga

Dan di theravada pun, setahu saya tidak pernah ada sebutan mengenai "mencicipi nibbana" atau "nibbana sementara" dimana ini sebenarnya adalah kondisi dimana kekotoran batin sudah mengendap sedemikian halusnya sehingga "seolah" serasa seperti nibbana

Hal serupa sebenarnya bisa anda baca di buku Nibbana Kini dan Sekarang yang anda posting di depan, dimana benar yang dirasakan adalah kekotoran batin yang mengendap karena konsentrasi sudah terfokus pada pernafasan

Anda keliru memahami istilah "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) sebagai mengendapnya kilesa (dalam samatha).
PADA SAAT "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) TIDAK ADA kekotoran batin, bukannya MENGENDAP seperti dalam keadaan Jhana (dalam samatha bhavana).

Yang mendasar ini saja kelihatannya Anda confuse...
Mohon maaf kelihatannya kita susah nyambung nih Bro, kalo boleh sy mundur aja yah... _/\_

Sumedho

kalau buat saya pribadi sih "mencicipi nibbana" (dalam vipassana) TIDAK ADA kekotoran batin itu dan MENGENDAP sepertinya mengacu pada maksud yg sama, cuma dilihat dari sudut yg berbeda.

Sebelum lebih jauh, apa sebenarnya kekotoran batin? LDM? Kemelekatan?

Dalam salah satu sutta dijelaskan bagaimana seseorang melepaskan kemelekatan ketika dia sudah merasakan "nikmat"nya melepas ketika didalam jhana. Setelah merasakan itu, dia akan melepaskan kemelekatan pada nafsu keinginan sensual, & keinginan buruk dan menjadi seorang anagami.

Buat saya having taste of nibbana itu tidak lain adalah jhana. btw definisi jhana saya tidak sama dengan visudhimagga, tapi lebih kepada sutta.
There is no place like 127.0.0.1

tesla

Quote from: ilalang on 25 September 2008, 06:14:10 PM
Anda keliru memahami istilah "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) sebagai mengendapnya kilesa (dalam samatha).
PADA SAAT "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) TIDAK ADA kekotoran batin, bukannya MENGENDAP seperti dalam keadaan Jhana (dalam samatha bhavana).

susah jg membedakan makna sesungguhnya dari kata TIDAK ADA dan mengendap nya kotoran bathin...

bicara dalam konteks 'saat ini', kedua2nya adalah dalam artian tidak ada kotoran bathin yg muncul. pada saat ia tidak muncul, apakah ia bersembunyi atau hilang, sulit utk menjelaskannya... sama seperti ketika saya marah, kemudian berubah menjadi senang. apakah marah saya mengendap atau marah saya tidak ada? lantas ketika saya marah kembali, apakah marah yg mengendap tadi yg muncul ke permukaan lagi atau marah tadi muncul begitu saja dari ketiadaan?

akhirnya... kesimpulan:
sejauh ini saya tidak tahu beda antara mengendap dan tidak ada kotoran bathin...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Sukma Kemenyan

Sïla (Moralitas)

Apakah moralitas?
Moralitas kehendak Cetanà Sïla
    Yaitu tekad: "Aku tidak akan melakukan kejahatan, karena, jika aku melakukan kejahatan, aku akan menderita karenanya".

Moralitas penghindaran Veramanï Sïla
    Yaitu menjauhi situasi-situasi kejahatan.

Moralitas tidak melanggar Avïtikkama Sïla
    (Di sini) seorang mulia memotong cacat secara jasmani dan ucapan.
    Arti dari memotong adalah 'menghindari'.
    Semua aktivitas baik adalah moralitas


Semua aktivitas baik adalah moralitas.
Dikatakan dalam Abhidhamma sebagai berikut:
kehancuran nafsu-indria dengan meninggalkan keduniawian (adalah moralitas)

Moralitas ini dapat melenyapkan kejahatan. Yaitu,
'moralitas kehendak', 'moralitas mengendalikan ', dan 'moralitas menghindari'.


01. Menghancurkan kebencian dengan tidak membenci, menghancurkan kekakuan dan ketumpulan dengan persepsi kecemerlangan, menghancurkan kekacauan dan kekhawatiran dengan ketidak-kacauan, menghancurkan keragu-raguan dengan kebulatan tekad, menghancurkan kebodohan dengan pengetahuan, menghancurkan ketidak-puasan dengan kegembiraan, menghancurkan lima rintangan dengan meditasi pertama
02. Menghancurkan permulaan dan berlangsungnya pikiran dengan meditasi kedua,
03. Menghancurkan kegembiraan dengan meditasi ketiga,
04. Menghancurkan kebahagiaan dengan meditasi keempat
05. Menghancurkan (persepsi) dari persepsi bentuk hingga (persepsi) reaksi-indria dan persepsi yang beraneka-ragam dengan konsentrasi ruang tanpa batas,
06. Menghancurkan persepsi ruang tanpa batas dengan konsentrasi kesadaran tanpa batas
07. Menghancurkan persepsi kesadaran tanpa batas dengan konsentrasi kekosongan
09. Menghancurkan (persepsi) kekosongan dengan konsentrasi bukan-persepsi dan bukan bukan-persepsi
-
10. Menghancurkan persepsi kekekalan dengan pandangan ketidak-kekalan,
11. Menghancurkan persepsi kebahagiaan dengan pandangan penderitaan,
12. Menghancurkan persepsi aku dengan pandangan tanpa-aku
13. Menghancurkan persepsi kesucian dengan pandangan ketidak-sucian
14. Menghancurkan persepsi kemelekatan dengan pandangan penderitaan,
15. Menghancurkan persepsi nafsu dengan pandangan tanpa-noda,
16. Menghancurkan kemunculan dengan pelenyapan,
17. Menghancurkan kepadatan dengan pandangan meluruhkan,
18. Menghancurkan pertemuan dengan pandangan perpisahan,
19. Menghancurkan kekekalan dengan pandangan perubahan,
20. Menghancurkan gambaran dengan pandangan tanpa-gambaran,
21. Menghancurkan keinginan dengan pandangan ketidak-inginan,
22. Menghancurkan keterikatan dengan pandangan kekosongan,
23. Menghancurkan kemelekatan dan kepercayaan (terhadap inti?) dengan pandangan kebijaksanaan yang lebih tinggi,
24. Menghancurkan keterikatan terhadap kebodohan dengan pengetahuan dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya,
25. Menghancurkan keterikatan terhadap tempat tinggal  dengan pandangan penderitaan,
26. Menghancurkan bukan-perenungan dengan pandangan perenungan,
27. Menghancurkan keterikatan terhadap belenggu dengan pandangan membalikkan (kebodohan),
-
28. Menghancurkan keterikatan terhadap kekotoran pandangan dengan jalan Pemasuk-Arus,
29. Menghancurkan kekotoran-kekotoran kasar dengan jalan Yang-Kembali-Sekali,
30. Menghancurkan kekotoran-kekotoran halus dengan jalan Yang-Tidak-Kembali,
31. Menghancurkan semua kekotoran dengan jalan Yang Suci"


Semua ini disebut 'moralitas tidak melanggar', 'moralitas kehendak', 'moralitas mengendalikan' dan 'moralitas menghindari'.
Semua ini disebut moralitas.

Disadur dari, Vimutti-Magga, Bab-II

----

Dalam 31 point diatas,
seakan memberitahukan secara ga langsung, mengenai pencapaian, tahap, tingkat...
01-09: Berbicara mengenai Konsentrasi, yang dalam pemahaman gue... Samatha
10-27: Berbicara mengenai pandangan, yang dalam pemahaman gue... Vipasanna
28-31: Berbicara mengenai ....(gami-gami?)....

Kalau apa yang gue tangkap ga salah...
Ternyata gue masih amat jauh dari "semua kekotoran"

markosprawira

#57
Quote from: ilalang on 25 September 2008, 06:14:10 PM
Quote
Uraian Nibbana dan Anatta memang perlu diimbangi dengan Vipassana, namun bukan berarti uraian itu tidak perlu

Dan vipassana itupun bukan sesuatu yang harus dilakukan dalam keheningan, justru vipassana diarahkan untuk menjadi "sadar setiap saat", bukan hanya dalam keheningan saja

Anda keliru memahami "keheningan" (dalam vipassana) sebagai ketenangan (dalam samatha bhavana).

Quote
Mengenai "mencicipi nibbana", atau "nibbana sementara" sudah pernah dibahas juga

Dan di theravada pun, setahu saya tidak pernah ada sebutan mengenai "mencicipi nibbana" atau "nibbana sementara" dimana ini sebenarnya adalah kondisi dimana kekotoran batin sudah mengendap sedemikian halusnya sehingga "seolah" serasa seperti nibbana

Hal serupa sebenarnya bisa anda baca di buku Nibbana Kini dan Sekarang yang anda posting di depan, dimana benar yang dirasakan adalah kekotoran batin yang mengendap karena konsentrasi sudah terfokus pada pernafasan

Anda keliru memahami istilah "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) sebagai mengendapnya kilesa (dalam samatha).
PADA SAAT "mencicipi Nibbana" (dalam vipassana) TIDAK ADA kekotoran batin, bukannya MENGENDAP seperti dalam keadaan Jhana (dalam samatha bhavana).

Yang mendasar ini saja kelihatannya Anda confuse...
Mohon maaf kelihatannya kita susah nyambung nih Bro, kalo boleh sy mundur aja yah... _/\_

Dear Ilalang,


Kembali saya minta maaf jika saya hanya membahas dari sudut theravada, dan tidak mencampurkan dengan mahayana/vajarayana

Dasar pemikiran mengenai Nibbana = dingin, sejuk selaras dengan pengertian Nibbana sebagai pencapaian tertinggi kesempurnaan moral/visuddhi
Disini disebutkan bahwa Nibbana itu dingin, sejuk (sesuai dengan postingan anda di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4374.30), yang juga selaras dengan Jataka 21-23 yang berisikan :

"Where there is pain, pleasure is to be strived for. In the same way, where there is becoming, non-becoming is to be desired."

"Where there is heat,there must be cool. In the same way, where there are the three fires, there must also be Nibbana."

"Where there is evil. There is also the good. In the same way, where there is birth, non-birth can be inferred."

Berdasar dari Jataka 21 - 23 tersebut, Nibbana merupakan kondisi dimana 3 fires/api/akusala mula (lobha,dosa dan moha) sudah tidak ada sama sekali

Ini sesuai dengan pengertian Nibbana sebagai pencapaian tertinggi kesempurnaan moral (visuddhi) dimana mereka yang sudah merealisasi Nibbana disebut dengan "siti bhuta" (cooled) karena 3 fires/akusala mula sudah dimusnahkan

Sanyutta Nikaya juga menyebutkan , "Apakah Nibbana itu, teman? Penghancuran nafsu, penghancuran kebencian, penghancuran ketidak tahuan - itulah teman yang disebut Nibbana"

Nibbana dilihat dari sisi pencapaian tertinggi kebebasan/vimutti.

Mereka yang sudah mencapai Nibbana, berhak disebut ARAHAT karena sudah mengatasi semua kekotoran batin raga/kemelekatan/lobha, kebencian/dosa dan ketidak tahuan/moha


Nibbana dilihat dari pencapaian tertinggi kebahagiaan/paramam sukha

Buddha dengan jelas sudah menyatakan dalam Dhammapada 203/204 bahwa "Nibbanam paramam sukham" (Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi)
Kebahagiaan Nibbana berbeda dengan kebahagiaan duniawi dimana kebahagiaan Nibbana adalah permanen, yang tidak akan luntur seiring dengan berlalunya waktu

Disini anda bisa melihat bahwa Nibbana sudah final, bukan gradual dimana bisa dicicip sedikit demi sedikit

Singkat kata dari sudut Theravada, NIBBANA adalah kondisi dimana sudah tidak ada KEKOTORAN BATIN/akusala mula/lobha, dosa dan moha...
NIBBANA adalah point of no return dimana ga mungkin batin anda kembali kotor

Namun anda baca kembali tulisan Buddhadasa yang anda posting, dia dengan jelas menyebutkan bahwa "bisa keluar" dari nibbana sementara dan "rasa" nibbana semakin meningkat/gradual


Jadi demikianlah dasar pemikiran saya yang masih cetek ini mengenai Nibbana  ^:)^

Memang saya masih teoritis sekali jadi maaf jika dirasa tidak sesuai dengan bro Ilalang selaku praktisi vipassana  :-[

Semoga bisa bermanfaat bagi  rekan2  _/\_


ilalang

 [at] Sumedho / Tesla:

Sebelumnya supaya lebih nyambung, berikut klarifikasi soal KONSENTRASI dan MINDFULNESS/AWARENESS yang saya pahami.

Dalam KONSENTRASI yang kuat (jhana), tidak ada MINDFULNESS akan fenomena badan & batin (yang berubah-ubah); kesadaran berada terus-menerus pada obyek konsentrasi.

Tetapi dalam MINDFULNESS yang kuat, TIDAK ADA LAGI DUALITAS ANTARA MINDFULNESS DAN KONSENTRASI. Pada saat itu mindfulness dan konsentrasi menyatu, tidak bisa dibedakan lagi.

Nah terkait dengan, "mencicipi nibbana", keadaan ini dalam meditasi vipassana disebut 'khanika samadhi' (yang berbeda dengan jhana) dimana PADA SAAT ITU pikiran [thought] "diam", tidak bergerak, sementara batin [mind] dalam keadaan "hening dan aktif", penuh perhatian [mindfulness]. Karena tidak ada tidak ada pikiran/aku, maka tidak ada kekotoran batin yang disebabkan oleh pikiran/aku PADA SAAT ITU. Setelah keluar dari samadhi yah lobha dosa moha muncul lagi.

Ini beda dengan kondisi jhana, setidaknya jhana 1 (CMIIW, udah lama ga baca sutta soalnya). Menurut teori dari kitab suci dalam jhana 1 masih ada vitakka-vicara [applied thought & sustained thought]; masih ada pikiran thus masih ada aku, dengan demikian menurut saya masih ada kekotoran batin walau halus sekali (mengendap). Entah pada jhana-jhana berikutnya, mungkin kekotoran batin sudah lenyap, saya tidak tahu.

[at] Markos

Mohon maaf kalau deskripsi saya kurang memadai, saya selalu kesulitan memilih kata-kata untuk menganalisa soal ini ...terlebih sebenarnya sih saya rada malu men-share pengalaman meditasi di forum.  Kebanyakan kalo kira-kira akan sulit nyambung, saya memilih mundur dulu, seperti diskusi dengan rekan Markos. Bukan artinya saya merasa benar atau sebaliknya, cuman yah rasanya ga nyambung aja...
_/\_

markosprawira

 [at] Ilalang : maaf nih hanya saja bagi saya, jika ada pengalaman, hendaknya kita merujuk kembali dengan Tipitaka Pali mengingat Tipitaka pali sudah diuji coba oleh "mungkin" ratusan ribu bahkan jutaan orang dengan hasil pencapaian arahat

Itu kenapa saya jabarkan kembali Nibbana dengan dasar Tipitaka secara keseluruhan, tidak bagian per bagian yang terpisah

karena tipitaka bagi saya, tidaklah semata berdasar pengalaman 6 tahun meditasi saja, melainkan merupakan kumpulan trial dan error selama 4 assankheya kappa dan 100.000 maha kappa, dimana beliau sudah lahir berulang-ulang, dan akhirnya menemukan jalan mencapai Nibbana

kembali ini adalah pendapat saya pribadi, itu kenapa saya selalu merujuk ke Tipitaka, namun tentunya selalu berusaha untuk tidak melekat dengannya.........

semoga bisa bermanfaat agar kita tidak "tersesat" lagi padahal sudah diberitahu oleh Buddha _/\_