News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Adakah Neraka pada Buddhism ?

Started by Sukma Kemenyan, 09 August 2007, 11:36:55 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

cowcool

#180
Soal siapa saja yang masuk neraka saya tidak bisa menjudge karena hukum karma itu sangat kompleks bukan matematika misal 1+1 =2.

Siapakah yang mengalami neraka (saya lebih suka kata mengalami daripada masuk, karena masuk berkonotasi masuk ke suatu ruang). Yang mengalami adalah arus kesadaran dimana di
waktu yang terdahulu sebelum menjadi arus kesadaran sekarang, arus kesadaran terdahulu ... berpikir, mengatakan dan melakukan hal2 yang dilandasi kebodohan batin. Mengenai Yama ....dan pengikut2nya itu cuma personifikasi saja.

Mengapa menggunakan personifikasi?. Well ... kalau tidak dengan personfikasi tidak semua orang paham atau mau menerima. Personifikasi membuat suatu konsep abstract/rumit (menurut orang zaman itu menjadi mudah dipahami).

Siapa sih Yama, memangnya kekuatannya segede apa?. Buddha saja yang kekuatannya jauh melebihi Yama juga tidak menghukum, non-judgemental.

Terus siapa yang menghukum diri sendiri?.... yah diri sendiri... (kegelapan batin lah yg menghukum diri sendiri).


Jadi konsep neraka dimana ada api abadi orang dirajam digoreng dsb itu cuma ilustrasi untuk menggambarkan bahwa memang penderitaan batin itu kalau sudah ekstrem itu memang .... sangat menderita bisa seperti yang dilustrasikan.... bahkan bisa lebih menderita dibandingkan dirajam atau dibakar. ya itu karena sakit fisik tuh ada batasnya begitu syaraf2 rusak maka rasa sakit hilang (jadi baal) tapi kalau penderitaan batin itu memang tak berujung, bisa dalam sekali.

Oleh diri sendiri karma diciptakan melalui pikiran, kata2 dan perbuatan oleh diri sendiri pula karma ditanggung .....

Jadi sudah jelas mengenai Yama Dkk saya rasa.




Quote from: Muten Roshi on 25 September 2007, 01:19:51 PM
Quote from: cowcool on 21 September 2007, 10:03:29 AM
rebirth di surga/neraka tentu saja ada . Tapi untuk mengetahui rasanya surga dan neraka tidak perlu rebirth dulu dapat dialami pada kehidupan ini juga.

Bahkan dengan melalui meditasi jhana, orang tidak perlu rebirth dulu untuk mengalami alam brahma.Segala sesuatunya adalah ciptaan/persepsi pikiran termasuk ruang dan waktu ...... segala sesuatu adalah ilusi ... ilusi sifatnya bisa terjadi kapan saja di mana saja.
kalau gitu peristiwa kerusuhan mei itu sesungguhnya siapa yang masuk neraka? amoy-amoy cantik atau pemerkosa biadab..?

kalau surga dan neraka cuma di pikiran saja coba kita analisa pikiran kedua tokoh dalam peristiwa kerusuhan mei 1998:
- amoy-amoy menderita dan menangis karena dirampok dan diperkosa  lalu dibakar

- pemerkosanya merasa senang, "kapan lagi euy... bisa ***** ama amoy  =P~".. pemerkosa mendapatkan banyak harta dari rampokan. pulang kerumah bawa oleh-oleh TV baru, kulkas baru, buat anak istrinya... tidak satupun dari mereka yang tertangkap atau diadili....

semua itu menyisakan satu pertanyaan:
Bila konsep neraka adalah alam pikiran, maka Siapakah yang sesungguhnya masuk neraka dalam peristiwa kerusuhan mei 1998 ini???




bayangkan bila amoy-amoy itu adalah istri anda, putri-putri anda, atau bahkan ibu kandung anda sendiri...



ADMIN: *Please Bro Muten, jangan dipasang lagi gambarnya, pakai kata2x sudah cukup rasanya.*
[url="//shoedistro.com"]ShoeDistro.com[/url]
Depotkantor.com

El Sol

buset..dateng2 bawa kabar gembira...(racisme)

Muten Roshi

iya siapa yang mengalami neraka sesunggunya dalam peristiwa mei 1998 di jakarta..? suatu kasus yang perlu dikaji dengan serius bila menyangkut konsep neraka hanya ada di alam pikiran...  konsep ini agak bertentangan dengan literatur-literatur budhist, baik dari theravada, mahayana, dan vajrayana... terutama menyangkut mengenai raja Yama...

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Soal siapa saja yang masuk neraka saya tidak bisa menjudge karena hukum karma itu sangat kompleks bukan matematika misal 1+1 =2.
benar saya setuju sekali, konsep hukum karma, neraka, 31 alam kehidupan tidak mungkin ditangkap dengan logika umat awam... logika ada batasnya...

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Siapakah yang mengalami neraka (saya lebih suka kata mengalami daripada masuk, karena masuk berkonotasi masuk ke suatu ruang). Yang mengalami adalah arus kesadaran dimana di
waktu yang terdahulu sebelum menjadi arus kesadaran sekarang, arus kesadaran terdahulu ... berpikir, mengatakan dan melakukan hal2 yang dilandasi kebodohan batin. Mengenai Yama ....dan pengikut2nya itu cuma personifikasi saja.
anda terlalu cepat mengambil kesimpulan  bahwa raja yama dan pengikutnya cuma personifikasi saja, mengingat raja yama dan pengikutnya ini terdapat pada literatur budhist di 3 aliran besar: theravada, mahayana, dan tantrayana. apakah karena kita tidak bisa membuktikan keberadaan raja yama, maka kita hapus saja raja yama dari agama Buddha??? terlalu cepat mengambil kesimpulan...


Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Mengapa menggunakan personifikasi?. Well ... kalau tidak dengan personfikasi tidak semua orang paham atau mau menerima. Personifikasi membuat suatu konsep abstract/rumit (menurut orang zaman itu menjadi mudah dipahami).

Siapa sih Yama, memangnya kekuatannya segede apa?. Buddha saja yang kekuatannya jauh melebihi Yama juga tidak menghukum, non-judgemental.

Terus siapa yang menghukum diri sendiri?.... yah diri sendiri... (kegelapan batin lah yg menghukum diri sendiri).
apakah orang-orang yang merampok, membunuh dan memperkosa dalam peristiwa mei 1998 ini  sedang menghukum diri sendiri? buktinya setelah melakukan 3 hal tersebut mereka BERBAHAGIA... ? bagaimana menjelaskan bahwa perampok, pembunuh, pemerkosa ini sedang menghukum diri sendiri..???
mohon petunjuknya...
[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

El Sol

karma itu..

air = kamma baek
garam = Kamma buruk
ember=manusia

ember yg diisi air sedikit, dan garam yg banyak..asinnya kerasa banget khan? tapi kalo airnya kita tambah...sampe embernya penuh..

apakah garamnya hilank? ato asinnya yg memudar?

garamnya gk ilank...cuma asinnya yg memudar..tapi asinnya gk begitu kerasa lage...

jadi yg mei 98 itu...sebab mereka berbahagia

either karena...dia orang ada kamma baik dari masa lalu..or dia orang dah mulai buat banyak kamma baek supaya gk terlalu asin...

tapi..garamnya gk ilank kok..tinggal tunggu kondisi dan situasi yg cocok buat buah kamma buruk itu berbuah...

cowcool

Bro Muten  _/\_ di planet bumi ini ... di alam dewata ... dan di planet2 lain didi mensi lain 2 tidak terhitung jumlah arus kesadaran yang memasuki (mengalami) keadaan neraka. Yah bahkan para devapun berpotensi untuk mengalami keadaan neraka.

Jumlah yang tak terhitung .... jika ada sebuah sosok individu (entity) yang bertugas mengadili dan mengeksekusi hukuman untuk semua entitas di atas yang jumlahnya tak terukur ... maka Hakim ini pastilah harus maha adil dan juga harus maha tahu, maha tahu karena mengetahui persis semua karma buruk dan karma baik semua calon penghuni neraka hingga detil2nya.

Permasalahannya yang maha tahu dan maha adil itu cuma yang sudah tercerahkan dalam hal ini Buddha, Arahat ... seseorang yang sudah tercerahkan sudah tidak tertarik lagi untuk melakukan pengadilan dan eksekusi hukuman sudah tidak tertarik lagi untuk menjadi raja dunia, raja neraka, raja dewata
ataupun raja tertinggi Brahma sekalipun. Buddha dan Arahat sudah tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah sosok individu karena sudah merealisasikan anatta.

Mengenai neraka sebagai stage of mind. Bro Moten harus tahu dulu konsep .. bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah ilusi.

Pencerapan yang diperoleh dari mata adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari telinga adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari lidah adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari kulit adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari hidung adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Akhirnya otak dengan segala logikanya pun tidaklah reliable dan bukan kebenaran sesungguhnya.

Karena segala sesuatu adalah ilusi maka .. neraka adalah stage of mind/connsciousness. :)
Mengenai pemerkosa sedang berbahagia itu karena karma buruk mereka belum berbuah, tapi bila sebab2 dan kondisinya sudah matang terjadilah.....

Mohon dikoreksi jika ada yg salah.


[url="//shoedistro.com"]ShoeDistro.com[/url]
Depotkantor.com

ryu

Quote from: Muten Roshi on 25 September 2007, 04:14:35 PM
iya siapa yang mengalami neraka sesunggunya dalam peristiwa mei 1998 di jakarta..? suatu kasus yang perlu dikaji dengan serius bila menyangkut konsep neraka hanya ada di alam pikiran...  konsep ini agak bertentangan dengan literatur-literatur budhist, baik dari theravada, mahayana, dan vajrayana... terutama menyangkut mengenai raja Yama...

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Soal siapa saja yang masuk neraka saya tidak bisa menjudge karena hukum karma itu sangat kompleks bukan matematika misal 1+1 =2.
benar saya setuju sekali, konsep hukum karma, neraka, 31 alam kehidupan tidak mungkin ditangkap dengan logika umat awam... logika ada batasnya...

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Siapakah yang mengalami neraka (saya lebih suka kata mengalami daripada masuk, karena masuk berkonotasi masuk ke suatu ruang). Yang mengalami adalah arus kesadaran dimana di
waktu yang terdahulu sebelum menjadi arus kesadaran sekarang, arus kesadaran terdahulu ... berpikir, mengatakan dan melakukan hal2 yang dilandasi kebodohan batin. Mengenai Yama ....dan pengikut2nya itu cuma personifikasi saja.
anda terlalu cepat mengambil kesimpulan  bahwa raja yama dan pengikutnya cuma personifikasi saja, mengingat raja yama dan pengikutnya ini terdapat pada literatur budhist di 3 aliran besar: theravada, mahayana, dan tantrayana. apakah karena kita tidak bisa membuktikan keberadaan raja yama, maka kita hapus saja raja yama dari agama Buddha??? terlalu cepat mengambil kesimpulan...


Quote from: cowcool on 25 September 2007, 02:30:32 PM
Mengapa menggunakan personifikasi?. Well ... kalau tidak dengan personfikasi tidak semua orang paham atau mau menerima. Personifikasi membuat suatu konsep abstract/rumit (menurut orang zaman itu menjadi mudah dipahami).

Siapa sih Yama, memangnya kekuatannya segede apa?. Buddha saja yang kekuatannya jauh melebihi Yama juga tidak menghukum, non-judgemental.

Terus siapa yang menghukum diri sendiri?.... yah diri sendiri... (kegelapan batin lah yg menghukum diri sendiri).
apakah orang-orang yang merampok, membunuh dan memperkosa dalam peristiwa mei 1998 ini  sedang menghukum diri sendiri? buktinya setelah melakukan 3 hal tersebut mereka BERBAHAGIA... ? bagaimana menjelaskan bahwa perampok, pembunuh, pemerkosa ini sedang menghukum diri sendiri..???
mohon petunjuknya...


Mo tanya apakah anda bahagia sekarang?

jangan2 anda pemerkosa waktu itu yah?

Kalau anda mau tau nasib si pemerkosa itu, ya ehipassiko aja sendiri, gitu aja ko repot!
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

El Sol

 [at] Ryu
kok malah suruh dia perkosa orang... _/\_

tapi enak gk yak perkosa orang? ato lebih enak diperkosa?...

untung gw cowo, kayakne..dua2nya enak... :))

Muten Roshi

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 07:05:58 PM
Bro Muten  _/\_ di planet bumi ini ... di alam dewata ... dan di planet2 lain didi mensi lain 2 tidak terhitung jumlah arus kesadaran yang memasuki (mengalami) keadaan neraka. Yah bahkan para devapun berpotensi untuk mengalami keadaan neraka.

Jumlah yang tak terhitung .... jika ada sebuah sosok individu (entity) yang bertugas mengadili dan mengeksekusi hukuman untuk semua entitas di atas yang jumlahnya tak terukur ... maka Hakim ini pastilah harus maha adil dan juga harus maha tahu, maha tahu karena mengetahui persis semua karma buruk dan karma baik semua calon penghuni neraka hingga detil2nya.

kalau hakim maha adil ini  dengan asumsi cuma seorang saja pastilah dia kewalahan. bagaimana apabila hakim maha adil, Raja Yama ini jumlahnya memadai? beserta kawan-kawan sejawatnya mereka mengadili seseorang, seperti satuan kepolisian atau kejaksaan.. bagaimana?

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 07:05:58 PM
Permasalahannya yang maha tahu dan maha adil itu cuma yang sudah tercerahkan dalam hal ini Buddha, Arahat ... seseorang yang sudah tercerahkan sudah tidak tertarik lagi untuk melakukan pengadilan dan eksekusi hukuman sudah tidak tertarik lagi untuk menjadi raja dunia, raja neraka, raja dewata
ataupun raja tertinggi Brahma sekalipun. Buddha dan Arahat sudah tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah sosok individu karena sudah merealisasikan anatta.
(astaga...jadi Buddha itu sangat egois ya).....  btw tidak ada literatur yang menyebutkan bahwa Raja Yama itu sama dengan Arahat/ Buddha. Sekali lagi, pendapat bahwa alam neraka ini  kondisi pikiran  juga hasil perkiraan/tebak-tebakan seseorang, yang belum tentu benar.

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 07:05:58 PM
Mengenai neraka sebagai stage of mind. Bro Moten harus tahu dulu konsep .. bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah ilusi.

Pencerapan yang diperoleh dari mata adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari telinga adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari lidah adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari kulit adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Pencerapan yang diperoleh dari hidung adalah tidak reliable bukan kebenaran sesungguhnya
Akhirnya otak dengan segala logikanya pun tidaklah reliable dan bukan kebenaran sesungguhnya.

Karena segala sesuatu adalah ilusi maka .. neraka adalah stage of mind/connsciousness. :)
kalau segala sesuatu ini adalah ilusi, lalu pada saat kita memencet tombol keyboard dan memposting di forum ini juga ilusi dong... ??? mohon pencerahannya..  ^:)^

Quote from: cowcool on 25 September 2007, 07:05:58 PM
Mengenai pemerkosa sedang berbahagia itu karena karma buruk mereka belum berbuah, tapi bila sebab2 dan kondisinya sudah matang terjadilah.....

Mohon dikoreksi jika ada yg salah.

iya sebagai tambahannya, apabila si pemerkosa dan amoy ini sama-sama mati, pada saat kejadian 14 mei 1998, (si amoy mati karena habis diperkosa beramai-ramai, lalu dilempar ke dalam api membara, sedangkan si pemerkosa mati ditembak polisi), nah yang jadi persoalannya, menurut konsep bahwa neraka adalah kondisi pikiran,  dan konsep mengenai karma pelempar,

1. si Amoy sedang dalam kondisi marah, kecewa, frustasi, stress berat, mati di lempar ke dalam api membara..
2. si pemerkosa sedang dalam kondisi bahagia, menikmati saat" indah ber-indehoi dengan para Amoy, menikmati barang-barang rampokannya...

kesimpulannya, (berdasarkan konsep bahwa neraka itu kondisi pikiran tanpa adanya raja yama , serta konsep karma pelempar) : si Amoy masuk ke alam neraka dan si pemerkosa masuk ke alam dewa.....


[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

FZ

 [at] Bro Muten
Sekedar saran

Mohon hindari penggunaan kata amoy dan bahasa rasis lainnya.
Ini forum Buddhism bukan forum rasis.
Anda boleh mengemukakan pendapat, namun diharapkan pilihlah bahasa yang lebih baik.
Bahasa yang baik mencirikan orangnya juga baik dan bermartabat


cowcool

#189
Siapakah yang pencet2 keyboard?. Yang sedang memencet2 keyboard adalah ilusi tanpa "self". Ilusi ini begitu canggihnya .. saking canggihnya serasa nyata sekali. Lalu apakah yang disebut cowcool ada?. Ya ada tapi sama sekali bukan  seperti yang kita perceive.

Kita semua sedang dalam keadaan mabuk, cuma bedanya ada yang mabuk sekali ada yang tak begitu mabuk. Mabuk, khususnya mabuk narkoba  bisa menimbulkan halusinasi.

Semakin tinggi consciousnes suatu entity , maka semakin tidak mabuk dia . Misalkan Brahma ... Brahma tingkat mabuknya sudah jauh jauh jauh lebih mendingan dari pada manusia pada umumnya . Tapi tetap saja ada kadar kemabukannya. Yang sama sekali sudah tidak mabuk ya Arahat. KArena sudah tidak mabuk lagi maka seorang Arahat mengetahui realitas sesungguhnya dari semua hal karena beliau sudah tersadarkan, tercerahkan.

Lalu mabuk karena apa?. Mabuk karena kebencian, pra-konsepsi, rasa takut, kebodohan batin dst dst kilesa lainnya.

Bro Muten, sekarang begini saja deh . Anda percaya tidak Mara sang Raja Iblis ada?.Si paling jahat yang selalu ingin menjerumuskan manusia ke dosa, yang ingin menjerumuskan manusia ke neraka?. Yang selalu mengintai menunggu kesempatan untuk membuat manusia menderita?. Yah mungkin kalau di kr****n yang mirip adalah Lucifer. Menurut anda bagaimana?.

Kalau ada apakah Mara itu sesosok enity atau representasi saja?. Itu saja komentar saya.
[url="//shoedistro.com"]ShoeDistro.com[/url]
Depotkantor.com

cowcool

#190
Akhir kata terlepas dari apakah Yama itu sesosok entity atau bukan ... toh intinya ...... apapun karma yang kita buat apakah melalui pikiran, perkataan atau tindakan pasti akan mendatangkan akibat, itu saja. Ada atau tidaknya Yama sebagai entity tidaklah penting. Tetap saja manusia harus merasa takut jika membuat karma buruk.

Sekian saja. Ini adalah postingan  saya yang terakhir di thread ini.
[url="//shoedistro.com"]ShoeDistro.com[/url]
Depotkantor.com

Muten Roshi



Quote from: cowcool on 26 September 2007, 05:20:07 PM
Bro Muten, sekarang begini saja deh . Anda percaya tidak Mara sang Raja Iblis ada?.Si paling jahat yang selalu ingin menjerumuskan manusia ke dosa, yang ingin menjerumuskan manusia ke neraka?. Yang selalu mengintai menunggu kesempatan untuk membuat manusia menderita?. Yah mungkin kalau di kr****n yang mirip adalah Lucifer. Menurut anda bagaimana?.

Kalau ada apakah Mara itu sesosok enity atau representasi saja?. Itu saja komentar saya.

nih.. kisah Sang Mara, gw comot dari forum laen... kira" menurut anda mara ini sosok individu atau bukan?

Vasavattimaradhiraja
Dipetik dari buku berbahasa Thai berjudul Lokadipani tulisan Phra
Dhammadhirajamahamuni, dituturkan kembali secara bebas Oleh : Hananto,
www.sammaditthi.org edisi 1, Jun '00 <panna>
diedit seperlunya oleh sawfa untuk milis atas ijin redaksi
sammaditthi.
---------------------

Vasavattimaradhiraja yang sekarang menjadi maharaja dari para dewa
Mara yang bertinggal di Sorga Paranimmitavasavatti adalah seorang
Bodhisatta yang sedang menyempurnakan paramathaparami untuk mencapai
Kebuddhaan di masa mendatang. Usaha itu telah dimulainya dalam
hitungan asankheyya.

Semasa Sammasambuddha Kassapa muncul di dunia, Maradhiraja terlahir
sebagai seorang manusia yang bernama Bodhi. Dia bekerja sebagai
Senapati utama dan terpercaya dari Maharaja King-kissa. Karenanya, dia
juga dipanggil Bodhisenapati.

Pada suatu hari, Maharaja Kingkissa - yang mempunyai saddha terhadap
Buddhasasana - mendengar bahwa Sang Buddha Kassapa sedang masuk ke
dalam Nirodhasamapatti yang penuh kebahagiaan selama tujuh hari, di
bawah naungan pohon beringin yang amat besar. Mendekati saat keluarnya
Sang Buddha dari Nirodhasamapatti, Maharaja berpikir : 'Sang Buddha
akan segera mengakhiri samadhi-Nya. Barang siapa mempersembahkan dana
pada saat itu, akan mendapat berkah yang besarnya tak terhingga,
apapun keinginannya akan tercapai. Saya tak akan menyia-nyiakan saat
yang baik ini.' Lalu mengeluarkan perintah dan pengumuman pada
rakyatnya.

'Barang siapa mendahului Maharaja mempersembahkan dana pada Sang
Buddha sesaat beliau mengakhiri samadhi-Nya, saya akan menghukum
pancung orang itu.'

Untuk itu Maharaja memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk menjaga
sekeliling pohon beringin dimana Sang Buddha sedang melakukan samadhi.

Bila ada orang yang datang hendak mempersembahkan dana,
diperintahkannya untuk ditangkap. Bodhisenapati tahu akan pengumuman
itu. Namun, dia - yang mempunyai saddha yang amat kuat dan bijaksana -
tetap mempunyai keinginan untuk mempersembahkan dana kepada Sang
Buddha sesaat Beliau mengakhiri samadhi-Nya. Dia berpikir bahwa berkah
yang didapat amatlah besar. Dia tak akan menyesal walau harus mati
karenanya.

Pada keesokan harinya, di saat Sang Buddha akan mengakhiri samadhi,
Bodhisenapati bersama istrinya, menyiapkan makanan persembahan dan
pergi menemui Sang Buddha.

Demi melihat Bodhisenapati beserta istrinya, para prajurit penjaga
bertanya : 'Wahai Tuan Senapati, kenapa Tuan melanggar perintah
Maharaja. Bukankah Tuan tahu bahwa Maharaja melarang siapapun
mempersembahkan dana kepada Sang Buddha? Maharaja sendirilah yang akan
mempersembahkan. Atau mungkin Tuan akan pergi ke tempat lain?'

Mendengar itu Bodhisenapati berpikir : 'Kalau seandainya saya
berbohong kepada mereka, atau menasehati Maharaja untuk mengundang
Sang Buddha ke istana, tentu mereka akan percaya dan mengikuti nasehat
saya. Tapi, saya tak ingin melakukannya. Sebab, dengan berbohong,
berkah yang saya dapat tak akan sesuai dengan harapan. Jadi, sebaiknya
saya berkata dengan sesungguhnya, walau harus mati karenanya.'

Maka, iapun menjawab : 'Ya, kami akan mempersembahkan dana makanan
pada Sang Buddha.'

Para prajurit itu pun segera menangkap Bodhisenapati dan istrinya. Dan
dibawa menghadap Maharaja untuk diadili. Maharaja amat Marah karena
dikhianati panglima perangnya dan menjatuhi hukuman pancung terhadap
Bodhisenapati dan istrinya.

Kassapa Sammasambuddha tahu semua apa yang terjadi. Dengan mata
Kebuddhaan-Nya, Beliau tahu siapa Bodhisenapati. Beliau menaruh metta
padanya.

Beliau segera menciptakan bayangan sendiri untuk tetap tinggal di
tempat semula, dan beliau sendiri pergi menemui Bodhisenapati yang
sedang menanti dilaksanakannya hukuman pancung terhadapnya. Karena
kesaktian-Nya, tak seorang pun bisa melihat kedatangan Beliau selain
Bodhisenapati dan istri. Lalu berkata : 'Wahai Bodhisenapati, tetaplah
tenang. Tetap pertahankan saddhamu. Jangan menyesali kehidupan ini.
Segera persembahkan dana makanan yang telah kau persiapkan dengan
keyakinan yang penuh terhadap Tathagata.'

Demi mendengar itu, keyakinan Bodhisenapati semakin mantap. Dengan
saddha dan piti yang telah memenuhi batinnya, dipersembahkannya dana
mereka pada Sang Buddha serta mengucapkan panidhana :

'Sang Buddha sebagai guru dan pelindung bagi semua makhluk. Saya telah
rela menerima kematian demi mempersembahkan dana makanan ini pada Sang
Buddha. Semoga dana persembahan ini menjadi penyebab bagi keinginan
saya untuk mencapai pencerahan sebagai Sammasambuddha di masa yang
akan datang.'

Sambil mengelus kepala Bodhisenapati, Sang Buddha Kassapa berkata :

'Apa yang kau harapkan akan tercapai. Wahai Bodhisenapati, yakinlah,
dimasa yang akan datang kau akan mencapai pencerahan sebagai seorang
Sammasambuddha.'

***********

Setelah dalam waktu yang amat lama mengikuti daur kehidupan dan
kematian dalam vattasamsara ini, Bodhisenapati terlahir sebagai dewa
Mara, menguasai Sorga Paranimitavasavatti. Dan sempat bertemu dengan
Sang Buddha Gotama, yang sebenarnya merupakan kesempatan yang amat
baik untuk berbuat kebajikan dan belajar Dhamma pada Buddha Gotama.
Namun, kesempatan yang amat baik itu sama sekali tidak
dimanfaatkannya. Bahkan, sebaliknya, ia selalu menghambat, menghalang
dan mengganggu Sang Buddha; sejak awal usaha untuk mencapai
Kebuddhaan, hingga menjelang akhir dari kehidupan Sang Buddha. Sebagai
dewa puthujana yang amat sakti namun dikuasai oleh kilesa, dengan
sombongnya ia menguji dan menghalangi kegiatan Sang Buddha Gotama yang
penuh metta. Namun, segala perbuatan jeleknya itu tak (sampai) bisa
digolongkan sebagai garuka kamma yang menyebabkan seseorang terjerumus
ke dalam neraka Avici, seperti Bhikkhu Devadatta yang telah melukai
Sang Buddha dan memecah belah Sangha.

Kiranya, perbuatannya itu bisa diibaratkan sebagai seorang anak nakal
atau durhaka yang selalu tak menyetujui dan melawan orang tuanya. Dan
ternyata, Sang Buddha pun tak pernah meramalkan sesuatu yang jelek
pada dewa Mara seperti kepada bhikkhu Devadatta.

Rupanya, kenakalan dewa Mara muncul kembali manakala ia tahu ada
seseorang yang berusaha melestarikan dan mengembangkan Dhamma secara
murni.

Itu terbukti saat Asoka Maharaja akan mengadakan peresmian dan
perayaan atas terselesaikannya pemugaran candi-candi Buddha di India,
kurang lebih 200 tahun setelah Sang Buddha parinibbana. Ia berusaha
mengganggu dan menggagalkan perhelatan besar itu. Namun, kenakalannya
itu bisa diredam oleh Upagupta Thera, yang membuat dewa Mara jera dan
menyesal. Kembali mengucapkan adhitthana untuk menjadi Sammasambuddha.

*********

Menjelang diadakannya perhelatan peresmian dan perayaan atas
berhasilnya pemugaran candi-candi Buddha dan pelestarian Buddhasasana
yang diprakarsai oleh Asoka Maharaja, para bhikkhu Arahat dan
menguasai Abhinna, berkumpul diketuai oleh Moggalliputta Tissa Thera.
Mereka membicarakan tentang maksud dewa Mara yang akan datang
mengganggu dan menghalangi terlaksananya perhelatan tersebut. Walaupun
para bhikkhu itu telah mencapai Kearahatan dan menguasai Abhinna,
namun mereka merasa tak seorang pun mampu mengalahkan kesaktian dewa
Mara. Mereka mengetahui dengan mata dewa mereka, hanya seorang bhikkhu
yang mampu mengatasi dewa Mara. Dia adalah Kisanaga Upaguta Thera juga
disebut Upagupta Thera ) yang saat itu berdiam di dasar samudera
Hindia.

Sang Buddha pernah meramalkan bahwa di masa yang akan datang akan
muncul seorang bhikkhu bernama Upagupta yang akan meredam kejahatan
dewa Mara dengan kesaktiannya yang membuat Mara sadar akan
kesalahannya.

Upagupta Thera adalah seorang bhikkhu yang amat sederhana dan lebih
suka tinggal sendiri di tempat-tempat yang hening. Tak suka berkumpul
beramai-ramai. Dia suka mengembara di hutan-hutan, juga di samudera.
Bila tinggal di dasar laut, ia akan menciptakan kuti dari kaca, dan
tinggal sendiri dengan tenang dalam jhana samapatti berlama-lama.
Tanpa makan dan minum. Hingga badannya amat kurus. Karenanya, ia
dinamakan bhikkhu Kisanaga Upagupta.

Pasamuan Sangha memutuskan mengirim dua orang bhikkhu mengundang
bhikkhu Upagupta untuk mengatasi gangguan dewa Mara.

Maka dalam sekejap, dua bhikkhu sakti itu telah tiba dihadapan bhikkhu
Upagupta. Setelah saling tegur dengan Dhamma patisanthara, bhikkhu
utusan itu berkata:

'Avuso Upagupta, kami diutus oleh Pasamuan bhikkhu mengundang Anda
untuk ikut membantu terlaksananya perhelatan kita. Kami dengar Mara
akan datang menggagalkan maksud kami. Sangha menugaskan Anda untuk
mengatasi Mara. Kami harap Anda tak menolak tugas ini.'

Bhikkhu Upagupta pun menjawab :

'Baiklah Avuso, saya menyanggupi tugas ini. Sekarang silakan Avuso
pergi lebih dulu. Saya segera akan menyusul.'

Maka, menghilanglah kedua bhikkhu itu dari hadapan Upagupta Thera dan
muncul kembali di tengah-tengah Pesamuan para bhikkhu. Tapi, apa yang
mereka lihat? Ternyata bhikkhu Upagupta telah tiba lebih dulu. Duduk
dengan tenangnya di hadapan Moggalliputta Tissa Thera.

Keesokan harinya, bhikkhu Upagupta pergi pindapata, menerima dana
makanan dari para upasaka-upasika. Kala itu Asoka Maharaja melihat
bhikkhu Upagupta yang bertubuh amat kurus, merasa ragu-ragu : 'Dewa
Mara terkenal amat sakti. Mungkinkah orang sekurus bhikkhu Upagupta
itu mampu mengalahkan kesaktian dewa Mara?' Untuk meyakinkan dirinya,
ia ingin menguji kemampuan bhikkhu kurus itu. Maka, dengan segera ia
memanggil pengawalnya dan memerintahkan membuat mabuk seekor gajah
istana yang besar dan dilepas menghadang perjalanan bhikkhu Upagupta.

Sang gajah dengan liar dan ganasnya segera menyerang bhikkhu Upagupta.

Melihat itu, Upagupta Thera segera masuk ke dalam metta jhana dan
mengirimkan getaran metta ( cinta kasih ) pada gajah yang sedang mabuk
itu, membuat sang gajah tersadar dari keadaan mabuknya. Kembali
menjadi gajah istana yang perkasa tapi jinak dan manis. Dengan
lembutnya, ia menekuk kaki depannya dan bernamakkara di hadapan
Upagupta Thera. Upagupta Thera mengelus kepala si gajah lalu dengan
tenang meneruskan perjalanan.

Perhelatan yang konon dilaksanakan selama tujuh tahun, tujuh bulan dan
tujuh hari itu dibuka langsung oleh Maharaja Asoka dengan hati yang
tenang karena ia yakin pada kemampuan bhikkhu Upagupta.

Perayaan itu dibuat amat meriah dan mewah. Lampu-lampu hias dan
penerangan amatlah indah dan cemerlang. Terutama lilin-lilin,
bunga-bunga serta dupa pemujaan di altar Sang Buddha ditata begitu
indahnya. Sabda-sabda Sang Buddha dilantunkan kembali oleh para
bhikkhu dengan suara yang teratur dan merdu. Suasana benar-benar
sakral dan menyejukkan hati. Rakyatpun amat bersuka hati dengan
diadakan keramaian itu. Raja yang dermawan dan bijaksana itu berhasil
merebut hati rakyatnya dengan penerapan Dhamma yang benar.

----------
(Pengabdian Asoka Maharaja terhadap Buddhasasana bukan hanya pemugaran
candi-candi Buddha di India. Namun, juga mendukung diadakannya
Sangayana yang ketiga. Mendukung pengiriman para Dhammaduta ke luar
negeri. Yang terkenal diantaranya yaitu, putra-putrinya sendiri,
Mahinda Thera dan Sanghamitta Theri yang dikirim ke Sri Langka.
Mahinda Thera mengadakan Sangayana disana. Sementara Sanghamitta Theri
mendirikan Sangha Bhikkhuni. Dan, Dhammaduta yang diketuai oleh Sona
Thera dan Uttara Thera yang menyebarkan Dhamma ke Burma, Thailand dan
sekitarnya, sempat mampir ke pulau Jawa sejenak. Namun, karena
perjalanan ke tenggara itu amat berat, tak seorang bhikkhuni pun
menyertai sebagai Dhammaduta sehingga tidak terdapat Sangha Bhikkhuni
di tempat yang dikunjungi Sona Thera dan Uttara Thera).
--------------

Namun, perhelatan yang memang telah direncanakan amat meriah dan
menarik itu, ternyata masih ditambah dengan suatu pertunjukan seru dan
mengerikan yang tak diduga sebelumnya. Membuat suasana semakin meriah.
Itu disebabkan oleh ulah dewa Mara yang merasa tak senang atas
berhasilnya pemugaran candi-candi Buddha dan kini sedang dirayakan.
Hatinya merasa gatal melihat kejayaan Buddhasasana.

Dengan segera ia turun dari Sorga Paranimitavasavatti dan menciptakan
badai, angin puyuh yang dahsyat menyapu segala perlengkapan perhelatan
yang telah diatur sedemikian indah. Melihat itu, Upagupta Thera segera
masuk jhana dan ber-adhitthana menghentikan badai dahsyat itu dan
mengembalikan segala sesuatu yang telah porak poranda ke tempatnya
semula. Dewa Mara terkejut dan merasa terhina demi melihat lawannya
hanyalah seorang bhikkhu yang bertubuh amat kurus dan jangkung. Dia
merubah diri menjadi seekor kerbau hutan yang amat besar dan ganas.
Mengamuk dan merusak barang-barang di sekitarnya. Lalu berlari
menubruk hendak melumat tubuh bhikkhu Upagupta.

Sang Thera mengubah diri menjadi seekor harimau yang jauh lebih besar
dari kerbau hutan itu. Langsung menerkam dan menangkap si kerbau,
membuat si kerbau menguak dan meraung kesakitan. Harimau besar tidak
juga melepaskan kerbau yang telah tak berdaya itu, membuat Mara
semakin marah dan mengubah diri menjadi seekor naga. Meronta,
membebaskan diri dan menyemburkan api beracun menyerang harimau besar.
Dengan cepat harimau itu mengubah diri menjadi seekor garuda yang amat
besar. Menyambut serangan nagaraja dengan paruhnya yang menganga
lebar.

Maka, berlagalah kedua makhluk dahsyat itu dengan serunya. Segala
jurus dan usaha dari nagaraja untuk membelit dan menundukkan raja
garuda selalu gagal. Dengan lincah dan ligatnya garuda menghindar dan
membalas serangan sang naga. Api berbisa yang berkobar-kobar pun
seolah-olah bagaikan angin sepoi-sepoi dirasakan garuda.

Akhirnya, sang garuda berhasil menangkap leher naga dengan paruhnya.
Diterkamnya tubuh sang naga dengan cakarnya yang besar dan tajam serta
dibawa terbang ke udara. Dalam keadaan yang tak berdaya, badan sang
naga terombang-ambing di udara lalu dihempaskan kembali ke bumi. Mara
semakin gusar dengan kekalahan yang membawa siksa ini.

Ia segera mengubah diri menjadi raksasa yang amat besar dengan taring
yang mengerikan. Tangan kanannya menggenggam gada pemukul sebesar
pohon kelapa. Meraung-raung menyerang garuda. Namun, garuda pun segera
berubah menjadi raksasa pula. Badannya lebih besar dan kedua tangannya
memegang gada pemukul pula. Menyambut serangan raksasa Mara. Saling
serang, saling mengelak. Bumi pun berdentam-dentam akibat hempasan
kaki kedua raksasa. Pukulan-pukulan raksasa Mara sering tidak mengenai
sasaran bahkan kalau mengena pun seolah tak dirasa oleh raksasa
ciptaan Sang Thera. Namun, pukulan raksasa ciptaan Sang Thera terasa
amat menyakitkan di tubuh maupun hati raksasa Mara. Tubuhnya terasa
remuk redam dan hatinya pun merasa amat sakit dan pilu menerima setiap
pukulan yang mengena.

[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

Muten Roshi

Dewa Mara teringat saat bersama pasukannya menyerang Sang Buddha.
Semua senjata yang dilontarkan menyerang tubuh Buddha Gotama berubah
menjadi rangkaian besar bunga yang indah memayungi Sang Buddha.
Pasukannya mundur tersapu badai. Sang Buddha membalas
serangan-serangan dahsyat Mara dengan metta. Beliau sama sekali tidak
membalas serangan dengan siksaan seperti yang diterimanya sekarang.
Bhikkhu Upagupta - murid Sang Buddha itu - telah membuatnya
benar-benar tak berdaya dan tersiksa. Tubuhnya kembali menjadi dewa
Mara, terpuruk lemas di hadapan Sang Thera yang berdiri dengan
tenangnya.

Sebenarnya, ia ingin mengerang dan merintih karena rasa sakit di
sekujur tubuhnya. Namun, perasaan angkuh yang masih menguasai dirinya
membuatnya bungkam seribu basa. Rupanya, penderitaan yang dialaminya
itu belum mampu menghancurkan kesombongan dan keangkuhan yang selama
ini menjadi kebanggaannya. Dengan pasrah ia menunggu apa yang akan
terjadi selanjutnya pada dirinya, karena memang tak mampu berbuat
selain dari itu.

Dengan kesaktiannya, Upagupta Thera menciptakan bangkai anjing yang
telah berbau sangat busuk dan berulat. Lalu dikalung-kan pada leher
dewa Mara serta ber-adhitthana : 'Tak seorang pun, dewa bahkan brahma
yang mampu melepas bangkai anjing ini dari lehermu.'

Dewa Mara pun amat terkejut mendengarnya. Kesombongan dan keangkuhan
kembali mengendalikan batinnya. Dengan marahnya ia terbang mencari
pertolongan pada dewa Catumaharajika. Namun, dewa-dewa Catumaharajika
hanya bisa menjawab :

'Tuanku, Tuan saja yang lebih sakti dari kami tak mampu melepasnya.
Apalagi kami.'

Begitupun ketika minta pertolongan pada dewa-dewa yang lebih tinggi
dari dewa-dewa Catumaharajika, seperti Yamadhiraja dan lain-lain.
Mereka menjawab :

'Tuanku, Tuan saja yang lebih sakti dari kami tak mampu melepasnya.
Apalagi kami.'

Mendengar jawaban itu, ia tak segera putus asa. Ia terbang menemui
dewa Brahma bahkan Maha Brahma untuk minta pertolongan melepas bangkai
anjing yang menjijikkan itu dari lehernya.

'Wahai Maha Brahma yang sakti dan baik hati, tolong lepaskan bangkai
anjing ini dari leher saya. Bangkai anjing ini semakin lama semakin
busuk saja.'

'Sayang sekali, dewa Mara. Bukannya kami tak mau menolong Anda. Tapi,
sebenarnyalah, tak seorang pun dewa atau Brahma di tiga alam ini yang
mampu melepas bangkai yang menghiasi leher Anda itu. Hanya ada satu
orang yang mampu melakukannya.'

'Katakanlah Tuan, siapa yang mampu melakukannya?' tanya dewa Mara
penuh harap. Tapi, jawaban Maha Brahma membuatnya berkecil hati
kembali.

'Dia adalah Upagupta Thera, Buddhasavaka yang telah mencapai
Kearahatan dan mempunyai Chalabhinna.'

'Murid Gotama itu telah menyiksaku. Tolong nasehatkan padaku, apakah
aku harus merengek-rengek padanya? Maha Brahma, saya merasa keberatan
berhadapan muka dengannya. Hendak ditaruh dimanakah muka saya ini?'

'Wahai dewa Mara. Kami nasehatkan, kembalilah padanya. Sang Thera
adalah seorang yang penuh metta seperti Buddha Gotama gurunya. Atau
Anda menunggu hingga Sang Thera Parinibbana? Lalu, siapa pula yang
mampu melepas bangkai itu dari leher Anda? Apakah Anda menghendaki
perhiasan itu selama hidup Anda?'

Maka, dewa Mara pun berpikir : 'Baiklah! Kalau memang hanya bhikkhu
itu yang mampu melepaskannya, aku akan pergi padanya. Bila telah
terbebas dari bangkai menjijikkan ini, aku akan pergi dan tak ingin
melihat mukanya lagi.'

Setelah berpamitan, maka ia kembali ke dunia menemui bhikkhu Upagupta.

Bhikkhu Upagupta duduk samadhi di kaki gunung Himalaya, seolah sedang
menunggu kedatangan dewa Mara. Dewa Mara duduk di hadapan Sang Thera,
menunggu dengan tertibnya.

'Dewa yang baik, kau telah kembali rupanya. Kemana saja selama ini?'
tegur Sang Thera. Mendengar pertanyaan ini, makin guguplah ia, seperti
seorang anak nakal yang ditegur ayahnya.

'Bhante, lepaskanlah bangkai ini dari leher saya.' Hanya itu yang
diucapkannya. Sang Thera pun tahu bahwa dewa sakti itu masih tetap
dikuasai kesombongan dan keangkuhan.

Bhikkhu Upagupta berdiri. Melolos ikat pinggangnya serta
melemparkannya pada dewa Mara. Ikat pinggang itu memanjang di udara,
jatuh tepat di tubuh dewa Màra, membelit, mengikat tubuh dewa Mara.
Tubuh yang telah terikat erat dan tak bisa berkutik itu dijinjing oleh
Sang Thera, dibawa terbang menuju puncak gunung Himalaya.

'Lebih baik kau beristirahat di sini selama perhelatan yang diadakan
Asoka Maharaja berlangsung. Dengan begini, kau tak bisa
mengganggunya,' kata bhikkhu Upagupta sambil mengikat tubuh dewa Mara
pada puncak Himalaya. Dan Sang Thera pun beradhitthana : 'Tak seorang
pun, dewa bahkan Brahma yang akan mampu melepaskanmu.' Dan
ditinggalnya Mara terikat sendirian di atas sana selama tujuh tahun,
tujuh bulan dan tujuh hari. Alangkah menderitanya dewa malang itu. Ia
hanya bisa mengerang, mengeluh dan meronta tanpa bisa melepaskan diri.

*******

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan pun berganti tahun.
Akhirnya, tiba pula saatnya perayaan meriah itu paripurna. Bhikkhu
Upagupta pergi ke tempat dewa Mara terikat sedang merenungi dan
meratapi nasibnya tanpa bisa dilihat oleh dewa Mara. Sang Thera
sengaja tak menampakkan diri agar bisa tahu apakah dewa Mara telah
jera atau belum.

Mara yang tahu bahwa hari itu adalah hari berakhirnya perhelatan
besar, yang berarti akan terbebaskannya dirinya dari derita setelah
tujuh tahun lebih harus berkalungkan bangkai anjing busuk dan badan
terikat erat tak bisa beranjak kemana pun.

Baru kali ini dia punya kesempatan merenungkan semua tindakan dan
tingkah laku yang salah di masa lalu. Dalam keadaan tak berdaya,
batinnya bisa berpikir dengan jernih. Bukan dia yang terhebat di dunia
ini!

Dia teringat, karena pikiran usilnya, mengganggu Buddha Gotama yang
tak pernah berbuat salah padanya, dengan segala macam cara.
Sammasambuddha Gotama yang telah mencapai kesucian tertinggi, terbebas
dari nafsu, dia umpan dengan anak-anak gadisnya yang cantik
menggairahkan.

Sammasambuddha Gotama yang menguasai segala kesaktian, dia serang
dengan kekuatan penuh, dengan pasukan dan senjata lengkap. Sang Buddha
mengalahkannya tanpa menyakitinya, tanpa menyiksanya. Keusilannya
belum cukup sampai di situ. Kemudian, ia meminta Buddha Gotama untuk
segera memasuki Parinibbana. Begitupun ketika Buddhasasana, karya Sang
Buddha berjaya, iapun merasa tak senang. Sang Buddha tak pernah
mempunyai urusan dengannya. Buddhasasana pun tak pernah
menyusahkannya. Tapi, kenapa pula ia mencari perkara terhadap orang
yang tak bersalah. Kenapa pula ia usil terhadap orang yang tak pernah
mengusilinya.

Dan kini, karena ulahnya itu, ia terkena batunya. Ia harus tersiksa
karenanya. Murid Buddha Gotama yang muncul dua ratus tahun setelah
Sang Buddha Parinibbana itu telah memberinya pelajaran yang amat
berharga, walau terasa amat pahit. Membuat mata hatinya terbuka lebar.
Membuatnya sadar, betapa jahatnya dirinya, betapa usilnya dirinya,
betapa bodohnya dirinya.

Mengingat itu semua, dia merasa amat malu pada dunia. Dia merasa amat
malu pada Buddha Gotama. Dia merasa amat malu pada bhikkhu Upagupta.
Dan lebih dari itu semua, ia merasa amat malu pada diri sendiri. Dia
menyesali diri sendiri yang telah buta terhadap kebaikan. Mengabaikan
kesempatan yang amat langka.

Akhirnya, ia merasa amat marah terhadap dirinya sendiri. Giginya
mengatup, menggeretak. Dengan geram ia meronta. Dihentakkannya kakinya
beberapa kali ke tanah. Bumi pun berguncang. Salju pun pecah
bertebaran, berserakan menggelinding ke bawah mengikuti aliran sungai
Gangga.

Setelah melampiaskan kemarahan yang mengganjal di dada, Dewa Mara
merasa lilih, tenang. Pikirannya menjadi semakin jernih.

'Alangkah beruntungnya aku bertemu dengan bhikkhu Upagupta yang mampu
menyadarkan diriku. Apa yang terjadi bila tak seorang pun mampu
mengajarku. Tentu aku akan tetap tersesat pada kejahatan. Tapi, akan
lebih baik lagi bila aku mampu mencapai pencerahan sebagai
Sammasambuddha yang penuh welas asih, sebagai pelindung dan guru dari
semua makhluk' pikirnya.

Maka, di kesunyian puncak Himalaya yang amat dingin dan penuh salju,
dengan lantangnya dewa Mara, penguasa sorga Paranimmitavasavatti itu,
ber-adhitthana : 'Wahai alam semesta dan seisinya, saksikanlah, aku,
Maradhiraja penguasa sorga Paranimmittavasavatti, sejak saat ini,
menyatakan diri berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, bertekad
akan berusaha menyempurnakan parami untuk mencapai penerangan sempurna
sebagai Sammasambuddha, pelindung dan guru bagi semua makhluk.'
Sesudah menguncarkan adhitthana itu, batinnya dipenuhi oleh ketenangan
dan kebahagiaan. Ketenangan dan kebahagiaan yang belum pernah
dirasakan sebelumnya.

Tiba-tiba, muncullah Upagupta Thera di hadapannya. Dengan malu-malu
dewa Mara menegur Sang Thera : 'Bhante, berarti sejak tadi Bhante
telah berada di sekitar tempat ini.'

'Benar, dewa yang baik. Saya tahu apa yang Anda perbuat dan mendengar
apa yang Anda katakan. Maka dari itu, ijinkan saya menyampaikan hormat
saya pada Anda, seorang Bodhisatta.'

'Tapi, Bhante dengan begitu kejamnya telah menyiksa saya. Saya tak
ingin menjadi seorang Arahat seperti Bhante, karena saya tak ingin ada
orang tersiksa seperti saya. Saya ingin menjadi Sammasambuddha yang
penuh welas asih.'

Dengan tersenyum geli, Upagupta Thera berkata :

'Dewa yang baik, janganlah Anda mendendam pada saya. Karena kamma kita
di masa lampau, kita berdua harus sering bertemu dan saling menyakiti.
Tapi, dalam kehidupan ini, sayalah yang menang dan berhasil
mengingatkan Anda kembali ke jalan yang benar. Itu tugas akhir saya
terhadap Anda. Bukankah kita tak akan bertemu lagi pada kehidupan yang
akan datang? Karenanya, harap Anda memaafkan saya bila Anda merasa
tersiksa karenanya. Jadi, bukan karena saya tak mempunyai welas asih.
Tapi, semata-mata karena kewajiban yang harus saya lakukan.'

'Bhante benar. Tak ada lagi hutang piutang diantara kita. Saya merasa
amat berterima kasih pada Bhante yang telah menolong saya untuk
kembali ke jalan yang benar. Dan Bhante ..., telah terlalu lama saya
menderita begini. Tolong bebaskanlah saya sekarang. Saya telah rindu
pada kebahagiaan sorgawi di istana saya' pintanya.

Bhikkhu Upagupta memejamkam mata sejenak, sambil mengatupkan kedua
telapak tangan di dada. Maka, terurailah ikat pinggang yang membelit
tubuh dewa Mara, melayang di udara, menjadi pendek seperti semula dan
jatuh tepat di tangan Sang Thera. Bangkai anjing di leher Mara pun
lenyap seketika.

Dewa Mara menarik napas dengan lega. Dia merasa amat kagum pada
kesaktian Sang Thera, murid Sang Buddha. Kalau muridnya saja begitu
sakti, bagaimana pula dengan Sang Buddha. 'Sebelum Anda kembali ke
tempat Anda, bolehkah saya meminta sesuatu pada Anda?' tanya Upagupta
Thera setelah membebaskan dewa Mara.

'Tentu, Bhante. Apakah yang harus saya perbuat untuk Bhante?'

'Wahai dewa Mara. Dalam satu hal, saya merasa kurang beruntung. Saya
dilahirkan jauh sesudah Sang Tathagata parinibbana. Karenanya, saya
tak pernah bertemu dan melihat langsung bagaimanakah rupa dari Guru
saya tersebut. Dalam hal ini Anda lebih beruntung dari pada saya. Anda
pernah bertemu dan melihat langsung Sang Buddha. Saya harap Anda mau
mengubah diri Anda menjadi Sang Buddha agar saya dapat melihat
bagaimanakah Guru saya itu. Itulah permintaan saya.'

'Baiklah, Bhante. Tapi, dengan satu syarat yang harus Bhante penuhi.
Bila saya telah mengubah diri menjadi Sang Buddha, janganlah Bhante
namakkara pada saya. Saya tak sanggup lagi menerima buah kamma buruk
karenanya,' kata Mara penuh kekhawatiran.

'Baiklah,' jawab Sang Thera.

Maka, Mara mengubah diri menjadi Buddha Gotama, lengkap dengan
Mahapurisalakkhana (tiga puluh dua ciri-ciri Kebuddhaan). Berjalan
dengan anggunnya diiringi oleh Asitimahasavaka (delapan puluh
murid-murid utama).

Setelah cukup lama memperhatikan dengan seksama, dengan penuh hormat,
Upagupta Thera melakukan namakkara di hadapan Sang Buddha.

Dengan segera lenyaplah pemandangan Sang Buddha beserta
murid-muridnya, berganti dengan dewa Mara yang sedang berdiri dengan
muka cemberut memandang Sang Thera.

'Mengapa Bhante mengingkari janji? Mengapa Bhante namakkara pada saya?
Lalu, buah kamma apa lagi yang akan saya terima karenanya? Dulu saya
telah banyak berbuat jahat pada Sang Buddha. Dan saya harus tersiksa
dengan badan terikat di puncak Himalaya ini,' kata Mara dengan penuh
kecemasan.

'Janganlah anda cemas. Saya tak mengingkari janji. Bhikkhu Upagupta
tidak melakukan namakkara pada dewa Mara. Saya melakukan namakkara
pada Sang Buddha, guru saya. Hal itu sama sekali tak berpengaruh pada
anda. Anda tidak akan menerima akibat buruk karenanya. Terima kasih
atas kebaikan anda. Kini, silakan kembali ke tempat Anda di sorga
Paranimmitavasavatti. Sayapun akan kembali ke senasana saya di laut
selatan. Selamat tinggal, dewa Mara.' Maka lenyaplah Sang Thera dari
pandangan dewa Mara.

Dewa Mara pun segera kembali ke sorga Paranimmitavasavatti, tingkatan
sorga yang tertinggi di antara sorga para dewa.

Kini, Maradhiraja yang biasa dikenal sebagai dewa Mara, masih
bertinggal di sorga Paranimmitavasavatti sebagai seorang Bodhisatta
yang sedang menghimpun Dasaparami. Kelak, di kappa yang akan datang,
dewa Mara akan berhasil mencapai penerangan sempurna sebagai seorang
Sammasambuddha. Sebagai satu-satunya Sammasambuddha di kappa tersebut.
Akan disebut Sammasambuddha Dhammasami, yang mempunyai amat banyak
murid yang berhasil mencapai kesucian.Kappa dimana kini kita hidup,
mempunyai paling banyak Sammasambuddha, yaitu lima orang
Sammasambuddha.***
[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

Muten Roshi

#193
kalau mara adalah fenomena pikiran,  koq bisa ada dewa mara berantem dengan seorang banthe ya? ???  .. bisa berubah jadi garuda dan naga pula .. hebat bener.... :-?
[url="http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi"]http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi[/url]

Hendra Susanto

dewa mara... :-? ehmm.. pengetahuan sy tidak dalam.. dr pengertian yg dangkal dpt sy simpulkan mara adalah sisi negatif dr pikiran kt dan berantem dengan bhante adalah sisi positif dr pikiran kt... pikiran dpt menciptakan segala macam bentuk semau "dia"
_/\_