Tanya Jawab: Manusia dan Kehendak Bebas

Started by vincentliong, 29 June 2008, 08:44:32 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

vincentliong

#90
Quote from: Kainyn_Kutho on 03 July 2008, 09:06:27 AM
Quote"S.G." itu "S.B.". Selain cara yang ditempuh si "S.G." ada banyak pribadi lain yang menemukan caranya sendiri dalam mengakali problema "Mekanisme mentalnya intinya 3: Iman Pengharapan dan Kasih" dengan caranya masing-masing.

Keliru lagi. S.G. ini tidak menggunakan iman. S.G. ini menggunakan pembuktian dan realisasi kebenaran apa adanya, bukan percaya akan sesuatu yang diyakini sebagai benar.

Kalau dibilang menggunakan "kasih", "kasih" yang seperti apa? Dalam ajaran anda saja, kasih itu dibagi menjadi 4 (Agape, Storge, Philia dan Eros), yang tiga di antaranya (kecuali Agape) itu dalam doktrin S.G. ini termasuk dalam piyappiya (kasih yang berupa kemelekatan). Agape ini dikatakan tidak bersyarat dan tidak terjelaskan, dan saya juga belum pernah menemukan contohnya. Dalam doktrin S.G. ini, kasih yang bukan piyappiya dibagi menjadi 3: metta, karunna dan mudita. Kesemuanya adalah tanpa syarat, tetapi karunna dan mudita adalah terkondisi oleh objek.

Kalau dibilang pengharapan, ini lebih tidak nyambung lagi. Ajaran S.G. ini tidak bertumpu pada pengharapan di masa depan (yang belum tentu datang), tetapi pada "hidup saat ini".





QuoteMisalnya seekor anjing memakan dog food yang sama setiap hari (tidak diberi makanan yang lain), lalu tiba-tiba tuannya menjatuhkan sebuah bakso ikan. Maka bakso ikan tsb memberikan pembanding antara dog food dan bakso ikan. Meskipun hanya sesekali pengalaman bakso ikan tsb  ia alami tetapi sangat berarti karena memberikan range/jangkauan perbedaan antara pengalaman makan dog food dan makan bakso ikan.

Ini salah, dan sudah menyalahi kompatiologi sendiri. Anjing memakan dog food yang sama di pagi hari dan sore hari adalah sudah merupakan pembanding, sebab dimakan dalam waktu yang berbeda. Jadi itu adalah Subjektif (pada si anjing), bukan objektif pada makanan.
Jika dilihat dari psikologi kepribadian, seseorang yang memiliki sindrom bipolar (manic - depresif), memiliki range yang sangat-sangat jauh terhadap satu objek, bahkan tanpa pembanding dengan objek lainnya.
Jadi sebetulnya variasi feel (terutama terhadap yang sifatnya bergantung pada pikiran) yang paling dominan itu ada dalam "subjek", bukan pada "objek".


Dalam kompatiologi yang berbeda menurut tempat dan waktu adalah judgement-nya bukan pengalaman itu sendiri. Pengalamannya sendiri tidak berubah. Silahkan dibaca kembali.

Tentang "S.G." yang saya bahas adalah pribadinya dalam berhubungan dengan pencarian jawaban soal mekanisme mental manusia yang paling dasar, bukan ajarannya yang dibuat setelah ia menemukan jawabannya. Sesuatu yang diyakini (meyakini kebenaran atas sesuatu yang tidak kelihatan) yang mengintepretasikan apapun, segala ajaran tetap bersifat pengharapan apapun ajaran itu.

K.K.

Quote
Dalam kompatiologi yang berbeda menurut tempat dan waktu adalah judgement-nya bukan pengalaman itu sendiri. Pengalamannya sendiri tidak berubah. Silahkan dibaca kembali.

Jadi maksudnya orang minum sirup setelah makan pare dan minum sirup setelah makan kue, feel-nya tetap sama, hanya judgment-nya yang berbeda? Kalau begitu saya yang salah tangkap tentang kompatiologi.


QuoteTentang "S.G." yang saya bahas adalah pribadinya dalam berhubungan dengan pencarian jawaban soal mekanisme mental manusia yang paling dasar, bukan ajarannya yang dibuat setelah ia menemukan jawabannya.
OK, kalau begitu.  :)

vincentliong

Quote from: Kainyn_Kutho on 03 July 2008, 09:16:51 AM
Quote
Dalam kompatiologi yang berbeda menurut tempat dan waktu adalah judgement-nya bukan pengalaman itu sendiri. Pengalamannya sendiri tidak berubah. Silahkan dibaca kembali.

Jadi maksudnya orang minum sirup setelah makan pare dan minum sirup setelah makan kue, feel-nya tetap sama, hanya judgment-nya yang berbeda? Kalau begitu saya yang salah tangkap tentang kompatiologi.


QuoteTentang "S.G." yang saya bahas adalah pribadinya dalam berhubungan dengan pencarian jawaban soal mekanisme mental manusia yang paling dasar, bukan ajarannya yang dibuat setelah ia menemukan jawabannya.
OK, kalau begitu.  :)


Ada hal yang tidak tercapai kalau bermainnya hanya melalui pikiran yaitu: Feel fisikal. Ketika manusia sudah masuk pada budaya berpikir (intuisi) maka yang yang sifatnya lebih spontan yaitu naluri (insting) seperti hilang begitu saja. Baik dimulai dari insting atau intuisi urutan prosesnya tetap saja sama: "FEEL/insting -> JUDGEMENT/intuisi -> generalisasi" atau "JUDGEMENT/intuisi -> generalisasi"

Maka dari itu anda menyalahartikan penjelasan saya yang berkaitan dengan Judgement dan Feel.

bond

#93
Quoteby vincent liong
Tentang "S.G." yang saya bahas adalah pribadinya dalam berhubungan dengan pencarian jawaban soal mekanisme mental manusia yang paling dasar, bukan ajarannya yang dibuat setelah ia menemukan jawabannya. Sesuatu yang diyakini (meyakini kebenaran atas sesuatu yang tidak kelihatan) yang mengintepretasikan apapun, segala ajaran tetap bersifat pengharapan apapun ajaran itu.

Quote
Intinya Pilihan cara yang 'saya' (Vincent Liong) pakai cenderung menggunakan minuman tidak menggunakan meditasi, sebab meminum minuman adalah pengalaman ke dalam diri beda dengan pendengaran, penciuman, pengelihatan, perabaan, dlsb yang sifatnya pengalaman ke luar diri. asal tercapai range/jangkauan/variasi pengalaman pribadi. Hasilnya mirip-mirip karena permasalahan yang ingin dijawab itu-itu saja, penjelasan dan sudutpandang dalam memperlakukan Iman Pengharapan dan Kasih bisa berbeda-beda.

Menurut Anda segala ajaran bersifat pengharapan? Dalam ajaran Buddha inti ajarannya adalah melepas pengharapan, nah kesimpulan Anda berdasarkan pengalaman atau pemikiran?(kalau ingin dijawab,jawablah dengan singkat)

Apakah meditasi merupakan pengalaman diluar diri?(jawab dengan singkat saja)

range/jangkauan/variasi pengalaman pribadi apakah Anda melihatnya sepotong-potong atau Anda melihat keseluruhan proses awal pengalaman ,pertengahan pengalaman dan akhir pengalaman, dpatkah Anda menghitung Variasi nya dengan rinci atau menyebutkan detil tiap variasi pengalaman Anda?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

K.K.

vincentliong,

QuoteAda hal yang tidak tercapai kalau bermainnya hanya melalui pikiran yaitu: Feel fisikal. Ketika manusia sudah masuk pada budaya berpikir (intuisi) maka yang yang sifatnya lebih spontan yaitu naluri (insting) seperti hilang begitu saja. Baik dimulai dari insting atau intuisi urutan prosesnya tetap saja sama: "FEEL/insting -> JUDGEMENT/intuisi -> generalisasi" atau "JUDGEMENT/intuisi -> generalisasi"

Maka dari itu anda menyalahartikan penjelasan saya yang berkaitan dengan Judgement dan Feel.

Saya tambah tidak mengerti jadinya.
Jadi pada kasus minum sirup, yang mana feel, yang mana judgment? Yang dirujuk sebagai pengalaman (yang tidak berubah) itu yang mana?

vincentliong

TO: Kainyn_Kutho
Hal: Insting

Menurut manusia, manusia memiliki derajat yang lebih tinggi daripada binatang. Anggapan ini banyak diyakini baik oleh kaum ilmiahwan, agama, spiritual, dlsb.

dalam ilmupengetahuan

Ada sekelompok orang yang menganut bahwa kebenaran itu didapatkan dari suatu hal yang 'empiris' (yang mampu dilakukan berulang kali secara konsisten). Ini tidak jauh berbeda dengan bagaimana binatang mempelajari hal di sekitarnya yaitu dengan melihat apa yang biasanya terjadi secara empiris.

Lalu ada sekelompok orang yang menganut bahwa kebenaran itu didapatkan dari suatu hal yang logis, jadi cera kerjanya adalah dengan mengkaitkan antara logika satu dengan yang lain dari penemu-penemu empiris maupun dari asumsi berdasarkan logika yang jelas urutannya. Hal yang logis ini sering disebut ilmiah. Logika dan keilmiahan ditinggikan dan dianggap lebih penting dari empiris karena dianggap lebih dari binatang karena katanya manusia itu berpikir dan berlogika sedangkan binatang tidak.

Banyak hal yang empiris tidak dianggap ilmiah, banyak hal yang ilmiah dianggap tidak empiris.

dalam spiritual

Ada yang disebut Insting; insting sering dikait-kaitkan dengan binatang, misalnya bagaimana binatang yang tidak belajar ilmu pendidikan seksual kok bisa tahu bagaimana caranya berhubungan seksual, selalu ada pattern yang jelas dengan jenjang umur yang jelas dalam perkembangan seksual tsb. Bagaimana binatang yang tidak belajar ilmu kesehatan membiasakan diri berjemur di pagi hari. Intuisi adalah sesuatu yang sulit terjamah karena sifatnya yang spontan dan otomatis.

Lalu ada yang namanya intuisi; intuisi sering dianggap sebagai sesuatu yang memiliki derajat yang lebih tinggi daripada insting karena insting dimiliki binatang dan manusia sedangkan intuisi dianggap hanya dimiliki manusia. Intuisi bermain dengan logika, kadang-kadang orang mengaku mendapat intuisi dari Tuhan tetapi sulit diketahu apakah dia sedang berpikir dengan logika, mendapat pesan-pesan dari tuhan atau sedang bermain drama atau sedang berkhayal. Tentunya seperti logika ilmiah yang non empiris intuisi tidak membutuhkan bukti, hanya urutan cerita dengan logika yang runtut sudah cukup.

insting -> intuisi -> generalisasi

dalam penelitian kebanyakan data pada awalnya didapatkan dari peneliti-peneliti yang melakukan penelitian berbasis empiris. Permasalahannya penelitian empiris membutuhkan waktu yang lebih panjang dibanding penelitian logika ilmiah. Hidup manusia itu pendek sehingga sering kali satu peneliti berbasis eksperimen hanya sempat meneliti satu tema spesifik dalam hidupnya, itupun belum tentu selesai, kadang-kadang dilanjutkan penelitiannya oleh penerusnya (muridnya) selama beberapa generasi, disempurnakan secara bertahap.   

data-data yang didapatkan peneliti-peneliti empiris biasanya digunakan oleh peneliti logika ilmiah untuk dikutip asumsi-asumsinya, dengan dibandingkan dengan data yang lain secara runtut, diurutkan logikanya untuk membuat asumsi-asumsi logika ilmiah yang belum tentu empiris. Tidak seperti peneliti empiris, biasanya peneliti logika ilmiah memiliki tatabahasa yang lebih baik, dan mampu menceritakan hal yang lebih luas (tidak spesifik) bidangnya karena tidak memerlukan waktu penelitian yang panjang.

Sdr. Kainyn_Kutho, saya pribadi adalah peneliti berbasis empiris yang lebih banyak bermain di ranah instingtif yaitu yang berkaitan dengan kompatiologi. Di forum ini saya banyak bicara dengan gaya agak intuisi & logika ilmiah sebenarnya bukan pijakan utama saya, tetapi saya mencoba berusaha agar mampu menjelaskan.

Semoga pembahasan mengenai intuisi ini sedikit membantu menjelaskan.

vincentliong

#96
Quote from: bond on 03 July 2008, 10:29:31 AM
Quoteby vincent liong
Tentang "S.G." yang saya bahas adalah pribadinya dalam berhubungan dengan pencarian jawaban soal mekanisme mental manusia yang paling dasar, bukan ajarannya yang dibuat setelah ia menemukan jawabannya. Sesuatu yang diyakini (meyakini kebenaran atas sesuatu yang tidak kelihatan) yang mengintepretasikan apapun, segala ajaran tetap bersifat pengharapan apapun ajaran itu.

Quote
Intinya Pilihan cara yang 'saya' (Vincent Liong) pakai cenderung menggunakan minuman tidak menggunakan meditasi, sebab meminum minuman adalah pengalaman ke dalam diri beda dengan pendengaran, penciuman, pengelihatan, perabaan, dlsb yang sifatnya pengalaman ke luar diri. asal tercapai range/jangkauan/variasi pengalaman pribadi. Hasilnya mirip-mirip karena permasalahan yang ingin dijawab itu-itu saja, penjelasan dan sudutpandang dalam memperlakukan Iman Pengharapan dan Kasih bisa berbeda-beda.

Menurut Anda segala ajaran bersifat pengharapan? Dalam ajaran Buddha inti ajarannya adalah melepas pengharapan, nah kesimpulan Anda berdasarkan pengalaman atau pemikiran?(kalau ingin dijawab,jawablah dengan singkat)

Apakah meditasi merupakan pengalaman diluar diri?(jawab dengan singkat saja)

range/jangkauan/variasi pengalaman pribadi apakah Anda melihatnya sepotong-potong atau Anda melihat keseluruhan proses awal pengalaman ,pertengahan pengalaman dan akhir pengalaman, dpatkah Anda menghitung Variasi nya dengan rinci atau menyebutkan detil tiap variasi pengalaman Anda?



Apakah peryataan "Dalam ajaran Buddha inti ajarannya adalah melepas pengharapan" bukanlah sebuah pemikiran yang diwariskan dalam bentuk 'keyakinan'(sesuatu yang diyakini tanpa memerlukan bukti yang tampak)? Bisa saja pilihan yang dipilih adalah mengasumsikan bahwa secara logis dapat diterima akal sehat bahwa manusia bisa bisa melepas pengharapan. Dilemanya adalah sesuatu yang diwariskan dengan perkataan adalah bersifat pikiran; dalam berpikir sulit dibedakan antara berpikir, bermain logika, berkhayal, mendapat petunjuk dari hati rurani, mendapat petunjuk dari Tuhan yang esa, dlsb. Sesuatu yang tidak memiliki kepastain di ranah empiris/instingtif/fisikal masih berbentuk asumsi atau pengharapan.

Menurut saya meditasi adalah pengalaman di dalam diri yang masih terkait dengan 'pikiran' (non-fisikal/non-empiris/logika) yang masih memiliki resiko berubah dan dimanipulasi oleh pribadi itu sendiri tanpa disadari, yang masih sulit terbedakan dengan jelas apakah itu berpikir dengan logika, mendapat pesan-pesan dari tuhan atau sedang bermain drama atau sedang berkhayal. Saya tidak mengatakan cara meditasi salah tetapi tidak untuk semua orang, karena sulit melakukan quality control dalam mengajarkan meditasi sebab siapa tahu isi hati setiap orang, siapa tahu dia mengartikan proses bimbingan secara benar atau salah.

Logika ilmiah/intuisi sering bermain dengan penjelasan dan angka. Apakah kebenaran dapat diwakili oleh hal itu tanpa asumsi dan pengharapan agar sesuatu benar atau tidak benar. Dalam dekon-kompatiologi yang saya lakukan awalnya adalah tidak memberikan penjelasan dan asumsi-asumi, membiarkan mereka mengalami pengalamannya, kemudian suruh mereka menulis buku laporan versi mereka masing-masing. Dari situ baru kita ketahui efektifitas suatu metode dengan sudutpandang empiris.

E-Book Logika Komunikasi Empati adalah rangkuman dari beberapa buku laporan pascadekon-kompatiologi yang ditulis oleh para pengguna mantan kompatiologi tanpa mendapat bimbingan atau diedit oleh Vincent Liong, bahasa definisinya pun tidak seragam.

E-Book Logika Komunikasi Empati sebisa mungkin tidak memasukkan pemikiran (asumsi) Vincent Liong. Beberapa E-Book buku laporan pascadekon-kompatiologi yang ditulis oleh pengguna mantan kompatiologi yang dibuka untuk dibaca khalayak umum diantaranya:
* Kitab Angin (ditulis oleh Juswan Setyawan) & Kitab Tanah (ditulis oleh Cornelia Istiani) 229 halaman A4.
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/files/E-BOOK%20Wajib%20Komunikasi%20Empati/Ms.Word%20KitabAngin%2Bver5Sep06/
* Catatan Harian Seorang Pendekon Kompatiologi Andy Ferdiansyah 173 halaman A4.
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/files/CatatanHarianSeorangPendekon/
* Kitab Cahaya (ditulis oleh: M. Prabowo/ Dade) +/-30 halaman
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/files/KITAB%20CAHAYA/
, dlsb yang belum saya buka untuk dibaca khalayak umum.

vincentliong

DEKONSTRUKSI


   Dikarenakan kitab-kitab lainnya tidak ada yang menjabarkan serta menerangkan secara detail tentang proses Dekonstruski dengan alasan-alasan tertentu, maka ijinkan saya mengambil ruang kosong ini. Disini saya akan mencoba menjabarkan satu per satu proses dekonstruksi atau DEKON. Dengan harapan agar masyarakat banyak tidak mengalami salah paham tentang proses ini atau mungkin takut untuk mengalami nya.

LATAR BELAKANG DEKONSTRUKSI

   Dekonstruksi-kompatiologi atau yang biasa dikenal dengan nama "DEKON" merupakan sebuah tahap awal yang harus dilalui oleh siapa pun yang ingin mempelajari kompatiologi.

   Proses dekon hanya wajib dilakukan 1 (satu) kali dengan sejumlah biaya tertentu yang telah disepakati bersama. Berdurasi berkisar antara 3-4 jam. Untuk pertemuan dekon selanjutnya sifatnya tidak wajib (optional), karena akan lebih pada pendalaman saja dan sharing antar sesama terdekon (orang yang sudah di dekon). Dan tentunya bagi terdekon yang ingin datang pada acara-acara dekon lainnya tidak akan dipungut biaya sedikitpun alias gratis. Bahkan mereka bisa datang berulang kali secara bebas. Unlimited visit. Karena memang dengan datang ke acara dekon berulang kali akan sangat mempercepat proses dari kecerdasan intuisi terdekon untuk bekerja secara maksimal.

   Mengambil tempat di mall-mall terpilih yang memiliki konsep "open food court" serta dengan tingkat kebisingan tertentu, dan tidak lupa keharusan adanya toko buku plus supermaket yang cukup lengkap. Dekon menjadi semacam ritual unik yang agak nyeleneh dan sedikit membingungkan bagi mereka yang baru pertama kali mengikutinya. Namun justru disinilah letak kuncinya. Semakin ramai dan bising atau semakin banyak gangguan (noise) dalam proses dekon, maka tingkat keberhasilannya pun akan semakin tinggi. Belum lagi ditambah dengan rasa was-was atau malu akibat dari tatapan orang-orang sekitar food court yang mungkin juga ikut mengawasi dengan sejuta pertanyaan di kepala mereka masing-masing. Di perparah juga dengan perilaku pen-dekonnya sendiri yang juga ikut berperan dalam menciptakan gangguan-gangguna tambahan yang diperlihatkan dalam bentuk sikap dan kelakuan eksentrik mereka yang sangat ajaib dan jauh dari elegan, serius, apalagi berwibawa. Bahkan cenderung kepada sikap norak, belagu, sok tau, kurang ajar, konyol dan kadang-kadang jorok (ini biasanya vincent kayaknya ya...? ). Adapun beberapa contoh sikap-sikap konyol ini , antara lain : bersikap sembrono dengan tidak sengaja menjatuhkan makanan atau minuman, makan es krim belepotan, melepas sepatu alias bertelanjang kaki di tengah-tengah acara dekon dan kemudian mengangkat kaki untuk bersila diatas kursi, bersin dengan menggunakan tisu yang berisikan "kotoran hijau berlendir" namun kemudian tisu itu diletakkan di tengah-tengah meja dekon, Sengaja mengajak para calon terdekon untuk ber debat kusir mengenai hal-hal yang kurang penting atau masalah yang sebenarnya sudah diketahui jawabannya, dan terakhir yang paling sering adalah biasanya si pendekon asyik sendiri dengan dirinya, ketawa-ketawa sendiri atau becanda dengan pendekon lain yang terkesan seperti tidak memperdulikan perasaaan para calon terdekon yang sedang kebingungan.

   Hal ini sebenarnya tidak selalu terjadi. Karena biasanya sikap para pendekon muncul menjadi sedemikian rupa sebagai respon intuitif mereka atas kepribadian asli dari orang yang akan di dekonnya. Apabila dengan kecerdasan intuisi dan hasil analisanya para pendekon menangkap sinyal bahwa orang yang akan di dekon memiliki watak keras,walaupun dalam penampilannya orang ini kelihatannya manis dan lembut, maka kemungkinan besar dari awal pertemuan si pendekon sudah akan bersikap jauh lebih keras atau minimal sama keras terhadap mereka, atau tergantung pada karakter pendekon itu sendiri yang berusaha menyesuaikan diri dengan calon terdekon dengan tujuan agar calon terdekon menunjukkan dirinya yang sebenarnya tanpa harus menggunakan topengnya terus. Jadi bagi anda yang belum di dekon dan sudah terlanjur membaca tulisan ini, ya sudahlah nanti pas di dekon mbok ya santai saja, gembira-gembira saja apapun yang terjadi. Anggap saja sedang main-main. "Do not take it too serious man...." yang jelas kalau situ nggak gigit, ya kita juga nggak makan situ kok J

   Semua ini dilakukan bukan tanpa alasan. Mengenai suasana ramai atau bising, apabila dalam proses meditasi pasif (posisi duduk diam sendiri dalam suatu ruangan) atau latihan-latihan lainnya yang sebagian besar selalu menekankan pada proses konsentrasi dan proses untuk mencapai tingkat keheningan tertentu. Maka dalam proses dekon yang terjadi justru adalah kebalikannya. Para calon terdekon dipaksa atau mungkin akan terpaksa untuk menjadi amat sangat tidak serius dan tidak mungkin untuk berkonsentrasi terhadap apapun. Dalam proses ini akan terjadi semacam kemacetan rasio sementara pada diri terdekon. Dimana antara logika dan realita tentang konsep yang ideal akan diri mereka sendiri dan konsep di luar diri mereka, akan selalu dibenturkan pada saat proses dekon. Dan dari sinilah secara alamiah naluri dasar mereka atau kecerdasan intuisi tersebut muncul secara dominan ke permukaan. Dan hal ini akan mempengaruhi perangai serta kelakukan atau sikap mereka selama proses dekon. Respon intuitif ini alami terkadang muncul tanpa mereka sadari dalam aneka ragam sikap, ucapan atau tindakan yang bahkan bisa jauh lebih ajaib dari para ke ajaiban perilaku pen dekonnya sendiri saat itu. Dan tidak urung mengundang gelak tawa dari seluruh peserta dekon yang hadir saat itu. Beberapa contoh respon intuitif alami yang terjadi, antara lain : Yang tadinya pendiam tiba-tiba jadi cerewet banget, Yang tadinya kelihatan ceria tiba-tiba mukanya menjadi merah padam, Ada yang tiba-tiba menjadi gelisah, bahkan ada juga yang sampai sedih, kebanyakan yang sering terjadi adalah pusing dan ngantuk, walaupun pernah juga kejadian ada yang tertidur di tengah-tengah proses dekon, bahkan ada yang tiba-tiba tanpa alasan apa-apa pergi begitu saja dari arena dekon (???)


FUNGSI DEKON

   Dekonstruksi, sesuai dengan namanya adalah ibarat merenovasi sebuah ruangan perkantoran tanpa merubah atau menghilangkan susunan ruang-ruang utama nya. Cukup dengan memindahkan atau mengatur kembali posisi partisi-partisi atau sekat-sekat yang membatasi ruang kerja antar tiap bagian, sehingga tercipta suasana yang lebih harmonis dan kinerja yang jauh lebih efektif dan efisien antar tiap bagian unit kerja atau divisi. Kalau mau diibaratkan, proses dekon bisa diumpamakan seperti proses Defragmenting ataupun instalasi operating system pada sebuah computer. Dimana yang ditanamkan adalah sebuah pola memori baru tanpa merubah keseluruhan isi memori tersebut. Sehingga bila yang tadinya windows 98, di upgrade jadi windows xp. Sedangkan software-software yang terdapat di dalamnya dapat dikembangkan sendiri oleh para terdekon setelah mereka betul-betul menguasai kompatiologi. Dimana tetap yang menjadi sasaran utama dari proses dekon ini adalah otak kanan si terdekon yang merupakan lokasi sumber kecerdasan intuisi berada.

   Disamping itu sifat dari instalasi ini adalah "OPEN SOURCE". Sehingga ada kemungkinan suatu hari nanti akan bermunculan dekonstruksi kompatiologi-kompatiologi lain dalam wajah,nama, dan bentuk metode yang sudah jauh berbeda dengan yang ada saat ini.

Dan satu hal lagi, proses dekonstruksi itu sendiri bukan hanya terjadi pada saat proses dekon saja. Namun juga terjadi secara bertahap dan terus menerus dalam kehidupan sehari-hari si terdekon (Evolusi Adaptasi) sepanjang dia menerapkan segala kemampuan yang diperolehnya nanti di kehidupannya. Sehingga semakin lama ketajaman intuisinya akan semakin meningkat, seiring dengan kemampuan analisa untuk meng interpretasikan atau menterjemahkan intuisi tersebut dan strategi logika nya yang juga otomatis akan terus bertambah tanpa batas (unlimited power).

S.O.P DEKON (STANDARD OPERATING PROCEDURES)


   Disini saya akan membedah proses dekon dengan sedikit lebih rinci namun tetap dalam bahasa yang sesederhana mungkin.

   Adapun proses dekon ini secara garis besar, antara lain :


1.   Makan bersama-relaksasi awal

Ini adalah proses awal. Dimana bagi para calon ter dekon dapat berfungsi sebagai relaksasi awal. Sedangkan kalau bagi para pendekon sendiri menjadi sarana untuk briefing sederhana sekaligus guna mendapatkan informasi secara intuitif mengenai karakter yang sebenarnya dari para calon terdekon. Yang nantinya informasi mengenai karakter atau personaliti calon terdekon akan berpengaruh sekali pada pemilihan komposisi minuman yang akan dibeli.

Namun terkadang proses menggali informasi karakter calon terdekon ini tidak semulus yang dibayangkan.. Karena banyak dari mereka yang datang dengan menggunakan "topeng". Sehingga hal ini memaksa para pendekon untuk menciptakan respon intuitif dalam bentuk ucapan atau perilaku-perilaku ajaib yang berfungsi untuk meng-gedor para calon terdekon supaya mereka dapat segera melepas topengnya tersebut. Atau setidaknya dapat terjadi suatu loncatan emosional entah itu sedikit marah, sinis, atau kebingungan yang makin menjadi dari para calon terdekon yang justru akan memudahkan para pendekon untuk menggali lebih dalam lagi tentang karakter dan permasalahan sebenarnya dari para calon terdekon. Lebih jelas lagi mengenai hal ini, baca "BAB : JURUS KOMPATI ATTACK ! "

2.   Membeli aneka minuman

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses pemilihan komposisi minuman yang akan dibeli disesuaikan dengan karakter dari para calon terdekon. Namun tetap mengacu pada garis besar yang telah ditetapkan (Teh Hijau, Isotonik, Teh Hitam, dan lain lain). Sebagai contoh , bagi calon terdekon yang menurut pendekon masuk dalam klasifikasi, "Kelas Berat", maka komposisi minuman dengan range rasa yang sangat ekstrim akan menjadi pilihan utama. Dan biasanya dibeli dalam jumlah kerapatan variasi rasa yang lebih banyak.

Saya ambil contoh satu rasa, yaitu asam. Maka yang dibeli nantinya akan ada rasa Asem jawa, Asem soda, Asem anggur, Asem manis, Asam mint, Asam jahe, dan lain sebagainya. Sedangkan bagi mereka yang terdeteksi masuk dalam klasifikasi "Kelas Ringan". Biasanya pemilihan komposisi kerapatan minumannya tidak akan seberat itu. Bahkan beberapa kali dekon terakhir ini saya pribadi sempat menggunakan minuman dengan efek rasa "Pahit" . Dan ternyata cukup efektif juga.

Hanya saja dikarenakan proses dekon biasanya selalu dihadiri lebih dari 2 (dua) orang, para pendekon-pendekon masa kini rata-rata langsung saja meng kategorikan semua calon terdekonnya sebagai kelas berat. Berikut ini salah satu alasannya ; " Nggak repot, bisa langsung hajar, ngga perlu lama-lama mikir, dan yang penting biar pada cepet korslet nya...."  (apa ya maksudnya ?)

Jumlah minuman yang dibeli tidak terbatas. Tapi biasanya berjumlah sekitar 14-16 jenis minuman yang sebagian besar didominasi oleh teh hijau. Karena disinyalir memiliki unsur lebih menyehatkan dan tidak terlalu menyiksa lambung. Bila dibandingkan dengan minuman sekelas susu dan minuman bersoda (maaf saya tidak bisa menyebut nama minumannya disini).


3.   Permainan "Mabok Teh" dimulai :

a)   Pendekon menyusun konfigurasi minuman

Disini konfigurasi minuman yang akan disusun pun juga akan disesuaikan dengan karakter global dari seluruh peserta dekon yang hadir.

b)   Sesi-1   : Mengenal rasa (1x putaran)

Tiap peserta akan diajak untuk mencicipi minuman yang tersedia satu persatu secara urut sesuai konfigurasi yang telah disusun pendekon dan mereka diwajibkan untuk menyebutkan secara lisan dengan jujur apa saja rasa dari masing-masing minuman tersebut.

c)   Sesi-2   : Menebak Rasa (2x putaran)

Sesi ini tiap peserta akan diminta untuk meracik campuran minuman yang tersedia secara acak dan dalam jumlah yang tidak dibatasi. Kemudian minuman tersebut dibagikan ke seluruh peserta dekon lainnya. Sebelum diminum tiap peserta harus menebak terlebih dahulu kemungkinan efek rasa yang akan muncul setelah diminum dan akan mempengaruhi bagian tubuh pada posisi yang mana dengan range dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setelah diminum maka dibuktikan apakah tebakan mereka tepat atau meleset. Namun dalam proses ini benar atau salah bukanlah suatu tujuan. Sehingga sekalipun meleset dan memang biasanya begitu, pola akan logika dari proses sesi-2 akan terekam dalam memori terdekon.

d)   Sesi-3   : Menciptakan ( 1 atau 2x putaran)

Sebelumnya calon terdekon harus terlebih dahulu menulis di kertas atau di Hp, efek apa yang akan timbul bagi orang yang meminum ramuan minuman mereka. Lalu kemudian mereka diminta untuk menganalisa dan berstrategi dalam mencampur minuman lagi yang kira-kira akan sesuai dengan apa yang telah mereka tuliskan. Baru kemudian minuman dibagikan dan langsung diminum oleh semua peserta. Setelah itu tiap peserta harus mencoba merasakan atau menebak apa sebenarnya niat yang telah ditulis oleh terdekon teman mereka tersebut. Disini pun juga berlaku hukum yang sama, tidak ada salah ataupun benar. Sehingga sekalipun meleset dan memang biasanya begitu, pola akan logika dari proses sesi-3 akan terekam dalam memori terdekon.


e)   Sesi-4   : UJIAN – TEBAK BUKU

Ini adalah bagian yang paling menarik. Pada tahap ini para pendekon akan membawa para terdekon ke toko buku terdekat. Dimana para terdekon diwajibkan untuk menebak secara garis besar tentang isi atau cerita sebuah buku, tanpa mereka diperbolehkan untuk melihat bahkan menyentuh buku tersebut.

Untuk mempermudah, saya akan coba ilustrasikan dalam bentuk dialog yang biasa terjadi antara pendekon (P) dengan terdekon (T).

    P   "Oke...sekarang saya sedang memegang sebuah buku. Kamu harus bisa menebak apa isi buku ini secara garis besar. Kunci suksesnya hanya ada 3 (tiga), yaitu : Spontan, Asal tebak dan terakhir, Sok tahu (SAS). Pokoknya kamu jangan terlalu serius. Rileks aja. Anggap ini sebuah permainan. Dan lontarkan jawaban langsung detik itu juga setelah saya selesai bertanya. Jadi untuk sementara logika mu jangan dipakai dulu....Siap ??


T   Baik...saya siap..

P   Sekarang kamu coba ingat-ingat dulu seluruh rasa minuman yang tadi kamu minum. Mana kira-kira rasa dari minuman itu yang bisa mewakili isi buku ini...? satu rasa saja.....spontan....asal saja dulu...buat pancingan...

T   Aaaa.......Aseem...

P   Asem apa ?   
T   Asem agak pahit...tapi diujungnya sedikit manis.

P   Ok...sekarang kalau dari sisi rasa emosional dengan range..sedih, marah, gembira, lucu, sayang, rindu, ....mana yang mewakili isi buku ini ? boleh lebih dari satu....inget , spontan....

T   mmmm....sedih kayaknya...   

P   Sedih yang bagaimana ?
   
T   Sedih yang tersiksa.....tertekan...kenangan pahit...   

P   Ada lagi ? satu kata-satu kata aja dulu...jangan langsung bikin kesimpulan.   

T   Ada senengnya pas di bagian akhir....kayak lega tapi tetap saja sedih deh yang dominan......   

P   OK....sekarang saya minta kamu sebutkan satu kata apa saja yang bisa mewakili isi buku ini. Satu kata saja....ayo..spontan...asal aja dulu...

T   Sejarah...???   

P   Sejarah apa ?   

T   Apa ya ? duh..jadi malah mikir deh sekarang..
   
P   Ok..forget it....sekarang sebutin satu kata aja lagi..apa aja...terserah kamu...yang penting spontan..   

T   Kecil........gelap.....susah.....kecil lagi...   

P   Sekarang baru kita coba rangkai, adapun data-data yang kamu dapat adalah   : Asem pahit tapi diujungnya manis, Sedih tersiksa, Kenangan pahit, ada unsur senang di bagian akhir, ada unsur sejarah, Kecil, gelap, kecil lagi.....Nah, ini datanya sudah komplit. Tinggal sekarang kamu gabung deh tuh antara logika dan intuisi kamu. Coba kamu rangkai semua data-data tadi dan baru ambil kesimpulan kira-kira buku yang saya pegang ini bercerita tentang apa atau minimal ini buku apa ?

T   Yang pasti itu novel ya...? isinya kayaknya cerita tentang kisah seseorang sewaktu dia masih kecil. Dimana dia banyak mengalami kesulitan dan trauma-trauma secara fisik dan psikis...eh, bener gak ya ?

P   OK......THAT'S RIGHT ! buku ini judulnya "A CHILD CALLED IT"....Nih lihat......

Maka selesailah sudah tahap tebak buku dan prosesi dekon secara umum. Dalam tahap tebak buku, sepanjang pengalaman saya mendekon, belum pernah ada satu pun terdekon yang gagal menebak atau menguraikan unsur-unsur yang terkansung dalam isi buku tersebut satu-per satu. Kebanyakan justru kesulitan dalam membuat kesimpulannya atau pada proses merangkai datanya. Tapi ini biasa bagi yang baru pertama. Dengan semakin banyaknya jam terbang pemakaian intuisi di lapangan. Biasanya malah dalam sepersekian detik, data yang muncul sudah langsung bisa dalam bentuk kesimpulan. Sebagai tanda telah menyatunya kemabali antara logika dan intuisi yang semakin tajam.

4.   Pindah Lokasi-evaluasi atau relaksasi akhir

Kali ini pendekon akan membawa terdekon ke lokasi yang jauh lebih tenang. Biasanya di kafe-kafe kecil yang sedikit pengunjungnya saat itu. Sebagai sarana untuk cooling down atau relaksasi akhir dengan sekedar minum kopi atau lainnya.

Dalam sesi ini pula dimanfaatkan sebagai sarana untuk evaluasi dan tanya jawab mengenai apa yang baru saja mereka alami. Dan di bagian akhir pertemuan para terdekon akan diminta untuk melakukan beberapa latihan-latihan sederhana setelah mereka pulang. Adapun latihan-latihan sederhana itu antara lain :

a)   Jalan-jalan ke toko  buku sambil bermain menebak isi buku sendirian dengan cara menyentuh buku tersebut tanpa melihatnya
b)   Menganalisa karakter seseorang dengan cara atau metode yang sama dengan tebak buku. Tapi disini hanya diperbolehkan untuk melihat wajah orang yang ingin di analisa secara sekilas saja.
c)   Merangsang intuisi untuk menjawab suatu permasalahan atau masalah orang lain (konselling)  dengan menggunakan alat bantu. Misal, dengan kartu tarot, kartu remi, bahkan bisa dengan majalah, buku atau mungkin kitab suci (bila mau mencoba). 
d)   Bermain dengan range dan skala dalam mencari posisi penyakit di tubuh orang lain dengan mewakilkan range tubuh si sakit dari kepala hingga kaki ke telapak tangannnya saja.
e)   Menebak karakter atau menjawab permasalahan orang lain hanya dengan menyentuh benda milik orang tersebut dan tanpa si terdekon mengetahui siapa pemilik benda itu sebenarnya.
f)   Mencoba bermain dengan alam, misalnya hujan (lihat Bab ; Sharing After Dekon)
g)   Menebak perasaan binatang peliharaan, misal ; anjing, kucing, gajah (?), dan lain lain.
h)   Yang paling penting adalah menerapkan kecerdasan intuisi ini dalam pengambilan keputusan pada kehidupan sehari-hari. Dalam berumah tangga, dalam bisnis atau usaha, dan lain lain (akan dibahas pada bab-bab selanjutnya : Kompati for family, Kompati On Marketing, dan lain lain)


Demikianlah uraian sederhana saya mengenai proses Dekonstruksi atau dekon. Mudah-mudahan dapat menjawab pertanyaan dan keragu-raguan masyarakat selama ini. Dan Bagi anda yang merasa tertantang untuk di DEKON...So...jangan ragu-ragu, segera hubungi saya untuk menentukan hari dan waktu yang tepat !


Bersambung.....

Bekasi, 12 April 2007
Muhammad Prabowo (Dade)

Janji Dekon (Biaya Rp.300.000 per orang):
GSM   : 0818 088 62 171
CDMA: 021-98805716
Email   : cutedade [at] yahoo.com

vincentliong

KOMPATIOLOGI


LATAR BELAKANG KOMPATIOLOGI
   
   Ini adalah sebuah nama "ilmu" baru yang belakangan mulai cukup "meresahkan"  banyak orang di dunia cyber. Bagaimana tidak, penyebaran dan pengenalan ataupun promo tentang "ilmu" ini disebarkan secara bertubi tubi laksana bomb mail ke lebih dari 300 mailing list di yahoogroups. Dan pelaku utamanya justru tidak lain adalah si penemu ilmu itu sendiri. Vincent "Christian" Liong alias Vincent liong atau VCL. Yang kehadirannya selalu menjadi pro dan kontra. Terutama bagi mereka yang baru pertama kali mengenal sosok vincent.
   
Namun saya tidak bermaksud untuk membahas mengapa Vincent memperkenalkan kompatiologi dengan cara seperti itu. Yang pasti dia punya alasan sendiri. Dan pada kenyataanya saat ini khusus untuk daerah Jakarta saja minimal ada 25-30 orang yang datang untuk belajar kompatiologi setiap bulannya. Itu baru yang datang langsung dan bertemu dengan Vincent liong sendiri. Belum lagi yang datang belajar kepada team nya yang lain yang saat ini sudah tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dan angka ini masih akan terus bertambah pastinya. Untuk mengetahui siapa saja yang sudah resmi menjadi pengajar ataupun pendekon kompatiologi yang asli versi vincentliong, bisa langsung browse yahoogroups dan masuk ke mailing list "vincentliong" atau "komunikasi_empati".

Kompatiologi tidak memiliki struktural organisasi yang baku, apalagi hak paten, tidak di lisensi kan atau bahkan dibuat dengan bentuk franchise demi keuntungan yang berlebih bagi si empunya ilmu, lalu juga tidak bernaung di bawah institusi apapun dan dikembangkan dengan sistem cell atau sistem jaringan seperti layaknya sebuah sistem pemasaran jaringan (MLM). Sehingga setiap orang bisa menjadi pendekon atau pengajar asal sudah diuji dan disetujui oleh Vincent liong. Maka tak heran perkembangannya begitu pesat belakangan ini.


Menengok kepada latar belakang Vincent sewaktu kecil yang telah terlanjur di cap sebagai Indigo kid . Kehadiran kompatiologi ini sebenarnya adalah refleksi pemberontakan vincent atas perlakuan media dan lingkungan sekitar yang telah memposisikan dirinya dengan suatu label atau identitas yang harus di amini oleh siapa saja yang telah membaca atau mendengar informasi tentang vincentliong saat itu. Sehingga karena label atau cap tersebut tak urung membuat Vincent merasa diperlakukan seperti makhluk aneh yang harus dijaga dan dilestarikan seperti makhluk-makhluk yang hidup di ragunan sana. Beberapa ada yang menganggap dia sebagai utusan tuhan yang akan membawa perubahan dan memperlakukannya laksana orang suci yang di agung-agung kan. Dan beberapa ada yang menganggapnya tidak lebih dari anak kecil sok tau yang mengalami gangguan kejiwaan karena memiliki sikap dan tindakan yang tidak pernah terduga, sehingga memperlakukannya bagaikan seorang pesakitan. Ironis memang. Walaupun patut diakui bahwa benar adanya kalau ada yang mengatakan Vincent memiliki kemampuan-kemampuan khusus diatas orang rata-rata lainnya. Itu tidak bisa dibantah lagi. Yang pasti kesemua hal ini sangat menggangu Vincent dalam posisi nya untuk ber interaksi dan bergaul dengan teman-teman sebaya nya. Sehingga pada puncaknya Vincent merasa tertantang untuk men-duplikasikan dirinya ke banyak orang termasuk segala kemampuan khusus yang dimilikinya, seperti selorohnya , "Gampang, gue bikin banyak orang aneh dan gue jadi bosnya, jadi tidak aneh lagi" . (Kutipan dari pernyataan lisan Vincent Liong dalam talkshow bertema Indigo di program K!ck Andy
Show di Metro TV. Telah ditayangkan pada Kamis, 8 Maret 2007 jam 22.30 WIB dan tayang ulang pada Minggu, 11 Maret 2007 jam 15.05 WIB.)

Disebabkan karena beberapa hal tersebut diatas, termasuk kegelisahannya akan sistem pendidikan di tanah air yang belum mampu meng akomodir orang-orang seperti dia, maka mulailah Vincent kecil merintis embrio kompatiologi yang saat itu belum memiliki nama. Eksperimen ini dimulainya semenjak dari bangku SMP dengan beragam metode yang selalu berganti. Dan berkat kerja keras serta kemampuan analisanya yang sangat tajam maka lahirlah Kompatiologi dengan format dan prosedur pelaksanaan yang sudah disempurnakan sebagaimana yang akan saya jelaskan berikut ini.


ARTI  DAN FUNGSI KOMPATIOLOGI

   Kalau berdasarkan pengertian dari Vincent sendiri maka kompatiologi adalah sebuah singkatan dari : KOMUNIKASI + EMPATI + LOGI (Ilmu Pengetahuan atau Wacana) . Sehingga arti singkat dari Kompatiologi adalah "Ilmu pengetahuan tentang komunikasi empati".

   Dalam ensiklopedi wikipedia < http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi > diartikan bahwa Komunikasi adalah "suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya".

   Sehingga bila ingin diperluas lagi, maka Kompatiologi adalah "Suatu bentuk pengetahuan yang mempelajari dan mengajarkan suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya dengan memanfaatkan kemampuan untuk ber-empati".

   Tapi kalau melihat penjelasan dalam mailing list yahoogroups yang membahas kompatiologi <http://groups.yahoo.com/group/komunikasi_empati> , maka di halaman depannya akan terlihat dengan jelas arti dari Kompatiologi, yaitu : "Suatu ilmu komunikasi baru yang mengandalkan kecerdasan intuitif manusia yang memahami kondisi batin, keinginan, harapan dan aspirasi orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi menjadi efektif dengan friksi minimal".

   Tidak menjadi penting mana dari kesekian arti kompatiologi tersebut yang benar. Yang pasti kompatiologi bukan suatu keilmuan yang mengajak praktisinya agar menjadi orang yang sakti mandraguna. Tidak pula suatu ilmu yang berusaha menyembuhkan kelemahan mental seseorang. Terlebih berusaha menanamkan suatu sugesti atas program tertentu ataupun keyakinan tertentu. Kompatiologi tidak lebih dari suatu usaha untuk memaksimalkan salah satu potensi dasar manusia yang terbesar dan telah dimiliki mereka sejak lahir, yaitu kecerdasan Intuisi (naluri, insting, firasat, feeling). Yang pada akhirnya akan digunakan dalam bentuk kemampuan untuk ber-empati dalam kehidupan. Karena potensi inilah yang paling mudah untuk dikembangkan dan ditingkatkan ketajamannya dibandingkan potensi manusia yang lainnya.

   Sekalipun dalam kompatiologi mengandung unsur empati atau kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Namun bukan berarti setiap orang yang telah ber empati akan selalu setuju atau sejalan dengan orang lain yang telah di rasakannya tersebut. Kompatiologi vincentliong tidak seperti itu.

   Dalam prakteknya, fungsi utama pengajaran kompatiologi lebih banyak menekankan pada fungsi dan kemampuan praktisinya untuk senantiasa melakukan pemetaan, analisa dan strategi pada sistem pengambilan keputusan dalam diri si praktisi atas dasar input informasi yang telah di terimanya baik secara logika maupun intuisi. Hingga dengan demikian setiap orang yang mempelajari kompatiologi akan mampu terus menerus melakukan evolusi adaptasi guna perkembangan kualitas diri dan hidupnya pada segala situasi, keadaan, norma dan perubahan pada jaman apapun. Atau dengan kata lain, kemampuan untuk tetap bertahan (survive) di atas segala perubahan yang terjadi tanpa harus ikut tenggelam dalam arus perubahan tersebut dan tetap menjadi dirinya sendiri yang kokoh dan mandiri.

   Namun bila ingin ditambahkan, maka berikut saya lampirkan jawaban vincentliong tentang fungsi dan kemampuan yang mungkin bisa didapat dari hasil mempelajari kompatiologi secara lebih luas lagi. (Diambil dari maling list : http://groups.yahoo.com/group/vincentliong ) :

1.Bisa Mentranslate Language (Range, Skala, dlsb) yang satu ke language yang lain.

2.Mampu Mengobati (Mampu mentranslate range makro satu badan dari kepala sampai kaki dengan skala tujuh cakra atau lima organ penting simbolisasi logika lima elemen, ke range mikro pergelangan tangan atau sebagian dari seluruh anggota tubuh yang lain.)

3.Mampu melihat makhluk lain (Mampu mentranslate bahasa range dan skala dari kondisi fisik (lembab, panas, gerah, dlsb) ke bahasa range dan skala kondisi metafisika (setan, jin, roh, dlsb).

4.Mampu beradaptasi dengan bijak tanpa mengikuti norma yang berlaku. (mampu melakukan analisa, untuk kemudian datanya digunakan membuat untuk norma at the present time yang sifatnya flexible untuk mampu terus beradaptasi) .

5.Kemampuan melakukan Kalibrasi Norma; misalnya melakukan pemetaan dengan berbagai pemposisian diri  (subjective maupun objective secara pararel tetapi terpisah), lalu membuat norma at the present time di pemposisian diri tertentu untuk digunakan saat itu saja atau selama masih relevan.
Dan karena sifatnya pengukuran, maka orang tsb jadi tidak terikat / melekat lagi dengan data tertentu . Dengan kata lain hilangnya kemelekatan dari diri orang tersebut terhadap segala hal yang ada di luar dirinya.



KOMPATIOLOGI VS KEILMUAN LAIN

   Pada dasarnya kompatiologi tidak pernah bermakud untuk membandingkan dirinya dengan keilmuan lain seperti misalnya, meditasi, komunikasi, psikologi, NLP, dan lain lain. Adapun kemunculan informasi di mailing list yahoogroups tentang perbedaan-perbedaan antara kompatiologi dengan keilmuan lain hanya bersifat subjective dengan tidak berusaha mengatakan bahwa kompatiologi lebih baik atau lebih benar dari keilmuan diluar kompatiologi. Semua hanya data-data sementara yang masih membutuhkan klarifikasi dari berbagai pihak yang merasa bersinggungan dengan perbedaan-perbedaan tersebut.

   Ini dikarenakan kompatiologi sendiri tidak pernah menyeleksi siapa saja yang boleh atau tidak boleh untuk mempelajarinya. Dan tidak pula menginstruksikan praktisinya untuk keluar dari bidang keilmuan lain yang sudah diikuti oleh masing-masing praktisi sebelumnya. Siapa saja boleh mempelajari kompatiologi dengan tetap mempertahankan keilmuan yang telah dipelajari mereka sebelumnya. Bahkan bisa saja, suatu saat terjadi kalibrasi keilmuan dari hasil kombinasi keilmuan kompatiologi dengan keilmuan lain. Seperti yang sudah pernah disebutkan, bahwa kompatiologi dikembangkan dengan sistem open source.


Bersambung.....

Bekasi, 12 April 2007
Muhammad Prabowo (Dade)

Janji Dekon (Biaya Rp.300.000 per orang):
GSM   : 0818 088 62 171
CDMA: 021-98805716
Email   : cutedade [at] yahoo.com

williamhalim

Trims Bro Vincent atas jawaban yg tegas anda.

Sy perlu bertanya mengenai "keyakinan anda akan Tuhan yg Maha Kuasa dan Personal" tsb dikarenakan anda mendiskusikan 'keinginan bebas' di forum Buddhism. Seperti yg anda ketahui Buddhism tidak memusingkan akan adanya Tuhan yg Maha Kuasa tsb karena inti Ajaran Buddha adalah terbebasnya manusia dari ketidakpuasan dan penderitaan batin. Saya pribadi sebenarnya juga heran kenapa anda dengan mudahnya menyatakan 'kasih sayang' dan 'pilihan bebas' adalah 'pemberian Tuhan'.

Mengenai pernyataan anda bahwa SG 'menyangkal' berbagai pilihan, sy tidak mengerti kenapa anda berpendapat begitu. Yg saya tau adalah SG melihat hidup ini tidak memuaskan dan Beliau mencari penyebab ketidakpuasan ini dan jalan keluarnya.

Terakhir, bagaimana hubungan antara ilmu kompatiologi, tujuan hidup dan keyakinan agama (adanya Tuhan)? Sy jelaskan sedikit: umumnya keinginan setiap orang adalah bahagia dan mereka nencarinya melalui berbagai ajaran yg ditawarkan (agama), ada yg berhasil menemukannya, menerapkannya dan merasakan effectnya.
Trims
willi

::

 
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

K.K.

#100
vincentliong,

OK, terima kasih untuk penjelasannya.


QuoteAda yang disebut Insting; insting sering dikait-kaitkan dengan binatang, misalnya bagaimana binatang yang tidak belajar ilmu pendidikan seksual kok bisa tahu bagaimana caranya berhubungan seksual, selalu ada pattern yang jelas dengan jenjang umur yang jelas dalam perkembangan seksual tsb. Bagaimana binatang yang tidak belajar ilmu kesehatan membiasakan diri berjemur di pagi hari. Intuisi adalah sesuatu yang sulit terjamah karena sifatnya yang spontan dan otomatis.
Mungkin "intuisi" warna merah itu seharusnya "insting"?

QuoteLalu ada yang namanya intuisi; intuisi sering dianggap sebagai sesuatu yang memiliki derajat yang lebih tinggi daripada insting karena insting dimiliki binatang dan manusia sedangkan intuisi dianggap hanya dimiliki manusia. Intuisi bermain dengan logika, kadang-kadang orang mengaku mendapat intuisi dari Tuhan tetapi sulit diketahu apakah dia sedang berpikir dengan logika, mendapat pesan-pesan dari tuhan atau sedang bermain drama atau sedang berkhayal. Tentunya seperti logika ilmiah yang non empiris intuisi tidak membutuhkan bukti, hanya urutan cerita dengan logika yang runtut sudah cukup.

Menurut saya, kedua istilah tersebut tetap tidak valid, tidak merujuk pada hal yang khusus. Seperti insting, tidak dijelaskan apa itu insting, apakah benar insting yang membuat binatang bisa berjemur di waktu tepat. Apakah bukan karena indriah peka terhadap kadar kalor/radiasi pada hewan tersebut yang tidak dimiliki manusia (seperti sebelum dimengertinya ultrasonic orang menduga kelelawar terbang dengan insting), sehingga manusia dengan keterbatasannya menyebutnya insting?
Benarkah yang spontan dan otomatis itu selalu insting? Dalam seni bela diri, orang dibentuk untuk melakukan gerakan refleks (spontan dan otomatis) secara beraturan, yang juga berdasarkan logika. Apakah ini insting atau intuisi?

Sedangkan intuisi pun tidak jelas. Jika dikatakan "lebih tinggi dari insting karena ada pada manusia", itu 'kan pendapat si manusia sendiri.  ;D Jika dikatakan karena ada unsur logika, namun juga logika (non empiris) tersebut tidak membutuhkan bukti (= tidak bisa dibuktikan). Apakah insting pada hewan selalu tidak berlogika? Lalu mengapa serangga yang pernah keracunan karena makan serangga lain dengan warna tertentu, akan menghindari makan serangga yang berwarna sama (walaupun serangga warna sama itu tidak beracun)? Saya pikir inipun merupakan logika.
Jadi tidak ada kepastian yang mana insting, yang mana intuisi, sehingga saya masih belum bisa menyimpulkan dalam kasus orang minum sirup itu, yang mana feel (insting) dan yang mana judgment (intuisi).



vincentliong

#101
Quote from: willibordus on 04 July 2008, 07:24:20 AM
Trims Bro Vincent atas jawaban yg tegas anda.

Sy perlu bertanya mengenai "keyakinan anda akan Tuhan yg Maha Kuasa dan Personal" tsb dikarenakan anda mendiskusikan 'keinginan bebas' di forum Buddhism. Seperti yg anda ketahui Buddhism tidak memusingkan akan adanya Tuhan yg Maha Kuasa tsb karena inti Ajaran Buddha adalah terbebasnya manusia dari ketidakpuasan dan penderitaan batin. Saya pribadi sebenarnya juga heran kenapa anda dengan mudahnya menyatakan 'kasih sayang' dan 'pilihan bebas' adalah 'pemberian Tuhan'.

Mengenai pernyataan anda bahwa SG 'menyangkal' berbagai pilihan, sy tidak mengerti kenapa anda berpendapat begitu. Yg saya tau adalah SG melihat hidup ini tidak memuaskan dan Beliau mencari penyebab ketidakpuasan ini dan jalan keluarnya.

Terakhir, bagaimana hubungan antara ilmu kompatiologi, tujuan hidup dan keyakinan agama (adanya Tuhan)? Sy jelaskan sedikit: umumnya keinginan setiap orang adalah bahagia dan mereka nencarinya melalui berbagai ajaran yg ditawarkan (agama), ada yg berhasil menemukannya, menerapkannya dan merasakan effectnya.
Trims
willi

:: 

Saya kadang-kadang mabok sendiri bagaimana saya harus memaksakan diri membahas hal yang bukan keahlian saya dengan sudutpandang yang berbeda-beda yang disebabkan oleh sifat kompatiologi yang terlalu luas outcome penerapannya. Misalnya tahun 2007 awal kompatiologi dicoba diterapkan ke bidang intelejen oleh beberapa pribadi dan beberapa orang yang menggemari hal-hal kemiliteran, saat itu lima orang pengajar kompatiologi berkesempatan belajar menembak, sniper, dan penggunaan persenjataan lainnya. Pulang penerapan ke hal-hal yang sedikit berbau militer tersebut kami menghadapi penerapan yang bidangnya 180' beda lagi. Begitu banyak bidang baru yang kami harus pelajari tidak mendalam, yang mendalam hanya di kompatiologinya sendiri. Kalau kami mendalam ke bidang tertentu maka kami menjadi berpihak.

Masuk ke forum dhammacitta.org adalah pertama kali buat saya belajar bagaimana harus berbicara dengan umat non samawi terutama umat Buddha. Sebelumnya saya harus bisa menyesuaikan diri cara bicara dengan umat Islam, umat kr****n, umat ka****k, dlsb. Dulu saya punya guru di Bali yang pengikutnya banyak beragama Hindu tetapi saya belum mengerti benar cara ngomong dengan orang Hindu. Soal iman saya sendiri; hanya saya sendiri yang tahu apa yang saya imani, tidak untuk di share dengan orang lain.

Dalam kerangka pemikiran samawi sejak Adam dan Hawa pencipta memberikan anugerah berupa pilihan bebas kepada manusia (pencipta mendekati ciptaan). Dalam kerangka pemikiran non-samawi manusia yang berusaha mencari, mendekati kebenaran (ciptaan mendekati pencipta). Dalam pembahasan SG penggunaan kata 'menyangkal' karena saya bahas dalam konteks "anugerah pilihan bebas"(samawi). Anda menggunakan kata "SG melihat hidup ini tidak memuaskan dan Beliau mencari penyebab ketidakpuasan ini dan jalan keluarnya" dalam konteks  non-samawi. Hal yang dibahas sebenarnya sama saja. 

Agama memiliki doktrin, saya memiliki metode/tekhnik untuk membuat orang berjalan dalam track dalam perjalanan menemukan kebahagiaannya. Jadi kompatiologi tidak bentrok dengan agama karena kompatiologi tidak memiliki doktrin tertentu selain yang berhubungan dengan metode/tekhnik-nya. Jadi bisa tetap digunakan doktrin agama masing-masing pribadi tersebut.

nyanadhana

ini menjelaskan bahwa kompatiologi sebenarnya tidak kompatibel dengan banyak hal. hanya beberapa scope saja.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Edward

Quote from: vincentliong on 04 July 2008, 09:42:32 AM

....

Dalam kerangka pemikiran samawi sejak Adam dan Hawa pencipta memberikan anugerah berupa pilihan bebas kepada manusia (pencipta mendekati ciptaan). Dalam kerangka pemikiran non-samawi manusia yang berusaha mencari, mendekati kebenaran (ciptaan mendekati pencipta). Dalam pembahasan SG penggunaan kata 'menyangkal' karena saya bahas dalam konteks "anugerah pilihan bebas"(samawi). Anda menggunakan kata "SG melihat hidup ini tidak memuaskan dan Beliau mencari penyebab ketidakpuasan ini dan jalan keluarnya" dalam konteks  non-samawi. Hal yang dibahas sebenarnya sama saja. 

Nah, disinilah letak kesulitannya Bro..Dengan sudut pandang yang berbeda akan menghasilkan output yang berbeda pula. Jika SG yang telah "padam" masih memiliki 'penyangkalan' maka beliau bukanlah seorang yang tercerahkan..Justru karena menerima, maka itu bisa melepas.

Agama memiliki doktrin, saya memiliki metode/tekhnik untuk membuat orang berjalan dalam track dalam perjalanan menemukan kebahagiaannya. Jadi kompatiologi tidak bentrok dengan agama karena kompatiologi tidak memiliki doktrin tertentu selain yang berhubungan dengan metode/tekhnik-nya. Jadi bisa tetap digunakan doktrin agama masing-masing pribadi tersebut.

Doktrin adalah sesuatu yang mutlak, tidak dapat disanggah walaupun tidak dapat ditelusuri kebenarannya..Dalam Buddhism, tidak ada doktrin, karena semua ajaran dapat ditelusuri, dicoba dan dibuktikan kebenarannya..
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

vincentliong

Quote from: nyanadhana on 04 July 2008, 09:51:23 AM
ini menjelaskan bahwa kompatiologi sebenarnya tidak kompatibel dengan banyak hal. hanya beberapa scope saja.

Metode/Tekhnik Kompatiologi tidak memiliki limitasi penerapan. Limitasi ada di pengajarnya untuk belajar mengkomunikasikan penjelasan tentang apa itu kompatiologi. Untuk mengajarkan Metode/Tekhnik kami tidak memiliki keterbatasan sebab orangnya sendiri yang mengadaptasikan ke penerapan, bukan pengajar kompatiologi. Pengajar tetap tidak menguasai bidang terapan masing-masing pengguna.