Euthanasia

Started by Edward, 05 June 2008, 03:20:52 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

HokBen

Quote from: Dhyanaputra on 12 June 2008, 08:48:13 PM
Quote from: Suchamda on 12 June 2008, 08:37:25 PM
Senyatanya, saat pikiran berhenti, yang ada itu hanyalah cinta kasih tanpa perlu alasan macam-macam. Dan semua tindakan yang muncul darinya adalah spontan. Hal2 ini tidak memerlukan dukungan sutta atau vinaya atau apa pun, bahkan perkataan Sang Buddha sendiri.  ;D
Rekan Suchamda,

nyatanya juga tidak segampang itu kan?
yg anda tulis itu juga tidak lepas dari "konsep", dan "ide", yg mungkin kita sendiri masih bingung muter2 cari aplikasinya?

alih2 mau menerapkan konsep pikiran yg berhenti, yg muncul malah naluri, lalu manusia balik ke bentuk purba, bukan nurani, tetapi naluri yg bekerja seperti pada makhluk2 dengan tingkat "kesadaran" yg lebih rendah dari manusia such as hewan(?) yg engga pake ber"pikir" ?

hati2 lho..
saking dalam dan tingginya Buddha Dharma jangan sampai bikin kita malah tambah 'keblinger'..  ;D

_/\_ _/\_ _/\_

Term " Pikiran berhenti " lagi banyak dipergunakan nh...
awas jangan sampai salah mengartikan term ini dengan sepenuhnya mengandalkan naluri, spontan dalam arti bertindak tanpa dipikir. Kalau batin belum benar2 seperti Boddhisatva, gimana seorang manusia bisa benar2 bertindak spontan tanpa segala macam embel2 pikiran?

Suchamda

Quote from: Dhyanaputranyatanya juga tidak segampang itu kan?
yg anda tulis itu juga tidak lepas dari "konsep", dan "ide", yg mungkin kita sendiri masih bingung muter2 cari aplikasinya?

Saya hanya ingin mengarahkan ke sesuatu. Kalau anda menganggap itu sebagai konsep, ya berarti anda miss the point. Tulisan saya menjadi tidak ada artinya buat anda. Ya sudahlah, tapi ingat yang menjadikan itu sbg konsep adalah anda loh, bukan saya. ;)

Quote from: Dhyanaputra
alih2 mau menerapkan konsep pikiran yg berhenti, yg muncul malah naluri, lalu manusia balik ke bentuk purba, bukan nurani, tetapi naluri yg bekerja seperti pada makhluk2 dengan tingkat "kesadaran" yg lebih rendah dari manusia such as hewan(?) yg engga pake ber"pikir" ?

Ah tidak, saya tahu pasti itu.
Naluri (kalau yg anda maksud sbg ID dalam psikoanalisa) sendiri bisa dirasakan sebagai sebuah gerak.

Pernyataan anda itu ada benarnya, bila ditujukan kepada sekelompok orang yang secara gegabah salah memahami, yang akhirnya menjadi "hewani". Tapi kata-kata itu saya tujukan kepada anda, yang saya tahu bukan berpandangan spt demikian. Kalau anda paham, seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena saya paham maksud anda.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

hudoyo

Quote from: Dhyanaputra on 12 June 2008, 08:27:49 PM
"Membunuh" akan mendatangkan konsekuensi.. tetapi alasan di balik terjadinya pembunuhan, juga akan mendatangkan konsekuensi. Bagaimana sebaiknya kita mengambil sikap yang paling proporsional demi menyeimbangkan segala macam konsekuensi tersebut.

Rekan Dhyanaputra,

Tidak usah bertele-tele ... Bagi Anda membunuh adalah membunuh ... sekalipun "diperlunak" dengan "alasan di balik membunuh" perlu diperhatikan ...

Bagi saya, yang penting bukan 'membunuh' sebagai perbuatan, melainkan cetana di balik perbuatan itu.

Perbuatan sama, cetana belum tentu sama ... Dan kamma adalah cetana itu, bukan membunuh itu.

Cetana itu manifestasi dari aku/atta ... kalau atta menipis, maka cetana itu pun menipis. ... Bila atta itu berakhir, cetana pun berakhir ... di situ ada welas asih sejati, seperti kata Rekan Suchamda ... apa pun perbuatan yang dilakukan.

salam,
hudoyo




HokBen

sunyata...
"konsep" tentang "kekosongan" , termasuk "kosongnya konsep / tidak adanya konsep"..
hanya yang menangkap artinya yang tidak lagi menganggap itu sebagai "konsep"..

dalem nh maenannya....

hudoyo

Quote from: Dhyanaputra on 12 June 2008, 08:48:13 PM
Rekan Suchamda,

nyatanya juga tidak segampang itu kan?
yg anda tulis itu juga tidak lepas dari "konsep", dan "ide", yg mungkin kita sendiri masih bingung muter2 cari aplikasinya?

alih2 mau menerapkan konsep pikiran yg berhenti, yg muncul malah naluri, lalu manusia balik ke bentuk purba, bukan nurani, tetapi naluri yg bekerja seperti pada makhluk2 dengan tingkat "kesadaran" yg lebih rendah dari manusia such as hewan(?) yg engga pake ber"pikir" ?

hati2 lho..
saking dalam dan tingginya Buddha Dharma jangan sampai bikin kita malah tambah 'keblinger'..  ;D

_/\_ _/\_ _/\_

Rekan Dhyanaputra,

Tampaknya Anda melecehkan fenomena 'berhentinya pikiran' ... Dari situ saya menyimpulkan Anda tidak memahami ajaran Sang Buddha tentang berhentinya pikiran ... Anda tidak memahami meditasi vipassana ... mungkin karena Anda tidak pernah melakukan vipassana secara benar ...

Salam,
hudoyo

hudoyo

Quote from: HokBen on 12 June 2008, 08:55:54 PM
Term " Pikiran berhenti " lagi banyak dipergunakan nh...
awas jangan sampai salah mengartikan term ini dengan sepenuhnya mengandalkan naluri, spontan dalam arti bertindak tanpa dipikir. Kalau batin belum benar2 seperti Boddhisatva, gimana seorang manusia bisa benar2 bertindak spontan tanpa segala macam embel2 pikiran?

Rekan Hok Ben,

Kalau Anda meditator vipassana, sebagaimana dianjurkan oleh Sang Buddha, Anda pasti tahu apa artinya 'pikiran berhenti'. ... Untuk mengalami 'berhentinya pikiran' tidak perlu orang harus menjadi Bodhisattva ... banyak teman pemeditasi vipassana sudah mengalami berhentinya pikiran, baik yang Buddhis maupun non-Buddhis.

Salam,
hudoyo

HokBen

Quote from: hudoyo on 12 June 2008, 09:15:47 PM
Quote from: HokBen on 12 June 2008, 08:55:54 PM
Term " Pikiran berhenti " lagi banyak dipergunakan nh...
awas jangan sampai salah mengartikan term ini dengan sepenuhnya mengandalkan naluri, spontan dalam arti bertindak tanpa dipikir. Kalau batin belum benar2 seperti Boddhisatva, gimana seorang manusia bisa benar2 bertindak spontan tanpa segala macam embel2 pikiran?

Rekan Hok Ben,

Kalau Anda meditator vipassana, sebagaimana dianjurkan oleh Sang Buddha, Anda pasti tahu apa artinya 'pikiran berhenti'. ... Untuk mengalami 'berhentinya pikiran' tidak perlu orang harus menjadi Bodhisattva ... banyak teman pemeditasi vipassana sudah mengalami berhentinya pikiran, baik yang Buddhis maupun non-Buddhis.

Salam,
hudoyo

:D yang saya tulis ini bukan artinya harus jadi Boddhisattva untuk mencapai "pikiran berhenti"...

maksud saya adalah point "perbuatan spontan", hanya batin Pencerahan Spontan dari seorang Boddhisatvva yang mampu melakukan perbuatan sehari-hari dalam keadaan fisik dan batin apapun yang mampu menghasilkan perbuatan spontan.

kalo saya sh masih manusia biasa... saat lagi emosi , si pikiran ini mendulukan bentuk batin emosinya kmana2.. "pikiran berhenti"-nya belum sanggup setiap saat ( contoh ... lagi konsen baca komik trus dikagetin, yang muncul justru pikiran emosi sesaat, sepersekian detik baru disadari, "ups.. si emosi muncul nh..." )

hudoyo

Quote from: HokBen on 12 June 2008, 09:22:30 PM
:D yang saya tulis ini bukan artinya harus jadi Boddhisattva untuk mencapai "pikiran berhenti"...

maksud saya adalah point "perbuatan spontan", hanya batin Pencerahan Spontan dari seorang Boddhisatvva yang mampu melakukan perbuatan sehari-hari dalam keadaan fisik dan batin apapun yang mampu menghasilkan perbuatan spontan.
'Perbuatan spontan' artinya perbuatan yang tidak melalui pikiran (si aku) ... yang terjadi ketika pikiran/si aku berhenti ... Jadi, bukan perbuatan yang "tidak dipikir panjang" ...

'Perbuatan spontan' seperti ini tidak perlu harus datang dari seorang Bodhisattva ... Di dalam retret MMD saya kenal sekurang-kurangnya dua orang, seorang bapak Muslim dan seorang pemuda Buddhis, yang berhasil masuk ke dalam khanika samadhi selama beberapa jam ... dan selama itu pula semua gerakannya terjadi secara spontan, tanpa didahului atau dimotivasi oleh pikiran/si aku...

Quotekalo saya sh masih manusia biasa... saat lagi emosi , si pikiran ini mendulukan bentuk batin emosinya kmana2.. "pikiran berhenti"-nya belum sanggup setiap saat ( contoh ... lagi konsen baca komik trus dikagetin, yang muncul justru pikiran emosi sesaat, sepersekian detik baru disadari, "ups.. si emosi muncul nh..." )
Bila Anda mau berlatih vipassana, Anda akan mampu mengalami berhentinya pikiran seperti bapak Muslim dan pemuda Buddhis itu ... :)

Salam,
hudoyo

HokBen

Quote from: hudoyo on 12 June 2008, 09:31:56 PM
'Perbuatan spontan' seperti ini tidak perlu harus datang dari seorang Bodhisattva ... Di dalam retret MMD saya kenal sekurang-kurangnya dua orang, seorang bapak Muslim dan seorang pemuda Buddhis, yang berhasil masuk ke dalam khanika samadhi selama beberapa jam ... dan selama itu pula semua gerakannya terjadi secara spontan, tanpa didahului atau dimotivasi oleh pikiran/si aku...

Salam,
hudoyo

sorry nh pak, satu pertanyaan teoritis.. dikit aja..
gimana kita bisa tahu kalo perbuatan itu terjadi secara spontan, tanpa didahului atau dimotivasi oleh pikiran/si aku? sedangkan bukan kita yang merasakan/berada dalam keadaan "terhentinya pikiran" itu? apakah ada ciri2 tertentu?

kmaren baru diajakin temen mendalami meditasi ala goenka, sedang mempertimbangkan "jalan" mana yang akan saya ikuti.

hudoyo

#84
Quote from: HokBen on 12 June 2008, 09:43:25 PM
sorry nh pak, satu pertanyaan teoritis.. dikit aja..
gimana kita bisa tahu kalo perbuatan itu terjadi secara spontan, tanpa didahului atau dimotivasi oleh pikiran/si aku? sedangkan bukan kita yang merasakan/berada dalam keadaan "terhentinya pikiran" itu? apakah ada ciri2 tertentu?
Pada saat berada pada berhentinya pikiran itu jelas orang tidak tahu, bahkan tidak bisa mengenali bahwa "itu berhentinya pikiran", apalagi mengenali bahwa "itu gerakan spontan" ... kan pikiran yang tahu, yang mengenali, yang membanding-bandingkan sudah berhenti pada saat itu ... Tahunya nanti, setelah "bangun" kembali, setelah munculnya pikiran & si aku lagi ... lalu ia melihat arloji ... lalu muncul pikiran "wah, itu to, berhentinya pikiran" ... tapi pada saat itu, pikiran sudah bergerak lagi. ... :)

Quotekmaren baru diajakin temen mendalami meditasi ala goenka, sedang mempertimbangkan "jalan" mana yang akan saya ikuti.
Saran saya, ikuti saja kalau ada kesempatan ... jadi Anda punya pengalaman vipassana versi Goenka ... Nanti kalau ada retret vipassana Mahasi, ikuti juga ... Lalu ikuti MMD ... Anda bisa bandingkan sendiri ... lalu pilih satu saja yang paling cocok buat Anda ... Lalu, lakukan itu terus, jangan ganti-ganti metode lagi ... jangan shopping meditasi terus-menerus ... :) Nanti gak "maju-maju" ... :)

Tapi, kalau Anda bertekad ikut retret Goenka, Anda harus sanggup duduk bersila 2 jam terus-menerus ... sekalipun blingsatan ... :))  Saya dulu juga pernah ikut kok, di tahun 1999.

Salam,
hudoyo

tanpa_aku

#85
amat mudah melihat kesalahan orang lain,
yang sulit melihat kesalahan yang ada pada diri sendiri.

tdk perlu repot2 bermeditasi utk melihat dan mencela,
butuh pengendalian diri untuk menjadi lebih baik.
sati

mari bercermin
_/\_

ryu

Welcome to DC tanpa_aku
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

tesla

#87
Quote from: Dhyanaputra on 12 June 2008, 08:27:49 PM
[at]  Sodaraku seDharma, Tesla;
bow and respect to you ^:)^

Quote
Tidak perlu seperti itu, Bro.
Anak kecil pun sebenarnya sudah tahu makna dasar dari "membunuh",
wah ternyata saya lebih bodoh dari anak kecil yah :))
menurut saya, dunia ini selalu dapat dilihat dari berbagai sisi.
saya menghargai pendapat saudaraku yg melihat segala perbuatan yg mengakibatkan kematian adalah pembunuhan.
tetapi saya juga melihat bahwa ada dari sudut-sudut lain bahwa perbuatan yg mengakibatkan kematian belum tentu pembunuhan.
(belum tentu mencuri, belum tentu asusila, belum tentu musavada, belum tentu memabuk-mabukan diri)

Quote
Justru ketika kompleksitas pikiran orang dewasa mulai mencoba melakukan "twist" terhadap makna fundamental "membunuh" menjadi "bunuh demi kasih, bantai untuk kebaikan, langgar sila untuk welas asih, basmi untuk kebenaran, and so on bla bla".. barulah aturan (sila) itu perlu dibuat penjelasan seperti KUHP atau kitab silat Tio Bu Kie yg lebih tebal lagi  ;D
tanpa disadari sila sendiri pun sudah mengalami pengembangan definisi lho :)
mungkin sebagian theravada tetap memegang prinsip bahwa yg menjadi patokan adalah niat (cetana)
tetapi pergeseran di dunia sudah tampak dari pengukuran, ada objek, ada hasil, dsb ;)

tentu saja tidak dapat dipungkiri, bahwa ada yg melanggar sila dg pembenaran seperti "demi welas asih", "utk kebenaran", dsb... yg tahu itu pembenaran atau bukan yah hanya pelaku perbuatan tsb ;D

Quote
Pasiennya sekarat gak mati2.. biaya udah menumpuk, ICCU mahal...
Ayo dok.. copot alatnya supaya mati saja... Lalu kata dokter, "Eitss.. saya tidak membunuh lho ya..!!! tapi sebaliknya, ini justru welas asih.."


Kebanyakan akan bersikap seperti itu, tapi coba tengok pakai nurani.. rasanya kok ada yg mengganjal? Khususnya pada kata2 yg saya bold hijau itu (?)  :-?

_/\_
yah, saudaraku boleh melihat dari salah satu sudut. silahkan...
ini kejadian nyata yg ingin saya share, sungguh memilukan:

jumlah alat penopang kehidupan pada rumah sakit adalah terbatas.
kadang kala (bahkan mungkin sering) pasien yg membutuhkan alat tersebut jauh lebih banyak.
saya mengetahui satu kejadian dg jelas, suatu hari beberapa bayi lahir pada masa bersamaan dg kondisi sesak nafas.
mereka membutuhkan alat pernafasan C-PAP yg jumlahnya sangat terbatas.
dan kebijaksanaan RS pada waktu itu adalah alat itu dipasangkan hanya utk melewati masa kritis.
ketika memasuki masa stabil, langsung dipindahkan ke bayi yg lebih membutuhkan.
tentu saja niat dibalik kebijaksanaan ini adalah menolong sebanyak2nya.
tetapi it's not a perfect world.
salah satu bayi yg saya tahu mengalami kemajuan dan mulai stabil.
alatnya dilepas dan dipasang pada bayi lain.
selang berapa jam bayi ini sesak nafas kembali & membutuhkan alat itu.
tetapi sungguh malang alat2 itu sekarang tidak ada yg free.
dan bayi tsb meninggal...

pembunuhan kah?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Dhyanaputra

Quote from: hudoyo on 12 June 2008, 09:11:43 PM
Quote from: Dhyanaputra on 12 June 2008, 08:48:13 PM
Rekan Suchamda,

nyatanya juga tidak segampang itu kan?
yg anda tulis itu juga tidak lepas dari "konsep", dan "ide", yg mungkin kita sendiri masih bingung muter2 cari aplikasinya?

alih2 mau menerapkan konsep pikiran yg berhenti, yg muncul malah naluri, lalu manusia balik ke bentuk purba, bukan nurani, tetapi naluri yg bekerja seperti pada makhluk2 dengan tingkat "kesadaran" yg lebih rendah dari manusia such as hewan(?) yg engga pake ber"pikir" ?

hati2 lho..
saking dalam dan tingginya Buddha Dharma jangan sampai bikin kita malah tambah 'keblinger'..  ;D

_/\_ _/\_ _/\_

Rekan Dhyanaputra,

Tampaknya Anda melecehkan fenomena 'berhentinya pikiran' ... Dari situ saya menyimpulkan Anda tidak memahami ajaran Sang Buddha tentang berhentinya pikiran ... Anda tidak memahami meditasi vipassana ... mungkin karena Anda tidak pernah melakukan vipassana secara benar ...

Salam,
hudoyo
hehehe
Terima kasih pak pandita.

saya hanya mengingatkan jangan terlalu mudah berteori tentang 'berhentinya pikiran', itu tidak gampang, alih2 mau unjuk kebolehan dalam teori dharma, malah terjadi miss-persepsi.

Tapi kelihatannya "pikiran" pak pandita sendiri lebih jauh "menerawang" hingga menuduh saya melecehkan, tidak melakukan vipassana dengan benar dsb..

Tapi semua itu sah-sah saja utk sebuah "gejolak" pikiran.. :)
Maaf kalau cara saya mengemukakan pendapat kurang bagus sehingga Bapak berpikir ke arah yang berbeda :)

Hendaknya diskusi kita ini dilandasi "cetana" utk saling memperluas wawasan, bukan utk mencari siapa paling benar, siapa paling salah, ataw worse, malah debat berujung memberikan tuduhan2 ataw judgement terhadap pihak lain.
Silakan debat pendapat saya Pak, kalau Bapak sudah mulai nge-judge bagaimana saya secara pribadi bermeditasi dsb.. itu sudah mengarah ke yg namanya argumentum ad hominem dalam berdiskusi.

_/\_

Ada 2 orang murid berselisih pendapat...
lalu karena tidak puas, para murid itu mendatangi gurunya.
Gurunya dengan saksama mengikuti penjelasan para murid itu.
Ketika satu orang murid sudah selesai menjelaskan, sang guru berkata, "hmm.. kmu benar.."
lalu murid yg satu lagi tidak puas, dan berusaha berargumen.. setelah selesai, sang guru pun berkata, "kmu juga benar..."
murid lain pendamping sang guru yg dari mengikuti peristiwa itu kemudian ikut nimbrung, "Guru kok plin plan sih? sana bener, sini bener? lah yg bener itu gimana?"
Sang guru menoleh ke murid pendamping itu.. lalu berkata, "aaah... kamu juga bener!!!"



  :) :) :)
Hatred does not cease by hatred, but only by love; this is the eternal rule.

Dhyanaputra

Quote from: tesla on 13 June 2008, 08:53:05 AM
bow and respect to you ^:)^
Hehehe jangan berlebihan gitu bro,.
"bila dawai dipetik terlalu keras, talinya putus, namun apabila terlalu lemah, engga ada bunyinya.."
anda pasti paham maksud saya.. :)

Quote from: tesla on 13 June 2008, 08:53:05 AMwah ternyata saya lebih bodoh dari anak kecil yah :))
eits.. saya tidak bilang gitu lho.. dan engga ada "cetana" ketika nulis utk menganggap anda lebih bodoh dari anak kecil..
seperti kata pak pandita, belajar dan belum belajar, apa kriterianya? :D

maaf ya, kalau cara saya berpendapat membuat "pikiran" anda menerawang ke sudut2 lain :)





Quote from: tesla on 13 June 2008, 08:53:05 AM
jumlah alat penopang kehidupan pada rumah sakit adalah terbatas.
kadang kala (bahkan mungkin sering) pasien yg membutuhkan alat tersebut jauh lebih banyak.
saya mengetahui satu kejadian dg jelas, suatu hari beberapa bayi lahir pada masa bersamaan dg kondisi sesak nafas.
mereka membutuhkan alat pernafasan C-PAP yg jumlahnya sangat terbatas.
dan kebijaksanaan RS pada waktu itu adalah alat itu dipasangkan hanya utk melewati masa kritis.
ketika memasuki masa stabil, langsung dipindahkan ke bayi yg lebih membutuhkan.
tentu saja niat dibalik kebijaksanaan ini adalah menolong sebanyak2nya.
tetapi it's not a perfect world.
salah satu bayi yg saya tahu mengalami kemajuan dan mulai stabil.
alatnya dilepas dan dipasang pada bayi lain.
selang berapa jam bayi ini sesak nafas kembali & membutuhkan alat itu.
tetapi sungguh malang alat2 itu sekarang tidak ada yg free.
dan bayi tsb meninggal...

pembunuhan kah?

Sodaraku Tesla,
menurut pendapat saya, itu bukan pembunuhan.
sebab tindakan memindah alat bantu tsb sudah didasari oleh sebuah argumen yg bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Dan kalo boleh minjem konsep "cetana", ketika kondisi bayi itu sudah stabil.. memindahkan alat tsb bukan bertujuan mematikan (pada awalnya)..

BEDA dengan kasus2 euthanasia..
alat dilepas supaya pasien tersebut mati dan tidak lama2 berada dalam kondisi kesehatan yg tidak jelas.. CMIIW.. once again CMIIW..
Hatred does not cease by hatred, but only by love; this is the eternal rule.