Sekilas Buddhayana

Started by nyanadhana, 04 June 2008, 11:53:45 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

nyanadhana

BUDDHAYANA

Buddha menunjukkan jalan dengan 3 wahana (triyana), yaitu : Sravakayana, Pratyekabuddhayana dan Bodhisattvayana. Seluruh dharma itu hanyalah satu kendaraan (Ekayana), yaitu Buddhayana (Saddharmapundarika-Sutra II). Jalan yang berkembang di barat: "One Dharma" =  Non-Sektarian  = Ekayana = Buddhayana. Buddhayana bukan sekte baru, melainkan wadah pemersatu berbagai tradisi buddhis yang sudah ada.

Perkembangan ajaran Buddha di Indonesia, yaitu dimulai dengan kedatangan dari Ajisaka

•         aji  --- bahasa kawi = ilmu kitab suci

•         saka --- berasal dari sakya

jadi, ajisaka  artinya ahli dalam kitab suci, sakya / ahli buddha dharma. Ajisaka merupakan gelar  u/ raja Tritustha. Dalam legenda masyarakat jateng tentang perang dasyat antara ajisaka  dengan raja  dewoto cengkar ( dewoto = dewa,  cengkar = jahat ) = dewa jahat  ( avidya ). Sehingga dapat dikatakan perang tersebut, merupakan perang antara Buddha Dharma melawan kejahatan / kebodohan (avidya)



Siapa Ajisaka ?" Beliau bukan hanya ahli dalam Buddha Dharma, tetapi juga seorang ahli astronomi dan ahli sastra disamping sebagai dharmaduta, beliau juga memperkenalkan aksara dan penanggalan tahun Saka (Candrasengkala), yaitu :


"ha – na – ca – ra – ka,

da – ta – sa – wa(ga) – la,

pa – da – ja – ya – nya,

ma – ga(nga) – ba(tha) – tha(ba) – nga(wa)"


"Ada abdi, sama-sama memegang surat (titah), sama-sama jayanya, dan sama-sama gugur".



dhura & sembada " nir wuk tanpa jalu ". nir = kosong, wuk = tidak jadi, tanpa=0 jalu =1.  jadi 0001, menurut tahun saka = 14 maret  tahun 78 masehi



Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, yaitu :

a.       Abad I, ditandai kedatangan Ajisaka

b.      abad II, III, IV, menurut catatan Fa-Hien  pada saat itu di Jawa agama Buddha sudah ada dan kedatangannya. Pada saat itu banyak membawa rupang dan kitab agama buddha

c.       abad V, VI,  bukti perkembangan agama Buddha dari prasasti Purnawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di Kalimantan

d.      Abad VII, VIII, jaman keemasan agama Buddha, ditandai dengan pendirian candi Borobudur

e.       Abad VIII, IX, berdiri kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Menurut catatan It Shing pernah datang dan belajar.

f.        Abad XI,  Atisa Dipankara, seorang bhikkhu yang punya latar belakang pengajaran Tantrayana, berguru  pada Serlingpa Dharma Kirti di Sriwijaya.

g.       tahun 1100 – 1478, berdiri kerajaan-kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit dan akhirnya Majapahit runtuh - kerajaan Islam berdiri agama Buddha hilang dari peredaran, dan tidak pernah di bicarakan, hanya peninggalan berupa candi candi yang masih dikagumi kebangkitan agama Buddha

h.       abad XX tahun 1929, orang Belanda yang beragama Buddha membentuk Java Buddhist Association (orientasi Theravada). Presiden pandita Josias (upasaka I yang datang di pulau Jawa) banyak berinteraksi di klenteng dengan bhiksu-bhiksu yang di klenteng dan niko-niko.

i.         tahun 1934, bhikkhu narada thera datang ke Indonesia. Pada tanggal 4 Maret (seorang Dharmaduta Buddhis terkenal dari Srilangka) pulau Jawa pertama kalinya dikunjungi bhikkhu Theravada. Penanaman pohon Bodhi di candi  Borobudur. 10 Mei terbentuk Batavia Buddhist Association (condong ke Mahayana). Pada tanggal 23 januari 1923, di Bogor, lahir bayi laki-laki. Ayahnya Tee Hong Gie, ibu Tan Sep Moy. Anak tersebut diberi nama Tee Boan An mempunyai 2 (dua) kakak laki-laki.  Ibu meninggal, saat Boan an usia 20 tahun. Pada tahun 1946  Tee Boan An nekat ke Belanda. Boan An  kuliah, sering ikut ceramah Theosofi sempat ke Perancis mengikuti ceramah Krisnamurti (praktisi spiritual). Beliau melanjutkan perjalanan ke Belanda dan semakin mantap menempuh jalan spiritual. Pada tahun 1951 pulang ke Indonesia. Beliau mengunjungi teman-teman dan diangkat jadi ketua gabungan Sam Kauw Indonesia. Jabatan ini membuatnya lebih mudah menyebarkan ajaran Buddha. Beliau pernah menjadi guru di Sariputra Jakarta. Memutuskan jadi pelayan Buddha (anagarika) berkenalan dengan Ananda Suyono dan Parwati tahun 1953 melempar ide mengadakan waisak secara nasional di borobudur, dengan membagikan undangan ke pejabat dan wakil Negara. Perayaan waisak mendapat dukungan dari theosofi dan orang-orang Sam Kauw Waisak 2497, 22 mei 1953 adalah sebagai shock therapy, membuat orang tercengang menyadarkan orang, bahwa dulu ajaran Buddha pernah berjaya  dan umatnya masih ada. Hari-hari Tee Boan An memberikan ceramah ke Jawa Tengah–Jakarta di Jakarta sering ke klenteng Kong Hoa Sie (vihara silsilah C'han) ada suhu Pen Chin yang berdiam di sana.  (Pen Chin dalam silsilah  vihara tersebut termasuk pimpinan dan dipercaya telah mencapai kesucian). Boan An disarankan untuk mencukur rambutnya. Boan An menjadi samanera menurut  tradisi C'han diberi nama Ti Chen, (hadir saat itu maha biksu Ju Sung, biksu Ju Khung, biksu Cen Yao, biksu Wu Ching). Sramanera Ti Chen, Maha biksu Pen Ching mencarikan dana u/muridnya agar dapat ke luar negeri guna menjadi biku karena di Indonesia keberadaan biku sangat kurang. Desember 1953 sramanera berangkat ke Birma (ongkos pesawat ditutupi oleh dana yang dikumpulkan biksu Pen Ching dan sahabatnya Ong Tiang Biauw, sramanera Ti Chen, maha biksu Pen Ching mencarikan dana u/muridnya agar dapat ke luar negeri guna menjadi biku karena di Indonesia keberadaan biku sangat kurang. Desember 1953 sramanera berangkat ke Birma (ongkos pesawat ditutupi oleh dana yang dikumpulkan biksu Pen Ching dan sahabatnya Ong Tiang Biauw. Sramanera Ti Chen – Burma mengikuti latihan meditasi vipasana dipusat meditasi Mahasi Sasana Yeikhta, Rangoon. perkembangan yang pesat menarik perhatian dari Mahasi Sayadaw,  sehingga menunjuk bhikkhu  Nyanuttara Sayadaw untuk membimbing secara khusus. Pada   23 Januari 1954 sramanera Ti Chen Di tahbiskan sekali lagi secara Theravada      menjadi seorang samanera. Guru spiritualnya YA. Agga Maha Pandita untuk Ashin Sobhana mahathera (Mahasi Sayadaw) diberi nama Jinarakkhita, dan mendapat gelar Ashin. Ashin = gelar u/menunjukkan orang yang                    memakainya sbg bhikkhu yg patut dihormatii. Sedangkan Jinarakkhita = orang yg pantas dilindungi dan diberkahi Buddha. Bhikkhu Ashin Jinarakhitta membentuk PUUI (Persaudaraan Upasaka – Upasika Indonesia) di Semarang Juli 1955 (Asadha). Selanjutnya melakukan pentabisan biku dengan mengundang biku dari luar negeri sebagai penabis dan beliau sebagai acariya, kemudian membentuk Sangha Sutji Indonesia. Awal perpecahan. Bhikkhu Ashin selalu mengingatkan upaya untuk melestarikan agama Buddha di Indonesia tidak boleh lepas dari dari kebudayaan yang sudah ada, karenanya pembauran dan pluralisme tidak dapat dihindarkan. Pada tanggal 12 Januari 1972 bhikkhu Girirakhito, bhikkhhu Sumanggalo, b. jinapiya (titatetuko), b. jinaratana (pandhit kaharudin), b. subhato (moctar rashid) memisahkan diri – membentuk yang kemudian dikenal dengan sebutan Sangha Theravada Indonesia. Pada tahun 1978 terbentuk Sangha Mahayana Indonesia, dipimpin oleh biksu Dharmasagaro akibat beliau berselisih dengan cucu murid bhikkhu ashin namun bhiksu Dharmasagaro tetap menganggap b. Ashin adalah gurunya. Kemudian Maha Sangha Indonesia dikenal dengan sebutan Sangha Agung Indonesia.

j.        tahun 1980, b. Ashin melihat umat Buddha mulai terkotak-kotak, tetapi biku Ashin tetap mempertahankan konsep wahana Buddha (Buddhayana) yang kemudian dikenal sebagai Ekayana (di barat), hal ini sekaligus merupakan pengejawantahan "Bhinneka Tunggal Ika" yang merupakan sila pertama dari pancasila yang merupakan dasar negara kita indonesia. Dengan pendekatan konsep ini umat buddha diharapkan dapat belajar masing-masing yana tanpa mencemooh satu dg yang lain , lalu mereka boleh memilih mana yg akan didalami guna menunjang praktek mereka yang penting tujuan utamanya mencapai tujuan akhir Nibbana



E.     TOKOH-TOKOH YANG MEMILIKI SEMANGAT BUDDHAYANA DAN PANDANGAN-PANDANGANNYA

   1. Thich Nhat Hanh, bermacam-macam obat diperlukan u/ menyembuhkan berbagai penyakit, ajaran buddha juga membuka pintu pintu dharma yang sesuai bagi setiap orang dengan keadaan yang berlainan. Meski pintu-pintu itu berbeda, antara orang satu dengan yang lain, mereka semua adalah pintu dharma
   2. dr. K. Sri Dhammananda, "pengikut Buddha sejati dapat menjalankan ajaran agama tanpa melekat pada aliran atau sekte apapun. kemelekatan membuta adalah suatu hal yang menunjukkan ketidak pahaman kita akan konsep dasar ajaran buddha itu sendiri"
   3. Maha Biksu Hsing Yun dari Buddha Light International Association (BLIA) "masa depan dapat merupakan dunia paling harmonis, adalah dunia Buddhayana"
   4. Dhammacari Lokamitra, Friend of Western Buddhist Order (FBWO), kami adalah non sekterian dalam arti bahwa kami mempergunakan ajaran – ajaran dari berbagai sekte agama buddha sejauh ajaran – ajaran tersebut relevan dan praktis dengan situasi dimana kami mempraktekkan dharma.
   5. Bhikkhu Dharmawiranatha, "Buddhayana bertujuan mencapai suatu perpaduan, antara inti sari ajaran dengan pola hidup dan kebudayaan seseorang."

"konsep buddhayana bertujuan untuk memperlihatkan pentingnya menghindari pengelompokan dan sekterianisme."



F.      PROSPEK BUDDHAYANA

•         keinginan punya lambang persatuan yg diterima ketiga mazhab, sehingga muncul bendera Buddhis Internasional (1885) ;

•         Tahun 1943 di London terbit majalah Buddhis Internasional "the Middle Way" yang tidak memandang mazhab.

•         Tahun 1950 berdiri WFB (Wolrd Fellowship of Buddhist), dalam WFB lebih dari 25% organisasi atau institusi memiliki semangat Buddhayana. mereka memakai istilah non sekterian, intersekterian, menerima segala tradisi, terbuka untuk semua sekte, tidak berafiliasi dengan sekte

•         WBSC (World Buddhis Sangha Council) pada tahun 1966 yg menghimpun semua mahzab dalam kongres dunia i dari WBSC di Colombo 1967, telah disepakati dengan bulat rumusan prinsip dasar agama Buddha, baik Theravada, Mahayana (termasuk Tantrayana) mempunyai prinsip yang sama. perbedaan-perbedaan mengenai tata kehidupan biku, adat dan kepercayaan buddha lokal, upacara, tradisi, dan  kebiasaan hanyalah wujud luar, tidak boleh dianggap sebagai ajaran Buddha

•         the third annual internasional Buddhist seminar di New York (1974) mencetuskan harapan perserta seminar untuk tidak mengklasifikasikan ajaran Buddha ke dalam bermacam-macam yana. harapan ini disambut oleh dr.buddhadasa kirtisinghe, ketua seminar yang mengusulkan sebutan "Ekayana atau Buddhayana"

•         dr. Ananda W.P Guruge yg bekerja di unesco dalam ceramahnya "Universal Buddhisme" menyatakan " saya meramalkan timbulnya kecenderungan – kecenderungan baru  dalam agama buddha di barat. interaksi yg rapat dari berbagai aliran dan sekte yang berbeda akan berakibat saling mempengaruhi. pakar-pakar barat telah menyuarakan bahwa mereka lebih menginginkan suatu bentuk agama buddha yang menggabungkan ketiga tradisi dari theravada, mahayana, tantrayana.

Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Sumedho

Nambahin, di Indonesia itu, Buddhayana adalah sebuah majelis bukan aliran.
There is no place like 127.0.0.1

Yong_Cheng

nambahin dikit (comot dari forum sebelah)
Sedikit sejarah terbentuknya Buddhayana di Indonesia

The Boan An (lahir di Bogor pada 23 Januari 1923; juga dikenal dengan panggilan Su Kong) adalah bhikkhu Indonesia pertama dalam 500 tahun saat ia ditahbiskan pada tahun 1953.Beliau menyelesaikan sekolah dasarnya di Kota Kembang - Bogor, lalu melanjutkan sekolah menengahnya di PHS Jakarta, kemudian HBS B di Jakarta. Beliau melanjutkan pendidikan tingginya di THS Bandung (sekarang ITB) pada jurusan Ilmu Pasti Alam. Beliau tidak sempat menamatkan pendidikannya di THS karena perkuliahan dihentikan ketika Jepang
masuk ke Indonesia, juga Ia belajar kimia di Groningen, Belanda. Namun pada Juni 1953 ia ditahbiskan dalam tradisi Mahayana di Jakarta.
Semasa kecil beliau hidup prihatin. Untuk membantu meringankan beban kedua orang tuanya beliau bekerja sebagai loper. Walaupun demikian jiwa sosialnya sudah terlihat, ia sering membagikan makanan kecil yang dibeli dari hasil jerih payahnya kepada teman-teman sepermainannya.
Ketika masih berusia belasan tahun, beliau sudah menjadi seorang vegetarian. Beliau juga tertarik pada dunia spiritual, beliau sering belajar kepada para suhu di kelenteng-kelenteng , haji, pastur, dan tokoh-tokoh teosofi. Beliau mengenal agama Buddha dari tokoh-tokoh Teosofi dan dari perkumpulan Tiga Ajaran. Filsafat modern maupun kuno sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Jika anak-anak lainnya senang bermain-main, Bo An, demikian nama kecil beliau, lebih suka mengembangkan kehidupan batinnya, misalnya dengan bertapa di Gunung Gede. Ketika menjelang dewasa beliau aktif dalam usaha pemberantasan buta huruf dan ikut dalam kegiatan dapur umum untuk menolong rakyat sekitar yang kelaparan. Pembimbingnya menganjurkan agar ia belajar lebih lanjut di Myanmar, karena itu pada tahun yang sama ia masuk Sasana Yeiktha di Yangon untuk belajar meditasi satipatthana di bawah bimbingan Mahasi Sayadaw. Pada tahun berikutnya ia ditahbiskan menjadi bhikkhu dan mengambil nama Ashin Jinarakkhita. Ia menjadi bhikkhu Indonesia
pertama dalam 500 tahun. Pada tahun 1955 ia kembali ke Jawa dan dengan kerja keras membangun kembali vihara-vihara dan biara-biara Buddhis. Pada tanggal 17 Januari 1955 beliau pulang ke Indonesia. Kembalinya beliau ke Indonesia membawa kegairahan tersendiri bagi simpatisan Buddhis di Indonesia. Beliaulah putra pertama Indonesia yang menjadi bhikkhu sejak keruntuhan Kerajaan Majapahit. Di Jakarta beliau tidak berdiam diri. Beliau segera merencanakan untuk mengadakan tour Dharma ke berbagai daerah di Indonesia.

Akhir tahun 1955 dimulai tour Dharma ke pelosok-pelosok tanah air. Beliau memulainya dari daerah Jawa Barat. Dalam perjalanannya itu beliau mengunjungi setiap daerah yang ada penganut agama Buddha-nya, tidak peduli di kota-kota besar maupun di desa-desa terpencil. Kunjungan beliau memberi arti tersendiri bagai umat Buddha Indonesia di berbagai daerah yang baru pertama kali melihat sosok seorang bhikkhu. Tour Dharma ini tidak terbatas di Pula Jawa saja. Bali, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya juga beliau kunjungi. Pendek kata, hutan diterobosnya, gunung didaki, laut diseberangi, untuk membabarkan Dharma yang maha mulia ini kepada siapa saja yang membutuhkannya.

Setelah semakin banyak umat Buddha, dan semakin banyak murid beliau yang ditahbiskan menjadi upasaka, Bhante Ashin mendirikan Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI), pada bulan Juli 1955 di Semarang. Pada tahun 1979 PUUI berganti nama menjadi Majelis Buddhayana Indonesia.

Dalam setiap kesempatan berkunjung ke berbagai daerah tersebut Bhante Ashin selalu mengingatkan umatnya untuk tidak bertindak masa bodoh terhadap kebudayaan dan ajaran agama Buddha yang sudah sejak dulu ada di Indonesia. Galilah yang lama, sesuaikan dengan jaman dan lingkungan. Beliau menegaskan bahwa usaha mengembangkan agama Buddha tidak dapat lepas dari upaya untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia secara keseluruhan. Beliau mendorong umatnya untuk terus menggali warisan ajaran Buddha yang tertanam di Indonesia. Karena bagaimanapun, secara kultural ajaran yang pernah membawa bangsa kita pada jaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit itulah yang akan lebih bisa diterima oleh bangsa kita sendiri.

Salah satu hasil penggalian yang sangat penting adalah konsep Ketuhanan dalam agama Buddha yang dianut oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Dari berbagai penelitian terhadap naskah-naskah kuno dalam Kitab Sanghyang Kamahayanikan, oleh para cendikiawan Buddhis Indonesia kala itu, yang merupakan murid-murid Bhante Ashin, akhirnya istilah Sanghyang Adi Buddha dinyatakan sebagai sebutan Tuhan dalam agama Buddha khas Indonesia. Doktrin inilah yang sejak saat itu giat disebarkan oleh murid-murid Bhante Ashin, diantaranya Alm Y.A. Bhikkhu Girirakkhito Mahathera, Herman S. Endro Dharmaviriya, Dicky Soemani, Karbono, dan sebagainya. Namun sayangnya ada beberapa diantara mereka yang akhirnya malah menentang dokrin Sanghyang Adi Buddha ini.

Sikap yang terus konsisten pada diri Bhante Ashin ialah beliau tidak pernah berpihak kepada salah satu mazhab/sekte manapun dalam agama Buddha. Disamping menyebarkan ajaran Theravada, beliau juga tidak meninggalkan ajaran Mahayana dan Tantrayana. Semua diserahkan kepada pribadi masing-masing umatnya. "I am just a servant of the Buddha", ujarnya suatu saat kepada Y.A. Dalai Lama.

Salah satu murid beliau yang bernama Ong Tiang Biauw ditahbiskan menjadi samanera dan akhirnya menjadi Bhikkhu Jinaputta. Setelah jumlah bhikkhu di Indonesia mencapai lima orang, Bhante Ashin kemudian mendirikan Sangha Suci Indonesia. Pada tahun 1963, organisasi ini kemudian diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Namun tanggal 12 Januari 1972, lima orang Bhikkhu yang sebenarnya adalah murid beliau sendiri, yang menganggap bahwa hanya ajaran Theravada saja yang benar, memisahkan diri dari Maha Sangha Indonesia dan mendirikan Sangha Indonesia. Walaupun kemudian sempat bersatu kembali, dan Maha Sangha Indonesia diubah namanya menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin), para Bhikkhu itu kembali memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada Indonesia.

Tahun 1978, murid beliau yang lebih berorientasi ke aliran Mahayana, memisahkan diri dari Sagin, dan mendirikan Sangha Mahayana Indoneisa. Sekarang ini di dalam Sagin, yang masih tetap dipimpin beliau terdapat persatuan yang manis antara para Bhikkhu (Sangha Theravada), para Bhiksu (Sangha Mahayana), maupun para Wiku (Sangha Tantrayana), dan para Bhiksuni (Sangha Wanita). Semua bersatu dalam kendaraan Buddha (Buddhayana) . Memang pengetahuan beliau yang luas mengenai berbagai aliran dalam agama Buddha memungkinkan beliau untuk dapat mengasuh umat dengan latar belakang yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.

Sebagai seorang bhikkhu, beliau tidak hanya dikenal oleh umat Buddha di Indonesia. Pada saat awal menjadi bhikkhu, beliau mendapat julukan The Flying Monk oleh umat Buddha di Malaysia dan Singapura karena kegesitan beliau untuk `terbang' dari satu tempat ke tempat lain untuk membabarkan Dharma. Beliau juga beberapa kali mengikuti beberapa kegiatan keagamaan yang berskala internasional. Diantaranya Persamuan Keenam (Chatta Sangayana) yang diadakan di Rangoon, tahun 1954-1956, juga konferensi-konferensi yang diadakan oleh The World Buddhist Sangha Council maupun The World Fellowship of Buddhists.
Beliau juga pernah menjadi wakil presiden untuk The World Buddhist Sangha Council dan The World Buddhist Social Services.

Di usia tua beliau lebih banyak berdiam di Vihara Sakyawanaram, Pacet.Bhante Ashin masih tetap hidup sederhana dibiliknya yang kecil di vihara tersebut. Di usianya yang sudah senja ini, beliau memang sudah tidak banyak membabarkan Dharma lagi. Namun beliau tetap `mengajarkan' kepada kita semua, umat Buddha Indonesia, melalui sikap dan tingkah laku beliau sehari-hari sampai kemudian meninggal di tahun 2002.

Banyak tokoh-tokoh Buddhis sekarang ini yang merupakan murid beliau. Bapak Oka Diputhera, mantan pejabat sementara ketua umum Walubi, mengenal ajaran Sang Buddha dari beliau. Demikian pula dengan Alm. Bhante Giri adalah salah satu murid beliau yang dulu sering bersama-sama beliau dalam menyebarkan Dharma. Juga Brigjen Soemantri, salah satu tokoh pendiri Walubi, merupakan salah satu murid beliau yang setia. Dr. Parwati Soepangat, salah satu tokoh wanita Buddhis Indonesia dahulu kerap ikut bersama beliau berkunjung ke berbagai daerah, pada awal-awal masa kebangkitan agama Buddha di Indonesia.
Perjalanan seribu mil diawali dengan satu langkah kaki

williamhalim

Buddhayana ataupun Ekayana, no prob.
Persatuan tanpa terkotak-kotak, aye setuju banget.
Tidak melekat ke tradisi apapun, sangat bagus sekali.
Theravada, Mahayana, Vajrayana.... mempunyai jalan masing2, itu pasti.

Cuma satu yg menganggu: "Semoga SangHyang Adi Buddha/Tuhan yang Maha Esa melindungi kita semua" <--- anyone can explain this?

Masih bebal ya aku ini?  ;D

_/\_

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

gajeboh angek

QuoteSalah satu murid beliau yang bernama Ong Tiang Biauw ditahbiskan menjadi samanera dan akhirnya menjadi Bhikkhu Jinaputta. Setelah jumlah bhikkhu di Indonesia mencapai lima orang, Bhante Ashin kemudian mendirikan Sangha Suci Indonesia. Pada tahun 1963, organisasi ini kemudian diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Namun tanggal 12 Januari 1972, lima orang Bhikkhu yang sebenarnya adalah murid beliau sendiri, yang menganggap bahwa hanya ajaran Theravada saja yang benar, memisahkan diri dari Maha Sangha Indonesia dan mendirikan Sangha Indonesia. Walaupun kemudian sempat bersatu kembali, dan Maha Sangha Indonesia diubah namanya menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin), para Bhikkhu itu kembali memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada Indonesia.

Uh, maksudnya apan ini? Setahu saya bukan begitu ceritanya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

morpheus

semangat persatuan dan tidak membeda2kan sekte sih bagus...

cuman menurut saya, kalo kita gak suka terkotak2, sebaiknya tidak membikin kotak baru... pemikiran terbalik menurut saya.
yg saya liat buddhayana di indonesia menjadi sebuah kotak baru, kotak keempat di antara tiga kotak yg sudah ada...
saya sering mendengar bantahannya, namun kenyataannya lain...

*bukan cari perang*
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

williamhalim

Quote from: morpheus on 04 June 2008, 12:42:48 PM
semangat persatuan dan tidak membeda2kan sekte sih bagus...

cuman menurut saya, kalo kita gak suka terkotak2, sebaiknya tidak membikin kotak baru... pemikiran terbalik menurut saya.
yg saya liat buddhayana di indonesia menjadi sebuah kotak baru, kotak keempat di antara tiga kotak yg sudah ada...
saya sering mendengar bantahannya, namun kenyataannya lain...

*bukan cari perang*

Ini aku setuju sekali.

Jika alasan kita tidak mau terkotak2, tidak perlu membikin kotak baru.
Kotak baru ini bukannya netral, malah konsen ke kotaknya sendiri, tidak mau memakai orang2 diluaran kotak tsb. Jadilah tiga kotak.

::




Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

El Sol

#7
Buddhayana itu..

..---_---"

kalo mao bener2 Ekayana..jangan ganti2 donk pake Adi Buddha segale!..emankne kita ini setuju ama konsep Vajra yg ber-atta?

--_--"

we're not Hindhu..

eniwei...

palink worst...itu aliran Sesat Maitreya..

mending kita basmi dulu aliran sesat ini~


baru urus internal affair..antara Buddhist...~~

haha...

;D

nyanadhana

cuman satu aja minusnya, baca paritta yang sungguh-sungguh bernada aneh,suka dinadakan trus nadanya agak sumbang gitu,kalo nadanya bagus sih ga dipermasalahkan tapi kalo nadanya udah mulai tetong,aihhh tak ikutan kebaktiannya.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Lex Chan

Quote from: karuna_murti on 04 June 2008, 12:40:00 PM
QuoteSalah satu murid beliau yang bernama Ong Tiang Biauw ditahbiskan menjadi samanera dan akhirnya menjadi Bhikkhu Jinaputta. Setelah jumlah bhikkhu di Indonesia mencapai lima orang, Bhante Ashin kemudian mendirikan Sangha Suci Indonesia. Pada tahun 1963, organisasi ini kemudian diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Namun tanggal 12 Januari 1972, lima orang Bhikkhu yang sebenarnya adalah murid beliau sendiri, yang menganggap bahwa hanya ajaran Theravada saja yang benar, memisahkan diri dari Maha Sangha Indonesia dan mendirikan Sangha Indonesia. Walaupun kemudian sempat bersatu kembali, dan Maha Sangha Indonesia diubah namanya menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin), para Bhikkhu itu kembali memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada Indonesia.

Uh, maksudnya apan ini? Setahu saya bukan begitu ceritanya.

Ok, cerita versi lainnya cemana?
"Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway"
-Mother Teresa-

Umat Awam

masih bagus kalo buat jadi therayana kali yach....?? :))

El Sol

#11
Quote from: nyanadhana on 04 June 2008, 01:16:08 PM
cuman satu aja minusnya, baca paritta yang sungguh-sungguh bernada aneh,suka dinadakan trus nadanya agak sumbang gitu,kalo nadanya bagus sih ga dipermasalahkan tapi kalo nadanya udah mulai tetong,aihhh tak ikutan kebaktiannya.

trus...

baca parittanya..

lambatnye lebih lambat dari kura2 beol..

-_-"

cape deh..

sekali doank gw ke Ekayana kebaktian..and no more!

abisin uang*...



*uang=waktu..

nyanadhana

Quote from: Umat Awam on 04 June 2008, 01:26:30 PM
masih bagus kalo buat jadi therayana kali yach....?? :))

wah wah ga boleh ntar ama Bang rhoma Irama dibilang ngebajak lagunya...Therayana......terayana..ini lagunya lagu India......hehehehehhe...
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

hudoyo

#13
Maaf, ada beberapa bagian dari tulisan ini yang perlu diluruskan.

Quote from: Yong_Cheng on 04 June 2008, 12:26:20 PM
Salah satu hasil penggalian yang sangat penting adalah konsep Ketuhanan dalam agama Buddha yang dianut oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Dari berbagai penelitian terhadap naskah-naskah kuno dalam Kitab Sanghyang Kamahayanikan, oleh para cendikiawan Buddhis Indonesia kala itu, yang merupakan murid-murid Bhante Ashin, akhirnya istilah Sanghyang Adi Buddha dinyatakan sebagai sebutan Tuhan dalam agama Buddha khas Indonesia. Doktrin inilah yang sejak saat itu giat disebarkan oleh murid-murid Bhante Ashin, diantaranya Alm Y.A. Bhikkhu Girirakkhito Mahathera, Herman S. Endro, Dharmaviriya, Dicky Soemani, Karbono, dan sebagainya. [...]

Saya nyatakan di sini bahwa kalimat yang di-bold di atas, sejauh menyangkut alm YM Girirakkhito Mahathera, Romo Maha Pandita Khemanyana Karbono dan Romo Pandita Herman S. Endro,SH, sama sekali tidak benar. Murid-murid Bhante Ashin yang saya sebut ini, ditambah beberapa teman lagi di Jakarta, seperti Romo Maha Pandita Vidyadharma, Romo Pandita Dr. Ratna Surya Widya dll tidak pernah menyetujui konsep Ketuhanan/Sanghyang Adi Buddha sejak awal Bhante Ashin memperkenalkan konsep itu. Oleh karena itu, kalimat yang berikut ini juga sama sekali tidak benar:
QuoteNamun sayangnya ada beberapa diantara mereka yang akhirnya malah menentang dokrin Sanghyang Adi Buddha ini.

Para Pandita dan para Bhikkhu Theravada sejak awal tidak menyetujui dipromosikannya konsep Ketuhanan YME/Sanghyang Adi Buddha oleh Bhante Ashin. Saya kenal baik dengan alm YM Girirakkhito Mahathera, dengan alm Romo Maha Pandita Khemanyana Karbono, dan dengan Romo Pandita Herman S. Endro, SH (orangnya masih hidup), dan saya berani menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak pernah "giat menyebarkan doktrin Ketuhanan YME/Sanghyang Adi Buddha" ajaran Bhante Ashin Jinarakkhita kapan pun, sebagaimana diklaim oleh penulis artikel ini.

Saya sendiri, yang pada waktu itu masih mahasiswa di Bandung dan aktif di Vihara Vimala Dharma, pernah menemui Bhante Ashin di Vihara Vimala Dharma untuk membahas keberatan beberapa teman Theravada terhadap konsep Ketuhanan YME/Sanghyang Adi Buddha pada awal konsep itu diperkenalkan oleh beliau. Ternyata beliau bersikukuh untuk tetap menggunakan konsep itu. Malah beliau memperingatkan saya, bahwa "barang siapa yang tidak menerima Ketuhanan YME/Sanghyang Adi Buddha bisa dicap PKI oleh pemerintah." (Harap diingat bahwa waktu itu adalah awal tahun 1970-an, dan orang masih sangat takut dicap PKI.)

Akhirnya setelah disadari bahwa Bhante Ashin tidak akan mundur dengan konsep beliau itu, maka para Pandita dan Bhikkhu Theravada berapat untuk menyusun deklarasi berdirinya Sangha Theravada Indonesia, dengan tujuan untuk memelihara kemurnian ajaran Sang Buddha yang tersimpan dalam Tipitaka Pali yang menjadi pegangan umat Theravada di seluruh dunia. Saya terlibat penuh dalam penyusunan deklarasi itu. Demikianlah latar belakang sejarah berdirinya Sangha Theravada Indonesia.


QuoteSalah satu murid beliau yang bernama Ong Tiang Biauw ditahbiskan menjadi samanera dan akhirnya menjadi Bhikkhu Jinaputta. Setelah jumlah bhikkhu di Indonesia mencapai lima orang, Bhante Ashin kemudian mendirikan Sangha Suci Indonesia. Pada tahun 1963, organisasi ini kemudian diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Namun tanggal 12 Januari 1972, lima orang Bhikkhu yang sebenarnya adalah murid beliau sendiri, yang menganggap bahwa hanya ajaran Theravada saja yang benar, memisahkan diri dari Maha Sangha Indonesia dan mendirikan Sangha Indonesia. Walaupun kemudian sempat bersatu kembali, dan Maha Sangha Indonesia diubah namanya menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin), para Bhikkhu itu kembali memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada Indonesia.

Saya tidak ingat betul tanggal-tanggalnya, tetapi seperti dipersoalkan oleh Rekan Karuna Murti, tampaknya ada sesuatu yang tidak beres dalam paragraf ini. Mungkin Rekan Karuna Murti bersedia berbagi informasi di seputar berdirinya Sangha Theravada Indonesia demi pencerahan pembaca forum ini.

Yang jelas, saya menolak keras bagian yang saya bold di atas, yang menyatakan bahwa para Bhikkhu Theravada yang menyatakan keluar dari Sangha pimpinan Bhante Ashin itu didorong oleh anggapan bahwa "HANYA ajaran Theravada saja yang benar". Setiap aliran/sekte/kelompok Agama Buddha yang hidup di mana saja tentu berhak berkeyakinan bahwa ajaran yang dianutnya benar, entah itu kelompok Buddhayana, entah kelompok Theravada, entah kelompok Mahayana, namun di dalam ajaran resmi Theravada sama sekali TIDAK ADA pernyataan bahwa HANYA ajaran Theravada yang benar. Malah dalam Tipitaka Pali disebutkan kata-kata Sang Buddha, bahwa "di dalam semua ajaran yang mengandung Jalan Suci Berfaktor Delapan pasti terdapat orang-orang suci."

Hal ini hanya menunjukkan ketidakmengertian penulis artikel ini akan alasan sebenarnya dari keluarnya bhikkhu-bhikkhu Theravada dari Sangha pimpinan Bhante Ashin, yaitu pemaksaan konsep Ketuhanan YME/Sanghyang Adi Buddha oleh Bhante Ashin sendiri kepada semua bhikkhu & umat Buddha Indonesia, sebagaimana saya paparkan di atas. Pernyataan penulis itu juga menunjukkan kenaifan pandangannya bahwa keanekaragam sekte, aliran, kelompok agama Buddha harus diwadahi dalam satu "wadah tunggal", dan bahwa mereka yang memisahkan diri dari "wadah tunggal" itu berarti menganggap HANYA ajarannya sendiri yang benar. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan semangat pluralisme keagamaan yang kita kumandangkan akhir-akhir ini di Indonesia.

Salam,
Pdt. Dr. Hudoyo Hupudio

gajeboh angek

_/\_ Sama seperti yang Pak Hudoyo katakan. Saya mendengar dari mulut ayah saya sendiri, yang pada waktu itu adalah salah satu dari lima Bhikkhu pendiri STI. Beliau berkata, "Kami tidak keberatan dengan Buddhayana, Yang jadi masalah adalah pada waktu itu Theravada dituduh atheis."
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days