Oke oke. setuju. clear udah.
serius, sudah ngerti?
intinya, kebenaran hukum Anicca itu tidak-relatif. Dan ada kebenaran yang bisa dijelaskan dalam kata-kata.
Jadi karena sifat ketidakkekalannya segala sesuatu yang berkondisi (sabbe sankhara anicca) maka timbullah dukkha (segala yang berkondisi adalah tidak memuaskan ( sabbe sankhara dukkha)?
Apa ada penjelasan lain lagi?
Pertama-tama, singkirkan dulu pengertian salah bahwa Dukkha adalah PERASAAN tidak menyenangkan. Karena tidak sesempit itu arti Dukkha.
Kita pakai analogi api. Saya bisa susun bahan bakar agar ia menyala. Saya bisa menambahkan bahan bakar agar api yang mengecil kembali besar (selama saya punya bahan bakarnya). Terlepas dari itu, api mengikuti jalan alaminya, berubah sesuai kondisi. Berubahnya bisa sesuai harapan saya, dan saya senang. Bisa juga sebaliknya.
Seberapa lama api itu bertahan, adalah sesuai bahan bakarnya.. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menambah bahan bakar (jika ada) dan kalau kondisi lainnya mendukung (misalnya: cuaca). Itu dilakukan terus menerus karena jika tidak maka saya bisa jatuh sakit karena jasmani kedinginan.
Misalnya pada suatu saat muncul perasaan tidak menyenangkan karena berpikir bahwa saya benci kerepotan karena harus terus mempertahankan api. Untuk keluar dari perasaan dan pikiran itu, saya berpikir: “ini bukan penderitaan. Ini adalah tantangan. Ini untuk mengasah ketekunan”. Lalu muncul perasaan menyenangkan. Dan semua berjalan seperti biasa. Tapi ada kalanya saya ugal-ugalan, tidak bisa memotivasi diri. Terasa lagi perasaan tidak menyenangkan.
Nah, sejauh yang saya pahami, perubahan-perubahan ini, baik di luar maupun di dalam diri saya, yang tidak bisa dikendalikan sesuka saya dan berubah-ubah sesuai kondisi, inilah Dukkha.
Api adalah salah satu contoh hal-hal di luar diri saya.
Jasmani, perasaan, dan pikiran adalah contoh hal-hal di dalam diri saya.
Ada tanggapan?