Pandangan umum yang keliru tentang Buddhisme

Started by dhammadinna, 17 October 2013, 07:57:39 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dhammadinna

#120
Quote from: btj on 01 November 2013, 04:12:24 PM
Oke, kesimpulannya segala yang berkondisi adalah tidak kekal (anicca).

Tapi saya penasaran atau tertarik juga dengan pernyataan Mas Kelana ini lho.
Apakah ada sesuatu yang tidak berkondisi alias tidak terkena hukum anicca?

Ini kita berdansa lagi namanya...

Di postingan sebelumnya, kita kan sudah bahas bahwa Nibbana adalah tidak terkondisi (tidak berubah-ubah sesuai kondisi, tidak terkena hukum Anicca, tidak relevan dengan Anicca).. kenapa kamu menanyakan hal ini lagi?

Maksudnya Kelana, kamu salah. Awalnya kamu bilang bahwa ruang lingkup Anicca adalah sesuatu yang berkondisi DAN sesuatu yang tanpa kondisi (oleh karena itu, bagimu, Anicca bisa relatif. Berlaku untuk yang satu, dan tidak berlaku untuk yang lain).

Padahal seharusnya, yang benar, ruang lingkup Anicca adalah segala sesuatu yang berkondisi saja. Dari Definisinya sudah terlihat: Sabbe Sankhara Anicca (Sankhara artinya segala sesuatu yang berkondisi). Jadi, Anicca = Mutlak.

Sampai di sini, setuju?

Quotetapi topik ini ditunda saja dulu tunggu topik "hidup adalah penderitaan" kelar dulu. biar rapi.
Kalau tidak salah, topik anicca ini muncul kan gara-gara topik dukkha ya?
Atau saya "ketinggalan kereta", topik dukkhanya sudah dapat titik temunya?

Kalau sudah, lalu bagaimana caranya meluruskan pandangan bahwa "hidup adalah penderitaan", point pertama dari Empat Kebenaran Ariya?
Dibantu yaaa

justru saya mau tuntaskan dulu tentang Anicca. Seseorang tidak bisa memahami dukkha, kalau belum memahami Anicca.

dhammadinna

#121
Btw, siapa pun, kalau ada penjelasan saya yang salah, silakan diluruskan. Saya pun mungkin penganut beberapa pandangan keliru tentang Buddhism :P

Sejauh ini sih saya tidak merasa ada yang salah (ya iyalah kalau saya tau salah, ga mungkin dilanjutkan), tapi siapa tau aja...

btj

Quote from: dhammadinna on 01 November 2013, 04:50:20 PM
Ini kita berdansa lagi namanya...

Di postingan sebelumnya, kita kan sudah bahas bahwa Nibbana adalah tidak terkondisi (tidak berubah-ubah sesuai kondisi, tidak terkena hukum Anicca, tidak relevan dengan Anicca).. kenapa kamu menanyakan hal ini lagi?

Maksudnya Kelana, kamu salah. Awalnya kamu bilang bahwa ruang lingkup Anicca adalah sesuatu yang berkondisi DAN sesuatu yang tanpa kondisi (oleh karena itu, bagimu, Anicca bisa relatif. Berlaku untuk yang satu, dan tidak berlaku untuk yang lain).

Padahal seharusnya, yang benar, ruang lingkup Anicca adalah segala sesuatu yang berkondisi saja. Dari Definisinya sudah terlihat: Sabbe Sankhara Anicca (Sankhara artinya segala sesuatu yang berkondisi). Jadi, Anicca = Mutlak.

Sampai di sini, setuju?

Oke oke. setuju. clear udah.


Quote
justru saya mau tuntaskan dulu tentang Anicca. Seseorang tidak bisa memahami dukkha, kalau belum memahami Anicca.
Jadi karena sifat ketidakkekalannya segala sesuatu yang berkondisi (sabbe sankhara anicca) maka timbullah dukkha (segala yang berkondisi adalah tidak memuaskan ( sabbe sankhara dukkha)?
Apa ada penjelasan lain lagi?

dhammadinna

#123
Quote from: btj on 02 November 2013, 09:18:58 PM
Oke oke. setuju. clear udah.

serius, sudah ngerti?

intinya, kebenaran hukum Anicca itu tidak-relatif. Dan ada kebenaran yang bisa dijelaskan dalam kata-kata.

QuoteJadi karena sifat ketidakkekalannya segala sesuatu yang berkondisi (sabbe sankhara anicca) maka timbullah dukkha (segala yang berkondisi adalah tidak memuaskan ( sabbe sankhara dukkha)?
Apa ada penjelasan lain lagi?

Pertama-tama, singkirkan dulu pengertian salah bahwa Dukkha adalah PERASAAN tidak menyenangkan. Karena tidak sesempit itu arti Dukkha.

Kita pakai analogi api. Saya bisa susun bahan bakar agar ia menyala. Saya bisa menambahkan bahan bakar agar api yang mengecil kembali besar (selama saya punya bahan bakarnya). Terlepas dari itu, api mengikuti jalan alaminya, berubah sesuai kondisi. Berubahnya bisa sesuai harapan saya, dan saya senang. Bisa juga sebaliknya.

Seberapa lama api itu bertahan, adalah sesuai bahan bakarnya.. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menambah bahan bakar (jika ada) dan kalau kondisi lainnya mendukung (misalnya: cuaca). Itu dilakukan terus menerus karena jika tidak maka saya bisa jatuh sakit karena jasmani kedinginan.

Misalnya pada suatu saat muncul perasaan tidak menyenangkan karena berpikir bahwa saya benci kerepotan karena harus terus mempertahankan api. Untuk keluar dari perasaan dan pikiran itu, saya berpikir: "ini bukan penderitaan. Ini adalah tantangan. Ini untuk mengasah ketekunan". Lalu muncul perasaan menyenangkan. Dan semua berjalan seperti biasa. Tapi ada kalanya saya ugal-ugalan, tidak bisa memotivasi diri. Terasa lagi perasaan tidak menyenangkan.

Nah, sejauh yang saya pahami, perubahan-perubahan ini, baik di luar maupun di dalam diri saya, yang tidak bisa dikendalikan sesuka saya dan berubah-ubah sesuai kondisi, inilah Dukkha.

Api adalah salah satu contoh hal-hal di luar diri saya.
Jasmani, perasaan, dan pikiran adalah contoh hal-hal di dalam diri saya.

Ada tanggapan?

btj

Quote from: dhammadinna on 04 November 2013, 09:09:05 AM
serius, sudah ngerti?

intinya, kebenaran hukum Anicca itu tidak-relatif. Dan ada kebenaran yang bisa dijelaskan dalam kata-kata.

Pertama-tama, singkirkan dulu pengertian salah bahwa Dukkha adalah PERASAAN tidak menyenangkan. Karena tidak sesempit itu arti Dukkha.
---

Nah, sejauh yang saya pahami, perubahan-perubahan ini, baik di luar maupun di dalam diri saya, yang tidak bisa dikendalikan sesuka saya dan berubah-ubah sesuai kondisi, inilah Dukkha.

Api adalah salah satu contoh hal-hal di luar diri saya.
Jasmani, perasaan, dan pikiran adalah contoh hal-hal di dalam diri saya.

Ada tanggapan?


Oke, masih bisa saya ikuti sampai sini.
Saya menangkap sesuatu (kata kuncinya) dari penjelasan di atas yaitu "saya" yang menjadi biang dukkhanya.
Tapi ini sepertinya di luar "rel" dari topik.


Jadi kesimpulannya, terjadinya pandangan salah mengenai "hidup adalah penderitaan" itu karena persepsi atau perasaan individu?


Misalnya menganggap proses mengelola api sebagai tantangan atau kejenuhan.

dhammadinna

#125
^ ^ ^

[at] btj: coba berandai-andai, seandainya km bisa mengendalikan jasmanimu sehingga tidak akan jatuh sakit, selalu sehat, tidak menjadi tua, selalu kuat.

Apa kamu mau punya kendali seperti itu? Nanti kalau sudah bosan, kamu bisa kendalikan agar menua dan mati juga. Intinya kamu bebas, apa yang kamu suka, itu yang terjadi. Mau?

btj

Quote from: dhammadinna on 04 November 2013, 03:18:53 PM
^ ^ ^

[at] btj: coba berandai-andai, seandainya km bisa mengendalikan jasmanimu sehingga tidak akan jatuh sakit, selalu sehat, tidak menjadi tua, selalu kuat.

Apa kamu mau punya kendali seperti itu? Nanti kalau sudah bosan, kamu bisa kendalikan agar menua dan mati juga. Intinya kamu bebas, apa yang kamu suka, itu yang terjadi. Mau?


Sebagai manusia biasa tentunya saya mau.

dhammadinna

^ ^ ^

Bagaimana dengan perasaan? apa kamu juga mau, seandainya bisa mengendalikan agar perasaan yang muncul SELALU menyenangkan?

Bagaimana dengan pikiran? apa kamu juga mau, seandainya bisa mengendalikan pikiranmu? misalnya, kamu bisa kendalikan untuk SELALU bebas dari kebencian, atau kamu bisa atur agar pikiran SELALU terkonsentrasi, tidak kacau, dan tidak berhamburan?

Mau?

btj

Quote from: dhammadinna on 06 November 2013, 09:28:38 AM
^ ^ ^

Bagaimana dengan perasaan? apa kamu juga mau, seandainya bisa mengendalikan agar perasaan yang muncul SELALU menyenangkan?

Bagaimana dengan pikiran? apa kamu juga mau, seandainya bisa mengendalikan pikiranmu? misalnya, kamu bisa kendalikan untuk SELALU bebas dari kebencian, atau kamu bisa atur agar pikiran SELALU terkonsentrasi, tidak kacau, dan tidak berhamburan?

Mau?


Tentu mau.

dhammadinna

#129
^ ^ ^
Iya, sama. Kita semua menginginkan hal itu, tapi kenyataannya, itu tidak terjadi. Yang terjadi adalah:

- Kita tidak bisa mengaturnya sesuai keinginan, agar selalu menyenangkan.
- Ia berubah-ubah. Kadang menyenangkan, kadang tidak. Dan semua itu tergantung kondisinya, bukan tergantung keinginan/perintah kita.

Sejauh yang saya pahami, keadaan inilah yang disebut Dukkha.

dhammadinna

Maaf, ralat di kalimat terakhir.

Quote from: dhammadinna on 10 November 2013, 04:37:49 PM
^ ^ ^
Iya, sama. Kita semua menginginkan hal itu, tapi kenyataannya, itu tidak terjadi. Yang terjadi adalah:

- Kita tidak bisa mengaturnya sesuai keinginan, agar selalu menyenangkan.
- Ia berubah-ubah. Kadang menyenangkan, kadang tidak. Dan semua itu tergantung kondisinya, bukan tergantung keinginan/perintah kita.

Sejauh yang saya pahami, keadaan inilah yang disebut ini adalah Dukkha.

btj

Yupp bisa dibilang rata-rata atau secara umum manusia memiliki keinginan seperti itu, ingin bahagia dan senang.
Saya setuju, keadaan berubah-ubah dan di luar kendali itulah yang menyebabkan dukkha.


Dan kita mendapatkan kata kuncinya yaitu keinginan,
Yang menjadi sumber dukkha.

dhammadinna

#132
 [at] btj: menurutmu, apakah perasaan-menyenangkan, juga adalah dukkha? alasannya?

btj

Quote from: dhammadinna on 12 November 2013, 01:03:09 PM
[at] btj: menurutmu, apakah perasaan-menyenangkan, juga adalah dukkha? alasannya?


Intinya semua yang berkondisi adalah dukkha.
Perasaan menyenangkan timbul dari kondisi sebelumnya, berlangsung selama kondisi/sebab itu ada, dan lenyap setelah kondisi itu tiada/berakhir.
Jadi perasaan menyenangkan juga adalah dukkha.

dhammadinna

#134
Quote from: btj on 12 November 2013, 01:41:29 PM
Intinya semua yang berkondisi adalah dukkha.
Perasaan menyenangkan timbul dari kondisi sebelumnya, berlangsung selama kondisi/sebab itu ada, dan lenyap setelah kondisi itu tiada/berakhir.
Jadi perasaan menyenangkan juga adalah dukkha.

Iya, benar.

Sebagian orang, masih secara salah menilai bahwa dukkha adalah perasaan-tidak-menyenangkan. Sedangkan perasaan-menyenangkan bukanlah dukkha. Ini karena tidak memahami esensi Dukkha.

Quote from: The Ronald on 20 October 2013, 08:35:58 AM
klo menurutku...memang hidup berkondisi, tp tidak berarti semua kehidupan merupakan dukkha ( definisi Dukkha di SN), di SN juga ada 3 jenis kebahagiaan... kebagiaan yg pertama krn terpuaskan napsu indria, ke 2 krn pencapaian jhana, ke 3 adalah krn merealisasikan nibanna, ke 3 jenis ini dpt di peroleh saat masih hidup,  jd kebanyakan term hidup adalah penderitaan..di pake oleh org2 yg menganggap dlm kehidupan tidak ada yg namanya kebahagian yg bisa di peroleh, dan sepertinya salah kaprah, jika kehidupan memang sepenuhnya menderita...tentu banyak yg bosan terhadapnya..tp kenyataannya tidak demikian..jutru krn adanya kebahagiaan indria yg semu maka org merindukannya, jd kupikir ga tepat hidup adalah penderitaan dlm konteks ini, tp hidup adalah tidak stabil berubah, dan tidak stabil, berubah itu menghasilkan penderitaan ya..ini tepat..penderitaannya terjadi pada saat perubahannya terlihat..

Dari postingan Ronald di atas, terlihat bahwa Dukkha, secara tidak tepat disamakan dengan perasaan-tidak-menyenangkan. Inilah yang membuat saya tidak menerjemahkan Dukkha = Penderitaan.

Setelah ini, saya bahas tentang mie ayam.