Saya terjemahkan pertanyaannya sebagai berikut: Perbuatan yang dapat dipikirkan yang mana? Jadi jawaban saya : menyapu, makan, membantu ortu, berdana, dsb. Ini semua adalah perbuatan yang dapat dipikirkan.
Dalam konteks 'perbuatan', tentu bisa dipikirkan. Namun jika kita membahas dalam konteks hukum kamma, dengan mengabaikan vipakanya, bisakah kita membahas kammanya? Jadi OK-lah kita tidak tahu hasilnya apa, tapi bisakah kita ketahui bahwa di situ ada kamma (perbuatan) tertanam? (Misalnya kita tanam biji mangga, walaupun pohonnya belum terjadi, tapi kita ketahui di situ ada biji ditanam. Apakah dalam kamma juga bisa dibahas demikian?)
Bisa saja kita mengatakan ini adalah menyama-nyamakan apa kata sutta dan bukan membuktikan kamma. Betul! Karena saya tidak sedang membuktikan kamma masa lalu di sini. Saya hanya menjawab pertanyaan awal seperti yang saya “quote” saat saya menjawab pertanyaan: “apakah bisa kita membuktikan bahwa kondisi awal kita ketika lahir, contoh : lahir ganteng jelek cacat normal di keluarga kaya keluarga miskin dll ini semua adalah buah karma masa lalu ? bgm cara membuktikannya ?” Jadi saya tidak dalam konteks menjawab tantangan dalam judul thread ini “Buktikan karma masa lalu…..!
Dalam sutta jelas mengatakan ada orang-orang yang bisa melihat rangkaian sebab akibat perbuatan selain Sammasabuddha meskipun terbatas kemampuan melihatnya dan Sang Buddha menyetujui beberapa hasil dari penglihatan mereka.
Saya agak lupa tentang kasus begitu, mungkin bisa berikan contohnya?
Ini berarti memberikan kesempatan atau membuka peluang untuk melakukan tindakan pembuktian sendiri dengan melihat rangkaian sebab akibat tersebut. TAPI seperti yang saya sampaikan kita bisa membuktikannya dengan melihat rangkaian sebab akibat meskipun hanya untuk diri kita.
Analogi matematika yang anda berikan, yang saya pahami adalah dalam konteks kamma vipaka masa depan, saya saat ini mungkin sepakat karena jelas kamma vipaka masa depan belum bisa dipikirkan karena belum terjadi. Berbeda jika dalam konteks masa lalu (bukankah pertanyaannya berkaitan dengan masa lalu?)
Dalam konteks masa lalu, analogi anda tidak berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan melihat rangkaian sebab-akibat. Dan sekali lagi sutta mengatakan ada orang-orang yang mampu melihat rangkaian tersebut dan Sang Buddha menyetujui beberapa pendapat dari apa yang mereka lihat.
Jika kita berorientasi pada kamma (x), maka konteksnya adalah masa depan. Kita lakukan x, lalu mencari y, yang entah kapan dan bagaimana berbuahnya.
Jika kita berorientasi pada vipaka (y), maka konteksnya adalah masa lalu. Kita sekarang mengalami satu buah kamma, lalu kita mencari sebabnya. Nah, walaupun kita bisa melihat entah berapa banyak kehidupan lampau, tetap kita tidak tahu kamma apa, di kehidupan mana, yang menyebabkan vipaka kita sekarang. Bahkan tidak usah jauh2, ada kamma yang berbuah dalam kehidupan sekarang (ditthadhamma vedaniya kamma), namun ketika berbuahpun kita tidak tahu perbuatan mana dalam kehidupan ini yang menyebabkan buah demikian.
Jadi jika merunut ke depan, x diketahui namun y tidak diketahui.
Jika merunut ke belakang, y diketahui namun x tidak diketahui.
Kemudian fungsinya sendiri tidak diketahui dan selalu berubah (karena dukungan atau hambatan kamma lain yang berintegrasi).
Dari sini, saya menyimpulkan bahwa ke depan ataupun ke belakang, tetap tidak akan diketahui.
Kalau yang saya ingat, para Tevijja Arahant dikatakan bisa melihat bagaimana makhluk berlanjut sesuai kammanya, yang saya pahami sebagai penglihatan bagaimana makhluk2 yang belum memutuskan lingkaran kelahiran (masih menanam kamma), masih terus berlanjut. Mereka bukan mengetahui kamma apa berakibat apa, sebab mereka tidak mampu menelusuri kehidupan lampau orang lain.
Jika kita melihat Maha Kammavibhanga Sutta - Majjhima Nikaya 136, jelas bahwa tidak semua pandangan-pandangan dari orang yang melihat masa lalu itu salah semua.
Tanggapan atas pertanyaan Sdr. Ryu. Bisa dilihat di atas
Ya, saya bukan bermaksud mengatakan bahwa penilaian itu pasti salah, namun saya mau mengatakan bahwa walaupun orang mampu melihat masa lampau demikian jauh, namun tetap saja tidak dapat memahami kamma. Bahkan karena spekulasi tertentu, justru malah terperosok pada pandangan salah. Namun konsentrasi dan penglihatan masa lampau itu sendiri jelas bukan hal tercela sama sekali.
(Dalam sehari-hari kadang kita bertemu dengan orang yang melakukan kebaikan, namun nasibnya buruk, juga sebaliknya. Demikian pula dengan kehidupan lampau, ada yang berbuat baik namun terlahir di alam buruk. Melihat hal ini, beberapa petapa/brahmana berspekulasi bahwa tidak ada akibat dari perbuatan baik/buruk [akiriya], ada juga beranggapan karena memang sudah nasib [paham determinisme], namun Buddha memberikan penjelasan bahwa jika orang baik terlahir di alam buruk, ini karena sebelumnya, apakah di kehidupan ini ataupun sebelum-sebelumnya, telah melakukan kejahatan, dan kamma buruknya kebetulan berbuah.)