Rendah Diri Adalah Kesombongan?

Started by Indra, 29 June 2011, 08:49:46 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bawel

Quote from: Indra on 29 June 2011, 10:46:18 PM
bagaimana jika "saya memang rendah" itu adalah memang fakta "sebagaimana adanya"?

yang saya maksud "memahami segala sesuatu itu sebagaimana adanya" itu adalah annica, dhukkha dan anatta ;D.

kalo "saya memang rendah" itu untuk saat ini saja benar, tapi itu juga tidak kekal karena bisa berubah jadi lebih rendah atau lebih tinggi nantinya ;D.

sedangkan kesombongan itu menganggap pandangan dia adalah kekal/tidak berubah, sehingga dia menggenggam pandangan itu dan menjadi biasa dengan pandangan itu tanpa mau menerima pandangan lain ;D.

[spoiler]kalo jawaban spekulasi saya ini masih salah tolong bantu benerin yah om indra ;D.[/spoiler]

kakao

Quote from: freecloud79 on 01 July 2011, 10:42:13 AM
"Kalau saya merasa rendah diri karena sampe umur 32 sekarang saya belum berhasil dan tahu saya cuma orang miskin dan belum bisa sepenuhnya membahagiakan orang tua saya,(perlu diketahui kami cuma 2 bersaudara saya dan kakak perempuan saya), kadang saya rendah diri karena sebagai anak lelaki satu2nya biaya pengobatan orang tua yg lagi sakit juga kadang tidak sanggup saya bayar, (kehidupan suami istri saya ditambah anak 1 juga pas-pasan). dalam hal ini biasanya kakak saya yang kehidupannya lebih baik dan sukses yg sering membantu biaya orang tua. Saya cukup berterima kasih kepadanya. Dan saya sepenuhnya menyadari hal ini bisa terjadi pada saya karena telah masaknya kamma saya pada masa lampau ataupun pada masa kehidupan sebelumnya, tetapi dalam hal ini saya tetap berusaha dengan giat bekerja demi keluarga saya, menambah kebajikan dan kelak bisa lebih banyak membantu biaya orang tua" 

dari cerita di atas apakah saya dikategorikan manusia sombong ???
tdk kk,.kk tidak sombong,..kesombongan itu adalah Ego,..kk tidak ego,.kk mengikuti kehidupan mengalir bukan rendah diri,..cuma kk merasa kurang mampu, masih lebih baik kk daripada orng yang sombong semakin sombong kadang mengatas namakan uang dan kekuasaan,.kakao paling nggak suka orng ky gitu,.dia merasa hebat dg keberhasilannya,..itu baru sombong kk, banyak duit cuma pamer nama divihara, kl namanya nggak disebut marah, jengkel, itu kesombongan kk, seakan2 dia manusia hebat, Buddha aj sebelum menjadi Buddha adalah pangeran kerajaan, malah mengembalikan semua harta duniawi, dan hanya mengenakan baju pertapa, pangeran yang diagungkan merendahkan dirinya menjadi petapa hutan yang kadang makan kadang tdk makan, Siddharta nggak ada "EGO" dan bukan kesombongan. ;D
"jika kau senang hati pegang jari, jika kau senang hati pegang jari dan masukan kehidungmu !!"
[img][url="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/c3/Sailor_moon_ani.gif"]http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/c3/Sailor_moon_ani.gif[/url][img]

sobat-dharma

#77
Quote from: bawel on 01 July 2011, 11:16:10 AM
yang saya maksud "memahami segala sesuatu itu sebagaimana adanya" itu adalah annica, dhukkha dan anatta ;D.

kalo "saya memang rendah" itu untuk saat ini saja benar, tapi itu juga tidak kekal karena bisa berubah jadi lebih rendah atau lebih tinggi nantinya ;D.

sedangkan kesombongan itu menganggap pandangan dia adalah kekal/tidak berubah, sehingga dia menggenggam pandangan itu dan menjadi biasa dengan pandangan itu tanpa mau menerima pandangan lain ;D.

[spoiler]kalo jawaban spekulasi saya ini masih salah tolong bantu benerin yah om indra ;D.[/spoiler]

Memandang diri "rendah", selalu tersirat adanya "perbandingan". Sesuatu dikatakan sebagai rendah, dikarenakan ia dibandingkan dengan sesuatu yang lebih tinggi. Tidak ada sesuatu yang namanya "rendah" atau "tinggi" tanpa adanya perbandingan dengan hal lain yang berada di luar dirinya. Jadi, kalau seseorang melihat sesuatu "sebagaimana adanya" pasti tidak ada yang namanya tinggi dan rendah.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hendrako

Merasa "rendah" di awal latihan, saya rasa adalah hal yang wajar,
Sebab kalo tidak merasa "rendah" bisa2 tidak berlatih.
Sama kek kemelekatan, di awal latihan malah musti banyak melekat.
Hanya saja harus pinter2 dengan apa yang dilekati agar menunjang latihan.

Penjelasan rasa rendah diri dari Buddha mungkin untuk peringatan bahwa perasaan tersebut membawa potensi kesombongan.
Jadi sudah diingatkan lebih dulu, dihadang di awal, dengan tujuan tidak menjadi sombong apabila kelak telah berhasil melewati keadaan "rendah."
yaa... gitu deh

sobat-dharma

Quote from: hendrako on 01 July 2011, 11:30:22 AM
Merasa "rendah" di awal latihan, saya rasa adalah hal yang wajar,
Sebab kalo tidak merasa "rendah" bisa2 tidak berlatih.
Sama kek kemelekatan, di awal latihan malah musti banyak melekat.
Hanya saja harus pinter2 dengan apa yang dilekati agar menunjang latihan.

Penjelasan rasa rendah diri dari Buddha mungkin untuk peringatan bahwa perasaan tersebut membawa potensi kesombongan.
Jadi sudah diingatkan lebih dulu, dihadang di awal, dengan tujuan tidak menjadi sombong apabila kelak telah berhasil melewati keadaan "rendah."

Kalau dikatakan wajar, saya setuju memang hal demikian adalah wajar: karena umumnya dialami oleh hampir semua orang. Akan tetapi, menurut saya, jika kita merasa diri kita rendah saat menjalankan latihan, maka perasaan rendah diri ini akan menghambat kemajuan latihan kita.

Umumnya, orang yang merasa rendah di awal latihan merasa bahwa orang yang senior adalah lebih tinggi dari dirinya. Pada awalnya hal ini terkesan positif, karena menimbulkan respek kepada yang lebih senior. Namun, jika diteruskan maka akan memberikan dampak yang kurang positif. Misalnya, saat orang tersebut menjadi senior ia kemudian merasa dirinya "tidak rendah lagi" dan berhak menuntut respek yang sama seperti (atau bahkan lebih besar lagi dari) yang ia berikan kepada seniornya terdahulu.

Selain itu, terlalu banyak merasa rendah diri, akan membuat orang tersebut sibuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain terus, ketimbang berkonsentrasi pada latihannya sendiri. Misalnya, kalau saat retret seseorang terus berpikir "jangan kelihatan tidak serius meditasi karena masih pemula", "mengapa aku tidak mampu duduk selama si A?", atau "Mengapa meditasi si B tampak lebih tenang daripada meditasiku?", atau "Lihat di sampingku itu duduknya tidak gerak, kok aku gerak-gerak melulu" dst., maka orang tersebut hanya sibuk menjaga penampilannya saat latihan dan terdorong pura-pura duduk diam sekadar agar tidak dianggap tidak mampu , ketimbang benar-benar memperhatikan latihannya sendiri. Dengan demikian hal ini akan menghambat latihannya sendiri.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

bawel

Quote from: sobat-dharma on 01 July 2011, 11:28:04 AM
Memandang diri "rendah", selalu tersirat adanya "perbandingan". Sesuatu dikatakan sebagai rendah, dikarenakan ia dibandingkan dengan sesuatu yang lebih tinggi. Tidak ada sesuatu yang namanya "rendah" atau "tinggi" tanpa adanya perbandingan dengan hal lain yang berada di luar dirinya. Jadi, kalau seseorang melihat sesuatu "sebagaimana adanya" pasti tidak ada yang namanya tinggi dan rendah.

kalo menurut saya perbandingan itu bukan lah suatu kesombongan ;D.
merenungi hukum karma juga sebuah perbandingan dan itu bukan kesombongan tapi menerima kenyataan ;D.
melekati sesuatu yang berubah-ubah sebagai yang tetap itulah kesombongan kalo menurut saya sih ;D.

sobat-dharma

Quote from: bawel on 01 July 2011, 11:46:17 AM
kalo menurut saya perbandingan itu bukan lah suatu kesombongan ;D.
merenungi hukum karma juga sebuah perbandingan dan itu bukan kesombongan tapi menerima kenyataan ;D.
melekati sesuatu yang berubah-ubah sebagai yang tetap itulah kesombongan kalo menurut saya sih ;D.


Perbandingan yang disebut sebagai kesombongan apabila membandingkan antara diri dengan orang lain. Jika kita membandingkan antara tiang A dan tiang B, lalu bertanya lebih tinggi mana tiang A atau tiang B? Perbandingan demikian jelas bukan soal kesombongan, karena tidak terkait dengan "diri" dan "bukan-diri/orang lain".
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

hendrako

Quote from: sobat-dharma on 01 July 2011, 11:44:53 AM
Kalau dikatakan wajar, saya setuju memang hal demikian adalah wajar: karena umumnya dialami oleh hampir semua orang. Akan tetapi, menurut saya, jika kita merasa diri kita rendah saat menjalankan latihan, maka perasaan rendah diri ini akan menghambat kemajuan latihan kita.

Umumnya, orang yang merasa rendah di awal latihan merasa bahwa orang yang senior adalah lebih tinggi dari dirinya. Pada awalnya hal ini terkesan positif, karena menimbulkan respek kepada yang lebih senior. Namun, jika diteruskan maka akan memberikan dampak yang kurang positif. Misalnya, saat orang tersebut menjadi senior ia kemudian merasa dirinya "tidak rendah lagi" dan berhak menuntut respek yang sama seperti (atau bahkan lebih besar lagi dari) yang ia berikan kepada seniornya terdahulu.

Selain itu, terlalu banyak merasa rendah diri, akan membuat orang tersebut sibuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain terus, ketimbang berkonsentrasi pada latihannya sendiri. Misalnya, kalau saat retret seseorang terus berpikir "jangan kelihatan tidak serius meditasi karena masih pemula", "mengapa aku tidak mampu duduk selama si A?", atau "Mengapa meditasi si B tampak lebih tenang daripada meditasiku?", atau "Lihat di sampingku itu duduknya tidak gerak, kok aku gerak-gerak melulu" dst., maka orang tersebut hanya sibuk menjaga penampilannya saat latihan dan terdorong pura-pura duduk diam sekadar agar tidak dianggap tidak mampu , ketimbang benar-benar memperhatikan latihannya sendiri. Dengan demikian hal ini akan menghambat latihannya sendiri.

Itu berarti orang tersebut masih "rendah" dan latihannya masih belum di jalur yang benar.
yaa... gitu deh

bawel

Quote from: sobat-dharma on 01 July 2011, 11:49:34 AM
Perbandingan yang disebut sebagai kesombongan apabila membandingkan antara diri dengan orang lain. Jika kita membandingkan antara tiang A dan tiang B, lalu bertanya lebih tinggi mana tiang A atau tiang B? Perbandingan demikian jelas bukan soal kesombongan, karena tidak terkait dengan "diri" dan "bukan-diri/orang lain".

oh begitu yah ;D.
jadi hukum karma itu tidak terkait dengan diri dan bukan diri yah? ;D
baiklah kalo begitu ;D.

sobat-dharma

Quote from: bawel on 01 July 2011, 12:53:51 PM
oh begitu yah ;D.
jadi hukum karma itu tidak terkait dengan diri dan bukan diri yah? ;D
baiklah kalo begitu ;D.

Jika perbandingan hanya antara satu obyek A dengan satu obyek lain, Obyek B misalnya, maka belum tentu terkait dengan kesombongan. Misalnya: Mobil A lebih bagus daripada mobil B ===> belum tentu terjadi kesombongan.

Tapi kalau Obyek A dan Obyek B itu terkait dengan unsur "diri" dan "bukan diri/orang lain", maka dapat menjadi kesombongan. Misalnya: Mobil A adalah mobilku, sedangkan mobil B adalah mobil tetanggaku. Mobil A lebih bagus daripada mobil B = Mobilku lebih bagus daripada mobil tetanggaku ==> Terjadi kesombongan.

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

bawel

Quote from: sobat-dharma on 01 July 2011, 01:06:02 PM
Jika perbandingan hanya antara satu obyek A dengan satu obyek lain, Obyek B misalnya, maka belum tentu terkait dengan kesombongan. Misalnya: Mobil A lebih bagus daripada mobil B ===> belum tentu terjadi kesombongan.

Tapi kalau Obyek A dan Obyek B itu terkait dengan unsur "diri" dan "bukan diri/orang lain", maka dapat menjadi kesombongan. Misalnya: Mobil A adalah mobilku, sedangkan mobil B adalah mobil tetanggaku. Mobil A lebih bagus daripada mobil B = Mobilku lebih bagus daripada mobil tetanggaku ==> Terjadi kesombongan.

kalo memuji sang buddha seperti yang ada di brahmajala sutta itu berarti termasuk kesombongan yah? ;D
Quotesementara beberapa pertapa dan brahmana ..... dst, tetapi samana gotama .... dst.

kalo perbandingan itu sesuai dengan kenyataan gimana? ;D
contohnya:
comel: saya memang lebih tampan dari kamu, wel ;D.
bawel: memang sih kamu lebih tampan dari saya, mel ;D.
comel: tapi tenang aja, kamu lebih pinter dari aku ;D.
bawel: iya, saya memang lebih pinter dari kamu ;D.

apakah kesombongan itu sifatnya ada relatif? ;D

sobat-dharma

Quote from: bawel on 01 July 2011, 01:27:49 PM
kalo memuji sang buddha seperti yang ada di brahmajala sutta itu berarti termasuk kesombongan yah? ;D

Kalau dari contohnya sih hanya memperlihatkan perbedaan cara yang digunakan:
Contoh: sementara beberapa pertapa dan brahmana ..... dst, tetapi samana gotama .... dst.
Contoh lain: sementara beberapa orang ke Jakarta naik pesawat, tetapi saya ke Jakarta naik kereta.
Perbandingan demikian, kalau hanya dari kalimat tampaknya saja, maka tidak dapat dinilai apakah ada kesombongan atau tidak, karena tidak memperlihatkan mana yang lebih tinggi mana yang lebih rendah serta hanya mendeskripsikan perbedaan dua hal secara netral.

Namun, jika di dalam batin orang yang mengatakan tersebut muncul pembanding yang melibatkan ego: "naik pesawat lebih keren daripada naik kereta. Aku naik kereta, sedangkan yang lainnya naik pesawat. aku kalah keren dengan yang lain." Hal ini baru muncul kesombongan.

Dan ketika Sang Buddha mengatakan "sementara beberapa pertapa dan brahmana ..... dst, tetapi samana gotama .... dst.", maka apakah terjadi kesombongan atau tidak, maka kita harus melirik ke dalam batin Sang Buddha dahulu :)

Quote from: bawel on 01 July 2011, 01:27:49 PM
kalo perbandingan itu sesuai dengan kenyataan gimana? ;D
contohnya:
comel: saya memang lebih tampan dari kamu, wel ;D.
bawel: memang sih kamu lebih tampan dari saya, mel ;D.
comel: tapi tenang aja, kamu lebih pinter dari aku ;D.
bawel: iya, saya memang lebih pinter dari kamu ;D.

apakah kesombongan itu sifatnya ada relatif? ;D

Kalau dari contoh itu sih, tetap saja ego yang lebih menonjol: "saya memang lebih tampan" (yang berarti "kamu lebih jelek"), "kamu lebih pinter dari aku" (yang berarti "aku lebih bodoh dari kamu").
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

dilbert

Demikian juga pemikiran, saya lebih suci, berbuat baik / berdana lebih banyak, lebih mengetahui dhamma, lebih menguasai praktek meditasi dibandingkan dengan orang lain... (membanding-bandingkan)...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

K.K.

Quote from: dilbert on 01 July 2011, 04:29:46 PM
Demikian juga pemikiran, saya lebih suci, berbuat baik / berdana lebih banyak, lebih mengetahui dhamma, lebih menguasai praktek meditasi dibandingkan dengan orang lain... (membanding-bandingkan)...
Saya pikir kalau dalam konteks 'Abhidhamma', bagaimanapun kita berpikir, masih ada sebuah pandangan kesombongan, ada pandangan 'diri'. Biarpun kita tidak membandingkan, tetap ada 'aku yang tidak membandingkan' secara halus. Jadi sepertinya susah untuk mengatakan pola pikir begini adalah disertai 'kesombongan' sedangkan pola pikir begitu adalah tidak.
Sepertinya hanya Arahat saja yang walaupun mengatakan 'aku begini-begitu', tetap tidak memiliki 'kesombongan' (konteks Abhidhamma) tersebut, seperti Buddha juga sering mengatakan 'dirinya' yang terbaik di antara manusia dan deva, tapi dalam proses bathinnya, sudah terbebas dari kemelekatan pada diri, maka tidak bisa dikatakan 'sombong'. 


gina

menurut saya, kalau sudah menbanding2kan, mau kita lebih tinggi atau lebih rendah drpd dia, namanya sdh kesombongan ;D ;D ;D